BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu komplikasi lambat dari histerektomi pada umumnya melibatkan traktus urinarius. Gangguan berkemih terjadi pada 21-87%. Inkontinensia urine terjadi pada 20-50%, dan gangguan sensasi kandung kemih terjadi pada 11-100% pasien. Oleh karena itu sangat perlu dilakukan evaluasi pascaoperasi yaitu dengan melakukan monitor fungsi vital secara berkala di ruang recovery, pemakaian selang nasogastrik dapat dilepaskan jika fungsi usus sudah dinilai membaik, dan kateter suprapubik yang terpasang diklem secara berkala untuk melatih fungsi berkemih, latihan ini dimulai pada hari kelima pascaoperasi.1 Retensio urin pasca operasi didefenisikan sebagai tidak adanya proses berkemih spontan, dari enam jam setelah kateter menetap dilepaskan atau dapat berkemih spontan dengan urin residu >200mL untuk kasus obstetrik dan urine residu >100mL untuk kasus ginekologik. Hal ini secara umum disebabkan oleh obat-obatan yang digunakan untuk tindakan anestesi; baik anestesi umum maupun regional, dan gangguan persarafan berupa adanya ketidakseimbangan antara kinerja saraf parasimpatis dan simpatis sehingga menyebabkan terjadinya penurunan kontraksi otot detrusor kandung kemih, dan sering juga nyeri pada luka post operatif menginduksi spasme otot levator yang menyebabkan terjadinya konstraksi spastik pada spingter uretra dan rasa nyeri ini juga Universitas Sumatera Utara menyebabkan pasien enggan untuk mengkontraksikan otot-otot dinding perut saat mengeluarkan urine. Hal-hal tersebut diataslah yang pada akhirnya menyebabkan hilangnya sensasi dan refleks berkemih sehingga terjadi retensio urin. Selain beberapa keadaan tersebut diatas, menurut literatur dan penelitian-penelitian sebelumnya menyatakan bahwa sangat memungkinkan faktor umur dan paritas mempengaruhi proses dan kualitas berkemih seseorang.1,2 Misoprostol (15-deoksi-16-hidroksi-16-metil PGE1) merupakan analog prostaglandin E1 sintetik. Dulunya ini dikembangkan untuk pencegahan dan pengobatan ulkus peptikum karena sifat anti-sekretorik asam gastrik dan berbagai sifat protektif mukosa. Misoprostol merupakan stimulator kuat kontraksi otot polos, seperti otot polos detrusor kandung kemih dan juga dapat menyebabkan kontraksi uterus dan membukanya (matangnya) serviks, oleh karena itu obat ini penting dalam praktek obstetrik dan ginekologi. Dibandingkan analog prostaglandin, misoprostol lebih murah, tersedia secara luas, stabil pada suhu ruangan dan memiliki sedikit efek samping. Sampai saat ini tidak ada penelitian yang menggambarkan residu urin pasca total vaginal histerektomi setelah pemberian misoprostol.3-5 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana gambaran residu urine pasien pasca total vaginal histerektomi ? Universitas Sumatera Utara 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui rerata residu urine pasien pasca total vaginal histerektomi setelah pemberian misoprostol. 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui karakteristik pasien pasca total vaginal histerektomi (TVH) setelah pemberian misoprostol. 2. Untuk mengetahui perbedaan rerata residu urine pasien pasca total vaginal histerektomi (TVH) setelah pemberian misoprostol berdasarkan umur. 3. Untuk mengetahui perbedaan rerata residu urine pasien pasca total vaginal histerektomi (TVH) setelah pemberian misoprostol berdasarkan paritas. 1.4. Manfaat Penelitian Menambah pengetahuan mengenai gambaran residu urine pasien pasca total vaginal histerektomi setelah pemberian misoprostol dan mendapatkan pengetahuan mengenai peranan pemberian misoprostol terhadap kemampuan berkemih pasien pasca total vaginal histerektomi yang dinilai dari jumlah residu urin. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi acuan untuk penelitian selanjutnya dalam hal terapi yang tepat dalam penatalaksanaan kasus retensio urine yang ditemukan dalam kegiatan klinisi sehari-hari. Universitas Sumatera Utara