Sernin B I (S.P il'l ar danRapaf Tahunanke-1 Wilayah Barat tsidang Bahasa Talrun2|lfl9 lir.. PR$SIEEE.NG Tongg sl 22 don 23 Juli 2009 Bertempqt di Hotel $wqrns Dwipo Pqlembong :- .ii ,'. '. ! r''-i. ,..,":a c{5 <!d2 ,--.ft '<_- i tat4 *i: & e: F E I E, B w F. E pl F F: Yi ir F- *. k & B, ffi i3::-1. 1:j:a:: : l-.: 2009 swanrepwip*r :, .. '' .' Tanggal 22 dwt23 Juli fiffieaidigoter ,.:".:, l Penyrmting: Ssfendi tvLA" Ph"D. Peaerbit: Lq&o*0'Sa&ass dail FKIP Univemins $riw[iaya 2009 ..,.J' i=#t ffi ffi ffi E E. E:: E & 7.!,:; K*EW*'Sukit Botu Jdan$rijaya Negara Palernbang 30139 1t$. & Fax. S7l I.3549E1 E-rualrtr ; [email protected] Website ; www.lb.unsri.ac. id. Irilt.3-E-i CV. NURYZ Bersaudara Jl. P'adang Selasa No. 574 Bukit Besar Palembang Telp. 07 I 1.3 1 1233 Far. 071 1.355210 E-mail : [email protected] ISBil l?8-l?l-I05b5-5-3 ffiilffiNtffiltffit[]H 9n78979trEr6555n E. ?:' ii. t PROSIIDING Seminqr dqn Ropot Tshunqn ke-S BKS-PTN Wiloyoh Bqrot Bidong Bohoso Tqhun 2009 Tongg sl 22 don 23 Juli 2009 Berlempqt di Hotel Swqrno Dwipo Polembong Penyunting : Sofendi, M.A, Ph.D. Penerbit : Lembaga Bahasa dan FKIP Universitas Sriwijaya 2009 KATA PENGANTAR Ferguruan tinggi negeri yang terdaftar sebagai anggota BKS-PTN Wilayah Barrajt Bidang Bahasa adalah Universitas Syiah Kuala, Universitas Negeri Medan, dr*versrtas Sumatera Utara, Universitas Riau, Universitas Negeri Padang, Universitas Andalas. STSI Padang Panjang, Universitas Jambi, Universitas Sriwijaya, Universitas Bengkulu, Universitas Lampung, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Universitas I'.{egeri Jakarta, Universitas Tanjungpura, Universitas Lambung Mangkurat, dan Universitas Palangkaraya. Setiap tahun, anggota BKS-PTN Wilayah Barat Bidang Bahasa mengadakan Seminar dan Rapat Tahunan (Semirata). Pada tahun 2009 ini, Sernirata ke-lima BKS-PTN Wilayah Barat Bidang Bahasa dilaksanakan oleh Fakultas Keguruan dan llmu Pendidikan, Universitas Sriwijaya, sebagai tuan rumah, bertempat dt Hotel Swarna Dwipa pada tanggal 22 dan 23 Juli 2009. Tema Semirata tahun ini adalah "Pengembangan Soff Ski/Is Lulusan Melalui Pembelajaran Bahasa, Sastra, dan Seni Menuju lndustri Kreatif'. Semirata tahun ini terdiri dari dua agenda utama, yaitu rapat pimpinan anggota BKS-PTN Wilayah Barat Bidang Bahasa dan seminar nasional. Rapat pimpinan dihadiri oleh semua pimpinan fakultas atau sekolah tinggi yang tergabung dalam keanggotaan BKS-PTN Wilayah Barat Bidang Bahasa. Seminar nasional dihadiri oleh dosen-dosen bahasa dan seni dari anggota BKS-PTN Wilayah Barat Bidang Bahasa, guru-guru bahasa dari SMP dan SMA, dan mahasiswa baik sebagai pemakalah maupun sebagai peserta. Pelaksanaan semirata tahun ini didanai oleh BKS-PTN Wilayah Barat, Universitas Sriwijaya, Fakultas Keguruan dan llmu Pendidikan Universitas Sriwijaya, Lembaga Bahasa Universitas Sriwijaya, Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan, Pemerintah Kota Palembang, Bank Sumsel, Bank BNl, dan pemakalah dan peserta seminar. Mudah-mudah semirata tahun ini dapat memberikan sumbangsih yang lebih bermakna untuk perkembangan pendidikan dan pengajaran bahasa, sastra dan seni di lndonesia. Palembang,lT Juli 2009 Ketua Panitia, Sofendi, M.A., Ph.D. DAFTAR ISI Page KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI ii USING PEER REVIEWING TECHNIQUE THROUGH BLOG IN ORDER TO DEVELOP THE WRITING SKILLS OF STUDENTS OF ENGLISH TEACHING FACULTY AT lAtN RADEN FATAH PALEMBANG - Annisa Astrid, S.Pd., M.Pd., lAlN Raden Fatah 1 PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN MENYIMAK BERITA DAN LAGU MELALUI MTCROSOFT POWERPOINT 2003- Drs. Arono, M.Pd., FKIP Unib PENGGUNAAN KOMPUTER DALAM PENGAJARAN DAN PEMBELAJARAN MEMBACA PERMULAAN - Drs. Auzar, MS., FKIP Unri 20 RELATIONSHIP BETWEEN LANGUAGE LEARNING STRATEGIES USED BY PEKANBARU SENIOR HIGH SCHOOL STUDENTS AND GENDER FACTORS. Drs. H. FakhriRas, M.Ed., FKIP Unri 29 CONSTRUCTING A STANDARDIZED TEST. SOfENdi, M.A., Ph.D., FKIP 37 UNST| NILAI PEDAGOGIS DAN NILAI ESTETIS YANG TERKANDUNG DALAM MAKNA MOTIF ORNAMEN TRADISIONAL RUMAH ADAT BATAKTOBA. Daulat Saragi, M.Hum., FBS Unimed 42 DT. PENG EM BANGAN SOFT SK'ILS M ELALU I PENGG UNAAN S'MULA T'ON 50 PENINGKATAN KOMPETENSI PROFESIONAL CALON GURU PENDIDIKAN BAHASA MELALUI PEMELAJARAN BERBASIS MASALAH - Dr. lndawan Syahri, M.Hum., FKIP UMP 58 PENGEMBANGAN SOFT SK/LLS: ALTERNATIF PENINGKATAN DAYA SAING SARJANA BAHASA DAN SASTRA DI DUNIA KERJA - HOUIMAN, UNIVETSiIAS PGRI Palembang 66 PEMBELAJARAN BAHASA, SASTRA DAN SENI- Eka Fitriani, S'Pd', SMP Negeri 1 Gunung Megang, Kabupaten Muara Enim, ProvinsiSumatera Selatan 72 IMPLEMENTASI SOFT SK'LLS MELALUI LEARN/NG REVOLUTION SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN KUALITAS LULUSAN PERGURUAN TINGGI- DTA. lsda Pramuniati, M.Hum. FBS Unimed 82 GLOBALEDALAM PENGAJARAN BERBICARA BAHASA PRANCIS. DT. EVi Eviyanti, M.Pd., FBS Unimed 10 11 12 TINGKAT LITERASI BAHASA INGGRIS PESERTA DIDIK - DTS. ISMAiI PEITUS, 90 M.A., FKIP Unsri 13 STRUKTUR WACANA ]KLAN TELEVISI: SEBUAH ANALISIS M.Hum., FKIP Unsri 14 A STUDY ON IMAGERIES IN THE POEMS M.Hum, FKIP Unri 15 INTEGRASI IHE EAGLE. - DTA. STi UtAMi, 9g 105 DTS. M. NAbAbAN, 109. SOFTSK'LI DALAM PEMBELAJARAN BERBICARA BAHASA PRANCIS BERBASIS CECR Dl UNIMED - Dra. Mahriyuni, M.Hum. dan Dra. sri Juraiaty Ownie, M.A., FBS Unimed 16 PRESUMPTIVE MEANINGS AS CONVEYED BY INDONESIAN SPEAKERS Dr. Rachmawati, M.Pd., FKIP Unja - 115 17 INTRODUCTION TO VISUAL SYMBOLS IN PERFORMING-LOCAL ^_ LITERATURE TO LANGUAGE EDUCATION STUDENTS TO DEVELOP CREATIVE INDUSTRY - Dr. Rita lnderawati, M.Pd., FKIP Unsri 120 18 MENINGKATKAN KETEMMPILAN MENGGAMBAR IMAJINATIF SISWA KELAS III SEKOLAH DASAR NEGERI 128 PALEMBANG MELALUISTRATEGI 128 ' CALLECTwE PNNflNG- Dra- R.iltiy*t, ll.Pd-, FXIP Unsri MODEL PEMBELAJARAN LITERASI YAI{G BERBASIS BAHASA IBU PADA ANAK USIA DINI: SEBUAH STUDIPENDAHULUAN - DTA. STi INdTAWAti, M.Hum., FKIP Unsri 136 PREFIKS BAHASA MELAYU LANGKAT DAN BAHASA INGGRIS: SUATU ANALISIS KONTRASTIF - Dra. Zuraidd. M'Pd.' FKIP Unsri 141 COMPREHENDING LITERACY STUDY AS AN EFFORT TO ACHIEVE AND ]MPLEMENT THE SOFT SKILL - Dr. V. Miharso, M.Hum., STBA Methodist 148 21 Palembang 22 ISSUES IN TEACHING AND LEARNING ENGLISH VOCABULARY A. Naning, M.A. dan Drs. M. Yunus, M.Ed., FKIP Unsri DTS. ZAINAI 152 CORPUS LINGIJISTICS SERTA APLIKASINYA SEBAGAI METODE PENYUSUNAN KAMUS BAHASA JAMBI-INDONESIA- Drs' Ahmad Ridha' M.A., FKIP Unja 158 EFEK PENGGUNAAN SHORI MESSAGE SERy'CE(SMS)Dl LINGKUNGAN PERGURUAN TINGGI- Dra. lrma Suryani, M.Pd., FKIP Unja 165 24 25 PEMBELAJARAN BAHASA DAN S ASTRA BERBASIS BUDAYA - Dra. Hj. Yusra 171 D., M.Pd., FKIP Unja 26 MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS MAHASTSWA SMT 1V BAHASA INGGRIS FKIP UNIB MELALUI PENDEKATAN GENRE. KASMAINi, SS., M.Pd., 180 FKIP Unib - 186 27 MENUJU MEMBACA SASTRA SECARA KRITIS DAN KREATIF Dr. Subadiyono, M.Pd., FKIP Unsri 2A SAPIR-WHORF HYPOTHESIS AND THE UNTRANSLATABILITY OF CULTURE - Delita Sartika, SS, MITS 190 29 READING DEVELOPMENT TEACH]NG MODEL WITH INTERNETSITES AND SQFTWARE USE FOR INDEPENDENT READERS - Dra. Rita Hayati, M.A., and 195 Eviliana, S.Pd., FKIP Unsri 30 , .3I . 32 USTNG INFORMATION AND COMMUNICATION TECHNOLOGIES (lCT)TO 202 SHORTCUT STRATEGIES IN ANALYZING SENTENCE STRUCTURES IN TOEFL - Drs. Muslih Hambali, MLS and Drs. M. Yunus, M.Ed., FKIP Unsri 206 KEMAMPUAN MENULIS MATER]AJAR: SEBUAH BENTUK ROFESIONALISME GURU DALAM MENUJU INDUSTRI KREATIF. SONiMiTIZON, S.Pd., M.A., FKIP 211 IMPROVE ACADEMIC LEARNING - Drs. Bambang Apriady Loeneto, M.A., FKIP Unsri Unsri 33 THE EFL ACQUISIT]ON ORDERS OF TENSE.ASPECT OF THE STUDENTS 219 OF SLTP SRIJAYA - Drs. Slamet Abdullah, M.Pd., FKIP Unsri 34 EIL lN PRACTICE: INDONESIAN AND CHINESE INTERNATIONAL POSTGRADUATE STUDENTS NEGOTIATE MEANING . UMAT AbdUIIAh, M.Ed" SMA Negeri 1 Muara Enim, Kabupaten Muara Enim, ProvinsiSumatera Selatan 224 35 TRAIN'NG DALAM PERKULIAHAN PENERAPAN MODEL "STRATEGI PEMBELAJARAN 'NQU/RYBAHASA' . DTA. ZAhTA AIW|. M.Pd., ETNAIIdA' S.Pd., M.Hum., Dra. SriRarasati, M.Pd., FKIP Unsri 232 36 ERA DIGITAL DAN PELUANG PENGEMBANGAN MATERIAIAR KESUSASTERAAN YANG BERPERSPEKTIF GENDER DI PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH - Dra. Yayah Chanafiah, M.Hum, FKIP Unib 240 TURN TAK]NG RULES IN BAHASA INDONESIA AND ENGLISH CONVERSATIONS EMPLOYED BY THE ENGLISH DEPARTMENT STUDENTS - DediSofyan, S.Pd., M.Hum., FKIP Unib 246 ERA DIGITAL PELUANG PENGEMBA}.IGAI{ IIATERIA'AR BERPERSPEKTIF GENDER DI PENDIDII(AT{ DASAR DAT.T DATTI Dra. Yayah Chanafiah, M.Hum, FKlp Unib I. PENDAHULUAN sampai saat ini, rendahnya akses perempuan di sektor pubrik bukar perempuan lebih rendah, melainkan kedudukan perempuan di dalam keluarga dianggap rendah. Pandangan masyarakat yang demikian menyebabkan 61 d perernpuan lE disektor domestik. Hal ini tentunya akan merugikan perkembangan bangsa dan negara Dewasa ini ditemui berbagai macam bias gender daram masyarakat yang sosial, budaya, agama, politik, pendidikan, dan sebagainya. Terjadinya bias gerdel masyarakat mengistimewakan salah satu jenis kelamin tertentu, yang menyarqkut kehidupan di atas, meskipun juga bias gender ini tidak akan menimbulkan gejolak di masyarakat tersebut tidak mempunyai kepekaan gender. Bahkan bisa jadi masyrarakeil melihat bias gender tersebut, karena dianggap merupakan hal yang..waja/,atau biasa. il masyarakat yang semakin kritis menganggap bias gender yang terjadi saat ini tidak dapat saja. Disebutkan oleh Fakih (19g7) bahwa bias gender akan dianggap sebagai har yang bias gender berakar dalam ideologi seseorang yang tersembunyi di balik suafu pendidikan juga memitiki andit terjadinya bias gender ini. kefiirr. Sastra dalam pembelajaran terpadu dapat membantu memperkenalkan berbagai hd. budaya nusantara, mempertajam imajinasi, mengembangkan cipta, rasa, dan karsa, memperluas kehidupan, dan pengetahuan lainnya. Termasuk pengajaran adil gender. pembahasan tentang dewasa ini sudah cukup banyak baik secara kualitatif maupun kuantitatif, tetapi pada kenyatiaanrrya sangat banyak ditemuiadanya pemahaman yang keliru tentang konsep gender. Bahkan dalam karp baik yang ditulis oleh pengarang laki-laki ataupun perempuan seringkali menempatkan perempuan objek garapan dibandingkan sebagai subjek cerita. Dengan demikian, sangat perlu kiranya fensrr 1 diimbangi untuk diarahkan ke perubahan cara pandang pembaca agar lebih berperpektif gender, rnengarah ke cara pandang dari domestik ke publik. Untuk mengubah cara pandang ini agak sulit dilakukan secara konvensional atau tradisional saja, mengingat tingkat keterbacaan pelajar saat ini rendah' Pelajar banyak beralih ke media yang populer disebut lr. Dengan semakin maju berkembangnya ilmu pengatahuan, teknologi, dan komunikasi, maka teknik digitalisasi dapat dimanfaafrsebagai media membelajarkan pelajar di pendidikan dasar dan menengah tentang karya-karya sastra yatg berperspektif gender, sehingga diharapkan terjadi pemahaman awal yang lebih kompreensif tentang ko6+ hubungan sosial yang menggambarkanb perbedaan tingkah laku antara laki-laki dan perempuan hac bentukan masyarakat (sociatty contructed). Bentuk penuangan materi. ajar kesusasteraan dengan media digital ini adalah mengangkat tematema dan topik-topik yang mengacu kepada peristiwa- peristiwa dan sutuasi-situasi yang diomunculkan oleh sebuah teks naratif, yang r"oi poprr"|, disebut diegesis ke dalam bentuk digital' Diegesis merupakan sekuens tindakan-tindakan atzu peristiwa-peristiwa di dalam teks naratif yang dapat dipahami oleh seorang pembaca (Budiman, lggg). oreh karena itu, diharapkan pemahaman konsep gender dan cara pandang dari para pelajar terhadap karya-karya sastra yang menampilkan tokoh perempuan yang ditradisikan secara patriarkal dapat diposisikan seca6 proporrion"t. II. PEMBAHASAN (1) Pola Asuh di Lingkungan Sekolah yang Bias Gender ' Masih banyak dijumpai pendidikan yang bias gender di sekolah-sekolah yang dilakukan oleh guru- guru' Umumnya para guru belum memiliki kepekaan gender, Mereka masih membedakan peran dan aktivitas anak perempuan dan laki-laki' Hasil lokakarya dan focus group discussion menunjukkan bahwa 241 para guru sekolah sampel dalam kegiatan ekstra kurikuler masih membedakan jenis kelamin. Anak laki-hki diberiakses mengikuti kegiatan yang membutuhkan tenaga, sedangkan anak perempuan beraktivitas yang halus' Misalnya dalam kegiatan kebersihan lingkungan sekolah. Laki-laki diperintahkan membawa cangkul dan parang. sedangkan anak perempuan membawa sapu lidiatau serok sampah. Kiranya guru dan siswa masih mempunyai pandangan bahwa anak perempuan tidak cocok kalau melakukan ke$iatan yang berat karena akan membuatnya kasar, tidak feminin, kurang sesuai dengan "kodratnya" sebagai perempuan. Selain itu, ada juga kecenderungan bahwa jabatan ketua kelas, pemimpin organisasi di sekolah, komandan upacara diberikan kepada siswa laki-laki. Sedangkan siswa perempuan -diberitugas sebagaisekretaris, bertdahara Adanya persepsi bilamana yang aitunjuk sebagaipemimpin itu perempuan maka kurang tCoas,, takut dengan, laki-laki, tidak berani menegur atau memperingatkan, pemalu, dan sebagainya. Di pihak lain,'ada'kekhawatiran kblau laki-laki sebagai bendahara maka akan terjadi penyelewengan, sepertiuntuk membeli rokok; kurang teliti; dan sebagainya. Ada banyak pandangan yang hadir di tengah maSyarakat kita berkaitan dengan pendidikan anak. Beberapa pandangan tersebut benar, tetapi tidak terlepas dari pola pandangan-pandangan yang salah, yang berkembang menjadi mitos. Apa itu mitos? Menurut Manstead & Hewstone, 1996), bahwa mitos adalah pandangan tertentu yang melekat kuat pada suatu masyarakat, berasal dari sumber yang tidak jelas, dan seringkali mengakibatkan pola perilaku yang tidak tepat.:Beibagai pandangan yang tidak tepat tersebut biasanya berkembang karena ada hal-hal, antara lain: (1) kebiasaan-kebiasaan yang berkembang di masyarakat. Kebiasaan ini berubah menjadi pandangan-pandangan yang sulit diubah. Kebiasaankebiasaan yang muncul mungkin hanyaldh sebuah kondisi, Uukin k;harrc;n atau kebenaran, misalnya anak perempuan harus membantu ibu memasak di dapui, sehingga timbul keharusan bahwa ,"or"nn perempuan harus dapat memasak. Apakah hanya perempuan saja yang'harus memasak? Banyak dijumpai bahwa chief atau koki di restoran dan hotel-frotel laki-lakij (Z) traOisi/kebiasaan at'au norma masyarakat. Sesungguhnya tradisiinorma masyarakat bersifat luwes, tidak kaku, dan bukan merupakan kebenaran yang umum, tetapi dianggap sebagai keharusan sehingga menjadi kebenaran yang umum. Harus diakui bahwa tradisi/norma bersifat lokal, artinya tradisi atau norma pada perilaku yang sama, jelas akan berbeda pada ketompok masyarakat lain. Misalnya dalam hal berpakaian. Pada umumnya rok dipakai oteh perempuan, tetapi kelompok budaya lain laki-lakilah yang memakai rok (trtts pada masyarakat Skoflandia); (3) kecenderungan untuk mengambil kesimpulan secara berlebihan dari fakta yang ada. Misalnya fakta bahwa beberapa pekerja laki-laki disalon kecantikan berperilaku seperti perempuan. Fakta ini dianggap kalau lelaki bekerja di bagian-bagian yang dianggap femini, dia akan berubah juga menjadi banci. o*ki"n juga katau perempuan bekerja yang membutuhkan tenaga kuat maka dia akan berubah menjadi fom boy. pandanganpandangan seperti itu apabila diabaikan, dikhawatirkan menimbulkan subordinasi terhadap perempuan, sebagaimana dikhawatkkan beberapa ahlisepertiNoresa (1994)dan Mansoer Fakih JgA.-' tf Berdasarkan gambaran hasil di atas, terlihat bahwa pola asuh di lingkungan ,a*o,"n yang bias gender sudah terbentuk dan terpola pemahamannya dari rumah. Boleh jadi karena adanya faktor kebiasaan di lingkungan tempat tinggal mereka atau budaya setempat yang kemudian dianggap sebagai mitos tersebut. (2) Pota Asuh di Lingkungan Keluarga yang,Bias Gender'' , Rendahnya akses perempuan di sektor publik bukan kargha kemampuan perempuan lebih rendah, di dalam keluarga dan ldi :masyarakat masih dianggap rendah. Pandangan masyarakat yang demikian menyebabkan ptr"rpr"n hanya akari berperan di sektor domestik. melainkan kedudukan perempuan Pola asuh orang tua yang bias gender di keluarga ini tentunya akan merugikan perkembangan bangsa dan Suatu keluarga idealnya memiliki anak perempuan dan laki-laki, karena perempuan dapat .malalrirlza^ Httfn ffiE tla sdrBrgEB and( lald-laki dhona-sdrkar. tllrrapkzr memld teiry4g mengangkat deraiat keluarga. Hal tersebut menyebabkan anafi hkHaki dltmUt unfuk bde*a, agar cita-citanya tercapai. bdq dagd lgb[t.l.ras Anak perernpuan diarahkan menjadi penurut dan mendapatkan jodoh yang baik. pendidikan untul anak perempuan lebih longgar dibandingkan anak laki-laki. Yang penting bagi anak perempuan adalah moral dan perilaku' Mereka tidak terlalu dituntut untuk bisa mencari uang atau berperan di sektor publik, karena setelah menikah akan mengikuti suaminya. Anak perempuan lebih banyak memiliki larangan. Larangan'larangan tersebut merupakan kontruksi budaya setempat. Secara umum, anak perempuan tidak -boleh metakukan sesuatu yang dianggap tabu atau tidak pantas dilakukan perempuan. Sebaliknya, anak laki-laki yang melakukan tindakan tersebut, masyarakat tidak memandang sebagai suatu hat yang negatif. Sebagian besar orang tua masih membedakan peran dan aktivitas anak laki-laki dan perempuan di sektor domestik' Anak laki-laki tidak dididik untuk menger.jakan pekerjaan-pekerjaan domestik atiaupun rumah tangga, karena dianggap bahwa pekeriaan-pekerjaan domestik merupakan tugas perempuan. Kodrat perempuan untuk mengandung, melahirkan, dan menyusui membuat persepsi masyarakat bahwa ada peran yang melekat pada perempuan, yaitu menganggap perempuan hanya akan berperan di rumah tangga' Proses sosialisasi dan legitimasi dan kedudukan perempuan dan pria yang berbeda menyebabkan secara internal menghadapi berbagai kendala untuk dapat memanfaatkan hak-hak clan kesempatannya (Sadti, 1 9g4). ' Di kalangan keluarga miskin beban yang sangat berat ditanggung oleh perempuan, terlebih kalau mereka harus bekerja sehingga memikul beban kerja ganda. Bias gender yang mengakibatkan beban kerja sering diperkuat dengan pandangan adanya 'Jenis pekerjaan perempuan" yang dinilai lebih rendah dari 'Jenis pekerjaan laki-laki". Perempuan sejak dini telah disosialisasikan untuk menekuni peran gender mereka. Di lain pihak, lelaki tidak diwajibkan secara kultural untuk menekuni berbagai jenis pekerjaan domestik. Kesemuanya itu memperkuat pelanggengan secara kultural dan struktural beban kerja kaum pererirpuan (Fakih, 1 996 :21 -22\. (3) illateri Aiar Kesusasteraan yang Responsif Gender Penyusunan dan persiapan materi ilar kesusasteraan yang responsif gender, mengacu dan berpatokan pada: (1) Kurikulum dan GBPP (kebutuhan siswa betajar); (2) Sasaran (siswa belajar) dalam kegiatan belaiar; (3) Tingkat pendidikan atau pengalaman dan daya serap siswa betajar; (4) Alokasi waktu belajar kesusasteraan yang telah ditentukan untuk setiap topik (pokok bahasan); (5) Bahan belajar diadakan dengan cara: (a) mengutip, menyadur atau meramu dari berbagai sumber, seperti buku, majalah, koran. yang mengangkat topik pemeranan perempuan, dan (b) membuat baru berdasarkan sumber atau referensi yang benar atau dipercaya, tentiang pemberian kesempatan bagi laki-laki dan perempuan. Bahan belajar yang sudah disepakati itu dituangkan dalam media ICT untuk mendapatkan gambaran yang lebih konkret lagi. (4) ilenentukan Media Betajar Untuk menentukan media belajar, maka: 1) media belajar ICT dalam proses pembelajaran kesusasteraan yang responsif gender dipilih berdasarkan topik materi dan keberadaan lingkungan; 2) ) Ketepatan/kesesuaian dengan tujuan pengajaran Media pengajaran dengan lcT dipilih berdasarkan tujuan instruksional yang telah ditetapkan; 3) Media belajar tCT dari materi pengajaran kesusasteraan yang bersifat fakta, prinsip, konsep, dan generalisasi untuk membantu siswa lebih mudah memahami materi pengajaral kesusasteraan; 4) Jenis media yang digunakan dapat dioperasionalkan guru dan siswe (LCD. VCD); Memperhitungkan alokasi waktu pembelajarani 6) pemilihan media untuk pendidikan dan .5) pengaiaran kesusasteraan lndonesia yang responsif gender menyesuaikan dengan taraf berpikir siswa SLTP dan SLTA, sehingga makna yang terkandung di dalamnya dapat dipahami. Httfn ffiE tla sdrBrgEB and( lald-laki dhona-sdrkar. tllrrapkzr memld teiry4g mengangkat deraiat keluarga. Hal tersebut menyebabkan anafi hkHaki dltmUt unfuk bde*a, agar cita-citanya tercapai. bdq dagd lgb[t.l.ras Anak perernpuan diarahkan menjadi penurut dan mendapatkan jodoh yang baik. pendidikan untul anak perempuan lebih longgar dibandingkan anak laki-laki. Yang penting bagi anak perempuan adalah moral dan perilaku' Mereka tidak terlalu dituntut untuk bisa mencari uang atau berperan di sektor publik, karena setelah menikah akan mengikuti suaminya. Anak perempuan lebih banyak memiliki larangan. Larangan'larangan tersebut merupakan kontruksi budaya setempat. Secara umum, anak perempuan tidak -boleh metakukan sesuatu yang dianggap tabu atau tidak pantas dilakukan perempuan. Sebaliknya, anak laki-laki yang melakukan tindakan tersebut, masyarakat tidak memandang sebagai suatu hat yang negatif. Sebagian besar orang tua masih membedakan peran dan aktivitas anak laki-laki dan perempuan di sektor domestik' Anak laki-laki tidak dididik untuk menger.jakan pekerjaan-pekerjaan domestik atiaupun rumah tangga, karena dianggap bahwa pekeriaan-pekerjaan domestik merupakan tugas perempuan. Kodrat perempuan untuk mengandung, melahirkan, dan menyusui membuat persepsi masyarakat bahwa ada peran yang melekat pada perempuan, yaitu menganggap perempuan hanya akan berperan di rumah tangga' Proses sosialisasi dan legitimasi dan kedudukan perempuan dan pria yang berbeda menyebabkan secara internal menghadapi berbagai kendala untuk dapat memanfaatkan hak-hak clan kesempatannya (Sadti, 1 9g4). ' Di kalangan keluarga miskin beban yang sangat berat ditanggung oleh perempuan, terlebih kalau mereka harus bekerja sehingga memikul beban kerja ganda. Bias gender yang mengakibatkan beban kerja sering diperkuat dengan pandangan adanya 'Jenis pekerjaan perempuan" yang dinilai lebih rendah dari 'Jenis pekerjaan laki-laki". Perempuan sejak dini telah disosialisasikan untuk menekuni peran gender mereka. Di lain pihak, lelaki tidak diwajibkan secara kultural untuk menekuni berbagai jenis pekerjaan domestik. Kesemuanya itu memperkuat pelanggengan secara kultural dan struktural beban kerja kaum pererirpuan (Fakih, 1 996 :21 -22\. (3) illateri Aiar Kesusasteraan yang Responsif Gender Penyusunan dan persiapan materi ilar kesusasteraan yang responsif gender, mengacu dan berpatokan pada: (1) Kurikulum dan GBPP (kebutuhan siswa betajar); (2) Sasaran (siswa belajar) dalam kegiatan belaiar; (3) Tingkat pendidikan atau pengalaman dan daya serap siswa betajar; (4) Alokasi waktu belajar kesusasteraan yang telah ditentukan untuk setiap topik (pokok bahasan); (5) Bahan belajar diadakan dengan cara: (a) mengutip, menyadur atau meramu dari berbagai sumber, seperti buku, majalah, koran. yang mengangkat topik pemeranan perempuan, dan (b) membuat baru berdasarkan sumber atau referensi yang benar atau dipercaya, tentiang pemberian kesempatan bagi laki-laki dan perempuan. Bahan belajar yang sudah disepakati itu dituangkan dalam media ICT untuk mendapatkan gambaran yang lebih konkret lagi. (4) ilenentukan Media Betajar Untuk menentukan media belajar, maka: 1) media belajar ICT dalam proses pembelajaran kesusasteraan yang responsif gender dipilih berdasarkan topik materi dan keberadaan lingkungan; 2) ) Ketepatan/kesesuaian dengan tujuan pengajaran Media pengajaran dengan lcT dipilih berdasarkan tujuan instruksional yang telah ditetapkan; 3) Media belajar tCT dari materi pengajaran kesusasteraan yang bersifat fakta, prinsip, konsep, dan generalisasi untuk membantu siswa lebih mudah memahami materi pengajaral kesusasteraan; 4) Jenis media yang digunakan dapat dioperasionalkan guru dan siswe (LCD. VCD); Memperhitungkan alokasi waktu pembelajarani 6) pemilihan media untuk pendidikan dan .5) pengaiaran kesusasteraan lndonesia yang responsif gender menyesuaikan dengan taraf berpikir siswa SLTP dan SLTA, sehingga makna yang terkandung di dalamnya dapat dipahami. (5). ilerancang Pembelaiaran Peean Gender ! Dalam penyusunan pesan.gender dari karya sastra, ada 3 langkah yang diperhatikan, yakni: (1) Memilih Topik Bahasan, dengan cara a. : Memitih tujuan-tujuan belajar kesusasteraan berikut silabi-silabinya dari iub pokok bahasan yang memilikikesesuaian dehgan topik dari materi utama isi pesan g'ender; b. Menetapkan silabi dari pokok bahasan terpilih yang akan dijadikan silabi/materi pokok yang akan L - -,-l ^-:t-disisipi isi pesan gender, melaluiformat-a berikut' {2) Memilih Sub-Topik Bahasan, dengan cara : Mengidentifkasi kasus atau peristiwa sehari-hari yang biasa terjadi: (i) di lingkungan tempat tinggal a. warga belaiar, dan (ii) pada kegiatan belajar mengajar, yang terkait dengan isi pesan gender. Deskripsi da6 setiap topik dan materi utama gender dapat digunakan sebagai alat seleksi untuk . b. menetapkan kasus atau peristiwa yang akan dipilih dan dipilah sebagaimaterigender; Mengkaji sumber bacaan atau rujukan yang diperkirakan memuat tentang isi pesan gender. lsi dari setiap topik dan materi utama gender dapat digunakan sebagai alat seleksi untuk menetapkan kasus atau peristiwa yang dipilih dan dipilah sebagai materigender; c. Memformulasikan : (i) kasus atau peristiwa sehari-hari, dan (ii) isi bacaan dari sumber bacaan atau rujukan meniadi materi gender dengan memperhatikan topik gender, pokok bahasan, sub pokok bahasan tujuan belajar dan materi/silabi pokok. (3) Menyusun Rancangan Pernbelajaran, dengan cara : a. b. Merumuskan tujuan pembelajaran gender dengan memperhatikan isidari topik yang dipiih; Memformulasikan isi pesan gender yang tertuang menjadi isi pesan gender atau silabi yang akan c. menjadi bbhan Pembelajaran; Mirumuskan proses pembelajaran atau metodologi, berikut waktu pembelajaran, media yang akan digunakan, dan aspek, berikut cara evaluasi hasil pembelajaran. Kasus/peristiwa sehari'haridan isi dari sumber bacaan atau rujukan yang terpilih juga dapat dijadikan sumber media pembelajaran. Dalam hal ini, untuk menyusun panduan pembelajaran, guru memperhatikan: 1) untuk topik bahasan, yang lebih ditampilkan adalah peran aktif perempuan; 2) Tentukan sub topik bahasan; 3) Tujuan belaiamya apa; 4) Waktunya berapa lama; 5) Proses pembelajarannya seperti apa; 6) Media yang digunakan apa; dan 7) Tentukan langkah-langkah kegiatannya. (6) Pembelaiaran Sastra yang ilengandung Pesan Gender Masyarakat lndonesia sangat heterogin dengan selera pembacanya yang juga bermaoam-macam. Ddlam kaitannya dengan hal ini, karya sastra sebenarnya memiliki banyak pesona bila dibaca' Sayangnya karyra sastra lndonesia belum merupakan kebutuhan primer masyarakat luas. Padahal sastra dapat membukakan mata pembaca untuk mengetahui realitas sosial, politik, dan budaya, dalam bingkaimoral dan estetika yang berperspektif gender. Satah satu tujuan kehadiran karya sastra di tengah-tengah masyarakat pembaca adalah berupaya untuk meningkatkan harkat dan martbat manusia. Karya sastra adalah refleksi pengarang tentang hidup dan kehidupan yang dipadu dengan daya imajinasi dan kreasi yang didukung oleh pengalaman dan pengamatannya atas kehidupan tersebut. Beberapa contoh karya saslra yang disoroti lebih menggksploitir tokoh perempuan adalah: (1) novel "Maut,dan Cinta", karya Mochtar Lubis, di mana tokoh perempuan muda yang bernama Zaenab telah mengubah. kehidupan tokoh Sadeli; (2) novel "Namaku Hiroko", karya NH. Dini. Novel ini bercerita tentang seorang perempuan desa yang lugu bernama Hiroko, yang merantau ke kota. Ternyata lingkungan kota telah membuat tokoh wanita itu menjadi jalang dan memandang materi sebagai tujuan utama dalam kehidupannya; (3) novel"Bekisar Merah", karya Ahmad Thoharijuga mengangkat berbagai persoalan yang ,:l 1 lerndx srErrIF a ,f-r€rnpatkan tokoh Lasiah, gadb lndonesia bbsteran Jepang seDagar l(ooan lsto{llrt, sendiri, Darsa; (4) novel "Sri Sumarah", karya Umar Khayam menceritakan bagaimana kesetiaan seorang U perempuan pada suaminya yang menganut faham Komunis, tetapi akhimya berselingkuh dengan lelaki 7 langganannya; (5) cerpen "Transaksi", karya Umar Nur Zain berkisa tentang periuangan seorang ibu dalam menghadapi penyakit anaknya yang sangat mernbutuhkan biaya, sehingga menyebabkan perempuan itu harus rela untuk mengorbankan harga dirinya. Berbagai contoh karya sastra di atas tentu akan merugikan citra perempuan sebagai makhluk yang juga memitikiharkat dan martabdt. Oleh karena itu, bagbimana karya-karya sastra yang hadir,tersebut dapat .mengubah penyajian yang negatif kepada pembaca menjadi penyampaian citra positif tentang tokoh perompuan , perlu media lain uniuk menggambarkan agdr,bukdn'nilai-niiai bias gender yang'muncul, tetapi nilai-nilai yang adil gender danrberpihak"kepada toko perempuan. Perkembangan dan'kemajuan teknologi (tT) dengan model digital Oapat mew,gdahi maksud tdrsebut. Tentu untuk mewuiudkan maksud. telseUut nelu dirumuskan dan dikemis ide cerita secara lebih proporsional, se'hingga pada akhirnya melalui karya sastra para pelajar dapat paham tentang persoalan-persoalan dan pola-pola yang berperspektif gender. ItI. KESIMPULAN DAN SARAN model pembelajaran BSI dan PPKN responsif gender dengan Berdasarkan pembaha::" -O,rlnlPrlkan media ICT di SLTP sebagai berikut: (1) 'menempatkan perempuan:$dan laki-laki sesuai pefan Banyak tema cerita karya sastrd fnn gendernya, sektor publik untuk laki-iaki dan peran domestik untuk perempuan. Demikian juga gambar dan ilustraSi yang dimuat dalam beberapa karya sastra, (2) Pemahaman siswa berdaSarkan identifikasi sangat bias gender, kalena penanaman nilai-nilai budaya di masing"masing keluarga, sehingga pendidikan berperspektif gender perlu ditumbuhkan, (3) Pandangan guru dan siswa terhadap peran, tanggung jawab, dan fungsi laki-laki dan perempuan masih konvensional dan cenderung bias gender, hingga.,perlu wawasan lebih responsif, melalui ' penyusunan dan penuangan materi media pembelajaran (4) ICT; ' ., Model pengembangan materi responsif gender dan media pembelajaran ICT yang menyertakan materi serta kendala berbagai keterbatasan sumber media yang dapat diakses para guru' Model materi r6sponsif gender dan media ICT yang dikembangkan dihhr:apkan berimplikasi pada kompetensi guru dalam menyusuh materi dan media aiar reSponsif gender secara sendiri. Berdasarkan acuan model, guru dapat memodifikasi dan mengembangkan sendiriyang disesuai.$ln dengan konteks budaya atau wilayah masing-masing. Namun, jika guru tidak memiliki waktu dan kompetensi untuk menyusun silabus dan bahan ajar respdnsif gender sendiri maka materi dan media ICT ini dapat meminimalkan kemungkinan guru sulit melaksanakan pembelajaran Sastra lndonesia dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). DAFTAR PUSTAKA Anonimous. 1996. Jende O-r-xl'rsse. Gil: il;ij, r dan KemitrasejEjaran. Kantor Menteri Negara Ur,ysan Pelanan Wanita' pensemb"rg"i'ili,i"t Pindidikan Berpdripe0if 9f.P^": Laporan Penelitian Hibah Tahun Anggaran 1998/1999. Bersaing Vll/1 Perguruan Tinggi -Kebiiakan Pendidikan Berwitwa,qan Ge4der Lanjutan Studi Chanafiah, Yayah,' dkk. 2d05. di Provinsi Peran Pemampuan Kelembagaan Pengarusutamaan Gender dan Anak. Eingirtu. Penelitian.'Kerlasami P3W UNIB dengan Proybk Peningkat3n Maiyarakat dan Dirjen PLS. Dipdiknas. 2003. Pedoman Penulisan Bahan Ajar EerwawlSdtl Gender. Jakarta : Proy-ek Peningkatran Peran Masyarakat dan Pemampuan Kelembaga-an Pengarusutamaan Gender. . ,i lerndx srErrIF a ,f-r€rnpatkan tokoh Lasiah, gadb lndonesia bbsteran Jepang seDagar l(ooan lsto{llrt, sendiri, Darsa; (4) novel "Sri Sumarah", karya Umar Khayam menceritakan bagaimana kesetiaan seorang U perempuan pada suaminya yang menganut faham Komunis, tetapi akhimya berselingkuh dengan lelaki 7 langganannya; (5) cerpen "Transaksi", karya Umar Nur Zain berkisa tentang periuangan seorang ibu dalam menghadapi penyakit anaknya yang sangat mernbutuhkan biaya, sehingga menyebabkan perempuan itu harus rela untuk mengorbankan harga dirinya. Berbagai contoh karya sastra di atas tentu akan merugikan citra perempuan sebagai makhluk yang juga memitikiharkat dan martabdt. Oleh karena itu, bagbimana karya-karya sastra yang hadir,tersebut dapat .mengubah penyajian yang negatif kepada pembaca menjadi penyampaian citra positif tentang tokoh perompuan , perlu media lain uniuk menggambarkan agdr,bukdn'nilai-niiai bias gender yang'muncul, tetapi nilai-nilai yang adil gender danrberpihak"kepada toko perempuan. Perkembangan dan'kemajuan teknologi (tT) dengan model digital Oapat mew,gdahi maksud tdrsebut. Tentu untuk mewuiudkan maksud. telseUut nelu dirumuskan dan dikemis ide cerita secara lebih proporsional, se'hingga pada akhirnya melalui karya sastra para pelajar dapat paham tentang persoalan-persoalan dan pola-pola yang berperspektif gender. ItI. KESIMPULAN DAN SARAN model pembelajaran BSI dan PPKN responsif gender dengan Berdasarkan pembaha::" -O,rlnlPrlkan media ICT di SLTP sebagai berikut: (1) 'menempatkan perempuan:$dan laki-laki sesuai pefan Banyak tema cerita karya sastrd fnn gendernya, sektor publik untuk laki-iaki dan peran domestik untuk perempuan. Demikian juga gambar dan ilustraSi yang dimuat dalam beberapa karya sastra, (2) Pemahaman siswa berdaSarkan identifikasi sangat bias gender, kalena penanaman nilai-nilai budaya di masing"masing keluarga, sehingga pendidikan berperspektif gender perlu ditumbuhkan, (3) Pandangan guru dan siswa terhadap peran, tanggung jawab, dan fungsi laki-laki dan perempuan masih konvensional dan cenderung bias gender, hingga.,perlu wawasan lebih responsif, melalui ' penyusunan dan penuangan materi media pembelajaran (4) ICT; ' ., Model pengembangan materi responsif gender dan media pembelajaran ICT yang menyertakan materi serta kendala berbagai keterbatasan sumber media yang dapat diakses para guru' Model materi r6sponsif gender dan media ICT yang dikembangkan dihhr:apkan berimplikasi pada kompetensi guru dalam menyusuh materi dan media aiar reSponsif gender secara sendiri. Berdasarkan acuan model, guru dapat memodifikasi dan mengembangkan sendiriyang disesuai.$ln dengan konteks budaya atau wilayah masing-masing. Namun, jika guru tidak memiliki waktu dan kompetensi untuk menyusun silabus dan bahan ajar respdnsif gender sendiri maka materi dan media ICT ini dapat meminimalkan kemungkinan guru sulit melaksanakan pembelajaran Sastra lndonesia dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). DAFTAR PUSTAKA Anonimous. 1996. Jende O-r-xl'rsse. Gil: il;ij, r dan KemitrasejEjaran. Kantor Menteri Negara Ur,ysan Pelanan Wanita' pensemb"rg"i'ili,i"t Pindidikan Berpdripe0if 9f.P^": Laporan Penelitian Hibah Tahun Anggaran 1998/1999. Bersaing Vll/1 Perguruan Tinggi -Kebiiakan Pendidikan Berwitwa,qan Ge4der Lanjutan Studi Chanafiah, Yayah,' dkk. 2d05. di Provinsi Peran Pemampuan Kelembagaan Pengarusutamaan Gender dan Anak. Eingirtu. Penelitian.'Kerlasami P3W UNIB dengan Proybk Peningkat3n Maiyarakat dan Dirjen PLS. Dipdiknas. 2003. Pedoman Penulisan Bahan Ajar EerwawlSdtl Gender. Jakarta : Proy-ek Peningkatran Peran Masyarakat dan Pemampuan Kelembaga-an Pengarusutamaan Gender. . ,i '. , , .,. .... 245 ;,studidan Pengembangan Ferempuan dan Ariak (LSPPA) Keriasama dengan Direktofo Pendidikan Masyarakat Elto, Sus lndah. 2OOb. Apresiasi B aian dan Sastra tndonesia. Untuk Kelas 2 SLTP. Pendekatan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bogor : Yudhistira. Fakih, Mansour. 1996. Analisis Gender dan Transformasi Sosia/. Yogyakarta: Pustaka Jaya. --- 1997. Sebuah Pengantar dalam Merekonstruksi Rea/rfas dengan Perspeffiff Gentder. Yogyakarta: Sekrelariat Bersama Perempuan Yogyakarta. Nufiadi. Dawud, Yuni Pratiwi. 2000. Pelajaran Bahasa lndonesia. Untuk SLTP Kelas 2 dan 3. Jakarta: : Erlangga. Rajab, Budi.2002. 'Pendidikan Sekotah dan Perubahan Kedudukan Perempuan", dalam JumalPeremouan. No.23 tahun 2002. Jakarta. Sadli, Saparinah. 1994. Konsep Kemitrasejajaran Laki-lahi dan Perempuan. Maka|ah disampaikan dalarn pertemuan dengan PSW Palangkaraya. Sumjati (Ed.). 2001. Manusia dai Dinamika Budaya. bari Kekerasan sampai Baratayurila. Yogyakarta: Badan Penelitian dan Publikasi Fakultas, Fakultas Sastra UGM, bekerjasama dengan BIGRAF Publishing. .