BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam perkembangannya melewati beberapa fase, salah satunya adalah masa remaja. Masa remaja merupakan bagian dari siklus tumbuh kembang anak mulai dari saat konsepsi sampai dewasa. Masa remaja atau adolesence adalah suatu periode transisi dalam rentang kehidupan manusia yang menjembatani masa kanak-kanak dan dewasa, masa ini merupakan perubahan yang ditandai dengan percepatan perubahan fisik, kognitif, emosional, dan sosial (Santrock, 2012). Menurut Nancy (Farida, 2011) Perubahan dalam diri remaja dapat mempengaruhi sikap dan perilaku remaja, serta menimbulkan persoalan dan permasalahan remaja. Rentang usia remaja menurut Monks (Harditono, 2001) dibedakan atas tiga yaitu: masa remaja awal, usia 12- 15 tahun, masa remaja pertengahan, usia 15 – 18 tahun, masa remaja akhir, usia 18 – 21 tahun. Masa remaja adalah satu fase dimana remaja mengalami periode yang penting dalam kehidupan. Masa remaja tidak hanya dibatasi oleh aspek umur, melainkan terdapat berbagai karakteristik perubahan baik secarafisik, kognitif, sosial dan emosional. Sesuai dengan Santrock (2012) salah satu hal penting yang terjadi pada masa remaja adalah perubahan fisik pada remaja berkaitan dengan perubahan fisik yang diawali oleh pubertas sedangkan emosional remaja berkaitan dengan emosi di dalam diri remaja yang kurang stabil. Sebuah studi yang dilakukan oleh Gomathi (Putri, 2015) menemukan bahwa stressor pada usia remaja dapat diklasifikasikan kedalam tiga domain, yaitu berhubungan dengan akademik, psikososial, dan kesehatan.Kesehatan reproduksi pada remaja putri adalah salah satu bagian penting dalam hidup dalam remaja putri. Perkembangan reproduksi remaja putri diawali dengan masa pubertas (Santrock, 2012). Pubertas adalah masa perkembangan fisik yang cepat sewaktu pertama kali reproduksi seksual terjadi, dimana hormon yang ada dalam tubuh telah mencukupi untuk memulai mengalirkan darah menstruasi (Santrock, 2012).Menurut Cunningham (Malau, 2015) Menstruasi adalah pengeluaran darah, mukus, dan debris sel dari mukosa uterus secara berkala. Menstruasi merupakan perubahan fisiologis yang dialami wanita sebagai tanda kematangan organ reproduksi yang mempunyai implikasi penting pada kesejahteraan fisik dan emosional dalam kesehatan reproduksi. Menstruasi pertama dimulai sejak usia remaja, yaitu 12-13 tahun (Manuaba, 2009). Menstruasi merupakan proses fisiologis, namun sering menimbulkan masalah terkait gejala fisik, emosional dan perilaku yang ditimbulkan. Gangguan menstruasi dialami oleh remaja sebanyak 97,8% (Amu, 2014). Gangguan ini muncul bahkan sebelum terjadinya menstruasi yang disebut dengan Sindrom Pramenstruasi (PMS) (Nonitasari dan Ika 2012). Sindrom pramenstruasi adalah suatu kondisi yang menganggu terdiri atas beberapa gangguan seperti gejala fisik, emosi dan perilaku,yang dialami oleh seorang perempuan sebelum datangnya siklus menstruasi, sehinggia mengalami gangguan dalam fungsi dan aktifitas sehari-hari. Gejala-gejala tersebut akan menghilang saat menstruasi tiba (Nonitasari dan Ika, 2012). Gejala- gejala sindrom pramenstruasi seperti gejala fisik, gejala psikologis dan gejala perilaku (Kaunitz, 2008). Menurut Anggraini (Siregar, 2013) satu studi yang dilakukan di Solo, berkenaan dampak sindrom pramenstruasi pada mahasiswi akademi kebidanan menunjukkan mahasiswi yang menderita sindrom pramenstruasi akan mengalami keluhan fisik dan gangguan emosi.Dari 150 subjek, sebanyak 60 % mengalami sindrom pramenstruasi tingkat sedang dan 40 % mengalami sindrom pramenstruasi tingkat tinggi. Hasil penelitian Puspadewi (2012) menunjukkan bahwa remaja perempuan menjelang menstruasi dikategorikan menjadi tiga tahapan usia yaitu remaja awal, remaja tengah dan remaja akhir. Perbedaan suasana hati yang dialami menjelang menstruasi oleh remaja awal, tengah dan akhir adalah, remaja awal mengalami sedih, marah dan bingung; remaja tengah mengalami marah, cemas, dan badmood, serta kurang bersemangat; dan remaja akhir merasakan marah, suasana hati berubah-ubah dan badmood(suasana hati kurang nyaman) dan sulit mengendalikan emosi. Remaja awal yang mengalami sindrom pramenstruasi sebanyak 120 subjek (36,1%), remaja tengah 108 subjek (32,5%) dan remaja akhir sebanyak 104 subjek (31,3%). Peneliti juga melakukan wawancara terhadap tiga orang mahasiswi dan menanyakan mengenai apa yang dirasakan oleh mahasiswi menjelang menstruasi dan didapatkan hasil seperti : Subjek 1 : “menjelang menstruasi saya sering ngerasain sakit mbak di daerah buah dada saya, terus bawaanya pengen marah sensitif gitu, dan kadang menganggu banget mbak, akibatnya suka marah-marah sama temen kos ku mbak hehe kadang jutek gitu” Subjek 2 : “menjelang menstruasi yang aku rasain tuh yah sensitif mudah kesinggung gitu sama perkataan orang lain, dikit-dikit marah, emosi tidak stabil banget, bisa tuh marah marah terus sedih tibatiba gatau kenapa, kalau badan tuh pegel-pegel aja mbak rasanya, terus buah dada aku sakit gitu.” Subjek 3 : “menjelang menstruasi aku ngga ngerasain apa-apa tuh mbak, biasa aja tuh perasaan. Cuma ya kadang-kadang tapi ga selalu buah dada aku sakit. Tapi kalau sensi kayak cewe lain mah aku ngga mbak.” Dari wawancara yang dilakukan peneliti didapatkan hasil bahwa ketiga subjek mengalami gangguan fisik berupa payudara nyeri, tapi hanya dua subjek yang mengalami gangguan emosional dan gangguan perilaku. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya sindrom pramenstruasimenurut Saryono dan Waluyo (2009) adalah faktor hormonal, faktor kimiawi, faktor genetik, faktor psikologis,faktor patofisiologi, dan faktor gaya hidup. Salah satu faktor yang mempengaruhi sindrom pramenstruasi adalah faktor patofisiologis, bahwa kesehatan tubuh seseorang mempengaruhi munculnya sindrom pramenstruasi (Saryono & Waluyo, 2009). Selanjutnya faktor gaya hidup yaitu berperan terhadap perilaku makan dan pola makan seseorang, menurut Pomerlau (2016) bahwa wanita yang sering meminum susu akan merasa lebih sehat dan terhindar dari gejala sindrom pramenstruasi. Faktor lain yang mempengaruhi sindrom pramenstruasi adalah faktor kimiawi , faktor kimiawi sangat mempengaruhi munculnya gejala sindrom pramenstruasi. Faktor kimiawi yang dimaksud adalah serotonin yang terletak di dalam otak. Serotonin adalah filogen molekul merupakan neurotransmitter yang paling banyak di distribusikan di dalam otak, serotonin terlibat dalam regulasi emosi (Lesch, 2007). Menurut Canli dan Lesch (2007) bahwa ada beberapa macam fungsi serotonin di dalam otak sehubungan dengan regulasi emosi, kompetensi sosial, reaksi stress, tingkah laku dan gangguan psikologis. Thompson (1994) menggambarkan regulasi emosi sebagai kemampuan merespon proses – proses ekstrinsik dan intrinsik yang bertanggung jawab untuk memonitor, mengevaluasi, dan memodifikasi reaksi emosi yang intensif dan menetap untuk mencapai suatu tujuan. Ini berarti apabila seseorang mampu mengelola emosi – emosinya secara efektif, maka ia akan memiliki daya tahan yang baik dalam menghadapi masalah. Regulasi emosi akan mengarahkan individu untuk bertindak efektif dan responsif terhadap sebuah situasi. Lebih lanjut dijelaskan bahwa regulasi emosi membantu individu dalam mengelola dan mengatur emosi agar tidak berlebihan pada situasi yang dapat menimbulkan ketegangan. (Garnefski, Kraaj & Spinhoven, 2001). Menurut Gross (2002), respon emosional yang bersifat negatif dapat menuntun individu ke arah yang salah dan berdampak pada perilaku dan fisik individu, pada saat emosi tampaknya tidak sesuai dengan situasi tertentu, individu sering mencoba untuk mengatur respon emosional agar emosi tersebut dapat lebih bermanfaat untuk mencapai tujuan. Menurut Goleman dan Martin (Anggraeiny, 2014) Individu yang dikatakan memiliki regulasi emosi yang baik adalah jika bisa memiliki kendali diri, hubungan interpersonal yang baik, bersikap hati-hati, lebih sering merasakan emosi positif daripada emosi negatif, mudah menyesuaikan diri, toleransi yang tinggi terhadap frustasi, dan memiliki pandangan positif terhadap dirinya dan lingkungan. namun satu hal yang dapat disimpulkan adalah bahwa regulasi emosi berkaitan dengan mengurangi emosi negatif dan menaikkan emosi positif (Gross, 1999). Melihat beberapa gejala yang akan dialami menjelang menstruasi, wanita pada usia remaja perlu untuk mengontrol emosi ketika menjelang menstruasi yang akan dihadapinya. Kondisi perubahan yang terjadi baik dari segi fisik, emosional maupun perilaku dapat membuat timbulnya keadaan emosi menjadi berubah-ubah. Untuk menghindari emosi dan perilaku negatif, hendaknya kita mengontrol emosi dan menjaga perilaku. Allah telah berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 153 yang berbunyi “ Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” Penelitian Regulasi emosi telah dilakukan sebelumnya, seperti penelitian oleh Davidson, dkk (1991) kemampuan regulasi emosi dapat menyebabkan dampak positif bagi kesehatan fisik, kesehatan mental atau psikologis, tingkah laku dan hubungan sosial. Selanjutnya penelitian oleh Macklem (2008) kegagalan dalam regulasi emosi (disregulasi emosi) memberikan dampak pada gangguan fisik, gangguan biologis, gangguan yang disebabkan oleh stress dan terakhir adalah gangguan psikologis. Selanjutnya penelitian Pennebaker dan Chung (2007) bahwa dengan menuliskan emosi yang dirasa dalam buku harian akan mendapatkan kesehatan fisik, mental dan terhindar dari distress. Penelitian selanjutnya yaitu Khoerunisya (2015) menyatakan bahwa dengan kemampuan individu dalam mengatur dan mengendalikan emosi serta menguasai situasi stress dapat membuat seseorang terhindar dari nyeri haid. Penelitian terakhir yaitu oleh Baumeister (Mauss, 2006) menyatakan individu yang mampu mengontrol emosi negatif nya yaitu berupa kemarahan akan mampu mendapatkan kesejahteraan subjektif, fungsi sosial, dan kesehatan fisik. Berdasarkan uraian diatas menunjukkan bahwa regulasi emosi dengan sindrom pramenstruasi merupakan suatu permasalahan yang menarik untuk dikaji lebih lanjut dari tinjauan Psikologi. Untuk itulah penelitian ini diadakan, yaitu untuk menguji ada atau tidaknya hubungan antara regulasi emosi dengan sindrom pramenstruasi pada mahasiswi. B. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara regulasi emosi dengan sindrom pramenstruasi pada mahasiswi C. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapatmemperkaya khasanah ilmu pengetahuan khususnya psikologi klinis serta memberikan informasi tentang keterkaitan antara regulasi emosi dengan sindrom pramenstruasi pada mahasiswi. 2. Manfaat Praktis Manfaat praktis penelitian ini adalah untuk memberikan informasi kepada wanita agar mampu mengontrol emosi negatif untuk menhindari munculnya gejala sindrom pramenstruasi yang mana gejala sindrom pramenstruasiadalah emosi negatif dan cenderung menganggu aktivitas sehari-hari. D. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai Sindrom Pramenstruasi pernah dilakukan banyak peneliti, diantaranya yaitu, Gollenberg, Mary, Dan Enrique (2010) dengan judul “Perceived Stress and Severity of Premenstrual Symptoms”. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara stress dan Sindrom Pramenstruasi. Penelitian menggunakan alat ukur Perceived Stress Scale (PSS) sebanyak 4 item yang diberikan kepada wanita sehat sebanyak 259 orang. Dan 17 aitem Premenstrual Symptoms. Hasil analisis menunjukkan (p >0.01) bahwa ada hubungan positif antara stress dan Sindrom Pramenstruasi Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Nurmiaty, Wilopo dan Sudargo (2011) dengan judul “Perilaku makan dengan Kejadian Sindrom Premenstruasi pada Remaja di Kabupaten Purworejo” penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan perilaku makan dengan kejadian sindrom Premenstruasi pada remaja. Teknik yang digunakan adalah case control dengan subjek sebanyak 749 dan untuk kasus kontrol sebnayak 160 subjek, usia 14-18 tahun. Skala yang digunakan adalah food recall dan The Shortened Premenstrual Assesment Form (SPAF) dari Daughtery (1998). Berdasarkan hasil penelitian 52,5% subjek memiliki perilaku makan tidak baik dan memiliki tingkat sindrom premenstruasi yang tinggi. Penelitian regulasi emosi pernah dilakukan oleh Hasanah dan Widuri (2014) dengan judul “Regulasi emosi pada Ibu Single Parent”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahuigambaran regulasi emosi yang dimiliki pada single parent. Teknik yang digunakan adalah observasi dan wawancara dengan dua orang ibu single parent berusia 45 dan 48 tahun. Hasil yang didapatkan terdapat emosi negatif dan positif pada subjek yaitu seperti sedih, cemas, stress dan bahagia. Penelitian regulasi emosi berikutnya pernah diteliti olehMiranti Rasyid (2012) dengan judul “Hubungan Antara Peer Attachment dengan Regulasi Remaja yang Menjadi Siswa Boarding School SMA Negeri 10 Samarinda” Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara peer attachment dengan regulasi emosi. Teknik pengumpulan data dengan menggunakan kuisioner kepada 95 subyek yang berusia 15-17 tahun. Hasil dari penelitian ini bahwa adanya korelasi negatif yang signifikan antara peer attachment dengan regulasi emosi dimana dengan koefisien korelasi sebesar -0,274 dan p=0,035 atau p<0,05. Ini berarti ada korelasi negatif yang signifikan antara peer attachment dengan regulasi emosi. Dari beberapa penelitian yang dipaparkan diatas, penelitian ini memiliki perbedaan dari penelitian-penelitian sebelumnya yaitu dalam hal: 1. Keaslian topik Penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan Rasyid (2012) dengan judul “hubungan antara peer attachment dengan regulasi emosi remaja yang menjadi siswa boarding school di SMA 10 Samarinda”. Sedangkan penelitian sekarang menggunakan variabel tergantung yang berbeda dari penelitian sebelum nya yaitu sindrom pramenstruasi. Dan variabel bebas nya adalah regulasi emosi berbeda dari penelitian sebelumnya regulasi emosi menjadi variabel bebas. 2. Keaslian teori Teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini memiliki kesamaan dan perbedaan dengan teori yang digunakan pada penelitian sebelumnya. Penelitian Gollenberg dkk, (2010) menggunakan teori Yonkers mengenai sindrom pramenstruasi. Selanjutnya penelitian Nurmiaty, dkk (2011) menggunakan teori Daughtery (1998). Penelitian Hasanah dan Widuri (2014) menggunakan teori Gross dan Thompson (2007) mengenai regulasi emosi menggunakan teori Thompson (1994) sedangkan Rasyid (2012) Pada penelitian ini, aspek-aspek sindrompramenstruasi yang digunakan mengacu pada teori Kaunitz (2008) berbeda dengan penelitian sebelumnya. Sementara itu, aspek-aspek regulasi emosi mengacu pada teori Thompson (1994) sama dengan penelitian sebelumnya yaitu penelitian Rasyid (2012). 3. Keaslian Alat Ukur Penelitian ini menggunakan alat ukur yang dibuat sendiri oleh peneliti berdasarkan aspek sindrom pramenstruasi dari Kaunitz (2008) dan regulasi emosi oleh Thompson (1994) peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif dengan cara menyebarkan kuesioner atau skala. 4. Keaslian Subjek Penelitian Pada penelitian ini, subjek yang dijadikan sebagai responden penelitian berbeda dari penelitian yang sudah ada sebelumnya. Subjek yang ikut serta dalam penelitian ini adalah mahasiswi aktif prodi psikologi Universitas Islam Indonesia yang berusia 18-21 tahun yang termasuk dalam kategori remaja akhir.