Nilam dan Potensi Pengembangannya Kalteng

advertisement
Nilam dan Potensi Pengembangannya
Kalteng Jadikan Komoditas Rintisan
Oleh : Amik Krismawati
Nilam (Pogostemon cablin Benth) yang termasuk dalam keluarga Labiatea merupakan
salah satu tanaman penghasil minyak atsiri yang penting bagi Indonesia, karena minyak
yang dihasilkan merupakan komoditas ekspor yang cukup mendatangkan devisa negara.
Sebagai komoditas ekspor minyak nilam mempunyai prospek yang baik, karena
dibutuhkan secara kontinyu dalam industri kosmetik, parfum, sabun dan lain-lain.
Penggunaan minyak nilam dalam industri-industri ini karena sifatnya yang fiksative
terhadap bahan pewangi lain agar aroma bertahan lama, sehingga dapat mengikat bau
wangi dan mencegah penguapan zat pewangi. Nilam adalah tanaman yang berumur
produktif selama 1-2 tahun. Panen pertama dapat dilakukan pada umur 6-8 bulan setelah
tanam, dan panen selanjutnya dilakukan setiap 3-4 bulan sekali. Setelah 1,5 tahun
tanaman nilam memerlukan peremajaan.
Di Indonesia hingga kini terdapat tiga jenis nilam yang sudah dikembangkan yaitu
Pogostemon cablin Benth, Pogostemon heyneanus Benth, don Pogostemon hortensis
Benth. Pogostemon cablin Benth dikenal sebagai nilam Aceh karena banyak diusahakan
di daerah itu. Nilam jenis ini tidak berbunga, daun berbulu halus dengan kadar minyak
2,5-5,0%. Pogostemon heyneanus Benth dikenal dengan nama nilam Jawa, tanaman
berbunga, daun tipis dan kadar minyak rendah, berkisar antara 0,5-1,5%. Pogostemon
hortensis Benth mirip nilam Jawa tetapi juga tidak berbunga, dapat ditemukan di daerah
Banten dan sering disebut sebagai nilam sabun.
Tanaman nilam yang banyak umum dibudidayakan di Indonesia yaitu nilam Aceh
(Pogostemon cablin Benth.) dan nilam Jawa (Pogostemon heyneanus Benth.). Diantara
kedua spesies tersebut, nilam Aceh lebih banyak ditanam oleh petani, karena kadar dan
kualitas minyaknya lebih tinggi. Seluruh bagian tanaman ini mengandung minyak atsiri,
namun kandungan minyak terbesar pada daunnya.
Di pasar intemasional minyak - nilam dikenal dengan nama "Patchouli oil". Hasil
tanaman nilam adalah minyak yang didapat dengan cara menyuling batang dan
daunnya, belum ada senyawa sintetis yang mampu menggantikan peran minyak nilam
dalam industri parfum dan kosmetika. Dalam dunia perdagangan dikenal dua macam
nilam yaitu "Folia patchouly naturalis" (sebagai insectisida) dan "depurata" (sebagai
minyak atsiri).
Minyak atsiri merupakan salah satu komoditas ekspor Indonesia yang bahan bakunya
berasal dari berbagai jenis tanaman perkebunan. Minyak atsiri dari kelompok tanaman
tahunan perkebunan antara lain berasal dari cengkeh, pala, lada, kayu manis, sementara
yang berasal dari kelompok tanaman semusim perkebunan berasal dari tanaman nilam,
sereh wangi, akar wangi dan jahe. Hingga kini minyak atsiri yang berasal dari tanaman
nilam memiliki pangsa pasar ekspor paling besar andilnya dalam perdagangan Indonesia
yaitu mencapai 60 persen.
Minyak nilam merupakan produk yang terbesar untuk minyak atsiri dan pemakaiannya
di dunia menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat. Dapat dikatakan bahwa
hingga saat ini belum ada produk apapun baik alami maupun sintetis yang dapat
menggantikan minyak nilam dalam posisinya sebagai fixative.
Data ekspor BPS menunjukkan bahwa kontribusi minyak nilam (Patchouli oil) terhadap
pendapatan ekspor minyak atsiri sekitar 60%, minyak akar wangi (Vetiner oil) sekitar
12,47%, minyak serai wangi (Citronella oil) sekitar 6,89%, dan minyak jahe (Ginger
oil) sekitar 2,74%. Rata-rata nilai devisa yang diperoleh dari ekspor minyak atsiri
selama sepuluh tahun terakhir cenderung meningkat dari US$ 10 juta pada tahun 1991
menjadi sekitar US$ 50-70 dalam tahun 2001, 2002 dan 2003, dengan nilai rata-rata/kg
sebesar US$ 13,13. Walaupun secara makro nilai ekspor ini kelihatannya kecil namun
secara mikro mampu meningkatkan kesejahteraan petani di pedesaan yang pada
gilirannya diharapkan dapat mengurangi gejolak sosial.
Minyak atsiri sebagai bahan baku penambah aroma, parfum dan farmasi memang
banyak diminta. Menurut Data Badan Pengembangan Ekspor Nasional pada tahun 2002
rata-rata ekspor minyak atsiri untuk 5 (lima) tahun terakhir mencapai US$ 51,9 juta
dengan 77 negara tujuan ekspor. Singapura dan Amerika Serikat adalah penyerap
tersebar ekspor minyak atsiri Indonesia masing-masing adalah penyumbang devisa
negara US$ 20 per tahun dan US$ 10 juta per tahun. Dari ekspor tersebut minyak nilam
mempunyai permintaan sebesar 60 % Nilam termasuk komoditas unggulan nasional
dengan luas 9.600 ha dan produksi sebesar 2.100 ton minyak. Berdasarkan data yang
diberikan oleh seorang eksportir minyak nilam, kebutuhan minyak nilam dunia berkisar
antara 1.100-1.200 ton/ tahun, sedangkan pasokan ini dapat dihasilkan minyak nilam
melalui penyulingan daun dan tangkai daun.
Kendala-kendala dalam agribisnis nilam antara lain budidaya yang belum sempurna,
bahan tanaman yang kurang sesuai, panen, penanganan bahan dan penyulingan yang
kurang baik mengakibatkan produktivitasnya rendah. Faktor lain adalah kekeringan
(iklim) dan fluktuasi harga. Kekeringan selain karena kemarau panjang juga disebabkan
fenomena alam yaitu dikenal dengan El Nino. Nilam sangat peka terhadap kekeringan,
kemarau panjang setelah pemangkasan dapat menyebabkan tanaman mati. Suhu yang
dikehendaki sekitar 24-28°( dengan kelembaban relatif lebih dari 75% dan intensitas
radiasi. surya 75-100%.
Balittro telah mengoleksi ± 100 aksesi nilam yang diperoleh dari hasil eksplorasi,
somaklonal dan fusi protoplas antara nilam Jawa dan nilam Aceh. Dari beberapa
nomor ekplorasi telah diseleksi dan diperoleh 4 klon harapan yang berkadar minyak
relatif tinggi (> 2,5%) dan kadar patchouli alkohol > 30%. Klon-klon harapan tersebut
adalah : Cisaroni, Lhokseumawe 2, Sidikalang dan Tapak Tuan.
Komoditas Rintisan
Di Propinsi Kalimantan Tengah nilam digunakan sebagai komoditas rintisan. Mulai
ditanam petani di kabupaten Kotawaringin Timur, propinsi Kalimantan Tengah pada
tahun 1999. Dimulai dari pencaharian bibit nilam ke Nanggroe Aceh Darussalam
(NAD) oleh petani transmigrasi Kalimantan Tengah yang berminat sekali menanam
nilam, karena pada saat itu harga minyak nilam melonjak cukup tinggi dan bahkan pada
tahun 1997, harga minyak nilam mencapai Rp. 1.000.000,- per kg.
Pada saat ini telah terbentuk kelompok-kelompok tani di desa-desa, sehingga
penanaman nilam telah berkembang. Sistem tanam adalah secara monokultur dan
tumpangsari dengan tanaman hortikultura antara lain dengan kacang panjang,
mentimun, terong dan semangka dengan tujuan untuk mengoptimalkan lahan dan
meningkatkan pendapatan. Penanaman dengan menggunakan bibit (setek) yang
langsung ditanam di lapang dan dengan disemaikan terlebih dahulu dalam polibag.
Untuk menghemat bibit sebaiknya dengan menggunakan polibag, karena sistem
perakaran sudah terbentuk.
Penanaman nilam di Kalimantan Tengah hanya satu tahun dengan panen 2-3 kali,
karena kadar patchouli alkohol (PA) yang merupakan salah satu kualifikasi mutu untuk
minyak nilam semakin menurun disebabkan oleh iklim dan tanah yang kurang subur. Di
samping dijual berupa minyak, hasil panen nilam di Kalimantan Tengah dijual dalam
bentuk terna basah dengan harga Rp 1.000,- - 1.500,-/kg dan terna kering dengan harga
2.500,- 3.000,-/kg. Harga setek nilam di Kalimantan Tengah berkisar antara Rp. 500,1.000,-per setek.
Semakin bertambahnya luas areal penanaman nilam menunjukkan bahwa tanaman
tersebut diminati oleh petani di Kalimantan Tengah, karena mempunyai prospek dan
peluang pasar yang cukup tinggi. Untuk mendapatkan minyak atsiri yang mempunyai
rendemen minyak dan kadar patchouli alkohol tinggi, maka perlu diperhatikan beberapa
faktor yaitu teknologi budidaya, faktor iklim terutama curah hujan, lahan (topografi atau
bentuk wilayah, elevasi) dan peluang pasar.
Produksi nilam berupa minyak atsiri dapat ditampung oleh KUD setempat (Kec.
Parenggean). Sistem pemasaran minyak nilam selama ini adalah melalui pedagang
pengumpul di tingkat petani dan pedagang pengumpul di tingkat kecamatan kemudian
ke eksportir. Harga minyak nilam saat ini di Kalimantan Tengah adalah Rp 150.000 170.000/kg, dan di pulau Jawa dengan harga Rp. 245.000/liter. Harga minyak nilam
berfluktuasi tergantung pada kadar Patchouli Alkohol (PA).
Penyulingan cara petani mempunyai rendemen dan mutu minyak yang rendah.
Rendahnya mutu tersebut disebabkan antara lain cara penanganan bahan baku dan
penyulingan daun nilam menggunakan drum-drum bekas sebagai penyulingannya,
sehingga minyak berwarna coklat keunguan. Oleh sebab itu diperlukan pembinaan
melalui penyuluhan dan pengkajian mulai dari budidaya, penyulingan, introduksi alat
penyulingan dan aspek pemasaran dengan memperhatikan tingkat kesesuaian lahan dan
iklim.
Untuk mendukung usaha pengembangan tanaman nilam sehingga Indonesia tetap
merupakan pemasok minyak nilam terbesar di pasaran dunia dan untuk meningkatkan
pendapatan petani, maka diperlukan beberapa upaya antara lain yaitu penggunaan benih
unggul, perbaikan budidaya dan penanganan pasca panen yang lebih baik. Untuk
menjamin kemurnian benih unggul nilam dalam jumlah yang memadai perlu
diupayakan pendirian kebun induk nilam yang selanjutnya dapat diperbanyak sebagai
benih sebar.
Amik Krismawati
Penulis adalah peneliti di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Tengah
Dimuat pada Tabloid Sinar Tani, 26 Januari – 1 Februari 2005
Download