BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR 2.1 Landasan

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Entrepreneurial Marketing
Entrepreneurial Marketing tampak nya sejauh ini sulit untuk dipahami. Dalam Backbro
dan Nystrom (2006), Entrepreneurial marketing adalah aspek antara kewirausahaan dan
pemasaran,dimana perilaku yang ditunjukkan oleh setiap individu ataupun organisasi yang
mencoba untuk membangun dan mempromosikan gagasan pemasaran serta mengembangkan
yang baru dalam rangka menciptakan suatu nilai tambah. Bjerke dan Hutltman (2002),
Entrepreneurial marketing adalah pemasaran perusahaan retailer yang tumbuh melalui
kewirausahaan. Duus (1997), Fitur yang membedakan interprestasi baru yang dasarnya
berorientasi dalam luar perspektif,bisa menjadi pengembangan kompentensi spesifik perusahaan
dengan kewirausahaan untuk melayani customer dimasa depan dalam memenuhi permintaan
produk yang belum ada.
Hill dan Wright (2000) Sebuah aliran baru penelitian yang menggambarkan orientasi
pemasaran perusahaan retailer yang memanfaatkan ilmu entrepreneurial marketing untuk
memasarkan produk nya. Miles dan Darroch (2006),perusahaan harus mengadopsi proses
entrepreneurial marketing yang akan terlibat dalam proses pemasaran yang menekan kepada
kesempatan penciptaan dan penemuan ide-ide baru.
Stokes (2000), konsep entrepreneurial marketing difokuskan pada inovasi dan
pengembangan ide-ide sesuai dengan perkembangan pasar. Pemasaran secara luas dianggap
sebagai kunci untuk kelangsungan hidup,pengembangan dan keberhasilan usaha kecil atau baru.
Menurut Gruber (2004), tantangan utama untuk para entrepreneur muda di permulaan usaha
baru adalah kenyataan bahwa usaha dan produk mereka tidak diketahui oleh customer karena
kurangnya teknik pemasaran dalam membangun suatu citra dan kepercayaan customer.
Mengenai keharusan dalam membangun suatu kepercayaan customer Witt & Rode (2005)
menunjukkan pentingnya perusahaan membangun suatu proses brand image yang mencakup
kebudayaan,perilaku,desain dan komunikasi dari store retailing dan ditujukan tidak hanya untuk
eksternal tetapi juga dari dalam store berupa visual merchandising.
2.1.2 Pengertian Visual Mercandising
Visual merchandising adalah kegiatan mempromosikan penjualan barang-barang,
terutama oleh mereka presentasi di outlet ritel. Desain interior dalam toko dapat
mempertahankan minat pelanggan,mendorong pelanggan untuk menurunkan pertahanan
psikologis mereka dan mudah untuk membuat keputusan pembelian ( Kotler,1974;Walters dan
Putih,1987;Hitner,1992;Omar,1999,Davies dan Ward,2002). Dunne,Lusch (2008),display dari
store dapat menimbulkan suatu kesan yang baik dan artisitik bagi konsumen dan menciptakan
persentasi visual merchanding terhadap customer.
Oleh karena itu, entrepreneur telah mengakui bahwa titik visual merchandising dalam
bisnis membuat dampak yang signifikan terhadap keputusan membeli konsumen ( Schiffman dan
Kanuk,1996). Roger Cox, Paul Brittain. (20004),visual merchandising sangat penting untuk
tidak melebihkan konsep untuk menghindari dari pemborosan anggaran atau pun biaya agar
menimbulkan impulse buying secara berkala.
Tujuan Visual Merchandising
Tujuan utama visual merchandising adalah untuk menciptakan lingkungan yang logis dan
menyenangkan secara visual yang akan menangkap perhatian konsumen dan diterjemahkan ke
dalam penjualan meningkat. Penekanan telah menjauh dari dalam toko menampilkan
produk,terhadap unsur-unsur yang merangsang indera pembeli seperti video layar datar atau
grafis,music,bau,pencahayaan dan lantai yang cenderung menangkap citra merek atau
kepribadian dan membantu untuk menciptakan lingkungan yang unik dan pengalaman berbelanja
(McGoldrick,1990;Marsh,1999).Simulasi visual dan komunikasi telah lama dianggap aspek
penting dari toko oleh para praktisi dan akedemis ( McGoldrick,1999,2002).
Komponen Visual Merchandising:
Ada hal-hal tertentu yang pengecer perlu berhati-hati saat melanjutkan dengan proses
menampilkan produknya. Komponen-komponen ini bila digabungkan bersama-sama dalam rasio
yang tepat akan membuat hasil yang sukses:
Membuat barang dagangan titik fokus:
Tujuan utama dari layar untuk menampilkan produk dalam area tampilan keseluruhan.
Pelanggan memberikan tiga sampai lima detik perhatian mereka untuk menampilkan jendela
barang toko mereka.
Pilihan yang tepat warna sangat penting:
Warna adalah salah satu alat paling kuat di segmen visual merchandising. Warna dapat
dikaitkan dengan emosi, acara-acara khusus dan gender. Hal ini menarik perhatian dan menarik
lebih banyak pelanggan ke toko
Tampilan tema untuk tepat mendukung produk:
Tema adalah tampilan penjualan barang kategori yang sama misalnya tampilan aksesoris
dapur. Sebuah tema yang baik akan memikat pelanggan dengan suasana belanja ke toko.
Menilai Semua Sudut
Ingatlah bahwa sangat sedikit orang akan melihatnya berdiri langsung di depan sebagai
menampilkan sebagian besar didekati dari sisi dan melihat dari sudut,Amati arah dari mana
pelanggan yang paling mendekati layar dan pastikan bahwa pandangan terbaik dari layar adalah
salah satu yang kebanyakan orang akan melihat.
Penerangan
Sebuah alat yang sering diabaikan dan diremehkan tersedia untuk pengecer adalah
pencahayaan toko dapat menampilkan pencahayaan Anda dengan benar dapat membuat
perbedaan antara tampilan yang membuat orang menguap, atau membuat mereka berhenti dan
melihat.
Posisi Produk
Lantai rencana, posisi barang dagangan dan menampilkan yang cocok adalah semua
faktor kunci dalam penggunaan paling efektif ruang. Penyalahgunaan ruang dapat sebagai
merugikan bagi keberhasilan seperti membeli miskin atau mempekerjakan staf tidak kompeten.
Graphics & Tanda
Tanda dapat digunakan untuk mendidik pelanggan tentang barang dagangan untuk dijual,
mengumumkan promosi khusus atau untuk mengarahkan arus lalu lintas melalui toko (café).
Merayu dengan music dan first experince
Pengalaman mengunjungi toko harus nyaman, kaya dan memiliki dampak. Buat
pengalaman sensual di toko Anda dengan memperhatikan tidak hanya untuk penglihatan, tetapi
juga untuk bau dan suara.
2.1.3 Customer Experience
Perusahaan harus dapat memahami kebutuhan pelanggan dengan menjadikan pelanggan
sebagai mitra bagi perusahaan yang dapat memberikan masukan guna perbaikan perusahaan
jangka panjang sebagai langkah awal mempertahankan pelanggan yang setia terhadap
perusahaan. Salah satu tindakan yang dapat dilakukan restoran dan café dalam memberikan
customer experience kepada pelanggannya adalah dengan mengadakan pendekatan personal
yang dapat membentuk pengalaman yang unik dan positif.Yang membuat customer terkesan
dengan konsep produk yang telah ditawarkan, atau produk itu memberikan pengalaman positif
yang tak terlupakan, maka pelanggan akan selalu mengingat produk tersebut dan menjadi fanatik
dengan produk yang telah dibelinya.
Oleh karena itu setiap restoran dan café dituntut menerapkan strategi diferensiasi secara
unik, untuk membedakan satu restoran dengan restoran lainnya, dalam upaya menciptakan
keunggulan yang berkesinambungan (Duane E Knapp, 2001:15). Keunggulan bersaing yang
berkesinambungan merupakan salah satu upaya perusahaan untuk mempertahankan loyalitas
pelanggan. Karena loyalitas pelanggan memiliki peran yang strategis bagi perusahaan dalam
pencapaian laba di masa depan.
Customer experience memiliki beberapa indicator yang sangat berkaitan dan
berhubungan yaitu:
A. Sense
Sense berkaitan dengan gaya (styles) dan simbol- simbol verbal dan visual yang mampu
menciptakan keutuhan sebuah kesan.Perpaduan antara bentuk,warna,dan elemen-elemen
lain membentuk berbagai macam styles antara lain minimalis,ornamentalis,dinamis,dan
statis juga sangat penting.
Menurut Kartajaya (2006), Sense meliputi panca indra yang merupakan pintu masuk ke
dalam diri seorang manusia harus di rangsang secara benar.
B. Feel
Perasaan yang telah ditimbulkan oleh visualisasi itu sendiri membuat suatu pengalaman
yang berharga bagi customer. Dalam membuat suatu pengalaman usahakan supaya
pelanggan feel good,karena jika tidak feel good,maka pelanggan akan sulit berfikir
positif. Di dalam mengelola perasaan ini, ada dua hal yang harus diperhatikan,yaitu mood
dan emotion.
C. Think
Think marketing ditujukan terhadap intelektual dengan tujuan menciptakan kesadaran
(cognitive),pengalaman untuk memecahkan masalah di dalamnya. Ini dapat menciptakan
kepuasaan konsumen yang lebih berjangka panjang. Dengan demikian diharapkan akan
timbul word mouth (promosi dari mulut ke mulut) yang baik bagi produk perusahaan
karena dengan berpikir (think) dapat merangsang kemampuan intelektual dan kreatifitas
seseorang.
D. Act
Bagaimana visual merchandising itu sendiri membuat suatu efek dan menciptakan
pengalaman bagi pelanggan yang baru melihat dari sudut pandang pengunjung dan
pelanggan.Act adalah upaya yang diarahkan bagi terciptanya pengalaman melalui
perilaku tertentu dari customers,baik berupa tindakan individual maupun gaya hidup
seseorang.
Ada berbagai cara untuk mengkomunikasikan act, dapat melalui web atau iklan pendek di
televisi. Tetapi, media cetak bukanlah pilihan yang baik untuk ini. Pemilihan sarana harus
hati-hati dan tepat sehingga dapat membangkitkan pengalaman yang diinginkan.
E. Relate
Relate berisikan aspek-aspek dari sense,feel,think dan act. Ini adalah bagaimana sensasi,
feeling,thingking dan action seseorang, jauh diperbesar lagi ke arah konteks sosial dan
budaya.Manusia adalah bagian dari kelompok social tertentu. Karena itu, buatlah supaya
mereka bangga dan bisa merasa diterima dikomunitasnya. Kalu sense adalah pintu
masuk. Maka Relate adalah pintu keluar di dalam manusia. Sense – Feel – Think – Act Relate.
Dengan pemilihan pendekatan yang tepat atas produk dan jasa yang dijual,pelanggan
akan memperoleh pengalaman seperti yang diharapkan oleh entrepreneur.
2.1.4 Impulse Buying
Impulse buying adalah pembelian tidak terencana pelanggan membuat perjalanan belanja.
Rook (dikutip Engel at al,1994,h 203) menyatakan bahwa Impulse buying adalah pembelian
tanpa perencanaan yang diwarnai oleh dorongan kuat untuk membeli yang muncul secara tibatiba dan seringkali sulit untuk ditahan ,yang dipicu secara spontan saat berhadapan dengan
produk,serta adanya perasaan menyenangkan dan penuh gairah.Impulse buying berimplikasi
pada kurangnya rasionalitas atau evaluasi alternatif ( Hawkins et al,2004,h 607).
Impulse buying merupakan suatu fenomena psiko ekonomik yang banyak melanda
kehidupan bermasyarakat terutama yang tinggal di perkotaan. Fenomena ini menarik untuk
diteliti mengingat impulse buying juga melanda kehidupan remaja kota-kota besar yang
sebenarnya belum memiliki kemampuan financial untuk memenuhi kebutuhannya. Menurut
Johnstone(dikutip Santoso,1998,h92),konsumen remaja mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a. Mudah terpengaruh oleh rayuan penjual
b. Mudah terbujuk iklan terutama penampilan produk
c. Kurang berpikir hemat
d. Kurang realitis
Seperti yang dikutip Loudon (1988) beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan antara
karakteristik
produk,kegiatan
marketing(pemasaran),dan
karakteristik
konsumen
seiring
terjadinya proses impulse buying. Impulse buying juga dapat terjadi apabila adanya efek produk
yang dilihat pertama kali oleh customer merupakan visualisasi tersendiri dalam daya tarik
konsumen ( Rook and Fisher ,1995),Stern (1962). Barry Berman and Joel R.Evans (2007)
Impulse buying terjadi pada saat customer (pelanggan) melakukan pembelian produk yang tidak
terencana dan melakukan transaksi pada saat melihat catalog maupun visual merchanding yang
disajikan oleh store tersebut.
2.1.5 Brand Image
Brand (merek) adalah istilah,tanda,simbol,desain,atau kombinasi dari semuanya ini yang
dimaksudkan untuk mengindentifikasikan produk atau jasa dari seorang atau sekelompok penjual
yang membedakan produk/jasa tsb dengan produk lain terutama produk saingannya.
(Kotler,1987,h 440). Image(citra) menurut Kotler (1992) adalah kepercayaan,ide,dan impresi
seseorang terhadap sesuatu (Kotler,1997,h 57).Sedangkan citra(image) menurut Alma,Buchari
(1992) citra merupakan kesan,impressi,perasaan atau persepsi yang ada pada public mengenai
perusahaan,suatu objek,orang atau lembaga. Menurut Sean Brierley (2002)
brand image
merupakan kedekatan ataupun keunikan yang tercipta oleh pemilik merek atas emosionalnya
sendiri.Jadi pengertian brand image menurut (Keller,2003):
1. Anggapan tentang brand yang direfleksikan konsumen yang berpegang pada ingatan
konsumen
2. Cara orang berpikir tentang sebuah merek secara abstrak dalam pemikiran
mereka,sekalipun pada saat mereka memikirkannya,mereka tidak berhadapan langsung
dengan produk.Membangun brand image yang positif dapat dicapai dengan program
pemasaran yang kuat terhadap produk tersebut,yang unik dan memiliki kelebihan yang
ditonjolkan,yang membedakannya dengan produk lain.Kombinasi yang baik dari elemen-
elemen yang mendukung dapat menciptkan brand image yang kuat bagi konsumen
seperti customer experience melalui visual merchanding yang disajikan toko.
Faktor – faktor pendukung terbentuknya brand image dalam keterkaitannya dengan asosiasi
merek: (Keller, 2003)
1.
Favorability
of
brand
association
/
Keunggulan
asosiasi
merek.
Salah satu faktor pembentuk brand image adalah keunggulan produk, dimana produk tersebut
unggul dalam persaingan. Contoh: Oliver Footwear merupakan penghasil alas kaki terbesar di
Australia. Produknya adalah sepatu bot tinggi untuk tempur, sepatu tinggi untuk pemadam
kebakaran. Sepatu bot yang diproduksi awal tahun 1990-an ini sekarang menjadi salah satu
model sepatu terbaik di Australia. Kelebihan sepatu ini adalah kualitas yang unggul baik dalam
hal
model
maupun
kenyamanan
pada
saat
di
pakai.Sepatu
ini
berusaha untuk terus mempertahankan “gaya gagah dan watak sederhana“.Karena keunggulan
kualitas (model dan kenyamanan) dan ciri khas itulah yang menyebabkan sepatu ini mempunyai
daya tarik tersendiri bagi kalangan orang muda, usahawan Barat kaya serta para wanita.
2.
Strength
of
brand
association/familiarity
of
brand
association
/
Kekuatan
asosiasi merek
Contoh membangun kepopuleran merek dengan strategi komunikasi melalui periklanan: Hotel
Shangri-la sebagai hotel bintang lima yang berhasil menampilkan diri sebagai merek hotel yang
berkualitas di wilayahnya pada tahun 1990-an. Setiap merek yang berharga mempunyai jiwa,
suatu kepribadian khusus. adalah kewajiban mendasar bagi pemilik merek untuk dapat
mengungkapkan, mensosialisasikan jiwa/ kepribadian tersebut dalam satu bentuk iklan, ataupun
bentuk kegiatan promosi dan pemasaran lainnya.. Dengan demikian merek tersebut akan cepat
dikenal dan akan tetap terjaga ditengah–tengah maraknya persaingan.Membangun popularitas
sebuah merek menjadi merek yang terkenal tidaklah mudah. Namun demikian, popularitas
adalah salah satu kunci yang dapat membentuk brand image konsumen.
3.
Uniquesness
of
brand
association
/
Keunikan
asosiasi
merek
Merupakan keunikan–keunikan yang di miliki oleh produk tersebut. Sebagai salah satu contoh
adalah usaha Negara Singapura yang dimulai pada tahun 1970-an, di mana Negara ini berusaha
serius terlibat dalam dunia pariwisata. Pada tahun itu, Singapura sadar akan keberadaannya yang
tidak memiliki kekuatan besar untuk meningkatkan pertumbuhan sektor pariwisata. Salah satu
kendala terbesar adalah faktor minimnya dana. Kendala lainnya adalah:
1. Citranya sebagai Negara tujuan liburan sangat rendah bagi kebanyakan negara Barat yang saat
itu
menjadi
pasar
yang
kuat
di
sektor
pariwisata.
2. Agenda moderenisasi perkotaan pemerintah yang tidak sesuai dengan janji pelayanan orang
asing yang unik yang biasanya dicari para wisatawan.
Beberapa keuntungan dengan terciptanya brand image yang kuat adalah:
1. Peluang bagi produk/merek untuk terus mengembangkan diri dan memiliki prospek bisnis
yang bagus.
2. Memimpin produk untuk semakin memiliki sistem keuangan yang bagus.
3. Menciptakan loyalitas konsumen
4. Membantu dalam efisiensi marketing, karena merek telah berhasil dikenal dan
diingat oleh konsumen.
5. Membantu dalam menciptakan perbedaan dengan pesaing. Semakin merek dikenal oleh
masyarakat, maka perbedaan/keunikan baru yang diciptakan perusahaan akan mudah dikenali
konsumen.
6. Mempermudah dalam perekrutan tenaga kerja bagi perusahaan.
7. Meminimumkan kehancuran/kepailitan perusahaan.
8. Mempermudah mendapatkan investor baru guna mengembangkan produk
2.2 Penelitian Terdahulu
Dibawah ini adalah beberapa jurnal dari penelitian sebelumnya:
1. Thomas Adelaar,Susan Chang, Mariko Marimoto (2003). Efek dari Media Format
terhadap Impulse Buying Customer.
Hasil Penelitian ini menunjukan bagaimana Efek dari Media format terhadap Impulse
buying yang dihasilkan oleh customer. Media format merupakan bagian dari visual
merchanding sebagai penentu dari customer experience yang dihasilkan. Impulse
buying terjadi ditimbulkan efek visual merchandising yg diciptakan oleh perusahaan.
Dalam jurnal disimpulkan bahwa impulse buying tidak akan terjadi apabila
perusahaan tidak menciptakan visual merchanding. Jadi,factor visual merchanding
sangatlah mempengaruhi atas impulse buying yang terjadi.
2. WMCB (2003), Dampak Visual Merchanding terhadap keputusan pembelian
konsumen dalam toko supermarket Sri Lanka
Penelitian berdasarkan pada data primer dan sekunder. Data primer dikumpulkan dari
survey sample yang dilakukan di daerah Kalombo,Kiribathgada,Wattala dan
Maharagama. 200 responden dipilih untuk memperoleh sikap pelanggan mengenai
variable-variabel utama Visual Merchandising dalam keputusan pilihan mereka
terhadap toko. Visual Merchandising dikelompokkan ke dalam empat variable yaitu
lighting,layout desain,tampilan produk dan kebersihan store. Data sekunder
dikumpulkan dari sumber yang diterbitkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pengaruh muncul dari tampilan produk dan kebersihan store terhadap keputusan
pilihan konsumen toko adalah signifikan. Lighting dan Desain Layouts cukup
mempengaruhi perilaku pilihan mereka. Kesimpulan secara keseluruhan adalah
bahwa visual merchandising memiliki dampak signifikan pada keputusan pilihan
pelanggan di Sri Lanka.
3. Riffelly Dewi Astuti & Maria Fillipa N (2008), Perbedaan impulse buying
berdasarkan terhadap tingkat kecenderungan,kategori produk dan pertimbangan
pembelian.
Hasil penelitian yang diperoleh terdapat perbedaan impulse buying tendency score
secara keseluruhan yang signifikan. Tingkat kemungkinan antara pria dan wanita
untuk membeli kategori produk tertentu secara impulsif,terdapat perbedaan secara
signifikan impulse buying antara pria dan wanita berdasarkan alasan dan
pertimbangan tertentu yang menyertai pembelian yaitu pertimbangan mengenai
harga, keunikan produk dan juga atmosfer toko yang ditampilkan.
4. Sascha Kraus,Rainner Harms,Matthias Fink (2009), Entrepreneurial Marketing:
Moving Beyond Marketing in New Venture.
Penelitian yang membahas konseptualisasi alternative dari entrepreneurial marketing
yang dapat dipahami sebagai ilmu pemasaran dengan pola pikir entrepreneur
(kewirausahaan).
Dengan
menggabungkan
definisi
antara
marketing
dan
entrepreneur, maka definisi entrepreneurial marketing tersebut sebagai organisasi
pemasaran dengan memperhatikan inovasi,pengambilan resiko,proaktif dan mengejar
peluang tanpa memperhatikan sumber daya yang saat ini dikendalikan. Definisi ini
tidak terbatas pada usaha kecil ataupun grow up tapi dapat juga diterapkan untuk
perusahaan yang lebih besar.
5. Astrid Kusumowidagdo (2008), Pengaruh Atmosfer Toko Terhadap Perilaku Belanja
Penelitian ini menunjukkan ada nya hubungan antara atmospheric stimuli terhadap
organism dan selanjutnya terhadap respon. Berdasarkan penelitian terdapat
beberapavariabel penting seperti eksterior toko,interior toko layout toko,interior
display dan human variable. Dalam penelitian ini dijelaskan, perbedaan gender dan
kenyamaan pengunjung dapat mempengaruhi keputusan membeli dan perilaku
belanja yang dilakukan terhadap store tersebut. Selanjutnya atmosfer store harus
dapat meningkat peluang pembelian karena seperti yang sudah dijelaskan
berpengaruh terhadap perilaku berbelanja pada pengunjung pria maupun wanita.
2.3 Kerangka Berpikir
ENTREPRENEURIAL MARKETING
VISUAL MERCHANDING IMPULSE BUYING CUSTOMER EXPERIENCE BRAND IMAGE 
Download