TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Teh Tanaman teh dengan nama latin Camellia sinensis, merupakan salah satu tanaman perdu berdaun hijau (evergreen shrub). Tanaman teh berasal dari daerah pegunungan di Assam, China, Burma, Thailand, dan Vietnam. Tanaman teh merupakan tanaman berbentuk pohon, tingginya mencapai belasan meter. Tanaman teh tumbuh di daerah yang beriklim tropis dengan ketinggian antara 400 s/d 1 200 m di atas permukaan laut dengan suhu antara 13o-25oC. Semakin tinggi daerah penanaman teh, maka semakin tinggi mutu teh yang dihasilkan (Siswoputranto, 1978). Hal ini berkaitan dengan metabolisme primer dan sekunder yang terjadi, karena di dataran tinggi memiliki intensitas cahaya yang rendah, yang mengakibatkan proses metabolisme lebih cenderung ke arah metabolisme sekunder (pertumbuhan pucuk) dibandingkan metabolisme primer (fotosintesis). Tanaman teh tumbuh baik pada kondisi tanah vulkanik muda dengan drainase yang baik dan tanah yang masam (pH 4.5-5.5). Ketinggian tanaman dapat mencapai 2.75 m untuk teh cina, sedangkan untuk teh jenis Assamica dapat mencapai 6-8 m. Tanaman teh berakar tunggang menyebar secara merata baik vertikal maupun horizontal. Selain itu, teh juga memiliki akar cabang yang tidak terlalu panjang. Tumbuhnya akar pada tanaman teh sangat dipengaruhi oleh pendeknya jarak tanaman dan tinggi pangkasan. Teh mempunyai bentuk daun yang beraneka ragam tergantung pada varietasnya. Daun teh berupa daun tunggal yang berbentuk lanset dengan ujung meruncing, berwarna hijau, dan tepinya bergerigi. Daun teh bertekstur seperti kulit, permukaan atasnya berkilat dan berwarna hijau kelam (Setyamidjaja, 2000). Teh memiliki bunga yang muncul di ketiak daun, di cabang-cabang dan ujung daun, bunganya tunggal dan ada yang tersusun dari rangkaian terkecil. Bunga teh berbentuk bulat, berwarna putih dan dilapisi lilin, yang terdiri atas putik, bakal buah, petal berjumlah 4-6, dan benang sari berjumlah 100-300. Buah teh termasuk bunga sempurna yang mempunyai putik (calyx) dengan mahkota 4 (sepal) berjumlah 5-7. Tetapi, pada perkebunan teh jarang sekali terlihat bunga teh karena sering dipangkas. Pemetikan Teh Pengambilan hasil tanaman teh berupa pucuk dan daun muda yang sudah memenuhi ketentuan dan berada pada bidang petik disebut pemetikan (Suwardi, 1999). Pemetikan juga merupakan pekerjaan memungut sebagian dari tunas-tunas teh beserta daun yang masih muda, untuk diolah menjadi produk teh kering yang merupkan komoditi perdagangan (Setyamidjaja, 2000). Menurut Pusat Penelitian Teh dan Kina (2006), pemetikan adalah pemungutan hasil pucuk tanaman teh yang memenuhi syarat-syarat pengolahan. Definisi lain dari pemetikan adalah kegiatan pemungutan hasil berupa pucuk yang dilakukan secara teratur dan terusmenerus yang bertujuan untuk memperoleh hasil berupa tunas dan daun muda sebanyak-banyaknya sesuai dengan persyaratan dalam pengolahan teh. Pemetikan harus dilakukan berdasarkan ketentuan-ketentuan sistem petikan dan syarat-syarat pengolahan yang berlaku. Ghani (2002) menyatakan bahwa strategi dasar pemetikan teh adalah menghasilkan pucuk dengan mutu standar sebanyak-banyaknya secara berkesinambungan. Mutu standar teh sangat bergantung pada jenis petikan, dengan jenis petikan yang pas atau sesuai maka akan mendapatkan mutu teh yang tinggi. Jenis petikan yang menghasilkan mutu teh yang tinggi adalah petikan halus dan medium. Tetapi, sebagian besar perkebunan teh menerapkan jenis petikan medium karena tidak hanya memperhitungkan mutu tetapi juga hasil produksi yang ingin dicapai. Pemetikan dilakukan sebagai usaha untuk membentuk kondisi tanaman agar mampu berproduksi tinggi secara berkesinambungan (Pusat Penelitian Teh dan Kina, 2006). Teknik pemetikan yang efektif dan efisien sangat menentukan optimum atau tidaknya produksi teh. Pemetikan yang berlebihan, kurang baik karena akan menyebabkan tanaman ada dalam kondisi tertekan. Teknik pemetikan yang efektif dilakukan sesuai atau memenuhi standar analisis pucuk yang ditetapkan, yaitu pucuk yang memenuhi syarat (MS) dan pucuk tidak memenuhi syarat (TMS). Menurut Tobroni et al (1985) dan Fernando (1977), pemetikan sangat berpengaruh dan memiliki hubungan yang sangat penting terhadap hasil produksi 5 dan mutu teh jadi. Pemetikan pucuk yang terlalu muda akan menghasilkan mutu pucuk yang baik, tetapi hasilnya sedikit (Suwardi, 1999). Sebaliknya, jika banyak memetik pucuk yang tua, hasilnya akan banyak tetapi mutu pucuk rendah. Peningkatan kualitas teh dapat dilakukan dengan melakukan suatu teknik pemetikan yang sesuai dengan standar analisis pucuk yang telah ditetapkan oleh perkebunan. Tujuannya adalah untuk memperkirakan persentase mutu teh yang akan dihasilkan dari pucuk yang dihasilkan. Selain itu, kualitas teh tidak hanya dipengaruhi oleh mesin, peralatan yang baik, ataupun teknik pengolahannya, tetapi juga pada jenis dan cara pemetikan. Proses pemetikan berpengaruh pada kesehatan tanaman, kelestarian produksi, dan mutu jadi teh. Pemetikan banyak dilakukan oleh tenaga manusia yang sebagian besar tenaga wanita karena pemetikan teh umumnya dilakukan secara teliti. Macam Pemetikan Pemetikan terbagi atas tiga macam, yaitu pemetikan jendangan, pemetikan produksi, dan pemetikan gendesan (Setyamidjaja, 2000). Pemetikan jendangan adalah pemetikan yang dilakukan pada tahap awal setelah tanaman dipangkas untuk membentuk bidang petik yang lebar dan rata, dengan ketebalan lapisan daun pemeliharaan yang cukup agar tanaman memilki potensi produksi yang tinggi. Pemetikan jendangan ini dimulai jika 60% dari luas areal pertumbuhan telah memenuhi syarat untuk dijendang yaitu kondisi pucuk sudah melebihi 15-20 cm dari luka pangkasan. Menurut Pusat Penelitian Teh dan Kina (2006), tinggi bidang petikan jendangan dari bidang pangkasan tergantung pada tinggi rendahnya pangkasan. Semakin tinggi bidang pangkasan, maka tinggi bidang petikan jendangan semakin kecil, hal ini akan mempermudah dalam melakukan pemetikan. Tetapi sebaliknya, semakin rendah bidang pangkasan, maka tinggi bidang petikan jendangan semakin tinggi dan hal ini juga akan memudahkan dalam melakukan pemetikan karena tinggi bidang pangkasan yang rendah. Biasanya pemetikan jendangan dilakukan 6-10 kali petikan, kemudian diteruskan dengan pemetikan produksi. Pemetikan produksi merupakan pemetikan yang dilakukan setelah pemetikan jendangan sampai menjelang pemetikan gendesan dengan memperhatikan kesehatan tanaman. Pemetikan produksi juga dilakukan secara 6 teratur dan mengutamakan kerataan bidang petik, artinya apabila bidang petik sudah terbentuk rata baik dalam barisan maupun antar barisan dan pada bidang petik telah tumbuh banyak tunas muda (Suwardi, 1999). Dalam petikan produksi, pucuk yang dipanen adalah pucuk yang telah manjing (pas untuk dipetik) dan berada di atas bidang petikan, pucuk yang berada di bawah bidang petik tidak dipetik dan ketebalan daun pemeliharaan antara 20-30 cm. Tujuan dari pemetikan produksi ini adalah untuk mencapai hasil (produksi) yang sebanyak-banyaknya. Pemetikan gendesan adalah pemetikan yang dilakukan segera (seminggu) menjelang pemangkasan dengan cara dipetik habis semua pucuk yang layak, tanpa memperhatikan bagian pucuk yang ditinggalkan pada perdu dan hanya dilakukan sekali. Tujuan dari pemetikan gendesan ini adalah memanfaatkan tunas-tunas dan daun-daun muda yang ada pada perdu, yang jika tidak dipetik akan terbuang dengan dilaksanakannya pemangkasan. Pemetikan gendesan dilakukan seminggu sebelum pemangkasan dimulai (Setyamidjaja, 2000). Jenis Petikan Pelaksanaan pemetikan produksi di suatu areal perkebunan menggunakan jenis petikan tertentu yang sesuai dengan kebijakan di perkebunan teh yang bersangkutan dan sesuai dengan jenis petikan. Definisi dari jenis petikan adalah macam pucuk yang dihasilkan dari pemetikan. Jenis petikan yang ada pemetikan produksi ada tiga, yaitu petikan halus, petikan medium serta petikan kasar. Dalam rangka menghasilkan mutu teh perlu dilakukan petikan halus, yaitu pucuk yang dihasilkan terdiri dari pucuk peko (p) dengan satu daun (p+1), atau pucuk burung (b) dengan satu daun yang muda (m) dengan rumus b+1m. Petikan medium yaitu pemetikan halus dan ditambah satu daun di bawahnya atau pucuk yang dihasilkan terdiri dari pucuk peko dengan dua daun (p+2) serta pucuk burung dengan dua atau tiga muda (b+2m, b+3m). Ada juga perusahaan yang melakukan pemetikan medium dengan pemetikan halus dan ditambah satu daun di bawahnya. Petikan kasar yaitu memetik pucuk daun (peko) dengan tiga atau lebih daun di bawahnya, termasuk batangnya. Petikan kasar sering dilakukan di beberapa perkebunan rakyat (Siswoputranto, 1978). Petikan kasar yaitu pucuk yang dihasilkan terdiri dari pucuk peko dengan tiga daun (p+3) atau lebih, dan pucuk burung dengan 7 beberapa daun tua, dengan rumus b+(1-4t). Umumnya, jenis petikan yang dikehendaki adalah jenis petikan medium. Dalam jenis petikan yang telah diuraikan, terdapat istilah-istilah pucuk yang dipetik, yaitu pucuk peko dan pucuk burung. Pucuk peko adalah pucuk yang sedang berada pada periode tumbuh aktif yang ditandai dengan bentukan daun yang menggulung, sedangkan pucuk burung adalah pucuk yang mengalami masa dorman. Periode istirahat dan tumbuh aktif dari pucuk harus berselang-seling. Selain itu, memiliki hubungan yang erat pada pertumbuhan tanaman teh, jika kondisi tanaman sehat dan kebutuhan akan unsur hara cukup maka periode aktif akan semakin lama. Sebaliknya, pada kondisi yang tidak sehat dan kekurangan unsur hara maka periode dorman akan semakin lama. Munculnya pucuk burung dapat digunakan sebagai indikasi menurunnya kesehatan tanaman (Gustiya, 2005). Daur Petik Daur petik merupakan salah satu aspek pemetikan yang menentukan hasil dan mutu pucuk serta potensi kualitas hasil teh jadi (Restiandi D. dan Sudradjat, 1998). Menurut Tobroni dan Adimulya (1997), daur petikan merupakan jangka waktu antara satu pemetikan dengan pemetikan berikutnya, dihitung dalam hari. Daur petik disebut juga siklus atau gilir petik, dipengaruhi oleh umur pangkas, ketinggian tempat, iklim dan kesehatan tanaman. Berdasarkan ketinggian, gilir petik dibagi menjadi dua yaitu dataran tinggi dengan gilir petik 10-12 hari dan dataran rendah dengan gilir petik 9-10 hari. Daur petik sangat dipengaruhi oleh kecepatan pertumbuhan pucuk. Kecepatan pertumbuhan pucuk dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti iklim, ketinggian tempat, umur pangkas, dan kesehatan tanaman. Tanaman yang berada pada dataran tinggi, pada waktu musim kemarau, umur pangkas yang tua serta keadaan tanaman yang kurang sehat maka pertumbuhan pucuk lambat sehingga gilir petiknya panjang. Selain itu, Suwardi (1999) menyatakan daur petik yang tepat akan menghasilkan mutu pucuk yang bermutu tinggi. Menurut Anggorowati (2008), gilir petik yang diterapkan di Kebun Kemuning, Karanganyar, sudah sesuai dengan standar yaitu 10-12 hari. 8 Hanca Petik Hanca petik adalah luas areal yang harus selesai dipetik dalam satu hari. Hanca petik dari tiap blok berbeda-beda, hal ini bergantung pada pengaturan mandor panen pada blok tersebut. Hanca petik ditentukan berdasarkan luas areal dan gilir petik. Pengaturan dan pelaksanaannya juga bergantung pada kondisi kebun. Kebun dengan topografi bergelombang dan berlereng curam biasanya mempunyai hanca petik yang lebih sempit. Hanca petik setiap pemetik berdasarkan jenis petikan akan berbeda-beda. Menurut Pusat Penelitian Teh dan Kina (2006), hanca petik memiliki hubungan yang negatif dengan gilir petik dan dengan jumlah tenaga petik. Semakin besar hanca petik, maka gilir petik semakin pendek dan begitu juga sebaliknya. Semakin banyak jumlah tenaga kerja maka hanca petik semakin kecil. Berbeda halnya dengan luas areal dan kondisi pucuk, semakin baik kondisi pucuk dan luasan areal yang luas, maka semakin besar hanca petiknya. Gustiya (2005) menyatakan bahwa pada Perkebunan Jolotigo, PTPN IX di Pekalongan rata-rata hanca petik sebesar 2.26 patok/hari, sedangkan menurut Anggorowati (2008) pada Perkebunan Rumpun Sari Kemuning di Karanganyar rata-rata hanca petikan produksi sebesar 0.75 patok/HOK. Tinggi Bidang Petik Tinggi bidang petik merupakan salah satu hal yang penting dalam pelaksanaan kegiatan pemetikan. Kenaikan bidang petik setiap tahunnya berkisar antara 10-15 cm dan pertumbuhan tanaman teh secara alami dapat mencapai 12-15 m. Hal tersebut menimbulkan kesulitan dalam pemetikan, maka untuk memudahkan pemetikan dilakukan pemangkasan setiap empat tahun sekali (Pusat Penelitian Teh dan Kina, 2006). Ketinggian bidang petik yang ideal untuk pemetikan adalah sekitar 110-120 cm. Qibtiyah (2009) menjelaskan bahwa di Unit Perkebunan Tambi, semakin lama umur pangkas teh maka bidang petik akan semakin tinggi dan rata-rata tinggi bidang petik yang diperoleh masih di bawah ketentuan. Salah satu blok di Unit Perkebunan Tambi yaitu blok tanah hijau memiliki tinggi bidang petik yang telah melebihi 100 cm sehingga menyulitkan kegiatan pemetikan. 9 Tebal Daun Pemeliharaan Tebal daun pemeliharaan merupakan suatu kondisi dimana daun-daun teh yang tertinggal pada perdu yang sengaja dipelihara untuk bahan kegiatan produksi teh dan biasanya memiliki ketebalan dari pertumbuhan daun terbawah sampai permukaan bidang petik. Tebalnya daun pemeliharaan ini sangat mempengaruhi kecepatan pertumbuhan tunas baru pada tanaman teh. Menurut Pusat Penelitian Teh dan Kina (2006), tebal daun pemeliharaan yang optimal adalah 15-20 cm, lebih tebal atau lebih tipis dari ukuran tersebut pertumbuhan tunas akan terhambat. Tebal daun pemeliharaan ini perlu dipertahankan agar tanaman tetap ada dalam kondisi pertumbuhan yang sehat. Menurut Qibtiyah (2009), pada tiap Blok di Unit Perkebunan Tambi terdapat adanya hubungan antara umur tanaman setelah pangkas dengan tebal daun pemeliharaan. Pada Blok Pemandangan dan Tanah Hijau terlihat bahwa semakin lama (semakin tua) umur pangkas maka daun pemeliharaan akan semakin tebal. Tetapi, keadaan berbeda terlihat pada Blok Taman dan Panama, pada kedua blok ini tanaman pada umur pangkas ke-IV memiliki tebal daun pemeliharaan yang tipis jika dibandingkan dengan tanaman pada umur pangkas ke-II dan ke-III. Tipisnya daun pemeliharaan di kedua Blok tersebut, disebabkan oleh cara pemetikan yang dilakukan oleh para pemetik yang terkait dengan keterampilan pemetik yang masih rendah.