I. PEDAHULUA A. Latar Belakang Anggrek Dendrobium adalah salah satu genus anggrek yang memiliki jumlah spesies terbanyak. Genus ini berjumlah sekitar 1.400 jenis yang tersebar dari India sampai Jepang, Australia, Selandia Baru sampai Tahiti, China bagian selatan dan Thailand. New Guinea merupakan wilayah yang kaya akan Dendrobium, tidak kurang dari 500 jenis Dendrobium ditemukan di sana (Anonim, 2009). Kebanyakan anggota suku ini hidup secara epifit, terutama yang berasal dari daerah tropika. Anggrek Dendrobium di daerah beriklim sedang biasanya hidup di tanah dan membentuk umbi sebagai cara beradaptasi terhadap musim dingin. Organ-organnya yang cenderung tebal dan berdaging (sukulen) membuatnya tahan menghadapi tekanan ketersediaan air. Keragaman hayati anggrek Dendrobium yang tinggi ini menyimpan gen berpotensi yang tinggi sebagai sumber material dalam program pemuliaan tanaman anggrek. Tujuan pemuliaan tanaman adalah memaksimalkan potensi genetik tanaman melalui perakitan kultivar unggul baru yang berdaya hasil dan berkualitas tinggi, resisten terhadap kendala biotik dan abiotik (Shivanna dan Sawhney 1997; Mayo 1980 cit Azrai, 2005). Namun demikian, metode pemuliaan tanaman secara konvensional, kendala utama yang sering dihadapi adalah masalah incompatibility (ketidaksesuaian) genetik di antara jenis-jenis tanaman yang disilangkan. Suatu tanaman hanya bisa disilangkan dengan tanaman lain yang mempunyai tingkat kemiripan yang tinggi. Memang terdapat beberapa contoh keberhasilan persilangan antar dua macam tanaman berbeda spesies, namun hal semacam ini tidak selalu dapat dilakukan pada tanaman yang lain (Yuwono, 2006). Keragaman sebagai sumber material genetik ternyata juga menjadi kendala dalam program pemuliaan tanaman, apabila tetua yang digunakan untuk persilangan tidak memiliki kemiripan genetik. Oleh karena itu, diperlukan penelitian untuk mengetahui tingkat kemiripan antar jenis yang akan disilangkan. Kemampuan membedakan genotipe individu di dalam spesies melalui karakter morfologi dan fenotipe dirasa belum mencukupi karena kenampakan luar suatu individu umumnya dikendalikan oleh banyak gen dan sangat dipengaruhi lingkungan, sehingga perbedaan antar spesies berkerabat dekat seringkali sulit diamati. Kebanyakan karakter sulit 1 dianalisis karena tidak memiliki sistem pengendalian genetik yang sederhana. Penanda genetik secara molekuler dapat digunakan untuk menganalisis tingkat kemiripan pada tanaman anggrek Dendrobium di Indonesia. Dwiatmini et al. (2003) menjelaskan dalam penelitiannya bahwa penanda molekuler dapat memberikan gambaran hubungan kekerabatan yang lebih akurat, karena analisis asam dioksiribonukleat (DNA) sebagai material genetik tidak dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Studi keragaman genetik adalah bagian dari genetika populasi yang memberi informasi tentang kedekatan evolusioner oleh objek yang diteliti. Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD) adalah salah satu penanda molekuler yang biasa digunakan dalam analisis keragaman genetik populasi karena mampu mendeteksi polimorfisme urutan nukleotida berdasarkan hasil amplifikasi Polymerase Chain Reaction (PCR) dengan menggunakan primer tunggal. Penelitian yang diajukan ini bermaksud untuk melengkapi informasi kekerabatan di antara beberapa anggrek alam Indonesia berdasarkan profil penanda RAPD. B. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan distribusi keragaman genetik delapan jenis anggrek Dendrobium spp. Indonesia melalui analisis genetik berdasarkan penanda RAPD. Tujuan berikutnya adalah untuk mengetahui tingkat kemiripan beberapa jenis anggrek Dendrobium spesies berdasarkan jarak genetiknya. C. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk memperoleh gambaran dalam mempelajari keragaman genetik yang terjadi pada tanaman anggrek Dendrobium sehingga dapat memperkaya pemahaman tentang tingkat kemiripan antar jenis anggrek Dendrobium sekaligus memberi informasi dalam pemuliaan tanaman anggrek Dendrobium. 2