BAB II KAJIAN TEORITIK A. Kemampuan Representasi Matematis

advertisement
BAB II
KAJIAN TEORITIK
A. Kemampuan Representasi Matematis
Janvier (Kartini, 2009) mengungkapkan bahwa konsep tentang
representasi merupakan salah satu konsep psikologi yang dipakai dalam
pendidikan matematika untuk menjelaskan tentang bagaimana cara
berfikir anak-anak. Cai, Lane, dan Jacabcain (1996) menyatakan bahwa
representasi
merupakan
cara
yang
sering
digunakan
untuk
mengkomunikasikan jawaban matematis antara lain:tabel, gambar, grafik,
pernyataan matematika ataupun kombinasi semuanya. Menurut NCTM
(2000) representasi merupakan cara yang digunakan seseorang untuk
mengkomunikasikan jawaban atau gagasan matematik yang bersangkutan.
Kartini (2009) mengungkapkan bahwa representasi matematis adalah
ungkapan-ungkapan dari ide-ide matematika (masalah, pernyataan,
definisi, dll) yang digunakan untuk memperlihatkan (mengkomunikasikan)
hasil kerjanya dengan cara tertentu (cara konvensional/tidak konvensional)
sebagai hasil interpretasi dari pikirannya. Representasi merupakan proses
pengembangan mental yang sudah dimiliki seseorang, yang terungkap dan
divisualisasikan dalam berbagai model matematika, yakni : verbal,
gambar, benda konkrit, tabel, model-model manipulatif atau kombinasi
dari semuanya (Steffe dalam Hudoyo, 2002). Menurut Jones dan Knuth
(1991) representasi merupakan model atau bentuk pengganti dari suatu
Pengaruh Pembelajaran Berbasis..., Dita Lusiana, FKIP UMP, 2017
situasi masalah yang digunakan untuk menemukan solusi. Sebagai contoh,
suatu masalah dapat direpresentasikan dengan gambar, kata-kata, atau
simbol matematika.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan
representasi matematis adalah kemampuan siswa untuk mengungkapkan
ide atau gagasan matematika ke dalam salah satu bentuk: gambar, diagram
grafik, tabel, simbol matematika, teks tertulis/kata-kata sebagai interpretasi
dari pikirannya.
Dalam penelitian ini indikator kemampuan representasi yang diteliti
adalah sebagai berikut:
1) Kemampuan menggunakan visualisasi berupa gambar untuk
menyelesaiakan masalah.
2) Kemampuan membuat model matematika dengan melibatkan
simbol-simbol dan ekspresi matematis dalam menyelesaikan
masalah.
3) Kemampuan
melibatkan
teks
tertulis
(kata-kata)
dalam
menyelesaiakan masalah.
B. Self-Efficacy
Bandura (1997) mendefinisikan bahwa self-efficacy merupakan
keyakinan seseorang tentang kemampuannya sendiri untuk menjalankan
perilaku tertentu atau mencapai tujuan tertentu. Orang lebih mungkin
terlibat dalam perilaku tertentu ketika mereka yakin bahwa mereka akan
mampu menjalankan perilaku tersebut dengan sukses yaitu, ketika mereka
Pengaruh Pembelajaran Berbasis..., Dita Lusiana, FKIP UMP, 2017
memiliki
self-efficacy
yang
tinggi.
Perasaan
self-efficacy
siswa
mempengaruhi pilihan aktivitas mereka, tujuan mereka, dan usaha serta
persistensi mereka dalam aktivitas-aktivitas kelas. Dengan demikian, selfefficacy pun pada akhirnya mempengaruhi pembelajaran dan prestasi
mereka (Bandura, 1982 & Zimmerman, 1995). Self-efficacy menurut
Ormord (2008) secara umum adalah penilaian seseorang tentang
kemampuannya sendiri untuk menjalankan perilaku tertentu atau mencapai
tujuan tertentu.
Ciri–ciri seseorang yang memiliki self-efficacy menurut Ormrod
(2008):
1) Seseorang yang memiliki self-efficacy tinggi lebih mengerahkan
segenap tenaga ketika mencoba suatu tugas baru dan tidak mudah
menyerah.
2) Seseorang yang memiliki self-efficacy rendah akan lebih bersikap
setengah hati dan begitu cepat menyerah ketika menghadapi
kesulitan.
3) Seseorang yang memiliki self-efficacy tinggi cenderung lebih banyak
belajar dan berprestasi dari pada seseorang yang memiliki selfefficacy rendah.
Tiga dimensi self-efficacy menurut Bandura (1997) yaitu sebagai
berikut:
1) Level/Magnitude
Pengaruh Pembelajaran Berbasis..., Dita Lusiana, FKIP UMP, 2017
Level/Magnitude berkaitan dengan derajat/level kesulitan tugas yang
dihadapi, di mana seseorang merasa mampu atau tidak untuk
melakukannya. Penerimaan dan keyakinan seseorang terhadap suatu
tugas berbeda-beda, mungkin orang hanya terbatas pada tugas yang
sederhana, menengah atau sulit. Keyakinan seseorang berimplikasi
pada pemilihan tingkah laku sesuai dengan tingkat kesulitan suatu
tugas. Seseorang terlebih dahulu akan mencoba tingkah laku yang
dirasa mampu dilakukannya dan menghindari tingkah laku yang
berada di luar batas kemampuannya.
2) Strength
Strength merupakan kuatnya keyakinan seseorang mengenai
kemampuan yang dimiliki. Hal ini berkaitan dengan ketahanan dan
keuletan individu dalam pemenuhan tugasnya. Individu yang
memiliki
keyakinan
dan
kemantapan
yang
kuat
terhadap
kemampuannya untuk mengerjakan suatu tugas akan terus bertahan
dalam usahanya meskipun banyak mengalami kesulitan dan
tantangan. Pengalaman memiliki pengaruh terhadap self-efficacy
yang diyakini seseorang. Pengalaman yang lemah akan melemahkan
keyakinan individu itu pula. Individu yang memiliki keyakinan yang
kuat terhadap kemampuan mereka akan teguh dalam usaha untuk
menyampaikan kesulitan yang dihadapi.
3) Generality
Dimensi
ini
berkaitan
dengan
keyakinan
seseorang
akan
kemampuannya melaksanakan tugas diberbagai aktivitas dan situasi
Pengaruh Pembelajaran Berbasis..., Dita Lusiana, FKIP UMP, 2017
tertentu. Aktivitas dan situasi yang bervariasi menuntut apakah
seseorang merasa yakin atau tidak yakin atas kemampuannya dalam
melaksanakan tugas.
Jadi, self-efficacy merupakan keyakinan atas kemampuannya untuk
mengatur dan melaksanakan tindakan yang mengarah pada pencapaian
tujuan tertentu agar berhasil di dalam tugas serta dapat mengarahkan ke
dalam pemilihan perilaku seseorang. Indikator self-efficacy pada penelitian
ini dikembangkan dari dimensi-dimensi yang dikemukakan oleh Bandura
(1997). Dimensi tersebut yaitu Magnitude/Level (Derajat kesulitan tugas
yang dihadapi, dimana seseorang mampu atau tidak untuk melakukannya),
Strength (Kuatnya keyakinan seseorang mengenai kemampuan yang
dimiliki), dan Generality (Keyakinan sesorang akan kemampuannya
melaksanakan tugas diberbagai aktivitas atau situasi tertentu).
Tabel 2.1 Indikator yang digunakan dalam penelitian.
Dimensi/Komponen
Indikator
Level (Derajat
1. Mampu
menyelesaikan
tugas
kesulitan tugas yang
matematika.
dihadapi, dimana
2. Mampu menghadapi tugas matematika
seseorang mampu atau
di luar kemampuan.
tidak untuk
melakukannya)
1. Bertahan dan ulet dalam mengerjakan
Strength (Kuatnya
soal matematika.
keyakinan seseorang
2. Kegigihan dalam menghadapi tugas
mengenai kemampuan
matematika.
yang dimiliki)
3. Pengaruh pengalaman pribadi.
Generality (Keyakinan 1. Konsisten pada tugas matematika dan
sesorang akan
aktivitas.
kemampuannya
2. Kesiapan menghadapi situasi.
melaksanakan tugas di
berbagai aktivitas atau
situasi tertentu)
Pengaruh Pembelajaran Berbasis..., Dita Lusiana, FKIP UMP, 2017
C. Model Pembelajaran Langsung
Pembelajaran langsung adalah suatu model pengajaran yang bersifat
teacher center. Menurut Arend (Trianto, 2009) bahwa model pembelajaran
langsung adalah salah satu pendekatan mengajar yang dirancang khusus
untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan
deklaratif (pengetahuan tentang sesuatu yang dapat berupa fakta konsep,
prinsip, atau generalisasi) dan pengetahuan prosedural (pengetahuan
tentang bagaimana melaksanakan sesuatu) yang terstruktur dengan baik
yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap, selangkah demi
selangkah.
Pembelajaran langsung tersebut berpusat pada guru, dan harus
menjamin terjadinya keterlibat siswa. Dalam hal ini, guru menyampaikan
isi/ materi akademik dalam format yang terstruktur, mengarahkan kegiatan
para siswa, dan menguji keterampilan siswa melalui latihan-latihan di
bawah bimbingan dan arahan guru. Jadi lingkungannya harus diciptakan
yang berorientasi pada tugas-tugas yang diberikan pada siswa.
Menurut Kardi&Nur (Trianto, 2009), ciri-ciri pembelajaran langsung
adalah sebagai berikut :
1) Adanya tujuan pembelajaran dan pengaruh model pada siswa
termasuk prosedur penilaian belajar.
2) Sintaks atau pola keseluruhan dan alur kegiatan pembelajaran.
3) Sistem pengelolaan dan lingkungan belajar model yang diperlukan
agar kegiatan pembelajaran tertentu dapat berlangsung dengan
Pengaruh Pembelajaran Berbasis..., Dita Lusiana, FKIP UMP, 2017
berhasil
yang
mendukung
berlangsung
dan
berhasilnya
pembelajaran.
Tahapan pelaksanaan pembelajaran langsung menurut Majid (2014)
adalah sebagai berikut :
1) Guru menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa
2) Mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan
3) Membimbing pelatihan
4) Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik
5) Memberikan kesempatan untuk latihan lanjutan dan penerapan
konsep
Menurut Majid (2014), pembelajaran langsung mempunyai beberapa
kelebihan, yaitu sebagai berikut :
1) Guru dapat mengendalikan isi materi dan urutan informasi yang
diterima oleh siswa, sehingga dapat mempertahankan focus
mengenai apa yang harus dicapai siswa.
2) Dapat diterapkan secara efektif dalam kelas yang besar maupun
kecil.
3) Merupakan cara yang paling efektif untuk mengajarkan konsep dan
keterampilan-keterampilan yang eksplisit kepada siswa yang
berprestasi rendah.
4) Menekankan kegiatan mendengarkan (melalui ceramah) sehingga
membantu sehingga membantu siswa yang cocok belajar dengan
cara-cara ini.
Pengaruh Pembelajaran Berbasis..., Dita Lusiana, FKIP UMP, 2017
5) Model
pembelajaran
direct
instruction
(terutama
kegiatan
demonstrasi) dapat memberikan tantangan untuk mempertimbangkan
kesenjangan antar teori (hal yang seharusnya) dan observasi
(kenyataan yang terjadi).
Selain
memiliki
kelebihan-kelebihan
tersebut,
pembelajaran
langsung juga memiliki kekurangan-kekurangan. Menurut Majid (2014),
kekurangan-kekurangan, yaitu sebagai berikut :
1) Sulit
untuk
mengatasi
perbedaan
dalam
hal
kemampuan,
pengetahuan awal, tingkat pembelajaran dan pemahaman, gaya
belajar, atau ketertarikan siswa.
2) Karena siswa hanya memiliki sedikit kesempatan untuk terlibat
secara aktif, sulit bagi siswa untuk mengembangkan keterampilan
sosial dan interpersonal mereka.
3) Karena
guru
memainkan
peran
pusat,
kesuksesan
strategi
pembelajaran ini bergantung pada image guru. Model pembelajaran
langsung sangat bergantung pada gaya komunikasi guru.
4) Jika model pembelajaran langsung tidak banyak melibatkan siswa,
siswa akan kehilangan perhatian setelah 10-15 menit, dan hanya
akan mengingat sedikit isi materi yang disampaikan.
D. Pembelajaran Berbasis Masalah
Menurut Kemendikbud (2013), pembelajaran berbasis masalah
merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang menyajikan masalah
kontekstual, sehingga merangsang siswa untuk belajar dan bekerja dalam
Pengaruh Pembelajaran Berbasis..., Dita Lusiana, FKIP UMP, 2017
tim untuk memecahkan masalah dunia nyata (real world). Adapun
pendapat Arend (Trianto, 2009) bahwa pembelajaran berbasis masalah
merupakan pembelajaran dimana siswa mengerjakan permasalahan yang
autentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri,
mengembangkan inkuiri dan ketrampilan berpikir tingkat lebih tinggi,
mengembangkan kemandirian, dan percaya
diri.
Sanjaya (2008)
menyatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah dapat diartikan sebagai
rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses
penyelesaian masalah yang dihadapi secara alamiah.
Menurut Kemendikbud (2013), menguraikan tahapan-tahapan
pembelajaran berbasis masalah yaitu:
Tabel 2.2 Langkah-Langkah PBM
Tahapan
Perilaku Guru
Fase 1
Menjelaskan
tujuan
pembelajaran,
Orientasi
siswa menjelaskan logistik yang dibutuhkan, dan
memotivasi siswa untuk terlibat aktif dalam
kepada masalah
pemecahan masalah yang dipilih.
Fase 2
Mengorganisasikan
siswa untuk belajar
Fase 3
Membimbing
penyelidikan
individu
kelompok
Membantu peserta didik mendefinisikan dan
mengorganisasikan tugas belajar yang
berhubungan dengan masalah tersebut.
Mendorong siswa untuk mengumpulkan
informasi yang sesuai, melaksanakan
eksperimen untuk mendapatkan penjelasan
dan dan pemecahan masalah.
Fase 4
Mengembangkan
dan
menyajikan
hasil karya
Membantu siswa dalam merencanakan dan
menyiapkan karya yang sesuai seperti
laporan, model dan berbagi tugas dengan
teman.
Pengaruh Pembelajaran Berbasis..., Dita Lusiana, FKIP UMP, 2017
Fase 5
Membantu siswa untuk melakukan refleksi
Menganalisa dan atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka
dan proses yang mereka gunakan.
mengevaluasi
proses pemecahan
masalah
Menurut Kemendikbud (2013), kelebihan pembelajaran berbasis
masalah di antaranya:
1) Dengan pembelajaran berbasis masalah pembelajaran akan lebih
bermakna. Siswa yang belajar memecahkan suatu masalah maka
mereka akan menerapkan pengetahuan yang dimilikinya sehingga
pembelajaran akan lebih bermakna.
2) Dalam
situasi
pembelajaran
berbasis
masalah,
siswa
mengintegrasikan pengetahuan dan ketrampilan secara simultan dan
mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan.
3) Pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan kemampuan
berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif siswa dalam bekerja, motivasi
internal untuk belajar, dan dapat mengembangkan hubungan
interpersonal dalam bekerja kelompok.
Adapun dalam penerapannya pembelajaran berbasis masalah
memiliki beberapa kelemahan. Menurut Sanjaya (2010) kelemahan
pembelajaran berbasis masalah diantaranya:
Pengaruh Pembelajaran Berbasis..., Dita Lusiana, FKIP UMP, 2017
1) Jika siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan
bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka siswa
akan merasa malas untuk mencoba.
2) Keberhasilan
pembelajaran
melalui
pemecahan
masalah
membutuhkan cukup banyak waktu untuk persiapan.
3) Tanpa pemahaman mengapa siswa berusaha untuk memecahkan
masalah yang sedang dipelajarai, maka siswa tidak dapat belajar
sesuai dengan yang diinginkan.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu pembelajaran yang
memberikan masalah-masalah yang dapat merangsang siswa untuk
berpikir dan menyampaikan ide-ide pada suatu masalah yang berorientasi
pada dunia nyata. Dalam pembelajaran berbasis masalah terdapat lima
tahapan yang dilaksanakan selama proses pembelajaran, secara garis besar
dalam pembelajaran berbasis masalah terdiri dari kegiatan menyajikan
masalah nyata dan bermakna bagi siswa, mengorganisasikan siswa dalam
kelompok, siswa melakukan penyelidikan, menyajikan hasil karya, dan
terakhir menganalisis.
E. Strategi Think Talk Write (TTW)
Menurut Kemp (1995) strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan
pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan peserta didik agar tujuan
pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Adapun pendapat
Gerlach dan Ely (Hamruni, 2012) bahwa strategi pembelajaran adalah
Pengaruh Pembelajaran Berbasis..., Dita Lusiana, FKIP UMP, 2017
cara-cara yang pilih untuk menyampaikan materi pembelajaran dalam
lingkungan pembelajaran tertentu. Jadi dapat disimpulkan strategi
pembelajaran adalah cara yang akan digunakan oleh guru pada proses
pembelajaran agar pelaksanaan berjalan dengan lancar dan tujuan
pembelajaran tercapai.
Strategi pembelajaran Think Talk Write merupakan strategi belajar
yang melalui tahapan berfikir, berbicara, dan menulis. Strategi ini pertama
kali diperkenalkan oleh Huinker dan Laughlin (1996), bahwa strategi
TTW membangun pemikiran, merefleksikan, dan mengorganisasikan ide
kemudian menguji ide tersebut sebelum peserta didik diharapkan untuk
menulis. Menurut Ansari (2003), strategi TTW dimulai dari keterlibatan
siswa dalam berfikir atau berdialog dengan dirinya sendiri setelah proses
membaca, selanjutnya berbicara dan membagi ide dengan temannya
sebelum menulis. Jadi, strategi Think Talk Write adalah strategi
pembelajaran yang dirancang dan dipengaruhi oleh pola interaksi siswa,
yang memberi kesempatan kepada siswa untuk berfikir (Think), berbicara
(Talk), dan menulis (Write).
Kegiatan siswa dengan menggunakan strategi TTW menurut Haji
(2014) sebagai berikut:
1) Siswa membaca dan memahami teks soal selanjutnya memikirkan
jawabannya (Think).
2) Siswa
mengkomunikasikan
ide-ide
yang
dimilikinya
dalam
menyelesaikan suatu soal kepada teman kelompoknya. Dalam
Pengaruh Pembelajaran Berbasis..., Dita Lusiana, FKIP UMP, 2017
kegiatan ini
mereka menggunakan bahasa dan kata-kata mereka
sendiri untuk menyampaikan pendapatnya (Talk).
3) Siswa menuliskan jawaban dari hasil diskusi dengan teman
kelompoknya (Write).
F. Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Strategi Think Talk Write
Pelaksanaan pembelajaran berbasis masalah dengan strategi Think
Talk Write yaitu penggabungan pembelajaran berbasis masalah dengan
strategi Think Talk Write. Proses pembelajarannya menggunakan sintaks
pembelajaran berbasis masalah dan di dalam pembelajaran menerapkan
strategi Think Talk Write. Adapun langkah-langkahnya berikut ini :
Tabel 2.3 Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah dengan
strategi TTW
Tahapan
Perilaku Guru
Fase 1
1. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran.
Orientasi siswa pada 2. Memotivasi siswa agar terlibat aktif dalam
masalah
pembelajaran kemudian guru memberikan
masalah kontekstual kepada siswa terkait
dengan matei yang di pelajari.
Fase 2
1. Guru membagi siswa ke dalam beberapa
Mengorganisasikan
kelompok dengan anggota kelompok
siswa untuk belajar
masing-masing 3-5 siswa.
2. Guru membagikan LKS yang berkaitan
dengan materi yang dipelajari.
3. Guru membantu setiap siswa dalam
mengidentifikasi dan mengkoordinasi
LKS yang diberikan.
Fase 3
1. Guru memberi kesempatan kepada siswa
Membimbing
untuk berpikir (Think) secara individu
penyelidikan
dalam mencoba menyelesaikan masalah
individu
dan
pada LKS yang diberikan.
kelompok
2. Guru meminta siswa untuk berkelompok
dengan anggota kelompoknya masingmasing, kemudian mendiskusikan hasil
pekerjaan masing-masing siswa dan
mencari jawaban yang benar. (Talk)
Pengaruh Pembelajaran Berbasis..., Dita Lusiana, FKIP UMP, 2017
Fase 4
1. Guru memberikan kesempatan kepada
Mengembangkan
siswa untuk menuliskan jawaban dari
dan menyajikan hasil
hasil diskusi pada lembar jawab yang
karya
sudah disediakan (Write) dan kemudian
mempersiapkan hasil diskusinya didepan
kelas.
2. Guru memanggil salah satu siswa pada
setiap kelompok untuk mempresentasikan
hasil kerja mereka dalam memecahkan
masalah.
3. Guru memberikan kesempatan kepada
siswa lain untuk berpartisipasi aktif
menanggapi hasil diskusi yang sedang
dipresentasikan.
Fase 5
1. Guru dan siswa membahas bersama setiap
Menganalisis
dan
pendapat yang telah dikemukakan siswa
mengevaluasi proses
dan melakukan evaluasi dari hasil
pemecahan masalah
presentasi.
2. Guru mempersilahkan siswa untuk
bertanya mengenai apa yang belum
dipahami dari materi yang telah dipelajari.
3. Guru
dan
siswa
bersama-sama
menyimpulkan hasil pembelajaran yang
diperoleh.
G. Materi Pembelajaran
Kompetensi Inti :
KI 1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.
KI 2. Menghargai dan menghayati perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab,
peduli (toleransi, gotong royong), santun, percaya diri, dalam
berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam
jangkauan pergaulan dan keberadaannya.
KI 3. Memahami dan menerapkan pengetahuan (faktual, konseptual, dan
prosedural)
berdasarkan
rasa
ingin
tahunya
tentang
ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian
tampak mata.
Pengaruh Pembelajaran Berbasis..., Dita Lusiana, FKIP UMP, 2017
KI 4.
Mengolah,
(menggunakan,
menyaji,
dan
mengurai,
menalar
merangkai,
dalam
ranah
konkret
memodifikasi,
dan
membuat) dan ranah abstrak (menulis, membaca, menghitung,
menggambar, dan mengarang) sesuai dengan yang dipelajari di
sekolah dan sumber lain yang sama dalam sudut pandang/teori.
Kompetensi Dasar dan Indikator :
1.1 Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya.
2.1 Menunjukkan sikap logis, kritis, analitik, konsisten dan teliti,
bertanggung jawab, responsif, dan tidak mudah menyerah dalam
memecahkan masalah.
2.2 Memiliki rasa ingin tahu, percaya diri, dan ketertarikan pada
matematika serta memiliki rasa percaya pada daya dan kegunaan
matematika, yang terbentuk melalui pengalaman belajar.
2.3 Memiliki sikap terbuka, santun, objektif, menghargai pendapat dan
karya teman dalam interaksi kelompok maupun aktivitas sehari-hari.
3.4 Menentukan persamaan garis lurus dan grafiknya.
3.4.1
Menentukan persamaan garis lurus melalui sebuah titik dan
gradien.
3.4.2
Menentukan persamaan garis lurus melalui dua titik
sembarang.
3.4.3
Menentukan persamaan garis lurus melalui sebuah titik dan
sejajar dengan garis yang diketahui persamaannya.
Pengaruh Pembelajaran Berbasis..., Dita Lusiana, FKIP UMP, 2017
3.4.4
Menentukan persamaan garis lurus melalui sebuah titik dan
tegak lurus dengan garis yang diketahui persamaannya.
3.4.5
Menentukan kedudukan dua buah garis yang saling sejajar
atau saling berimpitan.
3.4.6
Menentukan kedudukan dua buah garis yang saling
berpotongan atau berpotongan tegak lurus.
H. Penelitian Relevan
Ada beberapa penelitian yang berkenaan dengan kemampuan
representasi matematis dan self-efficacy siswa yang relevan dengan
penelitian ini. Penelitian yang dilakukan Dewanto (2008) menunjukkan
bahwa semakin tinggi self-efficacy mahasiswa makin tinggi pula
kemampuan representasi multiple matematisnya, yang artinya keyakinan
diri berkorelasi positif dengan kemampuan representasi matematis.
Penelitian yang dilakukan oleh Fitriani (2014) yaitu Studi Komparasi
Kemampuan Representasi Matematis Siswa Kelas VIII SMP N 1
Somagede dengan Pembelajaran Penemuan Terbimbing dan Pembelajaran
Berbasis Masalah, diperoleh hasil bahwa kemampuan representasi
matematis siswa kelas VIII SMP N 1 Somagede yang mengikuti
pembelajaran berbasis masalah lebih baik dari pada kemampuan
representasi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran penemuan
terbimbing.
Penelitian yang sama dilakukan oleh Rohana (2014), dengan judul
Pengaruh
Pembelajaran
Berbasis
Masalah
terhadap
Kemampuan
Pengaruh Pembelajaran Berbasis..., Dita Lusiana, FKIP UMP, 2017
Representasi Matematis Siswa kelas VIII SMP N 2 Sokaraja. Dalam
penelitiannya diperoleh hasil bahwa kemampuan representasi matematis
siswa kelas VIII SMP N 2 Sokaraja yang mengikuti pembelajaran berbasis
masalah lebih baik dari pada yang mengikuti pembelajaran langsung.
Berdasarkan penelitian di atas, menunjukkan bahwa melalui PBM
mampu berdampak positif terhadap kemampuan representasi matematis
siswa. Persamaan penelitian ini adalah sama-sama menggunakan PBM
dalam pembelajarannya. Perbedaan penelitian ini adalah Pengaruh
Pembelajaran Berbasis Masalah dengan strategi Think Talk Write terhadap
kemampuan representasi matematis dan self-efficacy siswa.
I. Kerangka Berpikir
Pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu pembelajaran yang
memberikan masalah-masalah yang dapat merangsang siswa untuk
berpikir dan menyampaikan ide-ide pada suatu masalah yang berorientasi
pada dunia nyata. Kegiatan pembelajaran ini, dipusatkan kepada masalahmasalah yang disajikan oleh guru dan siswa menyelesaikan masalah
tersebut secara berkelompok. Pembelajaran ini, siswa memahami konsep
atau materi dimulai dari belajar pada situasi masalah yang disajikan pada
awal pembelajaran, sehingga siswa di berikan kesempatan untuk
menyatakan ide-ide matematis yang akan membangun dan melatih pola
pikir siswa mereka dalam mencari solusi dari masalah yang diberikan.
Oleh karena itu, pembelajaran berbasis masalah mampu berdampak positif
terhadap kemampuan representasi matematis dan self-efficacy siswa.
Pengaruh Pembelajaran Berbasis..., Dita Lusiana, FKIP UMP, 2017
Untuk dapat mengoptimalkan kemampuan representasi matematis
dan self-efficacy siswa maka dipadukan dengan strategi Think Talk Write.
Strategi
TTW
memberikan
kesempatan
kepada
siswa
untuk
mengemukakan jawabannya dalam memecahkan masalah secara individu
maupun kelompok dan saling membantu sama lain. Melalui strategi TTW
memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir dalam menuangkan
ide-ide matematika untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Strategi
TTW juga merupakan salah satu pembelajaran yang dapat meningkatkan
aktifitas siswa dan kerjasama siswa hal itu dikarenakan dalam tahapan
pembelajaran TTW dimulai dari siswa Think (berpikir) secara individu,
Talk (berbicara) untuk mengkomunikasikan ide-ide yang dimilikinya
dalam menyelesaikan suatu masalah kepada teman kelompoknya dan
Write (menulis) jawaban dari hasil diskusi.
Dengan adanya penggunaan pembelajaran berbasis masalah dengan
strategi Think Talk Write diduga mampu membantu kemampuan
representasi matematis dan self-efficacy siswa menjadi lebih baik.
Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kerangka pikir bahwa melalui
pembelajaran berbasis masalah dengan strategi Think Talk Write dapat
berpengaruh positif terhadap kemampuan representasi matematis dan selfefficacy siswa.
J. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan permasalahan di atas, hipotesis dalam penelitian ini
adalah :
Pengaruh Pembelajaran Berbasis..., Dita Lusiana, FKIP UMP, 2017
1. Kemampuan representasi matematis siswa yang mengikuti
pembelajaran berbasis masalah dengan strategi TTW lebih baik
dari pada kemampuan representasi matematis siswa yang
mengikuti pembelajaran langsung
2. Self-efficacy siswa yang mengikuti pembelajaran berbasis masalah
dengan strategi TTW lebih baik dari pada self-efficacy siswa yang
mengikuti pembelajaran langsung.
Pengaruh Pembelajaran Berbasis..., Dita Lusiana, FKIP UMP, 2017
Download