BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pajak Pengertian Pajak menurut Resmi (2013) adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 2.2 Jenis-Jenis Pajak Jenis-Jenis Pajak menurut Resmi (2013), secara umum pengenaan pajak di Indonesia dapat dikelompokan menjadi dua yaitu : 1. Pajak Pajak Negara adalah pajak yang ditetapkan oleh Negara melaui UndangUndang, dimana wewenang pemungutannya ada pada pemerintah pusat dan hasil nya digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah pusat dan pembangunan. Pajak negara yang masih berlaku sampai saat ini adalah: 5 a. Pajak penghasilan (PPh), ketentuan tentang pengenaan dan pemungutan PPh di Indonesia saat ini didasarkan oleh Undang-Undang tentang pajak penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008. b. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barng Mewah (PPnBM), pengenaan dan pemungutan PPN di Indonesia saat ini didasarkan pada undang-undang tentang pajak pertambahan nilai barang dan jasa, dan pajak penjualan barang mewah. c. Bea Materai, pemungutan bea materai di Indonesia saat ini dilakukan berdasarkan undang-undang tentang bea materai. Bea materai adalah pajak atas dokumen yang dimaksud dalam undang-undang tentang bea materai. 2. Pajak Daerah Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang yang dapat dipaksakan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah. Contoh : PKB (Pajak Kendaraan Bermotor, pajak hiburan, pajak pembangunan, dll. Pajak Daerah dibagi menjadi dua yaitu : 1. Pajak Provinsi terdiri dari : Pajak Kendaraan Bermotor Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor 6 Pajak Air Permukaan Pajak Rokok 2. Pajak Daerah/Kabupaten terdiri dari : Pajak Hotel Pajak Restoran Pajak Hiburan Pajak Reklame Pajak Penerangan Jalan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan Pajak Parkir Pajak Air Tanah Pajak Sarang Burung Walet Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan Dan Perkotaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan 3. Pajak menurut golongannya dibagi menjadi dua yaitu : a. Pajak Langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dibebankan kepada orang lain. Contoh : Pajak Penghasilan (PPh) b. Pajak Tidak Langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan kepada orang lain. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 7 Pajak menurut sifatnya dibagi menjadi dua yaitu : a. Pajak Subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya dalam arti memperhatikan diri wajib pajak. Contoh: Pajak Penghasilan (PPh) b. Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) 2.3 Fungsi Pajak Fungsi Pajak menurut Resmi (2013), Pajak memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khusunya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan Negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Berdasarkan hal diatas maka pajak mempunyai beberapa fungsi, yaitu : a. Fungsi Anggaran (budgetair) Yaitu sebagai sumber pendapatan Negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran Negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin Negara dan melaksanakan pembangunan Negara membutuhkan biaya. Biaya ini diperoleh dari penerimaan pajak. Saat ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk membiayai pembangunan, uang yang dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran 8 rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan dari sektor pajak. b. Fungsi Mengatur (regulerend) Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi sebagai alat mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri. c. Fungsi Stabilitas Dengan adanya pajak, pemrintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan. Hal ini bisa dilakukan secara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat,pemungutan pajak, penggunaan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien. d. Fungsi Retribusi Pendapatan Pajak yang sudah dipungut oleh Negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. 9 2.4 Sistem Pemungutan Pajak Sistem Pemungutan Pajak menurut Resmi (2013) adalah sebagai berikut : a. Official Assessment Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada pemungut pajak (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang harus dibayar (pajak yang terutang) oleh seseorang. b. Self Assessment System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang penuh kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, menyetorkan, dan melaporkan sendiri besarnya utang pajak. c. Withholding System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang pada pihak ketiga untuk memotong/memungut besarnya pajak yang terutang. 2.5 Unsur Pajak Unsur-unsur pajak menurut Resmi (2013) adalah sebagai berikut : 1. Pajak dipungut berdasarkan Undang-Undang. 2. Tidak mendapatkan jasa timbal balik (kontraprestasi perseorangan) yang dapat ditunjukan secara langsung. 10 3. Pemungutan pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin maupun pembangunan. 4. Pemungutan pajak dapat dipaksakan. 5. Mengisi Kas Negara/Anggaran Negara. 2.6 Pajak Penghasilan Final Pajak penghasilan final menurut Suprianto (2013) adalah pengenaan PPh dengan tarif yang dikenakan atas penghasilan bruto dari kegiatan usaha tertentu dan bersifat final. Peraturan direktur jendral pajak tentang cara penerbitan surat keterangan bebas potong PPh atas giro serta diskonto sertifikat BI. 2.6.1 Pajak Penghasilan (PPh Final) Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang PPh JO PP/Nomor 31 Tahun 2000 JO KMK/51/KMK 04/2001 Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang pajak penghasilan menyebutkan bahwa : “atas penghasilan berupa bunga deposito, dan tabungan-tabungan lainnya penghasilan dari transaksi saham dibursa efek, penghasilan dari transaksi saham dalam sekuritas lainnya dibursa efek, penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan serta penghasilan tertentu lainnya,pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan Pemerintah”. . 11 2.6.2 Pelaksanaan Pajak Penghasilan Berdasarkan Ketentuan Pasal 4 Ayat 2 Undang-Undang PPh JO PP/Nomor 31 Tahun 2000 JO KMK/51/KMK 04/2001 Penghasilan yang dapat dikenakan pajak bersifat final adalah : a. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi. b. Penghasilan berupa hadiah undian. c. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura. d. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah atau bangunan. e. Penghasilan tertentu lainnya,yang diatur dengan atau berdasarkan peraturan pemerintah. 2.6.3 Subyek Pajak penghasilan final Pasal 4 ayat (2) Pajak penghasilan dikenakan terhadap subyek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Yang menjadi subyek pajak adalah: a. Subyek pajak individu, yaitu orang pribadi atau perseorangan dan warisan yang belum terbagi sebagai salah satu kesatuan menggantikan yang berhak 12 b. Badan, terdiri dari PT, CV, Perseroan lainnya, BUMN/BUMD dengan nama dan bentuk apapun, Firma, Kongsi, Koperasi, Dana Pensiun, persekutuan, perkumpulan, sejenis, lembaga, dan bentuk badan lainnya. c. Bentuk Usaha Tetap (BUT). 2.6.4 Obyek Pajak Penghasilan Obyek Pajak Penghasilan menurut Resmi (2013) adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP), baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun termasuk: 1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun atau imbalan dalam bentuk lainnya kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan. 2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan. 3. Laba usaha. 4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta, dll. 13 2.6.5 Obyek Pajak PPh Final Obyek Pajak PPh Final menurut Suprianto (2013) adalah sebagai berikut : a. Bunga deposito dan tabungan-tabungan lainnya. b. Penghasilan berupa hadiah undian. c. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek. d. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan, serta e. Penghasilan tertentu lainnya, pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan Pemerintah. 2.7 Pajak Penghasilan Atas Giro 2.7.1 Dasar Hukum Pemungutan PPh Pasal 4 ayat (2) atas bunga Deposito dan Giro a. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 1994 yang berlaku sejak 1 Januari 1995, atas penghasilan berupa bunga yang berasal dari deposito dan tabungan serta diskonto bersertifikat Bank Indonesia (SBI) dipotong PPh yang bersifat final hal ini berlaku atas bunga yang diberikan baik oleh perorangan maupun perusahaan pengecualian dari pemotongan pajak penghasilan diberikan dalam hal-hal tertentu, “misalnya yang diberikan oleh dana pensiun yang telah disahkan oleh menteri keuangan”. b. Undang-Undang Nomor 7 tahun 1984 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak penghasilan 14 c. Peraturan Pemerintah Nomor 131 tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan atas bunga deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat deposito Bank Indonesia. d. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 51/KMK.04/2000 tentang pajak penghasilan atas bunga deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat deposito Bank Indonesia 2.7.2 Pemotongan Pajak Penghasilan Final Atas Jasa Giro Salah satu sistem pemungutan pajak yang diterapkan di Indonesia adalah Withholding Tax system (pemotongan/pemungutan pajak). Dalam sistem Withholding Tax, pihak ketiga diberikan kepercayaan untuk melaksanakan kewajiban memotong atau memungut pajak atas penghasilan yang dibayarkan kepada penerima penghasilan sekaligus menyetorkannya ke kas Negara. Di akhir tahun pajak, pajak yang telah dipotong atau dipungut dan telah disetorkan ke kas negara itu akan menjadi pengurang pajak atau kredit pajak bagi pihak yang dipotong dengan melampirkan bukti pemotongan atau pemungutan. Sistem Withholding Tax di Indonesia diterapkan pada mekanisme pemotongan/pemungutan Pajak Penghasilan (PPh). Istilah pemotongan dimaksudkan untuk menyatakan jumlah pajak yang dipotong oleh pemberi penghasilan atas jumlah penghasilan yang diberikan kepada penerima penghasilan sehingga menyebabkan berkurangnya jumlah penghasilan yang diterimanya. 15 2.7.3 Tarif Pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang PPh JO PP/Nomor 31 Tahun 2000 JO KMK/51/KMK 04/2001 PPh Pasal 4 ayat (2) adalah pajak yang dipotong dari penghasilan dengan perlakuan tersendiri yang diatur melalui peraturan pemerintah dan bersifat final. Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 4 ayat (2) antara lain: penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan/jasa giro, dan diskonto Sertifikat Bank Indonesia. a. Untuk WPDN dan BUT : 20% dari jumlah bruto. b. Untuk WPLN : 20% dari jumlah bruto atau dengan tarif berdasarkan P3B yang berlaku. 16