Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Februari 2017 I. EVALUASI KONDISI CUACA BULAN JANUARI 2017 A. Monitoring Dinamika Atmosfer Januari 2017 Kondisi cuaca di Indonesia termasuk Banyuwangi dikendalikan / dipengaruhi oleh fenomena-fenomena dinamika atmosfer berskala global, regional hingga lokal yang saling berinteraksi dan membentuk pola serta variabilitas cuaca - iklim di Banyuwangi. Berikut adalah monitoring kondisi fenomena-fenomena tersebut selama bulan Januari 2017 : El Nino Southern Oscillation (ENSO) Selama Januari 2017, anomali suhu muka laut wilayah Samudera Pasifik Ekuatorial bagian tengah (Nino 3.4) menunjukkan kecenderungan mendingin. Kondisi penurunan anomali tersebut dimulai sejak akhir Januari 2015 lalu. Anomali suhu muka laut mingguan terakhir tercatat -0.31°C sedangkan nilai bulanan Januari 2017 adalah -0.4 sehingga termasuk kategori Normal / Netral. Hal ini juga terlihat dari anomali angin pasat serta temperatur subsurface/ bawah laut Pasifik, dimana semuanya menunjukkan kondisi Normal / Netral. Nilai SOI (Southern Oscillation Index) yang bernilai -1.1 juga menunjukkan kondisi normal / netral. Dengan kecenderungan suhu muka laut Nino 3.4 yang stabil sehingga diprediksi kondisi Normal / Netral masih akan berlangsung pada Februari 2017 hingga Juni 2017. Gambar 1. Kondisi anomali suhu muka laut dan suhu bawah laut Pasifik, serta angin pasat di sekitar Pasifik Ekuatorial sampai tanggal 01 Februari 2017 (Sumber : BoM) 1 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Februari 2017 Dipole Mode Dipole Mode Indeks (DMI) di Samudera Hindia menunjukkan kecenderungan menuju normal setelah sebelumnya berada pada kisaran negatif. Indeks minggu terakhir Januari 2017 tercatat bernilai +0.05, hal ini menunjukkan tidak ada kontribusi penambahan massa udara dari Samudera Hindia ke sebagian wilayah Indonesia bagian barat. Kondisi DMI normal ini diprediksi berlangsung hingga Mei 2017. Gambar 2. Indeks Dipole Mode hingga awal Februari 2017 (Sumber : BoM) Madden-Julian Oscillation (MJO) dan Outgoing Longwave Radiation (OLR) Posisi aktifitas MJO selama Januari 2017 sempat aktif di Benua Maritim Indonesia (BMI) pada 4 – 5 Januari 2017 namun lemah, yang tentunya hanya sedikit berkontribusi pada kondisi liputan awan di wilayah Benua Maritim Indonesia. Tanggal 30 hingga 31 Januari 2017 MJO kembali aktif di BMI. Dari anomali OLR terlihat wilayah Jawa dominan warna ungu hingga merah yang menunjukkan banyaknya liputan awan pada rata-rata Januari 2017. Pemusatan daerah tutupan awan hampir merata di seluruh wilayah Indonesia. Gambar 3. Siklus posisi MJO dan anomali OLR selama Januari 2017, Warna ungu-merah adalah OLR negatif, warna orange-coklat adalah OLR positif (Sumber : BoM & NOAA) 2 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Februari 2017 Sirkulasi Monsun Asia – Australia Pada Januari 2017, monsun Baratan mulai berlangsung stabil. Gangguan tropis yang terlihat dari pola tekanan udara di Samudera Hindia selama Januari 2017 menyebabkan monsun Baratan semakin stabil. Memasuki akhir Januari 2017 monsun Baratan terlihat melamah namun kembali menguat. Memasuki Februari 2017 dari indeks AUSMI diprediksi diatas kondisi rata-ratanya yang mengindikasikan monsun baratan yang stabil. Gambar 4. Grafik indeks Monsun Australia harian yang dihitung dari data angin zonal arah barat-timur (komponen U) pada lapisan 850 mb (sumber: IPRC), dan normal streamline angin gradien Januari (sumber: misae4u) Gambar 5. Anomali angin zonal dan meridional Januari 2017 lapisan 850 mb (sumber: ESRL NOAA) Pola aliran massa udara komponen zonal (timur – barat) di sebagian besar wilayah Jawa Timur selama Januari 2017 (rata-rata bulanan) mayoritas terjadi anomali positif yang mengindikasikan menguatnya angin Baratan. Untuk komponen meridional (Utara – Selatan) di mayoritas Jawa Timur umumnya normal dan anomali positif artinya dominasi massa udara dari Selatan. Kondisi tersebut juga turut berperan dalam variabilitas hujan di Jawa Timur selama Januari 2017. 3 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Februari 2017 Suhu muka laut perairan Indonesia Kondisi anomali suhu muka laut di perairan Indonesia pada Januari 2017 berkisar antara -1.0 hingga +1.0 ºC, namun mayoritas wilayah perairan relatif normal (tidak ada anomali) termasuk perairan sekitar Jawa sehingga kondisinya sama dengan kondisi normalnya. Dengan suhu muka laut kisaran 28 – 30 °C menunjukkan potensi penguapan masih cukup tinggi dalam pembentukan awan selama Januari 2017. Hangatnya suhu perairan ini menjadi salah satu faktor dalam membentuk hujan di Jawa Timur selama Januari 2017 selain kondisi dinamika atmosfer skala global hingga lokal lainnya. Gambar 6. Suhu Muka Laut Perairan Indonesia dan Anomalinya bulan Januari 2017 (sumber: NOAA) Seruakan Dingin Asia (Cold Surge) Analisis kejadian fenomena seruakan dingin (cold surge) dari Asia yang diidentifikasikan dari nilai gradien atau perbedaan tekanan antara Gushi-Hongkong disajikan pada grafik di bawah ini. Aktifitas aliran massa udara dingin dari Asia ini bisa dilihat dari seberapa besar nilai indeksnya. Ketika nilai indeksnya ≥10 mb, dan suhu di Hongkong turun 5ºC maka massa udara dingin dari Asia berpeluang mempengaruhi kondisi cuaca di sekitar wilayah Indonesia selatan ekuator dengan asumsi tidak adanya gangguan tropis di sekitar Laut Cina Selatan (LCS) yang cukup kuat menghambat proses cross equatorial flow. Hal ini dapat dilihat dari peta analisa garis arus angin / streamline. Gambar 7. Grafik indeks seruakan dingin (Selisih Tekanan Udara Gushi–Hongkong) dan peta streamline (Sumber data; Ogimet.com dan BMKG) Indikasi kejadian seruakan dingin dengan indeks ≥10 mb terjadi pada awal dan pertengahan dasarian pertama dan kedua, namun di Hongkong tidak terjadi penurunan suhu 4 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Februari 2017 hingga 5ºC. Pada akhir dasarian kedua yaitu tanggal 20 Januari 2017 di Hongkong terjadi penurunan suhu hingga 5ºC dan dari peta arus angin terlihat angin dari Laut China Selatan masuk hingga ke Selatan Ekuator sehingga seruakan dingin Asia telah terjadi. Kondisi ini memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap kondisi cuaca di Jawa, dimana hujan di sebagian besar wilayah Jawa Timur khususnya pada Januari 2017 umumnya merata terjadi mulai dasarian ketiga. Apabila diasumsikan penjalaran massa udara dingin dari Asia membutuhkan waktu sekitar 2-3 hari untuk sampai ke wilayah tengah Indonesia di selatan ekuator, maka efek dari seruakan dingin tersebut juga diasumsikan bisa dirasakan di wilayah Jawa Timur sekitar 2-3 hari berikutnya dari kejadian indeks ≥10 mb. Gangguan Tropis Selama Januari 2017 terdapat 1 aktifitas gangguan tropis berupa bibit badai tropis di wilayah Samudera Hindia sebelah Baratlaut Australia pada 27 - 29 Januari 2017. Data dan jejak aktifitas gangguan tropis selama Januari 2017 disajikan pada gambar 7 di bawah. Gangguan tropis tersebut berdampak tidak langsung terhadap cuaca Indonesia, karena posisinya yang dekat dengan Indonesia. Dampak yang ditimbulkan adalah meningkatnya kecepatan angin dan tinggi gelombang laut di beberapa wilayah pesisir selatan Jawa hingga Nusa Tenggara. Untuk wilayah pesisir selatan Banyuwangi juga terdampak Siklon tersebut, dimana terjadi peningkatan kecepatan angin dan tinggi gelombang laut di perairan Selatan Banyuwangi selama periode gangguan tropis berlangsung. Diprediksi gangguan tropis akan masih berpotensi terjadi di Samudera Hindia pada Februari 2017. Gambar 8. Lintasan Gangguan Tropis 27 – 29 Januari 2017, (Sumber: UNISYS) Kelembaban udara Kelembaban udara relatif selama Januari 2017 di Jawa Timur umumnya mirip dibanding bulan sebelumnya dengan rata-rata kisaran 78 – 83%. Jawa Timur bagian timur (tapal kuda) sama kondisinya dibanding bagian Barat. Dari peta anomali terlihat di Jawa Timur bagian Timur anomali positif 5 - 8 % dari rata-ratanya. Kondisi yang sama terjadi untuk wilayah Jawa Timur sebelah Barat, hal ini berkorelasi positif dengan kejadian hujan dan sebaran pertumbuhan awan selama Januari 2017 dimana seluruh wilayah Jawa Timur merata sebaran awan dan hujannya. 5 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Februari 2017 Gambar 9. Kelembaban Udara Relatif Januari 2017 dan Anomalinya pada level 850 mb (Sumber:ESRL NOAA) Aktivitas Cuaca Pada awal bulan Januari 2017, memasuki masa puncak musim hujan secara umum kondisi cuaca di wilayah Banyuwangi terjadi hujan bervariasi dengan intensitas ringan hingga lebat. Hujan mayoritas terjadi mulai siang dan sore hari. Memasuki pertengahan bulan intensitas hujan meningkat dan lebih terkonsentrasi di wilayah Banyuwangi Utara. Memasuki akhir bulan mulai terjadi peningkatan curah hujan secara merata dengan waktu terjadinya mulai pagi hari. Pola angin baratan dengan variasi Baratdaya - Baratlaut. Secara spasial daerah bagian Utara lebih tinggi intensitas hujannya dibanding wilayah lainnya. Berdasarkan pantauan citra radar dan data hujan Banyuwangi juga terlihat bahwa pola hujan sudah merata dengan waktu kejadian berfluktuatif dari pagi hingga malam hari. Saat terjadi gangguan tropis di samudera Hindia sebelah Baratlaut Australia, hujan sempat menghilang beberapa hari karena angin yang cukup kencang. Kondisi ini jika dibandingkan dengan kondisi normal/ rata-rata bulan Januari tentunya mayoritas berada pada kondisi normal mengingat mayoritas wilayah Banyuwangi secara normal seluruhnya sedang berlangsung puncak musim hujan pada bulan Januari. Hal ini adalah dampak interaksi faktor-faktor atmosfer skala global, regional hingga lokal yaitu cold surge, variabilitas monsun, gangguan tropis, pola konvergen, suhu muka laut perairan Jawa dan sekitarnya, serta labilitas atmosfer. B. Pantauan kondisi cuaca bulan Januari 2017 di Kota Banyuwangi Dari rentetan peta synoptic selama bulan Januari 2017, wilayah kota Banyuwangi, angin pada umumnya bertiup dari arah yang bervariasi. Angin dominan bertiup dari arah Timurlaut, dengan kecepatan 3 – 14 knots. Kondisi cuaca cerah, berawan, dan hujan ringan hingga sedang. Kecepatan angin maksimum terjadi pada 24 dan 25 Januari 2017 dari arah Timur Laut dan Barat Daya dengan kecepatan 14 knots. Jumlah Hujan di Kota Banyuwangi dalam satu bulan sebanyak 244.0 mm (Normal). Suhu tertinggi 32.6 °C terjadi pada 11 Januari 2017 dan suhu terendah sebesar 23.2 ºC terjadi pada 10 Januari 2017. Berikut adalah rekap data meteorologi yang diperoleh dari Stasiun Meteorologi Banyuwangi pada bulan Januari 2017, di mana pada tabel ini ditampilkan parameter hasil observasi yang merupakan hasil pengamatan di lapangan dan data normal / rata- rata yang merupakan keadaan normal pada bulan yang bersangkutan. 6 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Februari 2017 Tabel 1. Rekap Data Meteorologi Stasiun Meteorologi Banyuwangi Januari 2017 NO PARAMETER HASIL OBSERVASI JANUARI 2017 NORMAL JANUARI [1981-2010] 1 Temperatur rata-rata 27.4 ºC 27.0 ºC 2 Temperatur maksimum 31.1 ºC 33.7 ºC 3 Temperatur minimum 24.3 ºC 22.0 ºC 4 Temp. maks. absolut 32.6 ºC 35.5 ºC 5 Temp. min. absolut 23.2 ºC 20.0 ºC 6 Tekanan rata-rata * 1008.6 mb 1008.3 mb 7 Kec. angin rata-rata * 1.8 kt 2.0 kt 8 Arah Angin terbanyak 040° 180° 9 Kelembaban rata-rata 81 % 80 % 10 Curah hujan 244.0 mm 11 Jumlah hari hujan 26 hari 238.0 mm 20 hari 7 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Februari 2017 Gambar 10. Grafik parameter cuaca dan mawar angin di kota Banyuwangi hasil observasi Januari 2017 (Sumber: BMKG) Penguapan selama Januari 2017 mencapai 103.3 mm dengan rata-rata harian 3.3 mm, penguapan tertinggi 7.4 mm terjadi pada 12 Januari 2017. Penyinaran matahari rata-rata Januari 2017 mencapai 43 %, minimal 0 % terjadi pada 2, 15, 30 dan 31 Januari 2017 sedangkan maksimal 100% hanya terjadi pada 4 Januari 2017. Tekanan udara (QFF) tertinggi 1011.4 mb pada 22 J a n u a r i 2017 dan terendah 1006.6 mb pada 7 Januari 2017. Rata-rata kelembaban udara relative (RH) Januari 2017 adalah 8 1 % dengan RH tertinggi 91 % pada 17 Januari 2017, dan RH terendah 74 % pada 6 Januari 2017. Dari gambar mawar angin (windrose) terlihat arah angin bervariasi. Angin dominan bertiup dari arah Timurlaut, kecepatan angin dominan 3 - 7 knots sebesar 24.5 %. Kecepatan angin tertinggi 14 knots dari arah Timurlaut dan Baratdaya pada 24 dan 25 Januari 2017. C. Evaluasi Kondisi Cuaca Bandara Blimbingsari Bandar Udara Blimbingsari (IATA: BWX, ICAO: WADY) terletak di Desa Blimbingsari, Rogojampi, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur pada koordinat 8°18′38.16″ LS 114°20′24.64″ BT dengan elevasi 25.66 meter (84.19 feet). Bandara dengan landas pacu saat ini 2.250 meter tersebut dibuka pada 29 Februari 2010. Hingga Januari 2017 terdapat dua maskapai penerbangan komersial yaitu Garuda Indonesia dan Wings Air. Selain itu juga terdapat 3 sekolah penerbangan yaitu Balai Pendidikan dan Pelatihan Penerbangan Banyuwangi (BP3B), Bali International Flight Academy (BIFA), dan Mandiri Utama Flight Academy (MUFA). Kondisi parameter cuaca selama Januari 2017 di Bandara Blimbingsari dari data hasil pengamatan BMKG pos meteorologi penerbangan bandara Blimbingsari dengan durasi pengamatan 12 jam (00.00 – 11.00 UTC) adalah sebagai berikut : Wilayah bandara Blimbingsari pada bulan Januari 2017 normalnya berada pada masa musim kemarau, namun dikarenakan suhu muka laut Jawa Timur dan sekitarnya dalam kondisi hangat, serta faktor interaksi dinamika atmosfer, mengakibatkan terjadinya hujan ringan lebat di Bandara Blimbingsari, Banyuwangi. Curah hujan selama Januari 2017 mencapai 278.2 mm, dengan kelembaban udara relatif rata-rata 87 %. RH tertinggi 95 % tanggal 23 Januari 2017, terendah 81 % tanggal 1 3 8 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Februari 2017 J a n u a r i 2017. Tekanan udara (QNH) rata-rata 1009.5 mb, tertinggi 1012.6 mb dan terendah 1007.3 mb. Suhu rata–rata 26.7 °C dengan suhu maksimum absolut 32.4 °C terjadi pada 27 Januari 2017. Suhu minimum absolut 22.8 °C pada 7 Januari 2017. Arah angin bervariasi, kecepatan angin 3 – 16 knots. Angin dominan bertiup dari arah Timurlaut. Mayoritas kecepatan angin mencapai 43.8 % berkisar antara 3 – 7 knots. Kecepatan angin tertinggi 16 knots, terjadi pada 5 Januari 2017 dari arah Baratdaya. Gambar 11. Grafik parameter cuaca hasil observasi Januari 2017 di Blimbingsari Airport (Sumber: BMKG) 9 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Februari 2017 D. Evaluasi Kondisi Cuaca Penyebrangan Ketapang-Gilimanuk Berdasarkan pantauan data AWS maritim di pelabuhan penyeberangan Ketapang Banyuwangi, menunjukkan selama bulan Januari 2017 angin dominan dari arah Baratdaya Barat dengan kecepatan angin bervariasi 0.2 – 17.9 knots. Suhu berkisar antara 23.1 – 30.9 °C, Kelembaban Udara Relatif 67.6 – 100 %, dan tekanan udara berkisar 1003.8 – 1012.6 mb. Kondisi cuaca bervariasi Berawan dan hujan ringan - lebat. Berikut grafik parameter cuaca selat Bali : Gambar 12. Grafik Parameter Cuaca Penyeberangan Selat Bali (Sumber : AWS BMKG) 10 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Februari 2017 E. Analisis Hujan Januari 2017 Kabupaten Banyuwangi Berdasarkan data curah hujan bulan Januari 2017 dari stasiun BMKG dan pos-pos hujan kerjasama di Banyuwangi dapat disajikan evaluasinya sebagai berikut Curah hujan tertinggi 1136 mm terjadi di Songgon dengan 25 hari hujan. Sementara curah hujan terendah 29 mm terjadi di Kebondalem dengan 2 hari hujan. Gambar 13. Peta Distribusi Curah Hujan Januari 2017 dan Sifat Hujan Januari 2017 di Banyuwangi (Sumber:BMKG) Dari peta terlihat bahwa secara spasial mayoritas wilayah Banyuwangi pada Januari 2017 mengalami curah hujan bervariasi 29 - 1136 mm sebagai dampak interaksi faktor - faktor skala global, regional dan lokal. Dari peta sifat hujan terlihat dominan Normal - Atas Normal, hanya sebagian kecil wilayah Kalibaru bagian tengah, Purwoharjo bagian utara, sebagian Siliragung dan Bangorejo, sifat hujannya Bawah Normal (dibawah kondisi rata-ratanya). Hal ini 11 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Februari 2017 berkorelasi dengan pantauan sebaran awan dan hujan selama Januari 2017. Bervariasinya spasial curah hujan pada wilayah Banyuwangi tersebut tidak lepas dari pengaruh interaksi fenomena laut-atmosfer selama Januari 2017. F. Monitoring Hari tanpa Hujan Berturut-turut Gambar 14. Peta Monitoring Hari Tanpa Hujan berturut-turut Januari 2017 di Banyuwangi (Sumber: BMKG Banyuwangi) Dari peta terlihat bahwa secara spasial hampir mayoritas wilayah Banyuwangi pada Januari 2017 masih berada pada musim hujan. Umumnya pada bulan Januari 2017 sebagian besar kecamatan – kecamatan yang ada di Wilayah Kabupaten Banyuwangi telah terjadi hujan. Hari tanpa hujan yang sangat pendek (1 – 5 hari) di beberapa wilayah disebabkan gangguan dinamika atmosfer sehingga hujan yang terjadi mengalami fluktuasi. 12 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Februari 2017 II. PROSPEK CUACA BULAN FEBRUARI 2017 A. Prediksi Dinamika Atmosfer Februari 2017 Monitoring perkembangan ENSO dari BMKG menunjukkan bahwa periode La Nina lemah yang terpantau pada Oktober 2016 telah menghilang dan kondisi menjadi normal / netral mulai Desember 2016 hingga Januari 2017, sehingga tidak ada suplai massa udara dari Samudera Pasifik ke wilayah Indonesia. Kondisi normal / netral ini diprediksi akan masih berlangsung hingga Juni 2017. Sementara itu Dipole Mode Indeks (DMI) yang terpantau normal pada Januari 2017, diprediksi masih tetap normal hingga Mei 2017, mengindikasikan tidak adanya penambahan massa uap air dari Samudera Hindia menuju wilayah Indonesia bagian Barat hingga Mei 2017. Suhu muka laut (Sea Surface Temperature/ SST) perairan Indonesia Februari 2017 umumnya perairan Indonesia dan sekitarnya diprediksi mulai mendingin terutama di bagian selatan perairan Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara dan Sulawesi, sekitar Perairan Arafuru (anomali negatif), sedangkan perairan Utara Sumatera dan Kalimantan masih hangat, dan wilayah peraiaran Nino di Pasifik Tengah cenderung menghangat. Bulan Maret 2017 hingga Juli 2017 perairan Indonesia umumnya normal, sedangkan di wilayah perairan Nino Pasifik tengah relatif menghangat dan bertahan sampai Juli 2017. Madden Jullian Oscillation pada awal dan akhir Januari 2017 sempat aktif di Benua Maritim Indonesia (BMI), sedangkan untuk bulan Februari 2017 diprediksi MJO tetap aktif di BMI dan bergerak ke wilayah perairan Indonesia timur, sehingga sampai pertengahan Dasarian I Februari 2017 wilayah Indonesia merupakan wilayah konvektif. Selanjutnya diikuti wilayah subsiden/kering dari bagian barat Sumatera meluas kebagian timur sampai pertngahan Dasarian II Februari 2017. Pada skala regional secara normal pola tekanan udara rendah bulan Januari sudah mulai terlihat di Belahan Bumi Selatan (BBS) seiring pergerakan semu matahari, sehingga memicu angin monsun baratan yang mulai stabil dan akan berdampak meningkatnya intensitas dan kejadian curah hujan di wilayah berpola hujan monsunal. Namun sering juga gangguan tropis tersebut justru mengurangi terjadinya hujan karena dampak angin kencang yang ditimbulkan mengakibatkan susahnya pembentukan awan konvektif. Melihat perkembangan dinamika atmosfer dan dampaknya terhadap kondisi cuaca iklim Jawa Timur dan Banyuwangi khususnya, dapat disimpulkan bahwa seluruh wilayah Banyuwangi pada bulan Februari 2017 akan masih berada pada masa puncak musim hujan. Perlu ditingkatkan kewaspadaan menghadapi potensi cuaca ekstrim yang kerap terjadi selama masa puncak musim hujan. Untuk prakiraan curah hujan bulanan, sebagai dampak hangatnya suhu muka laut perairan Jawa dan mulai stabilnya monsun baratan maka diprediksi akumulasi curah hujan Februari 2017 mayoritas wilayah masih sama dengan kondisi rata-rata / normalnya hanya sebagian kecil wilayah diprediksi curah hujannya diatas dan dibawah kondisi normalnya. 13 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Februari 2017 Gambar 15. Prediksi ENSO, anomali SPL, MJO dan anomali OLR (Sumber : BMKG, NCEP - NOAA) 14 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Februari 2017 B. Prakiraan Curah Hujan dan Sifat Hujan Banyuwangi bulan Februari 2017 – April 2017 Berdasarkan hasil perhitungan statistik dan pantauan kondisi fisis dan dinamis atmosfer di wilayah Jawa Timur dan sekitarnya serta kondisi lokal masing-masing Zona Musim (ZOM) terutama topografi daerah Jawa Timur, maka curah hujan daerah Banyuwangi untuk bulan Februari 2017 hingga April 2017 diprakirakan sebagai berikut : Februari 2017 Curah Hujan berkisar 150 – 400 mm Sifat Hujan : Bawah Normal - Atas Normal Maret 2017 Curah Hujan berkisar 150 – 400 mm Sifat Hujan : Normal - Atas Normal 15 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Februari 2017 April 2017 Curah Hujan berkisar 100 – 200 mm Sifat Hujan : Normal - Atas Normal Gambar 16. Prakiraan Curah Hujan dan Sifat Hujan Februari, Maret, dan April 2017 Banyuwangi (Sumber:BMKG) C. Prakiraan Potensi Banjir Februari 2017 Berikut adalah peta prakiraan potensi Banjir bulan Februari 2017, dari peta terlihat untuk beberapa wilayah di Banyuwangi diprediksi mempunyai potensi rawan banjir rendah hingga menengah. Memasuki bulan Februari 2017 seluruh wilayah Banyuwangi diprediksi masih berlangsung masa puncak musim hujan, sehingga perlu diwaspadai variabilitas intensitas hujan harian yang tinggi yang berpotensi menyebabkan hujan dengan intensitas yang bervariasi juga. Gambar 17. Prakiraan Daerah Potensi Banjir Februari 2017 (Sumber:BMKG) 16 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Februari 2017 III. INFORMASI TERBIT-TERBENAM MATAHARI FEBRUARI 2017 Berikut adalah data terbit terbenamnya matahari, selama bulan Februari 2017 di wilayah Kota Banyuwangi : IV. KEJADIAN GEMPABUMI SIGNIFIKAN DI WILAYAH BANYUWANGI Gambar 18. Kejadian Gempabumi yang signifikan di Banyuwangi Januari 2017 (Sumber:BMKG) Kejadiaan Gempa Bumi yang signifikan/ dirasakan khusus di Wilayah Kabupaten Banyuwangi selama bulan Januari 2017 adalah NIHIL (tidak ada kejadian gempa yang di rasakan signifikan sampai di wilayah Kabupaten Banyuwangi). 17 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Februari 2017 V. KEJADIAN CUACA EKSTRIM JANUARI 2017 Cuaca / Iklim Ekstrim adalah suatu kondisi meteorologi yang menyimpang dari nilai rataratanya atau menyimpang terhadap nilai batas ambang meteorologi di wilayah tersebut. Dampak pemanasan global yang berlanjut pada perubahan iklim diyakini sebagai salah satu pemicu munculnya cuaca/iklim ekstrim baik dari tingkat keseringan, cakupan luas wilayah maupun nilainya, dimana cuaca/iklim ekstrim tersebut berpotensi menimbulkan bencana dan kerugian bahkan korban jiwa. Tabel 2. Cuaca/ iklim Ekstrim Bulan Januari 2017 Banyuwangi KRITERIA Angin dengan kecepatan > 45 Km/jam KETERANGAN - Blimbingsari 30 Januari 2017 maks 57 km/jam Suhu udara > 35˚ C - Suhu udara < 15˚ C - Kelembaban udara < 30 % - Curah Hujan >100 mm / hari - Songgon 20 dan 22 Januari 2017 Tanah Longsor - Banjir - Puting beliung / Waterspout - DAFTAR ISTILAH INFORMASI CUACA, IKLIM DAN GEMPABUMI ENSO adalah singkatan dari El-Nino Southern Oscillation. Secara umum para ahli membagi ENSO menjadi ENSO hangat (El-Nino) dan ENSO dingin (La-Nina). Kondisi tanpa kejadian ENSO biasanya disebut sebagai kondisi normal. Referensi penggunaan kata hangat dan dingin adalah berdasarkan pada nilai anomali suhu permukaan laut (SPL) di daerah NINO di Samudera Pasifik dekat ekuator bagian tengah dan timur. Pada saat fenomena El Nino berlangsung, kondisi atmosfer di wilayah Indonesia cenderung kering, sehingga potensi kondisi curah hujannya berkurang atau lebih sedikit dibandingkan dengan rata-rata normalnya. Kondisi sebaliknya terjadi ketika fenomena La Nina berlangsung, dimana atmosfer wilayah Indonesia umumnya akan cenderung basah, sehingga bisa berpotensi menyebabkan intensitas curah hujan yang lebih banyak dibanding rata-rata normalnya. Dipole Mode merupakan fenomena interaksi laut dan atmosfer di Samudera Hindia yang dihitung berdasarkan perbedaan nilai (selisih) antara anomali suhu muka laut perairan pantai timur Afrika dengan perairan sebelah barat Sumatera. Perbedaan nilai anomali suhu muka laut tersebut selanjutnya dikenal sebagai Dipole Mode Indeks (DMI), dimana DMI positif berdampak berkurangnya curah hujan di Indonesia bagian barat, DMI negatif berdampak meningkatnya curah hujan di Indonesia bagian barat. Asian Cold Surge atau seruakan dingin Asia digunakan untuk menggambarkan penjalaran massa udara dari Asia akibat adanya tekanan tinggi di daerah tersebut dan menjalar ke arah selatan menuju ekuator dengan membawa massa udara dingin. Indeks yang digunakan untuk identifikasi aktivitas cold surge adalah dengan menghitung indeks monsun yaitu selisih nilai tekanan antara Titik 115° BT/ 30° LU (didekati dengan data dari stasiun Wuhan di daratan 18 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Februari 2017 China) dengan tekanan di Hongkong (116° BT/ 22° LU). Threshold value yang digunakan untuk indeks monsun dari gradient tekanan adalah ≥10 mb sebagai indikator adanya cold surge. MJO singkatan dari Madden Jullian Oscillation adalah suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan fluktuasi antar musiman yang terjadi di sekitar wilayah tropis. Keberadaan MJO ditandai dengan adanya penjalaran pada arah timuran di wilayah tropis dimana terjadinya penambahan intensitas curah hujan pada daerah tersebut, terutama di atas Samudera Hindia dan Pasifik. Anomali curah hujan seringkali merupakan indikator pertama dalam mengindikasikan kejadian MJO, dimana pada mulanya intensitas curah hujan tinggi terjadi di Samudera Hindia dan kemudian menjalar ke arah timur melewati wilayah Indonesia menuju Samudera Pasifik barat dan tengah panjang siklus MJO diperkirakan sekitar 30-60 harian. Penemu dari fenomena MJO ini adalah Madden dan Jullian. OLR singkatan dari Outgoing Longwave Radiation adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan intensitas atau banyaknya radiasi gelombang panjang dari bumi ke atmosfer. Anomali OLR yang bernilai negatif menunjukkan jumlah radiasi yang terukur di atmosfer sangat sedikit karena terhalang oleh intensitas perawanan yang cukup tinggi di atmosfer. Sedangkan anomali OLR positif menunjukkan jumlah radiasi dari bumi yang cukup banyak karena tidak terhalang oleh kondisi perawanan di atmosfer. Satuan OLR adalah weber/m -2. Monsun adalah sirkulasi angin yang mengalami perubahan arah secara periodik setiap setengah tahun sekali. Sirkulasi angin Indonesia ditentukan oleh pola perbedaan tekanan udara di Australia dan Asia. Pola tekanan udara ini mengikuti pola peredaran matahari dalam setahun. Pola angin baratan terjadi karena adanya tekanan udara tinggi di Asia yang berkaitan dengan berlangsungnya musim hujan di Indonesia. Pola angin timuran/tenggara terjadi karena adanya tekanan udara tinggi di Australia yang berkaitan dengan berlangsungnya musim kemarau di Indonesia. Daerah Pertemuan Angin Antar Tropis (ITCZ/ Inter Tropical Convergence Zone) merupakan daerah tekanan udara rendah yang memanjang dari barat ke timur dengan posisi selalu berubah mengikuti pergerakan posisi semu matahari ke arah utara dan selatan khatulistiwa. Wilayah Indonesia yang dilewati ITCZ pada umumnya berpotensi terjadi pertumbuhan awan-awan hujan. Curah Hujan (mm) adalah ketinggian air hujan yang terkumpul dalam penakar hujan pada tempat yang datar, tidak menyerap, tidak meresap dan tidak mengalir. Unsur hujan 1 (satu) milimeter artinya dalam luasan satu meter persegi pada tempat yang datar tertampung air hujan setinggi satu milimeter atau tertampung air hujan sebanyak satu liter. Zona Musim (ZOM) adalah daerah yang pola hujan rata-ratanya memiliki perbedaan yang jelas antara periode musim kemarau dan periode musim hujan. Wilayah ZOM tidak selalu sama dengan luas daerah administrasi pemerintahan. Dengan demikian satu kabupaten/ kota dapat saja terdiri dari beberapa ZOM dan sebaliknya satu ZOM dapat terdiri dari beberapa kabupaten. Dasarian adalah rentang waktu selama 10 (sepuluh) hari. Dalam satu bulan dibagi menjadi 3 (tiga) dasarian, yaitu : a. Dasarian I : tanggal 1 sampai dengan 10 b. Dasarian II : tanggal 11 sampai dengan 20 c. Dasarian III : tanggal 21 sampai dengan akhir bulan Sifat Hujan adalah perbandingan antara jumlah curah hujan selama rentang waktu yang ditetapkan (satu periode musim hujan atau satu periode musim kemarau) dengan jumlah curah hujan normalnya (rata-rata selama 30 tahun periode 1971 - 2000). Sifat hujan dibagi menjadi 3 (tiga) kategori, yaitu : 19 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Februari 2017 a. Atas Normal (AN), jika nilai curah hujan lebih dari 115% terhadap rata-ratanya b. Normal (N), jika nilai curah hujan antara 85% - 115% terhadap rata-ratanya c. Bawah Normal (BN), jika nilai curah hujan kurang dari 85% terhadap rataratanya Gempa adalah getaran bumi yang terjadi sebagai akibat penjalaran gelombang seimik/gempa yang terpancar dari sumbernya/sumber energi elastik Gempa Tektonik adalah gempabumi yang disebabkan oleh adanya pergeseran atau pergerakan lempeng bumi Magnitude adalah parameter gempa yang berhubungan dengan besarnya kekuatan gempa di sumbernya. Ada beberapa jenis magnitude, yaitu: magnitude lokal (M L), magnitude gelombang permukaan (Ms), magnitude gelombang badan (m b), magnitude momen (Mw), magnitude durasi (Md). Intensitas gempa adalah besaran yang dipakai untuk mengukur suatu gempa berdasarkan tingkat kerusakan dan reaksi manusia yang disebabkan oleh gempa tersebut. Skala Richter Suatu ukuran obyektif kekuatan gempa dikaitkan dengan magnitudenya, dikemukan oleh Richter (1930). Skala MMI (Modified Mercally Intensity) adalah suatu ukuran subyektif kekuatan gempa dikaitkan dengan intensitasnya Tabel Skala Intensitas Gempabumi BMKG dalam MMI ---ABCD : Act Beyond your Common Duties--- 20