BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan 2.1.1. Pengertian pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003). 2.1.2. Tingkat pengetahuan Analisa yang disampaikan oleh Notoatmodjo (2003), menyebutkan bahwa pengetahuan di dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu : a. Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk di dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, “tahu” ini adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain : menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, menyatakan, dan sebagainya. b. Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar objek yang diketahui, dan menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek yang dipelajari harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. c. Aplikasi (Application) Universitas Sumatera Utara Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. d. Analisis (Analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen. Tetapi masih di dalam struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis dapat dilihat dari penggunaan kata kerja : dapat menggambarkan (membuat bagian), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya. e. Sintesis (Synthesis) Sistesis menunjukkan suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian ke dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, dengan kata lain sintesis merupakan suatu kemampuan untuk menyusun formulasi-formulasi yang ada, misalnya : dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkas, dan dapat menyesuaikan. f. Evaluasi (Evaluation) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi objek. Penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau kriteria yang telah ada. 2.1.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan Notoatmodjo (2003) menyebutkan bahwa pengetahuan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: sosial ekonomi, kultur atau budaya, pendidikan, dan pengalaman. 2.1.4. Proses memperoleh pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2003), sebelum seseorang mengadopsi sikap baru, di dalam diri seseorang terjadi proses yang berurutan, yaitu : Universitas Sumatera Utara a. Awareness (kesadaran), yakni individu mengetahui dan menyadari tentang adanya stimulus b. Interest artinya orang mulai tertarik dan menaruh perhatian terhadap stimulus c. Evaluation artinya orang memberikan penilaian dengan menimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya d. Trial artinya orang mulai mencoba memakai atau berprilaku e. Adoption artinya subjek telah berprilaku baru sesuai dengan pengetahuan, dan sikapnya terhadap stimulus 2.1.5. Cara Pengukuran Pengetahuan Pengetahuan dapat diukur dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian. Pengetahuan yang diukur dapat disesuaikan dengan tingkatan-tingkatan domain kognitif (Notoatmodjo, 2003). 2.2. Sikap 2.2.1. Pengertian Sikap Sikap merupakan keteraturan tertentu dalam hal perasaan, pemikiran, dan predisposisi tindakan seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya (Sofyan, 2006). Sikap adalah reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap itu tidak dapat langusng dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo, 2005). Sikap juga dikatakan sebagai kecenderungan untuk bertindak, berfikir, berpersepsi, dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi, atau nilai. Sikap bukanlah perilaku, tetapi lebih merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan cara tertentu terhadap objek sikap (Depdiknas, 2008). Universitas Sumatera Utara 2.2.2. Komponen Pokok Sikap Menurut Notoatmodjo (2005), terdapat tiga komponen pokok sikap yaitu: a. Kerpercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave) 2.2.3. Tingkatan Sikap Sikap dapat diklasifikasikan dalam berbagai tingkatan, diantaranya adalah sebagai berikut (Notoatmodjo, 2005) : a. Menerima (receiving) Menerima dapat diartikan bahwa orang (subjek) mau dan bersedia mempertahankan stimulus yang diberikan (objek). b. Merespon (responding) Memberikan jawaban apabila ditanya, mempersiapkan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sebuah sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti orang menerima ide tersebut. c. Menghargai (valuing) Indikasi sikap ketiga adalah mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah. d. Bertanggung jawab (responsible) Sikap yang paling tinggi adalah bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko. 2.2.4. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Sikap Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap antara lain : a. Pengalaman pribadi Sesuatu yang telah atau sedang dialami oleh seseorang akan ikut membentuk dan mempengaruhi penghayatan seseorang terhadap stimulus sosial. Universitas Sumatera Utara b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggapnya penting. Keinginan ini antara lain dimotivasi untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut. Orang – orang yang biasanya dianggap penting oleh individu adalah orang tua, orang yang status sosialnya lebih tinggi, teman sebaya, teman dekat, guru, teman kerja, istri, suami,dll. c. Pengaruh kebudayaan Kebudayaan telah menanamkan garis pengaruh sikap kita terhadap berbagai masalah karena kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap seseorang. d. Media massa Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media massa membawa pesan – pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Pesan – pesan sugestif yang dibawa oleh informasi tersebut, apabila cukup kuat akan memberi dasar afektif dalam menilai sesuatu. e. Lembaga pendidikan dan lembaga agama Kedua lembaga ini meletakkan dassar pengertian dan konsep moral dalam individu sehingga kedua lembaga ini merupakan suatu sistem yang mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap. f. Pengaruh faktor emosional Suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Peran gender sangat mempengaruhi keadaan emosional, perempuan menekankan pada tanggung jawab sosial dalam emosinya. Perempuan lebih merasa bertanggung jawab terhadap emosi orang lain. Mereka sangat memperhatikan keadaan emosi orang lain sehingga lebih mampu untuk memahami perubahan emosional. Oleh sebab itu, kaum perempuan biasanya jauh lebih memiliki empati terhadap Universitas Sumatera Utara penderitaan orang lain bila dibandingkan dengan laki – laki (Azwar, 2007). 2.2.5. Cara Pengukuran Sikap Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek. Sedangkan secara tidak langsung dapat dilakukan pertanyaan-pertanyaan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden. Dan biasanya jawaban berada dalam rentang antara sangat setuju sampai sangat tidak setuju (Notoatmodjo,2005). 2.3. Payudara 2.3.1. Anatomi Payudara Payudara terletak pada permukaan anterior dari toraks, dimulai dari iga kedua ke arah bawah sampai mencapai iga keenam, dan dari sternum ke arah lateral sampai linea axillaris media (Wibowo, 2009). Sebagian besar payudara, yaitu sekitar dua pertiga terletak pada musculus pectoralis major, dan sekitar satu pertiga bagian payudara terletak pada musculus serratus anterior. Payudara dihubungkan dengan kedua otot tersebut oleh suatu jaringan ikat longgar, yaitu fascia pectoralis (Ellis, 2006). Aliran darah dan aliran getah bening pada payudara penting untuk diketahui karena insidensi yang tinggi dari kanker payudara. Payudara mendapat pasokan darah dari (Wibowo, 2009) : a. Cabang arteria thoracica lateralis yang memperdarahi bagian lateral payudara b. Cabang arteria thoracica interna yang memperdarahi bagian medial payudara c. Cabang-cabang arteria intercostalis posterior dan dari truncus thoracoacromialis Darah vena dialirkan menuju vena axillaris, vena thoracica interna, vena thoracica lateralis, dan vena intercostalis (Wibowo, 2009). Universitas Sumatera Utara Sebagian besar getah bening mengalir melalui pembuluh-pembuluh interlobularis menuju plexus subareolaris. Selanjutnya, pembuluh getah bening akan mengikuti perjalanan vena. Pada bagian lateroinferior payudara, getah bening mengalir sepanjang vasa thoracoacromialis dan vasa thoracica lateralis menuju nodi axillares. Pada bagian medial, getah bening dialirkan mengikuti vasa intercostalis menuju nodi parasternales yang terletak di sepanjang arteria thoracica interna. Sebagian kecil getah bening dialirkan menuju nodi supraclavicularis (Wibowo, 2009). Payudara dipersarafi oleh ramus cutaneus dari nevi intercostales dua sampai enam yang membawa serabut-serabut simpatis. Sementara sekresi dari kelenjar payudara dikontrol oleh hormon yang dihasilkan oleh ovarium dan hipofisis (Wibowo, 2009). 2.3.2. Histologi Payudara Setiap kelenjar payudara terdiri atas 15-25 lobus dari jenis tubuloalveolar kompleks yang berfungsi menyekresi air susu bagi neonatus. Setiap lobus, yang dipisahkan satu sama lain oleh jaringan ikat padat dan banyak jaringan lemak, sesungguhnya merupakan suatu kelenjar tersendiri dengan duktus ekskretorius laktiferusnya sendiri (Kuehnel, 2003). Duktus ini, dengan panjang 2-4,5 cm, bermuara pada papilla mammae, yang memiliki 15-25 muara, masing-masing berdiameter 0,5 mm. Struktur histologi kelenjar payudara bervariasi sesuai dengan jenis kelamin, usia, dan status fisiologis (Junqueira dan Carneiro, 2007). Sebelum pubertas, kelenjar payudara terdiri atas sinus laktiferus dan beberapa cabang sinus ini, yakni duktus laktiferus. Pada wanita selama pubertas, payudara membesar dan membentuk puting payudara yang mencolok. Pada pria, kelenjar payudara akan tetap datar (Junqueira dan Carneiro, 2007). Pembesaran payudara selama pubertas terjadi akibat penimbunan jaringan lemak dan jaringan ikat serta meningkatnya pertumbuhan dan percabangan duktus laktiferus akibat bertambahnya jumlah estrogen ovarium (Junqueira dan Carneiro, 2007). Universitas Sumatera Utara Sebuah lobus terdiri atas sejumlah duktus yang bermuara ke dalam satu duktus terminal. Setiap lobus terdapat dalam jaringn ikat longgar. Suatu jaringan ikat yang kurang padat dan kurang banyak mengandung sel, memisahkan lobuslobus (Junqueira dan Carneiro, 2007). Dekat dengan muara papilla mammae, duktus laktiferus menjadi lebar dan membentuk sinus laktiferus. Sinus laktiferus dilapisi epitel berlapis gepeng pada muara luarnya. Epitel ini berubah menjadi epitel berlapis silindris atau berlapis kuboid. Lapisan duktus laktiferus dan duktus terminal, merupakan epitel selapis kuboid dan dibungkus mioepitel yang berhimpitan (Junqueira dan Carneiro, 2007). Jaringan ikat yang mengelilingi alveoli mengandung banyak limfosit dan sel plasma. Populasi sel plasma bertambah nyata menjelang akhir kehamilan; sel ini berfungsi mensekresi immunoglobulin (IgA sekretorik) yang memberikan kekebalan pasif kepada neonatus (Junqueira dan Carneiro, 2007). Struktur histologi kelenjar ini mengalami sedikit perubahan selama siklus menstruasi, misalnya proliferasi sel duktus di sekitar masa ovulasi. Perubahan ini bertepatan dengan saat ketika kadar estrogen yang beredar mencapai puncaknya. Bertambahnya cairan jaringan padat pada fase pra-menstruasi menambah besar payudara (Junqueira dan Carneiro, 2007). Papilla mammae (puting payudara) berbentuk kerucut dan warnanya bervariasi antara merah muda, coklat muda atau coklat tua. Bagian luar papilla mammae ditutupi epitel berlapis gepeng dengan lapisan tanduk yang berhubungan langsung dengan kulit di dekatnya. Kulit di sekitar puting susu membentuk areola mammae. Warna areola mammae menjadi gelap selama kehamilan akibat akumulasi melanin setempat. Setelah melahirkan, areola mammae agak memutih kembali namun jarang mencapai warna aslinya. Epitel puting payudara berada di atas selapis jaringan ikat yang banyak mengandung serabut otot polos. Serabutserabut ini tersusun melingkari duktus laktiferus yang lebih dalam dan tersusun sejajar terhadap duktus ini di tempat masuknya duktus pada puting payudara. Puting payudara ini banyak dipersarafi oleh ujung saraf sensorik (Junqueira dan Carneiro, 2007). Universitas Sumatera Utara 2.4. Kanker Payudara 2.4.1. Definisi Kanker Payudara Kanker payudara adalah tumor ganas yang menyerang jaringan payudara. Kanker payudara menyebabkan sel dan jaringan payudara berubah bentuk menjadi abnormal dan bertambah banyak secara tidak terkendali (Mardiana, 2009). 2.4.2. Epidemiologi dan Faktor Risiko Kanker Payudara Banyak faktor risiko yang memodifikasi kemungkinan seorang perempuan terjangkit kanker ini berhasil diidentifikasi, antara lain (Kumar, et al., 2007) : a. Variasi geografik Terdapat perbedaan yang mengejutkan di antara berbagai negara dalam angka insidensi dan angka kematian akibat kanker payudara. Risiko untuk neoplasia ini secara bermakna lebih tinggi di Amerika Utara dan Eropa Barat dibandingkan di Asia dan Afrika. Makanan, pola reproduksi, dan kebiasaan menyusui diperkirakan juga berperan. b. Usia Kanker payudara jarang terjadi pada perempuan berusia kurang dari 30 tahun. Setelah itu, risiko meningkat secara tetap sepanjang usia. Akan tetapi, setelah menopause, bagian menanjak dari kurva cenderung mendatar. c. Genetika dan riwayat keluarga Sekitar 5 hingga 10% kanker payudara berkaitan dengan mutasi herediter spesifik. Perempuan lebih besar kemungkinannya membawa gen kerentanan kanker payudara jika mereka mengidap kanker payudara sebelum menopause, mengidap kanker payudara bilateral, mengidap kanker terkait (misalnya kanker ovarium), memiliki riwayat keluarga yang signifikan (yaitu, banyak anggota keluarga terjangkit sebelum menopause), atau berasal dari kelompok etnik tertentu. Sekitar separuh perempuan dengan kanker payudara herediter memperlihatkan mutasi di gen BRCA1 (pada kromosom 17q21.3) dan sepertiga lainnya mengalami mutasi di BRCA2 (pada kromosom 13q12-13). Gen ini berukuran besar Universitas Sumatera Utara dan kompleks serta tidak memperlihatkan homologi yang erat diantara keduanya, juga dengan gen lain yang diketahui. Meskipun peran pasti karsinogenesis dan spesifitas relatifnya terhadap kanker payudara masih diteliti, kedua gen ini diperkirakan berperan penting dalam perbaikan DNA. Keduanya bekerja sebagai gen penekan tumor. d. Pajanan yang lama terhadap estrogen eksogen Pajanan yang lama terhadap estrogen eksogen setelah menopause, yang dikenal sebagai terapi sulih estrogen, diakui dapat menyebabkan peningkatan moderat insidensi kanker payudara. e. Kontrasepsi oral Kontrasepsi oral dicurigai berperan dalam meningkatkan risiko kanker payudara. f. Radiasi pengion Radiasi pengion di daerah dada dapat meningkatkan risiko kanker payudara. Besarnya risiko bergantung pada dosis radiasi, waktu sejak pajanan, dan usia. Hanya perempuan yang diradiasi sebelum usia sebelum 30 tahun, saat perkembangan payudara, yang tampaknya terkena. Risiko unutk perempuan yang diterapi setelah usia tersebut tidak meningkat. g. Faktor-faktor lain Kegemukan, diet tinggi lemak, dan konsumsi alkohol diperkirakan berperan dalam terbentuknya kanker payudara. 2.4.3. Morfologi Kanker Payudara Kanker payudara sedikit lebih sering mengenai payudara kiri dibandingkan payudara kanan. Pada sekitar 4% pasien ditemukan tumor bilateral atau tumor sekuensial di payudara yang sama. Lokasi tumor di dalam payudara adalah sebagai berikut (Kumar, et al., 2007) : a. Kuadran luar atas 50% b. Bagian sentral 20% c. Kuadran luar bawah 10% d. Kuadran dalam atas 10% Universitas Sumatera Utara e. Kuadran dalam bawah 10% Kanker payudara dibagi menjadi kanker yang belum menembus membran basal (non-invasif) dan kanker yang sudah menembus membran basal (invasif). Bentuk utama kanker payudara dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Kumar, et al., 2007) : a. Non-invasif 1. Karsinoma duktus in situ (DCIS) 2. Karsinoma lobulus in situ (LCIS) b. Invasif (infiltratif) 1. Karsinoma duktus invasif 2. Karsinoma lobulus invasif 3. Karsinoma medularis 4. Karsinoma koloid (karsinoma musinosa) 5. Karsinoma tubulus 6. Tipe lain Karsinoma Non-Invasif Terdapat dua tipe karsinoma payudara non-invasif, yaitu : karsinoma duktus in situ (DCIS) dan karsinoma lobulus in situ (LCIS). Penelitian morfologik memperlihatkan bahwa kedua tipe ini berasal dari unit lobulus duktus terminal. DCIS cenderung mengisi, mendistorsi, dan membuka lobulus yang terkena sehingga tampaknya melibatkan rongga mirip duktus. Sebaliknya, LCIS biasanya meluas, tetapi tidak mengubah arsitektur dasar lobulus. Keduanya dibatasi oleh membran basal dan tidak menginvasi stroma atau saluran limfovaskular (Kumar, et al., 2007). DCIS memperlihatkan gambaran histologik yang beragam. Pola arsitekturnya, antara lain tipe solid, kribriformis, papillaris, mikropapillaris, dan clinging. Pada setiap tipe mungkin ditemukan adanya nekrosis. Gambaran nukleus bervariasi dari derajat rendah dan monoformik hingga derajat tinggi dan heterogen. DCIS sering disertai kalsifikasi karena bahan sekretorik atau debris Universitas Sumatera Utara nekrotik yang mengalami kalsifikasi. Insidensi DCIS meningkat secara nyata pada kurang dari 5% kanker payudara dalam populasi umum hingga 40% dari mereka yang tersaring dalam pemeriksaan mammografi, terutama karena terdeteksinya kalsifikasi. Saat ini, DCIS jarang bermanifestasi sebagai massa yang dapat diraba atau terlihat secara radiografis. Apabila terdeksi terlambat, mungkin dapat terbentuk massa yang dapat diraba atau discharge puting payudara. Sel-sel tumor yang berdiferensiasi baik mengekspresikan reseptor estrogen dan, yang lebih jarang, progestagen (Kumar, et al., 2007). Penyakit Paget pada puting payudara disebabkan oleh perluasan DCIS ke duktus laktiferosa dan ke dalam kulit puting payudara di dekatnya. Sel ganas merusak sawar epidermis normal, sehingga cairan ekstrasel sapat dikeluarkan ke permukaan. Gambaran klinis biasanya berupa eksudat berkeropeng unilateral di atas puting dan kulit areola (Kumar, et al., 2007). LCIS, tidak seperti DCIS, memperlihatkan gambaran uniform. Sel bersifat monomorf dengan nukleus polos bundar dan terdapat dalam kelompok kohesif di duktus dan lobulus. Vakuol musin intrasel sering ditemukan (Kumar, et al., 2007). Karsinoma Invasif (Infiltratif) Karsinoma duktus invasif adalah istilah yang digunakan untuk semua karsinoma yang tidak dapat disubklasifikasikan ke dalam salah satu tipe khusus yang dijelaskan di bawah dan tidak menunjukkan bahwa tumor ini secara spesifik berasal dari sistem duktus. Sebagian besar karsinoma duktus menimbulkan respons desmoplastik, yang menggantikan lemak payudara normal (menghasilkan densitas pada mammografi) dan membentuk massa yang teraba keras. Gambaran mikroskopik cukup heterogen, berkisar dari tumor dengan pembentukan tubulus yang sempurna serta nukleus derajat rendah hingga tumor yang terdiri atas lembaran-lembaran sel anaplastik. Tepi tumor biasanya ireguler, tetapi kadangkadang sirkumskripta. Mungkin ditemukan invasi ke rongga limfovaskular atau di sepanjang saraf. Kanker tahap lanjut dapat meyebabkan kulit cekung (dimpling), retraksi puting payudara, atau fiksasi ke dinding dada. Sekitar dua pertiga tumor Universitas Sumatera Utara mengekspresikan reseptor estrogen atau progestagen, dan sekitar sepertiga mengekspresikan ERBB2 secara berlebihan (Kumar, et al., 2007). Karsinoma inflamasi didefinisikan berdasarkan gambaran klinis berupa payudara yang membesar, bengkak, dan eritematosa, serta biasanya tidak teraba adanya massa. Tersumbatnya saluran limf demis oleh karsinoma merupakan penyebab gambaran klinis (Kumar, et al., 2007). Karsinoma lobulus invasif terdiri atas sel yang secara morfologis identik dengan sel pada LCIS. Sel-sel secara sendiri-sendiri menginvasi stroma dan sering membentuk rangkaian. Kadang-kadang sel tersebut mengelilingi asinus atau duktus yang tampak normal atau karsinomatosa. Meskipun sebagian besar tumor bermanifestasi sebagai massa yang dapat diraba atau berdensitas pada mammografi, sebagian mungkin memiliki pola invasi difus tanpa respons dermoplastik. Karsinoma lobulus juga lebih sering bersifat multisentrik dan bilateral. Hampir semua karsinoma ini mengekspresikan reseptor hormon, tetapi ekspresi ERBB2 jarang atau tidak terjadi (Kumar, et al., 2007). Karsinoma medular adalah subtipe karsinoma yang jarang terjadi. Kanker ini terdiri atas lembaran sel besar anaplastik dengan tepi berbatas tegas. Karsinoma ini tidak memiliki reseptor hormon dan tidak mengekspresikan ERBB2 secara berlebihan (Kumar, et al., 2007). Karsinoma koloid (musinosa) juga merupakan subtipe yang jarang. Sel tumor banyak menghasilkan musin ekstrasel yang merembes ke dalam stroma di sekitarnya. Karsinoma ini sering bermanifestasi sebagai massa sirkumskripta. Tumor ini biasanya lunak dan bersifat gelatinosa. Sebagian besar mengekspresikan reseptor hormon, dan beberapa mungkin mengekspresikan ERBB2 secara berlebihan (Kumar, et al., 2007). Karsinoma tubulus biasanya tampak sebagai densitas iregular pada pemeriksaan mamografi. Secara mikroskopis, karsinoma terdiri atas tubulus yang berdiferensiasi baik dengan nukleus derajat rendah. Hampir semua karsinoma ini mengekspresikan reseptor hormon, dan sangat jarang mengekspresikan ERBB2 secara berlebihan (Kumar, et al., 2007). Universitas Sumatera Utara 2.4.4. Patogenesis Kanker Payudara Terdapat tiga faktor yang berperan dalam terbentuknya kanker payudara, antara lain (Kumar, et al., 2007) : a. Perubahan Genetik Terjadinya mutasi yang mempengaruhi protoonkogen dan gen penekan tumor di epitel payudara ikut serta dalam proses transformasi onkogenik. Di antara berbagai mutasi tersebut, ekspresi berlebihan protoonkogen ERBB2, yang diketahui mengalami amplifikasi pada hampir 30% kanker payudara. Gen ini adalah anggota dari famili reseptor faktor pertumbuhan epidemis, dan ekspresi berlebihannya berkaitan dengan prognosis yang buruk. Dalam transformasi berangkai sel epitel normal menjadi sel kanker, kemungkinan besar terjadi banyak mutasi. b. Pengaruh Hormon Kelebihan estrogen endogen, atau yang lebih tepat, ketidakseimbangan hormon, jelas berperan penting. Banyak faktor risiko yang telah disebutkan-usia subur yang lama, nuliparitas, dan usia lanjut saat memiliki anak pertama-mengisyaratkan peningkatan pajanan ke kadar estrogen yang tinggi saat daur haid. Estrogen merangsang pembentukan faktor pertumbuhan oleh sel epitel payudara normal dan oleh sel kanker. Dihipotesiskan bahwa reseptor estrogen dan progesteron yang secara normal terdapat di epitel payudara, mungkin bereaksi dengan promotor pertumbuhan, seperti transforming growth factor alpha (berkaitan dengan faktor pertumbuhan epitel), platelet-derived growth-factor, dan faktor pertumbuhan fibroblas yang dikeluarkan oleh sel kanker payudara, untuk menciptakan suatu mekanisme autokrin perkembangan tumor. c. Faktor lingkungan Pengaruh lingkungan diisyaratkan oleh insidensi kanker payudara yang berbeda-beda dalam kelompok yang secara genetis homogen dan perbedaan geografik. Faktor lingkungan lain yang penting adalah iradiasi dan paparan estrogen eksogen. Universitas Sumatera Utara 2.4.5. Gejala Kanker Payudara Beberapa gejala kanker payudara, antara lain (Lim, et al., 2007) : a. Terdapatnya benjolan pada payudara b. Terdapatnya rasa nyeri c. Terdapatnya cairan abnormal yang keluar dari puting payudara d. Adanya retraksi pada puting payudara e. Perubahan warna pada kulit sekitar puting payudara 2.4.6. Penyebaran Kanker Payudara Penyebaran kanker payudara terjadi melalui saluran getah bening dan darah. Metastasis ke kelenjar getah bening ditemukan pada sekitar 40% kanker yang bermanifestasi sebagai massa yang dapat dipalpasi, tetapi pada kurang dari 15% kasus yang ditemukan dengan mammografi. Lesi yang terletak di tengah atau kuadran luar biasanya mula-mula menyebar ke kelenjar aksila. Tumor yang terletak di kuadran dalam sering mengenai kelenjar getah bening di sepanjang arteria mamaria interna. Kelenjar supraklavikula kadang-kadang menjadi tempat utama penyebaran, tetapi kelenjar ini baru terkena hanya setelah kelenjar aksilaris dan mamaria interna terkena. Akhirnya, akan terjadi penyebaran ke tempat yang lebih distal, dengan kelainan metastatik di hampir semua organ atau jaringan di tubuh. Lokasi yang lebih sering terkena adalah paru, tulang, hati, kelenjar serta otak, limpa, dan hipofisis (Kumar, et al., 2007). 2.4.7. Penentuan Stadium Kanker Payudara Sistem penentuan stadium kanker yang tersering digunakan adalah sistem yang dirancang oleh American Joint Committee on Cancer Staging of Breast Carcinoma, antara lain (Kumar, et al., 2007) : a. Stadium 0 DCIS (termasuk penyakit Paget pada puting payudara) dan LCIS b. Stadium I Karsinoma invasif dengan ukuran 2 cm atau kurang serta kelenjar getah bening negatif Universitas Sumatera Utara c. Stadium IIA Karsinoma invasif dengan ukuran 2 cm atau kurang disertai metastasis ke kelenjar getah bening Karsinoma invasif dengan ukuran lebih dari 2 cm, tetapi kurang dari 5 cm dengan kelenjar getah bening negatif d. Stadium IIB Karsinoma invasif berukuran garis tengah lebih dari 2 cm, tetapi kurang dari 5 cm dengan kelenjar getah bening positif Karsinoma invasif berukuran lebih dari 5 cm tanpa keterlibatan kelenjar getah bening e. Stadium IIIA Karsinoma invasif ukuran berapa pun dengan kelenjar getah bening terfiksasi (yaitu, invasi ekstranodus yang meluas di antara kelenjar getah bening atau menginvasi ke dalam struktur lain) Karsinoma berukuran garis tengah lebih dari 5 cm dengan metastasis kelenjar getah bening nonfiksasi f. Stadium IIIB Karsinoma inflamasi, karsinoma yang menginvasi dinding dada, karsinoma yang menginvasi kulit, karsinoma dengan nodus kulit satelit, atau setiap karsinoma dengan metastasis ke kelenjar getah bening mamaria interna ipsilateral g. Stadium IV Metastasis ke tempat jauh 2.4.8. Diagnosis Kanker Payudara Hal-hal yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis kanker payudara, yaitu (Lim, et al., 2007) : a. Tanyakan riwayat penyakit b. Pemeriksaan fisik, berupa : 1. Inspeksi Universitas Sumatera Utara Perhatikan payudara, apakah terdapat benjolan, retraksi maupun keluarnya cairan pada puting 2. Palpasi Palpasi pada seluruh area payudara dan nodus limfatik sekitar payudara dengan lembut. c. Pemeriksaan penunjang 1. Aspirasi jarum halus dan biopsi 2. Pemeriksaan ultrasonografi 3. Mammografi 4. Computed Tomography (Dongola, 2012) 5. Magnetic Resonance Imaging (Dongola, 2012) 2.4.9. Penatalaksanaan Kanker Payudara Penatalaksanaan kanker payudara dapat dilakukan dengan cara pembedahan. Pada tata laksana pembedahan, terdapat 3 aspek yang harus kita perhatikan, antara lain (Lim, et al., 2007): a. Pembedahan tumor Luasnya area pembedahan tergantung besar kecilnya ukuran tumor pada payudara. Terdapat 3 pilihan pembedahan tumor, yaitu : 1. Needle localization biopsy Untuk benjolan yang masih belum teraba 2. Wide local excision dan quadrantectomy Untuk benjolan yang beeukuran kurang dari 4 cm 3. Mastektomi b. Pembedahan axillary lymph nodes Dilakukan dengan cara mengeksisi nodus limfatik yang terlibat c. Rekonstruksi payudara 2.4.10. Pencegahan Kanker Payudara Menurut Nurcahyo (2010), kanker payudara dapat dicegah dengan melakukan beberapa tindakan sebagai berikut : Universitas Sumatera Utara a. Mengatur usia reproduksi Wanita memiliki risiko lebih tinggi untuk terjangkit sel kanker apabila ia menjalani proses reproduksi di luar usia prima (20-30 tahun) b. Berikan Air Susu Ibu (ASI) pada anak Pemberian ASI pada anak terbukti membantu menjaga alur dan aktivitas normal payudara wanita. c. Menjaga berat badan Berolahragalah secara teratur, dan jaga berat badan agar tetap ideal. Penumpukan lemak tubuh yang berlebihan berisiko memunculkan sel kanker. d. Diet makanan sehat Para ahli menemukan bahwa adanya kontribusi makanan dan minuman dalam memicu kelainan sel yang berujung pada penyakit kanker. Untuk itu, perhatikan asupan makanan dan minuman. e. Hindari alkohol dan rokok Orang yang mengonsumsi alkohol mempunyai resiko tinggi mengidap kanker. Alkohol akan berikatan dengan senyawa-senyawa radikal bebas sehingga dapat mempengaruhi kinerja sel yang akan berakibat pada munculnya sel kanker. Sedangkan rokok adalah penghasil zat karsinogenik dan radikal bebas yang sangat reaktif dan berpotensi besar memicu sel kanker. f. Melakukan pemeriksaan penanda tumor (Suega dan Bakta, 2007) Penanda tumor adalah suatu molekul atau proses ataupun suatu substansi yang dapat diukur dengan suatu pemeriksaan, baik secara kualitatif maupun kuantitatif, pada kondisi prakanker dan kanker. g. Melakukan upaya deteksi dini kanker payudara (Santacroce, 2012) Menurut American Cancer Society, upaya deteksi dini dapat dilakukan dengan cara, antara lain : 1. Melakukan pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) Direkomendasikan kepada semua wanita berusia di atas 20 tahun untuk melakukan pemeriksaan payudara sendiri setiap sebulan sekali. Universitas Sumatera Utara 2. Melakukan pemeriksaan payudara oleh tenaga medis Wanita berusia 20-40 tahun dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan payudara oleh tenaga medis setiap tiga tahun sekali dan satu tahun sekali bagi wanita berusia di atas 40 tahun 3. Melakukan mammografi secara teratur. Wanita berusia 40-49 tahun dianjurkan untuk melakukan mammografi dua tahun sekali dan setahun sekali bagi wanita berusia di atas 50 tahun. Menurut Ramli (2002), langkah-langkah melakukan pemeriksaan payudara sendiri (SADARI), yaitu : a. Berdiri di depan cermin tanpa busana lalu perhatikan payudara dengan teliti. Letakkan kedua tangan di pinggang, perhatikan apakah ada kelainan atau perubahan bentuk pada kedua payudara. b. Angkat kedua tangan ke atas, perhatikan apakah ada kelainan pada kedua payudara. c. Letakkan kedua tangan di depan payudara dengan siku mengarah ke samping, tekanlah telapak tangan yang satu kuat-kuat pada yang lain. Cara ini akan menegangkan otot-otot dada dan adanya perubahan seperti cekungan dan benjolan akan terlihat lebih jelas d. Tekan daerah puting dangan lembut, perhatikan apakah ada cairan yang tidak biasa (tidak normal). Lakukan gerakan ini pada kedua payudara. e. Ambil posisi berbaring, tangan kanan diletakkan di bawah kepala, letakkan bantal kecil dibawah punggung kanan. Rabalah seluruh payudara kanan dengan tiga ujung jari tengah yang dirapatkan. Lakukan gerakan memutar dengan lembut, dimulai dari bagian tepi dengan arah mengikuti perputaran jarum jam dan di lakukan secara bergantian. 2.4.11. Prognosis Kanker Payudara Prognosis kanker payudara ditentukan oleh variabel berikut (Kumar, et al., 2007) : Universitas Sumatera Utara a. Ukuran karsinoma primer Pasien dengan karsinoma invasif yang lebih kecil dari 1 cm memiliki harapan hidup yang sangat baik jika tidak terdapat keterlibatan kelenjar getah bening dan mungkin tidak memerlukan terapi sistemik. b. Keterlibatan kelenjar getah bening dan jumlah kelenjar getah bening yang terkena metastasis Jika tidak ada kelenjar getah bening yang terlibat, angka harapan hidup 5 tahun mendekati 90%. Angka harapan hidup menurun bersama setiap kelenjar getah bening yang terlibat dan menjadi kurang dari 50% jika kelenjar yang terlibat berjumlah 16 atau lebih. c. Derajat karsinoma Sistem penentuan derajat yang paling umum untuk kanker payudara mempertimbangkan pembentukan tubulus, derajat nukleus, dan angka mitotik untuk memilah karsinoma menjadi tiga kelompok. Karsinoma berdiferensiasi baik memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan dengan karsinoma berdiferensiasi buruk. Karsinoma berdiferensiasi sedang pada awalnya memiliki prognosis baik, tetapi harapan hidup pada 20 tahun mendekati angka untuk karsinoma yang berdiferensiasi buruk. d. Tipe histologik karsinoma Semua tipe khusus karsinoma payudara (tubulus, medular, lobulus, papilar, dan musinosa) memiliki prognosis yang sedikit lebih baik daripada karsinoma tanpa tipe khusus (karsinoma duktus). e. Invasi limfovaskular Adanya tumor di dalam rongga vaskular di sekitar tumor primer merupakan faktor prognostik yang buruk, terutama jika terdapat metastasis ke kelenjar getah bening. f. Ada tidaknya reseptor estrogen atau progesteron Adanya reseptor hormon menyebabkan prognosis sedikit membaik. g. Laju proliferasi kanker Universitas Sumatera Utara Proliferasi dapat diukur dari hitung mitotik, flow cytometry, atau dengan penanda imunohistokimia untuk protein siklus sel. Laju proliferasi yang tinggi berkaitan dengan prognosis yang lebih buruk. h. Aneuploidi Karsinoma dengan kandungan DNA abnormal (aneuploidi) memiliki prognosis sedikit lebih buruk dibandingkan dengan karsinoma dengan kandungan DNA yang serupa dengan sel normal. i. Ekspresi berlebihan ERBB2 Ekspresi berlebihan protein terbungkus membran ini hampir selalu disebabkan oleh amplifikasi gen. Oleh karena itu, ekspresi berlebihan dapat ditentukan dengan imunohistokimia. Ekspresi berlebihan berkaitan dengan prognosis yang buruk. 2.5. Mammografi 2.5.1. Pengertian Mammografi Mammografi merupakan suatu teknik pemeriksaan payudara menggunakan sinar-X, yang dapat mendeteksi benjolan yang tidak teraba pada pemeriksaan fisik payudara (Santacroce, 2012). 2.5.2. Kegunaan Mammografi Mammografi memiliki 2 kegunaan, yaitu sebagai alat skrining dan sebagai alat diagnostik. Skrining mammografi dilakukan pada wanita-wanita yang tidak memiliki gejala. Deteksi dini kanker payudara menggunakan mammografi dapat meningkatkan keberhasilan pengobatan. Skrining mammografi dianjurkan untuk dilakukan pertama kali saat seorang wanita berusia 35-40 tahun. Selanjutnya, mammografi hendaknya dilakukan secara rutin setiap 1-2 tahun sekali oleh wanita-wanita berusia 40-49 tahun, sedangkan untuk wanita-wanita berusia lebih dari 50 tahun dianjurkan untuk melakukan skrining mammografi setiap 1 tahun sekali sampai seorang wanita berusia 74 tahun. Skrining mammografi menggunakan teknik proyeksi cranio-caudal dan medio-lateral oblique (Swart, 2011). Universitas Sumatera Utara Mammografi sebagai alat diagnostik, dilakukan pada wanita-wanita yang memiliki gejala, misalnya wanita yang mengeluhkan terdapatnya cairan abnormal yang keluar dari puting ketika melakukan pemeriksaan payudara sendiri. Mammografi diagnostik ini bertujuan untuk menentukan ukuran dan lokasi dari tumor payudara, serta memberikan gambaran dari jaringan dan nodus limfatik di sekitarmya. Teknik proyeksi yang digunakan sama dengan teknik proyeksi pada skrining mamografi, ditambah lagi dengan proyeksi latero-medial dan mediolateral (Swart, 2011). 2.5.3. Tahap – Tahap Pemeriksaan Mammografi 2.5.3.1. Tahap Persiapan Adapun hal-hal yang perlu dipersiapkan sebelum melakukan mammografi, antara lain (Santacroce, 2012) : a. Perhatikan dan batasi konsumsi kafein. Pada beberapa wanita, makanan dan minuman yang mengandung kafein bisa menyebabkan payudara menjadi lebih keras. Oleh karena itu, bagi wanita yang sensitif terhadap kafein sebaiknya menghentikan asupan kafein minimal dua minggu sebelum melakukan pemeriksaan mammografi. b. Walaupun siklus menstruasi tidak mempengaruhi hasil mammogram, akan tetapi sebaiknya tidak melakukan pemeriksaan mammografi sewaktu menstruasi karena pada saat tersebut, payudara akan lebih sensitif dan terasa lebih sakit bila ditekan. c. Hindari penggunaan deodoran, bedak, krim maupun minyak di area payudara dan sekitarnya. 2.5.3.2. Tahap Pelaksanaan Menurut Santacroce (2012), berikut tahap-tahap pelaksanaan pemeriksaan mammografi a. Lepaskan semua pakaian di atas pinggang, termasuk perhiasan di leher. b. Berdirilah di depan mesin sinar-X Universitas Sumatera Utara c. Pemeriksa akan meletakkan payudara di antara dua lempengan plastik, dimana lempengan tersebut akan menekan payudara dengan lembut dan membuat payudara menjadi lebih datar. Tujuannya, yaitu untuk memudahkan pemeriksa dalam melihat jaringan payudara. Tekanan ini akan menimbulkan sedikit rasa tidak nyaman, namun akan meningkatkan kualitas mammogram. d. Pemeriksa akan mengarahkan sinar-X ke masing-masing payudara sebanyak dua kali untuk mendapatkan gambaran dari keseluruhan kelenjar payudara. 2.5.3.3. Tahap Pembacaan Mammogram Untuk membaca dan menginterpretasikan suatu mammogram, diperlukan cahaya yang terang. Cahaya yang kurang terang dapat menyebabkan adanya kesalahan dalam pembacaan mammogram (Reeder, 2003). Pembacaan mammogram dipengaruhi oleh kepadatan parenkim payudara. Wanita dewasa muda memiliki payudara dengan tingkat kepadatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan wanita dewasa lanjut. Kepadatan dari jaringan payudara tersebut sama dengan kepadatan yang tampak pada sel-sel kanker. Jadi lebih sulit membedakan apakah payudara tersebut masih normal atau sudah terserang kanker. Seiring bertambahnya usia, infiltrasi lemak dan atropi yang terjadi pada payudara akan menyebabkan menurunnya tingkat kepadatan payudara sehingga adanya kanker pada payudara akan lebih mudah terlihat (Mettler, 2005). Menurut Santacroce (2012), suatu mammogram dikatakan normal apabila tidak ditemukan adanya kalsifikasi pada jaringan payudara. Bila hasil normal, tidak diperlukan adanya pemeriksaan lanjutan dan dianjurkan kepada wanita yang berusia 40-49 tahun mengulangi pemeriksaan setiap dua tahun sekali. Sementara, bagi wanita berusia di atas 50 tahun, dianjurkan untuk mengulangi pemeriksaan setiap tahun sekali. Jika pada mammogram ditemukan adanya suatu area putih, yang biasa disebut dengan kalsifikasi, maka dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan Universitas Sumatera Utara lanjutan. Kalsifikasi merupakan suatu deposit garam kalsium pada payudara (Santacroce, 2012). 2.5.4. Resiko Pemeriksaan Mammografi Terdapat beberapa resiko dari pemeriksaan mammografi, antara lain : a. Bagi wanita yang memiliki implan pada payudara, ada kemungkinan implan tersebut bisa pecah sewaktu payudara diberi tekanan (Santacroce, 2012). b. Adanya pembacaan hasil atau mammogram yang positif semu (Santacroce, 2012). c. Adanya pembacaan hasil atau mammogram yang negatif semu. Menurut data dari Breast Cancer Detection Demonstration Project, pembacaan hasil negatif semu berkisar antara 8-10% (Swart, 2011). Universitas Sumatera Utara