BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Tentang Kesejahteraan 2.1.1 Definisi Kesejahteraan dalam kamus besar Bahasa Indonesia (1989) adalah keamanan, keselamatan, ketentraman, kesenangan hidup, kemakmuran. Sedangkan kesejahteraan secara harafiah mengandung makna yang luas, bermula dari kata sejahtera yang berarti aman sentosa, makmur, atau selamat. 2.1.2 Kebijakan yang Mengatur Kesejahteraan Lansia Dalam UU No. 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia dengan tegas dinyatakan bahwa yang disebut lansia atau perempuan lanjut yang Kesejahteraan usia adalah berusia 60 adalah suatu laki-laki tahun tata ataupun atau kehidupan lebih. dan penghidupan sosial baik material maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketentraman lahir batin. Memungkinkan bagi setiap warga negara untuk mengadakan pemenuhan kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga, serta masyarakat dengan menjunjung tinggi 8 hak dan kewajiban asasi manusia sesuai dengan pancasila. 2.1.3 Tinjauan tentang Kesejahteraan Sosial Kesejahteraan sosial menurut James Midgley (1997:5) adalah suatu kondisi yang harus memenuhi tiga syarat utama. 2.1.3.1 Ketika masalah sosial dapat di rencanakan dengan baik, kaya atau miskin pasti akan menghadapi suatu masalah tetapi memiliki kemampuan yang berbeda dalam menghadapi suatu masalah. Kesejahteraannya tergantung kepada kemampuan dalam menghadapi dan menyelesaikan setiap masalah. 2.1.3.2 Ketika kebutuhan terpenuhi, tidak hanya dalam bidang ekonomi tetapi menyangkut keamanan, kesehatan, pendidikan, keharmonisan dalam pergaulan, dan kebutuhan non-ekonomi lainnya. 2.1.3.3 Ketika peluang-peluang sosial terbuka secara maksimal, dengan adanya program pendidikan dari pemerintah maupun menciptakan sistem sosial yang mendukung bagi setiap warganya untuk memperoleh apa yang diinginkan. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2009 pasal 1 9 tentang kesejahteraan sosial. Kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan melaksanakan fungsi sosialnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa kesejahteraan sosial merupakan suatu kondisi dimana terpenuhinnya kebutuhan seseorang tidak hanya bergantung dengan kekayaan ataupun bergelimpangnya harta tetapi ketika seseorang itu mempunyai suatu masalah dalam hidupnya dan ia mampu menyelesaikan masalah itu dengan baik, ketika seseorang itu nyaman dan tentram berada dilingkungan yang rasa sosial dan solidaritasnya baik, serta sehat jasmani, dan rohani. 2.2 Tinjauan Tentang Lansia 2.2.1 Definisi Lansia Lanjut usia (lansia) merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Dalam mendefinisikan batasan penduduk lanjut usia menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional ada tiga aspek yang perlu dipertimbangkan yaitu aspek biologi, ekonomi dan aspek sosial (BKKBN : 1998). Secara biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang mengalami proses penuaan secara terus menerus, yang 10 ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Lansia adalah seseorang yang karena usianya mengalami perubahan biologis, fisik, kejiwaan dan sosial (UU No.36 Tahun 2014 tentang kesehatan). Usia lanjut menurut Keliat (1999) dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia. Sedangkan pengertian dan penggolongan lansia menurut pasal 1 ayat (2), (3), (4) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas (Maryam dkk, 2008). Berdasarkan defenisi secara umum, seseorang dikatakan lanjut usia (lansia) apabila usianya 65 tahun ke atas. Lansia bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan. Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara individual (Efendi, 11 2009). Penetapan usia 65 tahun ke atas sebagai awal masa lanjut usia (lansia) dimulai pada abad ke-19 di negara Jerman. Usia 65 tahun merupakan batas minimal untuk kategori lansia. Namun, banyak lansia yang masih menganggap dirinya berada pada masa usia pertengahan. Usia kronologis biasanya tidak memiliki banyak keterkaitan dengan kenyataan penuaan lansia. Setiap orang menua dengan cara yang berbeda-beda, berdasarkan waktu dan riwayat hidupnya. Setiap lansia adalah unik, oleh karena itu perawat harus memberikan pendekatan yang berbeda antara satu lansia dengan lansia lainnya (Potter & Perry, 2009). Jadi bisa disimpulkan bahwa lansia adalah seseorang yang usianya diatas 60 tahun, ada yang masih produktif yang mampu memenuhi kebutuhan sendiri dan lansia yang tidak produktif yang tergantung kepada orang lain dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. 2.2.2 Batasan Umur Lansia Menurut pendapat berbagai ahli dalam Efendi (2009) batasan-batasan umur yang mencakup batasan umur lansia adalah sebagai berikut: 12 2.2.2.1 Menurut Undang-Undang Nomor 13 tahun 1998 dalam Bab 1 Pasal 1 ayat 2 yang berbunyi “Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas”. 2.2.2.2 Menurut World Health Organization (WHO), usia lanjut dibagi menjadi empat kriteria berikut : usia pertengahan (middle age) ialah 45-59 tahun, lanjut usia (elderly) ialah 60-75 tahun, lanjut usia tua (old) ialah 75-90 tahun, usia sangat tua (very old) ialah diatas 90 tahun. 2.2.2.3 Menurut Depkes RI batasan lansia terbagi dalam empat kelompok yaitu pertengahan umur usia lanjut (virilitas) yaitu masa persiapan usia lanjut yang menampakkan keperkasaan fisik dan kematangan jiwa antara 45-54 tahun, usia lanjut dini (prasenium) yaitu kelompok yang mulai memasuki usia lanjut antara 55-64 tahun, kelompok usia lanjut (senium) usia 65 tahun ke atas dan usia lanjut dengan resiko tinggi yaitu kelompok yang berusia lebih dari 70 tahun atau kelompok usia lanjut yang hidup sendiri, terpencil, tinggal di panti, menderita penyakit berat, atau cacat. 2.2.2.4 Menurut Prof. Dr. Koesoemanto Setyonegoro masa lanjut usia (geriatric age): >65 tahun atau 70 tahun. Masa lanjut usia (geriatric age) itu sendiri dibagi menjadi tiga batasan 13 umur, yaitu young old (70-75 tahun, old (75-80 tahun), dan very old (> 80 tahun) (Efendi, 2009). Di Indonesia, batasan lanjut usia adalah 60 tahun ke atas. Hal ini dipertegas dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia pada Bab 1 Pasal 1 Ayat 2 (Nugroho, 2008). 2.2.3 Klasifikasi Lansia Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lansia berdasarkan Depkes RI (2003) dalam Maryam dkk (2009) yang terdiri dari : pralansia (prasenilis) yaitu seseorang yang berusia antara 45-59 tahun, lansia ialah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih, lansia resiko tinggi ialah seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan, lansia potensial ialah lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa, lansia tidak potensial ialah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain. 2.2.4 Karakteristik Lansia Lansia memiliki karakteristik sebagai berikut: berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan pasal 1 ayat (2) UU No. 13 tentang kesejahteraan), kebutuhan dan masalah yang 14 bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif sampai maladaptif, lingkungan tempat tinggal bervariasi (Maryam dkk, 2008). 2.2.5 Tipe Lansia Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter, pengalaman hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial, dan ekonominya (Nugroho, 2000). Tipe tersebut dijabarkan sebagai berikut. 2.2.5.1 Tipe arif bijaksana Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan. 2.2.5.2 Tipe mandiri Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan. 2.2.5.3 Tipe tidak puas Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik dan banyak menuntut. 15 2.2.5.4 Tipe pasrah Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, dan melakukan pekerjaan apa saja. 2.2.5.5 Tipe bingung Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif, dan acuh tak acuh. Tipe lain dari lansia adalah tipe optimis, tipe konstruktif, tipe independen (ketergantungan), tipe defensife (bertahan), tipe militan dan serius, tipe pemarah/frustasi (kecewa akibat kegagalan dalam melakukan sesuatu), serta tipe putus asa (benci pada diri sendiri). Sedangkan bila dilihat kemandiriannya yang dinilai berdasarkan kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari, para lansia dapat digolongkan menjadi beberapa tipe, yaitu lansia mandiri sepenuhnya, lansia mandiri dengan bantuan langsung keluarganya, lansia mandiri dengan bantuan secara tidak langsung, lansia dengan bantuan badan sosial, lansia di panti wreda, lansia yang dirawat di rumah sakit, dan lansia dengan gangguan mental. 2.2.6 Kebutuhan Hidup Lansia Setiap orang memiliki kebutuhan hidup. Lanjut usia juga memiliki kebutuhan hidup yang sama agar dapat sejahtera. Kebutuhan hidup orang lanjut usia antara lain kebutuhan 16 akan makanan bergizi seimbang, pemeriksaan kesehatan secara rutin, perumahan yang sehat dan kondisi rumah yang tentram dan aman, kebutuhan-kebutuhan sosial seperti bersosialisasi dengan semua orang dalam segala usia, sehingga mereka mempunyai banyak teman yang dapat diajak berkomunikasi, membagi pengalaman, memberikan pengarahan untuk kehidupan yang baik. Kebutuhan tersebut diperlukan oleh lanjut usia agar dapat mandiri. Kebutuhan tersebut diperlukan oleh lanjut usia agar dapat mandiri. Kebutuhan tersebut sejalan dengan pendapat Maslow dalam Koswara (1991) yang menyatakan bahwa kebutuhan manusia meliputi: 2.2.7.1 Kebutuhan biologis seperti pangan, sandang, papan, seks dan sebagainya. 2.2.7.2 Kebutuhan psikologis adalah kebutuhan akan rasa keamanan dan ketentraman, baik lahiriah maupun batiniah seperti kebutuhan akan jaminan hari tua, kebebasan, dan kemandirian. 2.2.7.3 Kebutuhan sosial adalah kebutuhan untuk bermasyarakat atau berkomunikasi dengan manusia lain melalui paguyuban, organisasi profesi, kesenian, olah raga, dan kesamaan hobby. 17 2.2.7.4 Kebutuhan spiritual adalah kebutuhan untuk mengungkapkan kemampuan fisik, rohani maupun daya pikir berdasar pengalamannya masing-masing, bersemangat untuk hidup, dan berperan dalam kehidupan. Jika kebutuhan-kebutuhan tersebut tidak terpenuhi akan timbul masalah-masalah dalam kehidupan lanjut usia yang akan menurunkan kemandiriannya. 2.3 Pelayanan Kesehatan Usia Lanjut Secara umum pelayanan kesehatan pada lansia dapat dibagi sebagai berikut, yakni: 2.3.1 Pelayanan kesehatan lansia berbasis rumah sakit (Hospital Based Geriatric Service) Pada layanan ini rumah sakit, tergantung dari jenis layanan yang ada, menyediakan berbagai layanan bagi para lanjut usia. Mulai dari layanan sederhana berupa poliklinik lansia, sampai pada layanan yang lebih maju, misalnya bangsal akut, klinik siang terpadu (day-hospital), bangsal kronis dan/atau panti rawat wredha (=nursing homes). Disamping itu, rumah sakit jiwa juga menyediakan layanan kesehatan jiwa bagi lansia dengan pola yang sama. Pada tingkat ini, sebaiknya dilaksanakan suatu layanan terkait (=con-joint-care) antara unit geriatri rumah sakit umum dengan unit psikogeriatri suatu rumah sakit jiwa, terutama untuk menangani penderita penyakit 18 fisik dengan komponen gangguan psikis berat atau sebaliknya. (Hadi-Martono, 2011) 2.3.2 Pelayanan kesehatan lansia di masyarakat (Community Based Geriatric Service) Pada upaya pelayanan kesehatan ini, semua upaya kesehatan yang berhubungan dan dilaksanakan oleh masyarakat harus di upayakan berperan serta dalam menangani kesehatan para lanjut usia. Puskesmas dan dokter praktek swasta merupakan tulang punggung layanan di tingkat ini. Puskesmas berperan dalam membentuk kelompok/klub lanjut usia. Di dalam dan melalui klub lanjut usia ini pelayanan kesehatan dapat lebih mudah dilaksanakan, baik usaha promotif, preventif, kuratif, atau rehabilitasi. Dokter paraktek swasta terutama menangani para lansia yang memerlukan tindakan kuratif insidental. Seperti telah dikemukakan diatas, semua pelayanan kesehatan harus di integrasikan dengan layanan kesejahteraan yang lain dari dinas sosial, agama, pendidikan dan kebudayaan, dan lain-lain. Peran serta LSM untuk membentuk layanan sukarela misalnya dalam pendirian badan yang memberikan layanan bantu perawatan (home nursing), kebersihan rumah atau pemberian makanan bagi para lansia (=meals on wheels) juga perlu di dorong. 19 Pada dasarnya layanan kesehatan lansia di tingkat masyarakat seharusnya mendayagunakan dan mengikut-sertakan masyarakat (termasuk para lansianya) semaksimal mungkin, yang perlu dikerjakan adalah meningkatkan kepedulian dan pengetahuan masyarakat, dengan berbagai cara, antara lain ceramah, simposium, lokakarya, dan penyuluhan-penyuluhan. (Hadi-Martono, 2011) 2.3.3 Pelayanan kesehatan lansia di masyarakat berbasis Rumah Sakit (Hospital Based Community Geriatric Service) Pada layanan tingkat ini, rumah sakit setempat yang telah melakukan layanan geriatri bertugas membina lansia yang berada di wilayahnya, baik secara langsung atau tidak langsung melalui pembinaan pada Puskesmas yang berada diwilayah kerjanya “Transfer of Knowledge” berupa lokakarya, simposium, ceramah-ceramah baik kepada tenaga kesehatan ataupun kepada awam perlu dilaksanakan. Di lain pihak, rumah sakit harus selalu bersedia bertindak sebagai rujukan dari layanan kesehatan yang ada di masyarakat. (Hadi-Martono, 2011) Jenis pelayanan inilah yang dewasa ini menjadi tantangan bagi kesehatan masyarakat di Indonesia, dan yang lebih memerlukan perhatian bagi para akademisi dan praktisi kesehatan masyarakat di Indonesia. Pada upaya pelayanan 20 kesehatan lansia di masyarakat, semua upaya kesehatan yang berhubungan dan dilaksanakan oleh masyarakat harus di upayakan berperan serta dalam menangani kesehatan para lansia. Puskesmas dan dokter praktik swasta merupakan tulang punggung layanan di tingkat ini. Puskesmas berperan dalam membentuk kelompok atau klub lansia. Di dalam dan melalui klub lansia ini pelayanan kesehatan dapat lebih mudah dilaksanakan baik promotif, preventif, kuratif atau rehabilitasi. Pelayanan kesehatan dikelompok lansia meliputi pemeriksaan fisik, mental dan emosional. (Notoatmodjo, S, 2007) 21 2.4 Kerangka Konsep Biologis : Sandang, Pangan, Papan dan Kesehatan Psikologis : Rasa Aman dan Tentram, Ketenangan Jiwa Sosial : Hubungan dengan Orang Lain, Proses Adaptasi Spiritual : Cara Beribadah Kesejahteraa n Lansia Pelayanan dan Pemeriksaan Kesehatan Panti Werdha Program Panti Pastoral Care Menurut Maslow dalam Koswara 1991, yang sudah di modifikasi Keterangan : yang di teliti 22