ABSTRAK Kloning merupakan istilah yang berasal dari bahasa inggris yaitu cloning adalah suatu cara manusia untuk mengusahakan agar dapat menciptakan duplikat suatu makhluk dengan tanpa melalui proses perkawinan. Secara etimologis, kloning berasal dari kata “clone” yang diturunkan dari bahasa Yunani “klon”, artinya potongan yang digunakan untuk memperbanyak tanaman. Kata ini digunakan dalam dua pengertian, yaitu (1) Klon sel yang artinya menduplikasi sejumlah sel yang memiliki sifat-sifat genetiknya identik, dan (2) Klon gen atau molecular, artinya sekelompok salinan gen yang bersifat identik yang direplikasi dari suatu gen dimasukkan dalam sel inang. Kloning diciptakan bertujuan untuk mendapatkan makhluk hidup yang lebih baik. Pada awalnya teknologi kloning ini berhasil diterapkan pada tanaman. Kemudian kesuksesan kloning berlanjut pada hewan. Ketika penerapan kloning pada hewan mengalami kesuksesan, sampai disini belum muncul permasalahan pro dan kontra masyarakat mengenai kloning. Namun setelah beberapa waktu kemudian ternyata kloning dapat diterapkan oleh ilmuwan untuk diterapkan pada manusia, keberhasilan ini terbukti pada tanggal 12 Desember 2002, Clonaid, sebuah perusahaan biotek yang bermarkas di Amerika Serikat mengumumkan keberhasilannya mengkloning manusia pertama yang diberi nama Eve. Kejadian inilah yang memulai berbagai kontroversi tentang kloning. Dari sinilah mulai timbul pro dan kontra masyarakat mengenai kloning. Karena pengkloningan manusia mempunyai mempunyai persoalan yang berhubungan dengan masalah hukum, etika, moral, dan agama. Yang paling mempermasalahkan kloning terhadap manusia adalah dari kalangan religius. Dalam tulisan ini penulis hanya meninjau masalah kloning terhadap manusia dalam perspektif hukum islam. Disini peneliti menggunakan metode pendekatan Yuridis Normatif yaitu suatu prosedur pemecahan masalah yang diteliti dengan cara memaparkan data yang diperoleh dari pengamatan kepustakaan dan kemudian disusun, dijelaskan dan dianalisis dengan memberikan kesimpulan. Untuk tahap penelitian penulis menggunakan dua tahap, data sekunder berupa literatur-literatur ilmiah maupun yang berkaitan dengan obyek dan permasalahan yang diteliti, yaitu terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, bahan hukum tersier, dan penelitian lapangan dengan lembaga terkait dengan permasalahan yaitu MUI Propinsi Jawa Barat yang beralamat di Jl. RE Martadinata No. 105, Bandung, telp/fax (022) 7272864. Dari hasil penelitian tersebut maka dalam hal kloning Hukum Islam tidak mengatur jelas tentang praktek kloning, karena masalah ini termasuk masalah ijtihadiah yang memungkinkan ketentuannya tergantung pada praktek kloning tersebut. Hukum Islam memandang pengkloningan boleh dilakukan terhadap tumbuhan dan binatang halal. Kesemuanya itu halal dilakukan dengan tujuan untuk memberi manfaat yang besar bagi kehidupan manusia dan diperbolehkan oleh agama. Bahwa praktek kloning manusia lebih banyak mudarat daripada manfaatnya, karena memproduksi anak melalui kloning merupakan sesuatu hal yang tidak wajar, kloning mampu memproduksi manusia tanpa melalui hubungan seksual atau tidak alami. Teknologi kloning terhadap manusia ini akan mencegah pelaksanaan hukum-hukum syara’, seperti hukum tentang perkawinan, nasab, nafkah, hak dan kewajiban antara bapak dan anak, waris, perawatan anak, dan lain-lain.