BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1 Pemasaran dan

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1 Pemasaran dan Manajemen Pemasaran
Aspek terpenting dalam dunia bisnis adalah pemasaran
kepentingan ini sangat mendasar, karena pemasaran adalah salah
satu proses yang dapat dilakukan oleh suatu usaha khususnya yang
bertujuan untuk mencapai keuntungan melalui sistim pemasaran
atau dari pasar yang ada.
Karena sistem pemasaran harus dapat dikelolah dengan baik,
maka perlu adanya keputusan yang tepat sebelum menentukan suatu
kebijakan yang berkaitan dengan pasar itu sendiri.dan dalam usaha
pemasaran
antar
pasar
dalam
menarik
konsumen
maupun
pelanggan, didalam hal ini nasabah termasuk pelanggan
perusahaan
jelas
mak a
berusaha menciptakan minat pembeli hal ini secara
digariskan dalam ruang lingkup pemasaran antara lain
mencakup kegiatan promosi, distribusi, penetapan harga penjualan
dan pembelian akan tetapi
dalam hal
ini perbankan
yang
menawarkan jasa menawarkan pelayanan yang lebih baik.
Dari pengertian di atas, merupakan pengertian umum
pemasaran yaitu berbagai aktivitas dari produksi sampai proses
konsumsi,jadi prinsipnya adalah proses pengalihan barang dan jasa
dari pihak produsen ke pihak konsumen dimana untuk mencari
pelanggan yang akan memakai produk yang akan di tawarkan perlu
sekali melaksanakan strategi seperti pemasaran.
Sedangkan menurut Kotler (1997: 8) pemasaran merupakan
suatu proses sosial dan manajerial yang di dalamnya individu dan
kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan
dengan cara menciptakan, menawarkan, dan mempertukarkan
produk yang bernilai dengan pihak lain.
Definisi
tersebut
memberikan
pemahaman
pemasaran
sebagai suatu proses pemenuhan kebutuhan yang dimulai dari
timbulnya kebutuhan dan permintaan
yang ditanggapi dengan
memperhatikan suatu produk untuk memenuhi permintaan tersebut
dimana dalam produk tersebut tercakup di dalamnya biaya dan
unsur kepuasan yang menyebabkan timbulnya transaksi di pasar
antara pemasar dan konsumen adapun produk yang ditawarkan
selalu mempunyai nilai lebih di mata konsumen.
Pada sisi lain Swastha (2000: 6) memandang pemasaran
sebagai suatu usaha untuk memuaskan kebutuhan pembeli dan
penjual melalui proses pertukaran. Dari definisi ini tersirat makna
bahwa pemasaran merupakan suatu proses yang memberikan
jawaban atas kebutuhan dan keinginan konsumen, atau dengan kata
lain dapat pula dikatakan bahwa kegiatan pemasaran diciptakan
oleh pembeli dan penjual dimana kedua belah pihak sam a-sama
ingin mencari kepuasan dalam hal ini, pembeli berusaha memenuhi
kebutuhannya, sedangkan penjual berusaha mendapatkan laba,
selanjutnya kedua macam kepentingan ini dapat dipertemukan
dengan cara mengadakan pertukaran yang saling menguntungan.
Perlu dijelaskan pula tentang pengertian pemasaran seperti
yang
dikemukakan oleh Kotler (1994: 16) bahwa manajemen
pemasaran adalah:
“Proses
perencanaan
dan
pelaksanaan
dari
perwujudan,
pembelian, harga, promosi dan distribusi dari barang, jasa dan
gagasan untuk menciptakan pertukaran dengan kelompok sasaran
yang memenuhi tujuan pelanggan dan organisasi”.
Kepuasan pelanggan adalah merupakan salah satu tujuan dari
pemasaran yang diakibatkan oleh karena adanya pertukaran, maka
dunia usaha yang menciptakan atau memproduksi barang dan jasa
yang akan dikonsumsi oleh masyarakat atau konsumen perlu
memperhatikan beberapa aspek tentang sistem pemasaran yang
akan di lakukannya sehingga benar-benar produk yang dihasilkan
itu dapat memberikan nilai atau manfaat dan kepuasaan dari
konsumen.
Untuk melangkah pada proses tersebut, maka dunia usaha
perlu untuk memikirkan terlebih dahulu tentang kebutuhan,
keinginan dan permintaan masyarakat atau konsumen, sehingga
dalam sistem pemasaran yang dilakukan produk yang akan dilempar
kepada konsumen tersebut tidak mengalami kesulitan, sebagaimana
yang dijelaskan oleh Kotler (1994: 8) bahwa:
“Cara berfikir pemasaran mulai dengan kebutuhan dan keinginan
manusia,manusia membutuhkan makanan, udara, air, pakaian, dan
rumah untuk hidup di luar ini manusia ingin rekreasi, pendidikan
maupun jasa lainnya.mereka punya pilihan yang jelas akan macam
dan merk tertentu dari barang dan jasa produk”.
Dari penjelasan yang telah diuraikan di atas, maka dapat
dikatakan bahwa sebelum melakukan kegiatan pemasa ran terlebih
dahulu perlu dipertimbangkan tentang kebutuhan, keinginan dan
permintaan konsumen, sehingga dalam kegiatan pemasaran dapat
berjalan dengan baik dan apa yang diinginkan oleh pelanggan dapat
dipenuhi oleh produsen yang menciptakan barang maupun jasa.
2.1.2 Pengertian Jasa
Menurut Lovelock dan Wright (2007:5) jasa adalah tindakan
atau kinerja yang menciptakan manfaat bagi pelanggan dengan
mewujudkan perubahan yang diinginkan dalam diri atau atas nama
penerima. Menurut Gummesson (dalam Tjiptono dan Chandra,
2005: 10) menekankan bahwa jasa merupakan sesuatu yang bisa
dipertukarkan namun kerapkali sulit dialami atau dirasakan secara
fisik. Sejalan dengan itu, Kotler (2003: 444) menyatakan jasa
adalah setiap tindakan atau manfaat yang dapat ditawarkan oleh
satu pihak kepada pihak lain yang pada esensinya tidak berwujud
dan tidak mengakibatkan kepemilikan sesuatu.
2.1.3 Karakteristik Jasa
Peranan jasa pelayanan saat ini sangat memegang peranan penting
terlebih lagi di bidang pendidikan. Pentingnya jasa pelayanan pendidikan
dikarenakan untuk mengimbangi kemajuan sebagai pengaruh dari
teknologi. Jasa menurut Kotler (1997 : 83) adalah:
“Setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak
kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak
mengakibatkan kepemilikan apapun, produksinya dapat dikaitkan atau
tidak dikaitkan pada satu produk fisik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
jasa merupakan sesuatu hal yang intangible (tidak berwujud) atau dapat
pula dikatakan jasa adalah bersifat abstrak”.
Definisi yang lebih lengkap dikemukakan oleh Stanton
(Swasta, 1990: 250) menurutnya jasa adalah :
"Kegiatan yang dapat diidentifikasikan secara tersendiri, yang
pada hakekatnya bersifat tak teraba (intangible) yang merupakan
pemenuhan kebutuhan dan tidak harus terikat pada penjualan
produk atau jasa lain. Untuk menghasilkan jasa mungkin perlu atau
mungkin pula tidak diperlukan penggunaan benda nyata (tangible).
Akan tetapi sekalipun benda itu perlu namun tidak terdapat adanya
pemindahan hak milik atas benda tersebut".
Berdasakan kedua defnisi tersebut di atas maka dapat ditarik
kesimpulan dasar bahwa jasa mempunyai karakteristik tersendiri
yaitu tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apa
pun. Jasa yang ditawarkan oleh perusahaan-perusahaan dapat
bersifat jasa murni atau jasa yang mengikat pada produk fisik.
Selain itu jasa juga bersifat abstrak, tidak dapat diraba, dirasa,
dilihat, dicium, bahkan didengar (intangibility), tidak dapat
dipisahkan (inseparability), bersifat variatif dalam bentuk, kualitas
dan jenis, dan tergantung dari siapa, kapan, dan di mana jasa itu
dihasilkan (variability), serta tidak akan tahan lama (durability).
Salah satu sifat dari jasa atau pelayanan adalah diproduksi dan
dikonsumsi pada saat yang bersamaan. Menurut Rangkuti, (2002:
20-21):
“Usaha jasa dalam pemasarannya berbeda dengan usaha yang
mempunyai produk nyata. Dalam pemasaran jasa, semua barang
berbentuk immaterial atau intangible karena produknya tidak kasat
mata dan tidak dapat diraba. Produksi jasa berlangsung secara
reaksional di mana dilakukan pada saat pelanggan berhadapan
langsung dengan pihak pemasar, di samping itu interaksi antara
pelanggan dan pihak pemasar sangat penting untuk mewujudkan
jasa yang dibentuk”.
Tidak seperti produk manufaktur di mana hasil dagang dapat
di simpan di gudang, dikirim ke toko-toko, dibeli oleh konsumen
dan kemudian dikonsumsi. Oleh karena sifat ini, kepuasan
pelanggan terhadap suatu pelayanan sangatlah bergantung pada
proses interaksi atau waktu di mana pelanggan dan peyedia
bertemu.
Menurut Kotler (1997: 263) karakteristik jasa dapat diuraikan
sebagai berikut:
a.
Intangible (Tidak berwujud)
Suatu jasa mempunyai sifat tidak berwujud, sehingga tidak
dapat dirasakan dan dinikmati sebelum dibeli oleh konsumen.
Oleh karena itu tugas penyedia jasa adalah mengelola bukti itu
untuk mewujudkan jasa atau barang yang tidak berwujud.
b. Inseperability (Tidak dapat dipisahkan )
Pada umumnya jasa yang diproduksi (dihasilkan) dan dirasakan
pada waktu bersamaan dan apabila dikehendaki oleh seseorang
untuk diserahkan kepada pihak lainnya, maka dia akan tetap
merupakan bagian dari jasa tersebut.
c. Variability ( Bervariasi )
Jasa senantiasa mengalami perubahan, tergantung dari siapa
penyedia jasa, penerima jasa, dan kondisi di mana jasa tersebut
diberikan.
d. Perishability (Tidak tahan lama)
Daya tahan suatu jasa tergantung situasi yang diciptakan oleh
berbagai faktor, misalnya : perubahan zaman, teknologi dan
sebagainya.
Oleh sebab itu perusahaan yang eksis di bidang jasa perlu
untuk menciptakan suatu sistem pelayanan yang dapat menarik
konsumen agar tetap bertahan, bersaing dan dapat menguasai
pangsa pasar.
2.1.4 Klasifikasi Jasa
Penawaran jasa digolongkan menjadi 5 (lima) kategori, yaitu :
 Pure Tangible Goods
Penawaran perusahaan jasa hanya terdiri dari barang berwujud, sehingga
tidak ada jasa yang menyertai produk ini.
 Tangible Goods with Accompanying Service
Penawaran perusahaan terdiri dari barang-barang berwujud yang disertai
dengan satu atau lebih jasa untuk mempertinggi daya tarik terhadap para
konsumen. Misalnya penawaran motor disertai pelayanan purna jual.
 Hyibrid
Penawaran terdiri dari barang dan jasa dengan proporsi yang sama,
misalnya restoran didukung oleh makanan dan pelayanan.
 Major Service with Accompanying Minor Goods and Service
Penawaran jasa utama yang disertai barang dan jasa tambahan, seperti
perusahaan penerbangan yang menawarkan jasa transportasi sebagai
produk utamanya, disamping itu juga memberikan makanan, minuman
dan majalah sebagai pelengkap.
 Pure Service
Penawaran hanya terdiri dari jasa, misalnya psikoterapi.
2.1.5 Kualitas Jasa
Kualitas yang dihasilkan oleh barang atau jasa sangat erat kaitannya
dengan kepuasan konsumen. Kualitas dapat memberikan dorongan kepada
pelanggan untuk menjalin hubungan yang kuat dengan perusahaan. Dalam
jangka panjang
hubungan yang terjalin dapat memungkinkan perusahaan
untuk memahami dengan seksama harapan pelanggan serta kebutuhan mereka.
Perusahaan dapat meningkatkan kepuasan pelanggan dengan cara
memaksimumkan pelayanan yang menyenangkan dan menghilangkan
pelayanan yang membosankan serta menjengkelkan. Sebab harus
disadari kualitas serta harga yang murah sekalipun jika tidak diikuti
dengan pelayanan yang baik, akan menyebabkan pelanggan berpaling
pada produk atau jasa yang sejenis yang kira-kira dapat memberikan
kepuasan sama yang ditawarkan oleh pesaing.
Kualitas jasa menurut Wyckop (Tjiptono, 2000:54) adalah tingkat
keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan
tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan. Kualitas seringkali
disamakan dengan mutu pendapat demikian diperkuat dengan apa yang
dikatakan dalam American Society for Quality Control (Kotler, 1997:
49) bahwa mutu sama dengan kualitas dimana mutu adalah keseluruhan
ciri dari atribut produk atau pelayanan yang berpengaruh pada
kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau
yang tersirat.
Sehingga dari definisi di atas, maka dapat ditarik sebuah
kesimpulan bahwa perusahaan tidak dapat mengklaim diri telah
memberikan kualitas terbaik –lewat produk atau jasa- pada pelanggan,
sebab yang dapat mengambil kesimpulan baik dan tidaknya kinerja
sebuah produk atau jasa yang dihasilkan oleh perusahaan hanyalah
konsumen dan pelanggan. Tidak berlebihan jika sering dikatakan
bahwa konsumen adalah raja.
Selain itu kesimpulan yang juga dapat diambil, bahwa perusahaan
harus dapat mengendalikan kinerja pelayanannya agar sesuai dengan
ekspektasi pelanggan. Apabila jasa yang diterima atau yang dirasakan
sesuai dengan yang diharapkan maka dapat dipastikan cenderung untuk
mendekati kepuasan yang diharapkan oleh pelanggan. Sebaliknya jika
jasa yang diterima lebih rendah dari yang diharapkan, maka secara
otomatis telah memberikan nilai yang buruk dalam persepsi konsumen.
Baik dan tidaknya kualitas jasa atau produk yang ditawarkan
tergantung pada kemampuan pihak fasilitator (penyedia) dalam
memenuhi harapan pelanggan.
2.1.6 Pengukuran Kualitas Jasa
Kualitas jasa dipengaruhi dua variabel, menurut Rangkuti (2002:
21) kedua variabel tersebut yaitu jasa yang di rasakan (perceived
service)
dan jasa yang diharapkan (expected service). Pengukuran
kualitas jasa lebih sulit dibandingkan dengan mengukur kualitas
produk nyata, sebab atribut yang melekat pada jasa tidak mudah untuk
diidentifikasi. Menurut Tjiptono (2000: 97) langkah-langkah yang
harus diambil dalam mengukur kualitas jasa adalah:
1. Spesifikasi determinan kualitas jasa. Langkah ini menyangkut
variabel yang digunakan untuk mengukur kualitas jasa
2. Perangkat standar kualitas jasa yang bisa diukur. Kualitas jasa yang
dimaksud adalah menyangkut tentang standar atau instrument
kualitas jasa yang bisa digunakan untuk mengukur variabel.
Penelitian mengenai custumer perceived quality pada industri jasa
yang dilakukan oleh Leonard L Berry, A Parasuraman dan Valerie A
Zeithaml 1985, 1988 (Rangkuti, 2002: 22) mengidentifikasi lima
kesenjangan (gap) yang menyebabkan kegagalan penyampaian jasa,
yaitu:
1. Kesenjangan tingkat harapan konsumen dan persepsi manajemen.
Pada kenyataannya pihak manajemen suatu perusahaan tidak selalu
dapat merasakan atau memahami secara tepat apa yang diinginkan
oleh para pelanggannya. Akibatnya manajemen tidak mengetahui
bagaimana produk-produk jasa didesain dan jasa-jasa pendukung
(sekunder) apa saja yang diinginkan oleh konsumen.
2. Kesenjangan antara persepsi manajemen dan spesifikasi kualitas
jasa. Kadang kala manajemen mampu memahami secara tepat apa
yang diinginkan oleh pelanggan, tetapi mereka tidak menyusun
standar kinerja yang jelas. Hal ini dapat terjadi karena tiga faktor,
yaitu tidak adanya komitmen total manajemen terhadap kualitas
jasa, kurangnya sumber daya, atau karena adanya kelebihan
permintaan.
3. Kesenjangan antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa.
Ada beberapa penyebab terjadinya kesenjangan ini, misalnya
karyawan kuarang terlatih, beban kerja yang melampaui batas,
ketidak
mampuan
memenuhi
standar
kerja,
atau
bahkan
ketidakmauan memenuhi standar kinerja yang ditetapkan.
4. Kesenjangan
antara
penyampaian
jasa
komunikasi
eksternal.
Seringkali tingkat kepentingan pelanggan dipengaruhi oleh iklan
dan pernyataan atau janji yang dibuat oleh perusahaan. Resiko yang
dihadapi oleh perusahaan apabila janji tidak dipenuhi akan
menyebabkan persepsi negatif terhadap kualitas jasa perusahaan.
5. Kesenjangan antara jasa yang dirasakan dan jasa yan g diharapkan.
Kesenjangan ini terjadi apabila pelanggan mengukur kinerja atau
persepsi perusahaan dengan cara yang berbeda, atau bila pelanggan
keliru mempersepsikan kualitas jasa tersebut.
2.1.7 Faktor-Faktor yang Menentukan Kualitas Jasa
Sebuah perusahaan jasa sebisa mungkin dapat memberikan jasa
yang berkualitas tinggi secara konsisten dan kontinyu dibandingkan
dengan pesaing, dalam rangka memenuhi harapan pelanggan. Usaha
jasa terbilang cukup rumit dan sangat kompleks dari pada barang yang
mempunyai wujud konkrit, sehingga menyulitkan seseorang untuk
mengidentifikasinya dalam waktu yang singkat.
Akan tetapi beberapa pakar di bidang pemasaran mencoba
melakukan studi atau mencari pendekatan tentang dimensi atau faktor
utama
yang
Zeithamal
menentukan
&
kualitas
jasa.
Menurut
Parasuraman,
Bery (Rangkuti, 2002: 29), bahwa untuk dapat
menentukan standar kualitas jasa dapat dilihat dari dimensi atau
kriteria berikut:
a. Reliability (keandalan)
b. Responsiveness (ketanggapan)
c. Competence (kemampuan)
d. Acces (mudah diperoleh)
e. Courtesy (keramahan)
f. Comunication (komunikasi)
g. Credibility (dapat dipercaya)
h. Security (keamanan)
i. Understanding (knowing the costumer) (memahami pelanggan)
j. Tangibles (bukti nyata yang kasat mata)
Kesepuluh dimensi tersebut di atas dapat dikonversi ke dalam
lima dimensi, Parasuraman, Zeithamal & Bery (Rangkuti, 2002: 29)
mengkonversi dari kesepuluh dimensi kualitas jasa sebagai berikut:
1. Tangibles (berwujud) yaitu, penampilan fasilitas fisik, peralatan,
personel dan media komunikasi
2. Reliability (keandalan) yaitu, kemampuan untuk melaksanakan jasa
yang dijanjikan dengan tepat dan terpercaya.
3. Responsiveness (ketanggapan) yaitu, kemampuan untuk membantu
pelanggan dalam memberikan jasa dengan cepat dan tanggap.
4. Assurance (keyakinan atau jaminan) yaitu, pengetahuan dan
kesopanan karyawan serta kemampuan mereka untuk menimbulkan
kepercayaan dan keyakinan.
5. Emphaty
(empati)
yaitu,
merupakan
syarat
untuk
peduli,
memberikan perhatian pribadi pada pelanggan.
2.1.8 Pengertian Pelayanan
Bagi perusahaan yang bergerak dalam bidang manapun pelayanan
menjadi sangat berarti dan perlu disadari oleh seorang manajer oleh
karena itu dalam usaha bisnis di kenal suatu ungkapan yang terkenal
yaitu pembeli adalah raja, yang artinya kita harus melakukan
pelayanan sebaik mungkin seakan-akan kita melayani seorang raja.
Dalam kamus ekonomi Winardi (1991: 93) dinyatakan bahwa
pelayanan merupakan bentuk pemberian layanan yang diberikan oleh
produsen baik terhadap
pengguna barang diproduksi maupun jasa
yang ditawarkan. Hal yang paling penting dalam suatu usaha adalah
kualitas pelayanan yang diberikan, konsumen akan merasa puas jika
pelayanan yang diberikan sangat baik. Karena keberhasilan suatu
produk sangat ditentukan pula baik tidaknya pelayanan yang diberikan
perusahaan dalam memasarkan produknya baik itu pelayanan sewaktu
penawaran
satpam,
produk,
pelayanan
pelayanan
kasir,
keramahan
pelayanan
wiraniaga,
pengaturan
pelayanan
parkir,
hingga
pelayanan terhadap kondisi produk pasca pembelian.
Menurut Assauri (1999: 149) pelayanan merupakan bentuk
pemberian yang diberikan oleh produsen baik terhadap pelayanan
barang yang diproduksi maupun terhadap jasa yang ditawarkan guna
memperoleh
minat
konsumen,
dengan
demikian
pelayanan
mempengaruhi minat konsumen terhadap suatu barang atau jasa dari
pihak perusahaan yang menawarkan produk atau jasa.
Apabila pelayanan yang ditawarkan perusahaan sesuai dengan
keinginan konsumen maka produk/jasa yang ditawarkan akan dibeli.
Sedangkan bila terjadi pelayanan yang tidak sesuai dengan keinginan
konsumen maka dapat di pastikan produk/jasa tersebut kurang diminati
konsumen.
2.1.9 Kualitas Pelayanan
Bagi perusahaan yang bergerak di bidang jasa, kualitas pelayanan
merupakan faktor yang sangat penting. Karena dalam memasarkan
produk jasa, interaksi antara produsen dan konsumen terjadi secara
langsung. Aplikasi kualitas pelayanan sebagai sifat dari penampilan
produk atau kinerja merupakan salah satu bagian utama dari strategi
perusahaan dalam meraih keunggulan yang berkesinambungan. Baik
sebagai pemimpin pasar atau sebagai strategi untuk terus berkembang.
Menurut Goetsh dan Davis (Tjiptono, 2000: 81) bahwa kualitas
pelayanan adalah merupakan kondisi dinamis yang berhubungan
dengan produk jasa, dan manusia proses dan lingkungan yang
memenuhi
atau
melebihi
pelanggan.
Sedangkan
menurut
Hary
(Tjiptono, 2000: 90) kualitas pelayanan merupakan suatu proses atau
aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan yang dapat dirasakan secara
langsung hasilnya, yang pada akhirnya memenuhi harapan pelanggan.
Menurut Lyhe (1996: 118) pelayanan bukan hanya mendengarkan dan
menjawab keluhan konsumen, tapi lebih dari itu pelayanan yang
berkualitas merupakan sarana untuk mengidentifikasi dan memenuhi
kebutuhan konsumen.
Pelayanan yang berkualitas dan memenuhi kepuasan konsumen
terdiri dari tiga komponen dasar yang harus dipahami bagi setiap
perusahaan yaitu:
a. Proses sebelum penjualan
Pada
tahap
ini
perusahaan
mempunyai
kesempatan
untuk
membentuk hubungan dengan konsumen. Hal ini dapat dilakukan
dengan menginformasikan produk pada konsumen dan menciptakan
kepercayaan pada konsumen atas produk yang ditawarkan.
b. Proses selama transaksi
Pada fase ini perusahaan harus tetap menjaga kualitas pelayanan.
Agar konsumen tetap menjadi pelanggan setia. Komunikasi pada
fase
ini
sangat
penting.
Sebab
pada
fase
ini
konsumen
membutuhkan informasi lebih banyak lagi akan produk yang
dibeli. Jika pihak pihak perusahaan tidak memahami tentang produk
yang ditawarkan bisa saja konsumen beralih pada perusahaan lain.
c. Proses sesudah penjualan
Pada fase
ini
perusahaan
diharapkan
mendengar
atau
menanggapi keluhan dari pihak konsumen atas produk yang
telah
dibeli.
Produk jasa atau pelayanan lebih kompleks dibandingkan dengan
barang. Hal tersebut disebabkan karena dimensi kualitas pel ayanan jasa
lebih sulit diidentifikasi. Tetapi beberapa pakar pemasaran telah
menemukan dimensi atau faktor utama yang menentukan kualitas
pelayanan jasa. Melalui penelitian yang dilakukan “Parasuraman,
Zeithaml, dan Bary (Tjiptono, 2000: 72) terdapat lima faktor utama
yang menentukan kualitas pelayanan jasa sekaligus sebagai ukuran di
dalam melihat kualitas jasa yang dipersepsikan konsumen yaitu:
a. Wujud atau bukti langsung (tangibility), yaitu dimensi yang mengukur
aspek fisik dari suatu layanan, antara lain kelengkapan fasilitas fisik,
peralatan, dan tampilan para karyawan.
b. Keandalan (reliability), yaitu dimensi yang mengukur kehandalan suatu
layanan, berupa seberapa besar keakuratan perusahaan dalam memberi
layanan, pemenuhan janji karyawan.
c. Koresponsifan atau daya tanggap (responsiveness), yaitu dimensi yang
mengukur kecepatan layanan kepada pelanggan.
d. Keyakinan atau jaminan (assurance), yaitu dimensi yang mengukur
kemampuan perusahaan (khususnya para staf) untuk menanamkan rasa
percaya dan keyakinan kepada para pelanggannya.
e. Empati (empathy), yaitu dimensi yang mengukur kemampuan produsen
(khususnya para staf) dalam mengetahui kebutuhan para pelanggan secara
pribadi.
2.1.10 Pengertian pelanggan
Menurut Yamit (2001:74), secara tradisional pelanggan adalah
orang yang membeli dan menggunakan suatu produk dan pada perusahaan
yang bergerak dalam bidang jasa, pelanggan adalah orang yang
menggunakan jasa. Pandangan tradisional ini menunjukkan bahwa
pelanggan adalah orang yang berinteraksi dengan perusahaan setelah
proses produksi selesai, karena pelanggan adalah pengguna produk.
2.1.11 Kepuasan Pelanggan
Kepuasan pelanggan menurut Kotler (1997:40) adalah perasaan
senang atau kecewa seseorang sebagai hasil dari perbandingan antara
prestasi atau produk yang dirasakan dan yang diharapkan. Atau sebagai
respon pelanggan terhadap ketidaksesuaian antara tingkat kepentingan
sebelumnya dan kinerja aktual yang dirasakannya setelah pemakaian.
Menurut Yamit (2001: 78) mengartikan bahwa kepuasan pelanggan adalah
hasil (outcome) yang dirasakan atas penggunaan produk dan jasa, sama
atau melebihi harapan yang diinginkan.
2.1.12 Hubungan antara Kualitas jasa dan kepuasan pelanggan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rastika Atmawati
dan M. Wahyudi didapatkan hasil yaitu fisik, keandalan, daya
tanggap, jaminan, dan empati berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kepuasan pelanggan.
Dalam jurnalnya yang berjudul Servis Quality Value Alignment
Throgh Internal Custumer Orientation in Financial Services – An
Exploratory
Study
in
Indian
Bank,
Prof
Tapan
K.Panda
menyebutkan
pelatihan
terhadap
staf(assurance)
sangat
mempengaruhi kualitas jasa yang diberikan dan berdampak pada
peningkatan kepuasan pelanggan.
Yap Sheau Fen dan Kew Mei Lian dalam jurnalnya Servis
Quality and Cutomer Satisfaction: Antecedents of Customer’s Re Patronage Intentions menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang
positif antara kualitas jasa yang ditawarkan, kepuasan konsumen
dan pembelanjaan kembali pada sebuah usaha restoran, dimana juga
disebutkan bahwa kepuasan konsumen berpengaruh paling besar
dalam keputusan konsumen untuk berbelanja kembali.
Laura Eboli dan Gabriella Mazzulla dalam
jurnalnya yang
berjudul Service Quality Attributes Affecting Customer Satisfaction for
Bus Transit mengatakan service planing dan reliability memberikan efek
yang sangat besar terhadap kepuasan konsumen.
2.1.13 Niat pembelian ulang
Perilaku beli ulang dapat diartikan sebagai perilaku konsumen
yang hanya membeli sebuah produk secara berulang-ulang, tanpa
menyertakan aspek perasaan di dalamnya (Dharmmesta, 1999).
Jelas sekali dalam melakukan pembelian suatu produk atau jasa
hanya secara berulang. Sebaliknya loyalitas merek mengandung
aspek kesukaan konsumen pada sebuah merek.
Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian Taylor,
Steven dan Thomas (1994) dengan judul “An Assessment of the
Relationship Between Service Quality and Customer Satisfaction in
the Formotion of Consumers Purchase Intentions”. Replikasi
penelitian ini dilakukan untuk menguji model Taylor dan Baker
pada
kondisi
yang
berbeda.
Penelitian
mengambil
kondisi
mahasiswa. Kondisi mahasiswa ini dianggap penting karena lokasi
toko swalayan Mirota Kampus terletak dekat dengan beberapa
kampus.
Penelitian Anton dan Ihwan (2004) menunjukan pengaruh
persepsi
kualitas
pelayanan
terhadap
niat
pembelian
tidak
dimoderasi oleh kepuasan. Hasil ini bertentangan dengan pendapat
Taylor dan Baker (1994).
Beberapa survei menyatakan bahwa kepuasan merupakan
variabel yang memoderasi antara persepsi kualitas layanan dengan
niat pembelian (Taylor dan Baker, 1994;Olsen, 2002). Penelitian
lain yang dilakukan oleh Rust dan Zahorik (1993) mengemukakan
kepuasan konsumen akan memberikan pengaruh positif terhadap
loyalitas dan bertahannya pelanggan. Hal itu akan terjadi selama
penyedia jasa mampu mengenali dimensi pelayanan apa saja yang
memberikan pengaruh terbesar terhadap kepuasan konsumen.
Penelitian
lain
yang
dilakukan
oleh
Andreassen
(1998)
mengemukakan kepuasan konsumen akan memberikan pengaruh
positif terhadap loyalitas pelanggan pada jasa perjalanan. Pendapat
ini juga didukung oleh penelitian Kandumpully (2000) yang
mengemukakan bahwa kepuasan konsumen akan memberikan
pengaruh positif terhadap loyalitas pelanggan pada industri hotel.
Niat adalah kecendrungan untuk melakukan tindakan terhadap
obyek (Assel,1988). Menurut Dharmesta (1999) niat terkait dengan
sikap dan perilaku. Niat juga dapat diartikan sebagai sebuah
perangkap
atau
perantara
antara
faktor
motivasional
yang
mempengaruhi perilaku. Niat mengindikasikan seberapa jauh
seseorang mempunyai kemauan untuk mencoba. Niat menunjukan
pengukuran kehendak seseorang dan berhubungan dengan perilaku
yang terus menerus
2.2. Penelitian sebelumnya
Hasil-hasil penelitian sebelumnya yang dijadikan referensi
dalam penelitian ini meliputi hasil-hasil studi yang membahas
hubungan antara kualitas jasa, kepuasan pelanggan, dan niat beli ulang
Penelitian yang dilakukan oleh Surya (2008) mengenai kualitas
jasa, kepuasan pelanggan dan niat beli ulang yang menyimpulkan
bahwa : (1) kualitas jasa yang diberikan bengkel Astra Sanur
mempengaruhi kepuasan pelanggannya. Artinya bahwa makin baik
kualitas jasa yang dirasakan oleh pelanggan bengkel Astra Sanur,
maka makin tinggi pula kepuasan yang mereka rasakan ; (2) kualitas
jasa yang diberikan bengkel Astra Sanur mempengaruhi niat beli ulang
para pelanggannya. Namun demikian pengaruh tersebut terjadi secara
tidak langsung karena dimediasi oleh kepuasan pelanggan. artinya
bahwa makin baik kualitas jasa yang dirasakan oleh pelanggan
menyebabkan pelanggan makin puas sehingga mereka memiliki niat
yang makin kuat untuk kembali menggunakan jasa tersebut di
kemudian hari ; (3) kepuasan yang dirasakan pelanggan bengkel Astra
Sanur mempengaruhi niat beli ulang pelanggan tersebut. Artinya
bahwa makin puas pelanggan terhadap jasa bengkel Astra Sanur,
makin kuat niat pelanggan-pelanggan tersebut untuk menggunakan
kembali jasa bengkel tersebut di kemudian hari atau di lain waktu.
Persamaan antara penelitian sebelumnya dengan penelitian saat ini
adalah terletak pada variabel bebas yang digunakan yaitu kualitas jasa
dan kepuasan pelanggan. Sedangkan perbedaannya adalah terletak
pada objek yang diteliti dan metode penelitian yang digunakan.
Penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2008) mengenai kualitas
pelayanan,
kepuasan
pelanggan
dan
loyalitas
pelanggan
menyimpulkan bahwa : (1) Kualitas layanan berpengaruh langsung
terhadap loyalitas pelanggan penerbangan domestik Garuda Indonesia
Airlines di Kota Denpasar. (2) Kepuasan pelanggan berpengaruh
langsung terhadap loyalitas pelanggan penerbangan domestik Garuda
Indonesia
Airlines
di
Kota
Denpasar.
(3)
kualitas
pelayanan
berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan yang diintervensi oleh
kepuasan pelanggan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian
sebelumnya, terletak pada variabel terikat yang diteliti. Penelitian
sebelumnya
menggunakan
variabel
terikat
loyalitas
pelanggan,
sedangkan pada penelitian saat ini menggunakan variabel terikat niat
beli ulang. Kedua penelitian ini memiliki persamaan dalam variabel
bebas yang diteliti, baik mengenai kualitas jasa dan kepuasan
pelanggan.
Penelitian yang dilakukan oleh Nazamudin (2009) mengenai
kualitas jasa, kepuasan pelanggan, dan word of mouth menyimpulkan
bahwa : (1) Kualitas jasa berpengaruh secara positif terhadap
kepuasan pelanggan jasa penerbangan domestik Garuda Indonesia
Airlines. Hal ini berarti bahwa semakin baik kualitas jasa yang
dirasakan oleh pengguna jasa penerbangan domestik Garuda Indonesia
Airlines, maka semakin tinggi pula kepuasan yang mereka rasakan.
Oleh karena itu, pihak maskapai penerbangan Garuda Indonesia
Airlines sebaiknya mempertahankan dan bila perlu meningkatkan
kualitas jasa untuk menghasilkan kepuasan pelanggan yang lebih
tinggi. (2) Kualitas jasa berpengaruh secara positif terhadap word of
mouth pada jasa penerbangan domestik Garuda Indonesia Airlines.
Artinya bahwa makin baik kualitas jasa yang dirasakan pelanggan
Garuda
Indonesia
Airlines
menyebabkan
semakin
tinggi
niat
pelanggan untuk merekomendasikan Garuda Indonesia Airlines kepada
orang lain di kemudian hari. Oleh karena itu, betapa berharganya
pengaruh kualitas jasa dalam merekomendasikan jasa penerbangan
Garuda Indonesia Airlines kepada orang lain. (3) Variabel kepuasan
pelanggan berpengaruh positif terhadap word of mouth pada jasa
penerbangan domestik Garuda Indonesia Airlines. Artinya bahwa
semakin puas pelanggan terhadap jasa penerbangan Garuda Indonesia
Airlines,
semakin
kuat
niat
pelanggan
tersebut
untuk
merekomendasikan jasa penerbangan tersebut kepada orang lain. Oleh
karena itu, pihak maskapai penerbangan Garuda Indonesia Airlines
diharapkan meningkatkan kepuasan pelanggan supaya konsumen
bersedia merekomendasikan jasa penerbangan Garuda Indonesia
kepada orang lain. Hal ini bisa dilakukan dengan mempertahankan
ataupun meningkatkan kualitas jasa yang diberikan kepada konsumen.
Persamaan antara penelitian sebelumnya dengan penelitian saat ini
adalah terletak pada variabel bebas yang digunakan yaitu kualitas jasa
dan kepuasan pelanggan. Sedangkan perbedaannya adalah terletak
pada objek yang diteliti dan variabel terikat yang diteliti.
2.3. Hipotesis
Hipotesis ini merupakan jawaban sementara terhadap masalah penelitian
yang kebenarannya masih harus diuji.
Dari perumusan masalah, tujuan penelitian, landasan teori maka dapat
ditarik hipotesis sementara sebagai berikut :
1. Diduga kualitas jasa yang diberikan mempengaruhi kepuasan
pelanggannya.
2. Diduga kualitas jasa yang diberikan mempengaruhi niat beli ulang para
pelanggannya
3. Diduga kepuasan yang dirasakan pelanggan mempengaruhi niat beli
ulang pelanggan tersebut
Download