tinjauan pustaka - Universitas Sumatera Utara

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Insektisida
Insektisida adalah pestisida khusus yang digunakan untuk membunuh
serangga dan invertebrata lain. Secara harfiah insektisida berarti pembunuh
serangga, berasal dari Bahasa Latin “cida” yang berarti pembunuh. Berdasarkan
sifat dan cara memperolehnya insektisida dibagi menjadi insektisida anorganik
dan insektisida organik. Pada umumnya insektisida modern adalah insiktisida
organik dan insektisida ini dibagi menjadi insektisida organik alami dan buatan.
Insektisida organik alami diperoleh dengan cara penyulingan zat-zat alami.
Insektisida ini terdiri dari insektisida botanis yaitu yang diperoleh dari bahan
tumbuhan dan insektisida mineral yang diperoleh dari penyulingan minyak bumi.
Metode penggolongan insektisida yang lain adalah berdasarkan sifat kimianya.
Kelas senyawa kimia insektisida dapat ditunjukkan berdasarkan bahan aktifnya
(active ingredient), yaitu bahan kimia yang mempunyai efek racun (toksik).
Penggolongan insektisida berdasarkan bahan aktifnya disajikan pada Gambar 1.
Insektisida
Organik
Anorganik
Buatan/sintetik
Alami
Mineral
Hidrokarbon berklor
Botanis
Organofosfat
Karbana
t
Piretroid
Lainnya
Gambar 1. Klasifikasi Insektisida Secara Umum
Universitas Sumatera Utara
Insektisida
dapat
penghembusan
digunakan
(dusting),
dengan
pengabutan
cara
penyemprotan
(fogging),
penguapan
(spraying),
(fumigating),
perendaman (dipping) dan pengumpanan (baiting) (Natawiria 1973 dalam
Adharini, 2008).
Soedarto dalam Tinambunan (2004), menyatakan bahwa cara masuknya
racun ke dalam tubuh serangga terdiri atas 3 cara, yaitu:
1. Racun kontak (contact poison)
Insektisida masuk melalui eksoskelet ke dalam badan serangga dengan
perantara tarsus (jari-jari kaki) pada waktu istirahat di permukaan yang
mengandung
residu
insektisida.
Pada
umumnya
dipakai
untuk
memberantas serangga yang mempunyai bentuk mulut tusuk isap.
2. Racun perut (stomach poison)
Insektisida masuk ke dalam badan serangga melalui mulut, jadi harus
dimakan. Biasanya serangga yang diberantas dengan menggunakan
insektisida ini mempunyai bentuk mulut untuk mengigit, lekat isap, kerap
isap dan bentuk menghisap.
3. Racun pernapasan (fumigants)
Insektisida masuk melalui sistem pernapasan (spirakel) dan juga melalui
permukaan badan serangga. Insektisida ini dapat digunakan untuk
memberantas semua jenis serangga tanpa harus memperhatikan bentuk
mulutnya. Penggunaan insektisida ini harus hati-hati sekali terutama bila
digunakan untuk pemberantasan serangga di ruang tertutup.
Universitas Sumatera Utara
Tanaman Tuba (Derris Elliptica (Roxb.) Benth)
Tuba adalah nama jenis tumbuhan dari Asia Tenggara dan kepulauan di
Pasifik Barat daya yang biasa digunakan untuk meracun ikan. Ada beberapa jenis
tuba, tetapi yang umum diketahui sebagai tumbuhan tuba adalah dari jenis Derris
elliptica. Nama ilmiah tumbuhan tuba adalah Derris elliptica (Roxb.) Benth
(WHO, 1992).
Sistematika dan deskripsi tanaman tuba (Derris elliptica (Roxb.) Benth)
Taksonomi
tumbuhan
tuba
(Derris
elliptica
(Roxb.)
Benth)
diklasifikasikan sebagai berikut:
Kerajaan
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dikotyledonae
Ordo
: Rosales
Famili
: Leguminoceae
Genus
: Derris
Species
: Derris eliptica (Roxb.) Benth (WHO, 1992).
Gambar 2. Tanaman Tuba
Universitas Sumatera Utara
Tumbuhan tuba tersebar luas di Indonesia, biasanya banyak tumbuh liar di
hutan dan ladang yang sudah di tinggalkan. Tumbuhan tuba (Derris elliptica
(Roxb.) Benth) termasuk ke dalam famili Leguminosa. Di Kalimantan Barat
tanaman ini dikenal dengan nama yang berbeda di berbagai daerah seperti akar
jenu, kayu tuba, tuba kurung. Di daerah Jawa dikenal dengan nama besto, oyod
ketungkul, oyod tungkul, tuba, tuba akar, tuba jenu. Di daerah Sunda dikenal
dengan nama tuwa, tuwa lalear, tuba leteng. Di Sumatera dikenal dengan nama
tuba jenuh, tuba dan tuba jenong. Tumbuhan tuba memiliki tinggi 5-10 meter.
Ranting tua berwarna coklat, dengan lentisel yang berbentuk jerawat. Daunnya
tersebar dengan panjang poros daun 13-23 cm, anak daun berjumlah 7-15,
bertangkai pendek, memanjang sampai bentuk lanset atau bulat telur terbalik
dengan ukuran panjang kali lebarnya 4-24 cm x 2-8 cm. Sisi bawah daun
berwarna hijau keabu-abuan atau hijau kebiru-biruan, kerapkali berambut rapat,
anak daun yang masih muda berwarna ungu. Tandan bunga dengan sumbu yang
berambut rapat, panjang tangkai dan anak tangkai bunga 6-12 cm, anak tangkai
bunga berwarna ungu, panjangnya lebih kurang 1 cm. Kelopak bunga berbentuk
cawan, berambut coklat rapat. Buah polong berbentuk oval sampai memanjang
dengan ukuran panjang kali lebarnya 3,5-7 cm x ± 2 cm. Jumlah biji 1-2, jarang 3.
Musim berbuah pada bulan April-Desember (Westphal and Jansen, 1987 dalam
Adharini, 2008).
Kandungan akar tanaman tuba (Derris elliptica (Roxb.) Benth)
Tanaman tuba dikenal luas sebagai racun ikan, tetapi pada penelitian yang
dilakukan oleh Star dkk (1999) membuktikan bahwa tuba efektif digunakan
Universitas Sumatera Utara
sebagai insektisida, yaitu untuk pemberantasan hama pada tanaman sayuran,
tembakau, kelapa, kina, kelapa sawit, lada, teh, coklat dan lain-lain.
Gambar 3. Akar Tanaman Tuba
Akar tuba (Derris elliptica (Roxb.) Benth) diketahui mengandung zat
beracun yang mengandung rotenone dengan kadar tidak kurang dari 5%.
Disamping rotenone sebagai bahan aktif utama, bahan aktif lain yang terdapat
pada tanaman tuba adalah deguelin (0,2-2,9 %), ellitone (0,4-4,6%) dan toxikarbol
(0-4,4%) (Hamid, 1999 dalam Martono, dkk., 2004).
flavanoida
Flavanoida adalah suatu kelompok senyawa fenol yang terbesar ditemukan
di alam. Harborne (1987) menyatakan bahwa senyawa-senyawa ini adalah zat
warna merah, ungu, biru dan sebagai zat warna kuning yang ditemukan dalam
tumbuh-tumbuhan. Flavanioda memiliki kerangka dasar karbon yang terdiri dari
15 atom karbon, dimana dua cincin benzene (C6) terikat pada suatu rantai propana
(C) sehingga membentuk (C6 -C3 -C 6). Susunan ini dapat menghasilkan tiga jenis
struktur yakni 1,3-diaril propana (flavanoid), 1,2-diaril propana (isoflavanoid),
1,1-diaril propana (neoflavanoid) (WHO, 1992).
Universitas Sumatera Utara
rotenone
Rotenone adalah salah satu anggota dari senyawa isoflavon, sehingga
rotenone termasuk senyawa golongan flavanoida. Salah satu kandungan dari
ekstrak tanaman tuba adalah rotenone dengan nama lain tubotoxin (C23 H22O6).
Tubotoxin merupakan insektisida alami yang kuat, titik lelehnya 163ºC, larut
dalam alkohol, karbon tetraclorida, kloroform dan banyak larutan organik lainnya
(WHO, 1992).
Rotenone merupakan penghambat respirasi sel, berdampak pada jaringan
sel saraf dan sel otot yang menyebabkan serangga berhenti makan. Kematian
serangga terjadi beberapa jam sampai beberapa hari setelah terkena rotenone.
Beberapa produk konersial menambahkan bahan sinergis untuk meningkatkan
kinerja rotenone. Rotenone dapat dicampur dengan piretrin, tembaga, atau blerang
(Novizan 2002).
Rotenone diklasifikasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia merupakan
zat yang cukup berbahaya. Rotenone cukup beracun untuk manusia dan hewan
mamalia yang lain tetapi sangat beracun untuk serangga dan kehidupan laut
termasuk ikan. Toksisitas rotenone lebih tinggi pada ikan dan serangga karena
lipofilik rotenone mudah diambil melalui insang atau trakea, tetapi tidak mudah
melalui kulit atau melalui saluran pencernaan. Kematian pada manusia yang
disebabkan rotenone jarang terjadi karena efeknya menyebabkan muntah.
Senyawa rotenone akan rusak bila terkena sinar matahari, biasanya memiliki masa
singkat enam hari di lingkungan dan dalam air rotenone dapat berlangsung enam
bulan (WHO, 1992).
Universitas Sumatera Utara
Toksikologi
Toksikologi menurut E. J Ariens (1985) dalam Wattimena (1994) adalah
pengetahuan kerja senyawa kimia yang merugikan terhadap organisme hidup dan
merupakan cabang dari farmakologi, yang mencakup: pestisida, insektisida, racun
dan komponen makanan. Suatu zat dinyatakan racun bila zat tersebut
menyebabkan efek merugikan bagi yang menggunakannya. Dalam prakteknya
hanya zat dengan resiko relatif besar untuk menyebabkan kerusakan dinyatakan
dengan racun. Parameter toksisitas didasarkan pada jumlah besarnya zat kimia
yang diperlukan untuk menimbulkan bahaya.
Nyamuk dan Klasifikasinya
Nyamuk dalam bahasa Inggris dikenal sebagai "Mosquito". Penggunaan
kata Mosquito bermula sejak tahun 1583. Nyamuk adalah serangga tergolong
dalam ordo
Diptera; genera termasuk Anopheles, Culex, Psorophora,
Ochlerotatus, Aedes, Sabethes, Wyeomyia, Culiseta dan Haemagoggus. Jumlah
keseluruhan sekitar 35 genera yang merangkum 2700 spesies. Nyamuk
mempunyai dua sayap bersisik, tubuh yang langsing dan enam kaki panjang.
Ukuran tubuh nyamuk antar spesies berbeda-beda tetapi jarang melebihi 15 mm.
Gambar 4. Nyamuk
Universitas Sumatera Utara
Nyamuk betina dan nyamuk jantan mempunyai bentuk mulut yang
berbeda. Bagian mulut nyamuk betina membentuk probosis panjang untuk
menembus kulit mamalia atau juga reptilia dan amfibi untuk menghisap darah.
Nyamuk betina memerlukan protein untuk pembentukan telur, sehingga nyamuk
betina perlu menghisap darah untuk mendapatkan protein yang diperlukan.
Nyamuk jantan memiliki bagian mulut yang tidak membentuk probosis panjang
sehingga tidak sesuai untuk menghisap darah (Adhi dan Nia, 2009).
Lebih dari 50% fauna yang menghuni muka bumi ini adalah serangga.
Kehadiran beberapa jenis serangga telah mendatangkan manfaat bagi manusia,
misalnya lebah madu, ulat sutera, serangga penyerbuk, atau musuh alami hama
tanaman. Meskipun demikian tidak sedikit serangga yang justru membawa
kerugian bagi kehidupan manusia, misalnya serangga perusak tanaman dan
nyamuk sebagai vektor penyakit (Kardinan, 2001).
Siklus hidup nyamuk
Nyamuk mengalami metamorfosis sempurna dari telur, larva, pupa, hingga
dewasa. Selama masa bertelur, seekor nyamuk betina mampu meletakkan 100-400
butir telur. Telur-telur diletakkan dibagian yang berdekatan dengan permukaan
air, misalnya di bak yang airnya jernih dan tidak berhubungan lansung dengan
tanah (Kardinan, 2001).
Telur menetas menjadi larva setelah 7 hari. Posisi jentik nyamuk tersebut
berada di dalam air. Jentik menjadi sangat aktif, yakni membuat gerakan keatas
dan kebawah jika air terguncang. Jentik diam dan tubuhnya membentuk sudut
terhadap permukaan air jika sedang istirahat. Jentik mengalami empat kali proses
pergantian kulit (instar). Proses ini menghabiskan waktu 7-9 hari, setelah itu
Universitas Sumatera Utara
jentik berubah menjadi pupa. Jentik memerlukan air yang jernih,misalnya tempat
penyimpanan air, bak mandi, genangan air hujan diselokan, lubang jalan yang
bersih, pot tanaman yang berisi air bersih, dan kaleng atau wadah yang dipenuhi
air hujan.
Gambar 5. Siklus Hidup Nyamuk
Pupa merupakan stadium akhir nyamuk yang ada di dalam air. Bentuk
tubuh pupa bengkok dan kepalanya besar. Fase pupa membutuhkan waktu 2-5
hari. Selama fase pupa, pupa tidak makan. Setelah melewati fase itu, pupa keluar
dari kepompong menjadi nyamuk yang dapat terbang keluar dari air. Di alam,
nyamuk berumur 7-10 hari, tetapi di laboratorium dengan kondisi yang optimal
dan makanan yang cukup, nyamuk dapat bertahan hidup hingga satu bulan.
Perilaku nyamuk
Nyamuk betina mengisap darah untuk proses pematangan telurnya.
Nyamuk jantan tidak memerlukan darah, tetapi mengisap sari bunga atau nektar.
Nyamuk yang berbahaya menyebarkan penyakit dan mengganggu manusia adalah
nyamuk betina. Nyamuk betina sangat sensitive terhadap gangguan, sehingga
memiliki kebiasaan menggigit berulang-ulang.
Universitas Sumatera Utara
Ada dua faktor utama dalam penyebaran penyakit demam berdarah, yakni
vektor (nyamuk) dan sumber infeksi, dalam hal ini orang yang sakit dan masih
mengandung virus aktif demam berdarah. Orang yang digigit nyamuk demam
berdarah betina belum tentu terjangkit penyakit demam berdarah karena nyamuk
tersebut tidak membawa sumber penyakit. Artinya, jika tidak ada orang yang
menderita demam berdarah di sekitar kita, nyamuk tidak akan menularkan
penyakit itu, keculai ada yamuk yang terbawa dari daerah lain yang sudah
terinfeksi virus demam berdarah. Umumnya penyebaran nyamuk demam berdarah
tidak terlalu jauh, karena radius terbangnya hanya 100-200 meter, kecuali jika
terbawa angin (Kardinan, 2001).
Zat Ekstraktif dan Ekstraksi
Zat ekstraktif umumnya berupa zat yang mudah larut dalam pelarut
misalnya eter, alkohol, bensin dan air. Jumlahnya rata-rata 3% - 8% dari berat
kayu kering tanur. Termasuk didalamnya antara lain minyak-minyakan, resin,
lilin, lemak, tanin, gula, pati, dan zat warna. Zat ekstraktif tidak merupakan bagian
dari srtuktur dinding sel, melainkan terdapat dalam rongga sel. Zat ekstraktif
memiliki arti penting dalam kayu karena:
•
Dapat mempengaruhi sifat keawetan, warna, bau, dan rasa suatu jenis kayu
•
Dapat digunakan untuk mengenali suatu jenis kayu
•
Dapat digunakan sebagai bahan industri
•
Dapat menyulitkan pengerjaan dan mengakibatkan kerusakan pada alat
pertukangan.
Kandungan dan komposisi ekstraktif berbeda di antara spesies kayu.
Tetapi juga terdapat variasi yang tergantung pada tapak geografi dan musim.
Universitas Sumatera Utara
Istilah ekstraktif kayu meliputi sejumlah senyawa yang dapat diekstraksi
menggunakan senyawa polar dan non-polar (Fengel dan Gerd, 1995).
Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan substansi dari campurannya
dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Ekstraksi dapat dilakukan dengan cara
dingin yaitu maserasi atau perkolasi dan digunakan untuk tanaman yang
mengandung zat – zat yang tidak tahan pemanasan, sedangkan ekstraksi cara
panas, dapat dilakukan dengan soxhlet, refluks ataupun infusa dan digunakan
untuk tanaman yang mengandung zat yang tahan pemanasan. Pelarut untuk
ekstraksi dikatakan sesuai bila memenuhi syarat-syarat antara lain mudah
dipisahkan dari substansi yang diekstrak, tidak menimbulkan reaksi kimia yang
tidak diinginkan dan tidak toksik (Suryani, 2009).
Universitas Sumatera Utara
Download