I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan

advertisement
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peningkatan kegiatan penambangan telah meningkatkan isu kerusakan
lingkungan dan konsekuensi serius terhadap lingkungan lokal maupun global.
Dampak penambangan yang paling serius dan luas adalah degradasi, kualitas
lahan, ketidakstabilan lahan, kontaminasi air, polusi udara, perubahan iklim,
disamping perubahan topografi dan kondisi hidro-geologi (Elliot dkk., 2006;
Adman dkk., 2012).
Degradasi lahan dipercepat dengan penangangan rehabilitasi yang jelek,
kesalahan dalam rehabilitasi lahan serta faktor suksesi yang sangat lambat.
Suksesi merupakan proses perubahan komunitas biotik yang saling menggantikan
dan lingkungan fisik menjadi berubah selama periode waktu tertentu setelah
terjadi gangguan (Krebs, 1972). Proses suksesi yang terjadi pada lahan bekas
tambang kapur merupakan suksesi primer, karena terjadi pada areal dengan
permukaan terbuka dan kekurangan bahan organik, serta belum terjadi perubahan
oleh aktivitas organisme (Kimmin, 1997). Untuk itu diperlukan suatu upaya
evaluasi untuk melihat tingkat kesuburan tanah serta tingkat kerusakan yang
diakibatkan aktivitas manusia melalui organisme sebagai bioindikator yang cukup
efektif (Singh dkk., 2002).
Lahan bekas tambang kapur merupakan lahan kritis yang harus segera
direhabilitasi, karena sebagian besar lahan bekas tambang kapur merupakan
kawasan karst yang mempunyai fungsi ekologi yang sangat penting, yang salah
satunya adalah sebagai daerah konservasi air. Degradasi pada lahan tambang
menyebabkan penurunan drastis jumlah spesies baik flora, fauna dan mikroba
tanah serta tanah cepat kering sehingga lingkungan tumbuh menjadi kurang
mendukung. Dengan kata lain, bahwa kondisi lahan terdegradasi memiliki tingkat
kesuburan yang rendah dan struktur tanah yang kurang baik.
Keberhasilan rehabilitasi melalui revegetasi pada lahan bekas tambang
kapur ditentukan oleh banyak hal, diantaranya adalah: (1) Aspek penataan
lansekap, (2) Kesuburan media tanam, dan (3) Penanaman dan perawatan
tanaman. Penataan lansekap sangat berkaitan dengan aspek konservasi tanah dan
air serta rencana penggunaan lahan bekas tambang. Sementara itu dalam
kesuburan media sangat ditentukan oleh sifat -sifat fisik, kimia dan biologi tanah.
Mesofauna tanah merupakan salah satu komponen biologi tanah sebagai
penyusun ekosistem tanah, keberadaannya sangat dibutuhkan dalam berbagai
proses yang terjadi di alam seperti dekomposisi, pengaliran energi dan materi
serta siklus hara, penghancuran seresah sehingga dapat mempengaruhi kesuburan
tanah (Suin, 1997; Suhardjono, 2002). Sebagai komponen organisme tanah yang
dominan, Mesofauna tanah dapat berfungsi sebagai bioindikator yang baik
(Addison dkk., 2003). Mesofauna tanah digunakan sebagai bioindikator karena
memiliki derajat persebaran yang rendah dan mempunyai waktu perkembangan
yang panjang (Borror dkk., 1992) Bioindikator pada tingkat komunitas dapat
berupa variable komposisi, kelimpahan, keanekaragaman, biomassa dan distribusi
spesies.
Keanekaragaman Mesofauna tanah berperan penting dalam menjaga
kestabilan ekosistem, hal ini dipengaruhi oleh faktor lingkungan, faktor biotik
2
(tumbuhan dan hewan), faktor abiotik (air, tanah, udara, cahaya, keasaman
tanah) (Hilwan & Handayani, 2013) menjelaskan bahwa suatu komunitas
dikatakan mempunyai keragaman jenis yang tinggi jika komunitas itu disusun
oleh banyak spesies kelimpahan sama atau hampir sama. Sebaliknya jika suatu
komunitas itu disusun oleh sangat sedikit spesies dan dominan maka
keanekaragaman jenisnya rendah. Keanekaragaman jenis cenderung akan rendah
dalam ekosistem yang secara fisik terkendali dan memiliki faktor pembatas yang
kuat dan akan tinggi dalam ekosistem yang diatur secara alami (Odum, 1998).
Namun di indonesia sendiri penelitian semacam ini belum dilakukan ,
terutama yang secara khusus mengkaji mesofauna dalam hubungannya dengan
kerusakan lahan degradasi bekas tambang batu kapur.
B. Permasalahan
PT.Semen Tonasa memiliki lokasi batu kapur dengan luas Ijin Usaha
Tambang (IUP) 214,56 Ha, Luas lahan terbuka 113,33 Ha. Luas lahan yang sudah
direklamasi sampai 2013 seluas 8,25 Ha, maka luas lahan terbuka (sisa lahan yang
akan direklamasi) seluas 105,08 Ha, sehingga memerlukan upaya perbaikan dari
hasil penambangan tersebut.
Penambangan batu kapur meninggalkan lahan bekas tambang dengan
kondisi fisik, kimia dan biologi tanah yang tidak mendukung pertumbuhan
tanaman. Untuk itu diperlukan adanya suatu kegiatan sebagai upaya pelestarian
lingkungan agar tidak terjadi kerusakan lebih lanjut. Upaya tersebut dapat
ditempuh dengan cara merehabilitasi ekosistem yang rusak. Dengan rehabilitasi
tersebut diharapkan akan mampu memperbaiki ekosistem yang rusak sehingga
3
dapat pulih, mendekati atau bahkan lebih baik dibandingkan kondisi semula
(Rahmawaty, 2000)
Dampak kerusakan lahan baik secara ekologi, sosial dan ekonomi.
Ironisnya masih sangat sedikit metode pemantauan kerusakan lahan/hutan yang
telah
digunakan.
Umumnya,
metode
pemantauan
tersebut
dilakukan
menggunakan citra foto udara atau satelit yang cukup mahal dan lebih bersifat
visual. Metode seperti ini kurang berbicara secara ekologi dan tidak cukup sensitif
untuk kerusakan lahan tingkat awal. Oleh karenanya, diperlukan suatu metode
pemantauan alternatif yang mudah diterapkan, memiliki sensitivitas yang cukup
tinggi, relatif murah, dan cukup mampu mencakup permasalahan secara ekologis.
Pemanfaatan komunitas mesofauna tanah, dalam hubungannya dengan
kerusakan
lahan
merupakan
alternatif
yang berguna
dalam
menjawab
permasalahan diatas. Untuk itu, dalam penelitian ini akan dilakukan penelitian
struktur mesofauna tanah. Hal ini sangat penting untuk melihat hubungan dengan
degradasi kerusakan lahan. Selain itu, juga ingin diketahui apakan komunitas
mesofauna tanah tersebut dapat digunakan sebagai bioindikator suksesi tumbuhan
lahan bekas tambang batu kapur.
Dengan revegetasi lahan bekas tambang kapur, diharapkan akan
terjadi perbaikan tanah meliputi sifat fisik, kimia dan biologi. Komponen biologi
tanah yang diduga mempengaruhi dan terpengaruh oleh adanya kegiatan
revegetasi adalah mesofauna tanah. Kehadiran mesofauna tanah merupakan
indikasi telah terjadinya pemulihan pada lahan bekas tambang kapur.
4
Untuk itu penelitian yang mengamati keragaman mesofauna tanah
setelah revegetasi di lahan bekas tambang kapur perlu dilakukan sehingga dapat
memberikan informasi pengaruh revegetasi lahan bekas tambang kapur terhadap
pemulihan tapak terutama biologi tanah. Selain itu, Penelitian yang dilakukan
untuk mengidentifikasi efek revegetasi di lahan bekas tambang kapur terhadap
perkembangan mesofauna tanah. Sehingga dari uraian diatas peneliti dapat
merumuskan masalah penelitian sebagai berikut:
1. Informasi keanekaragaman mesofauna tanah pada lahan revegetasi bekas
tambang batu kapur?
2. Informasi hubungan kemelimpahan mesofauna tanah dengan faktor lingkungan
abiotik pada lahan revegetasi bekas tambang batu kapur?
3. Bagaimana efek revegetasi terhadap keragaman jenis mesofauna tanah pada
lahan revegetasi bekas tambang batu kapur serta hubungannya dengan sifat
tanah?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1.
Mengidentifikasi dan menganalisis keanekaragaman mesofauna tanah pada
lahan bekas tambang batu kapur
2.
Mengidentifikasi dan menganalisis hubungan kemelimpahan mesofauna
tanah dengan faktor lingkungan abiotik pada lahan bekas tambang batu kapur
3.
Mengidentifikasi dan menganalisis efek revegetasi terhadap keragaman jenis
mesofauna tanah.
5
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran kondisi
ekosistem lahan yang mengalami degradasi akibat aktivitas pertambangan batu
kapur, informasi keanekaragaman mesofauna tanah serta kondisi biofisik lahan
bekas tambang batu kapur untuk memberikan rekomendasi dalam proses restorasi
dan perbaikan revegetasi lahan dan mampu memberikan kontribusi terhadap dunia
sains, IPTEK serta menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya terkain
pemulihan lahan bekas tambang secara khusus.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini
dilakukan di lahan restorasi bekas tambang kapur PT.
Semen Tonasa berada di Desa Biring Ere, Kecamatan Bungoro, Kabupaten
Pangkep, Sulawesi Selatan, sekitar 68 kilometer dari kota Makassar. Fokus
penelitian pada keanekaragaman mesofauna tanah, keanekaragaman vegetasi
alami serta faktor Abiotik (fisika-kimia) pada lahan restorasi bekas tambang.
Lokasi penelitian rencananya akan dilakukan di beberapa tipe formasi areal
revegetasi bekas tambang yang berbeda dengan 4 blok. Pemilihan area sampling
dibagi menjadi 4 lokasi yaitu :
1. Lokasi dengan lahan revegetasi umur 0-1 tahun
2.
Lokasi dengan lahan revegetasi umur 5 tahum
3. Lokasi dengan lahan revegetasi umur 20 tahun
4. Lokasi dengan lahan revegetasi Asli (hutan alami).
6
Download