Upstream Sector - Banking Journalist Academy

advertisement
Prospek Ekonomi Global dan Indonesia 2013
Subsidi Energi, Defisit Perdagangan, Depresiasi
Rupiah, dan Utang Luar Negeri Swasta
A. Tony Prasetiantono, Ph.D.
Komisaris Independen PermataBank
PermataBank’s Banking Journalist Academy
Jakarta, 11 Januari 2013
“Overview”








Krisis ekonomi global masih mengandung banyak ketidakpastian.
“Fiscal cliff” di Amerika Serikat tetap sulit ditebak hasilnya.
“Bailout” zona euro masih harus diikuti dengan austerity dalam janka menengah dan
panjang. Jika dilakukan terlalu ketat, justru menyebabkan kontraproduktif.
Subsidi energi (subsidi BBM dan subsidi listrik) terlalu besar, sehingga mengganggu
fiscal sustainability.
Untuk pertama kalinya dalam sejarah perekonomian modern (tahun 1960-an),
Indonesia mengalami defisit neraca perdagangan.
Utang luar negeri swasta diam-diam terus meningkat, sehingga bisa memicu
masalah baru.
Dibandingkan krisis finansial Asia 1997-1998, kini kita diuntungkan oleh kondisi
industri perbankan yang sehat, yang tercermin dari: (1) tingkat profitabilitas, (2)
kuatnya permodalan, yang ditunjukkan dengan CAR rata-rata 17 persen, (3)
kemampuan mengelola risiko, (4) tata kelola (governance) yang jauh lebih baik.
Minimal, industri perbankan bukan lagi menjadi pintu masuk bagi transmisi krisis
ekonomi global, sebagaimana terbukti pada tahun 2009.
Krisis Zona Euro: Semua Bermula dari “Welfare State”
 Greece € 300 billion
 Ireland € 150 billion
 Portugal € 160 billion
 Spain € 640 billion
 Italy
€ 1,8 trillion
As comparison, in the previous
crisis, total debt of Lehman
Brothers was USD 613 billion in
2008.
Angela Merkel
Krisis Zona Euro: “Austerity” Vs “Fiscal Consolidation”
Managing Director IMF Christine Lagarde mengkritik austerity, karena dianggap
“membunuh kesempatan kerja”, dan menawarkan konsolidasi fiskal yang berbasiskan
stimulus fiskal. Sementara itu, Menteri Keuangan Jerman Wolfgang Schaeuble ngotot
bahwa austerity cocok diterapkan di negara-negara zona euro yang terkena krisis,
khususnya Yunani.
Olivier Blanchard: Krisis Zona Euro Bakal Lama
 Kepala Ekonom IMF


Prof Olivier Blanchard, Kepala Ekonom IMF, mantan profesor
Massachussetts Institute of Technology.
Olivier Blanchard
mengatakan, krisis
zona euro merupakan
problem struktural.
Solusinya bakal makan
waktu lama.
Harus diselesaikan
secara bertahap. Tak
ada solusi yang
bersifat “quick fix”.
Fiscal Cliff (“Tebing Fiskal”)





Meski program welfare state di zona euro telah
menyebabkan krisis, pemerintah Federal AS tidak
berencana menurunkan belanja untuk social
security, pensiun, tunjangan untuk veteran, dsb.
Presiden Obama melakukan
pemangkasan anggaran, untuk
menurunkan defisit APBN.
Saat krisis subprime mortgage,
defisit mencapai USD 1,5 triliun,
atau 10 % terhadap PDB.
Pemotongan defisit diharapkan
mencapai 50%.
Sepuluh tahun kemudian, utang
pemerintah Federal diharapkan
turun 50% menjadi USD 7 triliun.
Pemerintah juga berencana
menaikkan pajak orang kaya,
sehingga dapat terhimpun USD
700 miliar.
‘Indonesia Rising’? (Nouriel Roubini)




Indonesia dipuji oleh Nouriel
Roubini, profesor dari Stern,
NYU. Katanya, “Goodbye China,
Hello Indonesia”. Benarkah?
Apa persamaan dan (terutama)
perbedaan Indonesia dengan
China?
Hint: leadership Deng Xiaoping
menjadi kunci/faktor pembeda.
Indonesia negara autopilot? Apa
artinya?
Subsidi Energi Mengerikan!



Subsidi energi 2012 akan mencapai Rp 306 triliun, dari APBN 2012 sebesar Rp 1.540
triliun. Berarti subsidi energi mencapai 20 persen, atau setara dengan anggaran
pendidikan.
Tahun 2013, pemerintah menganggarkan subsidi energi Rp 274 ,7 triliun dari
anggaran Rp 1.658 triliun. Kenapa subsidi 2013 turun daripada 2012? Alasan
pemerintah: (1) pemerintah menaikkan tarif dasar listrik (TDL) sebesar 15 persen,
dan (2) permintaan minyak dunia 2013 akan turun, seiring dengan krisis ekonomi
global, sehingga harga minyak dunia akan turun ke level USD 100/barrel.
Asumsi pemerintah soal harga minyak dunia turun hanya didasarkan pada sisi
permintaan. Padahal, dari sisi penawaran, produsen minyak juga bisa menurunkan
suplai-nya. Saya tidak mudah percaya harga minyak dunia akan turun pada 2013.
Karena itu, asumsi bahwa subsidi energi 2013 bakal turun, tidak realistis. Selama
pemerintah tidak berani menaikkan harga BBM bersubsidi, maka konsumsi akan
terus naik, sehingga subsidi energi pun akan naik, bisa di atas Rp 320 triliun. Ini
mengerikan.
Financial Deepening, Financial Inclusion (1)





Pertumbuhan ekonomi Indonesia 2012 mencapai 6,3%, hanya kalah dari China
(7,5%), namun lebih tinggi daripada India (5,6%).
Pertumbuhan ekonomi tinggi saja tidak cukup, masih diperlukan perubahan
struktural, termasuk di industri perbankan.
Financial deepening harus diperdalam. Rasio kredit yang disalurkan bank terhadap
Produk Domestik Bruto (PDB) hanya 32%. Kita cuma setara dengan Filipina, namun
tertinggal oleh India (50%), apa lagi Vietnam (112%), Singapura (113%), Malaysia
(116 %), China (127%) dan Thaiand (132%).
Berdasarkan survei Bank Dunia (2010), lebih dari 50% penduduk yang belum
terjamah oleh akses keuangan formal. Itulah sebabnya praktik perbankan informal
(shadow banking) yang membebankan suku bunga tinggi kepada nasabah tetap
tinggi.
Penurunan suku bunga secara cepat menjadi salah satu opsi yang dipilih, namun
tetap ada batasnya. Pada titik tertentu, penurunan suku bunga akan terhenti.
Financial Deepening, Financial Inclusion (2)


BI menekankan perlunya bauran kebijakan (policy mixed), yakni tidak sekadar
mengandalkan instrumen suku bunga yang kini terpaku pada BI rate 5,75 persen.
Jika memperhatikan inflasi 2012 yang "hanya" 4,3 persen, sebenarnya BI rate masih
bisa diturunkan menjadi 5,25 persen. Namun dengan kondisi rupiah yang tertekan
oleh kondisi neraca perdagangan, maka rupiah memerlukan depresiasi agar dapat
memperkuat daya saing produk-produk ekspor kita.
BI memperkenalkan trust, yakni kegiatan usaha bank untuk mengelola devisa yang
dititipkan oleh eksportir. Tujuannya agar devisa hasil ekspor masuk ke dalam sistem
finansial Indonesia. Tidak mudah meyakinkan eksportir, namun kebijakan ini
memang perlu dicoba. Cadangan devisa kita kini USD 110 miliar, yang ekuivalen
dengan kebutuhan impor dan pembayaran utang 5,7 bulan. Negara setara kita yang
cadangan devisanya lebih rendah cuma Filipina (USD 82 miliar), selebihnya lebih
tinggi: Malaysia (USD 138 miliar), Thailand (USD 181 miliar), Singapura (USD 252
miliar), India (USD 295 miliar), Hong Kong (USD 301 miliar), Taiwan (USD 398 miliar)
dan China (USD 3,285 triliun).
Utang LN: Pengalaman Krisis 1997-1998
 Perekonomian Indonesia pernah mengalami krisis hebat 1997-1998 yang


disebabkan oleh kombinasi antara: (1) besarnya utang luar negeri, baik oleh
pemerintah maupun swasta, yang tidak dapat diimbangi dengan cadangan
devisa yang memadai; (2) perekonomian mengalami overheating yang
ditandai dengan defisit transaksi berjalan (current account deficit) yang
terus membesar hingga sebelum krisis; (3) terjadinya praktik moral hazard
di industri perbankan dan perekonomian secara keseluruhan; (4) kenaikan
NPL yang disebabkan oleh overinvestment di sektor properti; (5) faktor
nonekonomi: krisis kepemimpinan nasional.
Pada 1998, utang luar negeri Indonesia mencapai USD 130 miliar, yang
terdiri dari utang pemerintah USD 65 miliar dan utang swasta USD 65 miliar.
Cadangan devisa waktu itu hanya USD 20 miliar.
Utang swasta jatuh tempo dalam jangka pendek, padahal penggunaannya
dalam jangka panjang (mismatch).
Kondisi Terkini: Utang Luar Negeri Swasta
 Utang luar negeri mengalami peningkatan menjadi private debt to GDP ratio

27,3%; debt service ratio (DSR) 30,8%; debt to export 103,2%; short-term to
reserve 45,9% (2012). Ini meningkat dari tahun sebelumnya: debt to GDP
ratio 26,4%; debt service ratio (DSR) 21,1%; debt to export ratio 97,4%;
short-term to reserve ratio 42,5% (2011).
Utang luar negeri swasta harus diwaspadai, karena bisa menjadi silent killer,
di saat kita hanya asyik mengamati utang pemerintah (public debt) yang
dinyatakan aman pada level Rp 2.000 triliun atau rasio utang pemerintah
terhadap PDB “hanya” 25%.
Utang Luar Negeri Indonesia (Publik dan Swasta)
Billion
USD
Public (Gov't and BI) (lhs)
Private (lhs)
Billion
USD
Total (rhs)
248.2
Posisi ULN Indonesia (Publik dan Swasta)
250
225.4
140
125.1
202.4
120
155.1
148.1
141.3
133.1
131.3
135.4
141.2
134.5
132.6
106.7
80.6
75.8
80.2
83.3
80.9
74.5
69.4
67.3
74.9
75.7
110.2
59.6
58.6
60
86.6
80
107.8
150
123.1
141.7
136.1
96.9
118.6
150.9
99.3
100
118.6
172.9
200
100
83.8
73.6
68.5
60.6
56.8
54.3
58.0
54.5
56.8
63.7
66.8
72.4
83.6
53.9
82.2
54.9
48.2
52.5
38.3
20
27.4
40
55.3
79.9
50
2011
2010
2009
2008
2007
2006
2005
2004
2003
2002
2001
2000
2012 (Okt)
Sumber : DInt/PPLN, Bank Indonesia 2012.
1999
1998
1997
1996
1995
1994
0
1993
0
Utang Luar Negeri Swasta: Bank & Nonbank
ULN Swasta Bank vs Non Bank
juta USD
Bank
Bukan Bank
Total
120,000
112,297
95,544
100,000
99,310
85,245
80,000
60,000
50,983
46,440
53,909
48,558
67,896
62,150
60,651
55,011
73,210
67,312
40,000
20,000
4,544
5,351
5,640
5,747
5,898
10,299
12,987
0
2006
2007
2008
Sumber : BI, SEKI (Statistik Ekonomi & Keuangan Indonesia)
2009
2010
2011
2012 (Sept)
Pertumbuhan Ekonomi ‘Emerging Markets’ Asia
Rasio Utang Pemerintah terhadap PDB
Cadangan Devisa ‘Emerging Markets’ Asia
Cadangan Devisa ‘Emerging Markets’ Asia
Suku Bunga di Asia
Hampir Semua Mata Uang Asia Terdepresiasi Vs USD
Mungkinkah Harga Minyak Dunia Turun pada 2013?






Supply dan demand minyak dunia kini amat berimpit di level 80-an juta barrel per
hari. Akibatnya, sedikit insiden saja bisa menimbulkan kenaikan harga minyak.
Arab Saudi adalah produsen terbesar dengan 10 juta barrel/hari.
Terdapat misleading bahwa Indonesia adalah produsen yang besar. Itu
dulu, tahun 1980-an. Kini lifting sudah di bawah 900.000 barrel per hari dengan
penduduk 240 juta orang. Tahun 1980-an, lifting pernah 1,6 juta barrel per hari
dengan penduduk hanya 140 juta orang.
Harga minyak beberapa pekan terakhir ini menurun drastis, karena demand turun
tajam, seiring dengan kekhawatiran krisis ekonomi zona euro yang segera
tertransmisikan ke seluruh dunia.
Di satu pihak, penurunan harga minyak dunia (Brent dan West Texas Intermediate)
memberi jaminan harga BBM bersubsidi tak akan dinaikkan. Namun ini juga berarti
hilangnya momentum untuk mendorong energi alternatif.
Harga komoditas lain ikut turun, ekspor Indonesia tertekan cukup hebat. Meski
demikian, bisnis berbasis sumber daya alam masih prospektif.
APBN 2012 dan 2013 (Rp triliun)
URAIAN
A. Pendapatan Negara dan Hibah
I. Penerimaan Dalam Negeri
1. Penerimaan Perpajakan
2. Penerimaan Negara Bukan Pajak
II. Hibah
B. Belanja Negara
I. Belanja Pemerintah Pusat
1. Belanja Kementerian/Lembaga
2. Belanja Non Kementerian/Lembaga
II. Transfer ke Daerah
1. Dana Perimbangan
2. Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian
C. Keseimbangan Primer
D. Surplus/Defisit Anggaran (A-B)
% terhadap PDB
E. Pembiayaan
I. Pembiayaan Dalam Negeri
II. Pembiayaan Luar Negeri (netto)
Kelebihan/(Kekurangan) Pembiayaan
2012
APBNP
Outlook
1.358,2
1.357,4
1.016,2
341,1
0,8
1.548,3
1.069,5
547,9
521,6
478,8
408,4
70,4
(72,3)
(190,1)
(2,23)
190,1
194,5
(4,4)
0,0
1.372,4
1.366,4
1.021,8
344,6
6,0
1.551,5
1.068,8
507,5
561,3
482,7
412,3
70,4
(67,2)
(179,1)
(2,16)
185,8
194,9
(9,1)
6,7
2013
RAPBN
1507,7
1503,3
1178,9
324,3
4,5
1657,9
1139,0
547,4
591,6
518,9
453,3
83,6
(36,9)
(150,2)
(1,62)
150,2
169,6
(19,5)
0,0
Perkembangan “Energy Mix”, 2008-2015
100%
80%
60%
40%
20%
0%
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
BBM
36%
25%
22%
23.0%
13.8%
9.7%
7.2%
5.5%
Bio Diesel & EBT Lainnya
0%
0%
0%
0.1%
0.5%
0.5%
0.5%
0.5%
Hydro
9%
8%
12%
6.8%
6.3%
6.2%
5.8%
5.3%
Panas Bumi
3%
3%
3%
5.1%
4.8%
4.8%
4.5%
5.3%
Gas
17%
25%
25%
21.0%
23.2%
22.1%
24.5%
24.0%
Batubara
35%
39%
38%
44.1%
51.4%
56.7%
57.6%
58.8%
Ketidakadilan Subsidi Energi
Beberapa konsumen bisnis besar memperoleh jumlah subsidi yang signifikan
Bisnis: Fokus pada analisis dampak dari
kenaikan tarif konsumen dengan energi
intensif
Aktivitas dari top 200
pelanggan B3 dari segmen
Bisnis
Pelanggan dan proporsi subsidi
2011, persen
Persen konsumsi
1.98 jt
pelanggan.
B3
0.2%
14.5%
B2
100% =
Top 10 Pelanggan B3 Indonesia
Subsidi1,
Rp Miliar
Angkasapura
5.6 Airport
Rp 9 tn
44.8%
Others
Condo.
10%
8%
Mall
Supermal Karawaci
2.0
Shopping mall
Mulia Inti Pelangi
1.8
Shopping mall
Senayan City
1.6
Shopping mall
45%
HQ 17%
B1
85.3%
25.4%
10%
11%
Publik/ Hotel
airport
29.8%
Pelanggan
Subsidi
Segmen Bisnis
Top 200 pelanggan
memperoleh 34% subsidi
B3
1 Diestimasikan berdasarkan konsumsi bulanan dan tingkat rata-rata subdsidi
SUMBER:
PLN; Analisis tim SLA
24
Gandaria City
1.3
Shopping mall
Metro Kentj
1.3
Shopping mall
Ngurah Rai
1.2
Airport
Artha Gading
1.2
Shopping mall
Senayan Trikarya
1.1
Shopping mall
Pacific Place
1.1
Shopping mall
SUBSIDI LISTRIK
Dalam beberapa tahun terakhir, subsidi aktual berada
di atas perkiraan awal secara signifikan
Perbandingan subsidi rencana dan aktual dari Kementerian Keuangan
Rp Triliun, 2005-2011
+129%
90.8 93.0
APBN
APBN-P
+164%
Hasil Audit BPK
78.6
+52%
55.1 57.6
53.7
60.3
46.0 47.5
31.2 33.9
32.4
25.8
40.7
37.8
37.5
29.8
17.0
2006
07
08 1)
09
10
2011 2)
1) Pada tahun 2008, terjadi kenaikan harga minyak sebesar 65% dari tahun sebelumnya.
2) Pada tahun 2011, terjadi kenaikan harga minyak sebesar 35% dari tahun sebelumnya dan terjadi kenaikan pemakaian
BBM.
SUMBER: Kementerian Keuangan, RUPTL
25
Perkiraan beban subsidi dalam 5 tahun ke depan
berisiko membengkak hingga ~Rp 590 Triliun
Est. subsidi
2012-16
Perkiraan total subsidi yang dibutuhkan PLN untuk mendukung pertumbuhan
industri tenaga listrik
Rp Triliun
590
Rp Tn
140
131
119
120
121
104
102
101
100
118
Skenario
“Pessimistic”
440
93
Rp Tn
87
79
80
74
54
60
58
Di tahun 2012, anggaran subsidi
disetujui hanya Rp 65 Triliun – jika
berkelanjutan akan membahayakan
sustainability PLN juga penjaminan
Pemerintah
37
40
20
0
2005
06
07
08
09
Skenario dasar
PLN
77
10
SUMBER: Proyeksi Finansial PLN (Mei 2012), Analisis tim
11
26
12E
13E
14E
15E
2016E
PDB Dunia (nominal dan PPP), 2011
Source: World Economic Outlook IMF, 2012
PDB Asia Tenggara, 2011
Ekspor Nonmigas Indonesia Menurut Destinasi 2012 (USD Juta)
Impor Nonmigas Indonesia Menurut Negara Asal (USD Juta)
Neraca Perdagangan Indonesia Nonmigas, 2011-2012
Aset Total Industri Perbankan, 2005-2012
Dana Pihak Ketiga Industri Perbankan, 2005-2012
NPL, NIM dan ROA Industri Perbankan, 2005-2012
Rasio LDR Industri Perbankan, 2005-2012
“Economic Outlook” 2013
Economic
indicators
2011
2012*
2013*
GDP growth (%)
6.5
6.3
6.1-6.5
Inflation (%)
3.79
4.5
5.0-6.0
8,600-8,800
9,500-9,600
9,400-9,500
6.00
5.75
5.75-6.25
25
23
21
Exchange rate
(Rp/USD)
BI rate (%)
Loan growth (%)
Indikator Utama Ekonomi Indonesia
Indicator
Total GDP
∞ Rp 8,000 trillion (USD 800 billion)
Population
242 million
Per capita GDP
USD 3,500/person/year
Economic growth
4.5% (2009), 6.1% (2010), 6.5% (2011)
6.3% (projected, 2012), 6.1-6.5% (projected, 2013)
Inflation rate
2.78% (2009), 6.96% (2010)
3.79% (2011), 4.3% (yoy end of December 2012)
Interest rate (BI rate)
5.75% (January 2013)
International reserve
USD 112 billion (November 2012)
Trade surplus (X-M)
USD 22.6 billion (2009); USD 22.12 billion (2010)
USD 23.6 billion (2011); deficit USD 2 billion (2012)
Government budget 2013
Rp 1,680 trillion (USD 170 billion)
Outlook 2013 (1)
 Meningkatnya utang LN oleh swasta merupakan konsekuensi dari


pertumbuhan ekonomi yang meningkat. Hal ini mirip dengan tren
menjelang krisis 1997-1998, di mana perekonomian Indonesia mengalami
overheating, yang ditandai dengan defisit transaksi berjalan.
Kini juga terjadi tekanan terhadap transaksi berjalan, meski tidak sehebat
tahun 1996. Yang juga membedakan, posisi cadangan devisa kita sekarang
USD 112 miliar, dibandinglan USD 20 miliar (1998) dan USD 60 miliar saat
krisis subprime mortgage (2009).
Di masa lalu, utang luar negeri swasta terutama didorong oleh disparitas
suku bunga kredit antara Indonesia dan luar negeri (negara-negara
kreditor). Namun kini Indonesia sudah mulai bisa menekan suku bunga,
sehingga mestinya utang luar negeri bisa mulai ditekan. Sementara itu,
upaya menekan suku bunga kredit lebih lanjut harus terus dilanjutkan.
Outlook 2013 (2)
 Stabilitas rupiah yang akhir-akhir ini mulai dapat diwujudkan, bisa jadi juga

menjadi salah satu faktor pendorong terjadinya kenaikan utang luar negeri
swasta. Dengan rupiah yang stabil, para debitor seperti mendapatkan
semacam certainty dan confidence untuk melakukan transaksi utang luar
negeri.
Bank Indonesia perlu (atau sudah?) melakukan survei dan focus group
discussion terhadap para debitor swasta utang luar negeri, untuk mendapat
gambaran, mengapa mereka memilih berutang dari luar negeri ketimbang
kredit domestik? Faktor-faktor tersebut bisa diduga berupa: (1) urgensi
(misalnya untuk membeli barang modal atau mesin-mesin yang harus
diimpor); (2) kesepakatan dengan mitra di luar negeri; (3) suku bunga; (4)
merasa “nyaman” dan diuntungkan oleh stabilitas kurs rupiah (tidak seperti
kasus krisis 1998); (5) agresivitas kreditor asing menawarkan kredit, karena
mereka memandang Indonesia potensial dan tahan krisis.
Outlook 2013 (3)
 Otoritas keuangan harus memberi batasan (ceiling) pada utang luar negeri



swasta (entitas bisnis swasta, BUMN, institusi).
Pemerintah, BI dan OJK perlu melakukan berdiskusi sekaligus melakukan
moral suasion terhadap para pengusaha swasta dan entitas bisnis (BUMN
dan swasta), agar mereka mau memanfaatkan jasa perbankan nasional.
Perlu penjelasan, bahwa bank-bank kita sudah amat canggih dalam hal
teknologi dan pelayanan, sehingga tidak ada alasan untuk terus menerus
menggunakan jasa bank asing. Demikian pula soal utang luar negeri agar
dapat “dibelokkan” ke utang domestik.
Tanpa upaya preventif ini, utang luar negeri swasta dapat menjadi time
bomb dan sillent killer yang bisa menjadi batu sandungan perekonomian
Indonesia di kemudian hari.
Batu sandungan lain adalah subsidi energi yang terlalu besar, daya stimulus
fiskal yang lemah, serta kenaikan upah minimum yang terlalu agresif. ****
Olivier Blanchard &
A. Tony Prasetiantono.
Download