134 Vol. 2, No. 2, Juli-Desember 2010 Penurunan Kadar Kolesterol Darah Akibat Suplementasi Cangkang Udang Laut (Palaemon Sp) pada Tikus yang juga Mendapatkan Minyak Babi Lowering Blood Cholesterol Levels Resulted from Sea-Shrimp’s Shell Supplementation (Palaemon Sp) in Rats Fed on Pig Oil Taufiq R. Nasihun1* dan Eni Widayati2 ABSTRACT Background: Hypercholesterolemia is the most important risk factor for coronary heart disease. Chitosan dietary supplementations demonstrate that the cholesterol decreases after binding lipid and cholesterol and inhibiting their absorption. Effect of CUL to lower cholesterol levels is still unclear. The aim of the present study was to prove that total cholesterol (CT), Low Density Lipoprotein (LDLc), Triglyceride (TG), and increasing of High Density Lipoprotein (HDLc) level are resulted from CUL supplementation which is given with pig oil simultaneously. Design and Method: Twenty seven rats (200 gr) were included in a Post Test Control Group Design study. The rats wererandomly divided into 3 groups of 9 rats each . Group A was as a control, group B was treated with 15% CUL supplementation, and group C was treated with 30% CUL supplementation. A week after rat’s acclimatization, the CUL supplementation was given for 45 consecutive days in ad libitum manner. Measurement of the CT, LDLc, HDLc, and TG levels were undertaken at the final day of CUL supplementation. Results: The present study demonstrated that CT, LDLc, and TG levels in CUL 15% and 30% supplementation ware significantly lower (p = 0.000) compared to that of un-supplemented group. Meanwhile HDLc levels underwent significant elevation (p = 0.000) compared to the un-supplemented group. The discriminant analysis showed that CT and LDLc were the discriminant variables among four dependent variables. This result suggested that CT and LDLc variables having a direct correlation were resulted from CUL supplementation. Thus, elevation of CT levels was followed by the increase in LDLc levels. On the other hand lowering of CT was followed by decrease in LDLc. Because of univariate analysis upon HDLc and TG level resulted in significant difference, so elevation of HDLc and decrease in TG remain the importance parameters for dyslipidemia. Conclusion: Lowering of CT, LDLc, TG and enhancing HDLc level are resulted from supplementation with CUL 15% and 30% for 45 consecutive days in rats has been proven (Sains Medika, 2(2):134-150). Key Words: sea-shrimp’s shell, CT, LDLc, HDLc, TG ABSTRAK Pendahuluan: Hiperkolesterolemia merupakan faktor risiko yang sangat penting untuk PJK. Suplementasi chitosan mampu menurunkan kadar kolesterol setelah mengikat dan menghambat absorbsi lemak dan kolesterol. Efek cangkang udang laut (CUL) untuk menurunkan kadar kolesterol masih belum jelas. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan penurunan kadar kolesterol total (CT), Low Density Lipoprotein (LDLc), Trigliserid (TG), dan peningkatan kadar High Density Lipoprotein (HDLc) akibat suplementasi CUL yang diberikan bersama dengan minyak babi. Metode Penelitian: Dua puluh tujuh ekor tikus umur 60 hari dengan berat badan (BB) + 200 gram dimasukkan sebagai sampel dalam penelitian Post Test Control Group Design. Tikus dibagi menjadi 3 group masing-masing terdiri dari 9 ekor. Group A sebagai kontrol, group B suplementasi CUL 15%, dan group C suplementasi CUL 30%. Setelah satu minggu aklimatisasi tikus diberi pakan sesuai groupnya secara ad libitum selama 45 hari berturut-turut. Pengukuran kadar CT, LDLc, HDLc, dan TG dilakukan di akhir suplementasi CUL. Hasil: Penelitian ini menunjukkan bahwa kadar CT, LDLc, dan TG pada suplementasi CUL 15% dan 30% lebih rendah secara bermakna (p = 0.000) dibanding tanpa suplementasi. Di sisi lain kadar HDLc 1 Bagian Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung (UNISSULA) Semarang * Email: [email protected] 2 Bagian Kimia Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung (UNISSULA) Semarang Antihiperkolesterolemia Cangkang Udang Laut 135 mengalami peningkatan yang bermakna (p = 0.000) dibanding tanpa suplementasi. Analisis diskriminan menunjukkan bahwa kadar CT dan LDLc merupakan faktor diskriminan diantara empat variabel. Analisis pola hubungan menunjukkan bahwa peningkatan kadar CT diikuti oleh peningkatan kadar LDLc. Sebaliknya penurunan kadar CT diikuti oleh penurunan kadar LDLc. Mengingat HDLc dan TG secara univariat masingmasing menunjukkan peningkatan dan penurunan yang bermakna (p = 0.000) maka kedua variabel tersebut tetap menjadi parameter dislipidemia. Kesimpulan: Penurunan kadar CT, LDLc, TG, dan peningkatan kadar HDLc akibat suplementasi CUL sebanyak 15% dan 30% terbukti (Sains Medika, 2(2):134-150). Kata Kunci: Cangkang udang laut (CUL), CT, LDLc, HDLc, TG PENDAHULUAN Penyakit jantung koroner (PJK), penyakit cerebrovaskuler, dan penyakit vaskuler perifer masih merupakan penyebab kematian yang menonjol. Berbagai faktor risiko yang mendasari adalah hiperkolesterolemia, merokok, hipertensi, insulin resisten dengan atau tanpa diabetes mellitus, umur, dan riwayat keluarga (genetik) (Mahley et al., 2008). Hiperkolesterolemia merupakan faktor risiko yang sangat penting dari berbagai faktor risiko yang ada. Penurunan kadar kolesterol total sampai 160 mg/dl mampu menurunkan risiko PJK sampai 85%, meskipun terdapat faktor risiko lain (Greenland et al., 2003; Khot et al., 2003). Peran kolesterol sebagai faktor risiko PJK yang dominan menyebabkan konsep diet rendah kolesterol diterima secara international. Hal ini disebabkan karena diet tinggi kolesterol dan lemak terutama lemak jenuh binatang menyebabkan peningkatan kadar kolesterol darah, begitu pula sebaliknya. Di sisi lain konsekuensi dari kadar kolesterol darah yang rendah menyebabkan risiko PJK juga rendah. Cangkang udang laut (CUL) yang sering dibuang sebagai limbah ternyata mengandung kitin-kitosan yang cukup tinggi (Kurita, 2006; Yin et al., 2009). Kitin-kitosan adalah campuran kitin 20% dan kitosan 80% (Han et al., 1999). Kitosan adalah polisakarida D glukosamin yang mudah diperoleh dari deasetilasi kitin (Kato et al., 2003). Kitosan sering dipromosikan sebagai produk untuk menurunkan kadar kolesterol darah dan penurunan berat badan dengan cara mengikat dan mengendapkan lemak dalam usus serta menurunkan absorbsinya (Shields dan Pharm, 2003). Cara kerja kitosan tersebut memicu banyak penderita hiperkolesterolemia dan overweight berminat menggunakannya, mengingat tanpa harus merubah gaya hidup. Sayangnya hasil studi tentang efek kitosan apalagi CUL untuk menurunkan kadar kolesterol darah masih belum sepenuhnya jelas. Pembuktian efek penurunan kolesterol oleh CUL menjadi sangat penting, mengingat prevalensi PJK makin meningkat sesuai dengan perubahan gaya hidup. Menurut survey 136 Vol. 2, No. 2, Juli-Desember 2010 yang dikeluarkan oleh National Health and Nutrition Survey (NHANES) menunjukkan bahwa 13,7 juta orang di USA menderita PJK, separuh dari mereka menderita miocard infark dan separuhnya menderita angina pectoris. Prevalensi ini makin meningkat sesuai dengan pertambahan usia dan jenis kelamin. Peningkatan tersebut berkisar antara 7% pada usia 40 th – 49 th dan 22% pada usia 70 th – 79 th pada pria. Sedangkan pada wanita sedikit lebih rendah yaitu masing-masing 5% pada usia 40 th – 49 th dan 14% pada usia 70 th – 79 th (Wilson & Douglas, 2010). Angka prevalensi ini diduga kuat juga berlaku di Indonesia, mengingat sebagian besar gaya hidup orang Indonesia sudah menyerupai gaya hidup orang USA. Olah raga teratur dengan diet rendah lemak dan kolesterol mampu menurunkan kadar kolesterol darah, namun sebagian besar orang gagal melaksanakan, sehingga tetap perlu menggunakan obat penurun cholesterol (Bokura dan Kobayashi, 2003). Obat yang sering digunakan adalah golongan Hydroksi Methyl Glutaryl Co.A (HMG. Co.A) reduktase inhibitor. Obat ini terbukti mampu mengurangi risiko PJK atau penyakit serebrovaskuler melalui penurunan kadar kolesterol darah. Selain mahal, ternyata HMG Co.A reduktase inhibitor mempunyai efek samping myopathy dengan atau tanpa rabdomyolysis (Lee dan Maddix, 2001). Oleh karena itu pengobatan hiperkolesterolemia dengan CUL yang mengandung kitin-kitosan ini akan menjadi alternatif yang murah dan lebih aman, tanpa direpotkan oleh pengaturan jadwal olah raga maupun diet yang ketat. Kitosan adalah polisakarida alam yang tersusun dari ikatan β 1,4 residu glukosamin, suatu biopolymer yang banyak terdapat pada ekoskeleton crustacea. Oleh karena itu untuk memperoleh kitosan cukup dengan menghidrolisis kitin dari udang sehingga menyebabkan deasetilasi group aminoasetyl dan menghasilkan kitosan (Yin et al., 2009; Muzarrelli et al., 1994; Sugano et al., 1980). Kitin-kitosan adalah polimer yang masing-masing mengandung lebih dari 5000 gugus glukosamin dan acetylglukosamin dengan berat molekul lebih dari satu juta Dalton. Kitin-kitosan adalah polisakarida yang tersedia berlimpah di alam, jumlahnya hanya sedikit di bawah selulosa (Han et al., 1999; Kato et al., 2003). Sebagaimana sifat selulosa, kitosan adalah bahan yang larut air dan mempunyai susunan kimia seperti selulosa (Shields dan Pharm, 2003). Kitosan yang mengandung gugus amino adalah bahan yang bermuatan positif pada saluran cerna yang mampu melakukan ikatan ionik (DerMardoresian dan Beutler, 2002). Deasetilasi kitin yang membentuk kitosan juga terbukti meningkatkan muatan positif Antihiperkolesterolemia Cangkang Udang Laut 137 sehingga memungkinkan pembentukan ikatan ionik tersebut (Fruda dan Brine, 1990). Oleh karena itu kitosan akan mampu mengikat molekul yang bermuatan negatif seperti lemak dan asam empedu sehingga mengurangi absorbsi dan deposit lemak dalam tubuh. Ketika dimakan dan masuk ke dalam lambung, kitosan berkembang menjadi partikel lapis HCL. Setelah sampai di duodenum partikel HCL yang terbungkus kitosan mengalami pelarutan. Akibat pelarutan tersebut partikel kitosan menyebar, kemudian mengadakan ikatan dengan lemak dan kolesterol untuk membentuk endapan. Konsekuensi dari pembentukan endapan tersebut, maka absorbsi lemak dan kolesterol dalam usus tidak dapat berlangsung, bahkan diekresikan melalui faeses (Bokura dan Kobayashi, 2003). Berbagai studi pada binatang coba menunjukkan bahwa pemberian kitosan dapat meningkatkan jumlah lemak yang dibuang melalui faeses (Sugano et al., 1980). Studi secara in vitro bahkan membuktikan bahwa kitosan mampu mengendapkan misel lipid sebanyak 4 – 5 kali berat kitosan, termasuk garam empedu, cholesterol, dan trigliserid. Studi pada tikus juga memberikan gambaran bahwa pemberian kitosan mampu menunjukkan aktivitas penurunan kadar kolesterol darah (Kanauchi et al., 1995). Hasil studi Bokura dan Kobayashi secara double blind, placebo controlled pada wanita juga menunjukkan penurunan kadar kolesterol darah meskipun ringan (Bokura & Kobayashi, 2003). Mengacu pada hasil studi tersebut, maka pemberian CUL yang mengandung kitinkitosan sebagai suplemen makanan diduga kuat mampu menurunkan kadar kolesterol darah. METODE PENELITIAN Rancangan penelitian yang digunakan adalah Post Test only Control Group Design dengan sampel 27 ekor tikus jantan dan betina galur Wistar umur 2 bulan dengan berat badan (BB) + 200 gram. Sampel dibagi menjadi 3 group secara random masing-masing terdiri dari 9 ekor (ditentukan menurut formula Federer). Group A, mendapatkan ransum makanan yang terdiri dari tepung beras 60%, susu skim laktona 30%, minyak babi 10% dan sedikit garam dapur per 100 gram pakan (kontrol). Group B, mendapatkan ransum makanan terdiri dari tepung beras 60%, susu skim laktona 15%, tepung CUL 15%, minyak babi 10% dan sedikit garam dapur per 100 gram pakan (perlakuan satu). Group C, mendapatkan ransum makanan terdiri dari tepung beras 60%, tepung CUL 30%, minyak 138 Vol. 2, No. 2, Juli-Desember 2010 babi 10% dan sedikit garam dapur per 100 gram pakan, (perlakuan dua). Tikus kemudian dimasukkan ke dalam kandang secara koloni sesuai dengan group masing-masing selama satu minggu untuk menjalani aklimatisasi pada temperatur 20 °C – 25 ° C. Selama aklimatisasi makanan yang diberikan adalah makanan tikus sehari-hari dan air berasal dari Perusahaan Daerah Air Minum yang disediakan untuk air minum tikus secara ad libitum. Setelah satu minggu aklimatisasi tikus diberi pakan yang telah disiapkan secara ad libitum selama 45 hari berturut-turut. Di akhir penelitian pada setiap tikus dilakukan pengambilan darah dengan tabung mikrohematokrit sebanyak 2 ml melalui sinus orbitalis kemudian dimasukkan dalam tabung reaksi. Tabung reaksi kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm untuk memisahkan serum dengan berbagai sel darah. Kadar Kolesterol total (CT), Low Density Liporotein Cholesterol (LDLc), High Density Lipoprotein Chlesterol(HDLc) dan Trigliserida (TG) kemudian diperiksa. Untuk membedakan apakah terdapat perbedaan kadar TC, LDL, HDL, dan TG secara bermakna di antara group dilakukan analisis statistik Manova, kemudian dilanjutkan dengan uji poshoct HSD Tukey. Untuk menentukan variabel CT, LDLc, HDLc, dan TG sebagai pembeda dilakukan uji diskriminan. Sedangkan untuk melihat pola hubungan antara dua variabel pembeda dilakukan dengan mengalikan rerata CT dan LDLc dengan model fisher linier. Semua analisis dilakukan dengan metode SPSS 13 dengan taraf kepercayaan 95%. HASIL PENELITIAN Tikus yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus jantan dan betina galur Wistar umur 2 bulan yang dibiakkan secara inbreed, sehingga variabilitas umur dan genetik dapat diabaikan. Sedangkan BB tikus bervariasi sehingga perlu diseimbangkan dengan melakukan penimbangan sebelum dilakukan penelitian. Hal ini perlu dilakukan mengingat BB dapat mempengaruhi kadar CT, HDL, LDL, TG, dan dosis suplementasi CUL. Hasil penimbangan menunjukkan bahwa BB tikus berkisar antara 230 gram sampai 250 gram. Tikus tersebut kemudian dibuat group secara multi stage random sampling menjadi 3 group masing-masing terdiri dari 9 ekor, sehingga tiap group mempunyai rerata BB yang sebanding seperti tertera pada Tabel 1. Antihiperkolesterolemia Cangkang Udang Laut Tabel 1. Data Dasar BB Sampel Sebelum Diberi Perlakuan No Group 1 2 3 139 A (Kontrol) B (CUL 15%) C (CUL 30%) Rerata BB (gram) N 243,333 (± 6,9462) 243,000 (± 5,9372) 244,222 (± 5,5852) 9 9 9 Untuk menentukan bahwa rerata BB dalam tiap group tersebut adalah sebanding, maka perlu dilakukan uji statistik. Mengingat uji normalitas dan homogenitas terhadap data BB masing-masing dengan Kolmogorov Smirnov goodness of fit dan Levene test menunjukkan angka yang tidak bermakna (p = 0.479; 0.742) berarti data tersebut normal dan homogen. Merujuk pada uji statistik tersebut maka uji yang tepat adalah uji anova. Hasil uji anova memperlihatkan bahwa ketiga group tersebut tidak menunjukkan perbedaan rerata BB yang bermakna (p = 0.911). Hal ini menggambarkan bahwa 3 group tersebut mempunyai BB yang setara sehingga memungkinkan untuk dibandingkan. Seluruh tikus yang terlibat dalam penelitian dapat diamati hingga selesai, tidak ada yang sakit menurut pengamatan luar. Setelah pemberian suplementasi selama 45 hari didapatkan hasil rerata kadar CT, HDLc, LDLc, dan TG seperti tertera pada Tabel 2. Tabel 2. Rerata CT, HDLc, LDLc, dan TG tiap Group Rerata (SD) tiap Group Variabel yang diukur A B C CT HDLc LDLc TG 253.6667 (+ 1.22474) 24.6667 (+ 0.86603) 139.8889 (+ 2.20479) 191.6667 (+ 2.59808) 235.6667 (+ 1.11803) 38.2222 (+ 1.85992) 82.6667 (+ 1.41421) 162.0000 (+ 1.41421) 169.0000 (+ 2.64575) 52.0000 (+ 1.8278) 64.3333 (+ 1.11803) 139.6667 (+ 1.80278) Hasil pada Tabel 2 tersebut memperlihatkan bahwa rerata CT, HDLc, LDLc, dan TG pada masing-masing kelompok adalah berbeda. Hasil analisis uji Manova dengan prosedur Wilk Lambda pada tiga kelompok menunjukkkan F hitung = 0.000 yang berarti sangat bermakna. Hal ini menggambarkan bahwa rerata CT, HDLc, LDLc, dan TG di antara group terdapat perbedaan yang sangat bermakna. Empat variabel tersebut secara univariat juga menunjukkan perbedaan yang bermakna seperti yang diuraikan di bawah ini. 140 Vol. 2, No. 2, Juli-Desember 2010 Perbedaan Kolesterol Total Hasil pemeriksaan terhadap CT tikus seperti tertera pada tabel 2 memperlihatkan bahwa rerata CT tertinggi adalah group A yang diikuti oleh group group B, dan terendah adalah group C. Untuk mengetahui tingkat kemaknaan perbedaan kadar CT tersebut digunakan uji statistik Post Hoct Tukey HSD. Hasil uji statistik Post Hoct Tukey HSD menunjukkan bahwa kadar CT pada group A lebih tinggi secara bermakna (p = 0.000) dibanding group B dan C. Hal ini menggambarkan bahwa group A yang mendapatkan ransum yang terdiri dari tepung beras 60%, susu skim laktona 30%, dan minyak babi 10% per 100 gram pakan benar dan dapat dipakai sebagai standar baku emas (kontrol). Kadar CT pada group B lebih rendah secara bermakna (p = 0.000) dibanding group A dan lebih tinggi secara bermakna (p = 0.000) dibanding group C. Hasil ini menunjukkan bahwa group B dengan ransum makanan yang mengandung suplemen tepung CUL 15% dari total volume makanan mampu menurunkan kadar CT setelah selama 45 hari mengkonsumsi, yang diberikan bersama dengan minyak babi sebanyak 10%. Perbedaan HDLc Hasil pemeriksaan terhadap HDLc seperti tertera pada Tabel 2 memperlihatkan bahwa rerata HDLc tertinggi terjadi pada group C yang diikuti oleh group group B, dan terendah adalah group A. Hasil uji statistik Post Hoct Tukey HSD menunjukkan bahwa kadar HDLc pada group C lebih tinggi secara bermakna (p = 0.000) dibanding group B dan A. Kadar HDLc pada group B lebih tinggi bermakna (p = 0.000) dibanding group A, tetapi lebih rendah secara bermakna (p = 0.000) dibanding group C. Sementara kadar HDLc pada group A lebih rendah bermakna (p = 0.000) dibanding group B maupun A. Hal ini menggambarkan bahwa group B dan C yang mendapatkan suplemen CUL sebanyak 15% dan 30% dari total volume makanan mampu meningkatkan kadar HDLc. Keseluruhan hasil ini menggambarkan bahwa mengkonsumsi suplemen CLU sebanyak 15% dan 30% dari total ransum perhari selama 45 hari mampu meningkatkan kadar HDLc yang rendah karena mengkonsumsi minyak babi sebanyak 10%. Antihiperkolesterolemia Cangkang Udang Laut 141 Perbedaan LDLc Pemeriksaan terhadap kadar LDLc darah memperlihatkan bahwa rerata LDLc terendah terjadi pada group C yang diikuti oleh group group B, dan tertinggi adalah group A. Hasil uji statistik Post Hoct Tukey HSD menunjukkan bahwa kadar LDLc pada group C lebih rendah secara bermakna (p = 0.000) dibanding group A dan B. Kadar LDLc pada group B lebih rendah bermakna (p = 0.000) dibanding group A, tetapi lebih tinggi secara bermakna (p = 0.000) dibanding group C. Sementara kadar LDLc pada group A lebih tinggi bermakna (p = 0.000) dibanding group B maupun C. Hal ini menggambarkan bahwa group B dan C yang mendapatkan suplemen tepung CUL sebanyak 15% dan 30% dari total volume makanan mampu menurunkan kadar LDLc. Keseluruhan hasil ini menggambarkan bahwa mengkonsumsi suplemen tepung CLU sebanyak 15% dan 30% dari total ransum perhari selama 45 hari pada tikus galur Wistar mampu menurunkan kadar LDLc yang tinggi akibat mengkonsumsi minyak babi sebanyak 10%. Perbedaan Trigliserida (TG) Hasil pemeriksaan terhadap kadar TG darah memperlihatkan bahwa rerata kadar TG terendah terjadi pada group C yang diikuti oleh group group B, dan tertinggi adalah group A. Hasil uji statistik Post Hoct Tukey HSD menunjukkan bahwa kadar TG pada group C lebih rendah secara bermakna (p = 0.000) dibanding group A dan B. Kadar TG pada group B lebih rendah bermakna (p = 0.000) dibanding group A, tetapi lebih tinggi secara bermakna (p = 0.000) dibanding group C. Sementara kadar TG pada group A lebih tinggi bermakna (p = 0.000) dibanding group B maupun C. Hal ini menggambarkan bahwa group B dan C yang mendapatkan suplemen tepung CUL sebanyak 15% dan 30% dari total volume makanan mampu menurunkan kadar TG. Keseluruhan hasil ini menggambarkan bahwa mengkonsumsi suplemen tepung CLU sebanyak 15 dan 30% dari total ransum per hari selama 45 hari pada tikus galur Wistar mampu menurunkan kadar TG yang tinggi akibat mengkonsumsi minyak babi sebanyak 10%. 142 Vol. 2, No. 2, Juli-Desember 2010 Faktor Pembeda Hasil analisis statistik manova menunjukkan bahwa terjadi perbedaan kadar CT, HDLc, LDLc, dan TG yang sangat bermakna di antara 3 group. Untuk menentukan variabel mana yang menjadi faktor diskriminan di antara group perlu dilakukan analisis diskriminan. Hasil analisis diskriminan (data lengkap tidak ditunjukkan) menggambarkan bahwa variabel yang dimasukkan pertama kali adalah CT yang mempunyai angka Wilk’s ë paling tinggi 0.000, kemudian diikuti oleh variabel LDLc (0.000). Hal ini menggambarkan bahwa varians yang tidak dapat dijelaskan oleh perbedaan antar group makin kecil sesuai dengan prinsip model diskriminan. Selain itu secara statistik terbukti mempunyai tingkat kebermaknaan yang sangat tinggi (p = 0.000). Hasil analisis ini menggambarkan bahwa kedua variabel (CT dan LDLc) tersebut sangat berbeda pada tiap group. Mengacu pada hasil tersebut maka dapat disusun model regresi fisher linier seperti tertera pada Tabel 3. Tabel 3. Persamaan Fungsi Fisher’s Linier Discriminant Tabel 3 tersebut memperlihatkan bahwa di antara empat variabel tergantung dalam penelitian ini, yang menjadi faktor diskriminan atau menjadi pembeda di antara group adalah variabel CT dan LDLc, sedangkan variabel TG dan HDLc bukan merupakan faktor diskriminan. Penetapan ini menjadi lebih kuat dan pasti setelah dilakukan uji Kelayakan Fungsi Diskriminan. Jumlah group yang telah ditetapkan adalah 3 group, setiap group terdiri dari 9 anggota group. Hasil analisis tersebut memperlihatkan bahwa 100% dari 27 data yang diolah telah sesuai dengan group pada awal penetapan group. Validasi silang dari analisis tersebut juga menunjukkan angka 100%, jauh di atas 50% sebagai batas (standar). Hasil ini memberi gambaran bahwa 100% dari 27 data yang terdistribusi dalam tiap group telah tervalidasi. Berdasarkan pada hasil analisis tersebut, Antihiperkolesterolemia Cangkang Udang Laut 143 maka penentuan fungsi diskriminan yang dipakai untuk membedakan ketiga group adalah tepat dan layak. Hal lain yang menarik dan perlu diketahui adalah bagaimana pola hubungan antara kedua variabel yang menjadi faktor pembeda tersebut pada tiap group. Merujuk pada analisis diskriminan sebagaimana tersebut di atas, maka pola hubungan antara kedua variabel tersebut dapat disusun berdasarkan perkalian antara rerata kadar CT dan LDLc dengan model fisher linier (data tidak ditunjukkan) dengan hasil seperti terlihat pada Gambar 1 di bawah ini. Gambar 1. Pola hubungan CT dan LDLc di antara Group Kadar CT pada group A yang tinggi diikuti oleh kadar LDLc yang tinggi pula. Sementara pada group B dan C memperlihatkan bahwa penurunan kadar CT juga diikuti oleh penurunan kadar LDLc. Berdasarkan pada hasil pola tersebut maka dapat dinyatakan bahwa pemberian suplementasi tepung CLU sebesar 15% dan 30% pada tikus galur Wistar dapat menurunkan kadar CT dan diikuti oleh kadar LDLc. Sementara kadar HDLc dan TG tidak termasuk sebagai faktor diskriminan sehingga tidak mempunyai korelasi langsung dengan kadar CT dan LDLc. PEMBAHASAN Hasil penelitian ini memberikan gambaran bahwa pemberian suplementasi tepung CUL sebanyak 15% dan 30% selama 45 hari pada tikus galur Wistar yang secara bersama-sama juga mendapat makanan yang mengandung minyak babi sebanyak 10% 144 Vol. 2, No. 2, Juli-Desember 2010 mampu menurunkan kadar CT, LDLc, TG, dan meningkatkan kadar HDLc. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilaporkan oleh Bokura dengan menggunakan kitosan murni. Laporan tersebut menyatakan bahwa pemberian kitosan dengan dosis 1.2 g perhari selama 8 minggu mampu menurunkan kadar CT. Penurunan CT dan LDLc bahkan sangat bermakna pada wanita usia tua (> 60 th) (Bokura dan Kobayashi, 2003). Pilot study yang dilakukan oleh Maezaki pada 8 pria sehat juga menunjukkan hasil yang sama. Delapan pria diberi suplementasi kitosan satu gram bersama dengan 3 biskuit perhari selama 7 hari setelah 3 hari sebelumnya mendapatkan plasebo. Setelah itu sampel mendapatkan 6 biskuit per hari selama 7 hari, kemudian diikuti oleh pemberian plasebo dan biskuit selama 3 hari. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa terjadi penurunan kadar CT dan peningkatan kadar HDLc selama pemberian suplementasi kitosan. Kadar CT dan HDLc kembali meningkat pada 3 hari terakhir yaitu pada pemberian plasebo dan biskuit. Sedangkan TG dan asam empedu yang dikeluarkan bersama feses tidak menunjukkan perbedaan (Maezaki et al., 1993). Studi lain yang dilakukan oleh Woulijoki et al. pada 53 wanita sehat menunjukkan bahwa pemberian kitosan microcrystalline dengan dosis 1.2 gr perhari selama 8 minggu secara double blind tidak memberikan hasil yang berbeda pada kadar CT, LDLc, TG, dan BB antara kitosan dengan plasebo. Di sisi lain kadar HDLc pada pemberian kitosan menunjukkan peningkatan yang bermakna pada sampel yang mempunyai body mass index (BMI) lebih dari 30 kg/m2 (Woulijoki et al., 1999). Berbagai studi lain dengan metode plasebo-control, double blind trial yang melibatkan 80-90 orang dewasa sehat dengan obesitas ringan yang disertai dengan pembatasan kalori sampai 1000 kkal per hari menunjukkan bahwa pemberian kitosan dua kapsul per hari mampu menurunkan kadar CT, LDLc, TG, dan meningkatkan kadar HDLc. Sayangnya dalam penelitian tersebut tidak menyebutkan jumlah gram kitosan yang digunakan (Veneroni et al., 1996; Colombo dan Sciutto, 1996). Pertanyaan yang muncul adalah apakah perbaikan profil lipid pada penelitian tersebut lebih disebabkan oleh kitosan atau oleh restriksi kalori. Pertanyaan tersebut terjawab oleh hasil studi yang dilakukan oleh Macchi. Hasil studi Macchi secara randomized control trial, double blind pada 30 sampel obes dengan membandingkan group yang mendapatkan kitosan 1.2 gr dengan diet biasa dan diet hipokalori (1200 kcal) per hari yang diberikan sebelum makan selama 4 minggu. Hasil studi ini memberikan Antihiperkolesterolemia Cangkang Udang Laut 145 gambaran bahwa terjadi penurunan kadar CT pada group kitosan baik group dengan diet biasa maupun diet hipokalori. Sementara kadar TG mengalami penurunan hanya pada group yang mendapatkan diet hipokalori (Macchi, 1996). Hasil studi ini menegaskan bahwa kitosan dapat menurunkan CT baik dengan diet biasa maupun diet hipokalori. Sedangkan penurunan kadar TG yang terjadi hanya pada diet hipokalori kembali menegaskan bahwa chilomicron (CLM) mempunyai kontribusi yang cukup bermakna pada sintesis TG. TG yang terbentuk dari esterifikasi asam lemak dan gliserol 3 fosfat, adalah lemak cadangan yang disimpan dalam jaringan adiposa. Sumber utama TG adalah CLM dari usus dan Very Low Density Lipoprotein (VLDL) dari hati yang dihidrolisis oleh enzym lipoprotein lipase (LPL) menjadi asam lemak bebas (ALB). Enzim LPL disintesis sel adiposa yang kemudian diangkut menuju ke permukaan sel endotel. TG dalam jaringan adiposa secara terus-menerus mengalami pergantian melalui lipolisis membentuk ALB dan gliserol fosfat, yang kemudian diambil kembali oleh jaringan adiposa untuk membentuk TG baru (Botham dan Mayes, 2009). Dalam keadaan istirahat asam lemak yang dilepas dalam sirkulasi melebihi kemampuan oksidasinya, oleh karena itu selalu tersedia ALB dalam sirkulasi. Tujuan dari penyediaan ALB dalam darah adalah untuk penyediaan energi yang diperlukan pada saat aktifitas fisik yang terjadi sewaktu-waktu (Klein dan Romijn, 2008). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kadar TG mengalami penurunan yang bermakna. Penurunan kadar TG ini diduga kuat lebih disebabkan oleh sifat tepung CLU yang dapat mengendapkan lemak dan asam empedu dalam usus melalui ikatan ionik (DerMardoresian dan Beutler, 2002; Furda dan Brine, 1990). Konsekuensi dari pengendapan lemak tersebut, maka absorbsi dan sintesis CLM dihambat sehingga kadar TG menurun. Kelemahan pada penelitian ini tidak sekaligus mengukur jumlah endapan lemak dalam usus yang diekresikan bersama dengan feses. Namun hasil studi yang dilakukan oleh Han et al. memperkuat dugaan tersebut. Hasil studi Han et al. menunjukkan bahwa pemberian kitin-kitosan pada tikus yang mendapatkan diet tinggi lemak mampu memperbaiki profil lipid dan penurunan BB melalui hambatan absorbsi lemak dari usus (Han et al., 1999). Efek kitosan terhadap pengendapan lemak dan hambatan absorbsi lemak dalam usus memang belum kongklusif. Berbagai studi menunjukkan hal tersebut. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Gades 146 Vol. 2, No. 2, Juli-Desember 2010 pada tujuh pria sehat menunjukkan bahwa suplementasi kitosan tidak menunjukkan peningkatan jumlah lemak yang dikeluarkan bersama feses, demikian pula dengan hambatan absorbsinya (Gades dan Stern, 2002). Penelitian lain yang dilakukan oleh Ho et al. menunjukkan hasil yang tidak berbeda. Penelitian yang dilakukan pada 88 sampel wanita obes dan hiperkolesterolemia secara randomized control trial, double blind menunjukkan hasil bahwa pemberian shellfish chitosan 257 mg 3 kali per hari selama 12 minggu tidak mampu memperbaiki profil lipid dan penurunan BMI (Ho et al., 2001). Hasil studi Ho juga didukung oleh studi yang dilakukan oleh Pittler pada 34 sampel overweight secara randomized placebo-controlled, double blind selama 28 hari. Hasil studi ini memberi gambaran bahwa pemberian kitosan 1000 mg per hari selama 28 hari yang tidak disertai dengan merubah diet, tidak mampu menurunkan BB maupun profil lipid (Pittler et al., 1999). Hasil analisis diskriminan pada penelitian ini menunjukkan bahwa di antara 4 variabel kadar CT, HDLc, LDLc, dan TG yang menjadi faktor diskriminan adalah kadar CT dan LDLc, sedangkan kadar TG dan HDLc tidak. Hal ini menggambarkan bahwa kadar CT dan LDLc mempunyai korelasi langsung, sedangkan kadar TG dan HDLc tidak. Analisis pola hubungan antara kadar CT dan LDLc menunjukkan bahwa penurunan kadar CT diikuti oleh penurunan kadar LDLc, sedangkan peningkatan kadar HDLc dan penurunan kadar TG tidak mengikuti pola tersebut. Mengingat secara univariat maupun multivariat kadar HDLc dan TG menunjukkan hasil yang lebih tinggi secara bermakna, maka kadar HDLc dan TG tetap mempunyai peran penting sebagai parameter dislipidemia. Berbagai studi menunjukkan bahwa kadar TG mempunyai korelasi positif dengan insiden PJK. Di sisi lain kadar HDLc mempunyai korelasi negatif dengan insiden PJK (Genest et al., 1991). Efek provokatif TG lebih berhubungan dengan sintesis LDL dari VLDL yang di keluarkan oleh hati ke dalam sirkulasi. Sedangkan efek protektif HDLc lebih disebabkan oleh peran HDLc dalam reverse cholesterol transport. Tambahan lagi, HDLc juga berpotensi untuk menghambat adhesi monosit dan bertindak sebagai antioksidan yang mencegah oksidasi LDLc. Hal ini disebabkan karena HDLc mengandung paraoxonase dan PAF-AH yang bersifat antioksidan. Di antara berbagai HDLc yang mempunyai sifat antioksidan paling kuat adalah HDL3 (Mahley et al., 2008). Sebagai parameter dislipidemia seharusnya kadar CT, HDLc, LDLc, dan TG mempunyai korelasi langsung, namun penelitian ini memberikan Antihiperkolesterolemia Cangkang Udang Laut 147 gambaran yang berbeda. Sesuai dengan prinsip metode statistik, apabila tidak terjadi korelasi langsung terhadap variabel yang secara biologis seharusnya berkorelasi, maka untuk menimbulkan korelasi tersebut diperlukan unsur atau mekanisme lain yang berperan sebagai perantara. Terhadap kadar TG, yang dimaksud dengan unsur atau mekanisme lain diduga kuat adalah peran sintesis CLM dalam usus. Bukti menunjukkan bahwa sumber TG dalam sirkulasi adalah CLM dan VLDL. CLM dan sebagian kecil VLDL disintesis dalam usus, sedangkan CT dan LDLc lebih dominan bersumber dari VLDL yang disintesis dalam hati (Klein dan Komijn, 2008). Terhadap kadar HDLc yang dimaksud dengan unsur atau mekanisme lain diduga kuat adalah sintesis HDLc. Bukti menunjukkan bahwa HDL berasal dari tiga sumber. Sumber pertama HDL adalah hati yang memproduksi HDL nascent (pre β HDL). Sumber kedua adalah usus yang mensintesis secara langsung apo A1 yang mengandung partikel HDL. Sumber yang ketiga adalah apo-A1 dan fosfolipid yang berasal dari permukaan CLM dan VLDL yang mengalami lipolisis oleh enzim lipo protein lipase (LPL). Ketika CLM dan VLDL mengalami lipolisis oleh LPL, TG inti dihidrolisis menjadi ALB dan gliserol, sedangkan bahan sisa seperti fosfolipid, kolesterol, apo-A1 membentuk cakram HDL kecil. Akibat pengendapan lemak dan hambatan absorbsi lemak oleh usus pada suplementasi CUL menyebabkan sintesis CLM dan laju sintesis apo-A1 yang mengandung partikel HDL usus menurun atau bahkan terhenti (Mahley et al., 2008). Konsekuensi dari penurunan sintesis CLM dan HDL usus menyebabkan sumber TG dan HDLc hanya berasal dari hati (pre β HDL) dan pemecahan sisa CLM maupun VLDL. Hal ini menyebabkan reverse transport kolesterol dari jaringan ekstra hepatik ke hepar yang dimediasi oleh scavenger receptor B1 (SR-B1) serta ATP binding cassete transporter A1 menjadi lebih besar (Botham & Mayes, 2009), sehingga kadar HDLc2 menjadi lebih tinggi, sementara kadar TG menjadi sangat rendah. Mengacu pada uraian tersebut, maka mekanisme lain yang dimaksud adalah sintesis CLM, VLDL, dan cakram HDL dalam usus yang oleh pengendapan lemak dan hambatan absorbsinya akibat suplementasi CUL menyebabkan TG dan HDL mempunyai pola yang berbeda dengan CT dan LDLc. Mengingat penelitian ini tidak memeriksa jumlah lemak yang diekresikan melalui feses, sehingga tidak dapat dipastikan bahwa pola hubungan antara TG dan HDL berjalan seperti tersebut di atas. 148 Vol. 2, No. 2, Juli-Desember 2010 Namun berdasarkan pada studi yang dilakukan oleh Kobayashi et al. pada ayam broiler menunjukkan bahwa pemberian kitosan menyebabkan penurunan aktivitas enzim lipase dan absorbsi lemak dengan konsekuensi penurunan deposisi lemak tubuh (Kobayashi et al., 2002). Di sisi lain hasil pilot study yang dilakukan oleh Maezaki memberi gambaran yang berbeda bahwa jumlah TG dan asam empedu yang dikeluarkan bersama faeses tidak menunjukkan perbedaan pada periode kitosan dan pada periode plasebo (Maezaki et al., 1993). Tinjauan dari sisi rancangan studi hasil study Kobayashi et al. mungkin lebih dapat diterima. Oleh karena itu untuk memastikan unsur atau mekanisme lain yang menjadi perantara dalam penentuan korelasi antara CT dan LDLc dengan HDLc dan TG masih perlu diteliti lebih lanjut. KESIMPULAN Berdasar pada hasil penelitian dan pembahasan tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa suplementasi CUL sebanyak 15% dan 30% dari total volume makanan bersama dengan minyak babi sebanyak 10% selama 45 hari mampu menurunkan kadar CT, LDL, TG, dan meningkatkan kadar HDLc. Variabel yang menjadi pembeda di antara group adalah CT dan LDLc, sedangkan TG dan HDLc tidak. Hal ini menggambarkan bahwa penurunan kadar CT akan diikuti oleh penurunan kadar LDLc, sedangkan kadar TG dan HDLc tidak. TG dan HDLc tetap mempunyai arti penting, mengingat analisis multivariat maupun univariat menunjukkan hasil yang sangat bermakna. UCAPAN TERIMAKASIH Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada Rani Oktaviani NF, Lale Muliya, Pamela, dan Sri Permanti yang telah mengizinkan datanya untuk dianalisis kembali sehingga tulisan ini dapat diselesaikan. Semoga amal dan budi baik mereka diterima oleh Allah Tuhan Yang Maha Esa. DAFTAR PUSTAKA Bokura H, Kobayashi S., 2003, Chitosan Decreases Total Cholesterol in Women: a Randomize, Double Blind, Placebo-Controlled Trial, European Journal of Clinical Nutrition, 57; p. 721 - 25 Botham KM, Mayes PA., 2009, Lipid Transport and Storage: Adipose Tissue is The Main Antihiperkolesterolemia Cangkang Udang Laut 149 Store of Tracylclycerol in The Body. In: Murray K, Bender DA, Botham KM, et al. Eds. Harper’s Illustrated Biochemistry, 28th edition. The McGraw-Hill Companies, p. 220 - 21 Botham KM, Mayes PA., 2009, Lipid Transport and Storage: HDL Takes Part in Both Lipoprotein Triacylglycerol and Cholesterol Metabolism, In: Murray K, Bender DA, Botham KM, et al. Eds. Harper’s Illustrated Biochemistry, 28th edition,The McGrawHill Companies p. 216 - 17 Colombo P, Sciutto AM., 1996, Nutritional Aspect of Chitosan Employment In Hypocaloric Diet, Acta Toxicol Ther, 16; p. 287 – 302 DerMardoresian A, Beutler JA eds. Facts and Comparison: The Review of Natural Products, St Louis: Wolter Kluwer, 2002. Cited from ref. 8 Furda I, Brine CJ., 1990, New Developments In Dietary Fiber: Physiological and Analytical Aspect; American Chemical Society Meeting, Plenum Press: New York. Gades MD, Stern JS., 2002, Chitosan Suplementation Does not Affect Fat Absorbtion in Healthy Males Fed a High-fat Diet, a Pilot Study, International Journal of Obesity, 26; p. 119 – 22. Genest JJ, McNamara JR, Salem DN, Schaefer EJ., 1991, Prevalence of Risk Factor in Men with Premature Coronary Artery Disease, Am J Cardiol, 67; p. 1185 - 89 Greenland P, Knoll MD, Stamler J, et al., 2003, Major Risk Factor as Antecedents of Fatal and Nonfatal coronary Heart Disease Events, Jama, 290; p. 891 – 97. Han LK, Kimura Y, Okuda H., 1999, Reduction in Fat Storage During Chitin-chitosan Treatment in Mice Fed a High Fat Diet, International Journal of Obesity, 23; p. 174 – 79 Ho SC, Tai ES, Eng PHK, et al., 2001, In the Ansence of Dietary Surveillance, Chitosan Does not Reduce Plasma Lipids or Obesity In Hypercholesterolemic Obese Asian subjects, Singgapore Med Journal, 42; p. 6 – 10 Kanauchi O, Deuchi K, Shizukuishi M, et al., 1995, Mechanism for inhibition of Fat by Chitosan and for The synergistic Efect of Ascorbat, Biosci Biotechmol Biochem, 59; p. 786 – 90. Kato Y, Onishi H, Machida Y., 2003, Aplication of Chitin and Chitosan Derivatives in Pharmaceutical Firld, Current Pharmaceutical Biotechnology, 4; p. 303 – 09 Khot UN, Khot MB, Bajzer CT et al., 2003, Prevalence of Conventional Risk Factors in Patiens with Coronary Heart Disease, Jama, 290; p. 898 – 904 Klein S, Romijn JA., 2008, Adipose Tissue and Triglyceride Metabolism: Obesety. In: Kronenberg HM, Melmed S, Polonsky KS, Larsen PR Eds. Williams Textbook of Endocrinology, Elsevier, p. 1567 - 69 Kobayashi S, Terashima Y, Itoh H., 2002, Effects of Dietary Chitosan on Fat Deposition and Lipase Activity in Digesta in Briler Chickens, British Poultry Science, 43; p. 270 - 73 Kurita K., 2006, Chitin an Chitosan: Functional Biopolymers from Marine Crustaceans, Marine Biotechnology, Published online, 8; p. 203 – 211 150 Vol. 2, No. 2, Juli-Desember 2010 Lee AJ, Maddix DS., 2001, Rhabdomyolysis Secundary to a Drug Interaction beween Simvastatin and Clarithromycin, Ann. Pharmacother, 35; p. 26 - 31 Macchi G., 1996, A New Approach to The Treatment of Obesity: Chitosan Effect on Bodyweight Reduction and Plasma Cholesterol levels, Acta Toxicol Ther, 16; p. 303 – 20. Maezaki Y, Tsuji K, Nakagawa Y, et al., 1993, Hypercholesterolemic Effect of Chitosan in Adult Male, Biosci Biotech Biochem, 57; p. 1439 – 44 Mahley RW, Weisgraber KH, Bersot TP., 2008, Disorders of Lipid Metabolism: High Density Lipoprotein. In: Kronenberg HM, Melmed S, Polonsky KS, Larsen PR Eds. Williams Textbook of Endocrinology, Elsevier, p. 1608 - 10 Mahley RW, Weisgraber KH, Bersot TP., 2008, Disorders of Lipid Metabolism: Lipid and Atherosclerosis. In: Kronenberg HM, Melmed S, Polonsky KS, Larsen PR Eds. Williams Textbook of Endocrinology, Elsevier, p. 1610 Muzarrelli RA, Hari P, Petrarulo M., 1994, Solubility and Structure of N Carboxymethylchitosan, Int. J. Biol. Macromol, 16; p. 177 - 80 Pittler MH, Abbot NC, Harkness EF, Ernst E., 1999, Randomized, Double-blind Trial of Chitosan for Body Weight Reduction, European J of Clin Nutr, 53; p. 379 – 81. Shields KM, Pharm D., 2003, Chitosan for Weight Loss and Cholesterol Management, Am J Health-Syst Pharm, 60; p. 1310 – 11 Sugano M, Fujikawa T, Hiratsuji Y, et al., 1980, A Novel Use of Chitosan as Hypocholesterolemic Agent in Rats, Am J Clin Nutr, 33; p. 787 – 93. Veneroni G, Veneroni F, Contos S, et al., 1996, Effect of a New chitosan Dietary Integrator and Hypocaloric Diet on Hyperlipidemia and Overweight in Obese Patiens, Acta Toxicol Ther, 16; p. 53 – 70 Wilson PWF, Douglas PS., 2010, Epidemiology of Coronary Heart Disease, In: Gresh BJ,Pellika PA, Kaski JC, Saperia GM.Eds. Up to date. Wuolijoki E, Hirvela T, Ylitalo P., 1999, Decrease in Serum LDL cholesterol with Microcrystalline Chitosan, Methods Find Exp Clin Pharmacol, 21; p. 357 – 61 Yin H, Du Y, Zhang J., 2009, Low Molecular Weight and Oligomeric Chitosans and Their Bioactivities, Current Topics in Medicinal Chemistery, 9; p. 1546 – 59.