BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pasar Modal Pasar modal (capital market) merupakan pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik surat utang (obligasi), ekuiti (saham), reksadana, instrumen derivatif maupun instrumen lainnya. Pasar modal merupakan sarana pendanaan bagi perusahaan maupun institusi lain (misalnya pemerintah), dan sebagai sarana bagi kegiatan berinvestasi. Dengan demikian, pasar modal memfasilitasi berbagai sarana dan prasarana kegiatan jual beli dan kegiatan terkait lainnya. Instrumen keuangan yang diperdagangkan di pasar modal merupakan instrumen jangka panjang (jangka waktu lebih dari 1 tahun) seperti saham, obligasi, waran, right, reksa dana, dan berbagai instrumen derivatif seperti option, futures, dan lain-lain. Undang-Undang Pasar Modal No. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal mendefinisikan pasar modal sebagai “kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek”. Pasar Modal memiliki peran penting bagi perekonomian suatu negara karena pasar modal menjalankan dua fungsi, yaitu pertama sebagai sarana bagi pendanaan usaha atau sebagai sarana bagi perusahaan baik perusahaan swasta maupun perusahaan pemerintah (BUMN) untuk mendapatkan dana dari 7 masyarakat pemodal (investor). Dana yang diperoleh dari pasar modal dapat digunakan untuk pengembangan usaha, ekspansi, penambahan modal kerja dan lain-lain, kedua pasar modal menjadi sarana bagi masyarakat untuk berinvestasi pada instrument keuangan seperti saham, obligasi, reksadana, dan lain-lain. Dengan demikian, masyarakat dapat menempatkan dana yang dimilikinya sesuai dengan karakteristik keuntungan dan risiko masing-masing instrumen. 2.3 Saham Saham adalah salah satu efek yang paling populer yang tersedia dan dapat diperjualbelikan. Jika perusahaan ingin meningkatkan modal, salah satu pilihan adalah untuk menerbitkan saham. Saham juga menawarkan tingkat return yang menarik bagi para investor. Itu sebabnya kebanyakan investor memilih saham untuk investasi mereka. Saham dapat didefinisikan sebagai tanda kepemilikan individu atau institusi dalam suatu perusahaan (Ross, 2007). Orang atau lembaga yang memiliki saham dapat mengklaim pendapatan perusahaan, aset, dan hak untuk hadir dalam Rapat Umum Pemegang Saham. Pada dasarnya, ada dua manfaat bagi investor saham: 1. Dividen Dividen adalah penghasilan yang diberikan kepada pemegang saham dari pendapatan perusahaan. Jumlah dividen yang dibayarkan kepada pemegang saham Perusahaan memutuskan dalam Rapat Umum Tahunan. Untuk menerima dividen, pembeli saham harus memiliki saham untuk jangka waktu yang relatif lama yaitu hingga kepemilikan saham tersebut berada 8 dalam periode di mana dia akan diakui sebagai pemegang saham yang mempunyai hak untuk mendapatkan dividen. 2. Capital Gain Capital gain adalah selisih positif antara harga beli dan harga jual sebuah saham. Capital gain terbentuk melalui aktivitas perdagangan saham di pasar sekunder. Sebagai contoh, seorang investor membeli saham ABC sebesar Rp 3.000 per saham dan kemudian menjualnya dengan harga Rp 3.500 per saham. Ini berarti investor menerima keuntungan modal sebesar Rp 500 untuk setiap menjual saham. Namun, seperti instrumen investasi lainnya, saham memiliki risiko sendiri: 1. Capital Loss Capital Loss adalah kebalikan dari capital gain. Ini adalah suatu kondisi ketika saham tersebut dijual dengan harga yang lebih rendah dari harga beli aslinya. Sebagai contoh, seorang investor membeli saham PT XYZ sebesar Rp 2.000 per saham, tetapi setelah harga saham jatuh ke level Rp 1.400 per saham. Karena takut harga sahamnya terus-menerus menurun, investor menjual saham sebesar Rp 1.400 per saham. Investor telah mempertahankan kehilangan modal sebesar Rp 600 per saham. 2. Risiko Likuiditas Risiko likuiditas terjadi jika sebuah perusahaan yang sahamnya dimiliki oleh publik, dinyatakan bangkrut oleh pengadilan atau sedang diberhentikan. Dalam hal ini, klaim dari pemegang saham hak akan mendapatkan prioritas terakhir setelah perusahaan menyelesaikan semua kewajibannya (melalui 9 penjualan perusahaan ataupun penjualan asetnya). Jika masih terdapat sisa dari hasil penjualan kekayaan perusahaan tersebut, maka sisa tersebut dibagi secara proporsional kepada seluruh pemegang saham. Namun jika tidak terdapat sisa kekayaan perusahaan, maka pemegang saham tidak akan memperoleh hasil dari likuidasi tersebut. Kondisi ini merupakan risiko yang terberat dari pemegang saham. Untuk itu seorang pemegang saham dituntut untuk secara terus menerus mengikuti perkembangan perusahaan. Di pasar sekunder atau harian perdagangan saham, harga saham berfluktuasi. Harga saham ini dibentuk oleh permintaan dan penawaran saham, sementara permintaan dan penawaran saham dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti perusahaan sejenis dan industri, kinerja perusahaan tersebut, faktor-faktor makro (suku bunga, inflasi, nilai tukar mata uang), dan faktor-faktor non-ekonomi (kondisi sosial dan politik). 2.3 Indeks Menurut Lungan (2006), bilangan indeks merupakan indikator untuk mengukur perubahan-perubahan dalam kegiatan ekonomi dan bisnis, sebagai akibat dari perubahan waktu. Perubahan-perubahan yang terjadi akibat dari perubahan waktu, seperti perubahan harga, perubahan kuantitas produksi, perubahan kualitas, perubahan nilai, dan perubahan kuantitas konsumsi. Jenis dari indeks secara umum terdiri dari beberapa jenis yaitu indeks harga, indeks kuantitas, indeks kualitas dan indeks konsumen. Secara umum indeks dapat didefinisikan sebagai berikut : 10 Dalam melakukan penyusunan indeks, waktu atau tahun yang disebut sebagai tahun dasar (base period atau base year), adalah waktu yang dijadikan dasar untuk menentukan perkembangan suatu harga atau juga disebut sebagai tahun pembanding. Misalkan indeks harga bensin pada tahun 2004 adalah 110% dibandingkan tahun 2003, maka artinya adalah jika harga bensin di tahun 2004 adalah Rp 11.000,-, harga bensin pada tahun 2003 adalah sebesar Rp 10.000,atau mengalami kenaikan sebesar 10%. Untuk menentukan tahun dasar pada saat menghitung angka indeks, Santoso (2009) menyebutkan terdapat 3 faktor yang harus diperhatikan : 1. Tahun dasar sebaiknya dipilih pada waktu kondisi perekonomian yang relatif stabil 2. Jarak antara tahun dasar dengan tahun saat ini tidak terlalu jauh, karena jika jarak terlalu jauh harga sudah mengalami fluktuasi yang tajam, sehingga kedua tahun tidak dapat dibandingkan secara objektif 3. Penentuan tahun dasar sebaiknya memperhatikan kejadian-kejadian penting seperti tahun pada saat terjadinya kenaikan harga BBM, kenaikan tarif dasar listrik dan sebagainya Secara garis besar indeks terbagi menjadi dua kelompok besar yaitu indeks tidak tertimbang (non-weighted) dan indeks tertimbang (weighted). Dalam penelitian ini perhitungan indeks lebih ditekankan kepada indeks harga tertimbang berdasarkan kapitalisasi pasar (price market cap-weighted) karena penentuan indeks didasarkan oleh perubahan harga dan kuantitas. 11 2.3.1 Indeks Harga Saham Indeks harga saham merupakan suatu indikator yang menunjukkan pergerakan harga saham. Indeks di sini berfungsi sebagai indikator trend pasar, artinya pergerakan indeks menggambarkan kondisi pasar pada suatu saat, apakah pasar sedang aktif atau lesu. Menurut Irwin (2008) pada dasarnya indeks digunakan untuk mengukur perubahan relatif dari harga, kuantitas, nilai, atau item lainnya yang diminati dari suatu periode waktu ke periode lainnya. Dengan adanya indeks, investor dapat mengetahui trend pergerakan harga saham pada waktu setempat, apakah harga saham tersebut sedang naik, stabil atau turun. Misalkan, jika di awal bulan nilai indeks harga saham adalah 300 dan saat di akhir bulan menjadi 360, maka dapat dikatakan bahwa secara rata-rata harga saham mengalami peningkatan sebesar 20%. Pergerakan indeks menjadi indikator penting bagi para investor untuk menentukan apakah mereka akan menjual, menahan atau membeli suatu atau beberapa saham. Karena harga-harga saham bergerak dalam hitungan detik dan menit, maka nilai indeks pun bergerak turun naik dalam hitungan waktu yang cepat pula. Bursa Efek Indonesia memiliki 11 jenis indeks harga saham, yaitu: 1. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Menggunakan semua Perusahaan Tercatat sebagai komponen perhitungan Indeks. Agar IHSG dapat menggambarkan keadaan pasar yang wajar, Bursa Efek Indonesia berwenang mengeluarkan dan atau tidak memasukkan satu atau beberapa Perusahaan Tercatat dari perhitungan 12 IHSG. Dasar pertimbangannya antara lain, jika jumlah saham Perusahaan Tercatat tersebut yang dimiliki oleh publik (free float) relatif kecil sementara kapitalisasi pasarnya cukup besar, sehingga perubahan harga saham Perusahaan Tercatat tersebut berpotensi mempengaruhi kewajaran pergerakan IHSG. IHSG adalah milik Bursa Efek Indonesia. Bursa Efek Indonesia tidak bertanggung jawab atas produk yang diterbitkan oleh pengguna yang mempergunakan IHSG sebagai acuan (benchmark). Bursa Efek Indonesia juga tidak bertanggung jawab dalam bentuk apapun atas keputusan investasi yang dilakukan oleh siapapun Pihak yang menggunakan IHSG sebagai acuan (benchmark). 2. Indeks Sektoral Menggunakan semua Perusahaan Tercatat yang termasuk dalam masingmasing sektor. Sekarang ini ada 10 sektor yang ada di BEI yaitu sektor Pertanian, Pertambangan, Industri Dasar, Aneka Industri, Barang Konsumsi, Properti, Infrastruktur, Keuangan, Perdangangan dan Jasa, dan Manufatur. 3. Indeks LQ45 Indeks yang terdiri dari 45 saham Perusahaan Tercatat yang dipilih berdasarkan pertimbangan likuiditas dan kapitalisasi pasar, dengan kriteria-kriteria yang sudah ditentukan. Review dan penggantian saham dilakukan setiap 6 bulan. 4. Jakarta Islmic Index (JII) 13 Indeks yang menggunakan 30 saham yang dipilih dari saham-saham yang masuk dalam kriteria syariah (Daftar Efek Syariah yang diterbitkan oleh Bapepam-LK) dengan mempertimbangkan kapitalisasi pasar dan likuiditas. 5. Indeks Kompas100 Indeks yang terdiri dari 100 saham Perusahaan Tercatat yang dipilih berdasarkan pertimbangan likuiditas dan kapitalisasi pasar, dengan kriteria-kriteria yang sudah ditentukan. Review dan penggantian saham dilakukan setiap 6 bulan. 6. Indeks BISNIS-27 Kerja sama antara Bursa Efek Indonesia dengan harian Bisnis Indonesia meluncurkan indeks harga saham yang diberi nama Indeks BISNIS-27. Indeks yang terdiri dari 27 saham Perusahaan Tercatat yang dipilih berdasarkan kriteria fundamental, teknikal atau likuiditas transaksi dan Akuntabilitas dan tata kelola perusahaan. 7. Indeks PEFINDO25 Kerja sama antara Bursa Efek Indonesia dengan lembaga rating PEFINDO meluncurkan indeks harga saham yang diberi nama Indeks PEFINDO25. Indeks ini dimaksudkan untuk memberikan tambahan informasi bagi pemodal khususnya untuk saham-saham emiten kecil dan menengah (Small Medium Enterprises / SME). Indeks ini terdiri dari 25 saham Perusahaan Tercatat yang dipilih dengan mempertimbangkan kriteriakriteria seperti: Total Aset, tingkat pengembalian modal (Return on Equity 14 / ROE) dan opini akuntan publik. Selain kriteria tersebut di atas, diperhatikan juga faktor likuiditas dan jumlah saham yang dimiliki publik. 8. Indeks SRI-KEHATI Indeks ini dibentuk atas kerja sama antara Bursa Efek Indonesia dengan Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI). SRI adalah kependekan dari Sustainable Responsible Investment. Indeks ini diharapkan memberi tambahan informasi kepada investor yang ingin berinvestasi pada emiten-emiten yang memiliki kinerja sangat baik dalam mendorong usaha berkelanjutan, serta memiliki kesadaran terhadap lingkungan dan menjalankan tata kelola perusahaan yang baik. Indeks ini terdiri dari 25 saham Perusahaan Tercatat yang dipilih dengan mempertimbangkan kriteri-kriteria seperti: Total Aset, Price Earning Ratio (PER) dan Free Float. 9. Indeks Papan Utama Menggunakan saham-saham Perusahaan Tercatat yang masuk dalam Papan Utama. 10. Indeks Papan Pengembangan Mengguanakn saham-saham Perusahaan Tercatat yang masuk dalam Papan Pengembangan. 11. Indeks Individual Indeks harga saham masing-masing Perusahaan Tercatat. 15 2.4 Pengukuran Kinerja Instrumen Investasi Setiap investor maupun perusahaan yang melakukan kegiatan investasi pasti dihadapkan pada risiko dan return yang terkandung dalam investasi tersebut. Dalam setiap investasi investor dihadapkan pada ketidakpastian antara return yang akan diperoleh dengan risiko yang akan dihadapinya (uncertainty). Hubungan antara return dan risiko adalah searah. Semakin besar return yang diharapkan akan diperoleh dari investasi, semakin besar pula risikonya, sehingga dikatakan bahwa return ekspektasi memiliki hubungan positif dengan risiko. Risiko yang lebih tinggi biasanya dikorelasikan dengan peluang untuk mendapatkan return yang lebih tinggi pula, begitu juga sebaliknya (high risk high return, low risk low return). Dalam hal ini investor perlu menganalisa dan mengukur kinerja dalam berinvestasi sehingga dapat menghasilkan return yang optimal dengan risiko yang ada. 2.4.1 Return Investasi Return dapat diartikan sebagai hasil return investasi yang pada umumnya dinyatakan dalam persentase dari investasi. Pengukuran return sangat penting bagi investor untuk menilai seberapa baik manajer investasi ataupun investor melakukan investasi. Bodie, Kane dan Marcus (2008) menyebutkan bahwa return saham dibedakan menjadi dua jenis yaitu return realisasi (realized return) dan return ekspektasi (expected return). Return realisasi merupakan return yang sudah terjadi yang dihitung berdasarkan data historis, yaitu data perubahan harga saham pada waktu yang sudah lampau. Return realisasi ini penting dalam mengukur kinerja perusahaan dan dapat digunakan sebagai dasar penentuan return dan risiko 16 di masa mendatang. Berbeda dari return realisasi, return ekspektasi merupakan return yang diharapkan di masa mendatang dan masih bersifat tidak pasti. Return yang diterima oleh investor di pasar modal dibedakan menjadi dua jenis yaitu return dividen dan capital gain/capital loss (keuntungan selisih harga). Return dividen adalah keuntungan yang didapat melalui pembayaran yang bersifat periodik yaitu dividen. Keuntungan ini biasanya diterima dalam bentuk kas atau setara kas sehingga dapat diuangkan secara cepat. Misalnya dividen kas ataupun dividen yang dibayarkan dalam bentuk saham dan bisa dikonversi menjadi uang kas dengan cara menjual saham yang diterimanya. Sedangkan capital gain (loss) merupakan selisih antara laba (rugi) yang diperoleh pemegang saham karena volatilitas harga saham. Jika harga saham sekarang (Pt) lebih tinggi dari harga saham periode sebelumnya (Pt-1) maka pemegang saham mengalami capital gain. Jika yang terjadi sebaliknya maka pemegang saham akan mengalami capital loss / rugi. Karena penelitian ini menggunakan data historikal perubahan harga saham dan berdampak ke perubahan nilai indeks, penelitian ini menggunakan rata-rata dari return capital gain (loss) selama periode penelitian. Capital gain (loss) merupakan selisih laba (rugi) yang dialami oleh pemegang saham karena harga saham sekarang relatif lebih tinggi (rendah) dibandingkan harga saham sebelumnya. Capital gain (loss) dapat dihitung dengan rumus berikut: Ket: Return = Capital gain (loss) 17 Pt = Nilai pada periode t Pt-1 = Nilai pada periode t-1 Untuk menghitung rata-rata return yang dihasilkan oleh suatu instrumen investasi dalam periode tertentu, ilmu statistik pada dasarnya mengenal dua jenis perhitungan yaitu perhitungan arithmetic mean dan geometric mean (Damodaran, 2002). Arithmetic mean adalah statistik yang paling dikenal baik oleh kebanyakan orang. Oleh karena itu, ketika seseorang menunjukkan rata-rata return biasanya mengacu kepada arithmetic mean. Arithmetic mean biasanya ditetapkan dengan simbol , dengan rumus : Ket: = Arithmetic mean = Nilai return ke –i n = Jumlah data Geometric mean merupakan metode statistik untuk mengukur rate of growth sepanjang waktu. Geometric mean biasanya digunakan dalam investasi dan keuangan untuk menggambarkan pertumbuhan yang tetap dari dana investasi selama beberapa periode yang telah lampau. Geometric mean merupakan perkembangan terakhir dari relative return. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut : 18 Ket: = Geometric mean = Nilai data ke –i n = Jumlah data Kapan seharusnya arithmetic mean dan geometric mean digunakan untuk menerangkan return dari investasi finansial? Hal ini tergantung dari sudut pandang objektif investor. Arithmetic mean merupakan sebuah pengukuran yang baik atas rata-rata yang ditunjukan dalam satu periode tertentu. Arithmetic mean juga merupakan perkiraan terbaik dari expected return untuk periode berikutnya. Sedangkan geometric mean adalah sebuah pengukuran yang baik atas perubahan kapasitas/kekayaan sepanjang waktu (multiple period). Geometric mean juga mengukur hasil susunan rate of return dimana nilai uang bertambah melewati periode yang telah ditetapkan. 2.4.2 Risiko Investasi Setiap investasi selain memiliki keuntungan pasti mengandung risiko. Hal ini menunjukkan bahwa berinvestasi pada saham, indeks maupun reksadana juga mengandung risiko. Bodie, Kane dan Marcus (2008) menyebutkan bahwa risiko dapat diartikan sebagai besarnya penyimpangan yang mungkin terjadi dari return yang diharapkan. Risiko itu sendiri terbagi menjadi dua yaitu risiko sistematis dan risiko non-sistematis. Bodie, Kane dan Markus (2008) menyebutkan bahwa risiko sistematis adalah faktor risiko yang umum terhadap perekonomian secara keseluruhan dan merupakan risiko yang tidak dapat didiversifikasi. Risiko sistematis juga disebut sebagai risiko pasar (market risk). Sedang risiko non19 sistematis adalah faktor risiko non-pasar atau risiko spesifik perusahaan yang dapat dihilangkan dengan diversifikasi. Risiko ini juga biasa disebut dengan risiko unik (unique risk) atau risiko yang dapat didiversifikasi (diversifiable risk). Untuk mengukur tingkat risiko ini dari instrumen investasi terdapat beberapa variabel investasi yang menunjukkan kedua risiko tersebut, diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Beta Beta adalah ukuran untuk membandingkan volatilitas instrumen investasi dengan perubahan pasar dan diharapkan untuk memberikan informasi seberapa jauh tingkat perubahan return instrumen investasi di saat terjadi perubahan di pasar (Bodie, Kane & Markus 2008, p281). Beta juga dapat disebut sebagai ukuran risiko sistematis dari suatu instrumen investasi. Jika tingkat beta lebih tinggi dari satu, hal ini berarti bahwa instrumen tersebut lebih volatile dibandingkan pasar; jika beta lebih rendah dari satu maka instrumen akan lebih rendah volatilitasnya jika dibandingkan pasar. Beta didapat dari hasil regresi persamaan SML maupun single index model. 2. Alpha Alpha dirancang untuk memperbaiki tingkat pengukuran beta. Alpha melihat hubungan antara historikal beta dan kinerja instrumen investasi saat ini, atau perbedaan antara return beta dengan ekspektasi return. Alpha merupakan tingkat return abnormal dari suatu instrumen investasi yang lebih besar daripada yang diprediksikan oleh model equilibrium seperti CAPM atau APT 20 (Bodie, Kane & Marcus 2008, p248). Tingkat alpha sama dengan nol berarti bahwa investasi tidak sesuai dengan ekspektasi. 3. Standard Deviasi Manakala beta melihat perbandingan return instrumen investasi dengan return yang diharapkan, standar deviasi mengukur seberapa jauh perbedaan antara return instrumen investasi dengan return yang diharapkan. Standar deviasi juga menunjukan seberapa jauh risiko instrumen investasi terhadap pasar. Standar deviasi harus dibandingkan dengan standar deviasi instrumen investasi lainnya. 2.4.3 Pengukuran Hubungan Antara Return dan Risiko Investasi Untuk mengetahui hubungan antara return terhadap risiko dalam berinvestasi manajer investasi ataupun investor dapat mengetahuinya menggunakan perbandingan (ratio) antara keduanya. Perbandingan ini merupakan metode untuk mengukur seberapa baik kegiatan investasi yang dilakukan oleh manajer investasi atau investor dengan risiko yang ada. Faktor yang dapat mempengaruhi kinerja instrumen investasi antara lain adalah alokasi aset, pemilihan atas instrumen investasi dan market timing. Pengukuran kinerja instrumen investasi dapat diukur dengan beberapa metode, antara lain Sharpe ratio, Treynor ratio, Jensen ratio. a. Sharpe Ratio Formula ini dituliskan oleh William F. Sharpe (1964, 1965), yang mencoba mengkuantifikasi bagaimana suatu instrumen investasi berkinerja relatif terhadap risiko. Perhitungannya adalah excess tingkat return instrumen investasi 21 dibagi dengan standar deviasi. Semakin besar tingkat Sharpe ratio menandakan tingkat risiko yang lebih kecil. Sharpe ratio ini dilambangkan dengan S, dan perhitungannya adalah sebagai berikut: Ket: Rp − Rf = selisih rata-rata return instrumen investasi terhadap rata-rata risk free asset σp = standar deviasi instrumen investasi Bodie, Kane dan Marcus (2008) menyebutkan bahwa sharpe ratio menunjukkan seberapa besar kontribusi return untuk setiap kenaikan satu unit risiko total. Risiko total merupakan standar deviasi dari return portofolio selama satu periode. Sharpe ratio antar instrumen investasi dapat dibandingkan dan sharpe ratio instrument investasi juga dapat dibandingkan dengan sharpe ratio dari return pasar. Kinerja yang lebih baik akan tampak bila instrumen investasi memiliki sharpe ratio yang lebih besar dari return pasar atau lebih baik dari sharpe ratio instrumen investasi lain. b. Treynor Ratio Treynor ratio adalah salah satu rasio yang digunakan sebagai alat ukur excess return per unit risiko. Rasio Treynor tersebut mengasumsikan instrumen investasi sangat terdiversifikasi dan dapat dikatakan risiko non-sistematis hampir tidak ada. Rasio Treynor diberi symbol T, dimana nilai T suatu instrumen investasi yang lebih tinggi memiliki arti bahwa instrumen investasi tersebut memiliki kinerja yang lebih baik. Rasio Treynor dihitung dengan formula berikut: 22 Ket: Rp = rata-rata return instrumen investasi Rf = rata-rata risk free Rm = rata-rata return market indeksportfolio βp = risiko pasar / risiko sistematik dari instrumen investasi c. Jensen Ratio Rasio Jensen menggunakan model CAPM untuk menentukan apakah instrumen investasi telah menghasilkan return yang lebih baik dibandingkan dengan return yang diharapkan (expected return). Jika excess return yang dihasilkan oleh investor tidak melebihi return pasar, maka manajer investasi atau investor tidak memberikan nilai tambah apapun. Jensen's Alpha menggambarkan seberapa besar return yang disumbangkan oleh sebuah instrumen investasi yang sudah disesuaikan (dibebaskan dari risikonya). Dengan menggunakan data timeseries dari return instrumen investasi dan indeks pasar, kita dapat menggunakan persamaan berikut: αp = Rp - [Rf + βp (Rm– Rf)] Ket: αp = alpha instrumen investasi Rp = rata-rata return instrumen investasi Rf = rata-rata risk free Rm = rata-rata return market indeksportfolio βp = rata-rata tertimbang risiko instrumen investasi 23 Alat ukur Jensen adalah alpha. Jika alpha secara statistik tidak berbeda dari nol, maka tidak terdapat return yang abnormal. Jika alpha bernilai positif, berarti investor menghasilkan kinerja yang lebih baik daripada indeks pasar; sedangkan jika alpha bernilai negatif, berarti investor memiliki kinerja yang lebih rendah daripada indeks pasar. Seperti halnya rasio Treynor, alat ukur Jensen mengasumsikan bahwa portofolio didiversifikasikan penuh sehingga satu-satunya risiko pada portofolio adalah risiko sistematis. Estimasi alpha bersifat peka terhadap tingkat beta portofolio. Untuk memperbaiki hal ini, alpha dapat dibagi dengan return diharapkan portofolio untuk merefleksikan risiko sistematisnya. 2.5 Portofolio Portofolio merupakan rangkaian kombinasi beberapa aktiva yang dipegang oleh investor dengan persentase atau bobot masing-masing aktiva di dalamnya berbeda-beda. Kombinasi aktiva di dalamnya bermacam-macam, seperti aktiva riil, aktiva financial, maupun keduanya. Investor yang berinvestasi di pasar modal dapat melakukan kombinasi dari beberapa saham dengan tujuan untuk mendapatkan return yang optimal sekaligus memperkecil risiko melalui diversifikasi. Dalam penerapannya, Bodie, Kane dan Marcus (2008) menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah saham di dalam satu portofolio, maka risiko akan semakin kecil. Gambar 2.1 menunjukkan bahwa risiko unik atau risiko nonsistematis dapat diminimalisasi sehingga risiko yang tertinggal adalah risiko sistematis atau disebut juga risiko pasar. Hal ini disebabkan karena kerugian pada satu saham dapat dinetralisir oleh keuntungan yang diperoleh dari saham lainnya. 24 σp Β pσi Risiko Unik Risiko Total Risiko Pasar N Gambar 2.1: Risiko dan Diversifikasi (Bodie, Kane & Marcus, 2008:196) Apakah investor perlu mengevaluasi semua saham pada portofolionya? Jawaban untuk pertanyaan ini adalah “tidak”. Kunci mengapa investor hanya perlu melihat portofolio terletak dalam dalil efisien set Markowitz (efficient set theorem), yang menyatakan investor akan memilih portofolio yang optimal dari sejumlah portofolio yang: 1. Menawarkan ekspektasi return maksimum untuk berbagai tingkat risiko. 2. Menawarkan risiko yang minimum untuk berbagai tingkat ekspektasi return. Beberapa portofolio yang memenuhi dua kondisi ini disebut efficient set atau efficient frontier. Gambar 2.2 menunjukkan lokasi feasible set, yang juga dikenal sebagai opportunity set. Dari feasible set kemudian dapat diidentifikasi sebagai efficient set. Feasible set menunjukkan semua portofolio yang dapat dibentuk dari sejumlah N sekuritas yang terletak di atau dalam batas feasible set (titik yang 25 dinotasikan dengan G, E, S dan H pada gambar 2.2 adalah contoh portofolio yang efisien). P S H Fe asible Set E G P Gambar 2.2: Feasible Set dan Efficient Set (Husnan, 2009:59) Diversifikasi yang disarankan oleh Markowitz mengacu pada pembentukan portofolio yang memiliki tingkat return tertinggi pada tingkat risiko tertentu. Portofolio semacam itu disebut Markowitz Efficient Portfolio (MEP). Untuk membentuk MEP, teori ini menggunakan beberapa asumsi dasar mengenai perilaku pemilihan aktiva. • Hanya ada dua parameter yang mempengaruhi keputusan investor, yaitu return yang diharapkan dan varians. Investor membuat keputusan dengan menggunakan model dua parameter yang dirumuskan oleh Markowitz. • Investor diasumsikan cenderung menghindari risiko risk averse (yaitu jika menghadapi pilihan dua pilihan investasi dengan tingkat return yang sama, maka investor akan memilih investasi dengan risiko yang lebih kecil). • Investor akan memilih portofolio yang menawarkan return tertinggi dengan tingkat risiko tertentu. 26 • Seluruh investor memiliki pengharapan yang sama dalam hal return diharapkan, varians dan kovarians bagi aktiva berisiko. Asumsi ini disebut dengan asumsi pengharapan sama. • Seluruh investor memiliki periode waktu investasi yang sama. Asumsi-asumsi yang dikemukakan oleh Markowitz digunakan sebagai dasar dalam merumuskan kebijakan portofolio investasi. Hal ini berarti apabila asumi-asumsi tersebut tidak dapat terpenuhi, maka keputusan dalam membangun portofolio investasi harus dilakukan secara berhati-hati. Banyaknya asumsi yang digunakan menunjukkan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi portofolio investasi dan hal ini menunjukkan bahwa rumitnya permasalahan yang harus dipertimbangkan dalam analisa berinvestasi di pasar modal. Capital Allocation Line (CAL) juga merupakan bahan pertimbangan investor dalam menentukan portofolionya. CAL pada dasarnya merupakan garis yang menghubungkan antara instrumen aset bebas risiko dengan portofolio optimal dimana portofolio optimal memiliki Sharpe Ratio tertinggi (Tangen antara aset bebas risiko dengan grafik Efficient Frontier). Portofolio-portofolio yang berada sepanjang garis CAL mendominasi portofolio lainnya dalam hal kombinasi expected risk dan return. Maka dari itu, setiap investor yang rasionalakan memilih untuk berinvestasi pada portofolio-portofolio yang berada di sepanjang garis CAL. Portofolio tertentu yang dipilih tergantung dari level risk aversion dari masing-masing investor (Bodie, Kane dan Marcus , 2008). 27 2.5.1 Portofolio yang Efisien dan Optimal Dalam pembentukan portofolio, investor berusaha memaksimalkan return yang diharapkan dari investasi dengan tingkat risiko tertentu yang dapat diterima. Portofolio yang dapat mencapai tujuan di atas disebut dengan portofolio yang efisien. Untuk membentuk portofolio yang efisien, perlu dibuat beberapa asumsi mengenai perilaku investor dalam membuat keputusan investasi. Asumsi yang wajar adalah investor cenderung menghindari risiko (risk averse). Investor penghindar risiko adalah investor yang jika dihadapkan pada dua investasi dengan expected return yang sama dan risiko yang berbeda, maka ia akan memilih investasi dengan tingkat risiko yang lebih rendah. Jika investor memiliki beberapa pilihan portofolio yang efisien, maka portofolio yang paling optimal yang akan dipilihnya. 2.5.2 Aktiva Berisiko Versus Aktiva Bebas Risiko Aktiva berisiko merupakan aktiva dimana return yang akan diterima di masa depan bersifat tidak pasti. Sebagai contoh, seorang investor membeli saham BUMI hari ini dan bermaksud untuk memegang saham tersebut selama 1 tahun. Pada saat dilakukan pembelian saham, investor tidak mengetahui besar return yang akan diterimanya. Return yang diterima akan tergantung dari harga saham BUMI satu tahun mendatang dan pendapatan yang diperoleh investor selama 1 tahun. Maka, dapat disimpulkan saham merupakan aktiva berisiko. Bahkan sekuritas yang diterbitkan oleh pemerintah (obligasi) merupakan aktiva berisiko. Contohnya adalah obligasi yang jatuh tempo 30 tahun. Investor tidak mengetahui 28 berapa besar return yang diterimanya jika obligasi ini hanya disimpan selama 1 tahun. Hal ini terjadi karena perubahan suku bunga akan mempengaruhi return investasi pada obligasi tersebut selama satu tahun. Aktiva bebas risiko, aktiva yang return masa depannya dapat diketahui dengan pasti. Aktiva bebas risiko umumnya merupakan kewajiban jangka pendek dari pemerintah. Sebagai contoh, jika investor membeli sekuritas pemerintah dengan jangka jatuh tempo 1 tahun dan berniat untuk menyimpan sekuritas tersebut hingga saat jatuh temponya, maka besar return satu tahun mendatang akan diketahui dengan pasti. 2.5.3 Mengukur Return yang Diharapkan dari Suatu Portofolio Investor seringkali dihadapkan pada pilihan antara aktiva berisiko. Maka dari itu setiap investor yang akan berinvestasi pada aktiva berisiko akan melihat cara pengukuran return yang diharapkan dari aktiva berisiko dan dari portofolio aktiva berisiko. Return aktual dari suatu portofolio aktiva sepanjang periode tertentu secara langsung dapat diperhitungkan sebagai berikut: R p = w1 R1 + w2 R2 + ... + wG RG Ket : Rp = tingkat return portofolio selama periode berjalan Rg = tingkat return aktiva g selama periode berjalan Wg = bobot aktiva g pada portofolio (yaitu aktiva g sebagai bagian dari nilai pasar keseluruhan portofolio) 29 G = jumlah aktiva pada portofolio Secara ringkas, Persamaan di atas dapat dinyatakan sebagai berikut: G R p = ∑ wg Rg g =1 Persamaan di atas menunjukkan bahwa return atas portofolio dari aktiva G (Rp) sama dengan jumlah berat aktiva individual dalam portofolio dikalikan returnnya bagi setiap aktiva g. Return portofolio Rp seringkali disebut return selama periode penyimpanan (ex post return). 2.5.4 Mengukur Risiko Portofolio Risiko merupakan kemungkinan kerugian yang akan dihadapi. Sehubungan dengan investasi, para investor menggunakan berbagai definisi untuk menjelaskan makna risiko. Profesor Harry Markowitz mengubah pandangan kaum investor mengenai risiko dengan jalan memperkenalkan konsep risiko secara kuantitatif. Markowitz mendifinisikan risiko sebagai ukuran statistika yang disebut variance. Secara khusus, Markowitz mengkuantifisir sebagai variance return diharapkan aktiva. Variance dari variabel acak adalah ukuran penyimpangan dari penghasilan yang mungkin di sekitar nilai yang diharapkan. Dalam hal return aktiva, variance adalah ukuran penyimpangan penghasilan yang mungkin bagi tingkat return di sekitar return yang diharapkan. Markowitz berpendapat bahwa variance sama dengan ketidakpastian atau risiko suatu investasi. Jika aktiva tidak memiliki risiko, maka penyimpangan return diharapkan dari aktiva tersebut adalah nol (0). 30 Karena variance dinyatakan dalam unit kuadrat, maka sering dilihat variance diubah menjadi deviasi standar atau akar kuadrat dari variance; Deviasi standar dan variance memiliki konsep yang sama, yaitu semakin besar variance atau deviasi standar, maka semakin besar risiko investasi. 2.5.5 Mengukur Risiko Portofolio dari Portofolio Dua Aktiva Variance portofolio yang terdiri dari dua aktiva sedikit lebih sulit untuk dihitung dibandingkan variance aktiva tunggal. Itu tergantung tidak hanya pada variance dari kedua aktiva, namun juga pada seberapa dekat hubungan antara kedua aktiva. Persamaannya adalah: Var ( R p ) = wi2 var( Ri ) + w 2j var( R j ) + 2 wi w j cov( Ri , R j ) dimana : cov (Ri, Rj) = covariance antara return bagi aktiva i dan aktiva j. Dengan kata lain, persamaan di atas menunjukkan bahwa variance return portofolio merupakan jumlah variance tertimbang dari kedua aktiva ditambah covariance tertimbang antara kedua aktiva. Arti praktis dari covariance itu adalah tingkat dimana return kedua aktiva berbeda atau berubah secara bersamaan. Covariance tidak dinyatakan dalam unit tertentu, seperti dollar atau rupiah atau persentase. Covariance positif berarti return kedua aktiva cenderung bergerak atau berubah pada arah yangsama, sedangkan covariance negative berarti return bergerak pada arah yang berlawanan. Covariance antara kedua aktiva i dan j dihitung dengan menggunakan persamaan berikut: 31 Cov(Ri , Rj ) = p1[ri1 − E(Ri )][rj1 − E(Rj )] + p2[ri1 − E(Ri )][rj1 − E(Rj )] + ... + pN [riN − E(Ri )][rjN − E( Rj )] dimana : riN = tingkat return ke-n yang mungkin bagi aktiva i. rjN = tingkat return ke-n yang mungkin bagi aktiva j. pN = kemungkinan memperoleh tingkat return n bagi aktiva i dan j. N = jumlah hasil yang mungkin bagi tingkat return. Hubungan antara covariance dan korelasi adalah covariance dapat dianggap sebagai korelasi antara return yang diharapkan dari kedua aktiva. Secara khusus, korelasi antara return bagi aktiva i dan j didefinisikan sebagai covariance kedua aktiva dibagi hasil deviasi standar kedua aktiva: cor ( Ri , R j ) = cov( Ri , R j ) SD ( Ri ) SD ( R j ) Covariance dan korelasi secara konseptual memiliki pengertian yang sama. Membagi covariance dengan hasil deviasi standar akan menghasilkan angka korelasi yang dapat dibandingkan di antara aktiva yang berbeda. Koefisien korelasi dapat memiliki nilai berkisar dari =1,0 yang menunjukkan adanya pergerakan arah yang sama dengan sempurna, hingga -1,0 menunjukkan adanya pergerakan ke arah yang berlawanan dengan sempurna. 2.5.6 Strategi Manajemen Pasif Strategi investasi pasif pada dasarnya meliputi pendekatan buy and hold dalam jangka waktu yang lama. Manajer investasi ataupun investor membeli portofolio dengan target pendapatan tertentu. Setelah portofolio itu dibeli, 32 transaksi tambahan dilakukan dengan porsi sedikit untuk menginvestasikannya lagi kembali dan cenderung mempertahankan agar portofolio tetap sesuai dengan target pendapatan. Karena target biasanya luas –berupa indeks pasar yang terdiversifikasi- maka strategi manajemen pasif biasanya disebut pengindeksan (indexing) dan portofolio tersebut disebut indeks fund. Di Bursa Efek Indonesia portofolio ini terdapat dalam Exchange Traded Fund atau biasa disebut ETF. Gaya investasi pasif ini biasanya menganggap investor bertindak seolaholah berada di pasar saham yang efisien. Kombinasi portofolio keseluruhan hanya diubah jika sikap klien berubah, tingkat bunga sekuritas bebas risiko berubah, atau ramalan keseluruhan dari portofolio acuan berubah. Investor yang memiliki strategi manajemen pasif tidak menyangkal adanya peluang mengeksploitasi laba ataupun adanya beberapa investor dengan strategi aktif yang berkinerja baik. Tetapi mereka berpendapat bahwa pasar modal cukup efisien untuk mencegah investor aktif mendapatkan hasil yang abnormal secara konsisten, kecuali jika mereka memiliki informasi dari dalam (insider information). Mereka menganggap kesuksesan di masa lalu adalah keberuntungan bukan karena keahlian. Teori CAPM mengatakan bahwa pasar (market) adalah portofolio optimal dalam garis efficient frontier. Kondisi ini menyatakan bahwa portofolio pasar mengumpulkan seluruh informasi yang relevan tentang keadaan sekuritas. Dengan kata lain, seorang investor dapat menghilangkan kesulitan dalam melakukan analisa investasi yang terlalu dalam dan mendapatkan portofolio yang efisien hanya dengan memegang portofolio pasar (Bodie, Kane dan Marcus, 2008). 33 2.6 SOLVER Tools SOLVER merupakan seperangkat perintah yang kadang-kadang disebut alat bantu what-if analysis (what-if analysis : Suatu proses perubahan nilai dalam suatu cell untuk melihat bagaimana perubahan tersebut mempengaruhi hasil dari suatu formula/rumus pada worksheet Ms. Excel). Dengan menggunakan SOLVER, user dapat menemukan nilai optimal untuk suatu rumus yang ada di dalam suatu cell –yang disebut dengan target cell- dalam suatu worksheet Ms. Excel. SOLVER bekerja dengan sekelompok cell yang terkait (baik secara langsung maupun tidak langsung) dengan rumus dalam target cell. SOLVER menyesuaikan nilai-nilai dalam cell yang akan diubah-ubah nilainya yang telah ditentukan –disebut dengan adjustable cell- untuk menghasilkan hasil yang ditentukan pada rumus di target cell. User dapat menerapkan batasan-batasan (constraints) untuk membatasi nilai-nilai yang dapat digunakan oleh SOLVER dalam model, dan constraint tersebut dapat mengacu kepada cell lain yang mempengaruhi rumus yang ada di dalam target cell. 34