pr$sieee.ng - UNIB Scholar Repository

advertisement
Sernin
B
I
(S.P
il'l
ar danRapaf Tahunanke-1
Wilayah Barat tsidang Bahasa
Talrun2|lfl9
lir..
PR$SIEEE.NG
Tongg
sl 22 don 23 Juli 2009
Bertempqt di Hotel $wqrns Dwipo Pqlembong
:- .ii
,'.
'.
! r''-i.
,..,":a
c{5
<!d2
,--.ft
'<_-
i
tat4
*i:
&
e:
F
E
I
E,
B
w
F.
E
pl
F
F:
Yi
ir
F-
*.
k
&
B,
ffi
i3::-1.
1:j:a::
: l-.:
2009
swanrepwip*r :, .. '' .'
Tanggal 22 dwt23 Juli
fiffieaidigoter
,.:".:,
l
Penyrmting: Ssfendi tvLA" Ph"D.
Peaerbit:
Lq&o*0'Sa&ass dail FKIP
Univemins $riw[iaya 2009
..,.J'
i=#t
ffi
ffi
ffi
E
E.
E::
E
&
7.!,:;
K*EW*'Sukit Botu Jdan$rijaya Negara Palernbang 30139
1t$. & Fax. S7l I.3549E1
E-rualrtr ;
[email protected]
Website ; www.lb.unsri.ac. id.
Irilt.3-E-i
CV. NURYZ Bersaudara
Jl. P'adang Selasa No. 574 Bukit Besar Palembang
Telp. 07 I 1.3 1 1233 Far. 071 1.355210
E-mail : [email protected]
ISBil
l?8-l?l-I05b5-5-3
ffiilffiNtffiltffit[]H
9n78979trEr6555n
E.
?:'
ii.
t
PROSIIDING
Seminqr dqn Ropot Tshunqn ke-S
BKS-PTN Wiloyoh Bqrot Bidong Bohoso Tqhun 2009
Tongg
sl 22 don 23 Juli 2009
Berlempqt di Hotel Swqrno Dwipo Polembong
Penyunting :
Sofendi, M.A, Ph.D.
Penerbit :
Lembaga Bahasa dan FKIP
Universitas Sriwijaya 2009
KATA PENGANTAR
Ferguruan tinggi negeri yang terdaftar sebagai anggota BKS-PTN Wilayah
Barrajt Bidang Bahasa
adalah Universitas Syiah Kuala, Universitas Negeri Medan,
dr*versrtas Sumatera Utara, Universitas Riau, Universitas Negeri Padang, Universitas
Andalas. STSI Padang Panjang, Universitas Jambi, Universitas Sriwijaya, Universitas
Bengkulu, Universitas Lampung, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Universitas
I'.{egeri Jakarta, Universitas Tanjungpura, Universitas Lambung Mangkurat, dan
Universitas Palangkaraya. Setiap tahun, anggota BKS-PTN Wilayah Barat Bidang
Bahasa mengadakan Seminar dan Rapat Tahunan (Semirata). Pada tahun 2009 ini,
Sernirata ke-lima BKS-PTN Wilayah Barat Bidang Bahasa dilaksanakan oleh Fakultas
Keguruan dan llmu Pendidikan, Universitas Sriwijaya, sebagai tuan rumah, bertempat
dt Hotel Swarna Dwipa pada tanggal 22 dan 23 Juli 2009. Tema Semirata tahun ini
adalah "Pengembangan Soff Ski/Is Lulusan Melalui Pembelajaran Bahasa,
Sastra, dan Seni Menuju lndustri Kreatif'.
Semirata tahun ini terdiri dari dua agenda utama, yaitu rapat pimpinan anggota
BKS-PTN Wilayah Barat Bidang Bahasa dan seminar nasional. Rapat pimpinan
dihadiri oleh semua pimpinan fakultas atau sekolah tinggi yang tergabung dalam
keanggotaan BKS-PTN Wilayah Barat Bidang Bahasa. Seminar nasional dihadiri oleh
dosen-dosen bahasa dan seni dari anggota BKS-PTN Wilayah Barat Bidang Bahasa,
guru-guru bahasa dari SMP dan SMA, dan mahasiswa baik sebagai pemakalah
maupun sebagai peserta.
Pelaksanaan semirata tahun
ini didanai oleh BKS-PTN Wilayah
Barat,
Universitas Sriwijaya, Fakultas Keguruan dan llmu Pendidikan Universitas Sriwijaya,
Lembaga Bahasa Universitas Sriwijaya, Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan,
Pemerintah Kota Palembang, Bank Sumsel, Bank BNl, dan pemakalah dan peserta
seminar.
Mudah-mudah semirata tahun ini dapat memberikan sumbangsih yang lebih
bermakna untuk perkembangan pendidikan dan pengajaran bahasa, sastra dan seni
di lndonesia.
Palembang,lT Juli 2009
Ketua Panitia,
Sofendi, M.A., Ph.D.
DAFTAR ISI
Page
KATA PENGANTAR
i
DAFTAR ISI
ii
USING PEER REVIEWING TECHNIQUE THROUGH BLOG IN ORDER TO
DEVELOP THE WRITING SKILLS OF STUDENTS OF ENGLISH TEACHING
FACULTY AT lAtN RADEN FATAH PALEMBANG - Annisa Astrid, S.Pd., M.Pd.,
lAlN Raden Fatah
1
PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN MENYIMAK BERITA DAN LAGU
MELALUI MTCROSOFT POWERPOINT 2003- Drs. Arono, M.Pd., FKIP Unib
PENGGUNAAN KOMPUTER DALAM PENGAJARAN DAN PEMBELAJARAN
MEMBACA PERMULAAN - Drs. Auzar, MS., FKIP Unri
20
RELATIONSHIP BETWEEN LANGUAGE LEARNING STRATEGIES USED BY
PEKANBARU SENIOR HIGH SCHOOL STUDENTS AND GENDER FACTORS.
Drs. H. FakhriRas, M.Ed., FKIP Unri
29
CONSTRUCTING A STANDARDIZED TEST. SOfENdi, M.A., Ph.D., FKIP
37
UNST|
NILAI PEDAGOGIS DAN NILAI ESTETIS YANG TERKANDUNG DALAM
MAKNA MOTIF ORNAMEN TRADISIONAL RUMAH ADAT BATAKTOBA.
Daulat Saragi, M.Hum., FBS Unimed
42
DT.
PENG EM BANGAN SOFT SK'ILS M ELALU I PENGG UNAAN S'MULA T'ON
50
PENINGKATAN KOMPETENSI PROFESIONAL CALON GURU PENDIDIKAN
BAHASA MELALUI PEMELAJARAN BERBASIS MASALAH - Dr. lndawan Syahri,
M.Hum., FKIP UMP
58
PENGEMBANGAN SOFT SK/LLS: ALTERNATIF PENINGKATAN DAYA SAING
SARJANA BAHASA DAN SASTRA DI DUNIA KERJA - HOUIMAN, UNIVETSiIAS
PGRI Palembang
66
PEMBELAJARAN BAHASA, SASTRA DAN SENI- Eka Fitriani, S'Pd', SMP
Negeri 1 Gunung Megang, Kabupaten Muara Enim, ProvinsiSumatera Selatan
72
IMPLEMENTASI SOFT SK'LLS MELALUI LEARN/NG REVOLUTION SEBAGAI
UPAYA PENINGKATAN KUALITAS LULUSAN PERGURUAN TINGGI- DTA.
lsda Pramuniati, M.Hum. FBS Unimed
82
GLOBALEDALAM PENGAJARAN BERBICARA BAHASA PRANCIS. DT. EVi
Eviyanti, M.Pd., FBS Unimed
10
11
12
TINGKAT LITERASI BAHASA INGGRIS PESERTA DIDIK
- DTS. ISMAiI PEITUS,
90
M.A., FKIP Unsri
13
STRUKTUR WACANA ]KLAN TELEVISI: SEBUAH ANALISIS
M.Hum., FKIP Unsri
14
A STUDY ON IMAGERIES IN THE POEMS
M.Hum, FKIP Unri
15 INTEGRASI
IHE EAGLE.
-
DTA. STi UtAMi,
9g
105
DTS. M. NAbAbAN,
109.
SOFTSK'LI DALAM PEMBELAJARAN BERBICARA BAHASA
PRANCIS BERBASIS CECR Dl UNIMED - Dra. Mahriyuni, M.Hum. dan Dra. sri
Juraiaty Ownie, M.A., FBS Unimed
16
PRESUMPTIVE MEANINGS AS CONVEYED BY INDONESIAN SPEAKERS
Dr. Rachmawati, M.Pd., FKIP Unja
-
115
17 INTRODUCTION
TO VISUAL SYMBOLS IN PERFORMING-LOCAL ^_
LITERATURE TO LANGUAGE EDUCATION STUDENTS TO DEVELOP
CREATIVE INDUSTRY - Dr. Rita lnderawati, M.Pd., FKIP Unsri
120
18
MENINGKATKAN KETEMMPILAN MENGGAMBAR IMAJINATIF SISWA
KELAS III SEKOLAH DASAR NEGERI 128 PALEMBANG MELALUISTRATEGI
128
' CALLECTwE PNNflNG- Dra- R.iltiy*t, ll.Pd-, FXIP Unsri
MODEL PEMBELAJARAN LITERASI YAI{G BERBASIS BAHASA IBU PADA
ANAK USIA DINI: SEBUAH STUDIPENDAHULUAN - DTA. STi INdTAWAti,
M.Hum., FKIP Unsri
136
PREFIKS BAHASA MELAYU LANGKAT DAN BAHASA INGGRIS:
SUATU ANALISIS KONTRASTIF - Dra. Zuraidd. M'Pd.' FKIP Unsri
141
COMPREHENDING LITERACY STUDY AS AN EFFORT TO ACHIEVE AND
]MPLEMENT THE SOFT SKILL - Dr. V. Miharso, M.Hum., STBA Methodist
148
21
Palembang
22
ISSUES IN TEACHING AND LEARNING ENGLISH VOCABULARY A. Naning, M.A. dan Drs. M. Yunus, M.Ed., FKIP Unsri
DTS. ZAINAI
152
CORPUS LINGIJISTICS SERTA APLIKASINYA SEBAGAI METODE
PENYUSUNAN KAMUS BAHASA JAMBI-INDONESIA- Drs' Ahmad Ridha'
M.A., FKIP Unja
158
EFEK PENGGUNAAN SHORI MESSAGE SERy'CE(SMS)Dl
LINGKUNGAN PERGURUAN TINGGI- Dra. lrma Suryani, M.Pd., FKIP Unja
165
24
25 PEMBELAJARAN BAHASA DAN S ASTRA BERBASIS BUDAYA
- Dra. Hj. Yusra
171
D., M.Pd., FKIP Unja
26
MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS MAHASTSWA SMT 1V BAHASA
INGGRIS FKIP UNIB MELALUI PENDEKATAN GENRE. KASMAINi, SS., M.Pd.,
180
FKIP Unib
-
186
27
MENUJU MEMBACA SASTRA SECARA KRITIS DAN KREATIF
Dr. Subadiyono, M.Pd., FKIP Unsri
2A
SAPIR-WHORF HYPOTHESIS AND THE UNTRANSLATABILITY OF CULTURE
- Delita Sartika, SS, MITS
190
29
READING DEVELOPMENT TEACH]NG MODEL WITH INTERNETSITES AND
SQFTWARE USE FOR INDEPENDENT READERS - Dra. Rita Hayati, M.A., and
195
Eviliana, S.Pd., FKIP Unsri
30
,
.3I
.
32
USTNG INFORMATION AND COMMUNICATION TECHNOLOGIES (lCT)TO
202
SHORTCUT STRATEGIES IN ANALYZING SENTENCE STRUCTURES IN
TOEFL - Drs. Muslih Hambali, MLS and Drs. M. Yunus, M.Ed., FKIP Unsri
206
KEMAMPUAN MENULIS MATER]AJAR: SEBUAH BENTUK ROFESIONALISME
GURU DALAM MENUJU INDUSTRI KREATIF. SONiMiTIZON, S.Pd., M.A., FKIP
211
IMPROVE ACADEMIC LEARNING - Drs. Bambang Apriady Loeneto, M.A., FKIP
Unsri
Unsri
33 THE EFL ACQUISIT]ON ORDERS OF TENSE.ASPECT OF THE STUDENTS
219
OF SLTP SRIJAYA - Drs. Slamet Abdullah, M.Pd., FKIP Unsri
34
EIL lN PRACTICE: INDONESIAN AND CHINESE INTERNATIONAL
POSTGRADUATE STUDENTS NEGOTIATE MEANING . UMAT AbdUIIAh, M.Ed"
SMA Negeri 1 Muara Enim, Kabupaten Muara Enim, ProvinsiSumatera Selatan
224
35
TRAIN'NG DALAM PERKULIAHAN
PENERAPAN MODEL
"STRATEGI PEMBELAJARAN
'NQU/RYBAHASA' . DTA. ZAhTA AIW|. M.Pd., ETNAIIdA'
S.Pd., M.Hum., Dra. SriRarasati, M.Pd., FKIP Unsri
232
36
ERA DIGITAL DAN PELUANG PENGEMBANGAN MATERIAIAR
KESUSASTERAAN YANG BERPERSPEKTIF GENDER DI PENDIDIKAN
DASAR DAN MENENGAH - Dra. Yayah Chanafiah, M.Hum, FKIP Unib
240
TURN TAK]NG RULES IN BAHASA INDONESIA AND ENGLISH
CONVERSATIONS EMPLOYED BY THE ENGLISH DEPARTMENT STUDENTS
- DediSofyan, S.Pd., M.Hum., FKIP Unib
246
ERA DIGITAL
PELUANG PENGEMBA}.IGAI{ IIATERIA'AR
BERPERSPEKTIF GENDER DI PENDIDII(AT{ DASAR
DAT.T
DATTI
Dra. Yayah Chanafiah, M.Hum, FKlp Unib
I. PENDAHULUAN
sampai saat ini, rendahnya akses perempuan
di
sektor pubrik bukar
perempuan lebih rendah, melainkan kedudukan perempuan
di dalam keluarga
dianggap rendah. Pandangan masyarakat yang demikian menyebabkan
61 d
perernpuan lE
disektor domestik. Hal ini tentunya akan merugikan perkembangan
bangsa dan negara
Dewasa ini ditemui berbagai macam bias gender daram masyarakat
yang
sosial, budaya, agama, politik, pendidikan, dan sebagainya. Terjadinya
bias gerdel
masyarakat mengistimewakan salah satu jenis kelamin tertentu, yang
menyarqkut
kehidupan di atas, meskipun juga bias gender ini tidak akan
menimbulkan gejolak di
masyarakat tersebut tidak mempunyai kepekaan gender.
Bahkan bisa jadi masyrarakeil
melihat bias gender tersebut, karena dianggap merupakan
hal yang..waja/,atau biasa.
il
masyarakat yang semakin kritis menganggap bias gender yang
terjadi saat ini tidak dapat
saja. Disebutkan oleh Fakih (19g7) bahwa bias gender
akan dianggap sebagai har yang
bias gender berakar dalam ideologi seseorang yang tersembunyi
di balik suafu
pendidikan juga memitiki andit terjadinya bias gender
ini.
kefiirr.
Sastra dalam pembelajaran terpadu dapat membantu memperkenalkan
berbagai hd.
budaya nusantara, mempertajam imajinasi, mengembangkan
cipta, rasa, dan karsa, memperluas
kehidupan, dan pengetahuan lainnya. Termasuk pengajaran
adil gender. pembahasan tentang
dewasa ini sudah cukup banyak baik secara kualitatif maupun
kuantitatif, tetapi pada kenyatiaanrrya
sangat banyak ditemuiadanya pemahaman yang keliru tentang
konsep gender. Bahkan dalam karp
baik yang ditulis oleh pengarang laki-laki ataupun perempuan
seringkali menempatkan perempuan
objek garapan dibandingkan sebagai subjek cerita. Dengan
demikian, sangat perlu kiranya fensrr
1
diimbangi untuk diarahkan ke perubahan cara pandang pembaca
agar lebih berperpektif gender,
rnengarah ke cara pandang dari domestik ke publik.
Untuk mengubah cara pandang ini agak sulit
dilakukan secara konvensional atau tradisional saja, mengingat
tingkat keterbacaan pelajar saat ini
rendah' Pelajar banyak beralih ke media yang populer
disebut lr. Dengan semakin maju
berkembangnya ilmu pengatahuan, teknologi, dan komunikasi,
maka teknik digitalisasi dapat dimanfaafrsebagai media membelajarkan pelajar di pendidikan dasar
dan menengah tentang karya-karya sastra yatg
berperspektif gender, sehingga diharapkan terjadi pemahaman
awal yang lebih kompreensif tentang ko6+
hubungan sosial yang menggambarkanb perbedaan tingkah
laku antara laki-laki dan perempuan hac
bentukan masyarakat (sociatty contructed). Bentuk penuangan
materi. ajar kesusasteraan dengan media
digital ini adalah mengangkat tematema dan topik-topik yang
mengacu kepada peristiwa- peristiwa dan
sutuasi-situasi yang diomunculkan oleh sebuah teks
naratif, yang r"oi poprr"|, disebut diegesis ke dalam
bentuk digital' Diegesis merupakan sekuens tindakan-tindakan
atzu peristiwa-peristiwa di dalam teks naratif
yang dapat dipahami oleh seorang pembaca (Budiman,
lggg). oreh karena itu, diharapkan pemahaman
konsep gender dan cara pandang dari para pelajar terhadap
karya-karya sastra yang menampilkan tokoh
perempuan yang ditradisikan secara patriarkal
dapat diposisikan seca6 proporrion"t.
II. PEMBAHASAN
(1) Pola Asuh di Lingkungan Sekolah yang Bias
Gender
' Masih banyak dijumpai pendidikan yang bias gender di sekolah-sekolah yang
dilakukan oleh guru-
guru' Umumnya para guru belum memiliki kepekaan gender,
Mereka masih membedakan peran dan
aktivitas anak perempuan dan laki-laki' Hasil lokakarya dan
focus group discussion menunjukkan bahwa
241
para guru sekolah sampel dalam kegiatan ekstra kurikuler
masih membedakan jenis kelamin. Anak laki-hki
diberiakses mengikuti kegiatan yang membutuhkan tenaga, sedangkan anak perempuan
beraktivitas yang
halus' Misalnya dalam kegiatan kebersihan lingkungan sekolah. Laki-laki
diperintahkan membawa cangkul
dan parang. sedangkan anak perempuan membawa sapu lidiatau serok
sampah.
Kiranya guru dan siswa masih mempunyai pandangan bahwa anak perempuan
tidak cocok kalau
melakukan ke$iatan yang berat karena akan membuatnya kasar, tidak feminin, kurang
sesuai dengan
"kodratnya" sebagai perempuan. Selain itu, ada juga kecenderungan
bahwa jabatan ketua kelas, pemimpin
organisasi di sekolah, komandan upacara diberikan kepada siswa laki-laki. Sedangkan
siswa perempuan
-diberitugas sebagaisekretaris,
bertdahara
Adanya persepsi bilamana yang aitunjuk sebagaipemimpin
itu perempuan maka kurang tCoas,, takut dengan, laki-laki, tidak berani menegur atau memperingatkan,
pemalu, dan sebagainya. Di pihak lain,'ada'kekhawatiran kblau laki-laki
sebagai bendahara maka akan
terjadi penyelewengan, sepertiuntuk membeli rokok; kurang teliti; dan sebagainya.
Ada banyak pandangan yang hadir di tengah maSyarakat kita berkaitan dengan pendidikan
anak.
Beberapa pandangan tersebut benar, tetapi tidak terlepas dari pola pandangan-pandangan yang
salah,
yang berkembang menjadi mitos. Apa itu mitos? Menurut Manstead & Hewstone,
1996), bahwa mitos
adalah pandangan tertentu yang melekat kuat pada suatu masyarakat, berasal dari sumber yang
tidak jelas,
dan seringkali mengakibatkan pola perilaku yang tidak tepat.:Beibagai pandangan yang tidak
tepat tersebut
biasanya berkembang karena ada hal-hal, antara lain: (1) kebiasaan-kebiasaan yang
berkembang di
masyarakat. Kebiasaan ini berubah menjadi pandangan-pandangan yang sulit diubah. Kebiasaankebiasaan yang muncul mungkin hanyaldh sebuah kondisi, Uukin k;harrc;n atau kebenaran,
misalnya
anak perempuan harus membantu ibu memasak di dapui, sehingga timbul keharusan bahwa ,"or"nn
perempuan harus dapat memasak. Apakah hanya perempuan saja yang'harus
memasak? Banyak dijumpai
bahwa chief atau koki di restoran dan hotel-frotel laki-lakij (Z) traOisi/kebiasaan at'au norma masyarakat.
Sesungguhnya tradisiinorma masyarakat bersifat luwes, tidak kaku, dan bukan merupakan kebenaran yang
umum, tetapi dianggap sebagai keharusan sehingga menjadi kebenaran yang umum. Harus
diakui bahwa
tradisi/norma bersifat lokal, artinya tradisi atau norma pada perilaku yang sama, jelas akan
berbeda pada
ketompok masyarakat lain. Misalnya dalam hal berpakaian. Pada umumnya rok dipakai oteh perempuan,
tetapi kelompok budaya lain laki-lakilah yang memakai rok (trtts pada masyarakat Skoflandia); (3)
kecenderungan untuk mengambil kesimpulan secara berlebihan dari fakta yang ada. Misalnya fakta
bahwa
beberapa pekerja laki-laki disalon kecantikan berperilaku seperti perempuan. Fakta ini dianggap
kalau lelaki
bekerja di bagian-bagian yang dianggap femini, dia akan berubah juga menjadi banci. o*ki"n juga
katau
perempuan bekerja yang membutuhkan tenaga kuat maka dia akan berubah
menjadi fom boy. pandanganpandangan seperti itu apabila diabaikan, dikhawatirkan menimbulkan subordinasi
terhadap perempuan,
sebagaimana dikhawatkkan beberapa ahlisepertiNoresa (1994)dan Mansoer Fakih JgA.-'
tf
Berdasarkan gambaran hasil di atas, terlihat bahwa pola asuh di lingkungan ,a*o,"n yang
bias
gender sudah terbentuk dan terpola pemahamannya dari rumah. Boleh jadi
karena adanya faktor kebiasaan
di lingkungan tempat tinggal mereka atau budaya setempat yang kemudian dianggap sebagai
mitos
tersebut.
(2) Pota Asuh di Lingkungan Keluarga yang,Bias Gender''
,
Rendahnya akses perempuan di sektor publik bukan kargha kemampuan perempuan lebih rendah,
di dalam keluarga dan ldi :masyarakat masih dianggap rendah.
Pandangan masyarakat yang demikian menyebabkan ptr"rpr"n hanya akari berperan di sektor domestik.
melainkan kedudukan perempuan
Pola asuh orang tua yang bias gender di keluarga ini tentunya akan merugikan perkembangan bangsa dan
Suatu keluarga idealnya memiliki anak perempuan dan laki-laki, karena perempuan dapat
.malalrirlza^
Httfn
ffiE
tla
sdrBrgEB and( lald-laki
dhona-sdrkar. tllrrapkzr memld
teiry4g
mengangkat deraiat keluarga. Hal tersebut menyebabkan anafi hkHaki dltmUt unfuk bde*a,
agar cita-citanya tercapai.
bdq dagd
lgb[t.l.ras
Anak perernpuan diarahkan menjadi penurut dan mendapatkan jodoh yang baik. pendidikan untul
anak perempuan lebih longgar dibandingkan anak laki-laki. Yang penting bagi anak perempuan
adalah
moral dan perilaku' Mereka tidak terlalu dituntut untuk bisa mencari uang atau berperan
di sektor publik,
karena setelah menikah akan mengikuti suaminya. Anak perempuan lebih banyak memiliki larangan.
Larangan'larangan tersebut merupakan kontruksi budaya setempat. Secara umum, anak perempuan
tidak
-boleh metakukan sesuatu yang dianggap tabu atau tidak pantas dilakukan perempuan.
Sebaliknya, anak
laki-laki yang melakukan tindakan tersebut, masyarakat tidak memandang sebagai suatu hat yang
negatif.
Sebagian besar orang tua masih membedakan peran dan aktivitas anak laki-laki dan perempuan
di sektor
domestik' Anak laki-laki tidak dididik untuk menger.jakan pekerjaan-pekerjaan domestik atiaupun
rumah
tangga, karena dianggap bahwa pekeriaan-pekerjaan domestik merupakan tugas perempuan.
Kodrat perempuan untuk mengandung, melahirkan, dan menyusui membuat persepsi masyarakat
bahwa ada peran yang melekat pada perempuan, yaitu menganggap perempuan hanya
akan berperan di
rumah tangga' Proses sosialisasi dan legitimasi dan kedudukan perempuan dan pria yang
berbeda
menyebabkan secara internal menghadapi berbagai kendala untuk dapat
memanfaatkan hak-hak clan
kesempatannya (Sadti, 1 9g4).
'
Di kalangan keluarga miskin beban yang sangat berat ditanggung oleh perempuan, terlebih kalau
mereka harus bekerja sehingga memikul beban kerja ganda. Bias gender yang mengakibatkan
beban kerja
sering diperkuat dengan pandangan adanya 'Jenis pekerjaan perempuan" yang dinilai lebih rendah
dari
'Jenis pekerjaan laki-laki". Perempuan sejak dini telah disosialisasikan
untuk menekuni peran gender
mereka. Di lain pihak, lelaki tidak diwajibkan secara kultural untuk menekuni berbagai jenis pekerjaan
domestik. Kesemuanya itu memperkuat pelanggengan secara kultural dan struktural beban
kerja kaum
pererirpuan (Fakih, 1 996 :21 -22\.
(3) illateri Aiar Kesusasteraan yang Responsif Gender
Penyusunan dan persiapan materi ilar kesusasteraan yang responsif gender, mengacu dan
berpatokan pada: (1) Kurikulum dan GBPP (kebutuhan siswa betajar); (2) Sasaran (siswa
belajar) dalam
kegiatan belaiar; (3) Tingkat pendidikan atau pengalaman dan daya serap siswa
betajar; (4) Alokasi waktu
belajar kesusasteraan yang telah ditentukan untuk setiap topik (pokok bahasan); (5) Bahan
belajar diadakan
dengan cara: (a) mengutip, menyadur atau meramu dari berbagai sumber, seperti buku, majalah,
koran.
yang mengangkat topik pemeranan perempuan, dan (b) membuat baru
berdasarkan sumber atau referensi
yang benar atau dipercaya, tentiang pemberian kesempatan bagi laki-laki
dan perempuan. Bahan belajar
yang sudah disepakati itu dituangkan dalam media ICT untuk mendapatkan gambaran
yang lebih konkret
lagi.
(4) ilenentukan Media Betajar
Untuk menentukan media belajar, maka: 1) media belajar ICT dalam proses pembelajaran
kesusasteraan yang responsif gender dipilih berdasarkan topik materi dan keberadaan
lingkungan; 2)
)
Ketepatan/kesesuaian dengan tujuan pengajaran
Media pengajaran dengan lcT dipilih berdasarkan
tujuan instruksional yang telah ditetapkan; 3) Media belajar tCT dari materi pengajaran kesusasteraan yang
bersifat fakta, prinsip, konsep, dan generalisasi untuk membantu siswa lebih mudah memahami
materi
pengajaral kesusasteraan; 4) Jenis media yang digunakan dapat dioperasionalkan guru
dan siswe (LCD.
VCD);
Memperhitungkan alokasi waktu pembelajarani 6) pemilihan media untuk pendidikan
dan
.5)
pengaiaran kesusasteraan lndonesia yang responsif gender menyesuaikan
dengan taraf berpikir siswa
SLTP dan SLTA, sehingga makna yang terkandung di dalamnya dapat dipahami.
Httfn
ffiE
tla
sdrBrgEB and( lald-laki
dhona-sdrkar. tllrrapkzr memld
teiry4g
mengangkat deraiat keluarga. Hal tersebut menyebabkan anafi hkHaki dltmUt unfuk bde*a,
agar cita-citanya tercapai.
bdq dagd
lgb[t.l.ras
Anak perernpuan diarahkan menjadi penurut dan mendapatkan jodoh yang baik. pendidikan untul
anak perempuan lebih longgar dibandingkan anak laki-laki. Yang penting bagi anak perempuan
adalah
moral dan perilaku' Mereka tidak terlalu dituntut untuk bisa mencari uang atau berperan
di sektor publik,
karena setelah menikah akan mengikuti suaminya. Anak perempuan lebih banyak memiliki larangan.
Larangan'larangan tersebut merupakan kontruksi budaya setempat. Secara umum, anak perempuan
tidak
-boleh metakukan sesuatu yang dianggap tabu atau tidak pantas dilakukan perempuan.
Sebaliknya, anak
laki-laki yang melakukan tindakan tersebut, masyarakat tidak memandang sebagai suatu hat yang
negatif.
Sebagian besar orang tua masih membedakan peran dan aktivitas anak laki-laki dan perempuan
di sektor
domestik' Anak laki-laki tidak dididik untuk menger.jakan pekerjaan-pekerjaan domestik atiaupun
rumah
tangga, karena dianggap bahwa pekeriaan-pekerjaan domestik merupakan tugas perempuan.
Kodrat perempuan untuk mengandung, melahirkan, dan menyusui membuat persepsi masyarakat
bahwa ada peran yang melekat pada perempuan, yaitu menganggap perempuan hanya
akan berperan di
rumah tangga' Proses sosialisasi dan legitimasi dan kedudukan perempuan dan pria yang
berbeda
menyebabkan secara internal menghadapi berbagai kendala untuk dapat
memanfaatkan hak-hak clan
kesempatannya (Sadti, 1 9g4).
'
Di kalangan keluarga miskin beban yang sangat berat ditanggung oleh perempuan, terlebih kalau
mereka harus bekerja sehingga memikul beban kerja ganda. Bias gender yang mengakibatkan
beban kerja
sering diperkuat dengan pandangan adanya 'Jenis pekerjaan perempuan" yang dinilai lebih rendah
dari
'Jenis pekerjaan laki-laki". Perempuan sejak dini telah disosialisasikan
untuk menekuni peran gender
mereka. Di lain pihak, lelaki tidak diwajibkan secara kultural untuk menekuni berbagai jenis pekerjaan
domestik. Kesemuanya itu memperkuat pelanggengan secara kultural dan struktural beban
kerja kaum
pererirpuan (Fakih, 1 996 :21 -22\.
(3) illateri Aiar Kesusasteraan yang Responsif Gender
Penyusunan dan persiapan materi ilar kesusasteraan yang responsif gender, mengacu dan
berpatokan pada: (1) Kurikulum dan GBPP (kebutuhan siswa betajar); (2) Sasaran (siswa
belajar) dalam
kegiatan belaiar; (3) Tingkat pendidikan atau pengalaman dan daya serap siswa
betajar; (4) Alokasi waktu
belajar kesusasteraan yang telah ditentukan untuk setiap topik (pokok bahasan); (5) Bahan
belajar diadakan
dengan cara: (a) mengutip, menyadur atau meramu dari berbagai sumber, seperti buku, majalah,
koran.
yang mengangkat topik pemeranan perempuan, dan (b) membuat baru
berdasarkan sumber atau referensi
yang benar atau dipercaya, tentiang pemberian kesempatan bagi laki-laki
dan perempuan. Bahan belajar
yang sudah disepakati itu dituangkan dalam media ICT untuk mendapatkan gambaran
yang lebih konkret
lagi.
(4) ilenentukan Media Betajar
Untuk menentukan media belajar, maka: 1) media belajar ICT dalam proses pembelajaran
kesusasteraan yang responsif gender dipilih berdasarkan topik materi dan keberadaan
lingkungan; 2)
)
Ketepatan/kesesuaian dengan tujuan pengajaran
Media pengajaran dengan lcT dipilih berdasarkan
tujuan instruksional yang telah ditetapkan; 3) Media belajar tCT dari materi pengajaran kesusasteraan yang
bersifat fakta, prinsip, konsep, dan generalisasi untuk membantu siswa lebih mudah memahami
materi
pengajaral kesusasteraan; 4) Jenis media yang digunakan dapat dioperasionalkan guru
dan siswe (LCD.
VCD);
Memperhitungkan alokasi waktu pembelajarani 6) pemilihan media untuk pendidikan
dan
.5)
pengaiaran kesusasteraan lndonesia yang responsif gender menyesuaikan
dengan taraf berpikir siswa
SLTP dan SLTA, sehingga makna yang terkandung di dalamnya dapat dipahami.
(5). ilerancang Pembelaiaran Peean Gender
!
Dalam penyusunan pesan.gender dari karya sastra, ada 3 langkah yang diperhatikan, yakni:
(1) Memilih Topik Bahasan, dengan cara
a.
:
Memitih tujuan-tujuan belajar kesusasteraan berikut silabi-silabinya dari
iub
pokok bahasan yang
memilikikesesuaian dehgan topik dari materi utama isi pesan g'ender;
b.
Menetapkan silabi dari pokok bahasan terpilih yang akan dijadikan silabi/materi pokok yang akan
L
- -,-l
^-:t-disisipi isi pesan gender, melaluiformat-a berikut'
{2) Memilih Sub-Topik Bahasan, dengan cara :
Mengidentifkasi kasus atau peristiwa sehari-hari yang biasa terjadi: (i) di lingkungan tempat tinggal
a.
warga belaiar, dan (ii) pada kegiatan belajar mengajar, yang terkait dengan isi pesan gender.
Deskripsi da6 setiap topik dan materi utama gender dapat digunakan sebagai alat seleksi untuk
.
b.
menetapkan kasus atau peristiwa yang akan dipilih dan dipilah sebagaimaterigender;
Mengkaji sumber bacaan atau rujukan yang diperkirakan memuat tentang isi pesan gender. lsi dari
setiap topik dan materi utama gender dapat digunakan sebagai alat seleksi untuk menetapkan
kasus atau peristiwa yang dipilih dan dipilah sebagai materigender;
c.
Memformulasikan : (i) kasus atau peristiwa sehari-hari, dan (ii) isi bacaan dari sumber bacaan atau
rujukan meniadi materi gender dengan memperhatikan topik gender, pokok bahasan, sub pokok
bahasan tujuan belajar dan materi/silabi pokok.
(3) Menyusun Rancangan Pernbelajaran, dengan cara
:
a.
b.
Merumuskan tujuan pembelajaran gender dengan memperhatikan isidari topik yang dipiih;
Memformulasikan isi pesan gender yang tertuang menjadi isi pesan gender atau silabi yang akan
c.
menjadi bbhan Pembelajaran;
Mirumuskan proses pembelajaran atau metodologi, berikut waktu pembelajaran, media yang akan
digunakan, dan aspek, berikut cara evaluasi hasil pembelajaran. Kasus/peristiwa sehari'haridan isi
dari sumber bacaan atau rujukan yang terpilih juga dapat dijadikan sumber media pembelajaran.
Dalam hal ini, untuk menyusun panduan pembelajaran, guru memperhatikan: 1) untuk topik bahasan,
yang lebih ditampilkan adalah peran aktif perempuan; 2) Tentukan sub topik bahasan; 3) Tujuan belaiamya
apa; 4) Waktunya berapa lama; 5) Proses pembelajarannya seperti apa; 6) Media yang digunakan apa; dan
7) Tentukan langkah-langkah kegiatannya.
(6)
Pembelaiaran Sastra yang ilengandung Pesan Gender
Masyarakat lndonesia sangat heterogin dengan selera pembacanya yang juga bermaoam-macam.
Ddlam kaitannya dengan hal ini, karya sastra sebenarnya memiliki banyak pesona bila dibaca' Sayangnya
karyra sastra lndonesia belum merupakan kebutuhan primer masyarakat luas. Padahal sastra dapat
membukakan mata pembaca untuk mengetahui realitas sosial, politik, dan budaya, dalam bingkaimoral dan
estetika yang berperspektif gender.
Satah satu tujuan kehadiran karya sastra di tengah-tengah masyarakat pembaca adalah berupaya
untuk meningkatkan harkat dan martbat manusia. Karya sastra adalah refleksi pengarang tentang hidup dan
kehidupan yang dipadu dengan daya imajinasi dan kreasi yang didukung oleh pengalaman dan
pengamatannya atas kehidupan tersebut.
Beberapa contoh karya saslra yang disoroti lebih menggksploitir tokoh perempuan adalah: (1) novel
"Maut,dan Cinta", karya Mochtar Lubis, di mana tokoh perempuan muda yang bernama Zaenab telah
mengubah. kehidupan tokoh Sadeli; (2) novel "Namaku Hiroko", karya NH. Dini. Novel ini bercerita tentang
seorang perempuan desa yang lugu bernama Hiroko, yang merantau ke kota. Ternyata lingkungan kota
telah membuat tokoh wanita itu menjadi jalang dan memandang materi sebagai tujuan utama dalam
kehidupannya; (3) novel"Bekisar Merah", karya Ahmad Thoharijuga mengangkat berbagai persoalan yang
,:l
1
lerndx srErrIF
a ,f-r€rnpatkan tokoh Lasiah, gadb lndonesia bbsteran Jepang seDagar l(ooan lsto{llrt,
sendiri, Darsa; (4) novel "Sri Sumarah", karya Umar Khayam menceritakan bagaimana kesetiaan seorang
U
perempuan pada suaminya yang menganut faham Komunis, tetapi akhimya berselingkuh dengan lelaki
7
langganannya; (5) cerpen "Transaksi", karya Umar Nur Zain berkisa tentang periuangan seorang ibu dalam
menghadapi penyakit anaknya yang sangat mernbutuhkan biaya, sehingga menyebabkan perempuan itu
harus rela untuk mengorbankan harga dirinya.
Berbagai contoh karya sastra di atas tentu akan merugikan citra perempuan sebagai makhluk yang
juga memitikiharkat dan martabdt. Oleh karena itu, bagbimana karya-karya sastra yang hadir,tersebut dapat
.mengubah penyajian yang negatif kepada pembaca menjadi penyampaian citra positif tentang tokoh
perompuan
,
perlu media lain uniuk menggambarkan agdr,bukdn'nilai-niiai bias gender yang'muncul, tetapi nilai-nilai
yang adil gender danrberpihak"kepada toko perempuan. Perkembangan dan'kemajuan teknologi (tT)
dengan model digital Oapat mew,gdahi maksud tdrsebut. Tentu untuk mewuiudkan maksud. telseUut nelu
dirumuskan dan dikemis ide cerita secara lebih proporsional, se'hingga pada akhirnya melalui karya sastra
para pelajar dapat paham tentang persoalan-persoalan dan pola-pola yang berperspektif gender.
ItI. KESIMPULAN DAN SARAN
model pembelajaran BSI dan PPKN responsif gender dengan
Berdasarkan pembaha::"
-O,rlnlPrlkan
media ICT di SLTP sebagai berikut:
(1)
'menempatkan perempuan:$dan laki-laki sesuai pefan
Banyak tema cerita karya sastrd
fnn
gendernya, sektor publik untuk laki-iaki dan peran domestik untuk perempuan. Demikian juga
gambar dan ilustraSi yang dimuat dalam beberapa karya sastra,
(2)
Pemahaman siswa berdaSarkan identifikasi sangat bias gender, kalena penanaman nilai-nilai
budaya di masing"masing keluarga, sehingga pendidikan berperspektif gender perlu ditumbuhkan,
(3)
Pandangan guru dan siswa terhadap peran, tanggung jawab, dan fungsi laki-laki dan perempuan
masih konvensional dan cenderung bias gender, hingga.,perlu wawasan lebih responsif, melalui
'
penyusunan dan penuangan materi media pembelajaran
(4)
ICT;
'
.,
Model pengembangan materi responsif gender dan media pembelajaran ICT yang menyertakan
materi serta kendala berbagai keterbatasan sumber media yang dapat diakses para guru' Model
materi r6sponsif gender dan media ICT yang dikembangkan dihhr:apkan berimplikasi pada
kompetensi guru dalam menyusuh materi dan media aiar reSponsif gender secara sendiri.
Berdasarkan acuan model, guru dapat memodifikasi dan mengembangkan sendiriyang disesuai.$ln
dengan konteks budaya atau wilayah masing-masing. Namun, jika guru tidak memiliki waktu dan
kompetensi untuk menyusun silabus dan bahan ajar respdnsif gender sendiri maka materi dan
media ICT ini dapat meminimalkan kemungkinan guru sulit melaksanakan pembelajaran Sastra
lndonesia dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous. 1996. Jende
O-r-xl'rsse.
Gil: il;ij,
r dan KemitrasejEjaran. Kantor Menteri Negara Ur,ysan Pelanan Wanita'
pensemb"rg"i'ili,i"t Pindidikan Berpdripe0if 9f.P^": Laporan Penelitian Hibah
Tahun Anggaran 1998/1999.
Bersaing Vll/1 Perguruan Tinggi
-Kebiiakan
Pendidikan Berwitwa,qan Ge4der
Lanjutan
Studi
Chanafiah, Yayah,' dkk. 2d05.
di
Provinsi
Peran
Pemampuan Kelembagaan Pengarusutamaan Gender dan Anak.
Eingirtu. Penelitian.'Kerlasami P3W UNIB dengan Proybk Peningkat3n
Maiyarakat dan
Dirjen PLS.
Dipdiknas. 2003. Pedoman Penulisan Bahan Ajar EerwawlSdtl Gender. Jakarta : Proy-ek Peningkatran
Peran Masyarakat dan Pemampuan Kelembaga-an Pengarusutamaan Gender.
.
,i
lerndx srErrIF
a ,f-r€rnpatkan tokoh Lasiah, gadb lndonesia bbsteran Jepang seDagar l(ooan lsto{llrt,
sendiri, Darsa; (4) novel "Sri Sumarah", karya Umar Khayam menceritakan bagaimana kesetiaan seorang
U
perempuan pada suaminya yang menganut faham Komunis, tetapi akhimya berselingkuh dengan lelaki
7
langganannya; (5) cerpen "Transaksi", karya Umar Nur Zain berkisa tentang periuangan seorang ibu dalam
menghadapi penyakit anaknya yang sangat mernbutuhkan biaya, sehingga menyebabkan perempuan itu
harus rela untuk mengorbankan harga dirinya.
Berbagai contoh karya sastra di atas tentu akan merugikan citra perempuan sebagai makhluk yang
juga memitikiharkat dan martabdt. Oleh karena itu, bagbimana karya-karya sastra yang hadir,tersebut dapat
.mengubah penyajian yang negatif kepada pembaca menjadi penyampaian citra positif tentang tokoh
perompuan
,
perlu media lain uniuk menggambarkan agdr,bukdn'nilai-niiai bias gender yang'muncul, tetapi nilai-nilai
yang adil gender danrberpihak"kepada toko perempuan. Perkembangan dan'kemajuan teknologi (tT)
dengan model digital Oapat mew,gdahi maksud tdrsebut. Tentu untuk mewuiudkan maksud. telseUut nelu
dirumuskan dan dikemis ide cerita secara lebih proporsional, se'hingga pada akhirnya melalui karya sastra
para pelajar dapat paham tentang persoalan-persoalan dan pola-pola yang berperspektif gender.
ItI. KESIMPULAN DAN SARAN
model pembelajaran BSI dan PPKN responsif gender dengan
Berdasarkan pembaha::"
-O,rlnlPrlkan
media ICT di SLTP sebagai berikut:
(1)
'menempatkan perempuan:$dan laki-laki sesuai pefan
Banyak tema cerita karya sastrd
fnn
gendernya, sektor publik untuk laki-iaki dan peran domestik untuk perempuan. Demikian juga
gambar dan ilustraSi yang dimuat dalam beberapa karya sastra,
(2)
Pemahaman siswa berdaSarkan identifikasi sangat bias gender, kalena penanaman nilai-nilai
budaya di masing"masing keluarga, sehingga pendidikan berperspektif gender perlu ditumbuhkan,
(3)
Pandangan guru dan siswa terhadap peran, tanggung jawab, dan fungsi laki-laki dan perempuan
masih konvensional dan cenderung bias gender, hingga.,perlu wawasan lebih responsif, melalui
'
penyusunan dan penuangan materi media pembelajaran
(4)
ICT;
'
.,
Model pengembangan materi responsif gender dan media pembelajaran ICT yang menyertakan
materi serta kendala berbagai keterbatasan sumber media yang dapat diakses para guru' Model
materi r6sponsif gender dan media ICT yang dikembangkan dihhr:apkan berimplikasi pada
kompetensi guru dalam menyusuh materi dan media aiar reSponsif gender secara sendiri.
Berdasarkan acuan model, guru dapat memodifikasi dan mengembangkan sendiriyang disesuai.$ln
dengan konteks budaya atau wilayah masing-masing. Namun, jika guru tidak memiliki waktu dan
kompetensi untuk menyusun silabus dan bahan ajar respdnsif gender sendiri maka materi dan
media ICT ini dapat meminimalkan kemungkinan guru sulit melaksanakan pembelajaran Sastra
lndonesia dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous. 1996. Jende
O-r-xl'rsse.
Gil: il;ij,
r dan KemitrasejEjaran. Kantor Menteri Negara Ur,ysan Pelanan Wanita'
pensemb"rg"i'ili,i"t Pindidikan Berpdripe0if 9f.P^": Laporan Penelitian Hibah
Tahun Anggaran 1998/1999.
Bersaing Vll/1 Perguruan Tinggi
-Kebiiakan
Pendidikan Berwitwa,qan Ge4der
Lanjutan
Studi
Chanafiah, Yayah,' dkk. 2d05.
di
Provinsi
Peran
Pemampuan Kelembagaan Pengarusutamaan Gender dan Anak.
Eingirtu. Penelitian.'Kerlasami P3W UNIB dengan Proybk Peningkat3n
Maiyarakat dan
Dirjen PLS.
Dipdiknas. 2003. Pedoman Penulisan Bahan Ajar EerwawlSdtl Gender. Jakarta : Proy-ek Peningkatran
Peran Masyarakat dan Pemampuan Kelembaga-an Pengarusutamaan Gender.
.
,i
'. ,
,
.,.
....
245
;,studidan Pengembangan Ferempuan dan Ariak (LSPPA) Keriasama dengan Direktofo
Pendidikan Masyarakat
Elto, Sus lndah. 2OOb. Apresiasi B aian dan Sastra tndonesia. Untuk Kelas 2 SLTP. Pendekatan Kurikulum
Berbasis Kompetensi. Bogor : Yudhistira.
Fakih, Mansour. 1996. Analisis Gender dan Transformasi Sosia/. Yogyakarta: Pustaka Jaya.
--- 1997. Sebuah Pengantar dalam Merekonstruksi Rea/rfas dengan Perspeffiff Gentder. Yogyakarta:
Sekrelariat Bersama Perempuan Yogyakarta.
Nufiadi. Dawud, Yuni Pratiwi. 2000. Pelajaran Bahasa lndonesia. Untuk SLTP Kelas 2 dan 3. Jakarta:
:
Erlangga.
Rajab, Budi.2002. 'Pendidikan Sekotah dan Perubahan Kedudukan Perempuan", dalam JumalPeremouan.
No.23 tahun 2002. Jakarta.
Sadli, Saparinah. 1994. Konsep Kemitrasejajaran Laki-lahi dan Perempuan. Maka|ah disampaikan dalarn
pertemuan dengan PSW Palangkaraya.
Sumjati (Ed.). 2001. Manusia dai Dinamika Budaya. bari Kekerasan sampai Baratayurila. Yogyakarta:
Badan Penelitian dan Publikasi Fakultas, Fakultas Sastra UGM, bekerjasama dengan
BIGRAF Publishing.
.
Download