OBAT – OBAT ANESTESI LOKAL Oleh Sandi Nugraha 0461050010 Dedy Sugiharto 0461050048 Pembimbing dr. Ganda P Sibabiat, Sp.An, KIC BAGIAN ANESTESIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA JAKARTA 2009 BAB I PENDAHULUAN Anestetik lokal ialah obat yang menghasilkan blokade konduksi atau blokade lorong natrium pada dinding saraf secara sementara terhadap rangsang transmisi sepanjang saraf, jika digunakan pada saraf sentral atau perifer. Anestetik lokal setelah keluar dari saraf diikuti oleh pulihnya konduksi saraf secara spontan dan lengkap tanpa diikuti oleh kerusakan struktur saraf. Banyak persenyawaan lain juga memiliki daya kerja demikian, tetapi efeknya tidak reversibel dan menyebabkan kerusakan permanen terhadap sel-sel saraf. Misalnya, cara mematikan rasa setempat juga dapat dicapai dengan pendinginan yang kuat (freezing anaesthesia) atau melalui keracunan protoplasma (fenol). Semua obat anestetik lokal baru adalah sebagai rekayasa obat lama yang dianggap masih mempunyai kekurangan-kekurangan. Kokain adalah obat anestetik pertama yang dibuat dari daun koka dan dibuat pertama kali pad 1884. Penggunaan kokain aman hanya untuk anesthesia topical. Penggunaan secara sistemik akan menyebabkan dampak samping keracunan system saraf, system kardiosirkulasi, ketagihan, sehingga dibatasi pembuatannya hanya untuk topical mata, hidung dan tenggorokan. BAB II PEMBAHASAN STRUKTUR ANESTETIK LOKAL Anestetik lokal ialah gabungan dari garam larut dalam air dan alkaloid larut dalam lemak dan terdiri dari bagian kepala cincin aromatik tak jenuh bersifat lipofilik, bagian badan sebagai penghubung terdiri dari cincin hidrokarbon dan bagian ekor terdiri dari amino tersier bersifat hidrofilik. Semakin panjang gugus alkoholnya, semakin besar daya kerja anestetiknya, tetapi toksisitasnya juga meningkat. Pusat mekanisme kerjanya terletak di membran sel. Seperti juga alkohol dan barbital, anestetika lokal menghambat penerusan impuls dengan jalan menurunkan permeabilitas membran sel saraf untuk ion-natrium, yang perlu bagi fungsi saraf yang layak. Hal ini disebabkan adanya persaingan dengan ion-ion kalsium yang berada berdekatan dengan saluran-saluran natrium di membran sel saraf. Pada waktu bersamaan, akibat turunnya laju depolarisasi, ambang kepekaan terhadap rangsangan listrik lambat Iaun meningkat, sehingga akhirnya terjadi kehilangan rasa setempat secara reversible. Diperkirakan bahwa pada proses stabilisasi membran tersebut, ion-kalsium memegang peranan penting, yakni molekul-molekul lipofil besar dan anestetika lokal mungkin mendesak sebagian ion-kalsium di dalam membran sel tanpa mengambil alih fungsinya. Dengan demikian, membran sel menjadi lebih padat dan stabil, serta dapat lebih baik melawan segala sesuatu perubahan mengenai permeabilitasnya. Di samping itu, anestetika lokal mengganggu fungsi semua organ di mana terjadi konduksi/ transmisi dari beberapa impuls. Dengan demikian, anestetika lokal mempunyai efek yang penting terhadap SSP, ganglia otonom, cabang-cabang neuromuskular, dan semua jaringan otot. Bagian lipofilik Biasanya terdiri dari cincin aromatic (benzene ring) tak jenuh, misalnya PABA (paraamino-benzoic acid). Bagian ini sangat esensial untuk aktifitas anestesi. Bagian hidrofilik Biasanya golongan amino tersier (dietil-amin). Golongan Anestetik lokal dibagi menjadi dua golongan 1. Golongan ester (-COOC-) Kokain, benzokain (amerikain), ametocaine, prokain (nevocaine), tetrakain (pontocaine), kloroprokain (nesacaine). 2. Golongan amida (-NHCO-) Lidokain (xylocaine, lignocaine), mepivakain (carbocaine), prilokain (citanest), bupivakain (marcaine), etidokain (duranest), levobupivacaine (chirocaine). dibukain (nupercaine), ropivakain (naropin), MEKANISME KERJA Obat bekerja pada reseptor spesifik pada saluran natrium (sodium channel), mencegah peningkatan permeabilitas sel saraf terhadap ion natrium dan kalium, sehingga terjadi depolarisasi pada selaput saraf dan hasilnya tak terjadi konduksi saraf. Mekanisme utama aksi anestetik lokal adalah memblokade “voltage-gated sodium channels”. Membrane akson saraf, membrane otot jantung, dan badan sel saraf memiliki potensial istirahat -90 hingga -60 mV. Selama eksitasi, lorong sodium terbuka, dan secara cepat berdepolarisasi hingga tercapai potensial equilibrium sodium (+40 mV). Akibat dari depolarisasi,, lorong sodium menutup (inaktif) dan lorong potassium terbuka. Aliran sebelah luar dari repolarisasi potassium mencapai potensial equilibrium potassium (kira-kira -95 mV). Repolarisasi mngembalikan lorong sodium ke fase istirahat. Gradient ionic transmembran dipelihara oleh pompa sodium. Fluks ionic ini sama halnya pada otot jantung, dan dan anestetik local memiliki efek yang sama di dalam jaringan tersebut. Fungsi sodium channel bisa diganggu oleh beberapa cara. Toksin biologi seperti batrachotoxin, aconitine, veratridine, dan beberapa venom kalajengking berikatan pada reseptor diantara lorong dan mencegah inaktivasi. Akibatnya terjadi pemanjangan influx sodium melalui lorong dan depolarisasi dari potensial istirahat. Tetrodotoxin (TTX) dan saxitoxin memblok lorong sodium dengan berikatan kepada chanel reseptor di dekat permukan extracellular. Serabut saraf secara signifikan berpengaruh terhadap blockade obat anestesi local sesuai ukuran dan derajat mielinisasi saraf. Aplikasi langsung anestetik local pada akar saraf, serat B dan C yang kecil diblok pertama kali, diikuti oleh sensasi lainnya, dan fungsi motorik yang terakhir diblok. Faktor-faktor fisiokimia A. Solubilitas lipid: semkin larut lemak maka semakin meningkatkan potensi. B. Ikatan protein: lebih besar ikatan protein (alpha1 acid glycoprotein), durasi kerjanya lebih lama. C. pKa: menentukan onset waktu. pKa adalah pH yang pada 50% anestetik local pada kondisi bermuatan dan 50% tidak bermuatan. D. Ion trapping: merupakan akumulasi bentuk terionisasi anestetik local pada lingkungan asam disebabkan suatu perbedaan pH diantara bentuk terionisasi dan non-ionisasi. Hal ini dapat terjadi diantara seorang ibu dan fetus asidosis (semisal fetal distress) mengakibatkan akumulasi anestetika local di dalam darah fetus. E. pH larutan obat: peningkatan pH larutan obat akan meningkatkan fraksi bentuk nonterionisasi, menghasilkan onset yang lebih cepat. Kebanyakan larutan anestetik dipersiapkan secara komersil sebagai suatu garam HCL larut air (pH 6-7). Agent dengan penambahan epinephrine dibikin lebih asam (ph 4-5) karena epinephrine tidak stabil pada lingkungan alkali. F. konsentrasi minimum anestetik local (Cm) Adalah konsentrasi minimum anestetik local yang akan menghalangi konduksi impuls saraf dan analog terhadap konsentrasi alveolar minimum (MAC) Efek diameter: Potensi anestetik local dipengaruhi oleh kelarutan dalam lemak, makin larut makin poten. Ikatan dengan protein (protein binding) mempengaruhi lama kerja dan konstanta dissosiasi (pKa) menentukan awal kerja. Konsenrasi minimal anestetika local (analog dengan mac, minimum alveolar concentration) diengaruhi oleh: 1. Ukuran, jenis dan mielinisasi saraf 2. pH (asidosis menghambat blockade saraf) 3. frekuensi stimulasi saraf Mula Kerja Mula kerja anestetika lokal bergantung beberapa faktor, yaitu: 1. pKa mendekati pH fisiologis sehingga konsentrasi bagian tak terionisasi meningkat dan dapat menembus membrannsel saraf sehingga menghasilkan mula kerja cepat. 2. Alkalinisasi anestetika local membuat mula kerja cepat 3. Konsentrasi obat anestetika lokal Lama kerja Lama kerja anestetika local dipengaruhi oleh: a. Ikatan dengan protein plasma, karena reseptor anestetika local adalah protein. b. Dipengaruhi oleh kecepatan absorbsi. c. Dipengaruhi oleh banyaknya pembuluh darah perifer di daerah pemberian. 2. Farmakokinetik A. Absorbsi sistemik Dipengaruhi oleh: 1.Tempat suntikan. kecepatan absorbsi sistemik sebanding dengan banyaknya vaskularisasi tempat suntikan : absorbsi intravena > trakeal >interkostal > kaudal > paraservikal > epidural > pleksus brakial > siatik > subkutan. Penggunaan anestetik local di daerah kaya vascular seperti di mukosa trakea atau di sekita jaringan sraf interkostal menghasilkan absorbs yang lebih cepat daripada bila diinjksikan di daerah yang miskin perfusi seperti tendon, dermis, atau lemak subkutan. 2.Penambahan vasokonstriktor. A. Adrenalin Adrenalin 5 μg/ml atau 1:200.000 membuat vasokonstriksi pembuluh darah pada tempat suntikan sehingga dapat memperlambat absorbsi sampai 50%. Ini penting untuk obatobat dengan durasi pendek atau intermediet seperti prokain, lidokain, dan mepivacaine. Disamping itu dengan penambahan epinephrine bertujuan untuk mengurangi perdarahan saat pembedahan dan muntuk meningkatkan intensitas blok dengan efek agonis alpha langsung pad reseptor antinociceptive di spinal cord, dan untuk membantu pada evaluasi suatu dosis tes. Dosis maksimum epinephrine tidak boleh melebehi 10 mcg/kg pada pasien anak dan 250 mcg pada orang dewasa. Epinephrine tidak boleh digunakan pada blok saraf perifer pada area dengan aliran darah kolateral sedikit atau pada teknik regional intravena. B. Phenylephrine, telah digunakan seperti epinephrine, tapi tidak ada keuntungan. C. Sodium bikarbonat 1. menaikkan pH dan meningkatkan konsentrasi basa bebas nonionisasi 2. penambahan sodium bikarbonat (1 mL sodium bikarbonat 8,4% ditambahkan ke tiap-tiap 10 mL lidokain 1%) onset cepat, menambah kalitas blok, memperpanjang blockade dengan meningkatkan jumlah basa bebas yang ada dan mengurangi nyeri selama infiltrasi subkutaneus. 3. Karakteristik obat anestesi lokal. Obat anestetik lokal terikat kuat pada jaringan sehingga dapat diabsorbsi secara lambat. B. Distribusi Distribusi anestetika local dipengaruhi oleh ambilan organ (organ uptake) dan ditentukan oleh factor-faktor: 1. Perfusi jaringan 2. Koefisien partisi jaringan/darah Ikatan kuat dengan potein plasma→ obat lebih lama di darah. Kelarutan dalam lemak tinggi → meningkatkan ambilan jaringan 3. Massa jaringan Otot merupakan tempat reservoir bagi anestetika lokal Anestetika local golongan amide tersebar luas setelah pemberian bolus intravena. Setelah fase distribusi inisial cepat, yang mana terdiri dari ambilan perfusi yang tinggi seperti otak, hepar, ginjal, dan jantung, terjadi fase distribusi yang lambat ke dalam perfusi jaringan yang moderat seperti otot dan saluran gastrointestinal. C. Metabolisme dan ekskresi Anestetika local golongan ester sebagian besar dimetabolisme oleh enzim pseudokolinesterase (kolinesterase plasma). Hidrolisa ester sangat cepat dan kemudian metabolit diekskresi melalui urin. Cairan serebrosipinal sedikit enzim ensterase, jadi terminasi aksi dari anestetika local yang disuntikkan secara intratekal bergantung pada absorbsinya kedalam aliran darah. Anestetik local tipe ester dihidrolisis sangant cepat di dalam darah oleh sirkulasi butyrylklinesterase (pseudokolinesterase) menjadi metabolit inaktif. Oleh karena itu, prokain dan kloroprokain memiliki waktu paruh yang sangat pendek (<1 menit). P-aminobenzoic suatu metabolit dari anestetika local golonan ester dikaitkan dengan reaksi alergi. Golongan amida dimetabolisme terutama oleh enzim mikrosomal (liver microsomal cytochrome P450 isozyme) di hati. Linkage amida dipecahkan permulaan melalui Ndealkilasi selanjutnya dengan hidrolisis. Kecepatan metabolisme tergantung kepada spesifikasi obat anestetik local. Metabolismenya lebih lambat dari hidrolisa ester. Metabolit diekskresi lewat urin dan sebagian kecil diekskresi dalam bentuk utuh. Metabolit prilokain (derivate o-toluidine) yang menumpuk setelah dosis besar (lebih besar daripada 10 mg/kg), mengubah hemoglobin menjadi methemoglobin. Benzzocaine juga dapat menyebabkan methemoglobinemia. Ada variasi pada rata-rata metabolisme hepar dari omponen amide seseorang, dimulai dari yang paling cepat yaitu prilokain > lidokain > mepivacaine > ropivacaine > bupivacaine dan levobupivacaine (yang paling lambat). Akibatnya, toksisitas anestetik local tipe amide lebih sering terjadi pada pasien dengan penyakit hepar. Sebagai contoh, rata-rata waktu paruh eliminasi lidokain bisa meningkat dari 1,6 jam pada pasien normal menjadi lebih dari 6 jam pada pasien dengan gangguan hepar.. oianestesi dengan anestetik volatilkain pada pasien yang dsebagai contoh, eliminasi kepaik li. Penurunan eliminasi anestetik local oleh hepar juga terjadi pada pasien dengan penurunan aliran darah hepar sebagai contoh, eliminasi hepar terhadap lidokain pada pasien yang dianestesi dengan anestetik volatile (dimana menurunkan aliran darah hepar) lebih lambat dibandingkan pasien yang dianestesi dengan anestetik intravena. TOKSISITAS DAN EFEK Toksisitas anestetik local bergantung pada: 1. Jumlah larutan yang disuntikkan 2. Konsentrasi obat 3. Ada tidaknya adrenalin 4. Vaskularisasi tempat suntikan 5. Absorbsi obat 6. Laju destruksi obat 7. Hipersensitivitas 8. Usia 9. Keadaan umum 10. Berat badan A. Reaksi alergi 1. Lokal anestetik tipe ester: bisa menyebabkan bentuk reaksi alergi metabolit paraaminobenzoic acid dan orang yang sensitive terhadap obat-obatan sulfa (misalnya sulfonamide atau diuretic thiazide). 2. Lokal anestetik ester bisa emnyebabkan reaksi alergik pada orang sensitive terhadap obat-obatan sulfa. 3. Reaksi alergi terhdap amida adalah sangat jarang dan mungkin berkaitan dengan bahan pengawet bukan amida sendiri. Sedian multidosis amida sering mengandung methylparaben yang memiliki struktur kimia serupa dengan p-aminobenzoic acid. B. Toksisitas local 1. Transient radicular irritation (TRI) atau transient neurologic symptoms (TNS) A. Ditandai oleh dysesthesia, nyeri terbakar, low back pain dan sakit pada ekstrimitas bawah dan bokong. Etiologi gejala ini melengkapi iritasi radikular. Gejala biasanya Nampak dalam 24 jam setelah penyembuhan lengkap dari anestesi spinal dan hilang dalam 7 hari. B. Dapat terjadi setelah injeksi subarachnoid tak sengaja dari volume besar atau konsensentrasi tinggi anestetik local. Insidensi bertambah ketika menggunakan posisi litotomi selama pembedahan. C. Peningkatan neurotoksisitas insidensi berhubungan dengan pemberian subarachnoid dari lidokain 5% telah dilaporkan. 2. Cauda equine syndrome A. Terjadi ketika luka yang tersebar ke pleksus lumbosakral menyebabkan derajat yang bermacam-macam anestesi sensori,disfungsi spinkter usus dan kandung kemih, dan paraplegi. B. Permulaannya dilaporkan disebabkan lidokain 5% dan tetrakain 0.5% yang diberikan melalui sebuah mikrokateter. Ada peningkatan risiko manakala ditempatkan pada ruang subaraknoid ,yang demikian bisa terjadi selama dan sesudah anestetik spinal terus-menerus injeksi, kecelakaan injeksi subaraknoid dari dosis epidural yang diharapkan atau dosis spinal berulang-ulang. C. Kloroproprokain telah dikaitkan dengan neurotoksistas. Penyebab neurotoksistas ini kemungkinan adalah pH rendah kloroprokain. Efek samping terhadap Sistem Tubuh Sistem kardiovaskular Anestetik local menekan automatisasi miokard (depolarisasi fase IV spontan) dan mengurangi durasi periode refrakter (ditunjukkan sebagai pemanjangan interval PR dan pelebaran QRS). Kontraktilitas miokardial dan kecepatan konduksi ditekan pada konsentrasi lebih besar. Relaksasi otot polos penyebab beberapa derajat vasodilatasi (dengan pengecualian kokain). Disritmia jantung atau kolaps sirkulasi sering suatu tanda yang hadir pada overdosis anestetik local selama anesthesia general. Injeksi intravaskluar bupivakain telah menyeababkan reaksi kardiotoksik berat, meliputi hipotensi, blok jantung atrioventrikular, dan disritmia seperti fibrilasi ventrikel. Kehamilan, hipoksemia, dan asidosis respirasi adalah factor risiko yang mempengaruhi. Ropivakain tak cukup signifikan toksisitas jantung karena disosianya lebih cepat dari channel sodium. Levobupivakain kurang berefek kardiotoksik daripada bupivakain. Sistem pernapasan Relaksi otot polos bronkus. Henti napas akibat paralise saraf frenikus, paralise interkostal,atau depresi langsung pusat penraf frenikus, paralise interkostal,atau depresi langsung pusat pengaturan pernafasan. Apnea dapat diakibatkan oleh paralisis saraf interkostal dan phrenic atau penekanan pusat respirasi medulla yang menyertai eksposure langsung terhaap agen local anestetik (postretrobulbar apnea syndrome). System saraf pusat (SSP) SSP rentan tehadap tosisitas anestetika local, dengan tanda-tanda awal parestesia lidah, pusing, kepala terasa ringan, tinnitus, pandangan kabur, agas anestetika local, dengan tandatanda awal parestesia lidah, pusing, kepala terasa ringan, tinnitus, pandangan kabur, agitasi, twitching, depresi pernapasan, tidak sadar, konvulsi, koma. Tambahan adrenalin berisiko kerusakan saraf. Kejang tonik-klonik mungkin diakibatkan blockade selektif jalur inhibisi. Henti pernapasan sering mengikuti aktivitas kejang. Toksisitas SSP diperberat oleh hiperkarbia, hipoksia dan asidosis. Imunologi Golongan ester menyebabkan reaksi alergi lebih sering, karena merupakan derivate paraamino-benzoic acid (PABA) yang dikenal sebagai alergen. System muskuloskletal Bersifat miotoksik (bupivakain > lidokain > prokain) ketika diinjeksikan secara langsung kedalam otot skelet. Tambahan adrenalin berisiko kerusakan saraf. Regenerasi dalam waktu 3-4 minggu. Efek merugikan yang lain A. Horner syndrome: dapat diakibatkan oleh blockade serat B pada akar saraf T1-T4. Tanda-tanda klinis meliputu ptosis, miosis, anhidrosis, kongesti nasal, vasodilatasi, dan peningkatan temperature kulit. B. Methemoglobinemia. Dapat terbentuk setelah dosis besar prilokain, benzokain dank rim EMLA. C. Mengurangi koagulasi: lidokain telah menunjukkan mencegah thrombosis, mengurangi agregasi platelet dan mempertinggi fibrinolisis whole blood. Resistensi Anestesi Ketika dilakukan anestesi, terkadang dapat terjadi seseorang tak mendapatkan efek bius seperti yang diharapkan. Atau, yang kerap disebut resisten terhadap obat bius. Beberapa kondisi yang bisa menyebabkan seseorang resisten terhadap obat bius di antaranya: 1. Pecandu alcohol 2. Pengguna obat psikotropika seperti morfin, ekstasi dan lainnya 3. Pengguna obat anelgesik Pada orang-orang tadi telah terjadi peningkatan ambang rangsang terhadap obat bius yang disebabkan efek bahan yang dikonsumsi dan masih beredar dalam tubuhnya. Agar Obat Bius Optimal & Aman Untuk menghindari terjadinya efek samping dan resistensi terhadap obat bius, sebaiknya pasien benar-benar memastikan kondisi tubuhnya cukup baik untuk menerima anestesi. 1. Menghentikan penggunaan obat anelgetik, paling tidak 1-2 hari sebelum dilakukan prosedur anestesi. 2. Menghentikan konsumsi obat-obatan yang berefek pada saraf pusat seperti morfin, barbiturat, amfetamin dan lainnya, paling tidak 1-3 hari sebelum anestesi dilakukan. 3. Berhenti mengonsumsi alkohol paling tidak 2 minggu sebelum penggunaan anestesi, 4. Berhenti merokok setidaknya 2 minggu sebelum anestesi dilakukan. Sifat anestesi lokal yang ideal : • Tidak mengiritasi / merusak jaringan saraf secara permanen • Batas keamanan harus lebar atau toksisitas sistemis yang rendah • Mula kerja harus sesingkat mungkin • Durasi kerja harus cukup lama • Larut dalam air • Stabil dalam larutan • Dapat disterilkan tanpa mengalami perubahan • Indikasi & Keuntungan anastesi lokal • Penderita dalam keadaan sadar serta kooperatif. • Tekniknya relatif sederhana dan prosentase kegagalan dalam penggunaanya relatif kecil. • Pada daerah yang diinjeksi tidak terdapat pembengkakan. • Peralatan yang digunakan, sedikit sekali dan sederhana serta obat yang digunakan relatif murah. • Dapat digunakan sesuai dengan yang dikehendaki pada daerah anatomi tertentu. • Dapat diberikan pada penderita yang keadaan umumnya kurang baik, sebab adanya pemberian obat anastesi terjadi penyimpangan fisiologis dari keadaan normal penderita sedikit sekali. • Harganya murah Kontra Indikasi • Operator merasa kesulitan bekerja sama dengan penderita, misalnya penderita menolak di suntik karena takut • Terdapat suatu infeksi/ peradangan • Usia penderita terlalu tua atau dibawah umur • Alergi terhadap semua anastetikum • Anomali rahang • Letak jaringan anastesi terlalu dalam Beberapa anestetik lokal yang sering digunakan 1. Kokain Hanya dijumpai dalam bentuk topical semprot 4% untk mukosa jalan napas atas. Lama kerja 2-30 menit. 2. Prokain (Novokain) Untuk infiltrasi: larutan 0,25-0,5%. Blok saraf 1-2%. Dosis 15 mg/kgBB dan lama kerja 30-60 menit. 3. Kloroprokain (nesakain) Derivate prokain dengan masa kerja lebih pendek. 4. Lidokain (lignocaine, xylocain, lidonest) Lidokain pertama kali ditemukan oleh ahli kimia Swedia yaitu Nils Lofgren pada tahun 1943. Lidokain dengan nama dagang Xylocain merupakan anestetik local golongan -amino asid amid yang pertama kali ditemukan. Lidokain (xilokain) adalah anestetik lokal kuat yang digunakan secara luas dengan pemberian topikal dan suntikan. Anestesia terjadi lebih cepat, lebih kuat, lebih lama dan lebih ekstensif daripada yang ditimbulkan oleh prokain. Pada konsentrasi yang sebanding. Lidokain merupakan aminoetilamid dan merupakan prototip dari anestetik lokal golongan amida. Larutan lidokain 0,5% digunakan untuk anestesia infiltrasi, sedangkan larutan 1,0-2% untuk anestesia blok dan topikal. Anestetik ini efektif bila digunakan tanpa vaso-konstriktor, tetapi kecepatan absorpsi dan toksisitasnya bertambah dan masa kerjanya lebih pendek. Lidokain merupakan obat terpilih bagi mereka yang hipersensitif terhadap anestetik lokal golongan ester. Lidokain dapat menimbulkan kantuk. Sediaan berupa larutan 0,5-5% dengan atau tanpa epinefrin (1: 50.000 sampai 1 : 200.000) Sifat kimia dan fisika : Lidokain mempunyai rumus dasar yang terdiri dari gugus amin hidrofil, gugus residu aromatik dan gugus intermedier yang menghubungkan kedua gugus tersebut. Gugus amin merupakan amin tarsier atau sekunder, antara gugus residu aromatik dan gugus intermedier dihubung-kan dengan ikatan amid. Bersifat basa lemah dengan pKa antara 7,5 9,0 dan sulit larut dalam air, kemampuan berdifusi ke jaringan rendah dan tidak stabil dalam larutan. Oleh karena itu preparat anestetik lokal untuk injeksi terdapat dalam bentuk garam asam dengan penambahan asam klorida. Dalam sediaan demikian, anestetik lokal mempunyai ke-larutan dalam air tinggi, kemampuan berdifusi ke jaringan besar dan stabil dalam larutan. Gambar Rumus bangun lidokain Mekanisme kerja . Setelah disuntikkan, obat dengan cepat akan dihidrolisis dalam jaringan tubuh pada pH 7,4-4 5, menghasilkan basa bebas (B) dan kation bermuatan positif (BH). Proporsi basa bebas dan kation bermuatan positif tergantung pada pKa larutan anestetik lokal dan pH jaringan. Hubungan kedua faktor tersebut dinyatakan dengan rumus: pH = pKa ¬log ( BH/B ) yang dikenal sebagai persamaan Henderson Hasselbach. Anestetik lokal dengan pKa tinggi cenderung mempunyai mula kerja yang lambat. Jaringan dalam suasana asam (jaringan inflamasi) akan menghambat kerja anestetik lokal sehingga mula kerja obat menjadi lebih lama. Hal tersebut karena suasana asam akan menghambat terbentuknya asam bebas yang diperlukan untuk menimbulkan efek anestesi. Dari kedua bentuk di atas yaitu B dan BH, bentuk yang berperan dalam menimbulkan efek blok anestesi masih banyak dipertanyakan. Dikatakan baik basa bebas (B) maupun kationnya (BH) ikut berperan dalam proses blok anestesi. Bentuk basa bebas (B) penting untuk penetrasi optimal melalui selubung saraf, dan kation (BH) akan berikatan dengan reseptor pada sel membran. Cara kerja anestetik lokal secara molekular (teori ikatan reseptor spesifik) adalah sebagai berikut: molekul anestetik lokal mencegah konduksi saraf dengan cara berikatan dengan reseptor spesifik pada celah natrium. Seperti diketahui bahwa untuk konduksi impuls saraf diperlukan ion natrium untuk menghasilkan potensial aksi saraf. Efek samping lidokain biasanya berkaitan dengan efeknya terhadap SSP, misalnya mengantuk, pusing, parestesia, kedutan otot, gang¬guan mental, koma, dan bangkitan. Mungkin sekali metabolit lidokain yaitu monoetilglisin xilidid dan glisin xilidid ikut berperan dalam timbulnya efek samping ini. Lidokain dosis berlebihan dapat menyebabkan kematian akibat fibrilasi ventrikel, atau oleh henti jantung . Lidokain sering digunakan secara suntikan untuk anestesia infiltrasi, blokade saraf, anestesia spinal, anestesia epidural ataupun anestesia kaudal, dan secara setempat untuk anestesia selaput lendir. Pada anestesia infiltrasi biasanya digunakan larutan 0,25-0,50% dengan atau tanpa epinefrin. Tanpa epinefrin dosis total tidak boleh melebihi 200 mg dalam waktu 24 jam, dan dengan epinefrin tidak boleh melebihi 500 mg untuk jangka waktu yang sama. Dalam bidang kedokteran gigi, biasanya digunakan larutan 1-2% dengan epinefrin; untuk anestesia infiltrasi dengan mula kerja 5 menit dan masa kerja kira-kira 1 jam dibutuhkan dosis 0,5-1,0 mL. Untuk blokade saraf digunakan 1-2 mL. Efek samping. Penggunaan lidokain jarang menimbulkan efek samping. Efek samping sering terjadi karena adrenalin yang ditambahkan sebagai vasokonstriktor, ialah berupa palpitasi, sakit kepala, ansietas dan takikardi. 5. Bupivakain (marcain) Konsentrasi efektif minimal 0,125%. Mula kerja lebih lambat dibanding lidokain,tetapi lama kerja sampai 8 jam. Setelah suntikan kudal, epidural, atau infiltrasi, kadar plasma puncak dicapai dalam 45 menit, kemudian menurun perlahan-lahan dalam 3-8 jam. Untuk anestesa spinal 0,5% volum antara 2-4 ml iso atau hiperbarik. Untuk blok sensorik epidural 0,375% dan pembedahan 0,75%. 6. EMLA (Eutectic mixture of local anesthetic) Campuran emulsi minyak dalam air (krem) antara lidokain dan prilokain masingmasing 2,5% atau masing-masing 5%. EMLA dioleskan di kulit intak 1-2 jam sebelum tindakan untuk mengurangi nyeri akibat kanulasi pada vena atau arteri atau untuk miringotomi pada anak, mencabut bulu halus atau buang tato. Tidak dianjurkan untuk mukosa atau kulit terbuka. 7. Ropivakain (naropin) dan levobupivakain (chirokain) penggunaannya seperti bupivakain, karena kedua obat tersebut merupakan isomer bagian kiri dari bupivakain yang dampak sampingnya lebih ringan dibandingkan bupivakain dampak sampingnya lebih besar. Konsentrasi efektif minimal 0,25%. Sifat-sifat naropin injeksiNaropin injeksi mengandung ropivakain HCl, yaitu obat anestetik lokal golongan amida. Naropin injeksi adalah larutan isotonik yang steril, mengandung bahan campuran obat (etantiomer) yang murni yaitu Natrium Klorida (NaCl) agar menjadi larutan isotonik dan aqua untuk injeksi. Natrium Hidroksida (NaOH) dan/ atau asam Hidroklorida (HCl) dapat ditambahkan untuk meyesuaikan pHnya (keasamannya). Naropi injeksi diberikan secara parentral.Nama kimia ropivakain HCl adalah molekul S-(-)-1-propil-2,6-pipekoloksilida hidroklorida monohidrat. Zat bat berupa bubuk kristal berwarn putih dengan rumus molekul C17H26N2O-R-HCl-H2O dan berat molekulnya 328,89. Struktur molekulnya adalah sebagai berikut:Pada suhu 250C, kelarutan ropivakain HCl dalam air adalah 53,8 mmg/mL dengan rasio distribusi antara n-oktanol dan fosfat bufer pada pH 7,4 adalah 14:1 dan pKanya 8,07 dalam larutan KCl 1 M. pKa ropivakain hampir sama denganbupivkain (8,1) dan mendekati pKa mepivakain (7,7) . akan tetapi kelarutan ropivakain dalam lemak (lipid) berada diantar kelarutan bupivakain dan mepivakain.Naropin injeksi tidak mengandung bahan pengawet dan tersedia dalam bentuk sediaan dosis tunggal dengan konsentrasi masing-masing 2,0 mg/mL (o,2%), 5,0 mg/mL (0,5%), 7,5 mg/mL (0,75%), dan 10 mg/mL (1,0%). Gravitas (berat) larutan Naropin injeksi berkisar antara 1,002 sampai 1,005 pada suhu 24oC Efek samping naropin injeksi Efek samping ropivakain mirip dengan efek samping anastetik lokal kelompok amida lainnya. Reaksi efek samping anastetik lokal kelompok amida terutama berkaitan dengan kadarnyan dalam plasma yang berlebihan, yang dapat terjadi apabila melebihi dosis, jarum suntik masuk ke dalam pembuluh darah tanpa sengaja atau jika metaolisme obat tersebut dalam tubuh lambat. Kejadian tentang efek sampingnya telah dilaporkan berdasarkan penelitian klinik yang telah dilakukan di amerika serikat dan negara-negara lainnya. Obat yang dijadikan acuan biasanya adalah bupivakain. Penelitian tersebut meggunakan bermacam-macam obat premedikasi, sedasi dan prosedur pembedahan. Sebanyak 3988 pasien diberikan naropin dengan konsentrasi sampai 1 % dalam percobaan klinik. Setiap pasien dihitung sekali untuk setiap jenis reaksi efek smaping yang dialaminya. Efek samping sistemik Efek samping akut yang Paling sering dijumpai dan memerlukan penanganan yang cepat adalah efek sampingnya pada sistem saraf pusat (SSP) dan sistem kardiovaskuler. Reaksi efek samping ini pada umumnya tergantung pada dosis dan disebabkan oleh kadar obat dalam plasma yang tinggi yang bisa terjadi karena over dosis, absorbsi (penyerapan) obat terlalu cepat dari tempat suntikan, rendahnya toleransi pasien terhadap obat, atau apabila jarum suntik anastesi lokal masuk ke dalam pembuluh darah. Di samping toksisitas sistemiknya yang tergantung pada dosis, masuknya obat ke dalam subaraknoid secara tidak sengaja ketika melakukan blok epidural melalui lumbal (tulang punggung) , atau ketika melakukan blok saraf di dekat kolumna vertebra (khususnya di bagian kepala dan dibagian leher), dapat mengakibatkan depresi pernafasan dan apnea (sesak nafas) total atau apnea sesuai tingkat saraf spinal yang mengontrol pernafasan. Juga dapat terjadi hipotensi karena berkurangnya tonus (kekuatan) saraf simpati atau para lisis respirasi (kelumpuhan otot-otot pernafasan) serta hipoventilasi karena obat anastetik mencapai tingkatan saraf motorik di kepala. Keadaan ini dapat memicu henti jantung apabila tidak ditangani dengan segera. Faktor-faktor yang mempengaruhi ikatan obat dengan protein plasma misanya asidosis, penyakit sistemik yang dapat mengubah produksi protein dalam tubuh, atau kompetensi dengan obat-obat lainnya untuk berikatan dengan protein, dapat menurunkan toleransi (daya terima terhadap obat) seorang pasien. Pemberian naropin secara epidural pada beberapa kasus seperti halnya pemberian obat-obat anastesi lainnya dapat meningkatkan suhu tubuh secara mendadak diatas 38,5oC. ini paling sering terjadi apabila dosis naropin diatas 16mg/jam. Efek Samping Pada Sistem Saraf Efek samping ini ditandai dengan kegelisahan dan depresi. Akan tetapi, kegelisahan dapat terjadi mendadak atau bisajuga tidak terjadi, dimana reaksi efek samping hanya berupa depresi. Depresi ini bisa berlanjut menjadi rasa kantuk dan akhirnya kesadaran pasien hilang dan terjadi henti nafas. Efek samping lainnya pada sistem saraf pusat adalah nausea (mual), muntah menggigil, dan konstriksi pupil (pupil mata menyempit). Efek Samping pada Sistem Kardiovaskuler Dosis tinggi atau masuknya jarum suntik kedalam pembukuh darah dapat menyebabkan kadar obat dalam plasma meningkat sehingga mengakibatkan depresi otot jantung (jantung menjadi lemah), darah yang dipompa jantung berkurang, hambatan konduksi saraf pada jantung, hipotensi, bradikardi (denyut nadi kurang 60 kali/menit), aritmia ventrikular (denyut jantung tidak berirama), yaitu takikardi ventrikel (denyut jantung diatas 100 kali/ menit) dan vibrilasi atrium (jantung berdebar) dan bahkan henti jantung (oleh karena itu, perlu diperhatikan catatan peringatan, pencegahan, dan overdosis pada label obat). Efek Samping Alergi Pada penggunaan naropin injeksi, jarang terjadi reaksi alergi tetapi bisa saja terjadi jika pasien terlalu sensitif terhadap obat anestesi lokal (perhatikan peringatan pada label obat). Reaksi efek samping alergi ditandai dengan gejala-gejala berupa urtikaria (kulit bengkak merah), pruritus (gatal-gatal), eritema (kulit merah-merah), udem angioneurotik (misalnya udem laring), takikardi, bersin-bersin, mual, muntah, pusing, sinkop (pingsan), keringatan, badan panas dan bahkan reaksi anapilaksis (termaksuk hipotensi berat). Sensistifitas silang antar obat anestesi lokal kelompok amida pernah terjadi. Bupivacain Injeksi bupivacain HCl merupkan solusi isotonik steril yang mengandung agen anastetik lokal dengan atau tanpa epinefrin 1:2000 dan diinjeksikan secara parenteral. Bupivacain PKA memiliki kemiripan dengan lidocain dan memiliki derajat slubilitas lipid yang lebih besar. Bupivacin dihungkan secara kimia dan farmakologis dengan aastetik lokal amino acyl. Bupivacain merupakan homolog dari mepivacain dan secara kimiawi dihubungkan dengan lidocain. Ketiga anastetik ini mengandung rantai amida dan amino. Berbeda dengan anastetik lokal tipe procain yang memiliki ikatan ester. Setiap 1 ml larutan isotonik steril mengandung bupivacain hidroklorida dan 0.005 mg epinefrin, dengan 0.5 mg sodium metabisulfite sebagai anti oksidan dan 0.2 mg asam sitrat sebagai stabilisasi. 8. Dibukain Devirat kuinon ini, merupakan anestetik local yang paling kuat, paling toksik dan mempunyai masa kerja panjang. Dibandingkan dengan prokain, dibukain kira-kira 15 kali lebih kuat dan toksik dengan masa kerja 3 kali lebih panjang. Dibukain HCl digunakan untuk anesthesia suntikan pada kadar 0,05-0,1%; untuk anesthesia topical telinga 0,5-2%; dan untuk kulit berupa salep 0.5-1%. Dosis total dibukain pada anesthesia spinal ialah 7,5-10mg. 9. Mepivakain HCl. Devirat amida dari xylidide ini cukup populer sejak diperkenalkan untuk tujuan klinis pada akhir 1950-an.Anestetik lokal golongan amida ini sifat farmakologiknya mirip lidokain. Mepivekain digunakan untuk anesthesia infiltrasi, blockade saraf regional dan anesthesia spinal. sediaan untuk suntikan merupakan larutan 1,0; 1,5 dan 2%. Kecepatan timbulnya efek, durasi aksi, potensi, dan toksisitasnya mirip dengan lidokain. Mepivakain tidak mempunyai sifat alergenik terhadap agen anestesi lokal tipe ester. Agen ini dipasarkan sebagai garam hidroklorida dan dapat digunakan untuk anestesi infiltrasi atau regional namun kurang efektif bila digunakan untuk anestesi topikal. Mepivakain dapat menimbulkan vasokonstriksi lebih ringan daripada lignokain tetapi biasanya mepivacain digunakan dalam bentuk larutan dengan penambahan adrenalin 1: 80.000. maksimal 5 mg/kg berat tubuh. Satu buah cartridge biasanya sudah cukup untuk anestesi infiltrasi atau regional. Mepivacain kadang-kadang dipasarkan dalam bentuk larutan 3 % tanpa penambahan vasokonstriktor, untuk medapat kedalaman dan durasi anestesi pada pasien tertentu di mana pemakaian vasokonstriktor merupakan kontradiksi. Larutan seperti ini dapat menimbulkan anestesi pulpa yang berlangsung antara 20-40 menit dan anestesi jaringan lunak berdurasi 2-4 jam. Obat ini jangan digunakan pada pasien yang alergi terhadap anestesi lokal tipe amida, atau pasien yang menderita penyakit hati yang parah. Mepivacain yang dipasarkan dengan nama dagang Carbocaine biasanya tidak mengandung paraben dan karena itu, dapat digunakan pada pasien alergi paraben. Mepivakain lebih toksik terhadap neonatus, dan karenanya tidak digunakan untuk anestesia obstetrik. Mungkin ini ada hubungannya dengan pH darah neonatus yang lebih rendah, yang menyebabkan ion obat tersebut terperangkap, dan memperlambat metabolismenya. Pada orang dewasa, indeks terapinya lenbih tinggi daripada lidokain. Mula kerjanya hampir sama dengan lidokain, tetapi lama kerjanya lebih panjang sekitar 20%. Mepivakain tidak efektif sebagai anestetik topikal. Toksisitas mepivacain serata dengan lignokain (lidokain) namun bila mepivacain dalam darah sudah mencapai tingkat tertentu, akan terjadi eksitasi sistem saraf sentral bukan depresi, dan eksitasi ini dapat berakhir berupa konvulsi dan depresi respirasi. 10. Prilokain HCl. Walaupun merupakan devirat toluidin, agen anestesi lokal tipe amida ini pada dasarnya mempunyai formula kimiawi dan farmakologi yang mirip dengan lignokain dan mepivakain. Anestetik lokal golongan amida ini efek farmakologiknya mirip lidokain, tetapi mula kerja dan masa kerjanya lebih lama daripada lidokain. Prilokain juga menimbulkan kantuk seperti lidokain. Sifat toksik yang unik ialah prilokain dapat menimbulkan methemoglobinemia; hal ini disebabkan oleh kedua metabolit prilokain yaitu orto-toluidin dan nitroso- toluidin. Walaupun methemoglobinemia ini mudah diatasi dengan pemberian biru-metilen intravena dengan dosis 1-2 mg/kgBB larutan 1 % dalam waktu 5 menit; namun efek terapeutiknya hanya berlangsung sebentar, sebab biru metilen sudah mengalami bersihan, sebelum semua methemoglobin sempat diubah menjadi Hb. Anestetik ini digunakan untuk berbagai macam anestesia disuntikan dengan sediaan berkadar 1,0; 2,0 dan 3,0%. Prilokain umumnya dipasarkan dalam bentuk garam hidroklorida dengan nama dagang Citanest dan dapat digunakan untuk mendapat anestesi infiltrasi dan regional. Namun prilokain biasanya tidak dapat digunakan untuk mendapat efek anestesi topikal.Prilokain biasanya menimbulkan aksi yang lebih cepat daripada lignokain namun anastesi yang ditimbulkannya tidaklah terlalu dalam. Prilokain juga kurang mempunyai efek vasodilator bila dibanding dengan lignokain dan biasanya termetabolisme dengan lebih cepat. Obat ini kurang toksik dibandingkan dengan lignokain tetapi dosis total yang dipergunakan sebaiknya tidak lebih dari 400 mg.Salah satu produk pemecahan prilokain adalah ortotoluidin yang dapat menimbulkan metahaemoglobin. Metahaemoglobin yang cukup besar hanya dapat terjadi bila dosis obat yang dipergunakan lebih dari 400 mg. metahaemoglobin 1 % terjadi pada penggunaan dosis 400 mg, dan biasanya diperlukan tingkatan metahaemoglobin lebih dari 20 % agar terjadi simtom seperti sianosis bibir dan membrane mukosa atau kadang-kadang depresi respirasi. Karena pemakainan satu cartridge saja sudah cukup untuk mendapat efek anestesi infiltrasi atau regional yang diinginkan, dank arena setiap cartridge hanya mengandung 80 mg prilokain hidroklorida, maka resiko terjadinya metahaemoglobin pada penggunaan prilokain untuk praktek klinis tentunya sangat kecil. Walaupun demikian, agen ini jangan digunakan untuk bayi, penderita metaharmoglobinemia, penderita penyakit hati, hipoksia, anemia, penyakit ginjal atau gagal jantung, atau penderita kelainan lain di mana masalah oksigenasi berdampak fatal, seperti pada wanita hamil. Prilokain juga jangan dipergunakan pada pasien yang mempunyai riwayat alergi terhadap agen anetesi tipe amida atau alergi paraben.Penambahan felypressin (octapressin) dengan konsistensi 0,03 i.u/ml (=1:200.000) sebagai agen vasokonstriktor akan dapat meningkatakan baik kedalam maupun durasi anestesi. Larutan nestesi yang mengandung felypressin akan sangat bermanfaat bagi pasien yang menderita penyakit kardio-vaskular. 11. Bupivakain (MARCAIN). Struktur mirip dengan lidokain, kecuali gugus yang mengandung amin dan butyl piperidin. Merupakan anestetik lokal yang mempunyai masa kerja yang panjang, dengan efek blockade terhadap sensorik lebih besar daripada motorik. Karena efek ini bupivakain lebih popular digunakan untuk memperpanjang analgesia selama persalinan dan masa pascapembedahan. Suatu penelitian menunjukan bahwa bupivakain dapat mengurangi dosis penggunaan morfin dalam mengontrol nyeri pada pascapembedahan Caesar. Pada dosis efektif yang sebanding, bupivakain lebih kardiotoksik daripada lidokain. Lidokain dan bupivakain, keduanya menghambat saluran Na+ jantung (cardiac Na+ channels) selama sistolik. Namun bupivakain terdisosiasi jauh lebih lambat daripada lidokain selama diastolic, sehingga ada fraksi yang cukup besar tetap terhambat pada akhir diastolik. Manifestasi klinik berupa aritma ventrikuler yang berat dan depresi miokard. Keadaan ini dapat terjadi pada pemberian bupivakain dosis besar. Toksisitas jantung yang disebabkan oleh bupivakain sulit diatasi dan bertambah berat dengan adanya asidosis, hiperkarbia, dan hipoksemia.Ropivakain juga merupakan anestetik lokal yang mempunyai masa kerja panjang, dengan toksisitas terhadap jantung lebih rendah daripada bupivakain pada dosis efektif yang sebanding, namun sedikit kurang kuat dalam menimbulkan anestesia dibandingkan bupivakain.Larutan bupivakain hidroklorida tersedia dalam konsentrasi 0,25% untuk anestesia infiltrasi dan 0,5% untuk suntikan paravertebral. Tanpa epinefrin, dosis maksimum untuk anestesia infiltrasi adalah sekitar 2 mg/KgBB. 12. Duranest ( Etidokain) Duranest ( etidocaine HCl) indikasi pemberian suntikan untuk anasesi infiltrasi, perpheral nerve blok (pada Brachial Plexus, intercostals, retrobulbar, ulnar dan inferior alveolar) dan pusat neural blok ( Lumbat atau Caudal epidural blok). Dosis Dengan semua anastesi lokal, dosis dari Duranest ( Etidocaine HCl) pemberian suntikan dengan memkai daerah depend upon untuk pemberian anastetiknya, Pembuluh darahnya halus, nomor dari bagian neuronal menjadi terhalang, tipe dari anastetik adalah regional, dan kondisi badan dai seorang pasien. Dosis maksimum dengan memakai 1 suntikan ditentukan pada dasar dari status pasien, dengan menjalankan tipe anastetik regional meskipun 1suntikan 450 mg yang dipakai untuk anastetik regional tanpa menimbulkan efek. Pada waktu sekarang salah bila menerima bentuk dosis maksimum dari 1 suntikan tidak melampaui 400 mg ( approximately 8,0 mg/kg atau 3,6 mg/lb dibawah 50 kg berat badan seseorang) dengan epenefrin 1:200,000 dan 1:300,000 ( approximately 6 mg/kg atau 2.7 mg/lb dibawah 50 kg berat badan seseorang) tanpa epinefrin. Caudal dan Lumbar Epidural Blok Tindakan pencegahan bertentangan, kadang-kadang pengalaman kurang baik sehingga tidak sengaja mengikuti penembusan pada daerah Subarachnoid. Dosis percobaan 2-5 ml memberi bentuk obat sampai 5 menit pertama, total volume suntikan pada Lumbar atau Caudal Epidural blok, bentuk dosis percobaan diberikan berulang-ulang jika pasien bergerak seperti biasa bahwa catheter boleh dipindahkan. Epinefrin jika berisi dosis percobaan (10-15 mg) boleh membantun pada penembusan suntikan intra vaskular. Jika suntikan mengenai Blood Vessel, berjalanya epinefrin untuk menghasilkan “Respon Epinefrin” dalam 45 menit terdiri dari bertambahnya tekanan darah sistolik heart rate. Circumolar pallor, palpitis pada seorang pasien. Dipakai pada Kedokteran Gigi Ketika pemberian anastetik lokal pada bidang kedokteran gigi, dosis Duranest (Etidocaine Hcl) pemberiannya pada saat pasien masih sadar pemberian anastetiknya pada bagian oral cavity, vaskularisasinya pada oral tissue, volume efektif pada anastesi lokal harus benar-benar tepat. Pada oral cavity pemberian anastesi lokal dan teknik serta prosedurnya harus spesifik. Bentuk keperluan dosis determinan pada individu dasar, pada maxilla, inferior alveolar, nervus blok dosisnya 1,0-50 mL dan pemberian Duranest 1.5% sedangkan dengan epinefrin 1:200,000 biasanya sangat efektif. Sistem Cardiovaskular Manisfestasi kardiovakular biasanya menekan pada karakteristik oleh bradi kardi, pembuluh darah kolaps, dan berbagai macam penyakit cardiac, reaksi alergi merupakan karakteristik dari lesi cutaneus, urticaria, edema atau reaksi anapilaktik. Reaksi aleri boleh terjadi dari akibat sensitive dari anastesi lokal, untuk methylparaben pada obat dengan berbagai macam dosis obat, mengetahui sensifitas pada kulit jika disentuh dan biasanya double harganya. Jenis anestesi lokal dalam bentuk parenteral yang paling banyak digunakan adalah: 1. Anestesi permukaan. Sebagai suntikan banyak digunakan sebagai penghilang rasa oleh dokter gigi untuk mencabut geraham atau oleh dokter keluarga untuk pembedahan kecil seperti menjahit luka di kulit. Sediaan ini aman dan pada kadar yang tepat tidak akan mengganggu proses penyembuhan luka. 2. Anestesi Infiltrasi. Tujuannya untuk menimbulkan anestesi ujung saraf melalui injeksi pada atau sekitar jaringan yang akan dianestesi sehingga mengakibatkan hilangnya rasa di kulit dan jaringan yang terletak lebih dalam, misalnya daerah kecil di kulit atau gusi (pada pencabutan gigi). 3. Anestesi Blok Cara ini dapat digunakan pada tindakan pembedahan maupun untuk tujuan diagnostik dan terapi. 4. Anestesi Spinal Obat disuntikkan di tulang punggung dan diperoleh pembiusan dari kaki sampai tulang dada hanya dalam beberapa menit. Anestesi spinal ini bermanfaat untuk operasi perut bagian bawah, perineum atau tungkai bawah. 5. Anestesi Epidural Anestesi epidural (blokade subarakhnoid atau intratekal) disuntikkan di ruang epidural yakni ruang antara kedua selaput keras dari sumsum belakang. 6. Anestesi Kaudal Anestesi kaudal adalah bentuk anestesi epidural yang disuntikkan melalui tempat yang berbeda yaitu ke dalam kanalis sakralis melalui hiatus skralis. BAB III PENUTUP Anestesi lokal atau yang sering disebut pemati rasa adalah obat yang menghambat hantaran saraf bila digunakan secara lokal pada jaringan saraf dengan kadar yang cukup. Anestesi lokal bekerja pada tiap bagian susunan saraf dengan cara merintangi secara bolakbalik penerusan impuls-impuls saraf ke Susunan Saraf Pusat (SSP) dan dengan demikian menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri, gatal-gatal, rasa panas atau rasa dingin. Anestesi lokal mencegah pembentukan dan konduksi impuls saraf. Tempat kerjanya terutama di selaput lendir. Disamping itu, anestesia lokal mengganggu fungsi semua organ dimana terjadi konduksi/transmisi dari beberapa impuls. Artinya, anestesi lokal mempunyai efek yang penting terhadap SSP, ganglia otonom, cabang-cabang neuromuskular dan semua jaringan otot. DAFTAR PUSTAKA 1. Latief SA, Kartini A, Daclan MR. Petunjuk praktis anestesiologi. Edisi Kedua. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI; 2009.p.104-95. 2. Anonimous . Obat bius lokal/anestesi lokal. (online), (http://www.google.com). 3. Adell .Anestesi local. 2009: (online), (http://www.google.com). 4. Anonimous. Anestetika local golongan amida. (online), (http://www.google.com). 5. Ezekiel MR. Handbook of anesthesiology. 2004-2005 Edition. (online), kegunaannya. (online), (http://www.scribd.com). 6. Anonimous .Seputar obat bius: lain jenis, lain (http://www.google.com, ). 7. Iqbalsandira. Tentang anestesi local. (online), (http://www.google.com, diakses 5 September 2009). 8. Fatma D, Sunaryo,Syamsudin U, Susanto HS. Perbandingan mula kerja dan masa kerja dua anestetik lokal lidokain pada kasus pencabutan gigi molar satu atau dua rahang bawah. (online), http://www.google.com, diakses 5 September 2009)