BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan suatu ekosistem yang terdiri dari komponen biotik dan abiotik. Kedua komponen tersebut saling berinteraksi satu sama lainya. Komponen biotik merupakan komponen hidup atau bernyawa seperti pohon dan hewan, sedangkan komponen abiotik merupakan segala sesuatu yang tidak bernyawa seperti tanah, topografi, dan suhu (Suginingsih dkk., 2005). Ekositem hutan memiliki sifat dinamis, karena ekosistemnya dapat berubah oleh beberapa faktor. Faktor pertama yakni adanya gangguan alami seperti gunung meletus, kebakaran, dan tanah longsor, sedangkan faktor kedua adalah faktor yang disebabkan oleh gangguan dari luar, seperti adanya illegal logging (Indrayanto, 2006). Untuk memperbaiki kerusakan setelah adanya gangguan, hutan memiliki mekanisme untuk kembali ke kondisi keseimbangan dinamis, namun hal tersebut memerlukan waktu yang cukup lama, mekanisme tersebut sering disebut dengan suksesi. Suksesi dapat dibagi menjadi beberapa tahap yakni suksesi awal, tengah dan akhir, yang masing-masing tahap memiliki komposisi penyusun vegetasi yang berbeda-beda. Suksesi awal juga dialami oleh hutan alam yang berada di kaki Gunung Merapi akibat erupsi pada tahun 2010. Akibat dari letusan tersebut, sebagian besar hutan yang berada di kawasan Taman Nasional Gunung Merapi mengalami kerusakan. Setelah erupsi, kawasan tersebut mengalami suksesi awal yang 1 2 ditandai dengan tumbuhnya spesies-spesies pionir sebagai penciri proses tersebut. Spesies pionir merupakan spesies yang mampu hidup dengan kondisi yang relatif ekstrim seperti kondisi tanah yang miskin hara. Salah satu spesies pionir yang tumbuh di kawasan merapi tersebut adalah Acacia decurrens Willd. Baker dan van Den Brink (1963) menyatakan bahwa, A. decurrens merupakan spesies asli dari Negara Australia. Spesies tersebut diklasifikasikan sebagai salah satu keluarga dari Famili Mimosaceae (Jones dan Luchsinger, 1979). A. decurrens dalam keadaan yang baik pada umur 5 tahun mampu tumbuh hingga tinggi ±20 m dan diameter batang 30 cm (Heyne (1987). Spesies tersebut sekarang tumbuh sangat baik di Gunung Merapi yang berada di Jawa Tengah, salah satunya di wilayah Taman Nasional Gunung Merapi yang persebaranya merata dengan berbagai ukuran. A. decurrens di Gunung Merapi yang cenderung bersifat invasif sampai saat ini belum diketahui faktor dan pola penyebaranya. Ada beberapa dugaan seperti adanya seedbank di tanah maupun adanya faktor lain seperti adanya agen penyebar biji. Sebelum menyebar luas, diduga pohon tersebut sudah ada di bagian atas Gunung Merapi. Setelah Gunung Merapi mengalami eruspi pada tahun 2010 yang mengeluarkan material panas menyebabkan patahnya dormansi biji A. decurrens sehingga mengalami perkecambahan. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Anonim (2015) yang menyebutkan bahwa untuk menskarifikasi A. decurrens dibutuhkan perlakuan berupa perendaman biji dengan suhu 100°C selama 1 menit dengan volume air yang cukup banyak. 3 Persebaran biji dipengaruhi oleh dua faktor yakni faktor biotik antara lain oleh manusia dan hewan, misalnya aves, serangga dan mamalia; serta faktor abiotik antara lain air dan angin. Pola distribusi populasi dapat dibedakan menjadi 3 yaitu : teratur (uniform) yaitu distribusi yang dihasilkan dari interaksi negatif antara individu, pola distribusi acak (random) yaitu distribusi yang keberadaan individu pada suatu titik tidaklah mempengaruhi peluang adanya anggota populasi yang sama di suatu titik yang berdekatan (Ludwig and Renolds, 1988), dan pola distribusi berkelompok (clumped) yaitu pola distribusi dimana individu berkelompok pada tempat-tempat yang disukai dalam habitat. Populasi A. decurrens yang cukup melimpah dalam areal demonstrasi plot restorasi 2011 yang dibangun oleh UGM dan TNGM, diperkirakan sangat mengganggu pertumbuhan tanaman inti restorasi pada lokasi tersebut. Untuk dapat mengendalikan persebaran A. decurrens perlu diketahui pola persebaran dan karakteristik pertumbuhanya. 1.2. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah 1. Mengetahui karakteristik sebaran pohon A. decurrens di Gunung Merapi pasca erupsi tahun 2010. 2. Mengetahui karakteristik pertumbuhan pohon A. decurrens di Gunung Merapi pasca erupsi tahun 2010. 4 1.3. Manfaat Penelitian 1. Sebagai data dasar khususnya untuk pengelola Taman Nasional Gunung Merapi. 2. Sebagai bahan pertimbangan lanjutan program rehabilitasi khususnya di kawasan lereng Merapi. 1.4. Hipotesis Setelah erupsi yang terjadi pada tahun 2010, kondisi tanah tertutup material erupsi berupa pasir, krikil dan batu dengan temperatur tinggi, sehingga spesies pionir yang dimungkinkan muncul berasal dari seedbank dalam tanah seperti A. decurrens. Spesies tersebut mampu hidup di kondisi lahan yang kritis serta bijinya mampu bertahan dalam kondisi temperatur tinggi dan sedikit air. Hasil pengamatan awal yang dilakukan di Gunung Merapi diketahui bahwa populasi A. decurrens menyebar dari arah utara (dekat dengan puncak Merapi) ke arah selatan (menjauhi puncak). Dengan melihat kondisi fisik lahan yang berada di sepanjang lokasi demplot restorasi diduga persebaran A. decurrens dikarenakan oleh pergerakan air.