SIMULASI DAN ANALISIS PENGARUH TEGANGAN LEBIH IMPULS PADA BELITAN TRANSFORMATOR DISTRIBUSI 20 KV Priska Bayu Anugrah Jurusan Teknik Elektro-FTI, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus Keputih-Sukolilo, Surabaya-60111, Email : [email protected] Tegangan impuls pada Abstrak : transformator distribusi 20 kV baik yang berasal dari fenomena alam yaitu petir ataupun faktor dari dalam, misalnya switching, dapat mengakibatkan rusaknya isolasi dan kumparan transformator sehingga dapat menyebabkan terganggunya sistem penyaluran tenaga listrik. Hasil simulasi dengan menggunakan perangkat lunak Electromagnetic Transients Program (EMTP) menunjukan bahwa pengaruh terbesar yang terjadi pada kumparan transformator distribusi disebabkan oleh tegangan impuls petir, hal ini bisa dilihat dari hasil simulasi yang menunjukan impuls petir yang mempunyai nilai tegangan puncak yang paling tinggi dibandingkan impuls switching. 2. Transformator dan Gelombang Impuls 2.1 Transformator Transformator memberikan cara yang sederhana untuk mengubah tegangan dari satu harga ke harga yang lainnya. Jika transformator menerima energi pada tegangan rendah dan mengubahnya menjadi tegangan yang lebih tinggi, ia disebut transformator penaik (step up). Jika transformator diberi energi pada tegangan tertentu dan mengubahnya menjadi tegangan yang lebih rendah, ia disebut transformator penurun (step down). Setiap transformator dapat dioperasikan baik sebagai transformator penaik atau penurun, tetapi transformator yang dirancang untuk suatu tegangan, harus digunakan untuk tegangan tersebut. Kata kunci : Transformator distribusi, Tegangan impuls, dan Electromagnetic Transient Program (EMTP). 2.2 Tegangan Lebih Impuls Tegangan lebih impuls adalah tegangan impuls dengan bentuk gelombang yang diberikan pada isolasi sehingga terjadi kegagalan pada isolasi tersebut. Tingkat tegangan lebih ini berdasarkan tegangan ketahanan impuls baik petir atau switching dasar bisa ditentukan sesuai BIL (Basic Impuls Insulation Level) bersama dengan tingkat ketahanan frekuensi rendah (rated short duration power frequency withstand voltage) menjadi tingkat isolasi dasar (rated insulation level) dari transformator. TID (Tingkat Isolasi Dasar) tersebut telah ditetapkan dalam bentuk standard dan besarnya tergantung pada tegangan maksimum. 1. PENDAHULUAN Pada zaman sekarang ini energi listrik memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Di Indonesia pemanfaatan energi listrik secara tepat guna dapat membantu pertumbuhan ekonomi negara kita. Karena luasnya wilayah negara Indonesia maka dibutuhkan sistem transmisi dan distribusi yang handal di dalam penyaluran energi listrik dari sumber energi sampai ke beban. Transformator merupakan salah satu unsur utama dalam sistem transmisi dan distribusi energi listrik. Karena transformator merupakan unsur utama dari sistem transmisi dan distribusi energi listrik, maka diperlukan sistem proteksi yang sangat handal pada sebuah transformator terhadap gangguan-gangguan yang terjadi, berupa : • Gangguan yang disebabkan oleh petir (lightning). • Gangguan yang disebabkan oleh operasi pemutusan (switching operations). Salah satu gangguan yang membahayakan transformator adalah gangguan yang terjadi karena adanya gelombang-gelombang surja atau yang tegangan impuls. Tegangan impuls menghasilkan tegangan yang jauh lebih tinggi dengan durasi kejadian yang amat cepat dari tegangan kerja dari sebuah transformator sehingga transformator tersebut perlu diuji tingkat ketahanannya. 2.3 Karakteristik Gelombang Impuls Dari bentuk umum gelombang berjalan, dapat diketahui beberapa spesifikasi gelombang berjalan, yaitu : 1. Puncak gelombang (crest), yaitu amplitude maksimum dari gelombang. 2. Muka gelombang, t1 (mikrodetik), yaitu waktu dari permulaan sampai puncak. Dalam praktek ini diambil 10%E dan 90%E. 3. Ekor gelombang, yaitu bagian di belakang puncak. Panjang gelombang, t2 (mikrodetik), yaitu waktu dari permulaan sampai titik 50%E pada ekor gelombang. 4. Polaritas, yaitu polaritas dari gelombang, positif atau negatif. Halaman 1 dari 7 halaman Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS 3.1.1 Susunan dan Penyambungan Kumparan Pada suatu transformator, kumparan primer dengan sekunder harus bergandengan erat secara magnetic. Kumparan dapat dibuat berbentuk piringan (disc winding) dan dibelitkan pada satu poros pada suatu inti atau berbentuk silindris (cylindrical winding) yang dibelitkan pada suatu kaki. Kumparan-kumparan disusun simetris, supaya gaya elektromagnetik yang terjadi pada saat mengalirkan arus hubungan singkat merata pada setiap kumparan. Gambar 1 Karakteristik Tegangan Impuls Sesuai Standard IEC 2.4 Sumber-Sumber Gelombang Impuls Sampai dengan saat ini sebab-sebab dari gelombang impuls yang diketahui adalah sebagai berikut : 1. Sambaran kilat secara langsung pada kawat. 2. Sambaran kilat tidak langsung pada kawat transmisi (induksi). 3. Operasi pemutusan saklar (switching operation) 4. Busur tanah (arching grounds) 5. Gangguan-gangguan pada sistem oleh berbagai kesalahan. 2.4 Standard Gelombang Impuls Standarisasi gelombang impuls ini telah ditetapkan oleh beberapa negara, yaitu : a) Untuk impuls petir ( Tf x Tt ) − Jerman dan Inggris : ± 1 x 50 µ sec − Amerika Serikat : ± 1,5 x 40 µ sec − Jepang : ± 1 x 40 µ sec − IEC : ± 1,2 X 50 µ sec b) Untuk impuls hubung (Tcr x Tt) − Bentuk gelombang adalah 50 – 1000 µ secuntuk Tcr dan sekitar 3000 µ sec untuk Tt. − Standard IEC adalah 250 x 2500 µ sec. Dari beberapa standard diatas dapat dilihat bahwa standard yang ditetapkan oleh IEC merupakan kompromi antara standard-standard tegangan impuls dari beberapa negara. KUMPARAN TRANSFORMATOR DAN DISTRIBUSI TEGANGAN PADA KUMPARAN TRANSFORMATOR 3.1. Kumparan Transformator Beberapa lilitan kawat berisolasi membentuk suatu kumparan. Kumparan tersebut diisolasi baik terhadap inti besi maupun terhadap kumparan lain. Kumparan terdiri dari kumparan primer dan sekunder. Bila kumparan primer dihubungkan dengan tegangan atau arus bolak-balik maka pada kumparan tersebut timbul fluks. Fluks ini akan menginduksikan tegangan, dan bila pada rangkaian sekunder ditutup (bila ada rangkaian beban) maka akan menghasilkan arus pada kumparan ini. Jadi kumparan sebagai alat transformasi tegangan dan arus. Gambar 2 Cara Penyambungan Elemen Belitan 3.2. Distribusi Tegangan Kumparan dibelitkan pada inti besi yang dibumikan, maka ada kapasitansi antara kumparan dengan tanah (Ce), induktansi sendiri (L), dan ada juga induktansi bersama antara satu kumparan dengan kumparan yang ada di dekatnya (M). Selain tiu, kapasitansi yang dibentuk antara satu kumparan dengan kumparan yang lainnya (C). Dengan demikian rangkaian ekivalen suatu elemen kumparan adalah sepeti yang ditunjukkan pada gambar 3 Jika terminal transformator dihubungkan secara tiba-tiba ke suatu sumber tegangan, maka akan timbul gelombang berjalan seperti halnya pada jaringan distribusi. Jika suatu tegangan impuls diberikan pada terminal-terminal transformator, maka akan terjadi isolasi tegangan yang dapat menimbulkan tekanan dielektrik yang tinggi pada suatu lokasi tertentu dalam kumparan. 3 Gambar 3 Rangkaian Ekivalen Kumparan Transformator Rangkaian ini sangat disederhanakan namun asumsi ini masih dapat digunakan. Sesaat setelah suatu tegangan langkah impuls diberikan, hanya kapasitansi jaringan yang diasumsikan berperan, Jika terminal dihubungkan ke sumber tegangan langkah Vo sedang titik netral dibumikan (Vn = 0), maka distribusi tegangan sepanjang kumparan dapat diturunkan dengan prinsip perhitungan distribusi tegangan pada isolator rantai, yang hasilnya adalah sebagai berikut : Halaman 2 dari 7 halaman Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS sinh(n - x)α sinh nα cosh(n - x)α VX = VO cosh nα Ce Dimana : α = C Dengan : VX = VO Vx = Tegangan terhadap tanah pada jarak x dari titik netral Vo = Tegangan terhadap tanah n = Panjang gulungan diukur dari titik netral Ce = Kapasitansi gulungan terhadap tanah C = Kapasitansi dalam diukur dari ujung gulungan sampai ke tanah. 4. SIMULASI DAN ANALISA DATA 4.1 Pemodelan Kumparan Transformator Untuk membuat rangkaian pengujian tegangan impuls pada transformator distribusi 20kV, maka terlebih dahulu perlu spesifikasi transformator yang akan di uji menggunakan program ATP/EMTP. Data spesifikasi transformator ini nantinya akan digunakan untuk menghitung nilai dari resistansi dan reaktansi yang terdapat pada lilitannya. Nilai-nilai ini kemudian akan dipakai dalam rangkaian simulasinya. 4.1.1. Data Spesifikasi Transformator Transformator yang digunakan adalah Trafo Distribusi PT.PLN (persero), UPJ Bandung Utara di Universitas Katolik Maranata (UKM) yang memiliki spesifikasi trafo sebagai berikut : Daya = 50 kVA HV = 20 kV Frekuensi = 50 Hz Ce = 9 pF 4.1.2 Perhitungan Nilai Kapasitansi dan Induktansi Dari data transformator diatas maka dapat dihitung resistant dan induktansi pada transformator sebagai berikut : Sbase = 50 kVA Nilai C didapatkan dengan menggunakan persamaan 3.3 : Untuk nilai α = 3, maka nilai C : C= Ce α 2 = 9 pF = 1 pF 32 Untuk nilai α = 4, maka nilai C : C= Ce α2 = 9 pF = 0.5625 pF 42 Untuk nilai α = 5, maka nilai C : C= Ce α 2 = 9 pF = 0.36 pF 52 4.2 Parameter Pembentuk Kumparan Transfor mator Bagian transformator yang sering mengalami kerusakan akibat terjadinya tegangan impuls adalah bagian kumparan. Oleh karena itu pada rangkaian simulasinya secara khusus difokuskan pada lilitan transformator distribusi. Lilitan tersebut kemudian diubah menjadi rangkaian yang berkomponen RLC seperti pada rangkaian ekivalen transformator pada gambar 4. Gambar 4 Pemodelan Rangkaian Transformator Untuk membentuK rangkaian simulasinya, diambil beberapa parameter yang digunakan untuk membentuk rangkaian ekivalen lilitan transformator kumparan primer dalam ATP yaitu : Resistor, sesuai dengan nilai perhitungan diatas yaitu R = 0.12 Ω. • Induktor, sesuai dengan nilai perhitungan diatas yaitu L = 50 mH. • Kapasitor, dengan nilai C = yang disesuaikan dengan nilai α. 4.3 Tampilan Hasil Simulasi dan Analisa 4.3.1 Untuk Tegangan Impuls Petir 125 KV • Vbase = 20 kV 2 Z base = (Vbase ) (20) 2 = =8Ω S base 50 R base = Z base × prosentase resistansi = 8 ×1,51% = 0,12 Ω X L = Z base × prosentase reaktansi = 8 ×1,99 % = 0,1592 Ω X X 0,1592 L= L = L = = 0,05 H = 50 mH ω 2πf 2.3,14.50 Gambar 5 Tampilan Hasil Simulasi Dengan Impuls 125 kV Untuk Nilai α = 3 (C = 1 pF) Halaman 3 dari 7 halaman Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS Gambar 6 Tampilan Hasil Simulasi Dengan Impuls 125 kV Untuk Nilai α = 4 (C = 0.5625 pF) Gambar 10 Tampilan Hasil Simulasi Dengan Impuls 95 kV Untuk Nilai α = 5 (C = 0.36 pF 4.3.3 Untuk Tegangan Impuls Switching 104 kV Gambar 7 Tampilan Hasil Simulasi Dengan Impuls 125 kV Untuk Nilai α = 5 (C = 0.36 pF) 4.3.2 Untuk Tegangan Impuls Petir 95 KV Gambar 11 Tampilan Hasil Simulasi Dengan Impuls 104 kV Untuk Nilai α = 3 (C = 1 pF) Gambar 8 Tampilan Hasil Simulasi Dengan Impuls 95 kV Untuk Nilai α = 3 (C = 1 pF) Gambar 12 Tampilan Hasil Simulasi Dengan Impuls 104 kV Untuk Nilai α = 4 (C = 0.5625 pF) Gambar 9 Tampilan Hasil Simulasi Dengan Impuls 95 kV Untuk Nilai α = 4 (C = 0.5625 pF) Gambar 13 Tampilan Hasil Simulasi Dengan Impuls 104 kV Untuk Nilai α = 5 (C = 0.36pF) Halaman 4 dari 7 halaman Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS 4.3.4 Untuk Tegangan Impuls Switching 79 kV Gambar 17 Grafik Hasil Simulasi Dengan Tegangan Impuls Petir 125 kV Gambar 14 Tampilan Hasil Simulasi Dengan Impuls 79 kV Untuk Nilai α = 3 (C = 1 pF) Gambar 15 Tampilan Hasil Simulasi Dengan Impuls 79 kV Untuk Nilai α = 4 (C = 0.5625 pF) Gambar 16 Tampilan Hasil Simulasi Dengan Impuls 79 kV Untuk Nilai α = 5 (C = 0.36 pF) Untuk nilai tegangan puncak pada saat α = 3, α = 4 dan α = 5 memiliki pola yang sama, yaitu dari kumparan ke-2 sampai kumparan ke-5 nilai tegangan puncak mengalami penurunan hingga 0.38 pu untuk α = 3, 0.45 pu untuk α = 4 dan 0.56 pu untuk α = 5. Pada kumparan ke-6 nilai tegangan puncak mengalami kenaikan dengan nilai 0.49 pu untuk α = 3, 0.63 pu untuk α = 4 dan 0.65 pu untuk α = 5. Pada kumparan ke-7 nilai tegangan puncak mengalami penurunan turun hingga nilai 0.37 pu untuk α = 3, 0.61 untuk α = 4 dan 0.63 α = 5. Pada kumparan ke-8 nilai tegangan puncak kembali mengalami kenaikan sampai 0.54 pu untuk α = 3, 0.71 pu untuk α = 4 dan 0.88 pu untuk α = 5. Dan pada kumparan ke-9 nilai tegangan kembali mengalami penurunan hingga 0.52 untuk α = 3, 0.57 untuk α = 4 dan 0.58 untuk α = 5. 4.4.2 Impuls Petir 95 kV Dari Tabel 2 dan Gambar 18 bisa dilihat bahwa pada kumparan pertama dianggap 1pu hal ini dikarenakan nilai kumparan pertama yang terpaut terlalu jauh dengan kumparan kedua, hal ini disebabkan oleh karena kumparan pertama mengalami pengaruh langsung dari sumber impuls. Tetapi untuk pengaruh impuls petir 95KV ini pola grafik nilai tegangan puncaknya hampir sama dengan impuls petir 125 kV namun dengan nilai tegangan puncaknya yang lebih rendah. Tabel 2 Hasil Simulasi Dengan Tegangan Impuls 95 kV 4.4 Analisa Grafik dan Tabel 4.4.1 Impuls Petir 125 kV Dari Tabel 1 dan Gambar 17 bisa dilihat bahwa pada kumparan ke-1 dianggap 1pu hal ini dikarenakan nilai kumparan 1 pu yang terpaut terlalu jauh dengan kumparan ke-2, hal ini disebabkan oleh karena kumparan ke-1 mengalami pengaruh langsung dari sumber impuls. Tabel 1 Hasil Simulasi Dengan Tegangan Impuls 125 kV Gambar 18 Grafik Hasil Simulasi Dengan Tegangan Impuls Petir 95 kV Halaman 5 dari 7 halaman Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS Untuk nilai tegangan puncak pada saat α = 3, α = 4 dan α = 5 memiliki pola yang sama, yaitu dari kumparan kedua sampai kumparan kelima nilai tegangan puncak mengalami penurunan hingga 0.29 pu untuk α = 3, 0.34 pu untuk α = 4 dan 0.43 pu untuk α = 5. Pada kumparan keenam nilai tegangan puncak mengalami kenaikan dengan nilai 0.38pu untuk α = 3, 0.48pu untuk α = 4 dan 0.49pu untuk α = 5. Pada kumparan ketujuh nilai tegangan puncak mengalami penurunan turun hingga nilai 0.28 pu untuk α = 3, 0.31 pu untuk α = 4 dan 0.46 pu untuk α = 5. Pada kumparan kedelapan nilai tegangan puncak kembali mengalami kenaikan sampai 0.41 pu untuk α = 3, 0.54 untuk α = 4 dan 0.67 pu untuk α = 5. Dan pada kumparan kesembilan nilai tegangan kembali mengalami penurunan hingga 0.4 pu untuk α = 3, 0.43 pu untuk α = 4 dan 0.44 pu untuk α = 5. sampai kumparan kesembilan α = 3 adalah 0.0071pu, α= 4 adalah 0.0086 pu, dan α = 5 adalah 0.0099 pu. Tabel 4 Hasil Simulasi Dengan Tegangan Impuls 79 kV 4.4.3 Impuls Switching 104 kV Tabel 3 Hasil Simulasi Dengan Tegangan Impuls 104 Kv Gambar 20 Grafik Hasil Simulasi Dengan Tegangan Impuls Switching 79 kV 5. Gambar 19 Grafik Hasil Simulasi Dengan Tegangan Impuls Switching 104 Kv Berbeda dengan pengaruh impuls petir, pengaruh tegangan impuls switching 104 KV ini dapat dilihat pada tabel 3 dan gambar 19, dimana setiap lapisannya selalu mengalami penurunan pada setiap kumparannya. Hal ini bisa dilihat pada saat kumparan dari mulai kumparan kedua untuk α = 3 adalah 0.09 pu, untuk α = 4 adalah 0.104 pu, dan untuk α = 5 adalah 0.113 pu. yang mengalami penurunan nilai tegangan puncak sampai kumparan kesembilan α = 3 adalah 0.0114 pu, α = 4 adalah 0.013pu, dan α = 5 adalah 0.01417 pu. 4.4.5 Impuls Switching 79 kV Pengaruh tegangan impuls switching 79 kV memiliki pola grafik yang sama dengan impuls switching 104 kV, hal ini dapat dilihat pada Tabel 4 dan Gambar 20, dimana setiap lapisannya selalu mengalami penurunan pada setiap kumparannya. Hal ini bisa dilihat pada saat kumparan dari mulai kumparan kedua untuk α = 3 adalah 0.057 pu, untuk α = 4 adalah 0.069 pu, dan untuk α = 5 adalah 0.079 pu yang mengalami penurunan nilai tegangan puncak KESIMPULAN Dari hasil simulasi dan hasil analisis pengaruh tegangan lebih impuls pada transformator distribusi 20kV dengan mengunakan simulator ATP/EMTP didapat kesimpulan sebagai berikut : 1. Pengaruh tegangan impuls baik petir atau switching sebagian besar ditanggung oleh belitan trafo yang ke-1, yang nilainya sangan jauh berbeda dengan belitan ke-2 dan selanjutnya. 2. Grafik–grafik distribusi tegangan menunjukkan hal yang hampir serupa, tetapi pengaruh tegangan impuls switching lebih menunjukkan gradien tergangan yang lebih linier dibanding dengan grafik tegangan impuls petir. Hal ini bisa dilihat dari grafik pengaruh tegangan impuls switching pada saat nilai α = 3 yang mengalami penurunan secara terus menerus dari belitan kedua sampai dengan belitan ke-9 dengan nilai 0.057 pu untuk belitan kedua, hingga 0.0071 pu untuk belitan ke9. Pada saat α = 4 juga mengalami penurunan secara terus menerus dengan nilai 0.069 pu pada belitan ke-2 hingga 0.086pu pada belitan kesembilan. Dan α = 5 juga demikian, dengan nilai pada kumparan ke-2 adalah 0.079, hingga 0.0099pu untuk belitan yang ke-9. 3. Dari harga tegangan standard impuls petir, yaitu 125 kV dan 95 kV dan tegangan impuls switching 104 kV dan 79 kV yang telah disimulasikan menunjukkan bahwa apabila nilai tegangan impulsnya semakin besar maka nilai tegangan puncak pada setiap belitan pun akan semakin tinggi. Bisa dilihat pada Tabel 1 sampai Tabel 4 nilai puncak tertinggi terjadi pada saat tegangan impuls petir 125 kV. Halaman 6 dari 7 halaman Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS 4. Perbedaan nilai kapasitansi pada belitan trafo (α) yang disimulasikan yaitu α= 3, α = 4, dan α = 5 dapat mempengaruhi nilai tegangan puncaknya sesuai dengan tegangan impuls yang diberikan. Semakin kecil nilai α yang diberikan maka semakin besar pula nilai tegangan puncak pengaruh impulsnya. Dan yang nilai tegangan puncaknya paling besar yaitu α = 5 dengan nilai tegangan puncak sebesar 0.89pu. DAFTAR PUSTAKA [1]. M. Popov, R.P.P.Smeeth, L. van der Sluis, H. de Herdt, J. Declercq ”Analysis of Voltage Distribution in Transformer Winding During Circuit Breaker Prestrike ”, International Conference on Power System Transient, Japan, 2009. [2]. Suhadi, “Teknik Distribusi Tenaga Listrik Jilid 1”. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Jakarta, 2008. [3]. Arismunandar. Artono, “Teknik Tegangan Tinggi”. Pradnya Paramita, Jakarta, 2001. [4]. Bonggas L. Tobing, “Peralatan Tegangan Tinggi”. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003. [5]. Zuhal, “Dasar Tenaga Listrik”. ITB Bandung, Bandung, 1991. [6]. IGN Satriyadi, I Made Yulistya N, Misdiyanto.“Study Karakteristik Trasien Lightning Arrester Tegangan Menengah 20Kv Pada SUTM Dengan Menggunakan Simulasi EMTP”, Bidang Studi Teknik Sistem Tenaga Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri, ITS, Surabaya, 2009. [7]. Ontoseno Penansang, IGN Satriyadi, Fitri, “Simulasi dan Analisa Pengaruh Harmonisa pada Kinerja Transfomator Distribusi Tegangan Menengah 20kV (Studi Kasus : Transformator Distribusi PT.PLN (PERSERO) Area Jaringan Surabaya Barat)”. Bidang Studi Teknik Sistem Tenaga Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri, ITS, Surabaya, 2009. [8]. Hendri, “Studi Distribusi Tegangan Impuls Pada Belitan Transformator”. Bidang Khusus Teknik Tegangan Tinggi Program Studi Teknik Energi Elektrik Program Pascasarjana, ITB Bandung, Bandung, 1999. [9]. S. M. H. Hosseini, M. Ghaffarian, M. Vakilian, G. B. Gharehpetian, F. Forouzbakhsh, “Partial Discharge in Transformers Through Application of MTL Model”. International Conference on Power System Transient, Japan, 2009. [10]. Wiwin Windini, “Analisa Gangguan Transformator Pada Gardu Distribusi Universitas Katolik Maranatha Bandung”. Politeknik Negeri Bandung, Bandung, 2007. [11]. Susilo Matair, Harijadi. Sentot, “Studi Perencanaan Isolasi Transformator Distribusi 20kV Terhadap Ketahanan Impuls”. Bidang Studi Teknik Sistem Tenaga Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri, ITS, Surabaya, 1988. [12]. Hutauruk, T.S, “Gelombang Berjalan Pada Proteksi Surja”. Erlangga, Jakarta 1991. RIWAYAT HIDUP Priska Bayu Anugrah, lahir di Cianjur, 16 Maret 1988, Agama Islam, Anak pertama dari Bapak Memet Rachmat dan Ibu Lestari Andayani. Riwayat Pendidikan SDN Ibu Dewi VI, Cianjur ( 1993 – 1999), SMP Negeri 1 Cianjur ( 1999 – 2002 ), SMU Negeri 1 Cianjur ( 2002 – 2005). Melalui jalur PMDK Kemitraan 2005, diterima menjadi mahasiswa Jurusan Teknik Elektro ITS Surabaya. Selain mengikuti kuliah harian penulis juga aktif sebagai asisten laboratorium Tegangan Tinggi. Pada bulan Juni 2010 Penulis mengikuti seminar dan ujian Tugas Akhir di Bidang Studi Teknik Sistem Tenaga Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana teknik elektro. Halaman 7 dari 7 halaman Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS