Proses pembentukan wilayah berdasar tenaga endogen Fenomena geologi dikawasan Tulungagung selatan adalah berupa munculnya gunung api (vulkanisme), tumbunya koral dan foraminifera yang membentuk endapan sedimen organik yang berupa batuan kapur dengan endapan yang sangat tebal (sedimentasi) dan pengangkatan kawasan tersebut hingga membentuk pegunungan (tektonik). Bersama dengan aktivitas – aktivitas tersebut diatas proses eksogen juga melakukan aktivitasnya, bahkan aktivitas proses ini terus berlangsung hingga saat ini. Vulkanisme Kegiatan vulkanisme yang ada di daerah ini sekarang tinggal bekas – bekasnya saja, yaitu berupa batuan beku hasil pembekuan magma yang ada pada lubang diatrema (sumbat lava) yang disebut juga dengan vulkanic neck maupun dalam bentuk intrusi yang tersingkap di beberapa tempat. Keberadaan batuan beku di kawasan ini merupakan fenomena yang sangat menarik. Hal ini disebabkan karena batuan tersebut berada ditengah – tengah daerah yang sebagian besar tersusun dari batuan kapur. Batuan beku yang berupa vulkanic neck yang ada di kawasan ini secara keseluruhan merupakan batuan masif yang secara morfologis muncul lebih tinggi daripada daerah sekitarnya dengan dinding – dinding yang sangat terjal. Batuan tersebut membetuk struktur aliran dengan arah tegak lurus. Hal ini sebagai bukti bahwa batuan beku yang ada di kawasan ini terjadi dari pembekuan magma yang terperangkap dalam lubang diatrema dari vulkan – vulkan aktif yang pernah ada di kawasan ini. Bentukan intrusi juga tersingkap di beberapa tempat, salah satunya terdapat di salah satu sisi pantai Pasir putih yang terletak di teluk Prigi Kecamatan Watulimo. Intrusi ini tersingkap karena adanya abrasi gelombang laut. Ditinjau dari sejarah geologinya seperti yang telah dikemukakan di atas, vulkan – vulkan di kawasan ini muncul pada kala Oligosen. Pada saat itu kawasan tersebut masih berupa laut, sehingga vulkan – vulkan tersebut membentuk pulau – pulau gunung api. Selanjutnya pada Miosen bawah koral dan foraminifera tumbuh di sekitar pulau – pulau tersebut dan membentuk sedimen organik yang berupa batuan kapur. Pada Miosen Atas, daerah ini mulai terangkat sehingga membentuk sedimen organik yang berupa batuan kapur. Pada Miosen Atas, daerah ini mulai terangkat sehingga membentuk pegunungan seperti saat ini. Dari sejarah geologi tersebut “keanehan” keberadaan batuan beku seperti tersebut di atas dapat dijelaskan. Jenis batuan beku di kawasan ini adalah andesit dan tersebar pada beberapa tempat antara lain berupa Gunung Sikambe dengan ketinggian 838 meter dan Gunung Suwur dengan ketinggian 855 meter. Kedua gunung tersebut terdapat di Desa Watuagung Kecamatan Watulimo yang tidak lain sebenarnya adalah vulcanic neck. Contoh lain yang menunjukkan kenampakan cukup bagus adalah Gunung Tanggul (660 meter) yang terdapat di Desa Bandung Kecamatan Besuki. Studi secara mendalam dari batuan beku di kawasan ini dapat dilakukan pada Gunung Sikambe yang terletak di Desa Watuagung. Studi di sini dapat dilakukan antara lain mengenai analisis susunan mineral, tekstur dan struktur batuannya serta proses-proses geologis lain yang telah dan sedang berpengaruh terhadap batuan tersebut. 2. Tektonik. Aktivitas tektonik di Pulau Jawa bagian selatan termasuk kawasan Tulungagung dan Trenggalek selatan sudah berlangsung sejak awal Paleogen, yaitu dengan munculnya sederetan pegunungan. Pengangkatan terus berlangsung sehingga pada kala eosen daerah tersebut telah berkembang menjadi geantiklin ini disertai dengan munculnya sederetan gunung api. Selanjutnya pada Miosen terjadi penurunan hingga daerah ini mengalami genang laut sedang gunung api yang ada muncul sebagai pulau-pulau gunung api dan disekitar pulau-pulau tersebut tumbuh koral dan foraminifera yang membentuk endapan kapur. Peristiwa terakhir yang secara tektonik memberikan warna dominan pada kawasan Tulungagung selatan terjadi pada Miosen atas. Pda saat itu terjadi pengangkatan daerah tersebut dan membentuk pegunungan selatan seperti yang ada saat ini. Berdasarkan kemiringan lapisan batuan (dip) yang ada di daerah ini dapat diketahui bahwa pengangkatan yang terjadi di kawasan ini berlangsung dengan kekuatan yang tidak sama. Dip yang mengarah ke Samudera Hindia menunjukkan bahwa pengangkatan di bagian utara kawasan ini lebih kuat daripada bagian selatan. Lapisan batuan kapur di kawasan ini banyak yang telah tersingkap sehingga studi mengenai stratigrafi dapat dilakukan dengan baik namun pengangkatan yang semakin kuat di bagian utara tidak bisa terus berlanjut, karena di bagian utara dari kawasan ini justru terjadi patahan yang membentuk gawir (escarpment) yang cukup terjal. Gawir yang ada di kawasan ini sebenarnya merupakan bagian dari gawir yang berskala lebih luas yang membentang dari Jawa Tengah bagian selatan hingga bagian selatan Jawa Timur bagian timur. Untuk kawasan Tulungagung selatan gawir tersebut dapat diikuti sejak dari sebelah selatan Desa Besole Kecamatan Campurdarat, sebelah selatan Desa Badung Kecamatan Besuki sampai di Desa Nglampir Kecamatan Watulimo. Gawir yang ada di kawasan tersebut memberikan gambaran yang sangat jelas yang berupa singkapan mengenai struktur lapisan- lapisan batuan yang menyusun kawasan ini. Melalui singkapan ini dapat dilakukan studi stratigrafi secara seksama seperti jenis batuan, kemiringan lapisan batuan, arah lapisan batuan, ketebalan lapisan batuan dan lain-lain sehingga proses-proses geologis yang pernah dan sedang berlangsung dapat dianalisis. Singkapan batuan tidak hanya terdapat di sepanjang gawir saja. Di Pantai Popoh yang berhadapan dengan laut lepas juga terdapat singkapan yang sangat bagus. Ada yang menarik dari singkapan yang ada di tempat ini, yaitu diantara beberapa lapisan batuan kapur tersisip suatu lapisan yang berbentuk lensa tipis yang terdiri dari jenis batuan lain, yaitu terdiri dari batuan pasir. Berdasarkan material penyusunnya, maka kemungkinan batuan ini merupakan hasil aktivitas vulkanik yang ada pada saat koral dan foraminifera mulai tumbuh pada Miosen Bawah. Sebagai objek studi mengenai stratigrafi dapat dilaksanakan di sini dengan baik karena tempat ini mudah terjangkau dan lapisan batuannya cukup bervariasi. Singkapan yang ada di sini dibentuk oleh hantaman gelombang (abrasi) dari Samudra Hindia. Singkapan yang terjadi oleh abrasi juga ditemukan di sepanjang bekas pantai klif di Teluk Sidem, namun keberadaannya telah banyak terganggu oleh bangunan pembangkit listrik tenaga air di tempat ini. Pengamatan terhadap salah satu singkapan batuan yang ada di gawir utara dapat dilakukan dari Desa Nglampir. Dari tempat ini, yaitu dari salah satu bagian ruas jalan raya yang menghubungkan kota Tulungagung – Pantai Prigi, dapat diamati secara jelas singkapan lapisanlapisan batuan kapur yang ada. Pada singkapan tersebut dapat diamati ketebalan lapiasan-lapisan, kemiringan lapisan batuan yang bervariasi, bahkan dibeberapa bagian terjadi struktur patahan yang sifatnya lokal. Prosese-proses eksogen terhadap batuan tersebut juga dapat diamati di sini. Dari tempat ini juga dapat diadakan pengamatan secara bagus sekali terhadap dua buah bekas vulkan yang membentuk vulkanic neck yang sekarang merupakan “menara” batuan beku yang menjulang jauh lebih tinggi daripada tempat-tempat disekitarnya. Kedua bekas vulkan tersebut adalah Gunung Suwur dan Gunung Sikambe. Dengan mengamati singkapan yang ada di Desa Nglampir, maka dapat di ketahui bahwa secara setmpat-setempat terjadi perbedaan kekuatan pengangkatan, namun secara umum sediment batuan gamping di kawasan Tulungagung/Trenggalek selatan mempunyai dip dengan kecenderungan miring kearah selatan (Samudra Hindia). Dua aktivitas geologi yang berupa vulkanisme dan tektonik berkaitan erat dengan terdapatnya batuan metamorf di kawasan Tulungagung selatan. Jenis batuan metamorf yang ada di kawasan ini adalah marmer, yaitu merupakan malihan dari batuan kapur. Mengenai proses terjadinya batuan marmer di daerah ini ada dua kemungkinan yang menyebabkannya, yang pertama adalah adanya aktivitas vulkanisme dan yang kedua adalah karena adanya proses tektonik yang telah berlangsung di daerah ini. Kemungkinan prosese vulkanik yang menyebabkannya bisa saja terjadi, karena meskipun kegiatan vulkan di kawasan ini pada umumnya muncul lebih dulu dari terbentuknya endapan batuan kapur, aktivitas vulkanisme yang berupa intrusi di daerah ini sebagai suatu kasus dapat saja muncul setelah pengendapan terjadi. Akibat panas yang ditimbulkan oleh magma yang barada di bawahnya, maka batuan kapur dapat berubah menjadi marmer (metamorfosis sentuh). Penjelasan ini barulah merupakan suatu hipotesis, karena sampai saat ini intrusi seperti yang diuraikan di atas yang belum dapat dibuktikan keberadaannya. Di samping belum/ tidak ditemukannya singkapan intrusi sebagai sumber panas terjadinya metamorfosis tersebut, kelemahan dari hipotesis tersebut adalah bahwa batuan marmer yang ada di daerah ini masih mempunyai komposisi mineral yang sama dengan batuan kapur yang ada disekitarnya. Perbedaan antara marmer dan kapur di sini hanya terletak pada strukturnya saja, yaitu lebih padat. Padahal jika benar-benar terjadi melalui metamorfosis sentuh, mestinya komposisi batuannya juga mengalami perubahan. Kemungkinan yang kedua adalah bahwa terjadinya batuan metamorf karena adanya tekanan yang tinggi yang berasal dari tenaga tektonik yang dialami oleh batuan kapur yang ada di kawasan ini. Tekanan yang tinggi ini bisa terjadi ketika pada daerah ini berlangsung aktivitas tenaga tektonik yang memberi tekanan besar pada batuan kapur yang ada. Jika kedua kelemahan dalam metamorfosisme sentuh seperti tersebut di atas tidak dapat di perbaiki, maka kemungkinan yang kedua inilah yang dapat digunakan untuk menjelaskan terjadinya batuan metamorf di kawasan ini. Batuan metamorf di kawasan ini tidak tersebar secara meluas, yaitu hanya disekutar Desa Besole.