Templat tesis dan disertasi

advertisement
STRATEGI PENINGKATAN KINERJA APARATUR PENGELOLA ASET
DAERAH DI KABUPATEN TAPANULI TENGAH
NALOM SANTUN SIHOMBING
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir berjudul Strategi Peningkatan
Kinerja Aparatur Pengelola Aset Daerah di Kabupaten Tapanuli Tengah adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tugass akhir ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2016
Nalom Santun Sihombing
H252144165
RINGKASAN
NALOM SANTUN SIHOMBING. Strategi Peningkatan Kinerja Aparatur
Pengelola Aset Daerah di Kabupaten Tapanuli Tengah. Dibimbing oleh DWI
RACHMINA dan MA’MUN SARMA.
Peningkatan kinerja pengelola aset daerah merupakan sebuah upaya
perbaikan capaian kinerja organisasi. Capaian kinerja diharapkan, berdampak pada
peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Peningkatan kinerja yang
diharapkan dapat melalui peningkatan SDM serta kualitas aparatur pemerintah itu
sendiri. Kelemahan aparatur dalam pengelolaan aset di Kabupaten Tapanuli Tengah
merupakan salah satu penyebab Kabupaten Tapanuli Tengah mendapatkan opini
wajar dengan pengecualian (WDP). Opini WDP atas laporan keuangan pemerintah
daerah (LKPD) Kabupaten Tapanuli Tengah menjadi fokus perhatian pemerintah
daerah dalam pembenahan pengelolaan aset.
Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi penyebab pengelolaan aset
yang belum maksimal, menganalisis sistem dan pengendalian serta faktor yang
mempengaruhi kinerja aparatur pengelola aset dan merumuskan strategi
peningkatan kinerja aparatur pengelola aset di Kabupaten Tapanuli Tengah.
Penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh melalui survei lapangan
dan wawancara mendalam menggunakan kuesioner yang disebar kepada staf
pengelola aset dan pejabat pengelola aset disetiap satuan kerja perangkat daerah
(SKPD) Kabupaten Tapanuli Tengah. Data sekunder diperoleh melalui studi
pustaka dan dokumen yang berkaitan dengan data aset tetap.
Teknik pengolahan data menggunakan SWOT yang terdiri dari matriks internal
dan external (IFE &EFE). Matrik SWOT ini digunakan untuk memperoleh
alternatif strategi dalam peningkatan kinerja pengelola aset. Alternatif strategi
diperoleh melalui matriks IE yang kemudian dilakukan suatu pembobotan untuk
menentukan prioritas yang utama, kedua, ketiga dan keempat. Metode yang
digunakan metode matrix pairwise comparisons
Opini LKPD untuk tahun anggaran 2013 Kabupaten Tapanuli Tengah
menunjukkan hasil WDP. Badan pemeriksa keuangan memberikan hasil tersebut
dengan kriteria antara lain: sistem pengendalian internal memadai, namun terdapat
salah saji yang material pada beberapa pos laporan keuangan. Laporan hasil
pemeriksaan dengan opini wajar dengan pengecualian dapat diandalkan, tetapi
pemilik kepentingan harus memperhatikan beberapa permasalahan yang
diungkapkan auditor atas pos yang dikecualikan, agar tidak mengalami kekeliruan
dalam pengambilan keputusan
Upaya yang dilakukan menindaklanjuti opini WDP dilakukan dengan
melanjutkan validasi dan inventarisasi seluruh aset SKPD secara komprehensif,
memantapkan sistem dan prosedur pengelolaan anggaran yang terkait dengan
pengadaan aset, mensosialisasikan tata kelola keuangan yang baik pada seluruh
jajaran pemerintahan sesuai dengan PP No. 58 Tahun 2005 dan Permendagri No 13
Tahun 2006 dengan pola bimbingan teknis serta pendidikan dan pelatihan (diklat)
yang berkesinambungan, mengupayakan fasilitas e-audit yang terintregasi.
Berdasarkan indikator faktor internal dan eksternal, kebijakan Pemerintah
Kabupaten Tapanuli Tengah dalam mendukung pengelolaan aset dan Peraturan
Pemerintah Pusat tentang Tata Kelola Aset Daerah, untuk mempermudah tata
kelola sesuai dengan aturan, merupakan bobot tertinggi. Data skor terbobot sebesar
3.209 dan 3.056 dan berada pada kuadran 1 dengan strategi grow and build.
Pengolahan data melalui pairwise comparisons matrix, strategi dengan bobot
tertinggi (1) meningkatkan dukungan kebijakan pemerintah, baik pusat dan daerah
dalam pengembangan SDM dan peningkatan kompetensi pengelola aset daerah
melalui pelatihan penatausahaan aset untuk mempermudah tata kelola sesuai
dengan aturan. Strategi dengan bobot (2) peningkatan kebijakan pemerintah dalam
pengembangan dan penerapan sistem dan teknologi untuk mendukung pengawasan
dan pengendalian dalam pengelolaan aset di Kabupaten Tapanuli Tengah. Strategi
dengan bobot (3) peningkatan hubungan baik antar SKPD pengelola aset, terutama
dalam penerapan sistem dan teknologi yang terintegrasi dalam pengelolaan aset di
Kabupaten Tapanuli Tengah. Strategi dengan bobot terakhir (4) sinkronisasi
peraturan pemerintah pusat, provinsi dengan kebijakan Pemerintah Kabupaten
Tapanuli Tengah dalam mendukung pengelolaan aset.
Kata kunci: Faktor Eksternal, Faktor Internal, Good Governance, Strategi Intensif
Strategi Terintegrasi
SUMMARY
NALOM SANTUN SIHOMBING. Strategies to Improve the Performance of Local
Official Asset Manager in Tapanuli Tengah Regency. Supervised by DWI
RACHMINA and MA’MUN SARMA.
Improving the performance of local official asset manager is an attempt to
improve organization performance achievement. It is expected that performance
achievement will lead to better community service quality. Such expected
performance improvement can be conducted by improving human resources and
government apparatus quality. The Local official asset manager weaknesses in
Tapanuli Tengah Regency are the one of the causes of Tapanuli Tengah Regency
got “Fair with Exceptions” (FWE). The FWE status upon local government
financial reports (LGFR) of Tapanuli Tengah Regency has become the main focus
of the local government attention in organizing asset management.
The aims of this research are to identify the causes of unsatisfactory asset
management, analyze the system, control, and factors affecting performance of the
local official official asset manager, and formulate stategyes to improve the local
official asset manager in Tapanuli Tengah Regency. This research utilized primary
data, obtained through field survey and in-depth interviews using questionnaires
distributed to asset management staff and asset management officials in each
working units of Tapanuli Tengah Regency. The secondary data, also used in this
research, were attained through references and documents related to fixed asset data.
Data were processed using SWOT techniques, consisting of internal and
external matrices (IFE & EFE) in order to obtain strategy alternatives in improving
local asset management performance. Strategy alternatives resulted from IE matrix
were then scored to determine the first, second, third, and fourth priority
respectively. The method used in this process was pairwise comparison matrix
method.
The assessment of LGFR for the 2013 fiscal year in Tapanuli Tengah
Regency brought about FWE results. The Audit Board gave the above result with
a number of criteria, one of which was noted as follows: the internal control system
was adequate, but there was wrong presentation material in a few financial report
units. This shows that the report of assessment with “Fair with Exceptions” status
is reliable, but the related units need to pay attention to a number of problems
identified by auditor upon those belong under exception status so that there will not
be any mistakes in making decisions.
A number of efforts carried out to follow up such FWE status include
continuing validation and inventory of all working units asset comprehensively,
determining both system and procedures in managing budget related to asset
provision, socializing good financial governance to all levels of government
according to the Legislation no. 58 year 2005 and The Regulation of Domestic
Affair Ministry no 13 Year 2006, with technical guiding patterns along with
sustainable education and training, trying to apply integrated e-audit on such
facilities.
Based on the above internal and external factor indicators, regulations of
Tapanuli Tengah Regency Government and Central Government in supporting
asset management to ease the system based on the regulation have the highest value.
Data whose weighed scores were 3.209 and 3.056 so that they will be in quadrant
1, using “grow and build” strategy.
Data were then processed by using pairwise comparisons matrices. It was
identified that the strategy with the highest weighed scores were: (1) to improve
government policy support, not only in the central but also regional, in developing
human resources and improving competencies of local asset managers through
training and asset relocation to make governance easy in accordance with
regulations (2) to improve government policies in developing and applying system
and technology in order to support monitoring and control in asset management in
Tapanuli Tengah Regency. Strategy which weights (3) is to intensify the
relationship among SKPD asset managers, particularly in applying integrated
system and technology in asset management in Tapanuli Tengah Regency. Strategy
with the last weigh (4) is to synchronize regulations of central and province
governments with policies of Tapanuli Tengah Regency local government in
supporting asset management.
Key words: External Factor, Good Governance, Integrated Strategy, Intensive
Strategy, Internal Factor
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
STRATEGI PENINGKATAN KINERJA APARATUR PENGELOLA ASET
DAERAH DI KABUPATEN TAPANULI TENGAH
NALOM SANTUN SIHOMBING
Tugas Akhir
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Profesional
pada
Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tugas Akhir: Dr Ir Sri Mulatsih, MScAgr
iiii
ii
Judul Tugas Akhir : Strategi Peningkatan Kinerja Aparatur Pengelola Aset Daerah
di Kabupaten Tapanuli Tengah
Nama
: Nalom Santun Sihombing
NRP
: H252144165
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr Ir Dwi Rachmina, MSi
Ketua
Dr Ir Ma’mun Sarma, MS MEc
Anggota
Diketahui Oleh :
Diketahui oleh
Ke Ketua Program Studi
Manajemen Pembangunan Daerah
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Ma’mun Sarma, MS MEc
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 22 Juni 2016
Tanggal Lulus:
3
3
4
PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis panjatkan hanya kepada Tuhan yang Maha Esa atas
segala berkat-Nya sehingga penelitian ini berhasil disusun dan dilaksanakan. Penelitian
ini berjudul Strategi Peningkatan Kinerja Aparatur Pengelola Aset Daerah di Kabupaten
Tapanuli Tengah.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Dwi Rachmina, MSi dan Dr Ir Ma’mun
Sarma, MS MEc selaku komisi pembimbing yang telah banyak memberi saran serta
arahan. Di samping itu, ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia yang telah mendanai
Pendidikan Pasca Sarjana dan penghargaan penulis sampaikan kepada Pemerintah
Kabupaten Tapanuli Tengah serta Pengelola Aset, dan unsur DPPKAD Kabupaten
Tapanuli Tengah yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terimakasih
juga disampaikan kepada seluruh pihak yang telah membantu memberikan motivasi,
dukungan dan doa kepada penulis khususnya anakku Dave, Chiara, Adewira Negara dan
Istri serta Orangtua.
Semoga penelitian ini dapat bermanfaat.
Bogor, Juni 2016
Nalom Santun Sihombing
H252144165
5
6
7
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
ii
ii
ii
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
1
1
4
6
7
TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Teori
Sistem Pengembangan Organisasi
Indikator Kinerja
Pengukuran Kinerja
Aset Daerah
Good Governance
Tinjauan Penelitian Terdahulu
7
7
11
12
13
14
18
21
METODE PENELITIAN
Kerangka Pemikiran
Lokasi dan Waktu Penelitian
Metode Pengumpulan Data
Metode Penentuan Sampel
Metode Analisis Data
24
24
25
26
26
27
GAMBARAN UMUM KABUPATEN TAPANULI TENGAH
SDM Pengelola Aset daerah
Opini Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah
32
33
33
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kinerja Pengelola Aset di Kabupaten Tapanuli Tengah
Sistem Pengawasan dan Pengendalian Pengelolaan Aset Daerah
Identifikasi Faktor Internal dan External
Strategi Peningkatan Kinerja Aparatur Pengelola Aset Daerah
Prioritas Strategi Peningkatan Kinerja
35
35
38
40
47
50
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran
53
53
54
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
GLOSARIUM
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
55
59
67
69
8
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
Mutasi Aset Tetap Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2011
Mutasi Aset Tetap Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012
Mutasi Aset Tetap Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2013
Perbandingan Capaian Penilaian LAKIP Pemerintah Kab/Kota
di Provinsi Sumatera Utara
Kajian Penelitian Terdahulu
Matriks SWOT
Matriks Pendapat Gabungan
Indeks Acak Perhitungan Konsistensi Rasio
Skala Perbandingan Tingkat Kepentingan
Daftar Opini BPK Atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
Kab/Kota di Sumatera Utara Tahun 2009 – 2013
Opini Bpk Atas LKPD Kab. Tapanuli Tengah Tahun 2009 – 2013
Alokasi Anggaran Peningkatan Penatausahaan dan SDM
Hasil Inventarisasi Aset Rusak Berat
Internal Faktor Evaluation Matrix (IFE)
External Faktor Evaluation Matrix (EFE)
Matriks SWOT
Hasil Pembobotan Strategi Peningkatan Kinerja Aparatur Pengelola
Aset di Kabupaten Tapanuli Tengah
2
3
3
5
23
28
29
31
31
33
33
36
37
45
47
50
52
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
Kerangka Pemikiran Peningkatan Kinerja Aparatur Pengelola Aset
Struktur Organisasi Pengelola Aset
Hasil Pembobotan Faktor Internal
Hasil Pembobotan Faktor Eksternal
Matrik IE
25
32
44
46
48
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
Total Aset Tetap per SKPD Kabupaten Tapanuli Tengah
Matriks Perbandingan IFE Strategi Peningkatan Kinerja
Aparatur Pengelola Aset Daerah
Pembobotan Faktor Strategis Internal dalam Strategi Peningkatan
Kinerja Aparatur Pengelola Aset Daerah
Matriks Perbandingan EFE Strategi Peningkatan Kinerja
Aparatur Pengelola Aset Daerah
Pembobotan Faktor Strategis Eksternal dalam Strategi Peningkatan
Kinerja Aparatur Pengelola Aset Daerah
Pembobotan Strategi Peningkatan Kinerja Aparatur Pengelola
Aset Daerah di Kabupaten Tapanuli Tengah
60
63
64
65
66
67
9
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kinerja yang melandasi program birokrasi pemerintah ke depan adalah birokrasi
yang profesional, bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme serta tata kelola
yang efektif dan efisien. Ketiga kata kunci tersebut dapat dijadikan landasan terwujudnya
tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih (good and clean governance). Prinsip/asas
dari tata kelola pemerintahan yang baik merupakan petunjuk (guidance) bagi birokrasi
pemerintah dalam menyelenggarakan tugas pokok dan fungsi pemerintahan negara dan
pemerintahan daerah.
Salah satu bidang yang menjadi fokus perhatian pemerintah dalam pengelolaannya
adalah permasalahan aset (kekayaan) negara/daerah. Sebagaimana diketahui bahwa
dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi pemerintahan negara dan pemerintahan daerah,
ketersediaan sarana dan prasarana merupakan unsur mutlak yang harus ada sebagai wujud
pelayanan kepada masyarakat. Sebagai unsur mutlak, maka sarana dan prasarana tersebut
yang merupakan aset negara/daerah harus dikelola secara efektif, efisien, transparan dan
akuntabel sesuai dengan prinsip-prinsip good governance. Hal ini dikarenakan aset
(kekayaan) negara/daerah merupakan bagian dari pengelolaan keuangan negara
sebagaimana diatur dalam Undang – Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara Pasal 2 yang menyebutkan bahwa keuangan Negara meliputi kekayaan
negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat
berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk
kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/ perusahaan daerah.
Berdasarkan hasil pendalaman Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas laporan
keuangan Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2011 terdapat beberapa kelemahan dalam
penatausahaan aset tetap di Kabupaten Tapanuli Tengah. Hal ini disebabkan bahwa data
yang digunakan untuk menyusun aset tetap dalam neraca per 31 Desember 2011 yakni
berdasarkan buku inventaris pada tahun 2010 dan daftar pengadaan inventaris tahun 2011.
Penyajian laporan keuangan yang telah diperiksa oleh BPK, terdapat beberapa kelemahan
signifikan dalam penyajian aset tetap diantaranya adalah tidak dilaksanakannya
penyusutan aset tetap, pencatatan kartu inventaris barang (KIB) tidak didukung dengan
pencatatan pendukung lainnya seperti kartu inventaris ruangan (KIR). Berdasarkan
Permendagri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik
Daerah telah ditentukan bahwa pengguna/kuasa pengguna barang dalam melakukan
pendaftaran dan pencatatan barang sesuai format kartu inventaris barang A, B, C, D, E, F
dan kartu inventaris ruangan. Selanjutnya, kelemahan terdapat pada fisik barang dimana
sebagian besar fisik barang tidak bisa langsung diidentifikasi karena tidak diberi nomor
register barang atau nomor register yang menempel pada fisiknya. Nomor register
merupakan bagian dari kodefikasi aset daerah yang memuat nomor urut pencatatan dari
setiap barang, pencatatan terhadap barang yang sejenis, tahun pengadaan sama, besaran
harganya sama seperti meja dan kursi jumlahnya 150, maka pencatatannya dapat
dilakukan dalam suatu format pencatatan dalam lajur register, ditulis: 0001 s/d 0150
(Permendagri Nomor 17 Tahun 2007). Permasalahan kinerja pengelola aset terjadi karena
kelalaian petugas pencatatan aset sehingga terdapat aset yang belum terdata dalam KIB
serta kartu inventaris tidak dibuat berdasarkan data realisasi fisik barang, akan tetapi
mengikuti data dari Dinas Pendapatan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD).
10
Hal yang cukup material juga ditemukan dimana adanya ketidaksamaan nilai
perolehan antara KIB dengan neraca sehingga sangat mempengaruhi penyajian laporan
keuangan yang valid di samping itu, kelemahan terjadi karena kurangnya ketelitian dan
ketidakcermatan petugas pencatatan aset sehingga terdapat aset yang belum terdata dalam
KIB serta pengelola tidak bekerja sesuai dengan standar operasional dan prosedur (SOP)
yang ada sehingga pola penatausahaan tidak sesuai lagi dengan yang diharapkan.
Tabel 1
N
No
1
2
3
4
5
6
Mutasi aset tetap Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2011 (juta rupiah)
Jenis
Aset Tetap
Saldo Awal
1 Jan 2011
(Rp)
Mutasi Aset Tetap
Tambah
Kurang
Saldo
Per 31 Des 2011
(Rp)
1
Tanah
138319.19
7 278.59
0.00
145 597.78
2
Peralatan dan mesin
85 427.20
19 733.90
2 731.35
102 429.75
487 943.23
56 630.78
0.00
544 574.00
445 276.97
29 428.77
0.00
474 705.74
9 433.43
18 520.07
0.00
27 953.50
Gedung
3
dan
bangunan
Jalan
4 irigasi dan
jaringan
5
Aset tetap lainnya
Konstruksi
6
dalam
6 005.74
13 570.31
5 132.70
pengerjaan
Jumlah
1 172 405.76
145 162.41
7864.04
Sumber : LHP BPK Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah 2011
14 443.36
1309704.12
Berdasarkan laporan hasil pemeriksaan (LHP) pada tahun 2011 Pemerintah
Kabupaten Tapanuli Tengah melakukan perbaikan kualitas pelaporan dan manajemen
aset, serta kualitas sumber daya manusia (SDM) yang diharapkan dapat merubah opini
untuk tahun berikutnya. Perubahan serta strategi yang di terapkan untuk menyelesaikan
kendala persoalan tersebut dengan mendatangkan konsultan, dan hasilnya mengalami
perubahan walaupun belum sepenuhnya berjalan seperti yang diharapkan. Laporan hasil
pemeriksaan tahun 2012, Kabupaten Tapanuli Tengah meraih opini wajar dengan
pengecualian (WDP) yaitu hasil pemeriksaan atas entitas yang menyatakan setuju dengan
pengecualian tertentu. Pada tahun 2012 dilakukan revaluasi terhadap seluruh nilai aset
tetap yang di peroleh untuk mendapatkan saldo akhir yang relevan.
Penyajian laporan keuangan yang telah diperiksa oleh BPK untuk tahun 2012,
masih terdapat beberapa kelemahan dalam penyajian aset tetap, walaupun terdapat
perubahan dari tahun sebelumnya, diantaranya adalah penyajian saldo awal aset tetap
belum dapat diyakini kewajarannya. Menurut BPK nilai penyusutan yang dilakukan oleh
pengelola belum sesuai dengan aturan penyusutan yang di terapkan oleh standar
akuntansi. Pencatatan KIB tidak didukung dengan pencatatan pendukung lainnya seperti
kartu inventaris ruangan. Pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK, terlihat bahwa
lemahnya pengawasan aset oleh pengelola, disebabkan rendahnya SDM, kurangnya
motivasi, serta pengetahuan yang masih perlu ditingkatkan berupa pendidikan dan bimtek
terlebih tentang pengelolaan aset untuk dapat meningkatkan pengetahuan tentang tata
kelola aset.
Pada tahun 2013 LHP atas laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD)
Kabupaten Tapanuli tengah masih memperoleh opini wajar dengan pengecualian. Hal ini
dapat diartikan bahwa kinerja pengelola aset masih belum dapat dikatakan baik dari
11
pemeriksaan sebelumnya. Terdapat beberapa temuan dalam tata kelola aset yang hampir
sama dengan temuan pada tahun sebelumnya, berupa rendahnya kinerja, SDM dan
lemahnya kontrol aparatur pengelola aset.
Tabel 2
Mutasi aset tetap Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2012 (juta rupiah)
95 053.64
0.00
Saldo
Per 31 Des 2012
(Rp)
240 651.41
60 146.11
36 670.82
125 905.04
Gedung dan bangunan
544 574.00
37 526.14
357 957.52
Jalan irigasi dan
4
474 705.74
83 587.45
96 061.71
jaringan
5 Aset tetap lainnya
27 953.50
62.68
20 416.63
Konstruksi dalam
6
14 443.36
16 040.70
15 446.56
pengerjaan
Jumlah
1 309 704.13
292 416.72
526 553.24
Sumber : LHP BPK Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah 2012
224 142.62
Jenis
Aset Tetap
No
1
Tanah
2
Peralatan dan mesin
Saldo Awal
1 Jan 2012
(Rp)
145597.78
102 429.75
Mutasi Aset Tetap
Tambah
Kurang
3
462 231.48
7 599.55
15 037.50
1 075 567.60
Hasil pemeriksaan lapangan berdasarkan data aset tetap yang dilakukan BPK
terdapat selisih sebesar Rp 386 321 904 509.65 yang dihasilkan dari inventarisasi dan
revaluasi. Sampai berakhirnya pemeriksaan TA 2012 pengelola aset Kabupaten Tapanuli
Tengah tidak dapat menjelaskan dan menyerahkan data rincian per jenis aset tetap yang
mengalami perubahan. Aset dengan kondisi rusak berat atau hilang masih dicatat dalam
buku inventaris sebagai barang dengan kondisi baik yang seharusnya dapat dihapuskan
atau dipindahkan ke pos aset lainnya sesuai nilai tercatatnya. Temuan lainnya juga
mengarah kepada nilai penyusutan aset tetap. Sampai tahun anggaran 2013 pemerintah
Kabupaten Tapanuli Tengah belum menyajikan aset tetap berdasarkan biaya perolehan
aset tetap tersebut dikurangi penyusutan.
Berdasarkan hasil pemeriksaan 2013 dapat dilihat ketidakcermatan
dalam
manajemen aset. Permasalahan yang timbul dari tahun ke tahun cenderung tidak
mengalami perubahan. Untuk saat ini SDM , fungsi pengawasan oleh aparatur pengelola
aset, pengetahuan dan kualitas SDM serta dukungan dari pemerintah daerah perlu di
tingkatkan, untuk dapat menyajikan laporan yang lebih baik untuk tahun berikutnya.
Tabel 3
Mutasi aset tetap Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2013 (juta rupiah)
3 731.21
0.00
Saldo
Per 31 Des 2013
(Rp)
244 382.62
83 845.88
0.00
209 750.90
Gedung dan Bangunan
224 142.62
75 289.52
0.00
Jalan Irigasi dan
462 231.48 118 869.61
0.00
Jaringan
Aset Tetap Lainnya
7 599.55
5 579.94
0.00
Konstruksi dalam
15 037.50
0.00
985.42
Pengerjaan
Jumlah
1 075 567.60 287 316.18
985.42
Sumber : LHP BPK Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah 2013
299 432.14
Jenis
Aset Tetap
No
1
Tanah
2
Peralatan dan Mesin
3
4
5
6
Saldo Awal
1 Jan 2013
(Rp)
240 651.41
125 905.04
Mutasi Aset Tetap
Tambah
Kurang
581 101.10
13 179.50
14 052.07
1 361 898.36
12
Kelemahan dalam pengelolaan aset tersebut diduga berkaitan dengan kinerja
aparatur pengelola aset dimana terdapat unsur ketidakcermatan dari pengelola aset dalam
melakukan penatausahaan. Kondisi pada saat pemeriksaan dapat dikatakan, kinerja
pengelola yang tidak teliti dan kurangnya kehati-hatian dalam melakukan tugas sebagai
pengelola aset. Hasil pemeriksaan BPK ditemukan kesalahaan sebagai bukti
ketidakcermatan para pengelola aset dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi masing
masing. Kinerja aparatur juga dinilai tidak mengikuti intruksi kerja (IK) serta tidak
menerapkan standar operasional dan prosedur (SOP) yang berlaku, sesuai dengan aturan
manajemen aset yang diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun
2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah Dalam Pelaksaan Proses
Penatausahaan Aset. Sehingga menimbulkan kesalahan dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya. Pada dasarnya hal ini dapat dilihat dari temuan BPK tahun 2011, 2012, 2013
dan merekomendasikan upaya pengamanan aset tetap. Banyak faktor yang menyebabkan
kinerja aparatur individu tersebut rendah.
Menurut Mangkunegara (2005), faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja
individu dalam organisasi adalah faktor individu dan faktor lingkungan kerja organisasi.
Lebih lanjut Mangkunegara (2005) menjelaskan bahwa faktor individu adalah
kemampuan individu dalam bekerja baik secara kognitif yang ditunjukkan dengan tingkat
kecerdasan pikiran (intelegency quotiont) maupun secara emosi yang ditunjukkan dengan
tingkat kecerdasan emosi (emotional quotiont). Faktor lingkungan kerja organisasi
merupakan bentuk dari uraian jabatan yang jelas, otoritas yang memadai, target kerja
yang menantang, pola komunikasi kerja yang efektif, hubungan kerja harmonis, iklim
kerja respek dan dinamis, peluang berkarier dan fasilitas kerja yang relatif memadai.
Berdasarkan pemikiran dan temuan di atas perlu dilakukan kajian tentang kinerja
aparatur pengelola aset di Kabupaten Tapanuli Tengah dan strategi apa yang tepat untuk
diterapkan pada pengelola aset daerah dalam rangka meningkatkan kinerja aparatur
pengelola aset dengan mengambil judul penelitian ”strategi peningkatan kinerja
aparatur pengelola aset daerah di Kabupaten Tapanuli Tengah”.
Perumusan Masalah
Peningkatan kinerja aparatur pengelola aset daerah merupakan sebuah upaya
perbaikan capaian kerja organisasi daerah, baik dari sisi keluaran (outputs) maupun hasil
(outcomes) menuju capaian kerja atau kinerja yang diharapkan sehingga nantinya akan
berdampak pada peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat (impacts and
benefits). Kinerja yang diharapkan dalam tatanan pemerintah diharapkan mampu
menunjukkan hasil yang dapat dirasakan oleh masyarakat Kabupaten Tapanuli Tengah
melalui peningkatan SDM serta kualitas aparatur pemerintah itu sendiri.
Perbaikan kondisi kinerja tersebut tentu tidaklah mudah karena kemungkinan
organisasi menghadapi permasalahan yang terstruktur dan tidak terstruktur. Menurut
Zakiyudin (2012), masalah terstruktur adalah masalah yang sering terjadi dan sifatnya
berulang-ulang, sedangkan masalah tidak terstruktur adalah masalah yang jarang terjadi
dan tidak berulang, serta tidak ada model untuk memecahkan masalah ini. 1 Pada
pemerintahan daerah, permasalahan yang sering muncul dalam pengelolaan aset daerah
1
Zakiyudin, Ais. 2012. Masalah Terstruktur dan Tidak Terstruktur. Entri Populer diposkan pada 11 Mei
2012 di http://ais-zakiyudin.blogspot.co.id/2012/05/masalah-terstruktur-dan-tidak.html diakses tanggal 13
Februari 2016
13
diantaranya terjadi pada tahap penatausahaan aset daerah, tahap penilaian, tahap
pengawasan dan pengendalian.
Hasil evaluasi atas Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP) Kabupaten
Tapanuli Tengah pada tahun 2012 memperoleh nilai D yang diinterpretasikan bahwa
perencanaan, pelaporan dan capaian kinerja Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah
masih kurang baik, artinya sistem dan tatanan tidak dapat diandalkan untuk manajemen
kinerja, perlu banyak perbaikan dan perubahan yang sangat mendasar (Peraturan Menpan
dan RB Nomor 20 Tahun 2013). Pada tahun 2013 terjadi kenaikan kriteria menjadi C
dengan interpretasi bahwa Kabupaten Tapanuli Tengah telah memiliki sistem untuk
manajemen kinerja tetapi kurang dapat diandalkan, masih perlu banyak perbaikan
termasuk perbaikan yang mendasar untuk dapat meningkatkan capaian penilaian yang
lebih baik. Hasil evaluasi yang dilakukan oleh Kementerian PAN dan RB atas
akuntabilitas kinerja Kabupaten Tapanuli Tengah tersebut merupakan salah satu penilaian
terendah diantara kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara.
Adapun perbandingan capaian Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
(LAKIP) antar kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4
No.
Perbandingan capaian penilaian LAKIP Pemerintah Kabupaten/kota di Provinsi
Sumatera Utara Tahun 2012-2013
Nilai LAKIP
Kabupaten/Kota
2012
2013
Kab. Asahan
C
C
Kab. Dairi
C
C
Kab. Deli Serdang
D
Kab. Humbang Hasundutan
D
C
Kab. Karo
D
D
Kab. Labuhan Batu Utara
D
C
Kab. Labuhan Batu Selatan
C
C
Kab. Langkat
C
C
Kab. Mandailing Natal
C
Kab. Nias
C
C
Kab. Nias Barat
D
D
Kab. Nias Selatan
D
C
Kab. Nias Utara
D
D
Kab. Padang Lawas Utara
D
C
Kab. Pakpak Bharat
C
CC
Kab. Samosir
C
C
Kab. Serdang Berdagai
C
C
Kab. Tanapuli Selatan
C
C
Kab. Tapanuli Tengah
D
C
Kab. Toba Samosir
C
C
Kota Binjai
D
C
Kota Medan
C
CC
Kota Padang Sidempuan
C
Kota Sibolga
CC
CC
Kota Tanjung Balai
C
C
Kota Gunung Sitoli
C
C
Kota Tebing Tinggi
C
CC
Kota Pematang Siantar
D
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
Sumber: Kementerian PAN dan RB 2014
14
Hasil evaluasi atas manajemen kinerja yang diperoleh Pemerintah Kabupaten
Tapanuli Tengah sedikit-banyak menunjukkan adanya permasalahan dalam capaian
kinerja organisasi. Bila hasil evaluasi tersebut disandingkan dengan hasil audit BPK tahun
2012 – 2013 dimana Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah mendapatkan opini wajar
dengan pengecualian (WDP) yang memberikan catatan perhatian pada masalah aset tetap
/barang milik daerah (LHP Tapanuli Tengah 2013), maka dapat diutarakan bahwa capaian
opini BPK tersebut merupakan efek dari capaian kinerja pengelola aset daerah. Sehingga,
masih diperlukan kajian “mengapa laporan hasil pemeriksaan Kabupaten Tapanuli
Tengah masih WDP?”
Capaian kinerja aparatur pemerintah sebagai individu merupakan hasil sintesa dari
input – proses – output selama satu kurun tertentu (biasanya dalam jangka waktu 1 tahun).
Pada organisasi sektor publik tidak terkecuali pada Kabupaten Tapanuli Tengah,
perencanaan kinerja (input) pegawai dilakukan dengan membuat sasaran kinerja pegawai
(SKP) sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2011 tentang Penilaian
Prestasi Kerja Pegawai Negeri Sipil dimana dalam SKP tersebut memuat kegiatan yang
akan dilakukan sesuai dengan tugas pokok pegawai dan target (output) yang hendak
dicapai. Namun permasalahan yang terjadi pada Kabupaten Tapanuli Tengah berada pada
dimensi proses pelaksanaan kinerja tersebut dimana sistem pengawasan dan pengendalian
atas pengelolaan aset daerah kurang berjalan secara optimal. Disamping itu, sistem
rewards and punishments dari pencapaian kinerja aparatur tersebut juga tidak jelas dan
terukur. Hal ini terbukti dari adanya temuan pemeriksaan BPK atas aset daerah Kabupaten
Tapanuli Tengah selama 2 tahun berturut-turut, yakni pada tahun 2012 dan 2013,
sehingga perlu adanya telaah “bagaimana sistem pengawasan dan pengendalian serta
bagaimana sistem rewards and punishments yang diterapkan dalam pengelolaan aset
daerah?”
Hasil evaluasi terhadap kinerja aparatur pengelola aset daerah dan telaah atas sistem
pengawasan dan pengendalian serta sistem rewards and punishments yang diterapkan
atas pengelolaan aset daerah di Kabupaten Tapanuli Tengah diharapkan dapat dijadikan
tolok ukur dalam meningkatkan kinerja aparatur pengelola aset sehingga akan berdampak
pada perbaikan capaian opini BPK atas laporan keuangan daerah. Oleh karena itu, hasil
penelitian ini diharapkan dapat merumuskan: “strategi peningkatan kinerja aparatur
pengelola aset daerah di Kabupaten Tapanuli Tengah”.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan dari latar belakang, tujuan umum yang hendak dicapai dalam
penelitian ini adalah untuk menetapkan strategi dan kebijakan peningkatan kinerja
aparatur pengelola aset pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah
Kabupaten Tapanuli Tengah.
Dalam mencapai tujuan umum tersebut perlu tujuan khusus agar dapat menjawab
maksud dan tujuan umum tersebut yaitu :
1. Mengidentifikasi penyebab pengelolaan aset yang belum maksimal di Kabupaten
Tapanuli Tengah
2. Menganalisis sistem dan pengendalian serta faktor yang mempengaruhi kinerja
aparatur pengelola aset di Kabupaten Tapanuli Tengah
3. Merumuskan strategi peningkatan kinerja aparatur pengelola aset di Kabupaten
Tapanuli Tengah.
15
Manfaat Penelitian
1.
2.
3.
4.
5.
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam:
Menambah ilmu pengetahuan dan wawasan berfikir tentang pengelolaan aset daerah.
Memberikan informasi yang relevan untuk penelitian selanjutnya.
Memberikan rekomendasi perbaikan atas permasalahan yang tengah dihadapi kepada
para pemangku kepentingan pengelolaan aset daerah.
Merencanakan upaya peningkatan kompetensi sumber daya manusia pengelola aset
daerah.
Mencapai tata kelola pemerintahan yang baik melalui pengelolaan aset daerah yang
efektif, efisien, transparan dan akuntabel.
TINJAUAN PUSTAKA
Berdasarkan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 terdapat 4 kriteria opini yang
diberikan oleh BPK atas Pemeriksaan laporan keuangan pemerintah daerah masingmasing memiliki arti dari penilaian kesimpulan akhir tersebut, yaitu;
1.
Opini wajar tanpa pengecualian/WTP (Unqualified Opinion), sistem pengendalian
internal memadai dan tidak ada salah saji yang material atas pos-pos laporan
keuangan. Secara keseluruhan laporan keuangan telah menyajikan secara wajar
sesuai dengan SAP.
2.
Opini wajar dengan pengecualian/WDP (qualified opinion), sistem pengendalian
internal memadai, namun terdapat salah saji yang material pada beberapa pos laporan
keuangan. Laporan keuangan dengan opini WDP dapat diandalkan, tetapi pemilik
kepentingan harus memperhatikan beberapa permasalahan yang diungkapkan auditor
atas pos yang dikecualikan tersebut agar tidak mengalami kekeliruan dalam
pengambilan keputusan.
3.
Opini tidak memberikan pendapat (disclaimer opinion), diberikan apabila terdapat
suatu nilai yang secara material tidak dapat diyakini auditor karena ada pembatasan
lingkup pemeriksaan oleh manajemen sehingga auditor tidak cukup bukti dan atau
sistem pengendalian intern yang sangat lemah. Dalam kondisi demikian auditor tidak
dapat menilai kewajaran laporan keuangan. Misalnya, auditor tidak diperbolehkan
meminta data-data terkait penjualan atau aktiva tetap, sehingga tidak dapat
mengetahui berapa jumlah penjualan dan pengadaan aktiva tetapnya, serta apakah
sudah dicatat dengan benar sesuai dengan SAP. Dalam hal ini auditor tidak bisa
memberikan penilaian apakah laporan keuangan WTP, WDP, atau TW.
4. Opini tidak wajar/TW (adversed opinion), diberikan jika sistem pengendalian internal
tidak memadai dan terdapat salah saji pada banyak pos laporan keuangan yang
material. Dengan demikian secara keseluruhan laporan keuangan tidak disajikan
secara wajar sesuai dengan SAP.
16
Pengertian kinerja dan manajemen kinerja
Dewasa ini, istilah manajemen telah banyak diartikan oleh para pakar organisasi
baik yang berasal dari lingkungan akademisi maupun praktisi dan kalangan profesional.
Manajemen sendiri merupakan aktivitas kerja yang melibatkan koordinasi dan
pengawasan terhadap pekerjaan orang lain sehingga pekerjaan tersebut dapat diselesaikan
secara efisien dan efektif (Robbins et al. 2010).
Pengertian manajemen yang sering dijumpai di perguruan tinggi menurut Terry dan
Rue (2003), dalam dasar-dasar manajemen yang menyatakan bahwa:
“...manajemen adalah suatu proses atau kerangka kerja, yang melibatkan bimbingan
atau pengarahan suatu kelompok orang-orang kearah tujuan-tujuan organisasional atau
maksud maksud yang nyata...”.
Menurut Stoner (1996), manajemen adalah proses merencanakan, mengorganisasi,
memimpin, dan mengendalikan pekerjaan anggota organisasi dan menggunakan semua
sumber daya organisasi untuk mencapai sasaran organisasi yang sudah ditetapkan.
Pengertian serupa juga diungkapkan oleh Susilo (2002) yang menyatakan bahwa
manajemen adalah proses sistematis untuk mencapai tujuan melalui fungsi perencanaan,
pelaksanaan, pemeriksaan dan pengendalian/tindak lanjut.
Berdasarkan pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen
adalah sebuah proses mengelola organisasi melalui fungsi perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan dan pengendalian untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama oleh
anggota organisasi tersebut.
Sementara itu, kinerja atau dalam bahasa inggris disebut dengan “performance”
merupakan satu kata yang sering dijumpai terutama ketika berada dalam lingkungan
Kantor atau pekerjaan. Dalam kamus besar bahasa Indonesia (2015), kinerja diartikan
sebagai sesuatu yang dicapai; prestasi yang diperlihatkan; dan kemampuan kerja.
Pengertian kinerja yang lebih luas menurut Prawirosentono (1999) adalah hasil kerja yang
dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai
dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai
tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan
moral maupun etika.
Berdasarkan dua pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa kinerja
merupakan buah karya seorang pegawai atau sekelompok pegawai yang turut andil dalam
menentukan pencapaian tujuan organisasi. Untuk menunjang tercapainya tujuan
organisasi yang diharapkan, keberadaan dari seluruh unsur kemampuan harus dapat
dioptimalkan peran dan fungsi strategisnya. Dengan demikian, secara umum kinerja dapat
dibagi menjadi 2, yaitu kinerja individu dan kinerja organisasi. Menurut Prawirosentono
(1999), terdapat hubungan yang erat antara perorangan (individual performance) dengan
kinerja organisasi atau lembaga (institutional performance). Dengan kata lain, jika kinerja
pegawai baik maka kemungkinan besar kinerja organisasi juga baik.
Sementara itu, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja pegawai dapat
dilihat dari berbagai aspek. Menurut Gunistiyo dan Subroto (2012) yang menyatakan
bahwa, faktor motivasi berprestasi seorang pegawai sangat berpengaruh terhadap
performance pegawai tersebut dimana motivasi dimaksud dapat berbentuk pemberian
kesempatan bagi pegawai untuk mengikuti pelatihan motivasi dan pemberian kesempatan
untuk menempuh jenjang pendidikan formal yang lebih tinggi. Faktor lainnya yang
berpengaruh terhadap kinerja pegawai adalah sistem pengawasan dan pengendalian yang
17
ada dalam organisasi terkait. Setiawan (2012) dalam penelitiannya menyatakan bahwa,
sistem pengawasan dan pengendalian merupakan elemen yang paling penting dalam
meningkatkan kepuasan anggota organisasi. Kepuasan anggota organisasi disini berarti
kepuasan kerja atau kinerja.
Apabila kata manajemen dan kinerja digabungkan menjadi manajemen kinerja
(performance management), maka akan membentuk sebuah pengertian baru yang lebih
spesifik sebagaimana diungkapkan oleh Dharma (2005) yang menyatakan bahwa
manajemen kinerja adalah:
“...sebuah proses untuk menetapkan apa yang harus dicapai, dan pendekatannya
untuk mengelola dan pengembangan manusia melalui suatu cara yang dapat
meningkatkan kemungkinan bahwa sasaran akan dapat dicapai dalam suatu jangka waktu
tertentu baik pendek maupun panjang...”.
Ruky (2001), berpendapat bahwa manajemen kinerja diartikan sebagai “usaha,
kegiatan atau program yang diprakarsai dan dilaksanakan oleh pimpinan organisasi
(perusahaan) untuk merencanakan, mengarahkan dan mengendalikan prestasi karyawan”.
Dengan melihat beberapa pengertian dari manajemen kinerja tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa manajemen kinerja adalah upaya yang dilakukan oleh pimpinan
organisasi untuk mengelola dan mengendalikan prestasi kerja pegawainya dalam
mencapai tujuan organisasi, serta mampu mempertahankannya secara berkesinambungan.
Hal ini berarti bahwa ruang lingkup dari manajemen kinerja terdiri atas seluruh elemen
yang berhubungan dengan pekerjaan, selain dari pegawai itu sendiri. Elemen-elemen
tersebut adalah teknologi (peralatan, metode kerja) yang digunakan, kualitas dari input
(termasuk material), kualitas lingkungan fisik (keselamatan, kesehatan kerja, lay out
tempat kerja dan kebersihan), iklim dan budaya organisasi (termasuk supervisi dan
kepemimpinan) dan sistem kompensasi dan imbalan (Ruky 2001). Dengan ruang lingkup
yang melibatkan hampir seluruh bagian dari struktur organisasi tersebut, maka tujuan
yang hendak dicapai dengan diterapkannya manajemen kinerja menurut Ruky (2001)
adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan prestasi kerja karyawan, baik secara individu maupun sebagai
kelompok;
2. Peningkatan yang terjadi pada prestasi karyawan secara perorangan pada gilirannya
akan mendorong kinerja sumber daya manusia secara keseluruhan, yang direfleksikan
dalam kenaikan produktivitas;
3. Merangsang minat dalam pengembangan pribadi dengan tujuan meningkatkan hasil
karya dan prestasi pribadi serta potensi laten karyawan dengan cara memberikan
umpan balik pada mereka tentang prestasi mereka;
4. Membantu perusahaan untuk dapat menyusun program pengembangan dan pelatihan
karyawan yang lebih tepat guna;
5. Menyediakan alat/sarana untuk membandingkan prestasi kerja pegawai dengan tingkat
gajinya atau imbalannya sebagai bagian dari kebijakan dan sistem imbalan yang baik;
6. Memberikan kesempatan pada pegawai untuk mengeluarkan perasaannya tentang
pekerjaan atau hal-hal yang ada kaitannya.
Menurut Dharma (2005), tujuan secara khusus dan spesifik dari penerapan
manajemen kinerja oleh organisasi adalah sebagai berikut:
1. Memperoleh peningkatan kinerja yang berkelanjutan;
2. Bertindak sebagai daya dongkrak untuk perubahan yang lebih berorientasi kinerja;
18
3. Meningkatkan motivasi dan komitmen karyawan;
4. Memungkinkan individu untuk mengembangkan kemampuan, meningkatkan
kepuasan kerja dan mencapai potensi pribadi yang bermanfaat bagi individu dan
organisasi;
5. Mengembangkan hubungan yang terbuka dan konstruktif antara individu dan manajer
dalam suatu proses dialog yang berkesinambungan terkait dengan pekerjaan yang
dilakukan sepanjang tahun;
6. Menyediakan suatu kerangka kerja bagi kesepakatan sasaran yang dinyatakan dalam
bentuk target dan standar kinerja sehingga suatu pemahaman bersama mengenai
sasaran dan peranan yang harus dimainkan baik oleh manajer dan individu untuk
meningkatkan pencapaian sasaran;
7. Memfokuskan perhatian kepada atribut dan kompetensi yang diperlukan sehingga
dapat menunjukkan kinerja yang efektif dan kepada usaha pengembangan selanjutnya.
Pendekatan yang digunakan dalam pelaporan kinerja instansi pemerintah ini
bersifat top down (dari atas ke bawah), artinya para pimpinan instansi menetapkan tujuan
dan sasaran organisasi yang harus dicapai dalam kurun waktu 5 tahun kedepan.
Berdasarkan hal tersebut, maka organisasi menetapkan indikator-indikator kinerja
sasaran strategis yang harus dicapai oleh setiap unit kerja eselon II, SKPD atau unit kerja
mandiri lainnya. Penetapan indikator kinerja sasaran strategis ini dilakukan secara
berjenjang sampai dengan tingkat yang paling kecil, yakni penetapan sasaran kinerja
pegawai/individu atau disingkat dengan SKP. Setiap tahun, pegawai pemerintah wajib
membuat SKP yang berisi tentang uraian kegiatan dan target kinerja yang hendak dicapai
pada satu tahun ke depan.
Namun demikian, dalam rangka pengukuran kinerja instansi pemerintah maka
pendekatan yang digunakan bersifat bottom-up (dari bawah ke atas), artinya pengukuran
kinerja dilakukan dari unit terbawah organisasi sampai ke tingkat teratas organisasi secara
berjenjang. Oleh karena itu, kinerja individu pegawai sangat menentukan tingkat
keberhasilan pencapaian tujuan dan sasaran organisasi. Hal inilah mendorong pengelola
aset senantiasa bekerja dalam koridor yang telah ditentukan sesuai dengan instrument
yang disediakan baik melalui pemerintah pusat berupa peraturan pemerintah, perundangundangan dan perpres juga melalui peraturan daerah menyangkut pengelolaan barang
milik negara/daerah.
Sistem manajemen kinerja berdasarkan sasaran sebagaimana dijelaskan di atas
merupakan sistem manajemen yang pertama kali digunakan oleh Peter E. Drucker yang
dikenal dengan istilah manajemen berdasarkan sasaran (management by objective) atau
MBS/MBO (Ruky 2001). Dalam MBS tersebut, terdapat 6 elemen dasar yang menjadi
ciri utamanya sebagaimana diungkapkan oleh Ruky (2001) sebagai berikut:
1. Hasil (Results), adalah apa yang diperoleh oleh seseorang atau sekelompok orang
dari tindakan, kegiatan atau usaha yang dilakukannya.
2. Key result area (KRA) atau bidang-bidang hasil utama merupakan area dimana hasil
kerja harus diperoleh yang seorang atasan/pimpinan harus fokus dan lebih banyak
meluangkan waktu, energi dan bakatnya. Pada instansi pemerintah, key result area
sangat ditentukan oleh tugas pokok, fungsi dan kewenangan yang diatur dalam
struktur organisasi dan tata laksana.
3. Indikator adalah faktor-faktor yang menguraikan key result area menjadi istilahistilah hasil yang dapat diukur.
19
4.
5.
6.
Standar prestasi (dalam bentuk sasaran), biasanya ditetapkan dalam bentuk sebuah
sasaran atau target yang harus dicapai untuk suatu periode tertentu.
Tolok ukur keberhasilan adalah indikator sukses atau tidaknya suatu kegiatan.
Pengukuran (measurement)
Berdasarkan teori tersebut kinerja merupakan hasil kerja secara kualitas yang
dimiliki dan dicapai individu maupun organisasi dalam melakukan tugas yang di tetapkan
oleh instansi maupun organisasi. Kinerja dapat di simpulkan bahwa kinerja adalah
kombinasi kemampuan, usaha dan kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerjanya.
Sistem Pengembangan Organisasi
Dalam organisasi pemerintah (public sector), manajemen kinerja yang diterapkan
mengacu pada sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (SAKIP) yang mencakup
indikator, metode, mekanisme dan tata cara pelaporan kinerja instansi pemerintah
sebagaimana tertuang dalam Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dan dioperasionalisasikan melalui Peraturan
Menteri PAN dan RB Nomor 29 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Penetapan
Kinerja dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Dalam peraturan
tersebut dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan laporan akuntabilitas kinerja adalah
laporan kinerja tahunan yang berisi pertanggungjawaban kinerja suatu instansi dalam
mencapai tujuan/sasaran strategis instansi. Oleh karena itu Pasal 16 peraturan tersebut,
laporan kinerja berisikan ikhtisar pencapaian sasaran sebagaimana ditetapkan dalam
dokumen penetapan kinerja dan dokumen perencanaan, sekurang-kurangnya menyajikan
informasi tentang :
a. Pencapaian tujuan dan sasaran organisasi;
b. Realisasi pencapaian indikator kinerja utama organisasi;
c. Penjelasan yang memadai atas pencapaian kinerja; dan
d. Pembandingan capaian indikator kinerja sampai dengan tahun berjalan dengan target
kinerja 5 tahunan yang direncanakan.
Perilaku dan struktur organisasi pengelola aset (Gambar 2), menggambarkan
bagaiman hubungan yang jelas antar kinerja (performance), kemampuan mengelola,
merumuskan strategi dan menjalankan tugas pokok dan fungsi masing masing. Bahwa
peran yang dimainkan oleh perilaku organisasi sangatlah penting. Peran tersebut pada
dasarnya terdiri dua faktor yaitu faktor kemampuan, yang merupakan hasil interaksi dan
pengetahuan, kinerja dan keterampilan; dan faktor integritas, yang merupakan reduksi
hasil interaksi dan keadaan kondisi kerja. Interaksi antara kemampuan dan integritas
merupakan potensi seseorang untuk dapatberbuat dan melihat potensi seseorang yang
berintegrasi dengan sumber daya.
Menurut Siagian (2004), pengembangan organisasi (PO) dikatakan sebagai
instrument ilmiah dalam meningkatkan efektifitas dan kesehatan organisasi karena PO
mengandung unsur (1) terencana, (2) mencakup seluruh organisasi, (3) berdampak jangka
panjang, (4) melibatkan manajemen puncak dan, (5) menggunakan berbagai bentuk
intervensi berdasarkan pendekatan keperilakuan.
20
Indikator Kinerja
Menurut Iveta (2012), Indikator Kinerja Utama (IKU) atau Key Performance
Indicators (KPI) adalah ‘mirror of the organization performance’. Sementara pengertian
lain dari indikator kinerja berdasarkan lampiran peraturan Menteri PAN dan RB nomor
20 tahun 2008 tentang indikator kinerja utama adalah sesuatu yang dijadikan alat ukur
kinerja atau hasil yang dicapai dan ukuran kuantitatif dan kualitatif yang rnenggambarkan
tingkat pencapaian suatu kegiatan dan sasaran yang telah ditetapkan. Indikator kinerja
memberikan penjelasan, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif, mengenai apa
yang diukur untuk menentukan apakah tujuan sudah tercapai”.
Pengertian indikator kinerja utama menurut peraturan perundang-undangan
tersebut di atas adalah ukuran keberhasilan dari suatu tujuan dan sasaran strategis instansi
pemerintah.
Pengertian lain diungkapkan oleh Eckerson (2009) yang menyatakan bahwa, KPI
embodies a strategic objective and measures performance against a goal. The goals
attached to a KPI are multidimensional: they have ranges that are encoded in software,
a time frame by which the goals must be achieved, and a benchmark against which the
goals are compared.
Tujuan dari adanya IKU bagi setiap instansi pemerintah berdasarkan peraturan
Menteri PAN dan RB Nomor 20 Tahun 2008 adalah:
1. Untuk memperoleh informasi kinerja yang penting dan diperlukan dalam
menyelenggarakan manajemen kinerja secara baik;
2. Untuk memperoleh ukuran keberhasilan dari pencapaian suatu tujuan dan sasaran
strategis organisasi yang digunakan untuk perbaikan kinerja dan peningkatan
akuntabilitas kinerja.
Dengan melihat pengertian dan tujuan adanya IKU, maka pada instansi pemerintah
IKU ditetapkan pada tiap tingkatan unit organisasi yang meliputi indikator kinerja
keluaran (output) dan indikator kinerja hasil (outcome). Penetapan IKU berdasarkan
peraturan di atas wajib dilakukan dengan prinsip kehati-hatian, kecermatan, keterbukaan,
transparansi guna menghasilkan informasi kinerja yang handal.
Menurut Hursman (2010), terdapat 5 (lima) kriteria yang dapat digunakan dalam
menetapkan IKU yang disebut juga dengan akronim S-M-A-R-T, yakni:
1. Spesific/spesifik
Sasaran yang harus jelas dalam mencapai indikator kinerja hasil (outcome).
2. Measurable/terukur
Sasaran individu/organisas harus terukur baik dalam ukuran berupa waktu, kualitas,
uang, dan ukuran lainnya sesuai dengan kebutuhan.
3. Attainable/dapat dicapai
Sasaran yang ditentukan, diharapkan mencapai indikator kinerja hasil (outcome)
sehingga pencapaian dapat dinilai berdasarkan hasil kinerja.
4. Relevant/relevan
Penentuan sasaran kinerja relevan dan dapat di terima individu/organisasi.
5. Time Bound/dapat diukur
Tujuan yang akan dicapai ditetapkan dalam kurun waktu tertentu, sehingga ketepatan
waktu menjadi salah satu penilaian.
21
Sementara itu, Eckerson (2009) menyatakan bahwa organisasi yang menetapkan
IKU dengan menggunakan 10 karakteristik dibawah ini dapat memberikan dampak
(impact) yang tinggi terhadap pencapaian tujuan dan sasaran organisasi, yakni:
1. Sparse: the fewer KPIs the better
2. Drillable: users can drill into detail
3. Simple: users understand the KPIs
4. Actionable: users know how to affect outcomes
5. Owned: KPIs have an owner
6. Referenced: used can view origins and context
7. Correlated: KPIs drive desired outcomes
8. Balanced: KPIs consist of both financial and non-financial metrics
9. Aligned: KPIs don’t undermine each other
10. Validated: workers can’t circumvent the KPIs
Pengukuran Kinerja
Pengukuran kinerja atau evaluasi kinerja pada dasarnya merupakan kegiatan untuk
menentukan tingkat capaian kinerja yang dilakukan dengan cara membandingkan antara
target kinerja dengan realisasi kinerja. Pada organisasi swasta, pengukuran kinerja
menurut Tarr (1996) dilakukan dengan tujuan untuk mengawasi dan mengarahkan
individu dan unit kerja (departments); umpan balik untuk menyesuaikan kinerja atau
target; dan melakukan perbandingan antara kinerja dengan strategi dan tujuan dari
“countinous improvement”. Sementara itu pada organisasi sektor publik, pengukuran
kinerja berdasarkan peraturan Menteri PAN dan RB Nomor 29 Tahun 2010 dilakukan
pada setiap akhir tahun anggaran yang ditetapkan dalam dokumen penetapan kinerja.
Pengukuran pencapaian target kinerja tersebut dilakukan dengan membandingkan antara
target kinerja dan realisasi kinerja dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan
dalam peraturan tersebut. Dengan kata lain, pengukuran kinerja merupakan sebuah alat
(instrumen) untuk menilai atau mengevaluasi kinerja para pimpinan (manager) di akhir
periode pembukuan.
Pengertian lain dari pengukuran kinerja menurut Susilo (2002) adalah suatu proses
mengkuantifikasikan secara akurat dan valid tingkat efisiensi dan efektivitas suatu
kegiatan yang telah terealisasi dan membandingkannya dengan tingkat prestasi yang
direncanakan. Dengan demikian, tujuan dari pengukuran kinerja adalah untuk
memperoleh informasi mengenai tingkat efektifitas, efisiensi dan kesesuaian terhadap
azas-azas yang ingin direalisasikan (Susilo 2002).
Menurut Nawawi (2006) dalam bukunya yang berjudul evaluasi dan manajemen
kinerja di lingkungan perusahaan dan industri berpendapat bahwa, kinerja menjadi rendah
jika diselesaikan melampaui batas waktu yang disediakan atau sama sekali tidak
terselesaikan. Dengan demikian kinerja dapat dikatakan sangat tinggi jika target kerja
dapat diselesaikan lebih cepat dari waktu yang disediakan.
Manfaat yang dapat dipetik dari evaluasi kinerja melalui proses pengukuran kinerja
adalah sebagai berikut (Susilo 2002):
a. Pengukuran untuk mengecek posisi kinerja.
Mengetahui posisi kinerja sangat berguna untuk menentukan posisi kinerja yang
ingin dituju.
22
b.
Pengukuran untuk mengkomunikasikan posisi kinerja.
Informasi hasil pengukuran perlu dikomunikasikan kepada pihak-pihak yang terkait
agar mendapat perhatian dan menimbulkan dampak motivasional.
c. Pengukuran untuk menetapkan prioritas tindakan.
Upaya tindak lanjut lebih ditekankan pada aspek kinerja yang mengandung nilai
tambah paling besar agar dampak perbaikannya memberikan kontribusi signifikan.
d. Pengukuran untuk memacu prestasi.
Informasi kinerja berguna untuk membangkitkan semangat berprestasi.
Sejalan dengan perkembangan kondisi lingkungan stratejik dan permasalahan
atau kendala yang dialami organisasi semakin kompleks, maka pendekatan dalam
pengukuran kinerja manajemen SDM semakin beragam. Salah satu pendekatan yang
cukup populer, khususnya pada organisasi bisnis adalah pengukuran dengan pendekatan
balanced scorecard. Balanced scorecard didefinisikan sebagai suatu kerangka proses
manajemen yang mengintegrasikan dan menjabarkan strategi perusahaan ke dalam
rumusan objektif dalam empat perspektif kinerja, yakni keuangan, pelanggan, proses
internal, dan pembelajaran dan pertumbuhan (Susilo 2002).
Aset Daerah
Semangat otonomi daerah yang ditandai dengan penyerahan sebagian urusan
pemerintahan kepada pemerintah daerah, sedikit-banyak telah mendorong pemerintah
daerah untuk dapat mengelola daerahnya secara efektif, efisien dan akuntabel. Bagi
pemerintah daerah, kekayaan yang dimiliki merupakan satu modal besar untuk
membangun daerahnya. Oleh karena itu, kekayaan atau aset daerah yang dimiliki harus
dikelola dengan baik, efektif dan efisien.
Berdasaran Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang
Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah, aset didefinisikan sebagai semua
barang yang dibeli atau diperoleh atas beban anggaran pendapatan dan belanja daerah
atau perolehan lainnya yang sah.
Pengertian aset menurut pernyataan Standar Akuntasi Pemerintah Nomor 7 Pada
Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah
Adalah:
“...sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah sebagai
akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa
depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat
diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk
penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena
alasan sejarah dan budaya...”.
Sementara itu, pengertian lain dari manajemen aset menurut Mahmudi (2010),
meliputi kekayaan daerah yang dimiliki maupun yang dikuasai pemerintah daerah, yang
dibeli atau diperoleh atas beban APBD atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
Pengertian aset tetap berdasarkan pernyataan standar akuntansi keuangan nomor 7
adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 bulan untuk digunakan
atau dimaksudkan untuk digunakan, dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh
masyarakat umum.
23
Berdasarkan definisi-definisi tersebut di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa aset
adalah merupakan kekayaan yang memiliki manfaat untuk digunakan dalam kegiatan
penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat.
Dalam menghindari penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang oleh pejabat
terkait di bidang pengelolaan aset daerah, maka aset daerah harus dikelola berdasarkan
prinsip-prinsip (asas-asas):
1. Asas fungsional, yakni pengambilan keputusan dan pemecahan masalah dalam
pengelolaan aset negara/daerah dilaksanakan oleh pejabat terkait dalam pengelolaan
aset (kuasa pengguna barang, pengguna barang, dan pengelola barang sesuai dengan
kewenangan dan tanggung jawab yang melekat dalam jabatan tersebut.
2. Asas kepastian hukum, bahwa pengelolaan aset daerah harus dilaksanakan
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang pengelolaan aset
daerah.
3. Asas transparansi dan keterbukaan, yakni informasi mengenai aset daerah dapat
diakses oleh seluruh masyarakat.
4. Asas efisiensi, yaitu aset daerah digunakan atau dimanfaatkan sesuai dengan
kebutuhan dalam rangka penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi pemerintahan.
5. Asas akuntabilitas, yakni penggunaan dan/atau pengelolaan aset daerah harus dapat
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat daerah.
6. Asas kepastian nilai, bahwa pengelolaan aset daerah harus dapat dihitung dengan
tepat, baik dari segi jumlah maupun nilai asetnya.
Prinsip-prinsip dasar tersebut diterapkan pada seluruh rangkaian proses
pengelolaan aset daerah yang membentuk satu siklus logistik berdasarkan Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan
Barang Milik Daerah meliputi kegiatan:
a. Perencanaan kebutuhan dan penganggaran
Perencanaan kebutuhan aset daerah dan kebutuhan pemeliharaan disusun dalam
rencana kerja dan anggaran satuan kerja perangkat daerah (RKA SKPD) setelah
memperhatikan ketersediaan aset daerah yang ada. Daftar kebutuhan barang/aset milik
daerah (DKBMD) dan daftar kebutuhan pemeliharaan barang milik daerah (DKPBMD)
ditetapkan dengan keputusan kepala daerah.
b.
Pengadaan
Pengadaan barang milik daerah dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip efisien,
efektif, transparan dan terbuka, bersaing, adil/tidak diskriminatif dan akuntabel yang
dilaksanakan oleh panitia pengadaan barang/jasa pemerintah daerah.
c.
Penerimaan, penyimpanan dan penyaluran
Hasil pengadaan barang diterima oleh penyimpan barang yang berkewajiban untuk
melaksanakan tugas administrasi penerimaan aset daerah. Selanjutnya aset daerah
disimpan dalam gudang atau tempat penyimpanan. Hasil pengadaan aset daerah tidak
bergerak diterima oleh kepala SKPD, kemudian melaporkan kepada kepala daerah untuk
ditetapkan penggunaannya. Hal ini dilakukan setelah diperiksa oleh panitia pemeriksa
barang daerah, dengan membuat berita acara pemeriksaan.
Pelaksanaan penyaluran aset daerah oleh penyimpan barang dilaksanakan atas dasar
surat perintah pengeluaran barang (SPPB) dari pengguna/kuasa pengguna disertai dengan
berita acara serah terima. Pengguna wajib melaporkan stok atau sisa barang kepada
24
pengelola melalui pembantu pengelola. Kuasa pengguna wajib melaporkan stock atau
sisa barang kepada pengguna.
d.
Penggunaan
Aset daerah ditetapkan status penggunaannya untuk penyelenggaraan tugas pokok
dan fungsi SKPD dan dapat dioperasikan oleh pihak lain dalam rangka mendukung
pelayanan umum sesuai tugas pokok dan fungsi SKPD yang bersangkutan. Status
penggunaan aset daerah tersebut ditetapkan dengan keputusan kepala daerah.
e.
Penatausahaan
Pengguna/kuasa pengguna melakukan pendaftaran dan pencatatan aset daerah ke
dalam daftar barang pengguna (DBP)/daftar barang kuasa pengguna (DBKP) menurut
penggolongan dan kodefikasi barang dan dimuat dalam kartu inventaris barang A, B, C,
D, E dan F. Pembantu pengelola melakukan rekapitulasi atas pencatatan dan pendaftaran
barang milik daerah dalam daftar barang milik daerah (DBMD).
f.
Pemanfaatan
1) Pemanfaatan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan, selain tanah
dan/atau bangunan yang dipergunakan untuk menunjang penyelenggaraan tugas
pokok dan fungsi SKPD, dilaksanakan oleh pengguna setelah mendapat
persetujuan pengelola.
2) Pemanfaatan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak
dipergunakan untuk menunjang penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi SKPD,
dilaksanakan oleh pengelola setelah mendapat persetujuan kepala daerah.
3) Pemanfaatan barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan yang tidak
dipergunakan untuk menunjang penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi SKPD,
dilaksanakan oleh pengguna setelah mendapat persetujuan pengelola.
4) Pemanfaatan barang milik daerah dilaksanakan berdasarkan pertimbangan
teknis dengan memperhatikan kepentingan negara/daerah dan kepentingan
umum.
5) Bentuk-bentuk pemanfaatan barang milik daerah berupa sewa, pinjam pakai;
kerjasama pemanfaatan; dan bangun guna serah dan bangun serah guna.
Penelitian yang dilakukan Afandi dan Khairani (2013) atas manajemen aset tetap
di Kota Tanjung Balai, mereka menemukan bahwa: “pemanfaatan aset yang
dikerjasamakan dengan pihak ketiga masih belum memberikan manfaat bagi pemda”
dengan kata lain, pemanfaatan aset oleh pemerintah daerah masih belum
memperhitungkan nilai tambah (value added) bagi kemakmuran masyakaratnya. Aset
hanya dipandang sebagai sebuah aset semata, tanpa melihat potensi ekonomi yang
terkandung di dalam aset tersebut.
g.
Pengamanan dan pemeliharaan
Pengelola, pengguna dan/atau kuasa pengguna wajib melakukan pengamanan
aset daerah yang berada dalam penguasaannya yang meliputi:
1) Pengamanan administrasi meliputi kegiatan pembukuan, inventarisasi,
pelaporan dan penyimpanan dokumen kepemilikan;
2) Pengamanan fisik untuk mencegah terjadinya penurunan fungsi barang,
penurunan jumlah barang dan hilangnya barang;
25
3) Pengamanan fisik untuk tanah dan bangunan dilakukan dengan cara pemagaran
dan pemasangan tanda batas, selain tanah dan bangunan dilakukan dengan cara
penyimpanan dan pemeliharaan; dan
4) Pengamanan hukum antara lain meliputi kegiatan melengkapi bukti status
kepemilikan.
h.
Penilaian
Pembantu pengelola, pengguna dan/atau kuasa pengguna bertanggung jawab atas
pemeliharaan barang milik daerah yang ada di bawah penguasaannya dan berpedoman
pada daftar kebutuhan pemeliharaan barang milik daerah (DKPBMD). Adapun biaya
pemeliharaan barang milik daerah dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja
daerah. Pengguna dan/atau kuasa pengguna wajib membuat daftar hasil pemeliharaan
barang dan melaporkan kepada pengelola secara berkala. Selanjutnya pembantu
pengelola meneliti laporan tersebut dan menyusun daftar hasil pemeliharaan barang yang
dilakukan dalam 1 tahun anggaran. Laporan hasil pemeliharaan tersebut dijadikan sebagai
bahan evaluasi.
i.
Penghapusan
Penghapusan barang milik daerah meliputi:
1) Penghapusan dari daftar barang pengguna dan/atau kuasa pengguna.
Penghapusan aset daerah dilakukan dalam hal aset daerah dimaksud sudah tidak
berada dalam penguasaan pengguna dan/atau kuasa pengguna.
2) Penghapusan dari daftar barang milik daerah.
Penghapusan aset daerah dari DBMD dilakukan dalam hal aset daerah dimaksud
sudah beralih kepemilikannya, terjadi pemusnahan atau karena sebab-sebab lain.
j.
Pemindahtanganan
Barang milik daerah yang sudah rusak dan tidak dapat dipergunakan, dihapus
dari daftar inventaris barang milik daerah sedangkan yang masih mempunyai nilai
ekonomis, dapat dilakukan melalui:
1) Pelelangan umum/pelelangan terbatas, dimana hasil dari kegiatan tersebut
disetor ke kas daerah
2) Disumbangkan atau dihibahkan kepada pihak lain.
Adapun bentuk-bentuk pemindahtanganan sebagai
penghapusan aset daerah, meliputi:
a. Penjualan;
b. Tukar menukar;
c. Hibah; dan
d. Penyertaan modal pemerintah daerah
k.
tindak
lanjut
atas
Pembinaan, pengawasan dan pengendalian
Pengelola berwenang untuk melakukan pemantauan dan investigasi atas
pelaksanaan penggunaan, pemanfaatan, dan pemindahtanganan aset daerah, dalam
rangka penertiban penggunaan, pemanfaatan, dan pemindahtanganan aset daerah sesuai
ketentuan yang berlaku.
Aparat pengawas fungsional dapat meminta untuk melakukan audit atas
pelaksanaan penggunaan, pemanfaatan, dan pemindahtanganan aset daerah sebagai
26
bentuk tindak-lanjut pengelola aset. Hasil audit tersebut disampaikan kepada Pengelola
untuk ditindaklanjuti sesuai ketentuan perundang-undangan.
l.
Pembiayaan
Dalam pelaksanaan tertib administrasi pengelolaan barang milik daerah, disediakan
anggaran yang dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja daerah. Adapun
pejabat/pegawai yang melaksanakan pengelolaan aset daerah yang menghasilkan
pendapatan dan penerimaan daerah, diberikan insentif, sedangkan penyimpan barang dan
pengurus barang dalam melaksanakan tugas diberikan tunjangan khusus yang besarannya
disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah dan ditetapkan dengan keputusan
kepala daerah.
m. Tuntutan Ganti Rugi
Setiap kerugian daerah akibat kelalaian, penyalahgunaan/pelanggaran hukum atas
pengelolaan aset daerah diselesaikan melalui tuntutan ganti rugi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Sebaliknya pihak yang mengakibatkan kerugian daerah tersebut
dapat dikenakan sanksi administratif dan/atau sanksi pidana sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Good Governance
Isu governance muncul di Indonesia sejalan dengan dinamika tuntutan perubahan
negara dan pemerintahan di bidang politik, hukum, ekonomi, sosial dan budaya pada
tahun 1998 atau yang lebih dikenal dengan reformasi nasional. Tuntutan perubahan
tersebut tidak hanya berhasil dalam melaksanakan suksesi kepemimpinan nasional, akan
tetapi juga berhasil dalam mengembangkan wacana pentingnya penerapan tata kelola
pemerintahan yang baik (good governance).
Terminologi good governance sendiri pertama kali diperkenalkan oleh world bank
melalui publikasinya yang diterbitkan tahun 1992 berjudul governance and development.
Adapun definisi dari good governance menurut bank dunia tersebut adalah (Sumarto dan
Hetifah 2003),
“...the manner in which power is exercised in the management of a country’s social
and economic resources for development...”.
Definisi governance yang lebih ekspansif dan holistic disampaikan oleh united
nations development programme (UNDP 1971) sebagaimana dikutip oleh Rewansyah
(2010) adalah:
“...The exercise of political, economic and administrative authority to manage a
nation’s affair at all levels. It is the complex mechanisms, process, relationships and
institutions through which citizens and groups articulate their interests, exercise their
rights and obligations and mediate their differences...” (penggunaan kewenangan politik,
ekonomi dan administratif untuk mengelola masalah-masalah sosial pada semua
tingkatan pemerintahan).
Governance diartikan dalam kamus Oxford (2015) sebagai the activity of governing
a country or controlling a company or an organization; the way in which a country is
governed or a company or institution is controlled (kegiatan pemerintahan suatu negara
27
atau mengendalikan suatu perusahaan atau organisasi; cara dimana suatu negara diatur
atau perusahaan atau lembaga dikendalikan).
Dengan demikian, governance merupakan suatu cara untuk mengelola
pemerintahan atau organisasi/perusahaan. Governance dalam praktik terbaiknya disebut
good governance. Menurut Rewansyah (2010) kata baik (good) dalam istilah
kepemerintahan yang baik (good governance) mengandung dua makna, pertama
bermakna nilai-nilai yang menjunjung tinggi keinginan atau kehendak rakyat dan nilainilai yang dapat meningkatkan kemampuan rakyat dalam pencapaian tujuan (nasional),
kemandirian, pembangunan berkelanjutan dan keadilan sosial; kedua bermakna aspekaspek fungsional dari pemerintahan yang efektif dan efisien dalam pelaksanaan tugasnya
untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Oleh karena itu, good governance merupakan
sebuah konsep filosofis, teoritis dan analitis yang sangat berguna sebagai landasan untuk
membenahi idiologi, paradigma, budaya kerja dan manajemen pemerintahan (Duadji
2012).
Sebagai sebuah konsep “pembaharuan” pada manajemen pemerintahan, praktik
good governance harus berlandaskan pada prinsip-prinsip dasar yang menaunginya.
UNDP sebagaimana dikutip oleh Rewansyah (2010) memberikan 10 (sepuluh)
karakteristik yang harus dianut dan dikembangkan dalam praktik good governance, yaitu:
1. Participation
Mendorong setiap warga untuk mempergunakan hak dalam menyampaikan pendapat
dalam proses pengambilan keputusan, yang menyangkut kepentingan masyarakat,
baik secara langsung maupun tidak langsung.
2. Rule of law
Mewujudkan adanya penegakan hukum yang adil bagi semua pihak tanpa
pengecualian, menjunjung tinggi HAM dan memperhatikan nilai-nilai yang hidup
dalam
masyarakat.
3. Transparency
Menciptakan kepercayaan timbal-balik antara pemerintah dan masyarakat melalui
penyediaan informasi dan menjamin kemudahan di dalam memperoleh informasi
yang akurat dan memadai.
4. Responsiveness
Meningkatkan kepekaan para penyelenggara pemerintahan terhadap aspirasi
masyarakat, tanpa terkecuali.
5. Concensus orientation
Bertindak sebagai mediator bagi berbagai kepentingan yang berbeda untuk mencapai
kesepakatan.
6. Equity
Memberikan kesempatan yang sama terhadap laki-laki maupun perempuan dalam
upaya meningkatkan dan memelihara kualitas hidupnya.
7. Effectiveness and efficiency
Menjamin terselenggaranya pelayanan kepada masyarakat dengan mengunakan
sumber daya yang tersedia secara optimal dan bertanggung jawab.
8. Accountability
Meningkatkan akuntabilitas para pengambil keputusan dalam segala bidang yang
menyangkut kepentingan masyarakat luas.
9. Strategic vision
Penyelenggara pemerintahan dan masyarakat harus memiliki visi jauh kedepan.
Pemerintah dan masyarakat harus memiliki kesatuan pandangan sesuai visi yang
28
diusung agar terciptanya keselarasan dan integritas dalam pembangunan, dengan
memperhatikan latar belakang sejarah, kondisi social, dan budaya masyarakat.
10. Interrelated
Kebijaksanaan yang saling memperkuat dan terkait serta tidak bisa berdiri sendiri.
Sementara itu, Asian Development Bank (ADB) sebagaimana dikutip oleh Duadji
dalam Dwiyanto (2003) menegaskan adanya konsensus umum bahwa good governance
dilandasi oleh 4 (empat) pilar, yaitu (1) accountability, (2) transparancy, (3)
predictability dan (4) participation,dan Gambir Bhata (Rewansyah, 2010)
mengungkapkan unsur-unsur utama governance, yaitu akuntabilitas, transparansi,
keterbukaan dan aturan hukum ditambah dengan kompetensi manajemen dan hak-hak
asasi manusia.
Dengan demikian, setidaknya terdapat 4 prinsip utama dalam good governance,
yakni akuntabilitas, transparansi, aturan hukum dan profesionalitas. Menurut Duadji
(2012) akuntabilitas merupakan prinsip yang menekankan pada kemampuan menjawab
(answerability) dan konsekuensi (consequences) atas penyelenggaraan pemerintahan
sebagai sebuah respon pemerintah secara periodik atas setiap pertanyaan-pertanyaan
(keluhan) publik dan konsekuensi yang harus diterima oleh aparatur.
Konsep good governance dalam praktik selalu mendapatkan hambatan dan/atau
tantangan yang tidak mudah sebagaimana diungkapkan oleh Djefris dan Rafi (2003)
bahwa good governance adalah kondisi ideal yang sangat sulit untuk dicapai secara
menyeluruh (total). Sangat sedikit sekali negara-negara atau komunitas sosial di dunia
sekarang ini yang baru mendekati pencapaian apa yang dimaksud oleh konsep good
governance tersebut secara menyeluruh. Dengan kata lain berarti bahwa praktik good
governance merupakan sesuatu yang nyata dapat diwujudkan, meskipun tidak mudah.
Menurut the UN development program (Wibawa 2008) terdapat 8 prinsip good
governance, yakni:
1. Kesetaraan untuk berpartisipasi dalam pembuatan kebijakan.
2. Ketanggapan atas kebutuhan stakeholder (responsiveness).
3. Kemampuan untuk memediasi perbedaan diantara stakeholder untuk mencapai
konsensus bersama.
4. Akuntabilitas kepada stakeholder yang dilayani.
5. Transparansi dalam proses pengambilan kebijakan.
6. Aktivitas didasarkan pada aturan/kerangka hukum.
7. Memiliki visi yang luas dan jangka panjang untuk memperbaiki proses tata kelola
yang menjamin keberlanjutan pembangunan sosial dan ekonomi.
8. Jaminan atas hak semua orang untuk meningkatkan taraf hidup melalui cara-cara
yang adil dan inklusif.
Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Negara
yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, terdapat 7 (tujuh) asas-asas
umum pemerintahan negara yang baik, yakni:
1. Asas kepastian hukum
2. Asas tertib penyelenggaraan negara
3. Asas kepentingan umum
4. Asas keterbukaan
5. Asas proporsionalitas
6. Asas profesionalitas
7. Asas akuntabilitas
29
Prinsip/asas dari tata kelola pemerintahan yang baik tersebut merupakan petunjuk
(guidance) bagi birokrasi pemerintah dalam menyelenggarakan tugas pokok dan fungsi
pemerintahan negara dan pemerintahan daerah. Namun di sisi lain, dalam
menyelenggarakan tugas pokok dan fungsi pemerintahan tersebut, birokrasi pemerintah
menghadapi problematika yang kompleks dan bersifat multidimensi. Menurut Safroni
(2012) yang menyatakan bahwa:
“...banyak faktor yang signifikan menjelaskan kondisi keterpurukan birokrasi di
tanah air dan beberapa diantaranya adalah masih lemahnya kesadaran dan kemampuan
untuk melakukan prinsip-prinsip good governance dengan baik, masih kurang efisiennya
institusi birokrasi sendiri dan kecenderungan lemahnya kompetensi terkait dengan
penggunaan teknologi informasi menuju e-governance...”.
Sementara itu, Dwiyanto (2015) menggunakan istilah “patologi” birokrasi sebagai
analogi untuk mengetahui berbagai penyakit yang melekat dalam birokrasi yang membuat
birokrasi mengalami disfungsional. Adapun patologi birokrasi tersebut adalah (1)
paternalistik, (2) pembengkakan anggaran, (3) prosedur yang berlebihan, (4) fragmentasi
birokrasi, dan (5) pembengkakan birokrasi.
Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa permasalahan
birokrasi yang dihadapi oleh pemerintah Indonesia adalah permasalahan pada dimensi
kelembagaan, dimensi tata laksana dan dimensi sumber daya manusia yang menimbulkan
ketidakefektifan dan ketidakefisienan dalam penyelenggaraan pemerintahan, disamping
menimbulkan peluang terjadinya praktik korupsi, kolusi dan nepotisme. Jika melihat
kembali tujuan dari digulirkannya agenda reformasi birokrasi tersebut di atas, maka
sesungguhnya terdapat gap (garis pemisah) yang cukup besar antara tujuan reformasi
birokrasi Indonesia dengan kondisi birokrasi saat ini. Gap inilah yang kemudian satu
persatu ditemukenali, mulai dari aspek regulasi, struktur, tata laksana, sumber daya
manusia sampai dengan aspek pendukung lainnya (sarana dan prasarana, peralatan dan
perlengkapan).
Tinjauan Penelitian Terdahulu
Beberapa studi empiris yang menjadi acuan dalam penelitian ini adalah penelitian
yang dilakukan oleh penulis terdahulu. Beberapa kajian telah dilakukan dan mendasari
penelitian ini. Penelitian yang dilakukan oleh Azlim et al. (2012), yang meneliti tentang
“pengaruh penerapan good governance dan standar akuntansi pemerintahan terhadap
kualitas informasi keuangan SKPD di Kota Banda Aceh” mendapatkan hasil bahwa
penerapan good governance dan standar akuntansi pemerintahan secara simultan
berpengaruh terhadap akuntabilitas keuangan, dengan artian bahwa terjadi hubungan
linier yang kuat antara penerapan good governance dengan kualitas laporan keuangan
yang disajikan. Dalam penelitian tersebut diungkapkan pula bahwa prinsip utama yang
berpengaruh kuat terhadap kualitas laporan keuangan adalah akuntabilitas dan
transparansi dalam pengelolaan keuangan dan aset daerah.
Penelitian serupa selanjutnya dilakukan oleh Azhar et al. (2013) dalam ”pengaruh
kualitas aparatur daerah, regulasi, dan sistem informasi terhadap manajemen aset (Studi
pada SKPD pemerintah Kota Banda Aceh). Penelitian inibersifat kausal, yakni adanya
hubungan sebab-akibat antara variabel bebas (X) yang terdiri dari kualitas aparatur daerah,
regulasi dan sistem manajemen dengan variabel terikat (Y), yakni manajemen aset.
Adapun teknik pengumpulan data dilakukan melalui pendistribusian kuesioner kepada
30
pegawai bagian barang di setiap SKPD Pemerintah Kota Banda Aceh. Untuk teknik
analisis data, digunakan analisis statistik dengan pengujian hipotesa melalui analisis
regresi berganda. Setelah dilakukan pengujian, maka hasil yang diporoleh menyatakan
bahwa kualitas aparatur daerah, regulasi, dan sistem informasi berpengaruh secara
bersama-sama terhadap manajemen aset, dan secara parsial hanya kualitas aparatur
daerah yang berpengaruh terhadap manajemen aset.
Selanjutnya, Rayadi (2012) melakukan penelitian yang menghubungkan variabel
sumber daya manusia dengan kinerja pegawai di sektor swasta dengan judul “Faktor
Sumber Daya Manusia Yang Meningkatkan Kinerja Karyawan dan Perusahaan di
Kalbar”. Identifikasi atas pertanyaan penelitian di atas adalah faktor-faktor apa saja dari
manajemen SDM yang berpengaruh terhadap peningkatan kinerja perusahaan di
Pontianak, Kalimantan Barat dan signifikasi dari pengaruh faktor-faktor manajemen
SDM tersebut. Penelitian ini menggunakan metode survey dan wawancara terstruktur
terhadap para pakar di perusahaan tersebut. Adapun variabel-variabel yang digunakan
pada penelitian di atas terdiri dari variabel terikat (Y) yang terdiri dari: perspektif
keuangan, perspektif pelanggan, perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Sementara
variabel bebas (X) terdiri dari: perencanaan, seleksi, penempatan, hubungan antar
karyawan, pengembangan dan pelatihan, serta penilaian kinerja. Dengan menggunakan
metode analisis statistik, maka penelitian di atas memperoleh kesimpulan bahwa faktor
penilaian kinerja merupakan faktor yang paling berpengaruh dalam meningkatkan kinerja
perusahaan. Selanjutnya faktor kedua berpengaruh adalah kejelasan promosi jabatan
(reward) dan ketiga adalah faktor kemampuan bekerja (kompetensi) dan kebijakan
disipliner.
Sementara itu, Mulalinda dan Tangkuman (2014) dalam kajiannya mengenai
efektifitas penerapan sistem dan prosedur akuntansi aset tetap di Kabupaten Sitaro
menemukan bahwa, pelaksanaan sistem dan prosedur aset pada Dinas PPKAD Kabupaten
Sitaro pada setiap subsistem belum efektif secara keseluruhan. Hal ini terbukti dengan
masih adanya kelemahan pada bagian sistem antara lain: pengadaan, penggunaan,
penyimpanan, pemanfaatan, pemeliharaan dan pengamanan, serta penghapusan. Faktor
ini juga menjadi dasar bagi Dipang (2013) untuk melakukan kajian serupa yang
menemukan bahwa pengembangan sumber daya manusia berpengaruh positif dan
signifikan terhadap peningkatan kinerja karyawan. Peningkatan kinerja berupa penilaian
awal saat perekrutan, pemberian bonus-bonus bagi karyawan berprestasi serta penilaian
akhir untuk kenaikan jenjang karir bagi setiap karyawan yang memiliki peningkatan
dalam kinerjanya. Serta pengembangan SDM berpengaruh signifikan terhadap
peningkatan kinerja
Semua permasalahan tersebut secara langsung dan tidak langsung berpengaruh
secara signifikan terhadap kinerja laporan keuangan instansi yang bersangkutan dan
akhirnya akan menentukan opini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas penyajian
laporan keuangan dimaksud. Lebih lanjut Dewi (2012) menyatakan bahwa,
“...semakin baik kualitas pelaporan aset tetap pada laporan keuangan
Kementerian/Lembaga (LKKL) maka opini audit BPK yang akan diperoleh juga semakin
baik...”.
Fakta kajian ini tentu relevan bila diasumsikan pada kondisi kualitas laporan
keuangan pemerintah daerah dikarenakan permasalahan birokrasi yang ada merupakan
gambaran umum permasalahan diseluruh instansi pemerintah.
31
Tabel 5 Kajian penelitian terdahulu
No
1
Peneliti dan judul
Mulalinda & Tangkuman
(2014). Efektivitas penerapan
sistem dan prosedur akuntansi
aset tetap pada dinas
pendapatan,
pengelolaan
keuangan dan aset daerah
Kabupaten Sitaro.
Metode Analisis
Metode analisis yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode deskriptif
yang
merupakan
suatu
metode
penganalisisan data dimana data yang
dikumpulkan, disusun, diinterpretasikan,
dan dianalisa sehingga memberikan
keterangan
yang
lengkap
bagi
pemecahan masalah yang dihadapi.
Hasil
Hasil penelitian ini menunjukkan
pelaksanaan proses sistem dan
prosedur aset/barang milik daerah
pada Dinas PPKAD Kabupaten
SITARO pada setiap subsistem
belum efektif secara keseluruhan.
Hal ini terbukti dengan masih
adanya kelemahan pada bagian
sistem antara lain: pengadaan,
penggunaan,
penyimpanan,
pemanfaatan, pemeliharaan dan
pengamanan, penghapusan.
2
Azlim et al (2012).
Pengaruh penerapan good
governance dan standar
akuntansi
pemerintahan
terhadap kualitas informasi
keuangan SKPD di kota
Banda Aceh
Metode analisis melalui yang penelitian
lapangan (field research), yaitu data atau
kuesioner diberikan langsung ke
responden, menggunakan pertanyaan
yang telah dibatasi dalam pemberian
jawaban. Untuk setiap pernyataan dalam
kuesioner diberi bobot 1 sampai 5
terhadap
tingkat
setuju
atau
ketidaksetujuannya.
Penerapan good governance dan
standar akuntansi pemerintahan
secara simultan berpengaruh
terhadap akuntabilitas keuangan,
dengan artian bahwa terjadi
hubungan linier yang kuat antara
penerapan good governance
dengan kualitas laporan keuangan
yang disajikan.
3
Rayadi (2012).
Faktor sumber daya manusia
yang meningkatkan kinerja
karyawan dan perusahaan di
Kalbar
Metode penelitian dengan metode survai
dan wawancara terstruktur terhadap para
pakar di perusahaan. variabel yang
digunakan pada penelitian ini terdiri dari
variabel terikat (y) yang terdiri dari:
perspektif
keuangan,
perspektif
pelanggan, perpektif pembelajaran dan
pertumbuhan serta variabel bebas (x)
yang dikelompokkan kedalam 6 (enam)
kelompok, yaitu: perencanaan, seleksi,
penempatan, hubungan antar karyawan,
pengembangan dan pelatihan, penilaian
kinerja
Bahwa faktor yang paling besar
pengaruhnya
dalam
meningkatkan kinerja perusahaan
adalah penilaian kinerja dengan
melakukannya
merupakan
motivasi karyawan untuk bekerja
lebih baik, terlihat dari promosi
jabatan
yang
merupakan
peningkatan standar kualitas
pekerjaan.
4
Azhar et al (2013).
Pengaruh kualitas aparatur
daerah, regulasi, dan sistem
informasi
terhadap
manajemen aset (studi pada
SKPD Pemerintah Kota
Banda Aceh)
Metode analisis yang digunakan pada
penelitian ini mendistribusikan kuesioner
kepada pegawai bagian barang di setiap
SKPD Pemerintah Kota Banda Aceh.
Untuk teknik analisis data, digunakan
analisis statistik dengan pengujian
hipotesa melalui analisis regresi
berganda
Kualitas aparatur daerah, regulasi,
dan sistem informasi berpengaruh
secara bersama-sama terhadap
manajemen aset, namun secara
parsial hanya kualitas aparatur
daerah yang tidak berpengaruh
terhadap manajemen aset.
5
Dipang (2013).
Pengembangan sumber daya
manusia dalam peningkatan
kinerja karyawan pada pt.
hasjrat abadi Manado
Metode analisis yang di gunakan adalah
deskriptif, dimana data dikumpulkan,
disusun, diinterpretasikan, dan dianalisis
sehingga memberikan keterangan yang
lengkap bagi masalah yang dihadapi
sehubungan dengan pengembangan
sumber daya manusia dalam peningkatan
kinerja karyawan dan teknik analisis
yang digunakan adalah analisis regresi
linier sederhana dimana untuk menguji
pengaruh pengembangan sumber daya
manusia terhadap kinerja karyawan PT.
Hasjrat Abadi Manado.
Peningkatan
kinerja
berupa
penilaian awal saat perekrutan,
pemberian bonus-bonus bagi
karyawan
berprestasi
serta
penilaian akhir untuk kenaikkan
jenjang karir bagi setiap karyawan
yang memiliki peningkatan dalam
kinerjanya. Serta pengembangan
SDM berpengaruh signifikan
terhadap peningkatan kinerja
karyawan PT. Hasjrat Abadi
Manado.
32
Di sisi lain, pemerintah telah secara konsisten melakukan upaya peningkatan
kualitas pertanggungjawaban keuangan negara. Perbaikan dan peningkatan kualitas
pertanggungjawaban keuangan negara tersebut antara lain ditunjukkan dengan semakin
membaiknya opini BPK atas laporan keuangan kementerian negara/lembaga (LKKL) dan
LKPD.
Pada penelitian terdahulu, beberapa kajian terkait dengan titik permasalahan dalam
sebuah organisasi dan perbaikan manajemen internal organisasi, yang pada dasarnya
memiliki tujuan untuk perbaikan di internal organisasi. Prinsip utama yang berpengaruh
kuat terhadap kualitas laporan keuangan adalah akuntabilitas dan transparansi dalam
pengelolaan keuangan dan aset daerah.
Penelitian sebelumnya bersifat kausal, yakni adanya hubungan sebab-akibat antara
variabel bebas (X) yang terdiri dari kualitas aparatur daerah, regulasi dan sistem
manajemen dengan variabel terikat (Y), yakni manajemen aset. Adapun teknik
pengumpulan data dilakukan peneliti sebelumnya dapat menjadi acuan penulis untuk
menghasilkan strategi kinerja dalam meningkatkan opini selama 5 tahun belakangan ini
belum dihasilkan dengan baik yaitu pada bidang pengelolaan aset. Dengan mempelajari
kajian terdahulu ada beberapa yang menjadi masukan untuk lebih menghasilkan strategi
yang dapat meningkatkan kinerja di daerah yang mngalami hal yang sama.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian mencakup metode observasional, yang mengadakan pengamatan
dengan seksama dan kritis (Chang 2014). Pemilihan metode penelitian dalam penulisan
tesis ini didasarkan pada sebuah alur kerangka berfikir yang kritis dan mendalam terhadap
permasalahan pengelolaan aset daerah di Kabupaten Tapanuli Tengah dilihat dari dimensi
sumber daya manusia aparatur pengelola aset daerah tersebut.
Kerangka Pemikiran
Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu Kabupaten tua dan besar di
Provinsi Sumatera Utara dengan jumlah kekayaan daerah yang besar pula meliputi tanah,
bangunan, kendaraan, peralatan kantor, dan aset tetap serta tidak tetap lainnya. Sumber
kekayaan daerah ini harus dikelola sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan taat terhadap asas-asas tata kelola pemerintahan yang baik. Dengan kondisi
saat ini, manajemen yang seharusnya dapat menunjukkan kinerja yang baik, diharapkan
memberi perubahan atas kinerja yang selama ini dipandang sebagai suatu kelemahan. Hal
ini didasarkan atas tuntutan perbaikan tata kelola pemerintahan dan peningkatan kualitas
pelayanan publik demi mewujudkan tata pemerintahan yang baik dengan birokrasi
pemerintah yang profesional, berintegritas tinggi dan menjadi pelayan masyarakat serta
abdi negara. Untuk itu, dibutuhkan strategi yang tepat, cermat dan efisien dalam
mengelola aset Kabupaten Tapanuli tengah. Berdasarkan latar belakang dan
permasalahan di atas terkait bahwa kinerja aparatur yang optimal sangat diperlukan untuk
mewujudkan tujuan organisasi yakni terwujudnya kinerja aparatur pengelola aset yang
berkualitas dan juga ditentukan seberapa besar pemahaman setiap pengelola tentang
tujuan organisasi dalam upaya mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik.
33
Dalam menyusun kerangka pemikiran perlu dilakukan pendalaman mengenai
persoalan yang terjadi pada internal, untuk meyakinkan sasaran yang menjadi landasan
penulisan kajian ini. Strategi dalam kajian ini diperlukan, karena perubahan yang selalu
terjadi, baik dari internal maupun eksternal sehingga bisa menjadi sebuah strategi yang
dapat diterapkan dengan perubahan yang ada.
Adapun kerangka berfikir pada penelitian ini digambarkan sebagai berikut ;
KABUPATEN TAPANULI TENGAH
Memiliki aset daerah yang besar dan belum
dikelola dengan baik
Opini WDP
BPK atas
LKPD
Masalah Aset Tetap:
 Ketidakpatuhan terhadap peraturan terkait
 Prosedur operasional yang kurang jelas
dipahami
 Kesalahan administratif dalam
pengelolaan aset (human error)
Kinerja aparatur pengelola aset daerah
Instrumen pengukuran
kinerja pengelola aset
daerah dan indikatornya
Kompetensi
aparatur
pengelola aset
Sistem pengawasan
dan pengendalian
internal
Penghargaan/
insentif, sanksi dan
motivasi
RUMUSAN STRATEGI :
 Matriks SWOT
 Matriks IE
 Pairwise Comparisons
GOOD GOVERNANCE
Gambar 1 Kerangka pemikiran peningkatan kinerja aparatur pengelola aset daerah
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara
dan pengambilan data penelitian dilaksanakan selama tiga bulan pada bulan Februari
sampai dengan April 2016.
34
Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer adalah data
yang langsung diambil dari obyek penelitian. Selanjutnya data sekunder merupakan data
yang dianalisis dari sumber literatur.
Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Sumber data primer, didapat dari studi lapangan, yaitu proses pengumpulan
informasi, data, dan fakta secara langsung pada objek penelitian, dengan cara:
a. Observasi, yaitu melakukan pengamatan secara langsung dan mencatat atau
melakukan pemotretan terhadap peristiwa, kejadian, dan kegiatan pengelolaan
aset daerah, termasuk pengamatan terhadap lingkungan pekerjaan, budaya kerja
organisasi dan sistem evaluasi kinerja pegawai.
b. Wawancara secara mendalam (in-depth interview), yaitu pengumpulan data
dengan cara mengadakan tanya jawab secara langsung kepada pihak utama (key
informan) yaitu, pejabat dan pengelola aset daerah tediri dari Sekretaris Daerah
Kepala Dinas, Kepala Bidang Aset dan penanggung jawab fungsional seperti
penyimpan barang, pengurus barang, administrasi & penatausahaan. Dalam
penelitian ini penulis menggunakan pedoman, yaitu pewawancara menetapkan
sendiri masalah pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan sebagai pedoman
(interview guide).
c. Kuesioner, yaitu mendistribusikan kuesioner kepada 74 responden pengelola
aset dengan jangka waktu tertentu. Pengambilan kuesioner tersebut dibantu oleh
pegawai rekan tenaga kerja sukarela. Adapun pertanyaan dalam kuesioner
tersebut bersifat tertutup, namun di beberapa bagian dalam kuesioner tersebut,
dibuat dengan terbuka. Kuesioner akan disebar pada pengelola aset di Kabupaten
Tapanuli Tengah.
2. Sumber data sekunder, didapat melalui studi kepustakaan (literatur), yaitu teknik
pengumpulan data sekunder dengan mempelajari buku-buku, jurnal, dan peraturan
perundang-undangan terkait dengan topik yang akan diteliti serta bahan-bahan
tertulis lainnya yang relevan dengan penelitian ini, termasuk dokumen-dokumen
resmi dan tak resmi dari lokus penelitian ini, seperti dokumen perencanaan stratejik,
laporan akuntabilitas kinerja instansi, struktur organisasi dan tata laksana, budaya
kerja organisasi dan lain sebagainya untuk tahun 2000 sampai dengan tahun 2014.
Metode Penentuan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah staf pengelola aset yang tersebar di 51 SKPD.
Sampel dalam penelitian ini ditentukan secara non probability sampling. Kriteria
pemilihan sampel adalah pengelola aset yang hadir pada pengarahan persiapan
pemeriksaan oleh BPK. Jumlah sampel dalam penelitian ini terdiri terdiri dari 74 aparatur
yang terdiri dari Staf Pengelola aset yang berasal dari 51 SKPD. Penentuan prioritas
strategi dilakukan kepada 7 orang ahli yaitu Sekretaris daerah, Kepala dinas DPPKAD,
Sekretaris DPPKAD, Kepala bidang aset dan 3 orang Kepala seksi di bidang aset.
35
Metode Analisis Data
Berdasarkan kondisi faktual permasalahan yang diangkat, penelitian ini
menggunakan pendekatan penelitian analisa deskriptif kualitatif yang bermakna sebagai
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan
dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Moleong 2000). Analisis data, menurut
Patton sebagaimana dikutip Moleong (2000), adalah proses mengatur urutan data,
mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar. Adapun
proses analisis data sebagaimana diungkapkan oleh Moleong adalah sebagai berikut:
1. Telaah data
Kegiatan ini ditujukan untuk menelaah data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu
wawancara, hasil pengamatan, dokumen resmi, hasil kuesioner, gambar, foto,
struktur organisasi, dan lain sebagainya. Dengan adanya strategi peningkatan kinerja
aparatur pengelola aset daerah, maka diharapkan kinerja laporan keuangan
Kabupaten Tapanuli Tengah yang ditunjukkan dengan opini BPK dapat meningkat
dari WDP menjadi WTP.
2. Reduksi data
Setelah data yang banyak tersebut ditelaah, maka langkah selanjutnya ialah
mengadakan reduksi data yang dilakukan dengan jalan membuat abstraksi. Abstraksi
merupakan usaha membuat rangkuman yang inti, proses, pernyataan-pernyataan
yang perlu dijaga sehingga tetap berada pada koridornya.
3. Kategorisasi (termasuk pemeriksaan keabsahan data)
Permasalahan kinerja pengelola aset daerah di Dinas Pendapatan Pengelolaan
Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah terbagi kedalam 2
permasalahan utama, yakni permasalahan terstruktur dan permasalahan tidak
terstuktur yang masing-masing memiliki sifat dan karakteristik tersendiri.
4. Penafsiran data
Bahwa permasalahan kinerja pengelola aset daerah harus diselesaikan dengan caracara yang solutif, tersistem, terintegrasi dan berkelanjutan melalui penyusunan
strategi peningkatan kinerja pengelola aset daerah sehingga terbangun cikal-bakal
pegawai birokrasi yang profesional, transparan dan akuntabel dalam melaksanakan
tugas umum pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat.
Penelitian kualitatif tidak terlepas dari paradigma interpretatif yang
melatarbelakanginya dan bertumpu pada pendekatan fenomenologi, yakni pendekatan
yang mempelajari bagaimana kehidupan sosial ini berlangsung dan melihat tingkah laku
manusia–yang meliputi apa yang dikatakan dan diperbuat–sebagai hasil dari bagaimana
manusia mendefinisikan dunianya (Suyanto dan Sutinah 2007). Karena itu, pada bagian
inifenomenologi dijadikan sebagai dasar teoritis utama sedang yang lainnya yaitu
interaksi simbolik dan etnometodologi dijadikan sebagai dasar tambahan yang
melatarbelakangi secara teoretis penelitian kualitatif.
Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif, yaitu suatu penelitian yang berupaya
menggambarkan suatu kondisi, sifat dan karakteristik dari suatu obyek penelitian. Alasan
pemilihan sifat penelitian ini karena peneliti berusaha untuk menjelaskan,
menggambarkan dan menafsirkan data-data yang ada, seperti kondisi lingkungan, proses
kegiatan, situasi yang terjadi, perspektif yang muncul, kecenderungan yang nampak, dan
lain sebagainya. Dengan demikian, penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang
36
bersifat deskriptif, dimana melalui penelitian ini penulis akan menjelaskan dan
menggambarkan kinerja aparatur pengelola aset daerah di Kabupaten Tapanuli Tengah.
Sementara itu Rangkuti (2002), menyatakan bahwa, analisis perumusan strategi
peningkatan kinerja aparatur pengelola aset daerah dilakukan dengan menggunakan
pendekatan analisis SWOT (strengths – weaknesses – opportunities – threats),yakni
analisis yang berdasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths)
dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan
(weaknesses) dan ancaman (threats). Analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunities
and Threat) dilakukan untuk dapat melakukan identifikasi terhadap kekuatan, kelemahan
yang disebabkan oleh pengaruh internal, peluang dan ancaman yang berasal dan
lingkungan eksternal.
Tujuan penelitian yang diharapkan dapat menunjang tercapainya sasaran dalam
strategi peningkatan kinerja pengelola aset daerah, maka penentuan metode sangat
mempengaruhi dalam memberikan input terhadap arah tujuan organisasi untuk
meningkatakan kinerja aparatur pengelola aset daerah. Dalam hal ini metode analisis
SWOT(strengths – weaknesses – opportunities – threats), dapat dioptimalkan peran dan
fungsi strategisnya. Secara umum analisis SWOT fokus untuk mengetahui kekuatan dan
kelemahan dalam menentukan strategi. Metode penelitian merupakan suatu cara yang
dilakukan dalam proses menemukan, menafsirkan dan menyusun fakta-fakta.
Manfaat analisis ini sebagai bahan acuan untuk memperkuat dan memanfaatkan
peluang serta meminimalkan kelemahan dan menetralkan ancaman (kendala/hambatan).
Analisis ini mencari masing-masing kekuatan dan kelemahan untuk disilangkan dengan
peluang dan ancaman dalam rangka peningkatan kinerja aparatur pengelola aset daerah.
Adapun proses penyusunan strategi peningkatan kinerja aparatur daerah di Kabupaten
Tapanuli Tengah dapat dilakukan melalui 3 tahap, yakni tahap pengumpulan data, tahap
analisis dan tahap kesimpulan (pengambilan keputusan). Tahap pengumpulan data
merupakan kegiatan pengklasifikasikan data eksternal dan internal melalui penetapan
faktor strategi yang bersifat internal (IFE) dan faktor strategi yang bersifat eksternal
(EFE) melalui sebuah matriks. Tahap analisis adalah tahapan dimana semua informasi
yang berpengaruh terhadap kinerja aparatur pengelola aset daerah dikumpulkan dan
memanfaatkan informasi tersebut ke dalam model-model kuantitatif perumusan strategi
(Rangkuti 2002), yakni model SWOT. Proses pengambilan keputusan sangat
berhubungan dengan misi, tujuan, strategi dan kebijakan organisasi (Rangkuti 2014).
Matriks SWOT menghasilkan alternatif strategis dan dapat membandingkan antara faktor
eksternal dengan internal, ditunjukkan dalam Tabel 6 :
Tabel 6
Matriks SWOT
Faktor Internal
Faktor Eksternal
Peluang (O)
Tentukan faktor
peluang eksternal
Ancaman (T)
Tentukan faktor
ancaman eksternal
Sumber : Rangkuti (2014)
Kekuatan (S)
Tentukan faktor
kekuatan internal
Kelemahan (W)
Tentukan faktor
kelemahan Internal
Strategi S-O
Ciptakan strategi yang
menggunakan kekuatan untuk
memanfaatkan peluang
Strategi S-T
Menciptakan strategi yang
menggunakan kekuatan untuk
mengatasi Ancaman
Strategi W-O
Ciptakan strategi yang
meminimalkan kelemahan untuk
memanfaatkan peluang
Strategi W-T
Menciptakan strategi yang
meminimalkan kelemahan dan
menghindari ancaman
37
Penentuan bobot dan prioritas strategi melalui tahapan-tahapan matriks SWOT
melalui analisis pairwise comparisons (matriks perbandingan berpasangan) dapat
menghasilkan prioritas strategi dengan mengidentifikasi alternatif strategi terbaik bagi
organisasi (Saaty 2011). Matriks ini bersifat obyektif dalam menentukan strategi
alternatif yang diprioritaskan.
Metode pairwise comparisons dapat memberikan judgement dalam memecahkan
problem terhadap adanya komponen-komponen yang tak terukur yang mempunyai peran
yang cukup besar sehingga tidak dapat diabaikan. Karena tidak semua problem sistem
dapat dipecahkan melalui komponen yang dapat diukur, maka dibutuhkan skala yang
dapat membedakan setiap pendapat, serta mempunyai keteraturan, sehingga
memudahkan untuk mengaitkan antara judgement dengan skala-skala yangtersedia.
Dalam kajian ini digunakan nilai skala komparasi 1 s/d 9 (Tabel 9). Saaty telah
membuktikan bahwa nilai skala komparasi 1 s/d 9 adalah yang terbaik, yaitu berdasarkan
pertimbangan tingginya akurasi, yang ditunjukkan dengan nilai RMS (root mean square)
dan MAD (meanabsolute deviation) pada berbagai problema (Arkeman 1999).
Ketidakseragaman pengaruh dan kaitan berbagai elemen/faktor dalam suatu level dengan
elemen/faktor lainnya, membuat perlunya dilakukan identifikasi terhadap intensitasnya,
yang sering disebut dengan menyusun prioritas, yang bisa juga berarti melihat faktorfaktor dominan. Semua ini dilakukan melalui penggunaan teknik perbandingan
berpasangan yaitu dengan memberikan angka komparasi sesuai dengan judgement,
sehingga membentuk suatu matriks bujursangkar (n x n). Setelah diperoleh matrik
tersebut, perlu dilihat eigenvector dan eigenvalue-nya. Eigenvector menggambarkan
prioritas yang dicari, sedangkan eigenvalue adalah ukuran konsistensi judgement.
Langkah-langkah penentuan bobot sebagai berikut :
1. Membuat matriks perbandingan berpasangan.
2. Melakukan perbandingan berpasangan yang menggambarkan tingkat kepentingan
atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing elemen lainnya.
3. Melakukan perbandingan berpasangan sehingga diperoleh jumlah judgement dari
responden sebanyak n x (n-1)/2. dimana n adalah banyaknya elemen yang
dibandingkan.
4. Menghitung eigen value dan menguji konsistensinya, dengan menggunakan rasio
konsistensi sebagai ukuran (CR) dan besarnya CR yang ditolerir adalah tidak lebih
dari 10 persen. Jika tidak konsisten maka pengambilan data diulangi.
Tahapan yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Matriks pendapat gabungan (MPG)
MPG adalah susunan matriks baru yang elemen (gij) berasal dari rata-rata geometrik
pendapat-pendapat individu yang rasio inkonsistensinya lebih kecil atau sama dengan 10
persen dan setiap elemen pada baris dan kolom yang sama dari MPG yang satu dengan
MPG yang lain tidak terjadi konflik. MPG dapat dilihat dari Tabel 7.
Tabel 7
X
G1
G2
G3
…
Gn
Matriks pendapat gabungan
G1
g11
g21
g31
…
gn1
G2
g12
g22
g32
…
gn2
G3
g13
g23
g33
…
gn3
…
…
…
…
…
…
Gn
G1n
G2n
G3n
…
gnn
38
Rumus rataan geometrik adalah sebagai berikut :
gij =
n
n
a
ij ( k )
…….………………..………….............................................(1)
k 1
dengan : ∏ =
n =
aij(k) =
gij(k) =
rata rata
jumlah responden (pakar)
sel penilaian setiap pakar
pendapat gabungan
2. Menggunakan komposisi secara hirarki untuk membobotkan vektor–vektor prioritas.
Adapun vektor prioritas dapat dihitung dengan rumus:
VE
 VP (Vektor Prioritas) =
…..…………….........................…….(2)
n
 a
n
ij
i 1
dimana :
n
VE (Vektor Eigen ) =
n
a
ij
.…..……..........................................……......….(3)
i 1
dengan : ∑ = jumlah dalam VE
aij = elemen MPB pada baris ke-i dan kolom ke-j
n = jumlah elemen yang diperbandingkan
3. Mengevaluasi inkonsistensi pendapat.
Pengukuran konsistensi ini diperlukan untuk mengetahui konsistensi jawaban yang
berpengaruh terhadap kesahihan hasil. Langkah yang digunakan yaitu dengan mengalikan
setiap indeks konsistensi dengan prioritas kriteria bersangkutan dan menjumlahkan hasil
kalinya. Hasil ini dibagi dengan pernyataan sejenis yang menggunakan indeks konsistensi
acak, yang sesuai dengan dimensi masing–masing matriks. Dengan cara yang sama setiap
indeks konsistensi acak juga dibobot berdasarkan prioritas kriteria yang bersangkutan dan
hasilnya dijumlahkan. Rasio konsistensi hirarki harus 10 persen atau kurang, jika tidak
mutu informasi harus diperbaiki, antara lain dengan memperbaiki cara menggunakan
pertanyaan ketika melakukan pengisian ulang kuesioner atau lebih baik dalam
mengarahkan responden yang mengisi kuesioner. Namun batasan diterima atau tidaknya
konsistensi suatu matriks sebenarnya tidak ada yang baku, seperti Fewidarto (1996)
menjelaskan bahwa jika tingkat inkonsistensi sebesar 10 persen ke bawah tidak dicapai
maka dapat digunakan batas yang lebih besar atau bahkan rataan CR penilaian pakar.
Rumus untuk perhitungan uji konsistensi adalah sebagai berikut :
 CI (Indeks Konsistensi)
CI =
max  n
…………….……………..………….......................................….(4)
n 1
dengan : CI = Indeks Konsistensi
 max = eigen value maksimum
n = jumlah elemen yang diperbandingkan
39
dimana :
VB
…………………..…....………..................................................…(5)
 max =
n
VA
 VB (Nilai Eigen)
=
………....……........…….....................................(6)
VP
 VA (Vektor Antara) = aij x VP ……..….....................................................(7)
Lebih lanjut ingin diketahui apakah CI dengan besaran cukup baik atau tidak, maka
perlu diketahui rasio konsistensinya (CR) dengan rumus yaitu :
 CR (Rasio Konsistensi)
CI
CR =
……………….…............................…………………...……………..(8)
RI
RI adalah indeks acak yang dikeluarkan oleh OAK RIDGE LABORATORY, dari
matrik berorde 1 sampai 14 dengan menggunakan sample berukuran 100. Tabel RI
tersebut adalah sebagai berikut :
Tabel 8
Indeks acak perhitungan konsistensi rasio
n
1
2
3
4
5
6
7
Sumber : Fewidarto (1996)
RI
0,00
0,00
0,58
0,90
1,12
1,24
1,32
n
8
9
10
11
12
13
14
RI
1,41
1,45
1,49
1,51
1,48
1,56
1,57
Dalam penentuan tingkat kepentingan digunakan skala perbandingan berdasarkan
ketentuan dalam Fewidarto (1996) sebagai berikut :
Tabel 9
Skala perbandingan tingkat kepentingan
Intensitas
Pentingnya
1
3
5
7
9
2,4,6,8
Kebalikan
Definisi
Penjelasan
Dua elemen menyumbang sama besar
pada sifat itu.
Pengalaman dan pertimbangan sedikit
Elemen yang satu sedikit lebih penting
menyokong satu elemen atas elemen
daripada elemen yang lainnya
yang lainnya
Pengalaman dan pertimbangan dengan
Elemen yang satu sangat penting
kuat menyokong satu elemen atas elemen
daripada elemen yang lainnya
yang lainnya
Bukti yang menyokong elemen yang satu
Satu elemen jelas lebih penting daripada atas yang lainnya memiliki
tinkat
elemen yang lainnya
penegasan yang tertinggi yang mungkin
menguatkan
Bukti yang menyokong elemen yang satu
Satu elemen mutlak lebih penting
atas
yang lainya memiliki tingkat
daripada elemen yang lainnya
penegasan yang tertinggi yang mungkin
menguatkan
Nilai–nilai diantara dua pertimbangan
Kompromi diperhatikan di antara dua
yang berdekatan
pertimbangan
Jika untuk aktivitas I mendapat satu angka bila dibandingkan dengan aktivitas j,
maka j memiliki nilai kebalikannya bila dibandingkan dengan i.
Kedua elemen sama pentingnya
Sumber : Fewidarto (1996)
40
GAMBARAN UMUM KABUPATEN TAPANULI TENGAH
Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan Kabupaten di Sumatera Utara dengan
ibukotanya adalah Pandan. Kabupaten Tapanuli Tengah sebagai daerah otonom
dipertegas oleh pemerintah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1956 tentang
Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten-kabupaten Dalam Lingkungan Daerah Provinsi
Sumatera Utara. Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah Nomor 19
Tahun 2007 maka ditetapkan hari jadi Kabupaten Tapanuli Tengah adalah tanggal 24
Agustus 1945.
Kabupaten Tapanuli Tengah berada di pesisir pantai barat pulau Sumatera dengan
panjang garis pantai 200 km dan wilayahnya sebagian besar berada di daratan pulau
Sumatera dan sebagian lainnya di pulau-pulau kecil dengan luas wilayah : 2.194,98 Km2
(219.498 Ha) atau sekitar 3,03 persen dari luas Provinsi Sumatera Utara (72.516,69 Km2),
yang terletak pada koordinat 1°11’00” - 2°22’0” lintang utara, serta 98°07’ - 98°12’ BT
bujur timur. Letak wilayah yang strategis, keanekaragaman potensi sumber daya alam
yang besar dan harmonisnya multietnik masyarakat menyebabkan Kabupaten Tapanuli
Tengah sebagai permata tersembunyi yang akan berkilau dan sangat berharga dengan
sentuhan percepatan pembangunan dan peningkatan investasi. Topografi Kabupaten
Tapanuli Tengah sebagian besar berbukit - bukit dengan ketinggian 0 – 1.266 meter di
atas permukaan laut. Dari seluruh wilayah Tapanuli Tengah, 43,90 persen berbukit dan
bergelombang.
SDM Pengelola Aset Daerah
Dinas pendapatan pengelola keuangan dan aset daerah merupakan satuan kerja
yang telah ditentukan sebagai koordinator untuk penatausahaan aset yang ada di
Kabupaten Tapanuli Tengah, yang dipimpin oleh seorang kepala dinas yang bertugas dan
bertanggung jawab kepada Bupati Tapanuli Tengah melalui Sekretaris Daerah sebagai
pejabat pengelola aset daerah.
Dinas Pendapatan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah bidang aset terdiri dari
Kepala Dinas, Sekretaris Dinas, Kepala Bidang dan 3 Kepala Seksi dan staf fungsional.
SEKRETARIS DAERAH
TAPANULI TENGAH
Kepala DPPKAD
Sekretaris DPPKAD
Kepala Bidang Aset
Kepala Seksi Perencanan
dan Pengadaan
Kepala Seksi Pemanfaatan
dan Penghapusan
Penyimpan Barang
Pengurus Barang
Gambar 2
Kepala Seksi
Penatausahaan
Administrasi & Tatausaha
Struktur Organisasi Pengelola aset di Kabupaten Tapanuli Tengah
41
Setiap tahunnya Sekretaris Daerah sebagai pejabat pengelola aset daerah
menetapkan nama pengelola aset daerah di setiap SKPD untuk membantu penatausahaan
aset di Kabupaten Tapanuli Tengah. Untuk tahun 2016 Sekretaris Daerah Kabupaten
Tapanuli Tengah menetapkan SK Pengelola Aset dengan Nomor 1/DPPKAD/TAHUN
2016, dengan jumlah pengelola aset berjumlah 229 orang yang tersebar pada 51 SKPD
di Kabupaten Tapanuli Tengah.
Opini Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah
Berdasarkan data BPK melalui buku II pemeriksaan laporan keuangan (2014), pada
tahun anggaran 2013 BPK menyatakan bahwa dari 33 Kabupaten/kota di Provinsi
Sumatera Utara, baru 4 (empat) Kabupaten/kota yang menerima opini wajar tanpa
pengecualian (WTP), 18 (delapan belas) menerima opini WDP, termasuk Kabupaten
Tapanuli Tengah, dan 11 (sebelas) Kabupaten/kota menerima opini disclaimer. Jumlah
LKPD yang mendapatkan opini WTP tersebut jauh lebih baik jika dibandingkan dengan
tahun sebelumnya.
Tabel 10
Daftar opini BPK atas laporan keuangan pemerintah daerah Kabupaten/kota di
Sumatera Utara tahun 2009 – 2013
Tahun
WTP
WDP
2009
0
17
2010
0
20
2011
3
21
2012
2
22
2013
4
18
Sumber : BPK RI Perwakilan Provinsi Sumut (2014)
TMP/Disclaimer
16
13
9
9
11
Jumlah
33
33
33
33
33
Perbaikan opini atas laporan hasil pemeriksaan pemerintah daerah tersebut masih
memiliki tantangan yang berat jika dibandingkan dengan target yang hendak dicapai pada
tahun 2019, khususnya pada pemerintah daerah. Opini disclaimer yang diterima oleh
pemerintah daerah sedikit-banyak menunjukkan bahwa persoalan aset daerah masih
menjadi momok menakutkan bagi citra pemerintah daerah secara nasional. Tidak
terkecuali dengan pemerintah daerah di Sumatera Utara khususnya Kabupaten Tapanuli
Tengah. Sebagai wilayah yang berdiri sejak tahun 1956 melalui Undang-Undang Darurat
Nomor 7 Tahun 1956, Tapanuli Tengah masih dihadapkan pada persoalan pengelolaan
aset daerah yang cukup signifikan sehingga pada tahun 2013 Kabupaten Tapanuli Tengah
masih mendapatkan opini WDP atas penyajian laporan keuangan pemerintah daerah
bersama dengan 17 pemerintah daerah lainnya di Provinsi Sumatera Utara dan pada tahun
2011 Kabupaten Tapanuli Tengah memperoleh penilaian opini tidak memberikan
pendapat/disclaimer.
Tabel 11
Opini BPK atas LKPD Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2009 – 2013
Tahun
Opini BPK
Wajar dengan pengecualian /WDP
2009
2010
Wajar dengan pengecualian /WDP
2011
Tidak memberikan pendapat/Disclaimer
2012
Wajar dengan pengecualian /WDP
2013
Wajar dengan pengecualian /WDP
Sumber : LHP BPK Kabupaten Tapanuli Tengah 2009-2013
42
Adapun lingkup pengelolaan aset negara/daerah tersebut merupakan siklus logistik
yang meliputi perencanaan kebutuhan dan penganggaran, pengadaan, penggunaan,
pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan, penilaian, pemindahtanganan, pemusnahan,
penghapusan, penatausahaan, pembinaan, pengawasan dan pengendalian yang
operasionalisasinya diatur dalam peraturan pemerintah nomor 27 tahun 2014 tentang
pengelolaan barang milik negara/daerah.
Dalam Pasal 4 peraturan tersebut dijelaskan bahwa Menteri Keuangan selaku
bendahara umum negara adalah pengelola barang milik negara dan dalam pelaksanaannya
dapat mendelegasikan kewenangan dan tanggung jawab tertentu kepada pengguna
barang/kuasa pengguna barang. Sedangkan pada pengelolaan barang milik daerah,
gubernur/bupati/walikota merupakan pemegang kekuasaan pengelolaan barang milik
daerah dan sekretaris daerah adalah pengelola barang milik daerah. Sedangkan
menteri/pimpinan lembaga selaku pimpinan kementerian/lembaga adalah pengguna
barang milik negara dan kepala satuan kerja perangkat daerah adalah pengguna barang
daerah. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan barang milik daerah ini diatur dalam
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis
Pengelolaan Barang Milik Daerah.
Pada Pasal 1 dan 4 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tersebut
secara berurutan menyatakan bahwa, barang milik daerah adalah semua kekayaan daerah
baik yang dibeli atau diperoleh atas beban anggaran pendapatan dan belanja daerah
maupun yang berasal dari perolehan lain yang sah baik yang bergerak maupun yang tidak
bergerak beserta bagian-bagiannya ataupun yang merupakan satuan tertentu yang dapat
dinilai, dihitung, diukur atau ditimbang termasuk hewan dan tumbuh tumbuhan kecuali
uang dan surat-surat berharga lainnya dan dikelola berdasarkan asas fungsional, kepastian
hukum, transparansi dan keterbukaan, efisiensi, akuntabilitas, dan kepastian nilai.
Pengertian di atas menunjukkan bahwa dalam pengelolaan aset pada instansi
pemerintah harus dilaksanakan dengan mengacu pada prinsip/asas good governance yang
merupakan bagian dari tujuan (ultimate goal) reformasi birokrasi sebagaimana tersebut
di atas. Namun sisi lain, meskipun ketentuan mengenai pengelolaan barang milik
negara/daerah telah mengatur dengan rinci dan komprehensif, akan tetapi dalam
pelaksanaannya masih ditemukan banyak persoalan dan praktik penyimpangan yang
tidak sesuai dengan aturan yang berlaku. Menurut analisis Auditor Badan Pemeriksa
Keuangan RI, Marius Sirumapea (Christopher 2014), terdapat tiga masalah utama dalam
pengelolaan barang (aset) milik negara/daerah, yakni: (1) kesalahan dalam pencatatan
aset, (2) aset tercatat ganda, dan (3) tercatat namun tidak lengkap. Selain itu, ada pula aset
hibah yang belum didukung dengan berita acara, aset yang dikuasai oleh pihak ketiga,
aset yang sedang bermasalah, dan sejumlah masalah lainnya yang bersifat spesifik.
Sedangkan menurut hasil audit BPK RI atas laporan keuangan kementerian/lembaga
sebagaimana dikemukakan oleh Dewi (2012), terdapat beberapa faktor kelemahan dalam
pengelolaan aset tetap, yakni:
1. Lemahnya pengendalian internal kementerian/lembaga atas aset tetap.
2. Nilai aset tetap yang belum ditentukan.
3. Banyaknya aset yang belum diketahui jumlah, lokasi dan statusnya yang tidak jelas.
4. Pencatatan aset tetap belum sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan.
5. Aset tetap belum dilengkapi bukti kepemilikan.
6. Belum semua aset tercatat dalam SIMAK-BMN.
43
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kinerja Pengelolaan Aset di Kabupaten Tapanuli Tengah
Laporan hasil pemeriksaan tahun anggaran 2013 di Kabupaten Tapanuli Tengah
menunjukkan hasil wajar dengan pengecualian.
Badan Pemeriksa Keuangan
memberikan status WDP tersebut dengan kriteria antara lain: sistem pengendalian
internal memadai, namun terdapat salah saji yang material pada beberapa pos laporan
keuangan. Laporan keuangan dengan opini WDP dapat diandalkan, tetapi pemilik
kepentingan harus memperhatikan beberapa permasalahan yang diungkapkan auditor atas
pos yang dikecualikan tersebut agar tidak mengalami kekeliruan dalam pengambilan
keputusan. Berdasarkan hasil laporan hasil pemeriksaan TA. 2013 di Kabupaten
Tapanuli Tengah kondisi WDP tersebut disebabkan antara lain : 1) Sekretaris daerah
selaku pejabat pengelola barang milik daerah belum optimal dalam melakukan
pengawasan dan pengendalian atas pengelolaan aset tetap di lingkungan pemerintahan
Kabupaten Tapanuli Tengah, 2) Kepala DPPKAD dan kepala bidang aset belum optimal
dalam melakukan pembinaan dan koordinasi dengan SKPD dalam pengelolaan dan
penatausahaan aset serta dalam menyajikan data aset tetap pada laporan keuangan
pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah, 3) Kepala SKPD di lingkungan Kabupaten
Tapanuli Tengah selaku pengguna barang kurang memahami tanggungjawab dan
ketentuan pengelolaan barang milik daerah, 4) Pengurus barang belum optimal dalam
melakukan tupoksinya serta 5) Ketersediaan anggaran terkait pengelolaan barang milik
daerah belum optimal.
Pemerintah Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah telah berupaya untuk
meningkatkan kinerja dalam hal pengelolaan keuangan dan aset daerah dengan
melakukan inventarisasi dan penilaian kembali atas mutasi kurang aset dan akan
bekerjasama dengan penilai aset yang memiliki sertifikat penilai, berkoordinasi dengan
SKPD dalam membuat kartu pemeliharaan dan mencatat barang yang dipelihara,
melakukan reklasifikasi aset pada SKPD terkait, berkoordinasi dengan SKPD/instansi
lain terkait aset pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah, membuat kesepakatan dengan
instansi peminjam aset, memberikan nomor inventaris pada BMD dan membuat
kebijakan penyusutan aset tetap. BPK merekomendasikan kepada pimpinan daerah
Kabupaten Tapanuli Tengah untuk menyajikan nilai aset tetap sesuai kebijakan akuntansi
yang telah ditetapkan serta direkomendasikan untuk melengkapi dengan perjanjian atas
pengelolaan dan pemeliharaan aset yang digunakan oleh pihak ketiga. Berdasarkan
kondisi tersebut, pengelola aset seharusnya dapat melihat dari tahun sebelumnya atas
kelemahan pada pengelolaan aset. Kinerja aparatur dapat dilihat melalui capaian-capaian
yang selama ini yang dihasilkan, namun lemahnya koordinasi seperti diungkap oleh
pemeriksa, menunjukkan rendahnya kinerja dalam kurun waktu tiga tahun berturut turut.
Apabila Peraturan Bupati Tapanuli Tengah nomor 17 tahun 2009, tentang Teknis
Pelaksanaan Pengelolaan Aset Milik Daerah dapat dimengerti dan dijalankan sesuai
ketentuan, kinerja pengelola dapat dikategorikan baik. Hal ini menunjukkan kinerja
aparatur yang berjalan selama ini belum sepenuhnya menyesuaikan kepada aturan
pengeloloaan barang milik daerah, yang memudahkan dalam pengambilan kebijakan
dalam penatausahaan aset daerah.
Kinerja pengelola aset dapat dijelaskan ke dalam beberapa hal, yaitu kinerja
individu yang berfungsi dalam menilai pekerjaan pegawai pada tujuan organisasi yang
telah menetapkan standar kinerja sesuai dengan jenis pekerjaan dan periode waktu.
44
Seorang pegawai dituntut untuk memiliki tanggung jawab sesuai dengan yang diharapkan,
sehingga dapat melakukan komunikasi dan koordinasi dengan baik dalam kelompok
untuk mencapai standar kinerja yang diharapkan.
Kemudian para pengelola aset mempunyai peran yang sangat penting dalam
memberikan informasi yang akurat tentang data, kondisi dan status aset tersebut. Kinerja
aparatur yang baik tentu bisa dijadikan salah satu faktor dasar tolak ukur keberhasilan
dalam mengelola aset. Dalam hal ini kinerja aparatur mengambil peran yang sangat
penting dalam upaya organisasi untuk mencapai tujuannya. Kinerja Aparatur dirasakan
semakin besar peranannya dalam kehidupan organisasi, hal ini dikarenakan besarnya
tanggung jawab pegawai pengelola aset adalah faktor penentu dalam keberhasilan
kegiatan penatausahaan aset yang telah direncanakan yang sekaligus merupakan sasaran
dan tujuan yang hendak dicapai.
Petunjuk pengelolaan aset yang diatur di dalam Peraturan Bupati Nomor 17/Tahun
2009 tentang Teknis Pelaksanaan Pengelolaan Barang Milik Daerah Pemerintah
Kabupaten Tapanuli Tengah jelas dinyatakan tentang aturan dan standar operasional dan
prosedur dalam mengelola aset daerah.
Pencatatan barang milik daerah ke dalam daftar pengguna barang (DPB)
selayaknya dimuat dalam kartu inventaris barang untuk dilakukan rekapitulasi atas
pencatatan dan pendaftaran barang milik daerah. Kartu inventaris barang tersebut
memuat ;
1. Kartu inventaris barang (KIB) A : Tanah ;
2. Kartu inventaris barang (KIB) B : Peralatan dan mesin ;
3. Kartu inventaris barang (KIB) C : Gedung dan bangunan ;
4. Kartu inventaris barang (KIB) D : Jalan, irigasi dan jaringan ;
5. Kartu inventaris barang (KIB) E : Aset tetap lainnya ;
6. Kartu inventaris barang (KIB) F : Konstruksi dalam pengerjaan.
Proses pengelolaan aset daerah yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten
Tapanuli Tengah dalam tahapan penatausahaan dan penganggaran dilakukan dengan
melihat standar kebutuhan meliputi standar jenis aset, macam, nilai, kuantitas serta
kualitas pengelola aset daerah yang dibutuhkan, juga merupakan dukungan sarana dan
prasarana kerja pemerintah daerah melalui aturan serta kebutuhan aparatur saat ini.
Kinerja pengelola aset daerah selama ini sepenuhnya didukung dengan memasukkan
anggaran setiap tahunnya dalam meningkatkan kualitas penatausahaan serta SDM
pengelola aset daerah. Pada tahun 2012 Pemerintah Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah
mengalokasikan dana sebesar Rp 3 973 290 000.00 dan tahun 2014 meningkat menjadi
Rp 12 476 760 000.00. Akan tetapi pengalokasian anggaran tersebut tidak serta merta
diiringi hasil yang diharapkan. Seharusnya dengan anggaran yang memadai,
penatausahaan dapat memberikan hasil yang signifikan terhadap pengelolaan barang
milik daerah..
Tabel 12 Alokasi anggaran peningkatan penatausahaan dan SDM DPPKAD (juta rupiah)
Uraian
Program Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Aparatur
2012
2013
2014
120.00
270.00
260.00
3 243.10
9 352.37
11 035.91
610.19
660.00
1 180.85
Jumlah
3 973.29
Sumber : Diolah dari DPPKAD Kabupaten Tapanuli Tengah
10 282.38
12 476.76
Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur
Program Peningkatan Pemanfaatan Barang Milik Daerah
45
Berdasarkan hasil temuan BPK untuk TA 2013, atas buku inventaris dan
wawancara dengan pengurus barang SKPD, ditemukan beberapa barang dengan kondisi
rusak berat atau hilang masih tercatat dalam buku inventaris dalam kondisi yang masih
baik. Dalam kebijakan pencatatan aset tetap menyatakan bahwa, aset tetap yang tidak
berfungsi atau dihentikan dari penggunaan aktif dan tidak memenuhi definisi aset tetap
dan harus dipindahkan ke pos aset lainnya sesuai dengan nilai tercatatnya.
Tabel 13
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Hasil inventarisasi aset rusak berat.
Nama SKPD
Dinas pekerjaan umum
Dinas pertanahan
Dinas perhubungan
Dinas pertanian dan peternakan
Dinas kelautan dan perikanan
Dinas perdagangan, industri, koperasi dan penanaman modal
DPPKAD
BAPPEDA
Badan pengendali dampak lingkungan daerah
Dinas kebersihan, pertamanan dan pemadam kebakaran
Dinas pariwisata dan kebudayaan
Kecamatan
Jumlah
Jumlah
(Rp)
108 503638.00
1 665 000.00
12 576 940.00
12 678 980.00
55 193 187.33
46 047 000.00
192 315 250.00
43 869 145.00
1 104 200.00
8 272375.00
13 589 158.00
2 375 000.00
498 189 873.33
Sumber : LHP TA 2013 Kabupaten Tapanuli Tengah
Hasil inventarisasi dapat dilihat bagaimana kinerja pengurus barang dalam
menginventarisir kondisi barang yang seharusnya dilaporkan. Untuk mengantisipasi hal
serupa di tahun berikutnya, sekda selaku pejabat pengelola aset daerah dituntut untuk
lebih memperhatikan dan melaksanakan reorientasi, restrukturisasi dan revitalisasi
manajemen kinerja, supaya setiap pengelola aset lebih memahami maksud dan tujuan
serta manajemen kerja lebih efektif dan efisien.
Rendahnya kinerja pengelola aset daerah yang ditetapkan sebagai pengurus dan
penyimpan barang dalam kurun waktu sampai saat ini, dapat dilihat dari salah satu
kutipan wawancara pengurus barang di SKPD;
“...bagaimana kami sebagai pengelola aset dengan jumlah aset yang cukup besar
bisa didata secara baik. Sementara tanpa dibekali dengan ilmu penatausahaan aset.
Pelatihan tentang tata kelola aset harusnya diberikan kepada seluruh pengelola aset,
supaya terjadi penyeragaman dalam pelaporan dan kedepannya tingkat kesalahan dalam
pelaporan dapat diminimalisir…”
Hal senada juga di ungkapkan oleh salah satu pejabat eselon II di Kabupaten
Tapanuli Tengah, menyatakan bahwa ;
“...pengelola aset di Tapanuli Tengah saat ini merupakan satu kesatuan yang tak
terpisahkan. Dalam penatausahaan aset diperlukan kompetensi untuk dapat
mengantisipasi kelemahan dalam penatausahaan aset, yang menjadi kendala dalam
beberapa tahun belakangan ini. Kedepannya pengelola aset akan dilakukan evaluasi,
46
pemeriksaan internal secara terjadwal, diberikan pengetahuan khusus, serta memberikan
apa yang menjadi penyemangat bagi mereka...”
Jumlah keseluruhan aset tetap di Kabupaten Tapanuli Tengah untuk tahun 2014
sebesar Rp 1 469 638 627 056.77 meningkat sebesar Rp 143 418 659 872.02 dari tahun
sebelumnya atau sebesar sebelas persen dari total aset 2013 (lampiran 1). Hal ini
menunjukkan bahwa apabila pengelolaan aset tidak dikelola dengan baik akan terjadi
kesalahan secara terus menerus bisa menjadi temuan bagi pemeriksa yang setiap tahunnya
melakukan pemeriksaan secara rutin.
Pada waktu penelitian ini dilaksanakan, bersamaan dengan itu pula pemeriksaan
oleh instansi tertentu sedang berjalan di Kabupaten Tapanuli Tengah. peneliti juga
memiliki kesempatan untuk melakukan wawancara dengan salah satu pemeriksa disela
waktu istirahatnya. Terkait hal ini pemeriksa berpendapat bahwa;
“…..melihat hasil pemeriksaan sementara saat ini, cara dan pola penatausahaan
masih sama seperti tahun sebelumnya. Sehingga perlu pembenahan dengan peningkatan
kompetensi dan menerapkan standar aturan penatausahaan aset, Sebaiknya kendala yang
dihadapi setiap pengelola aset dapat ditanyakan langsung kepada pengelola aset untuk
dapat lebih baik dalam pengelolaan BMD …..”
Jika dicermati Lampiran 1, dapat dilihat besaran aset yang bervariasi antar SKPD.
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman
Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah, pengguna melakukan pendaftaran dan
pencatatan barang milik daerah ke dalam daftar barang pengguna (DBP)/daftar barang
kuasa pengguna (DBKP) menurut penggolongan dan kodefikasi barang. Hal ini
menunjukkan bagaimana sebaiknya penatausahaan aset untuk mengantisipasi kesalahan
dalam pengelolaan.
Beberapa upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah
untuk menindaklanjuti opini WDP dilakukan antara lain dengan menyelesaikan masalah
aset dengan cara melanjutkan validasi dan inventarisasi seluruh aset SKPD secara
komprehensif; memantapkan sistem dan prosedur pengelolaan anggaran yang terkait
dengan pengadaan aset; dan mensosialisasikan tata kelola keuangan yang baik pada
seluruh jajaran pemerintahan sesuai dengan PP Nomor 58 Tahun 2005 dan Permendagri
No 13 Tahun 2006 dengan pola bimbingan teknis serta diklat yang berkesinambungan.
Serta sistem teknologi informasi yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah Kabupaten
Tapanuli Tengah harus mempunyai fasilitas e-audit yang terintregasi seperti sistem
layanan pengadaan secara elektronik (LPSE) yang dikelola oleh bagian perekonomian
pembangunan. Sedangkan sistem yang sedang dikembangkan secara terintegrasi, antara
lain : Sistem Informasi Management Pembangunan Daerah (SIMBANGDA); Sistem
Informasi keuangan Daerah (SIKD); Sistem Informasi Management Hasil Pengawasan
(SIMHP); Serta Sistem Pengelolaan Barang Milik Daerah (SPBMD).
Sistem Pengawasan dan Pengendalian Pengelolaan Aset Daerah
Hasil penyelenggaraan pengawasan BPK ditunjukkan oleh kualitas akuntabilitas
pengelolaan keuangan daerah dalam empat perspektif akuntabilitas yaitu: (a) pelaporan
keuangan daerah, (b) kebendaharaan umum daerah dan pengelolaan aset, (c) perwujudan
iklim kepemerintahan yang baik dan bersih, dan (d) pengelolaan program lintas sektoral.
47
1. Akuntabilitas pelaporan keuangan daerah.
Untuk meningkatkan kualitas pelaporan keuangan daerah, BPK melakukan review
atas laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) dan melakukan asistensi terkait
dengan laporan keuangan (LK) pemda. berdasarkan data hasil pemeriksaan BPK
terhadap laporan keuangan pemerintah daerah tahun anggaran 2013 di Kabupaten
Tapanuli Tengah menghasilkan status WDP.
2. Akuntabilitas kebendaharaan umum daerah & pengelolaan aset.
Pengawasan akuntabilitas kegiatan kebendaharaan umum daerah diprioritaskan untuk
mengoptimalkan penerimaan dan penghematan pengeluaran keuangan daerah.
Tingginya capaian optimalisasi penerimaan dan besarnya potensi penghematan
pengeluaran keuangan daerah masih bisa ditingkatkan di masa yang akan datang.
Namun demikian, BPK masih belum dapat melaksanakan pengawasan kebendaharaan
umum daerah ini secara optimal karena masih dibatasi oleh pembatasan peraturan.
Penetapan peraturan ini dilakukan dalam jangka waktu pendek sehingga upaya
peningkatan potensi penerimaan tidak maksimal.
3. Akuntabilitas pewujudan iklim bagi kepemerintahan yang baik dan bersih.
Kualitas akuntabilitas perspektif ini difokuskan pada pengawasan yang bersifat
preventif-edukatif diantaranya melalui pendampingan penyelenggaraan sistem
pengendalian internal pemerintah (SPIP), penerapan fraud control plan, sosialisasi
program anti korupsi, assesment GCG, penilaian BUMD bersih, peningkatan
kapabilitas APIP, fasilitasi peran asosiasi auditor internal pemerintah indonesia
(AAIPI) dan asosiasi auditor forensik indonesia (AAFI), serta pemantauan terhadap
transparansi proses PBJ. Kegiatan pengawasan yang bersifat represif dalam rangka
pemberantasan KKN dilakukan melalui kegiatan audit investigatif, audit dalam rangka
penghitungan kerugian keuangan daerah, dan pemberian keterangan ahli.
BPK telah melakukan koordinasi dan supervisi pencegahan korupsi pada
pemerintah daerah sebagai bentuk realisasi kerja sama BPK dengan KPK dalam rangka
penguatan upaya pemberantasan korupsi, serta koordinasi dan supervisi penindakan
korupsi berupa peningkatan kapasitas aparat penegak hukum dalam penanganan perkara
tindak pidana korupsi.
Untuk mewujudkan iklim kepemerintahan Kabupaten Tapanuli Tengah yang baik
dan bersih, diperlukan antara lain kuantitas dan kualitas sumber daya manusia (SDM)
pengawasan yang memadai dan kompeten. Dalam rangka percepatan peningkatan
kualitas pengelolaan keuangan, termasuk transfer of knowledge di bidang akuntansi dan
pengawasan, Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah juga telah menugaskan pegawai
bidang pengelolaan aset untuk melakukan pendampingan secara terjadwal di setiap SKPD
di Kabupaten Tapanuli Tengah.
4. Akuntabilitas pengelolaan program lintas sektoral.
Akuntabilitas pengelolaan program lintas sektoral difokuskan untuk menilai efisiensi
dan efektivitas pelaksanaan program/kegiatan yang mendukung prioritas
pembangunan di Kabupaten Tapanuli Tengah. Kualitas akuntabilitas perspektif ini
ditunjukkan oleh hasil pengawasan diantaranya sebagai berikut:
a. Monitoring atas implementasi Rencana Aksi Prioritas Pembangunan Daerah,
menunjukkan bahwa secara umum implementasi rencana aksi yang dimonitor
telah berjalan dengan baik, meskipun pada beberapa titik lokasi masih dijumpai
permasalahan;
48
b. Audit kinerja atas pelaksanaan program pembangunan daerah;
c. Mediasi hambatan kelancaran pembangunan.
Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal Pengelolaan Aset
Menurut Hunger dan Wheelen (2001), untuk mencapai pengembangan misi, tujuan,
strategi dan kebijakan perusahaan atau organisasi, pembuatan strategi harus menganalisis
faktor faktor strategis perusahaan atau organisasi (kekuatan, kelemahan, peluang,
ancaman) pada situasi sekarang. Pengumpulan data di lapangan yang dilakukan terhadap
staf pengelola aset berupa pengisian kuisioner oleh responden dan in-depth interview
dengan pejabat terkait pengelola aset di Kabupaten Tapanuli Tengah. Berdasarkan
wawancara yang dilakukan, menghasilkan beberapa faktor yang menjadi kekuatan,
kelemahan, peluang serta ancaman pada kinerja pengelola aset daerah Kabupaten
Tapanuli Tengah. Faktor faktor yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang serta
ancaman tersebut sebagai berikut :
1. Faktor Internal
A. Kekuatan (Strengths)
1) Kebijakan Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah dalam mendukung
pengelolaan aset.
Berdasarkan Peraturan Bupati Tapanuli Tengah Nomor 17 Tahun 2009, telah
diatur tentang teknis pelaksanaan pengelolaan aset milik daerah yang
memudahkan dalam pengambilan kebijakan tata kelola aset daerah serta
memperjelas aturan penatausahaan aset. Pada bab x Pasal 62 dinyatakan
mengenai penatausahaan yang meliputi, tata cara pembukuan, inventarisasi,
pelaporan, sensus barang dan kodefikasi, yaitu ;
a) Pencatatan barang milik daerah, digolongkan sesuai kodefikasi barang.
b) Setiap SKPD wajib melaporkan daftar inventaris barang milik daerah,
meliputi pembukuan, pencatatan, dan pelaporan.
c) Pengguna menyampaikan laporan pengguna barang secara terjadwal kepada
Bupati melalui pengelola aset daerah.
d) Pengelola dan pengguna melakukan sensus BMD setiap 5 tahun sekali untuk
menyusun buku inventaris dan buku induk serta rekapitulasi barang milik
Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah .
e) Kodefikasi barang bertujuan mengamankan dan memberikan kejelasan
status kepemilikan dan status penggunaan barang pada masing masing
SKPD
2) Adanya hubungan baik antar pengelola aset SKPD di Kabupaten Tapanuli
Tengah.
Koordinasi antara SKPD dalam pengelolaan aset lebih memudahkan kerjasama
sesama pengelola aset dalam meminimalisir ketidaktahuan teknis pengelolaan.
Sinergi dan komunikasi yang terjalin antar pengelola aset saat ini memudahkan
aparatur dalam penatausahaan aset. Melalui wawancara yang telah
dilaksanakan oleh peneliti, hubungan itu terlihat apabila terjadi kendala
dilapangan dan dalam penyampaian laporan. Diskusi terjadi sesama pengelola
dengan pejabat struktural bidang aset dan rutin dilakukan minimal satu kali
dalam sebulan.
49
3) Manajemen dan struktur organisasi yang jelas di Kabupaten Tapanuli Tengah.
Struktur organisasi menunjukkan garis koordinasi antara penanggungjawab,
pelaksana dan pengaturan tata kelola aset. Dalam hal ini aparatur pengelola
lebih memahami tugas pokok dan fungsinya masing-masing (Gambar 2), yaitu
dengan tugas pokok; penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang
pengelolaan keuangan dan aset daerah dan fungsinya, melakukan
pengkoordinasian penyelenggaraan pengelolaan barang milik daerah yang ada
pada masing-masing satuan kerja perangkat daerah.
4) Sumber daya aparatur pengelola aset secara kuantitas memadai di Kabupaten
Tapanuli Tengah.
Secara kuantitas aparatur pengelola aset sudah memadai. Sesuai dengan
Keputusan Sekretaris Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah Nomor
1/dppkad/tahun 2016 jumlah pengelola aset saat ini berjumlah 229 orang yang
tersebar dalam 51 SKPD di Kabupaten Tapanuli Tengah sehingga pemeriksaan
serta kendala yang terjadi di lapangan akan lebih mudah untuk diantisipasi.
5) Pagu anggaran yang memadai dalam mendukung peningkatan kinerja pegawai
pengelola aset daerah di Kabupaten Tapanuli Tengah.
Besaran anggaran (Tabel 12) merupakan kekuatan dalam menunjang kinerja
pengelola aset, seperti peningkatan SDM melalui pelatihan dan BIMTEK.
Dalam melakukan kegiatan yang berkaitan tentang aset, aparatur pengelola aset
melakukan fungsi sesuai dengan tugas dan tanggung jawab masing-masing.
6) Adanya komitmen yang kuat dari seluruh pengelola aset di Kabupaten
Tapanuli Tengah dalam mewujudkan tujuan organisasi.
Pencapaian tujuan membutuhkan komitmen dalam menjalankan visi dan misi
organisasi dan sebagai titik tolak dalam setiap kegiatan yang akan dijalankan.
Kepala daerah sudah menyatakan komitmen bersama untuk pencapaian tujuan
memperoleh WTP tahun 2016 dan selanjutnya. Dengan komitmen tersebut,
pengelola aset melakukan pendataan ulang secara menyeluruh dan
berkelanjutan.
B. Kelemahan (Weaknesses)
1) Pengembangan SDM dan kompetensi aparatur pengelola aset di Kabupaten
Tapanuli Tengah saat ini (Sosialisasi, Bimtek, Diklat) masih kurang memadai.
Dari beberapa pengelola aset di SKPD belum mempunyai latar belakang
akuntansi, begitu juga pelatihan dan bimtek tentang tata kelola aset masih
relatif kurang diprioritaskan, dan sebagian ada juga yang mengikuti pelatihan
tersebut, akan tetapi pesertanya berganti ganti dan tidak menetap. Peneliti
melihat hal tersebut sebagai kelemahan di dalam organisasi yang berdampak
pada peningkatan kinerja aparatur.
2) Mutasi/pergeseran pejabat pengelola aset yang kurang berpengalaman di
Kabupaten Tapanuli Tengah.
Mutasi/pergeseran pegawai merupakan hak preogratif kepala daerah. Akan
tetapi dalam penempatan aparatur sebaiknya sesuai dengan kompetensi
bidangnya sehingga dalam pengelolaan aset, sinergi yang terbangun selama ini
tidak kembali ke titik awal lagi. Dalam hal mutasi pejabat dan staf pengelola
bidang aset dapat menurunkan semangat aparatur, di sebabkan kurangnya
50
kompetensi pejabat yang baru mengenai tata kelola aset, sementara pegawai
baru belum memiliki pengetahuan tentang tata kelola aset.
3) Kurangnya ketegasan/sanksi bagi aparatur pengelola aset di Kabupaten
Tapanuli Tengah yang melakukan kesalahan.
Kurangnya akurasi data serta keterlambatan pelaporan merupakan kesalahan
yang sering terjadi dan berulang. Kesalahan dalam melaksanakan tugas dan
tanggung jawab seharusnya diberi sanksi sesuai dengan peraturan UU ASN
Tahun 2014 Pasal 77 Ayat 6, “PNS yang penilaian kinerjanya tidak mencapai
target kinerja dikenakan sanksi administrasi sampai dengan pemberhentian
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.
4) Belum optimalnya sumber daya aparatur pengelola aset di Kabupaten Tapanuli
Tengah dalam menerapkan standar operasional dan prosedur.
Peraturan Bupati Nomor 17 Tahun 2009 tentang Teknis Pelaksanaan
Pengelolaan Barang Milik Daerah Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah
jelas dinyatakan tentang aturan, standar operasional dan prosedur dalam
mengelola aset daerah. Akan tetapi SOP dalam sensus barang masih sering
diabaikan. Seperti pengisian kartu inventaris barang (KIB) dan kartu inventaris
ruangan (KIR) di SKPD, yang seharusnya diisi dan dilakukakan rekapitulasi,
lalu menyerahkan lembar IV kepada SKPD , dan lembar I s/d III diserahkan ke
pengelola aset untuk digabungkan akan tetapi hal ini tidak dilaksanakan oleh
pengelola aset. Hal ini menyebabkan penerapan akan standar operational
prosedur masih kurang optimal.
2. Faktor Eksternal
A. Peluang (Opportunities)
1) Peraturan pemerintah pusat tentang tata kelola aset daerah, untuk
mempermudah tata kelola sesuai dengan aturan.
Tersedianya Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan
Barang Milik Negara/Daerah, yang dapat mendukung kemajuan pada
pengelolaan aset, serta memberi pengawasan terhadap aparatur akan semakin
baik. Dalam Pasal 42 dinyatakan bahwa;
a) Pengelola barang, pengguna barang dan/atau kuasa pengguna barang wajib
melakukan pengamanan barang milik negara/daerah yang berada dalam
penguasaannya.
b) Pengamanan barang milik negara/daerah sebagaimana dimaksud pada ayat
(i) meliputi pengamanan administrasi, pengamanan fisik, dan pengamanan
hukum.
2) Dana insentif daerah (DID) pusat, bagi pemerintah daerah yang berkinerja baik.
Pemerintah pusat memperhatikan daerah yang berkinerja baik dan memperoleh
opini WTP setiap tahunnya. Alokasi minimum untuk daerah provinsi dan
kabupaten/kota ditetapkan sebesar tiga miliar rupiah dalam hal daerah
memperoleh opini wajar tanpa pengecualian, sesuai dengan Peraturan Menteri
Keuangan Republik Indonesia Nomor 8/pmk.07/2014 tentang Pedoman Umum
dan Alokasi Dana Insentif Daerah Tahun Anggaran 2014. Dengan adanya dana
51
segar yang akan diberikan oleh pusat kepada daerah, suatu hal yang
memotivasi keseriusan daerah dalam mencapai opini terbaik dari pemeriksa.
3) Komitmen pemerintah pusat dalam meningkatkan kualitas aparatur, seperti
pengiriman PNS untuk tugas belajar.
Adanya kesempatan yang diberikan oleh pemerintah pusat untuk peningkatan
SDM di daerah yang mampu meningkatkan kualitas individu aparatur. Saat ini
jumlah PNS Kabupaten Tapanuli Tengah yang sedang menjalani tugas belajar
yang dibiayai oleh pemerintah pusat terdiri dari tiga belas orang untuk program
sarjana dan dua belas orang untuk magister. Dengan adanya peluang ini para
aparatur sipil negara memiliki kesempatan untuk meningkatkatkan kapasitas,
kompetensi yang bisa diharapkan untuk masa mendatang dalam memajukan
Kabupaten Tapanuli Tengah.
4) Fungsi pengawasan terjadwal dari DPRD dan juga pengawasan LSM.
Kewenangan DPRD dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) dalam
melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan peraturan
lainnya, mengawasi kebijakan dan kinerja pemerintah daerah dalam
pelaksanaan pembangunan daerah, dan kerjasama yang terjadi dengan pihak
luar di daerah. Dengan adanya pengawasan DPRD dan LSM dapat memajukan
pengelolaan aset dan kinerja aparatur akan semakin baik. Fungsi Pengawasan
yang dilakukan DPRD Kabupaten/kota, dapat dilakukan melalui kunjungan
kerja, rapat dengar pendapat, pembentukan panitia kerja yang dibentuk sesuai
dengan peraturan tata tertib yang berlaku di DPRD mengenai pengawasan
internal pemerintahan daerah. Selanjutnya LSM dapat menginformasikan
pemberitaan secara objektif yang dapat menetralisir tindakan dan kinerja
pengelola aset melalui laporan masyarakat.
B. Ancaman (threats)
1) Pengadaan/perubahan sistem dan teknologi yang terbatas dan tidak sesuai
antara pusat, Provinsi dan Kabupaten/kota.
Sistem/aplikasi teknologi pengelolaan aset yang berubah-ubah kerapkali
menjadi masalah untuk pemerintah daerah, apalagi terkait dengan kebijakan
sistem penatausahaan aset.
2) Kondisi alam yang cukup menyulitkan sehingga pendataan sulit dilakukan.
Kondisi alam yang tidak menentu, yang sering melanda wilayah di sekitar
perbatasan pantai barat yang berada jauh dipelosok cukup menyulitkan, untuk
melakukan pendataan berupa bangunan, tanah, mesin dan aset yang berada di
daerah tersebut. Sampai saat ini perkiraan cuaca di sekitar pantai barat
Sumatera utara rentan dengan cuaca yang ekstrim, hal ini yang menyulitkan
pemeriksaan lapangan oleh pengelola aset yang berada di wilayah Kabupaten
Tapanuli Tengah.
3) Pengakuan masyarakat atas aset pemda yang berada di luar Kabupaten
Tapanuli Tengah yang disebabkan lemahnya penatausahaan.
Adanya beberapa aset berupa tanah dan bangunan yang berada di luar
Kabupaten Tapanuli Tengah dapat menimbulkan persoalan di kemudian hari,
dikarenakan aset tersebut sudah tidak memiliki bukti otentik atau bahkan
52
historisnya sudah tidak bisa diakui lagi untuk saat ini. Hal ini memungkinkan
terjadi atas aset Tapanuli Tengah yang berada di luar wilayah Kabupaten.
Sebagian lahan tersebut diakui oleh masyarakat sekitar sebagai milik pribadi.
Namun bukti kepemilikan tidak bisa ditunjukkan oleh masyarakat yang
mengakuinya.
Analisis faktor internal
Berdasarkan hasil pengolahan data kuesioner dari beberapa ahli yang memiliki
kompetensi dalam sistem dan pengendalian serta faktor yang mempengaruhi kinerja
aparatur pengelola aset di Kabupaten Tapanuli Tengah diperoleh hasil bahwa pada faktor
internal (kekuatan dan kelemahan) indikator kebijakan pemerintah dalam mendukung
pengelolaan aset merupakan indikator dengan bobot terbesar dalam mempengaruhi
kinerja aparatur pengelola aset di Kabupaten Tapanuli Tengah. Melalui wawancara
mendalam (in depth interview) yang telah dilakukan secara langsung oleh peneliti
terhadap pejabat dan pengelola aset, bahwa selama ini dukungan peningkatan kompetensi
pengelola aset sangat diharapkan. Indikator adanya hubungan baik antar SKPD pengelola
aset merupakan indikator dengan bobot prioritas kedua mempengaruhi kinerja aparatur
pengelola aset di Kabupaten Tapanuli Tengah.
Belum
optimalnya
sumber
daya aparatur
pengelolapengelola
aset
Belum
optimalnya
sumber
daya aparatur
di Kabupaten Tapanuli Tengah dalam menerapkan
aset
di
Kabupaten
Tapanuli
Tengah
dalam…
standar operasional dan prosedur
Kurangnya
ketegasan/sanksi
bagi aparatur
pengelola
Kurangnya
ketegasan/sanksi
bagi aparatur
pengelola
aset
di
Kabupaten
Tapanuli
Tengah
yang
melakukan
aset di Kabupaten Tapanuli Tengah yang melakukan…
kesalahan
0.045
0.051
Mutasi/pergeseran pejabat
pengelola
aset yang
Mutasi/pergeseran
pejabat
pengelola
aset kurang
yang kurang
berpengalaman
di Kabupaten
TapanuliTapanuli
Tengah Tengah
berpengalaman
di Kabupaten
0.063
Pengembangan SDM dan kompetensi aparatur pengelola
SDMTengah
dan kompetensi
aparatur
aset Pengembangan
di Kabupaten Tapanuli
saat ini (Sosialisasi,
pengelola
asetmasih
di Kabupaten
Tapanuli Tengah saat ini…
Bimtek,
Diklat)
kurang memadai
0.067
Adanya komitmen yang kuat dari seluruh pengelola
Adanya komitmen yang kuat dari seluruh pengelola
aset di Kabupaten Tapanuli Tengah dalam
aset di
Kabupaten
Tapanuli Tengah dalam…
mewujudkan
tujuan
organisasi
Pagu anggaran yang memadai dalam mendukung
Pagu anggaran yang memadai dalam mendukung
peningkatan kinerja pegawai pengelola aset daerah di
peningkatan
kinerja
pegawai pengelola aset daerah…
Kabupaten Tapanuli
Tengah
0.081
0.122
Sumber daya
pengelola
aset aset
secarasecara
kuantitas
Sumber
dayaaparatur
aparatur
pengelola
kuantitas
memadai di Kabupaten Tapanuli Tengah
memadai di Kabupaten Tapanuli Tengah
0.095
Manajemen dan struktur organisasi yang jelas di
Manajemen
struktur organisasi yang jelas di
Kabupaten
Tapanuli dan
Tengah
0.127
Kabupaten Tapanuli Tengah
Adanya hubungan baik antar pengelola aset SKPD di
Adanya hubungan
baik antar pengelola aset SKPD di
Kabupaten
Tapanuli Tengah
0.172
Kabupaten Tapanuli Tengah
Kebijakan
pemerintah
Kabupaten
TapanuliTapanuli
Tengah Tengah
Kebijakan
pemerintah
Kabupaten
dalam mendukung pengelolaan aset
0.177
dalam mendukung pengelolaan aset
0.000
0.050
0.100
0.150
0.200
BOBOT
Gambar 3
Hasil pembobotan faktor internal
Terkait masalah belum optimalnya sumberdaya aparatur pengelola aset di
Kabupaten Tapanuli Tengah dalam menerapkan standar operasional dan prosedur banyak
permasalahan-permasalahan yang bersifat spesifik antara lain : dapat terjadi pada seorang
53
karyawan baru yang dalam masa peralihan dari dunia akademis ke dunia kerja, sehingga
bagi mereka diperlukan adanya kegiatan diklat dalam bentuk orientasi atau pengenalan
dunia kerja. Inti perubahan paradigma ini juga bisa dialami oleh pegawai negeri yang
menempati posisi baru yang sama sekali berbeda dan membutuhkan keahlian khusus.
Dengan demikian diwajibkan kepadanya untuk menjalani penjenjangan pendidikan dan
pelatihan seperti yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000
tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil.
Tabel 14
No.
Evaluasi faktor internal (IFE)
Kekuatan
Bobot
Rating
Skor
Terbobot
1
Kebijakan Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah
dalam mendukung pengelolaan aset
0.177
3.797
0.672
2
Adanya hubungan baik antar pengelola aset SKPD di
Kabupaten Tapanuli Tengah
0.172
3.743
0.644
3
Manajemen dan struktur organisasi yang jelas di
Kabupaten Tapanuli Tengah
0.127
3.7297
0.475
4
Sumber daya aparatur pengelola aset secara kuantitas
memadai di Kabupaten Tapanuli Tengah
0.095
3.500
0.334
0.122
3.334
0.406
0.080
3.284
0.265
5
6
No.
1
2
3
4
Pagu anggaran yang memadai dalam mendukung
peningkatan kinerja pegawai pengelola aset daerah di
Kabupaten Tapanuli Tengah
Adanya komitmen yang kuat dari seluruh pengelola
aset di Kabupaten Tapanuli Tengah dalam
mewujudkan tujuan organisasi
Kelemahan
Pengembangan SDM dan kompetensi aparatur
pengelola aset di Kabupaten Tapanuli Tengah saat ini
(Sosialisasi, Bimtek, Diklat) masih kurang memadai
Mutasi/pergeseran pejabat pengelola aset yang kurang
berpengalaman di Kabupaten Tapanuli Tengah
Kurangnya ketegasan/sanksi bagi aparatur pengelola
aset di Kabupaten Tapanuli Tengah yang melakukan
kesalahan
Belum optimalnya sumber daya aparatur pengelola
aset di Kabupaten Tapanuli Tengah dalam
menerapkan standar operasional dan prosedur
Total
Bobot
Rating
Skor
Terbobot
0.067
1.932
0.130
0.063
1.838
0.116
0.051
1.723
0.088
0.045
1.784
0.079
3.209
Adanya fakta temuan dalam administrasi keuangan dan aset pemerintahan yang
belum sempurna adalah beban yang harus dipikul semua aparatur pemerintah, karena
bagaimanapun juga pengelolaan keuangan dan aset daerah sangat besar pengaruhnya
terhadap kinerja penyelenggaraan daerah itu sendiri. Sebagai abdi negara, setiap aparatur
yang berhubungan dengan pengadministrasian keuangan dan aset daerah, diharapkan
dapat mengatur dan mengurus keuangan dan aset daerah. Dengan demikian dalam hal
54
pengadministrasian ataupun pelaporan keuangan dan aset daerah diharapkan dapat
membantu permasalahan yang selama ini dihadapi para pengelola keuangan dan aset
daerah dalam pekerjaannya.
Analisi faktor eksternal
Berdasarkan hasil pengolahan data kuesioner dari beberapa ahli yang memiliki
kompetensi dalam sistem dan pengendalian serta faktor yang mempengaruhi kinerja
aparatur pengelola aset di Kabupaten Tapanuli Tengah diperoleh hasil bahwa pada faktor
eksternal (peluang dan ancaman) indikator peraturan tentang tata kelola aset daerah untuk
mempermudah tata kelola sesuai aturan merupakan indikator dengan bobot terbesar
dalam mempengaruhi kinerja aparatur pengelola aset di Kabupaten Tapanuli Tengah.
Indikator dana insentif daerah (DID) bagi pemerintah daerah yang berkinerja baik/opini
WTP merupakan indikator dengan bobot prioritas kedua mempengaruhi kinerja aparatur
pengelola aset di Kabupaten Tapanuli Tengah.
Pengakuan masyarakat atas aset pemda yang
Pengakuan
atas asetTapanuli
pemda yang
beradayang
di
berada dimasyarakat
luar kabupaten
Tengah
luar Kabupaten Tapanuli Tengah yang disebabkan
disebabkan
lemahnya
penatausahaan
lemahnya penatausahaan
0.073
Kondisi alam yang cukup menyulitkan sehingga
Kondisi alam yang cukup menyulitkan sehingga
pendataan sulit dilakukan
pendataan sulit dilakukan
0.093
Pengadaan/perubahan sistem dan teknologi yang
Pengadaan/perubahan sistem dan teknologi yang
terbatas
dan tidak sesuai antara pusat, provinsi dan
terbatas dan tidak sesuai antara pusat, provinsi dan
kabupaten/kota
kabupaten/kota
0.109
Fungsi
pengawasan terjadwal dari DPRD dan juga
Fungsi pengawasan terjadwal dari DPRD dan juga
pengawasan
LSM
pengawasan LSM
0.172
Komitmen
pemerintah pusat dalam meningkatkan
Komitmen pemerintah pusat dalam meningkatkan
kualitas
aparatur,
seperti
pengiriman
kualitas aparatur, seperti
pengiriman
PNS PNS
untukuntuk
tugas
tugas
belajarbelajar
0.125
Dana
daerah(DID)
(DID)pusat,
pusat,
bagi
pemerintah
Danainsentif
insentif daerah
bagi
pemerintah
daerah yang
yang berkinerja
daerah
berkinerjabaik
baik
0.197
Peraturan
pusattentang
tentang
kelola
Peraturanpemerintah
pemerintah pusat
tatatata
kelola
aset aset
daerah,
untukmempermudah
mempermudah tata
kelola
sesuai
dengan
daerah,
untuk
tata
kelola
sesuai
aturanaturan
dengan
0.000
0.231
0.050
0.100
0.150
0.200
0.250
BOBOT
Gambar 4
Hasil pembobotan faktor eksternal
Dari Tabel 15 dukungan terhadap pencapaian bobot tertinggi dari peluang yang ada
pada faktor eksternal mencerminkan nilai dukungan yang diperoleh melalui peraturan
pemerintah pusat tentang tata kelola aset daerah, untuk mempermudah tata kelola sesuai
dengan aturan pembobotan dengan vektor prioritas (VP).
55
Tabel 15
No.
1
2
3
4
No.
1
2
3
Evaluasi faktor eksternal (EFE)
Peluang
Peraturan pemerintah pusat tentang tata kelola aset
daerah, untuk mempermudah tata kelola sesuai dengan
aturan
Dana insentif daerah (DID) pusat, bagi pemerintah
daerah yang berkinerja baik
Komitmen pemerintah pusat dalam meningkatkan
kualitas aparatur, seperti pengiriman PNS untuk tugas
belajar
Fungsi pengawasan terjadwal dari DPRD dan juga
pengawasan LSM
Ancaman
Pengadaan/perubahan sistem dan teknologi yang
terbatas dan tidak sesuai antara Pusat, Provinsi dan
Kabupaten/Kota
Kondisi alam yang cukup menyulitkan sehingga
pendataan sulit dilakukan
Pengakuan masyarakat atas aset pemda yang berada di
luar kabupaten Tapanuli Tengah yang disebabkan
lemahnya penatausahaan
Bobot
Rating
Skor
Terbobot
0.231
3.608
0.833
0.197
3.460
0.682
0.125
3.460
0.433
0.172
3.500
0.600
Bobot
Rating
Skor
Terbobot
0.109
1.932
0.210
0.093
1.784
0.166
0.073
1.783
0.131
Total
3.056
Responden yang dipilih dalam penelitian ini merupakan para pemangku
kepentingan manajerial di lingkungan pengelola aset di Kabupaten Tapanuli Tengah.
Adanya peraturan pemerintah pusat tentang tata kelola aset daerah, untuk mempermudah
tata kelola sesuai dengan aturan, dana insentif daerah (DID) pusat bagi pemerintah daerah
yang berkinerja baik/ opini WTP, komitmen pemerintah pusat dalam meningkatkan
kualitas aparatur, seperti pengiriman PNS untuk tugas belajar, fungsi pengawasan
terjadwal dari DPRD dan pengawasan LSM Tapanuli Tengah saat dibutuhkan, pengadaan
sistem dan teknologi yang terbatas dan tidak sesuai antara pusat, provinsi dan
kabupaten/kota dalam hal penatausahaan aset, kondisi alam yang cukup menyulitkan
sehingga pendataan sulit dilakukan, pengakuan masyarakat atas aset pemda yang
disebabkan lemahnya penatausahaan. Ketujuh faktor eksternal ini merupakan faktor
pendukung utama baik dukungan yang bersifat konstruktif maupun dukungan bagi
perlambatan terhadap pencapaian tujuan organisasi.
Strategi Peningkatan Kinerja Aparatur Pengelola Aset Daerah
di Kabupaten Tapanuli Tengah
Matrik internal-eksternal
Hasil matrik internal-eksternal terhadap faktor yang mempengaruhi kinerja
aparatur pengelola aset di Kabupaten Tapanuli Tengah menunjukkan hasil berada pada
sel I dengan strategi yang tepat adalah strategi tumbuh dan membangun (grow and build).
Strategi-strategi yang cocok adalah Strategi Intensif atau Strategi Terintegrasi (Backward
Integration, Forward Integration dan Horizontal Integration).
56
3,21
3,06
Gambar 5
Matrik IE faktor yang mempengaruhi kinerja aparatur pengelola aset
di Kabupaten Tapanuli Tengah
Strategi intensif dan terintegrasi dalam peningkatan kinerja merupakan cara terbaik
untuk saat ini. Berdasarkan latar belakang kajian ini, ada baiknya kegiatan peningkatan
sumber daya manusia merupakan bagian dari ilmu manajemen yang memfokuskan pada
pengaturan peranan SDM dalam kegiatan peningkatan kinerja. Untuk mencapai tujuan,
tentu organisasi memerlukan sumber daya manusia sebagai pengelola aset. Agar sistem
ini berjalan dengan baik tentu pengelolaan SDM harus memperhatikan program
peningkatan kinerja secara kesinambungan dan dilakukan secara intensif. Beberapa aspek
penting seperti sosialisai, Bimtek, Diklat dan data aset yang terintegrasi mempermudah
pengelolaan aset. Layanan pengadaan barang dan jasa secara elektronik saat ini yang
dikelola secara terintegrasi oleh Bagian Perekonomian dan Pembangunan Kabupaten
Tapanuli Tengah merupakan pengembangan secara terintegrasi.
Matrik SWOT
Indikator kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang ditemukan pada
Kabupaten Tapanuli Tengah dimasukkan pada matriks SWOT. Tujuan matriks ini adalah
untuk memaksimalkan kekuatan dan peluang dan secara bersama-samameminimalkan
kelemahan dan acaman. Dengan kata lain, matrik SWOT bertujuan untuk
menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal dihadapi dengan
memperhatikan kekuatan dan kelemahan yangdi miliki oleh pengelola aset Kabupaten
Tapanuli Tengah.
57
Strengths (S)
Ada enam kekuatan yang diidentifikasi Kabupaten Tapanuli Tengah. Kekuatan
tersebut adalah,1) kebijakan Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah dalam mendukung
pengelolaan aset 2) adanya hubungan baik antar pengelola aset SKPD di Kabupaten
Tapanuli Tengah 3) manajemen dan struktur organisasi yang jelas di Kabupaten Tapanuli
Tengah 4) sumber daya aparatur pengelola aset secara kuantitas memadai di Kabupaten
Tapanuli Tengah 5) pagu anggaran yang memadai dalam mendukung peningkatan kinerja
pegawai pengelola aset daerah di Kabupaten Tapanuli Tengah 6) adanya komitmen yang
kuat dari seluruh pengelola aset di Kabupaten Tapanuli Tengah dalam mewujudkan
tujuan organisasi.
Weaknesses (W)
Indikator kelemahan yang dimiliki oleh Kabupaten Tapanuli Tengah ada empat,
yaitu: 1) pengembangan SDM dan kompetensi aparatur pengelola aset di Kabupaten
Tapanuli Tengah saat ini (Sosialisasi, Bimtek, Diklat) masih kurang memadai 2)
mutasi/pergeseran pejabat pengelola aset yang kurang berpengalaman di Kabupaten
Tapanuli Tengah 3) kurangnya ketegasan/sanksi bagi aparatur pengelola aset di
Kabupaten Tapanuli Tengah yang melakukan kesalahan 4) belum optimalnya sumber
daya aparatur pengelola aset di Kabupaten Tapanuli Tengah dalam menerapkan standar
operasional dan prosedur
Opportunities (O)
Indikator peluang Kabupaten Tapanuli Tengah teridentifikasi ada empat, yaitu: 1)
peraturan pemerintah pusat tentang tata kelola aset daerah, untuk mempermudah tata
kelola sesuai dengan aturan 2) dana insentif daerah (DID) pusat, bagi pemerintah daerah
yang berkinerja baik 3) komitmen pemerintah pusat dalam meningkatkan kualitas
aparatur, seperti pengiriman PNS untuk tugas belajar 4) Fungsi pengawasan terjadwal
dari DPRD dan juga pengawasan LSM
Threaths (T)
Indikator ancaman di Kabupaten Tapanuli Tengah ada tiga, yaitu:
1) pengadaan/perubahan sistem dan teknologi yang terbatas dan tidak sesuai antara pusat,
provinsi dan kabupaten/kota 2) kondisi alam yang cukup menyulitkan sehingga pendataan
sulit dilakukan 3) pengakuan masyarakat atas aset pemda yang berada di luar Kabupaten
Tapanuli Tengah yang disebabkan lemahnya penatausahaan
Berdasarkan analisa SWOT dari faktor internal dan faktor eksternal terhadap faktor
yang mempengaruhi kinerja aparatur pengelola aset di Kabupaten Tapanuli Tengah
dengan berbagai indikator penyusunnya, maka diperoleh beberapa alternatif strategi,
antara lain :
1. Strategi S-O
Sinkronisasi peraturan pemerintah pusat, provinsi dengan kebijakan Pemerintah
Kabupaten Tapanuli Tengah dalam mendukung pengelolaan aset
2. Strategi W-O
Meningkatkan dukungan kebijakan pemerintah, baik pusat dan daerah dalam
pengembangan SDM dan peningkatan kompetensi pengelola aset daerah melalui
pelatihan penatausahaan aset untuk mempermudah tata kelola sesuai dengan aturan
58
3. Strategi S-T
Peningkatan kebijakan pemerintah dalam pengembangan dan penerapan sistem dan
teknologi untuk mendukung pengawasan dan pengendalian dalam pengelolaan aset
di Kabupaten Tapanuli Tengah.
4. Strategi W-T
Peningkatan hubungan baik antar SKPD pengelola aset, terutama dalam penerapan
sistem dan teknologi yang terintegrasi dalam pengelolaan aset di Kabupaten
Tapanuli Tengah.
Tabel 16
Matriks SWOT
Kekuatan (S)
Internal
Eksternal
Peluang (O)
1. Kebijakan
pemerintah
dalam
mendukung pengelolaan aset
2. Adanya hubungan baik antar SKPD
pengelola aset
3. Manajemen dan struktur organisasi
yang jelas
4. Sumberdaya aparatur pengelola aset
secara kuantitas cukup memadai
5. Pagu anggaran pengelola aset dalam
mendukung
peningkatan
kinerja
pegawai pengelola aset daerah
6. Adanya komitmen yang kuat
dari seluruh pengelola aset
dalam mewujudkan tujuan
organisasi
Kelemahan (W)
1. Pengembangan
SDM
dan
kompetensi aparatur pengelola aset
saat ini (Sosialisasi, Bimtek, Diklat)
masih kurang memadai
2. Mutasi/ pergeseran pejabat pengelola
aset yang kurang berpengalaman
3. Kurangnya ketegasan/ sangsi bagi
aparatur pengelola aset yang
melakukan kesalahan
4. Belum optimalnya sumberdaya
aparatur pengelola aset dalam
menerapkan standar operasional dan
prosedur
Strategi S-O
1. Peraturan tentang tata kelola aset
daerah, untuk mempermudah tata
kelola sesuai dengan aturan
2. Dana insentif daerah (DID) bagi
pemerintah daerah yang berkinerja
baik/ opini wtp
3. Komitmen
pemerintah
dalam
meningkatkan kualitas aparatur ,
seperti pengiriman pns untuk tugas
belajar
4. Fungsi pengawasan terjadwal dari
DPRD dan pengawasan LSM
Tapanuli Tengah saat dibutuhkan
Ancaman (T)
Peningkatan sinkronisasi peraturan
pemerintah pusat, provinsi dengan
kebijakan Pemerintah Kabupaten
Tapanuli Tengah dalam mendukung
pengelolaan aset. (S1, O1,O3)
Strategi W-O
Meningkatkan dukungan kebijakan
pemerintah, baik pusat dan daerah
dalam pengembangan SDM dan
peningkatan kompetensi pengelola
aset daerah melalui pelatihan
penatausahaan
aset
untuk
mempermudah tata kelola sesuai
dengan aturan. (W1,O1,O3)
Strategi S-T
1. Pengadaan sistem dan teknologi yang
terbatas dan tidak sesuai antara pusat,
provinsi dan kabupaten/kota
2. Kondisi alam dan lokasi aset yang
cukup jauh dari jangkauan sehingga
pendataan sulit dilakukan
3. Pengakuan masyarakat atas aset
pemda yang disebabkan lemahnya
penatausahaan
Peningkatan kebijakan pemerintah
daerah dalam pengembangan dan
penerapan sistem dan teknologi untuk
mendukung
pengawasan
dan
pengendalian dalam pengelolaan aset
di Kabupaten Tapanuli Tengah.
(S1,T1,T3)
Strategi W-T
Peningkatan hubungan baik antar
SKPD pengelola aset, terutama
dalam penerapan sistem dan
teknologi yang terintegrasi dalam
pengelolaan aset di Kabupaten
Tapanuli Tengah. (W1, T1,T3)
Prioritas Strategi Peningkatan Kinerja
Sumber daya manusia (SDM) aparatur dalam pemerintahan khususnya di
Kabupaten Tapanuli Tengah yang handal dan profesional sangat diperlukan agar
tanggung jawab penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dapat terlaksana
dengan baik. Upaya merealisasikan kehendak masyarakat dalam memberikan pelayanan
publik oleh pemerintah, sangat ditentukan oleh kapasitas dan kompetensi SDM aparatur
59
yang mendukung. Oleh karena itu peningkatan kualitas sumber daya manusia aparatur
harus dilakukan secara berkesinambungan dan menjadi suatu keharusan melalui
pembinaan dalam mewujudkan tata pemerintahan yang baik, bersih dan profesional.
Seiring dengan konsep good governance, pemerintah telah berupaya untuk
memperbaiki kualitas dan performance ini mulai dari perbaikan sistem rekruitmen
pegawai maupun pendidikan dan pelatihan aparatur. Peningkatan kompetensi SDM
aparatur dalam mengemban tugas atau jabatan birokrasi melalui diklat berorientasi pada
standar kompetensi jabatan sesuai tantangan reformasi dan globalisasi yang tentu saja
disesuaikan dengan kebutuhan stakeholder. Kualitas aparatur tidak mungkin meningkat
tanpa adanya usaha yang konkrit untuk meningkatkannya. Oleh sebab itu perlu disusun
berbagai strategi dalam upaya peningkatan kinerja aparatur pengelola aset di Kabupaten
Tapanuli Tengah.
Berdasarkan hasil pengolahan data matriks SWOT, diperoleh 4 strategi. Strategi
tersebut disebarkan ke beberapa orang expert terkait, untuk memperoleh strategi prioritas.
Pihak-pihak yang dianggap sebagai ahli/pakar dalam hal ini terdiri dari Sekretaris Daerah,
Kepala Dinas PPKAD, Sekretaris Dinas PPKAD, Kepala Bidang aset dan 3 orang Kepala
Seksi pada bidang pengelola aset. Para ahli tersebut diminta untuk membandingkan 4
grand strategy tersebut untuk diperingkatkan.
Hasil pembobotan strategi dengan menggunakan metode pairwise comparison
(matrik perbandingan berpasangan) terhadap strategi peningkatan kinerja aparatur
pengelola aset di Kabupaten Tapanuli Tengah menunjukkan hasil bahwa meningkatkan
dukungan kebijakan pemerintah, baik pusat dan daerah dalam pengembangan SDM dan
peningkatan kompetensi pengelola aset daerah melalui pelatihan penatausahaan aset
untuk mempermudah tata kelola sesuai dengan aturan, merupakan strategi dengan
prioritas pertama dengan bobot 0.474
Aset atau barang daerah merupakan sumberdaya ekonomi milik daerah yang
mempunyai peran dan fungsi yang strategis bagi pemerintah daerah dalam meningkatkan
pelayanan publik kepada masyarakat. Aset yang ditata dan dikelola dengan baik dapat
menjadi potensi sebagai sumber pembiayaan pelaksananan fungsi-fungsi pemerintah
daerah serta dapat pula meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) di Kabupaten
Tapanuli Tengah dalam jumlah yang signifikan. Namun, jika tidak dikelola dengan
semestinya, aset tersebut justru menjadi beban biaya karena sebagian dari aset
membutuhkan biaya perawatan atau pemeliharaan dan juga turun nilainya (terdepresiasi)
seiring dengan perjalanan waktu.
Penatausahaan aset daerah di Kabupaten Tapanuli Tengah harus berdasarkan pada
kebijakan dan regulasi yang telah disepakati bersama antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah serta pihak-pihak terkait lainnya. Sejalan dengan itu, maka Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan
Barang Milik Daerah antara lain disebutkan bahwa pengelolaan barang milik daerah
dilaksanakan berdasarkan asas fungsional, kepastian hukum, transparansi dan
keterbukaan, efisiensi, akuntabilitas, dan kepastian nilai. Adapun permasalahan yang
muncul mengenai penatausahaan aset daerah di Kabupaten Tapanuli Tengah, salah
satunya disebabkan karena kompetensi para pengelola aset daerah dalam menyajikan
informasi dan data mengenai aset tetap dalam neracanya masih belum sesuai harapan.
Diklat pengelolaan aset daerah di Kabupaten Tapanuli Tengah diharapkan dapat
memberikan pengetahuan dan pemahaman pengelola aset daerah mulai dari gambaran
umum pengolahan aset daerah, perencanaan dan penganggaran sampai dengan kerangka
akuntansi dan laporan aset.
60
Pendidikan dan pelatihan (DIKLAT) bagi pegawai pengelola aset di Kabupaten
Tapanuli Tengah merupakan bagian integral dari sistem pembinaan pegawai. Melalui
diklat upaya peningkatan kemampuan pegawai yang lebih profesional dapat diwujudkan
terutama untuk memberikan kontribusi positif terhadap kinerja organisasi sekaligus
pelayanan kepada masyarakat. Namun demikian keberhasilan pelaksanaan diklat ini
sangat tergantung kepada perencanaan yang matang dan komprehensif termasuk di
dalamnya mengidentifikasi kebutuhan diklat berbasis kompetensi melalui analisa
kebutuhan diklat. Analisa kebutuhan diklat ini bertujuan untuk memperoleh informasi
dan data yang spesifik serta akurat mengenai susunan kemampuan dan kompetensi yang
dibutuhkan oleh setiap jabatan struktural pada setiap lembaga pemerintahan.
Tabel 17
Hasil pembobotan strategi peningkatan kinerja aparatur pengelola aset
di Kabupaten Tapanuli Tengah
NO
Strategi
Bobot
Prioritas
1
Meningkatkan dukungan kebijakan pemerintah, baik pusat dan
daerah dalam pengembangan SDM dan peningkatan kompetensi
pengelola aset daerah melalui pelatihan penatausahaan aset untuk
mempermudah tata kelola sesuai dengan aturan
0.474
1
2
Peningkatan kebijakan pemerintah daerah dalam pengembangan
dan penerapan sistem dan teknologi untuk mendukung pengawasan
dan pengendalian dalam pengelolaan aset di Kabupaten Tapanuli
Tengah.
0.223
2
3
Peningkatan hubungan baik antar SKPD pengelola aset, terutama
dalam penerapan sistem dan teknologi yang terintegrasi dalam
pengelolaan aset di Kabupaten Tapanuli Tengah.
0.174
3
4
Peningkatan Sinkronisasi peraturan pemerintah pusat, provinsi
dengan kebijakan Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah dalam
mendukung pengelolaan aset
0.128
4
Berdasakan Tabel 16 program untuk prioritas (1), dalam rangka peningkatan
kompetensi tenaga aset/barang daerah di Kabupaten Tapanuli Tengah dengan bobot 0.474
perlu diberikan diklat yang berkenaan dengan pengelolaan aset daerah yang meliputi : a)
diklat penatausahaan aset daerah; b) diklat pengadaan barang dan jasa; c) diklat
pengawasan keuangan dan aset; d) diklat penyusunan laporan barang/aset; e) diklat
penyusunan anggaran berbasis kinerja/APBD; f) diklat pengelolaan barang milik daerah;
g) diklat aplikasi keuangan dan komputerisasi; h) diklat penilaian aset dan; i) diklat
pengelolaan APBD.
Strategi dengan prioritas (2) dalam peningkatan kebijakan pemerintah dalam
pengembangan dan penerapan sistem dan teknologi untuk mendukung pengawasan dan
pengendalian dalam pengelolaan aset di Kabupaten Tapanuli Tengah dengan bobot 0.223
meliputi pengawasan administrasi dan penilaian aset lapangan yang dapat dilakukan per triwulan.
Sistem pengawasan dan pengendalian aset bertujuan untuk optimasi pemanfaatan
aset di Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan serangkaian kegiatan untuk
mengoptimalkan potensi fisik, lokasi, nilai, jumlah/volume, legal dan ekonomi yang
dimiliki aset tersebut. Aset yang memiliki potensi dikelompokkan berdasarkan sektorsektor unggulan yang dapat menjadi tumpuan dalam strategi pengembangan, baik dalam
jangka pendek, menengah, maupun jangka panjang. Untuk menentukan hal tersebut harus
61
terukur dan transparan, sedangkan aset yang tidak dapat dioptimalkan, harus dicari faktor
penyebabnya, apakah faktor permasalahan legal, fisik, nilai ekonomi yang rendah
ataupun faktor lainnya, sehingga setiap aset nantinya memberikan nilai tersendiri. Hasil
akhir dari tahapan ini adalah rekomendasi yang berupa sasaran, strategi dan program
untuk mengoptimalkan aset.
Strategi dengan prioritas (3) dalam peningkatan hubungan baik antar SKPD
pengelola aset, terutama dalam penerapan sistem dan teknologi yang terintegrasi dalam
pengelolaan aset di Kabupaten Tapanuli Tengah dengan bobot 0.174. (4) strategi dengan
bobot terakhir adalah sinkronisasi peraturan pemerintah pusat, provinsi dengan kebijakan
Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah dalam mendukung pengelolaan aset dengan bobot
0.128. Dengan program menambah pagu anggaran khusus pengelola aset yang selama ini
jumlahnya masih digabung dengan anggaran bidang lain, serta mengalokasikan
dana/tunjangan (reward) untuk tahun berikutnya.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1.
Beberapa penyebab pengelolaan aset yang belum maksimal di Kabupaten Tapanuli
tengah, 1) pengembangan SDM dan kompetensi aparatur pengelola aset saat ini
(Sosialisasi, Bimtek, Diklat) masih kurang memadai, 2) mutasi/ pergeseran pejabat
pengelola aset yang kurang berpengalaman, 3) kurangnya ketegasan/ sangsi bagi
aparatur pengelola aset yang melakukan kesalahan, dan 4) belum optimalnya
sumberdaya aparatur pengelola aset dalam menerapkan standar operasional dan
prosedur
2.
Beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja aparatur pengelola aset di Kabupaten
Tapanuli Tengah antara lain : faktor internal yang terdiri dari kekuatan dan
kelemahan serta faktor eksternal yang terdiri dari peluang dan ancaman, dengan
menghasilkan grand strategy berupa grow and build.
3.
Beberapa strategi yang dapat dilaksanakan dalam rangka peningkatan kinerja
aparatur pengelola aset pada dinas pendapatan pengelolaan keuangan dan aset daerah
Kabupaten Tapanuli Tengah, antara lain meningkatkan dukungan kebijakan
pemerintah, baik pusat dan daerah dalam pengembangan SDM dan peningkatan
kompetensi pengelola aset daerah melalui pelatihan penatausahaan aset untuk
mempermudah tata kelola sesuai dengan aturan (prioritas pertama), peningkatan
kebijakan pemerintah dalam pengembangan dan penerapan sistem dan teknologi
untuk mendukung pengawasan dan pengendalian dalam pengelolaan aset di
Kabupaten Tapanuli Tengah (prioritas kedua), peningkatan hubungan baik antar
SKPD pengelola aset, terutama dalam penerapan sistem dan teknologi yang
terintegrasi dalam pengelolaan aset di Kabupaten Tapanuli Tengah (prioritas ketiga)
dan peningkatan sinkronisasi peraturan pemerintah pusat, provinsi dengan kebijakan
Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah dalam mendukung pengelolaan aset
(prioritas keempat).
62
Saran
Saran yang dapat disampaikan dalam penelitian ini antara lain :
1. Pemerintah Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah fokus pada strategi meningkatakan
kompetensi Pengelola aset daerah melalui Sosialisasi, Bimbingan teknis dan Pendidikan
pelatihan penatausahaan aset dengan instansi pemerintah maupun lembaga yang diakui oleh
pemerintah.
2. Pengembangan dan penerapan sistem dan teknologi pengelolaan aset yang terintegrasi
3.
4.
5.
6.
antar SKPD sehingga memudahkan dalam sistem pengawasan dan pengendalian
pengelolaan aset daerah.
Peningkatan kerjasama dan hubungan yang baik antar SKPD dalam pengelolaan aset
daerah dengan sistem pengawasan yang dilaksanakan secara periodik.
Mutasi aparatur pengelola aset daerah sebaiknya disesuaikan dengan kompetensi
aparatur tersebut. Aparatur yang memiliki kompetensi diharapkan tidak dimutasi
sebelum ada pengganti yang juga memiliki kompetensi.
Penambahan anggaran untuk kegiatan pengelola aset yang dikhususkan untuk
peningkatan kompetesi aparatur pengelola aset.
Penempatan SDM pada pengelola aset sebaiknya aparatur yang memiliki kempetensi
di bidangnya dan memiliki pendidikan dengan latar belakang Ekonomi Akuntansi.
63
DAFTAR PUSTAKA
Arkeman Y. 1999. Metode Analytical Hierarchy Process. Makalah Pelatihan Group
Pengembangan Teknologi Manajemen dan Sistem Informasi. Jurusan
Teknologi Industri Pertanian, Fakutas Teknologi Pertanian. IPB.
Azlim, Darwanis, Usman AB. 2012. Pengaruh Penerapan Good Governance dan Standar
Akuntansi Pemerintahan Terhadap Kualitas Informasi Keuangan SKPD di Kota
Banda Aceh. Jurnal Akuntansi Pascasarjana Universitas Syiah Kuala. ISSN: 23020164, Vol 1, No.1, pp. 1-14. Tersedia di http://prodipps.unsyiah.ac.id/
Jurnalmia/images/Jurnal/vol.1.ma/1.1.ma/1.1.14.azlim.pdf
Azhar I, Darwanis, Abdullah S. 2013. Pengaruh Kualitas Aparatur Daerah, Regulasi, dan
Sistem Informasi Terhadap Manajemen Aset (Studi pada SKPD Pemerintah Kota
Banda Aceh). Jurnal Akuntansi Pascasarjana Universitas Syiah Kuala. ISSN: 23020164, Vol 2, No. 1, pp. 15-26. Tersedia di http://prodipps.unsyiah.ac.id/
Jurnalmia/images/Jurnal/vol.2.ma/2.1.ma/2.15.26.iqlima.azhar.pdf
Afandi MN, Khairani. 2013. Analisis Manajemen Aset Tetap di Dinas Pendapatan,
Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Tanjung Balai. Jurnal Ilmu
Administrasi, Vol X, No. 3 Desember 2013, hal. 393 - 414
BPK RI. 2014. Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I Tahun 2014. Buku II Pemeriksaan
Laporan Keuangan.
Christopher H. 2014. 3 Masalah Utama dalam Pengelolaan Aset, tersedia dari
http://burungkecici.blogspot.co.id/2014/12/tiga-masalah-utama-pengelolaanaset.html
Chang W. 2014. Metodologi Penulisan Ilmiah: Teknik Penulisan Esai, Skripsi, Tesis dan
Disertasi untuk Mahasiswa, Penerbit Erlangga, Jakarta
Dipang L. 2013. Pengembangan Sumber Daya Manusia Dalam Peningkatan Kinerja
Karyawan Pada PT. Hasjrat Abadi Manado. Jurnal EMBA. ISSN: 2303 – 1174, Vol
1, No. 3, hal. 1080 – 1088. Tersedia di http://ejournal.unsrat.ac.id/
index.php/emba/article/view/2318
Dharma S. 2005. Manajemen Kinerja. Penerbit Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Dewi HG. 2012. Analisis Hasil Audit BPK RI atas Aset Tetap Pada Laporan Keuangan
Kementerian/Lembaga, Thesis Program Studi Magister Akuntansi, Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia
Dwiyanto, Agus. 2015. Reformasi Birokrasi Kontekstual. Penerbit Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta
Duadji, Noverman. 2012. Good Governance dalam Pemerintah Daerah. Majalah Mimbar.
Vol28, No. 2, hal. 201-209. Tersedia dari http://ejournal.unisba.ac.id/index.php/
mimbar/article/view/356#.Vk051V7kw0s
Djefris MD, Rafi M. 2003. Penerapan Konsep Good Governance di Indonesia. Jurnal R and
B. ISSN: 1412-5080, Vol 3, No. 2. Tersedia dari http://download.portalgaruda.org/
article.php?article=57624&val=4373
Eckerson, Wayne W. 2009. Performance Management Strategies: How to Create and Deploy
Effective Metrics, TDWI Best Practices Report, The Data Warehousing Institute.
Tersedia dari https://www.google.co.id/?gws_rd=cr,ssl&ei=Fy9NVv2GG6nXyQOY
3qf4Dw#q=performance+management+strategies+eckerson
Fewidarto PD. 1996. Proses Hirarki Analitik (Analytical Hierarchy Process). Materi Kursus
Singkat. Jurusan Tekhnologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
64
Gunistiyo, Subroto. 2009. Pengaruh Movitasi Terhadap Kinerja Karyawan (Studi Kasus
Pada Bank Swasta di Kota Tegal). Universitas Pancasila. Tegal. Jurnal Sosial
Ekonomi dan Humaniora. ISSN: 1858-4500, Vol 5, No. 7, hal 13. Tersedia dihttp://ejournal.upstegal.ac.id/index.php/Sosekhum/article/view/186/188
Hunger JD, Wheelen T. 2001. Manajemen Strategis. Andi. Yogyakarta
Hursman A. 2010 July 1. Measure What Matters, Information Management, v.20, no.4, p.24
(ISSN: 1521-2912) Published Source Media, Inc., http://www.information
management.com/issues/20_4/measure-what-matters_kpi-10018221-1.html
Iveta G. 2012. Human Resources Key Performance Indicators, Journal of Competitiveness,
Vol. 4, Issue 1, pp. 177 – 128, Tersedia dari https://www.google.co.id/?gws_rd=
cr,ssl&ei=Fy9NVv2GG6nXyQOY3qf4Dw#q=Gabcanova+Iveta%2C+Human+Res
ources+Key+Performance+Indicators
Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2015. Kinerja, Kamus versi Online Versi 1.4, Badan
Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Tersedia dari Kemdikbud,
http://kbbi.web.id/kinerja
Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI Atas Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten
Tapanuli Tengah Tahun 2011.
Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI Atas Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten
Tapanuli Tengah Tahun 2012
Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI Atas Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten
Tapanuli Tengah Tahun 2013
Mulalinda V, Tangkuman S J. 2014. Efektivitas Penerapan Sistem dan Prosedur Akuntansi
Aset Tetap pada Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah
Kabupaten Sitaro, Jurnal EMBA. ISSN 2303-1174, Vol. 2, No. 1 Maret 2014, hal.
521-531
Mangkunegara AA, Anwar Prabu. 2005. Evaluasi Kinerja SDM. Penerbit Refika Aditama,
Bandung
Moleong LJ. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Penerbit Remaja Rosdakarya, Bandung
Nawawi H. 2006. Evaluasi dan Manajemen Kinerja di Lingkungan Perusahan dan Industri.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Oxford Learner’s Dictionaries. 2015. Governance. Oxford University Press, England.
http://www.oxfordlearnersdictionaries.com/definition/english/governance?q=govern
ance
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis
Pengelolaan Barang Milik Daerah
Peraturan Bupati Tapanuli Tengah No.17/tahun 2009 tentang Teknis Pelaksanaan
Pengelolaan Barang Milik Daerah Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah
Peraturan Menteri PAN dan RB Nomor 29 Tahun 2010. tentang Pedoman Penyusunan
Penetapan Kinerja dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
Peraturan Menteri PAN dan RB Nomor 20 Tahun 2013 tentang Perubahan Lampiran
Peraturan Menteri PAN dan RB Nomor 25 Tahun 2012 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Evaluasi Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 8/PMK.07/2014 Tahun 2014
tentang
Pedoman
Umum
dan
Alokasi
Dana
Insentif
Daerah
Tahun Anggaran 2014
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah
Prawirosentono S. 1999. Kebijakan Kinerja Karyawan. Penerbit BPFE, Yogyakarta
Rangkuti F. 2002. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. PT. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta
65
Rangkuti F. 2014. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. PT. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta
Robbins, Stephen P, Mary C. 2010. Manajemen. Erlangga. Jakarta.
Ruky AS. 2001. Sistem Manajemen Kinerja, Penerbit Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Rewansyah A. 2010. Reformasi Birokrasi Dalam Rangka Good Governance, Penerbit
Yusaintanas Prima, Jakarta
Rayadi. 2012. Faktor Sumber Daya Manusia Yang Meningkatkan Kinerja Karyawan dan
Perusahaan di Kalbar. Jurnal EKSOS AMIK Panca Bhakti. ISSN: 1693 – 9093, Vol
8, No. 2, hal. 114 – 119. Tersedia di http://mobile.repository.polnep.ac.id/ xmlui/
bitstream/handle/123456789/88/07eksos%205%20-%20rayadi.pdf?sequence=1
Siagian SP. 2004. Teori Pengembangan Organisasi. Bumi Aksara, Jakarta
Stoner, James AF. 1996. Manajemen. Penerbit PT. Prenhallindo, Jakarta
Susilo W. 2002. Audit SDM – Panduan Komprehensif Auditor dan Praktisi Manajemen
Sumber Daya Manusia serta Pimpinan Organisasi/Perusahaan. Penerbit
Vorqistatama Binamega, Jakarta
Sumarto, Hetifah SJ. 2003. Inovasi, Partisipasi, dan Good Governance, Penerbit Yayasan
Obor Indonesia, Jakarta
Suyanto B, Sutinah. 2007, Metode Penelitian Sosial, Kencana Prenada Media Group, Jakarta
Setiawan A. 2012. Analisis Struktural Pengaruh Sistem Pengawasan dan Pengendalian
Terhadap Kepuasan dan Komitmen Kepada Organisasi. Jurnal Admisi & Bisnis.
ISSN: 1411 – 4321, Vol 13, No. 1 Februari 2012. Tersedia di
http://admisibisnis.blogspot.co.id/2012/08/analisis-struktural-pengaruh-sistem.html
Safroni ML. 2012. Manajemen dan Reformasi Pelayanan Publik. Penerbit Aditya Media
Publishing, Yogyakarta
Terry G R, Rue Leslie W. 2003. Dasar-DasarManajemen. Bumi aksara. Jakarta
Tarr JD. 1996. Performance Measurements for a Continuous Improvement Strategy, Hospital
Materiel Management Quarterly, 18, 2; ProQuest, pg. 77, California, USA
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan
Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
Wibawa S. 2008. Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik, Penerbit
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
66
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Sibolga pada tanggal 19 Mei 1980 sebagai anak ke enam
dari delapan bersaudara pasangan Berton Sihombing dan Senti Pakpahan. Tahun 1999 –
2004 penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi melalui Program Strata
1 (S1) Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi di Universitas Pembangunan Nasional
‘Veteran’ Jakarta, dan dinyatakan lulus dan berhak menyandang gelas Sarjana Ekonomi
(SE).
Saat ini penulis masih aktif bekerja di Dinas Pendapatan Pengelola Keuangan dan
Aset Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah sebagai staf, dan sebelumnya penulis pernah
bekerja di Standard Chartered Bank Jakarta dan disalah satu perusahaan Jepang
PT. Koyama Indonesia di KIIC Karawang. Pada tanggal 15 Oktober 2007 penulis
menikah dengan Tuty Mawarny Sitinjak, S.St dan hingga saat ini telah dikaruniai 3 orang
anak, yang pertama Dave Lomthy Gabriel Sihombing (7 Thn). Chiara Putri Mawshan
Sihombing ( 6 Thn), dan Adewira Negara Sihombing (4 Thn). Pada bulan Desember 2014,
penulis memperoleh Program Beasiswa Pendidikan Strata 2 BPKP RI pada Sekolah
Pascasarjana IPB, Program Studi Magister Profesional Manajemen Pembangunan Daerah,
Fakultas Ekonomi dan Manajemen.
67
LAMPIRAN
68
Lampiran 1
Total aset tetap per SKPD Kabupaten Tapanuli Tengah
Nama SKPD
Tahun 2013
Rp (juta)
1
Sekretariat DPRD
13 559.89
13 663.48
2
Sekretariat Daerah
27 617.22
29 046.96
3
Dinas Pekerjaan Umum
673 656.61
733 940.66
4
Dinas Pertanahan
10 579.56
12 079.04
5
Dinas Perhubungan, Komunikasi dan
Informatika
18 637.26
26 136.49
6
Dinas Kesehatan
70 278.54
73 334.88
7
Rumah Sakit Umum Daerah Pandan
62 255.54
67 050.79
8
Akademi Keperawatan
14 555.51
14 745.54
9
Dinas Pendidikan
233 085.59
260 921.14
3 190.61
3 260.11
843.08
960.71
52.29
315.73
925.76
1 029.56
3 025.59
3 956.02
2 241.01
2 976.73
3 805.52
4 766.31
No
10
Kantor Pendidikan Dan Pelatihan
11
Dinas Sosial, Tenaga Kerja Dan Transmigrasi
12
Kantor Pemuda Dan Olahraga
13
Badan Penanggulangan Bencana Daerah
14
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
15
16
Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa dan
Perempuan
Badan Keluarga Berencana Dan Kesejahteraan
Keluarga
Tahun 2014
Rp (juta)
17
Dinas Pertanian Dan Peternakan
59 363.08
65 311.58
18
Dinas Kelautan Dan Perikanan
29 131.90
38 211.04
19
Dinas Kehutanan Dan Perkebunan
1 698.27
2 332.60
1 833.50
1 961.50
6 795.31
8 823.48
2 719.65
3 306.55
30 531.31
34 995.22
20
21
Kantor Pelaksana Penyuluhan Pertanian,
Perikanan dan Kehutanan
Dinas Perdagangan, Industri, Koperasi Dan
Penanaman Modal
22
Dinas Pertambangan Dan Energi
23
Dinas Pendapatan, Pengelola Keuangan Dan
Aset Daerah
24
Kantor Pelayanan Terpadu
489.42
768.38
25
Inspektorat Kabupaten
947.03
1 001.42
26
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
1370.02
1 947.13
2744.60
3 614.45
8 237.65
8 774.98
27
28
Badan Pengendalian Dampak Lingkungan
Daerah
Dinas Kebersihan, Pertamanan Dan Pemadam
Kebakaran
69
Lampiran 1
No
Total aset tetap per SKPD Kabupaten Tapanuli Tengah (Lanjutan)
Tahun 2013
Rp (juta)
Nama SKPD
Tahun 2014
Rp (juta)
29
Dinas Pariwisata Dan Kebudayaan
6 871.05
11 943.00
30
Badan Kesatuan Bangsa, Politik Dan
Perlindungan Masyarakat
597.29
651.04
31
Badan Kepegawaian Daerah
808.71
934.66
32
Kecamatan Sibabangun
2 535.59
2 561.34
33
Kecamatan Suka Bangun
519.65
704.03
34
Kecamatan Pinangsori
1 245.99
1 265.99
35
Kecamatan Manduamas
632.44
632.44
36
Kecamatan Sirandorung
836.82
836.82
37
Kecamatan Andam Dewi
1 468.34
1 659.21
38
Kecamatan Barus
506.85
771.21
39
Kecamatan Sosorgadong
63.14
247.51
40
Kecamatan Pasaribu Tobing
685.27
919.13
41
Kecamatan Sorkam Barat
326.72
581.37
42
Kecamatan Sorkam
9 330.91
9 545.02
43
Kecamatan Kolang
4 165.07
4 376.10
44
Kecamatan Tapian Nauli
890.27
1 082.64
45
Kecamatan Sitahuis
590.99
802.79
46
Kecamatan Sarudik
2 436.67
2 732.49
47
Kecamatan Pandan
934.76
990.21
48
Kecamatan Tukka
1 055.01
1 286.81
49
Kecamatan Badiri
2 406.64
2 454.62
50
Kecamatan Lumut
2 363.73
2 577.67
51
Kecamatan Barus Utara
776.72
1 326 219.97
850.06
1 469 638.63
Jumlah
70
62
Lampiran 2
Matriks perbandingan IFE Strategi Peningkatan Kinerja Aparatur Pengelola Aset Daerah di Kabupaten Tapanuli Tengah
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
VE
VP
VA
VB
 max
CI
CR
A
1
1
3
3
2
2
2
2
3
2
1.966
0.177
1.925
10.872
10.941
0.105
0.070
B
1
1
2
3
2
3
3
1
2
3
1.911
0.172
1.876
10.906
C
0.33
0.50
1
2
2
2
3
2
2
2
1.414
0.127
1.387
10.893
D
0.33
0.33
0.50
1
1
2
2
2
2
2
1.059
0.095
1.010
10.593
E
0.50
0.50
0.50
1
1
3
3
2
3
3
1.351
0.122
1.312
10.788
F
0.50
0.33
0.50
0.50
0.33
1
2
3
2
2
1.896
0.081
0.893
11.073
G
0.50
0.33
0.33
0.50
0.33
0.50
1
3
2
2
1.749
0.067
0.764
11.333
H
0.50
1
0.50
0.50
0.50
0.33
0.33
1
2
2
1.699
0.063
0.736
11.700
I
0.33
0.50
0.50
0.50
0.33
0.50
0.50
0.50
1
2
1.568
0.051
0.543
10.615
J
0.50
0.33
0.50
0.50
0.33
0.50
0.50
0.50
0.50
1
1.494
0.044
0.473
10.638
11.107
1.000
109.412
70
71
Lampiran 3 Pembobotan Faktor Strategis Internal dalam Strategi Peningkatan Kinerja
Aparatur Pengelola Aset Daerah di Kabupaten Tapanuli Tengah
Faktor Strategis Internal
Rating
Skor Terbobot
Kebijakan pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah dalam
mendukung pengelolaan aset
0.177
3.798
2
Adanya Hubungan Baik Antar SKPD Pengelola Aset di
Kabupaten Tapanuli Tengah
0.172
3.743
3
Manajemen dan Struktur Organisasi yang Jelas di Kabupaten
Tapanuli Tengah
0.127
3.730
4
Sumberdaya Aparatur Pengelola Aset secara Kuntitas Cukup
Memadai Kabupaten Tapanuli Tengah
0.095
3.500
5
Pagu Anggaran Pengelola Aset dalam Mendukung
Peningkatan Kinerja Pegawai Pengelola Aset Daerah
0.122
3.338
6
Adanya Komitmen yang kuat dari Seluruh Pengelola Aset
Kabupaten Tapanuli Tengah dalam Mewujudkan Tujuan
Organisasi
0.081
3.284
No.
Kekuatan
1
No.
Kelemahan
1
Pengembangan SDM dan Kompetensi Aparatur Pengelola
Aset Kabupaten Tapanuli Tengah Saat ini (Sosialisasi,
Bimtek, Diklat) masih kurang memadai
0.067
1.932
2
Mutasi/ Pergeseran Pejabat Pengelola Aset yang Kurang
Berpengalaman di Kabupaten Tapanuli Tengah
0.063
1.838
3
Kurangnya Ketegasan/ Sangsi bagi Aparatur Pengelola Aset
di Kabupaten Tapanuli Tengah yang Melakukan Kesalahan
0.051
1.730
4
Belum Optimalnya Sumberdaya Aparatur Pengelola Aset di
Kabupaten Tapanuli Tengah dalam Menerapkan Standar
Operasional dan Prosedur
0.045
1.784
Total
1
71
72
Lampiran 4 Matriks perbandingan EFE Strategi Peningkatan Kinerja Aparatur Pengelola Aset Daerah di Kabupaten Tapanuli Tengah
A
B
C
D
E
F
G
VE
A
1
3
2
1
2
2
2
B
0.33
1
3
2
2
2
2
C
0.50
0.33
1
1
2
1
2
D
1
0.50
1
1
3
2
2
E
0.50
0.50
0.50
0.33
1
3
2
0.820
0.109
0.868
F
0.50
0.50
1
0.50
0.33
1
2
0.701
0.093
0.701
G
0.50
0.50
0.50
0.50
0.50
0.50
1
0.552
0.073
0.537
7.533
1.000
1.739
1.486
0.944
1.292
VP
0.231
0.197
0.125
0.171
VA
VB
1.795
7.778
1.543
7.825
0.935
1.286
max
CI
CR
7.628
0.105
0.079
7.466
7.497
7.976
7.531
7.323
53.396
72
73
Lampiran 5 Pembobotan Faktor Strategis Eksternal dalam Strategi Peningkatan Kinerja
Aparatur Pengelola Aset Daerah di Kabupaten Tapanuli Tengah
Faktor Strategis Eksternal
No
Rating
Skor
Terbobot
Peluang
1
Peraturan Pemerintah pusat tentang tata kelola aset daerah, untuk
mempermudah tata kelola sesuai dengan aturan
0.231
3,608
2
Dana insentif daerah (DID) pusat bagi pemerintah daerah yang
berkinerja baik/ opini WTP
0.197
3,459
3
Komitmen pemerintah pusat dalam meningkatkan kualitas
aparatur , seperti pengiriman PNS untuk tugas belajar
0.125
3,459
4
Fungsi pengawasan terjadwal dari DPRD dan pengawasan LSM
Tapanuli Tengah saat dibutuhkan
0.172
3,500
No
Ancaman
1
Pengadaan sistem dan teknologi yang terbatas dan tidak sesuai
antara pusat, provinsi dan kabupaten/kota dalam hal
penatausahaan aset
0.109
1,932
2
Kondisi alam yang cukup menyulitkan sehingga pendataan sulit
dilakukan
0.093
1,784
3
Pengakuan masyarakat atas aset pemda yang disebabkan
lemahnya penatausahaan
0.073
1,784
Total
1
73
74
Lampiran 6 Pembobotan Strategi Peningkatan Kinerja Aparatur Pengelola Aset Daerah di Kabupaten Tapanuli Tengah
A
B
C
A
1
2.83
2.83
2.67
B
0.35
1
1.64
C
0.35
0.61
D
0.40
0.55
A
B
C
D
D
VE
VP
VA
VB
2.151
0.474
1.942
4.094
1.81
1.012
0.223
0.908
4.072
1
1.81
0.790
0.174
0.710
4.074
0.55
1
0.581
0.128
0.525
4.098
4.534
1.000
max
CI
CR
4.084
0.028
0.025
16.337
Meningkatkan dukungan kebijakan pemerintah, baik pusat dan daerah dalam pengembangan SDM dan peningkatan kompetensi
pengelola aset daerah melalui pelatihan penatausahaan aset untuk mempermudah tata kelola sesuai dengan aturan.
Peningkatan kebijakan pemerintah dalam pengembangan dan penerapan sistem dan teknologi untuk mendukung pengawasan dan
pengendalian dalam pengelolaan aset di Kabupaten Tapanuli Tengah Tengah.
Peningkatan hubungan baik antar SKPD pengelola aset, terutama penerapan sistem dan teknologi yang terintegrasi dalam pengelolaan
aset di kabupaten tapanuli tengah.
Sinkronisasi peraturan pemerintah pusat, provinsi dengan kebijakan pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah dalam mendukung
pengelolaan aset.
74
75
Glosarium
ADB
AKIP
APBD
BMD
BPK
CI
CR
DBKP
DBMD
DID
DIKLAT
DKBMD
DKPBMD
DPPKAD
DPB
GCG
IK
IKU
KIB
KIR
KPI
LAKIP
LHP
LK
LKPD
LKKL
LPSE
LSM
MBS
MBO
MPG
PAD
PO
RKA SKPD
SAKIP
SDM
SIKD
SIMHP
SKPD
SKP
SOP
SPPB
SPBMD
SPIP
: Asian Development Bank
: Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
: Anggaran Pendapatan Belanja Daerah
: Barang Milik Daerah
: Badan Pemeriksa Keuangan
: Consistant Index/Indeks Konsistensi
: Consistant Ratio/Rasio Konsistensi
: Daftar Barang Kuasa Pengguna
: Daftar Barang Milik Daerah
: Dana Insentif Daerah
: Pendidikan Dan Pelatihan
: Daftar Kebutuhan Barang/Aset Milik Daerah
: Daftar Kebutuhan Pemeliharaan Barang Milik Daerah
: Dinas Pendapatan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah
: Daftar Pengguna Barang
: Good and Clean Governance
: Intruksi Kerja
: Indikator Kinerja Utama
: Kartu Inventaris Barang
: Kartu Inventaris Ruangan
: Key Performance Indicators
: Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
: Laporan Hasil Pemeriksaan
: Laporan Keuangan
: Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
: Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga
: Layanan Pengadaan Secara Elektronik
: Lembaga Swadaya Masyarakat
: Manajemen Berdasarkan Sasaran
: Management By Objective
: Matriks Pendapat Gabungan
: Pendapatan Asli Daerah
: Pengembangan Organisasi
: Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat
Daerah
: Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
: Sumber Daya Manusia
: Sistem Informasi Keuangan Daerah
: Sistem Informasi Management Hasil Pengawasan
: Satuan Kerja Perangkat Daerah
: Sasaran Kinerja Pegawai
: Standar Operasional dan Prosedur
: Surat Perintah Pengeluaran Barang
: Serta Sistem Pengelolaan Barang Milik Daerah
: Sistem Pengendalian Internal Pemerintah
75
76
SWOT
SIMBANGDA
TA
TW
VA
VE
VB
VP
WDP
WTP
: Strength Weakness Opportunities Threat
: Sistem Informasi Management Pembangunan
Daerah
: Tahun Anggaran
: Tidak Wajar
: Vektor Antara
: Vektor Eigen
: Nilai Eigen
: Vektor Prioritas
: Wajar Dengan Pengecualian
: Wajar Tanpa Pengecualian
77
78
79
Download