STRATEGI PENINGKATAN KINERJA APARATUR PENGELOLA ASET DAERAH DI KABUPATEN TAPANULI TENGAH NALOM SANTUN SIHOMBING SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir berjudul Strategi Peningkatan Kinerja Aparatur Pengelola Aset Daerah di Kabupaten Tapanuli Tengah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugass akhir ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juni 2016 Nalom Santun Sihombing H252144165 RINGKASAN NALOM SANTUN SIHOMBING. Strategi Peningkatan Kinerja Aparatur Pengelola Aset Daerah di Kabupaten Tapanuli Tengah. Dibimbing oleh DWI RACHMINA dan MA’MUN SARMA. Peningkatan kinerja pengelola aset daerah merupakan sebuah upaya perbaikan capaian kinerja organisasi. Capaian kinerja diharapkan, berdampak pada peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Peningkatan kinerja yang diharapkan dapat melalui peningkatan SDM serta kualitas aparatur pemerintah itu sendiri. Kelemahan aparatur dalam pengelolaan aset di Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu penyebab Kabupaten Tapanuli Tengah mendapatkan opini wajar dengan pengecualian (WDP). Opini WDP atas laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) Kabupaten Tapanuli Tengah menjadi fokus perhatian pemerintah daerah dalam pembenahan pengelolaan aset. Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi penyebab pengelolaan aset yang belum maksimal, menganalisis sistem dan pengendalian serta faktor yang mempengaruhi kinerja aparatur pengelola aset dan merumuskan strategi peningkatan kinerja aparatur pengelola aset di Kabupaten Tapanuli Tengah. Penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh melalui survei lapangan dan wawancara mendalam menggunakan kuesioner yang disebar kepada staf pengelola aset dan pejabat pengelola aset disetiap satuan kerja perangkat daerah (SKPD) Kabupaten Tapanuli Tengah. Data sekunder diperoleh melalui studi pustaka dan dokumen yang berkaitan dengan data aset tetap. Teknik pengolahan data menggunakan SWOT yang terdiri dari matriks internal dan external (IFE &EFE). Matrik SWOT ini digunakan untuk memperoleh alternatif strategi dalam peningkatan kinerja pengelola aset. Alternatif strategi diperoleh melalui matriks IE yang kemudian dilakukan suatu pembobotan untuk menentukan prioritas yang utama, kedua, ketiga dan keempat. Metode yang digunakan metode matrix pairwise comparisons Opini LKPD untuk tahun anggaran 2013 Kabupaten Tapanuli Tengah menunjukkan hasil WDP. Badan pemeriksa keuangan memberikan hasil tersebut dengan kriteria antara lain: sistem pengendalian internal memadai, namun terdapat salah saji yang material pada beberapa pos laporan keuangan. Laporan hasil pemeriksaan dengan opini wajar dengan pengecualian dapat diandalkan, tetapi pemilik kepentingan harus memperhatikan beberapa permasalahan yang diungkapkan auditor atas pos yang dikecualikan, agar tidak mengalami kekeliruan dalam pengambilan keputusan Upaya yang dilakukan menindaklanjuti opini WDP dilakukan dengan melanjutkan validasi dan inventarisasi seluruh aset SKPD secara komprehensif, memantapkan sistem dan prosedur pengelolaan anggaran yang terkait dengan pengadaan aset, mensosialisasikan tata kelola keuangan yang baik pada seluruh jajaran pemerintahan sesuai dengan PP No. 58 Tahun 2005 dan Permendagri No 13 Tahun 2006 dengan pola bimbingan teknis serta pendidikan dan pelatihan (diklat) yang berkesinambungan, mengupayakan fasilitas e-audit yang terintregasi. Berdasarkan indikator faktor internal dan eksternal, kebijakan Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah dalam mendukung pengelolaan aset dan Peraturan Pemerintah Pusat tentang Tata Kelola Aset Daerah, untuk mempermudah tata kelola sesuai dengan aturan, merupakan bobot tertinggi. Data skor terbobot sebesar 3.209 dan 3.056 dan berada pada kuadran 1 dengan strategi grow and build. Pengolahan data melalui pairwise comparisons matrix, strategi dengan bobot tertinggi (1) meningkatkan dukungan kebijakan pemerintah, baik pusat dan daerah dalam pengembangan SDM dan peningkatan kompetensi pengelola aset daerah melalui pelatihan penatausahaan aset untuk mempermudah tata kelola sesuai dengan aturan. Strategi dengan bobot (2) peningkatan kebijakan pemerintah dalam pengembangan dan penerapan sistem dan teknologi untuk mendukung pengawasan dan pengendalian dalam pengelolaan aset di Kabupaten Tapanuli Tengah. Strategi dengan bobot (3) peningkatan hubungan baik antar SKPD pengelola aset, terutama dalam penerapan sistem dan teknologi yang terintegrasi dalam pengelolaan aset di Kabupaten Tapanuli Tengah. Strategi dengan bobot terakhir (4) sinkronisasi peraturan pemerintah pusat, provinsi dengan kebijakan Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah dalam mendukung pengelolaan aset. Kata kunci: Faktor Eksternal, Faktor Internal, Good Governance, Strategi Intensif Strategi Terintegrasi SUMMARY NALOM SANTUN SIHOMBING. Strategies to Improve the Performance of Local Official Asset Manager in Tapanuli Tengah Regency. Supervised by DWI RACHMINA and MA’MUN SARMA. Improving the performance of local official asset manager is an attempt to improve organization performance achievement. It is expected that performance achievement will lead to better community service quality. Such expected performance improvement can be conducted by improving human resources and government apparatus quality. The Local official asset manager weaknesses in Tapanuli Tengah Regency are the one of the causes of Tapanuli Tengah Regency got “Fair with Exceptions” (FWE). The FWE status upon local government financial reports (LGFR) of Tapanuli Tengah Regency has become the main focus of the local government attention in organizing asset management. The aims of this research are to identify the causes of unsatisfactory asset management, analyze the system, control, and factors affecting performance of the local official official asset manager, and formulate stategyes to improve the local official asset manager in Tapanuli Tengah Regency. This research utilized primary data, obtained through field survey and in-depth interviews using questionnaires distributed to asset management staff and asset management officials in each working units of Tapanuli Tengah Regency. The secondary data, also used in this research, were attained through references and documents related to fixed asset data. Data were processed using SWOT techniques, consisting of internal and external matrices (IFE & EFE) in order to obtain strategy alternatives in improving local asset management performance. Strategy alternatives resulted from IE matrix were then scored to determine the first, second, third, and fourth priority respectively. The method used in this process was pairwise comparison matrix method. The assessment of LGFR for the 2013 fiscal year in Tapanuli Tengah Regency brought about FWE results. The Audit Board gave the above result with a number of criteria, one of which was noted as follows: the internal control system was adequate, but there was wrong presentation material in a few financial report units. This shows that the report of assessment with “Fair with Exceptions” status is reliable, but the related units need to pay attention to a number of problems identified by auditor upon those belong under exception status so that there will not be any mistakes in making decisions. A number of efforts carried out to follow up such FWE status include continuing validation and inventory of all working units asset comprehensively, determining both system and procedures in managing budget related to asset provision, socializing good financial governance to all levels of government according to the Legislation no. 58 year 2005 and The Regulation of Domestic Affair Ministry no 13 Year 2006, with technical guiding patterns along with sustainable education and training, trying to apply integrated e-audit on such facilities. Based on the above internal and external factor indicators, regulations of Tapanuli Tengah Regency Government and Central Government in supporting asset management to ease the system based on the regulation have the highest value. Data whose weighed scores were 3.209 and 3.056 so that they will be in quadrant 1, using “grow and build” strategy. Data were then processed by using pairwise comparisons matrices. It was identified that the strategy with the highest weighed scores were: (1) to improve government policy support, not only in the central but also regional, in developing human resources and improving competencies of local asset managers through training and asset relocation to make governance easy in accordance with regulations (2) to improve government policies in developing and applying system and technology in order to support monitoring and control in asset management in Tapanuli Tengah Regency. Strategy which weights (3) is to intensify the relationship among SKPD asset managers, particularly in applying integrated system and technology in asset management in Tapanuli Tengah Regency. Strategy with the last weigh (4) is to synchronize regulations of central and province governments with policies of Tapanuli Tengah Regency local government in supporting asset management. Key words: External Factor, Good Governance, Integrated Strategy, Intensive Strategy, Internal Factor © Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB STRATEGI PENINGKATAN KINERJA APARATUR PENGELOLA ASET DAERAH DI KABUPATEN TAPANULI TENGAH NALOM SANTUN SIHOMBING Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tugas Akhir: Dr Ir Sri Mulatsih, MScAgr iiii ii Judul Tugas Akhir : Strategi Peningkatan Kinerja Aparatur Pengelola Aset Daerah di Kabupaten Tapanuli Tengah Nama : Nalom Santun Sihombing NRP : H252144165 Disetujui oleh Komisi Pembimbing Dr Ir Dwi Rachmina, MSi Ketua Dr Ir Ma’mun Sarma, MS MEc Anggota Diketahui Oleh : Diketahui oleh Ke Ketua Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah Dekan Sekolah Pascasarjana Dr Ir Ma’mun Sarma, MS MEc Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr Tanggal Ujian: 22 Juni 2016 Tanggal Lulus: 3 3 4 PRAKATA Segala puji dan syukur penulis panjatkan hanya kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala berkat-Nya sehingga penelitian ini berhasil disusun dan dilaksanakan. Penelitian ini berjudul Strategi Peningkatan Kinerja Aparatur Pengelola Aset Daerah di Kabupaten Tapanuli Tengah. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Dwi Rachmina, MSi dan Dr Ir Ma’mun Sarma, MS MEc selaku komisi pembimbing yang telah banyak memberi saran serta arahan. Di samping itu, ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia yang telah mendanai Pendidikan Pasca Sarjana dan penghargaan penulis sampaikan kepada Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah serta Pengelola Aset, dan unsur DPPKAD Kabupaten Tapanuli Tengah yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada seluruh pihak yang telah membantu memberikan motivasi, dukungan dan doa kepada penulis khususnya anakku Dave, Chiara, Adewira Negara dan Istri serta Orangtua. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat. Bogor, Juni 2016 Nalom Santun Sihombing H252144165 5 6 7 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN ii ii ii PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian 1 1 4 6 7 TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Teori Sistem Pengembangan Organisasi Indikator Kinerja Pengukuran Kinerja Aset Daerah Good Governance Tinjauan Penelitian Terdahulu 7 7 11 12 13 14 18 21 METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Lokasi dan Waktu Penelitian Metode Pengumpulan Data Metode Penentuan Sampel Metode Analisis Data 24 24 25 26 26 27 GAMBARAN UMUM KABUPATEN TAPANULI TENGAH SDM Pengelola Aset daerah Opini Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah 32 33 33 HASIL DAN PEMBAHASAN Kinerja Pengelola Aset di Kabupaten Tapanuli Tengah Sistem Pengawasan dan Pengendalian Pengelolaan Aset Daerah Identifikasi Faktor Internal dan External Strategi Peningkatan Kinerja Aparatur Pengelola Aset Daerah Prioritas Strategi Peningkatan Kinerja 35 35 38 40 47 50 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran 53 53 54 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN GLOSARIUM DAFTAR RIWAYAT HIDUP 55 59 67 69 8 DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 Mutasi Aset Tetap Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2011 Mutasi Aset Tetap Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012 Mutasi Aset Tetap Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2013 Perbandingan Capaian Penilaian LAKIP Pemerintah Kab/Kota di Provinsi Sumatera Utara Kajian Penelitian Terdahulu Matriks SWOT Matriks Pendapat Gabungan Indeks Acak Perhitungan Konsistensi Rasio Skala Perbandingan Tingkat Kepentingan Daftar Opini BPK Atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kab/Kota di Sumatera Utara Tahun 2009 – 2013 Opini Bpk Atas LKPD Kab. Tapanuli Tengah Tahun 2009 – 2013 Alokasi Anggaran Peningkatan Penatausahaan dan SDM Hasil Inventarisasi Aset Rusak Berat Internal Faktor Evaluation Matrix (IFE) External Faktor Evaluation Matrix (EFE) Matriks SWOT Hasil Pembobotan Strategi Peningkatan Kinerja Aparatur Pengelola Aset di Kabupaten Tapanuli Tengah 2 3 3 5 23 28 29 31 31 33 33 36 37 45 47 50 52 DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 Kerangka Pemikiran Peningkatan Kinerja Aparatur Pengelola Aset Struktur Organisasi Pengelola Aset Hasil Pembobotan Faktor Internal Hasil Pembobotan Faktor Eksternal Matrik IE 25 32 44 46 48 DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 Total Aset Tetap per SKPD Kabupaten Tapanuli Tengah Matriks Perbandingan IFE Strategi Peningkatan Kinerja Aparatur Pengelola Aset Daerah Pembobotan Faktor Strategis Internal dalam Strategi Peningkatan Kinerja Aparatur Pengelola Aset Daerah Matriks Perbandingan EFE Strategi Peningkatan Kinerja Aparatur Pengelola Aset Daerah Pembobotan Faktor Strategis Eksternal dalam Strategi Peningkatan Kinerja Aparatur Pengelola Aset Daerah Pembobotan Strategi Peningkatan Kinerja Aparatur Pengelola Aset Daerah di Kabupaten Tapanuli Tengah 60 63 64 65 66 67 9 PENDAHULUAN Latar Belakang Kinerja yang melandasi program birokrasi pemerintah ke depan adalah birokrasi yang profesional, bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme serta tata kelola yang efektif dan efisien. Ketiga kata kunci tersebut dapat dijadikan landasan terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih (good and clean governance). Prinsip/asas dari tata kelola pemerintahan yang baik merupakan petunjuk (guidance) bagi birokrasi pemerintah dalam menyelenggarakan tugas pokok dan fungsi pemerintahan negara dan pemerintahan daerah. Salah satu bidang yang menjadi fokus perhatian pemerintah dalam pengelolaannya adalah permasalahan aset (kekayaan) negara/daerah. Sebagaimana diketahui bahwa dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi pemerintahan negara dan pemerintahan daerah, ketersediaan sarana dan prasarana merupakan unsur mutlak yang harus ada sebagai wujud pelayanan kepada masyarakat. Sebagai unsur mutlak, maka sarana dan prasarana tersebut yang merupakan aset negara/daerah harus dikelola secara efektif, efisien, transparan dan akuntabel sesuai dengan prinsip-prinsip good governance. Hal ini dikarenakan aset (kekayaan) negara/daerah merupakan bagian dari pengelolaan keuangan negara sebagaimana diatur dalam Undang – Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Pasal 2 yang menyebutkan bahwa keuangan Negara meliputi kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/ perusahaan daerah. Berdasarkan hasil pendalaman Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas laporan keuangan Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2011 terdapat beberapa kelemahan dalam penatausahaan aset tetap di Kabupaten Tapanuli Tengah. Hal ini disebabkan bahwa data yang digunakan untuk menyusun aset tetap dalam neraca per 31 Desember 2011 yakni berdasarkan buku inventaris pada tahun 2010 dan daftar pengadaan inventaris tahun 2011. Penyajian laporan keuangan yang telah diperiksa oleh BPK, terdapat beberapa kelemahan signifikan dalam penyajian aset tetap diantaranya adalah tidak dilaksanakannya penyusutan aset tetap, pencatatan kartu inventaris barang (KIB) tidak didukung dengan pencatatan pendukung lainnya seperti kartu inventaris ruangan (KIR). Berdasarkan Permendagri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah telah ditentukan bahwa pengguna/kuasa pengguna barang dalam melakukan pendaftaran dan pencatatan barang sesuai format kartu inventaris barang A, B, C, D, E, F dan kartu inventaris ruangan. Selanjutnya, kelemahan terdapat pada fisik barang dimana sebagian besar fisik barang tidak bisa langsung diidentifikasi karena tidak diberi nomor register barang atau nomor register yang menempel pada fisiknya. Nomor register merupakan bagian dari kodefikasi aset daerah yang memuat nomor urut pencatatan dari setiap barang, pencatatan terhadap barang yang sejenis, tahun pengadaan sama, besaran harganya sama seperti meja dan kursi jumlahnya 150, maka pencatatannya dapat dilakukan dalam suatu format pencatatan dalam lajur register, ditulis: 0001 s/d 0150 (Permendagri Nomor 17 Tahun 2007). Permasalahan kinerja pengelola aset terjadi karena kelalaian petugas pencatatan aset sehingga terdapat aset yang belum terdata dalam KIB serta kartu inventaris tidak dibuat berdasarkan data realisasi fisik barang, akan tetapi mengikuti data dari Dinas Pendapatan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD). 10 Hal yang cukup material juga ditemukan dimana adanya ketidaksamaan nilai perolehan antara KIB dengan neraca sehingga sangat mempengaruhi penyajian laporan keuangan yang valid di samping itu, kelemahan terjadi karena kurangnya ketelitian dan ketidakcermatan petugas pencatatan aset sehingga terdapat aset yang belum terdata dalam KIB serta pengelola tidak bekerja sesuai dengan standar operasional dan prosedur (SOP) yang ada sehingga pola penatausahaan tidak sesuai lagi dengan yang diharapkan. Tabel 1 N No 1 2 3 4 5 6 Mutasi aset tetap Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2011 (juta rupiah) Jenis Aset Tetap Saldo Awal 1 Jan 2011 (Rp) Mutasi Aset Tetap Tambah Kurang Saldo Per 31 Des 2011 (Rp) 1 Tanah 138319.19 7 278.59 0.00 145 597.78 2 Peralatan dan mesin 85 427.20 19 733.90 2 731.35 102 429.75 487 943.23 56 630.78 0.00 544 574.00 445 276.97 29 428.77 0.00 474 705.74 9 433.43 18 520.07 0.00 27 953.50 Gedung 3 dan bangunan Jalan 4 irigasi dan jaringan 5 Aset tetap lainnya Konstruksi 6 dalam 6 005.74 13 570.31 5 132.70 pengerjaan Jumlah 1 172 405.76 145 162.41 7864.04 Sumber : LHP BPK Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah 2011 14 443.36 1309704.12 Berdasarkan laporan hasil pemeriksaan (LHP) pada tahun 2011 Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah melakukan perbaikan kualitas pelaporan dan manajemen aset, serta kualitas sumber daya manusia (SDM) yang diharapkan dapat merubah opini untuk tahun berikutnya. Perubahan serta strategi yang di terapkan untuk menyelesaikan kendala persoalan tersebut dengan mendatangkan konsultan, dan hasilnya mengalami perubahan walaupun belum sepenuhnya berjalan seperti yang diharapkan. Laporan hasil pemeriksaan tahun 2012, Kabupaten Tapanuli Tengah meraih opini wajar dengan pengecualian (WDP) yaitu hasil pemeriksaan atas entitas yang menyatakan setuju dengan pengecualian tertentu. Pada tahun 2012 dilakukan revaluasi terhadap seluruh nilai aset tetap yang di peroleh untuk mendapatkan saldo akhir yang relevan. Penyajian laporan keuangan yang telah diperiksa oleh BPK untuk tahun 2012, masih terdapat beberapa kelemahan dalam penyajian aset tetap, walaupun terdapat perubahan dari tahun sebelumnya, diantaranya adalah penyajian saldo awal aset tetap belum dapat diyakini kewajarannya. Menurut BPK nilai penyusutan yang dilakukan oleh pengelola belum sesuai dengan aturan penyusutan yang di terapkan oleh standar akuntansi. Pencatatan KIB tidak didukung dengan pencatatan pendukung lainnya seperti kartu inventaris ruangan. Pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK, terlihat bahwa lemahnya pengawasan aset oleh pengelola, disebabkan rendahnya SDM, kurangnya motivasi, serta pengetahuan yang masih perlu ditingkatkan berupa pendidikan dan bimtek terlebih tentang pengelolaan aset untuk dapat meningkatkan pengetahuan tentang tata kelola aset. Pada tahun 2013 LHP atas laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) Kabupaten Tapanuli tengah masih memperoleh opini wajar dengan pengecualian. Hal ini dapat diartikan bahwa kinerja pengelola aset masih belum dapat dikatakan baik dari 11 pemeriksaan sebelumnya. Terdapat beberapa temuan dalam tata kelola aset yang hampir sama dengan temuan pada tahun sebelumnya, berupa rendahnya kinerja, SDM dan lemahnya kontrol aparatur pengelola aset. Tabel 2 Mutasi aset tetap Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2012 (juta rupiah) 95 053.64 0.00 Saldo Per 31 Des 2012 (Rp) 240 651.41 60 146.11 36 670.82 125 905.04 Gedung dan bangunan 544 574.00 37 526.14 357 957.52 Jalan irigasi dan 4 474 705.74 83 587.45 96 061.71 jaringan 5 Aset tetap lainnya 27 953.50 62.68 20 416.63 Konstruksi dalam 6 14 443.36 16 040.70 15 446.56 pengerjaan Jumlah 1 309 704.13 292 416.72 526 553.24 Sumber : LHP BPK Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah 2012 224 142.62 Jenis Aset Tetap No 1 Tanah 2 Peralatan dan mesin Saldo Awal 1 Jan 2012 (Rp) 145597.78 102 429.75 Mutasi Aset Tetap Tambah Kurang 3 462 231.48 7 599.55 15 037.50 1 075 567.60 Hasil pemeriksaan lapangan berdasarkan data aset tetap yang dilakukan BPK terdapat selisih sebesar Rp 386 321 904 509.65 yang dihasilkan dari inventarisasi dan revaluasi. Sampai berakhirnya pemeriksaan TA 2012 pengelola aset Kabupaten Tapanuli Tengah tidak dapat menjelaskan dan menyerahkan data rincian per jenis aset tetap yang mengalami perubahan. Aset dengan kondisi rusak berat atau hilang masih dicatat dalam buku inventaris sebagai barang dengan kondisi baik yang seharusnya dapat dihapuskan atau dipindahkan ke pos aset lainnya sesuai nilai tercatatnya. Temuan lainnya juga mengarah kepada nilai penyusutan aset tetap. Sampai tahun anggaran 2013 pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah belum menyajikan aset tetap berdasarkan biaya perolehan aset tetap tersebut dikurangi penyusutan. Berdasarkan hasil pemeriksaan 2013 dapat dilihat ketidakcermatan dalam manajemen aset. Permasalahan yang timbul dari tahun ke tahun cenderung tidak mengalami perubahan. Untuk saat ini SDM , fungsi pengawasan oleh aparatur pengelola aset, pengetahuan dan kualitas SDM serta dukungan dari pemerintah daerah perlu di tingkatkan, untuk dapat menyajikan laporan yang lebih baik untuk tahun berikutnya. Tabel 3 Mutasi aset tetap Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2013 (juta rupiah) 3 731.21 0.00 Saldo Per 31 Des 2013 (Rp) 244 382.62 83 845.88 0.00 209 750.90 Gedung dan Bangunan 224 142.62 75 289.52 0.00 Jalan Irigasi dan 462 231.48 118 869.61 0.00 Jaringan Aset Tetap Lainnya 7 599.55 5 579.94 0.00 Konstruksi dalam 15 037.50 0.00 985.42 Pengerjaan Jumlah 1 075 567.60 287 316.18 985.42 Sumber : LHP BPK Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah 2013 299 432.14 Jenis Aset Tetap No 1 Tanah 2 Peralatan dan Mesin 3 4 5 6 Saldo Awal 1 Jan 2013 (Rp) 240 651.41 125 905.04 Mutasi Aset Tetap Tambah Kurang 581 101.10 13 179.50 14 052.07 1 361 898.36 12 Kelemahan dalam pengelolaan aset tersebut diduga berkaitan dengan kinerja aparatur pengelola aset dimana terdapat unsur ketidakcermatan dari pengelola aset dalam melakukan penatausahaan. Kondisi pada saat pemeriksaan dapat dikatakan, kinerja pengelola yang tidak teliti dan kurangnya kehati-hatian dalam melakukan tugas sebagai pengelola aset. Hasil pemeriksaan BPK ditemukan kesalahaan sebagai bukti ketidakcermatan para pengelola aset dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi masing masing. Kinerja aparatur juga dinilai tidak mengikuti intruksi kerja (IK) serta tidak menerapkan standar operasional dan prosedur (SOP) yang berlaku, sesuai dengan aturan manajemen aset yang diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah Dalam Pelaksaan Proses Penatausahaan Aset. Sehingga menimbulkan kesalahan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Pada dasarnya hal ini dapat dilihat dari temuan BPK tahun 2011, 2012, 2013 dan merekomendasikan upaya pengamanan aset tetap. Banyak faktor yang menyebabkan kinerja aparatur individu tersebut rendah. Menurut Mangkunegara (2005), faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja individu dalam organisasi adalah faktor individu dan faktor lingkungan kerja organisasi. Lebih lanjut Mangkunegara (2005) menjelaskan bahwa faktor individu adalah kemampuan individu dalam bekerja baik secara kognitif yang ditunjukkan dengan tingkat kecerdasan pikiran (intelegency quotiont) maupun secara emosi yang ditunjukkan dengan tingkat kecerdasan emosi (emotional quotiont). Faktor lingkungan kerja organisasi merupakan bentuk dari uraian jabatan yang jelas, otoritas yang memadai, target kerja yang menantang, pola komunikasi kerja yang efektif, hubungan kerja harmonis, iklim kerja respek dan dinamis, peluang berkarier dan fasilitas kerja yang relatif memadai. Berdasarkan pemikiran dan temuan di atas perlu dilakukan kajian tentang kinerja aparatur pengelola aset di Kabupaten Tapanuli Tengah dan strategi apa yang tepat untuk diterapkan pada pengelola aset daerah dalam rangka meningkatkan kinerja aparatur pengelola aset dengan mengambil judul penelitian ”strategi peningkatan kinerja aparatur pengelola aset daerah di Kabupaten Tapanuli Tengah”. Perumusan Masalah Peningkatan kinerja aparatur pengelola aset daerah merupakan sebuah upaya perbaikan capaian kerja organisasi daerah, baik dari sisi keluaran (outputs) maupun hasil (outcomes) menuju capaian kerja atau kinerja yang diharapkan sehingga nantinya akan berdampak pada peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat (impacts and benefits). Kinerja yang diharapkan dalam tatanan pemerintah diharapkan mampu menunjukkan hasil yang dapat dirasakan oleh masyarakat Kabupaten Tapanuli Tengah melalui peningkatan SDM serta kualitas aparatur pemerintah itu sendiri. Perbaikan kondisi kinerja tersebut tentu tidaklah mudah karena kemungkinan organisasi menghadapi permasalahan yang terstruktur dan tidak terstruktur. Menurut Zakiyudin (2012), masalah terstruktur adalah masalah yang sering terjadi dan sifatnya berulang-ulang, sedangkan masalah tidak terstruktur adalah masalah yang jarang terjadi dan tidak berulang, serta tidak ada model untuk memecahkan masalah ini. 1 Pada pemerintahan daerah, permasalahan yang sering muncul dalam pengelolaan aset daerah 1 Zakiyudin, Ais. 2012. Masalah Terstruktur dan Tidak Terstruktur. Entri Populer diposkan pada 11 Mei 2012 di http://ais-zakiyudin.blogspot.co.id/2012/05/masalah-terstruktur-dan-tidak.html diakses tanggal 13 Februari 2016 13 diantaranya terjadi pada tahap penatausahaan aset daerah, tahap penilaian, tahap pengawasan dan pengendalian. Hasil evaluasi atas Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP) Kabupaten Tapanuli Tengah pada tahun 2012 memperoleh nilai D yang diinterpretasikan bahwa perencanaan, pelaporan dan capaian kinerja Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah masih kurang baik, artinya sistem dan tatanan tidak dapat diandalkan untuk manajemen kinerja, perlu banyak perbaikan dan perubahan yang sangat mendasar (Peraturan Menpan dan RB Nomor 20 Tahun 2013). Pada tahun 2013 terjadi kenaikan kriteria menjadi C dengan interpretasi bahwa Kabupaten Tapanuli Tengah telah memiliki sistem untuk manajemen kinerja tetapi kurang dapat diandalkan, masih perlu banyak perbaikan termasuk perbaikan yang mendasar untuk dapat meningkatkan capaian penilaian yang lebih baik. Hasil evaluasi yang dilakukan oleh Kementerian PAN dan RB atas akuntabilitas kinerja Kabupaten Tapanuli Tengah tersebut merupakan salah satu penilaian terendah diantara kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara. Adapun perbandingan capaian Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) antar kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 No. Perbandingan capaian penilaian LAKIP Pemerintah Kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2012-2013 Nilai LAKIP Kabupaten/Kota 2012 2013 Kab. Asahan C C Kab. Dairi C C Kab. Deli Serdang D Kab. Humbang Hasundutan D C Kab. Karo D D Kab. Labuhan Batu Utara D C Kab. Labuhan Batu Selatan C C Kab. Langkat C C Kab. Mandailing Natal C Kab. Nias C C Kab. Nias Barat D D Kab. Nias Selatan D C Kab. Nias Utara D D Kab. Padang Lawas Utara D C Kab. Pakpak Bharat C CC Kab. Samosir C C Kab. Serdang Berdagai C C Kab. Tanapuli Selatan C C Kab. Tapanuli Tengah D C Kab. Toba Samosir C C Kota Binjai D C Kota Medan C CC Kota Padang Sidempuan C Kota Sibolga CC CC Kota Tanjung Balai C C Kota Gunung Sitoli C C Kota Tebing Tinggi C CC Kota Pematang Siantar D 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 Sumber: Kementerian PAN dan RB 2014 14 Hasil evaluasi atas manajemen kinerja yang diperoleh Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah sedikit-banyak menunjukkan adanya permasalahan dalam capaian kinerja organisasi. Bila hasil evaluasi tersebut disandingkan dengan hasil audit BPK tahun 2012 – 2013 dimana Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah mendapatkan opini wajar dengan pengecualian (WDP) yang memberikan catatan perhatian pada masalah aset tetap /barang milik daerah (LHP Tapanuli Tengah 2013), maka dapat diutarakan bahwa capaian opini BPK tersebut merupakan efek dari capaian kinerja pengelola aset daerah. Sehingga, masih diperlukan kajian “mengapa laporan hasil pemeriksaan Kabupaten Tapanuli Tengah masih WDP?” Capaian kinerja aparatur pemerintah sebagai individu merupakan hasil sintesa dari input – proses – output selama satu kurun tertentu (biasanya dalam jangka waktu 1 tahun). Pada organisasi sektor publik tidak terkecuali pada Kabupaten Tapanuli Tengah, perencanaan kinerja (input) pegawai dilakukan dengan membuat sasaran kinerja pegawai (SKP) sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2011 tentang Penilaian Prestasi Kerja Pegawai Negeri Sipil dimana dalam SKP tersebut memuat kegiatan yang akan dilakukan sesuai dengan tugas pokok pegawai dan target (output) yang hendak dicapai. Namun permasalahan yang terjadi pada Kabupaten Tapanuli Tengah berada pada dimensi proses pelaksanaan kinerja tersebut dimana sistem pengawasan dan pengendalian atas pengelolaan aset daerah kurang berjalan secara optimal. Disamping itu, sistem rewards and punishments dari pencapaian kinerja aparatur tersebut juga tidak jelas dan terukur. Hal ini terbukti dari adanya temuan pemeriksaan BPK atas aset daerah Kabupaten Tapanuli Tengah selama 2 tahun berturut-turut, yakni pada tahun 2012 dan 2013, sehingga perlu adanya telaah “bagaimana sistem pengawasan dan pengendalian serta bagaimana sistem rewards and punishments yang diterapkan dalam pengelolaan aset daerah?” Hasil evaluasi terhadap kinerja aparatur pengelola aset daerah dan telaah atas sistem pengawasan dan pengendalian serta sistem rewards and punishments yang diterapkan atas pengelolaan aset daerah di Kabupaten Tapanuli Tengah diharapkan dapat dijadikan tolok ukur dalam meningkatkan kinerja aparatur pengelola aset sehingga akan berdampak pada perbaikan capaian opini BPK atas laporan keuangan daerah. Oleh karena itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat merumuskan: “strategi peningkatan kinerja aparatur pengelola aset daerah di Kabupaten Tapanuli Tengah”. Tujuan Penelitian Berdasarkan dari latar belakang, tujuan umum yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk menetapkan strategi dan kebijakan peningkatan kinerja aparatur pengelola aset pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah. Dalam mencapai tujuan umum tersebut perlu tujuan khusus agar dapat menjawab maksud dan tujuan umum tersebut yaitu : 1. Mengidentifikasi penyebab pengelolaan aset yang belum maksimal di Kabupaten Tapanuli Tengah 2. Menganalisis sistem dan pengendalian serta faktor yang mempengaruhi kinerja aparatur pengelola aset di Kabupaten Tapanuli Tengah 3. Merumuskan strategi peningkatan kinerja aparatur pengelola aset di Kabupaten Tapanuli Tengah. 15 Manfaat Penelitian 1. 2. 3. 4. 5. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam: Menambah ilmu pengetahuan dan wawasan berfikir tentang pengelolaan aset daerah. Memberikan informasi yang relevan untuk penelitian selanjutnya. Memberikan rekomendasi perbaikan atas permasalahan yang tengah dihadapi kepada para pemangku kepentingan pengelolaan aset daerah. Merencanakan upaya peningkatan kompetensi sumber daya manusia pengelola aset daerah. Mencapai tata kelola pemerintahan yang baik melalui pengelolaan aset daerah yang efektif, efisien, transparan dan akuntabel. TINJAUAN PUSTAKA Berdasarkan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 terdapat 4 kriteria opini yang diberikan oleh BPK atas Pemeriksaan laporan keuangan pemerintah daerah masingmasing memiliki arti dari penilaian kesimpulan akhir tersebut, yaitu; 1. Opini wajar tanpa pengecualian/WTP (Unqualified Opinion), sistem pengendalian internal memadai dan tidak ada salah saji yang material atas pos-pos laporan keuangan. Secara keseluruhan laporan keuangan telah menyajikan secara wajar sesuai dengan SAP. 2. Opini wajar dengan pengecualian/WDP (qualified opinion), sistem pengendalian internal memadai, namun terdapat salah saji yang material pada beberapa pos laporan keuangan. Laporan keuangan dengan opini WDP dapat diandalkan, tetapi pemilik kepentingan harus memperhatikan beberapa permasalahan yang diungkapkan auditor atas pos yang dikecualikan tersebut agar tidak mengalami kekeliruan dalam pengambilan keputusan. 3. Opini tidak memberikan pendapat (disclaimer opinion), diberikan apabila terdapat suatu nilai yang secara material tidak dapat diyakini auditor karena ada pembatasan lingkup pemeriksaan oleh manajemen sehingga auditor tidak cukup bukti dan atau sistem pengendalian intern yang sangat lemah. Dalam kondisi demikian auditor tidak dapat menilai kewajaran laporan keuangan. Misalnya, auditor tidak diperbolehkan meminta data-data terkait penjualan atau aktiva tetap, sehingga tidak dapat mengetahui berapa jumlah penjualan dan pengadaan aktiva tetapnya, serta apakah sudah dicatat dengan benar sesuai dengan SAP. Dalam hal ini auditor tidak bisa memberikan penilaian apakah laporan keuangan WTP, WDP, atau TW. 4. Opini tidak wajar/TW (adversed opinion), diberikan jika sistem pengendalian internal tidak memadai dan terdapat salah saji pada banyak pos laporan keuangan yang material. Dengan demikian secara keseluruhan laporan keuangan tidak disajikan secara wajar sesuai dengan SAP. 16 Pengertian kinerja dan manajemen kinerja Dewasa ini, istilah manajemen telah banyak diartikan oleh para pakar organisasi baik yang berasal dari lingkungan akademisi maupun praktisi dan kalangan profesional. Manajemen sendiri merupakan aktivitas kerja yang melibatkan koordinasi dan pengawasan terhadap pekerjaan orang lain sehingga pekerjaan tersebut dapat diselesaikan secara efisien dan efektif (Robbins et al. 2010). Pengertian manajemen yang sering dijumpai di perguruan tinggi menurut Terry dan Rue (2003), dalam dasar-dasar manajemen yang menyatakan bahwa: “...manajemen adalah suatu proses atau kerangka kerja, yang melibatkan bimbingan atau pengarahan suatu kelompok orang-orang kearah tujuan-tujuan organisasional atau maksud maksud yang nyata...”. Menurut Stoner (1996), manajemen adalah proses merencanakan, mengorganisasi, memimpin, dan mengendalikan pekerjaan anggota organisasi dan menggunakan semua sumber daya organisasi untuk mencapai sasaran organisasi yang sudah ditetapkan. Pengertian serupa juga diungkapkan oleh Susilo (2002) yang menyatakan bahwa manajemen adalah proses sistematis untuk mencapai tujuan melalui fungsi perencanaan, pelaksanaan, pemeriksaan dan pengendalian/tindak lanjut. Berdasarkan pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen adalah sebuah proses mengelola organisasi melalui fungsi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama oleh anggota organisasi tersebut. Sementara itu, kinerja atau dalam bahasa inggris disebut dengan “performance” merupakan satu kata yang sering dijumpai terutama ketika berada dalam lingkungan Kantor atau pekerjaan. Dalam kamus besar bahasa Indonesia (2015), kinerja diartikan sebagai sesuatu yang dicapai; prestasi yang diperlihatkan; dan kemampuan kerja. Pengertian kinerja yang lebih luas menurut Prawirosentono (1999) adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika. Berdasarkan dua pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa kinerja merupakan buah karya seorang pegawai atau sekelompok pegawai yang turut andil dalam menentukan pencapaian tujuan organisasi. Untuk menunjang tercapainya tujuan organisasi yang diharapkan, keberadaan dari seluruh unsur kemampuan harus dapat dioptimalkan peran dan fungsi strategisnya. Dengan demikian, secara umum kinerja dapat dibagi menjadi 2, yaitu kinerja individu dan kinerja organisasi. Menurut Prawirosentono (1999), terdapat hubungan yang erat antara perorangan (individual performance) dengan kinerja organisasi atau lembaga (institutional performance). Dengan kata lain, jika kinerja pegawai baik maka kemungkinan besar kinerja organisasi juga baik. Sementara itu, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja pegawai dapat dilihat dari berbagai aspek. Menurut Gunistiyo dan Subroto (2012) yang menyatakan bahwa, faktor motivasi berprestasi seorang pegawai sangat berpengaruh terhadap performance pegawai tersebut dimana motivasi dimaksud dapat berbentuk pemberian kesempatan bagi pegawai untuk mengikuti pelatihan motivasi dan pemberian kesempatan untuk menempuh jenjang pendidikan formal yang lebih tinggi. Faktor lainnya yang berpengaruh terhadap kinerja pegawai adalah sistem pengawasan dan pengendalian yang 17 ada dalam organisasi terkait. Setiawan (2012) dalam penelitiannya menyatakan bahwa, sistem pengawasan dan pengendalian merupakan elemen yang paling penting dalam meningkatkan kepuasan anggota organisasi. Kepuasan anggota organisasi disini berarti kepuasan kerja atau kinerja. Apabila kata manajemen dan kinerja digabungkan menjadi manajemen kinerja (performance management), maka akan membentuk sebuah pengertian baru yang lebih spesifik sebagaimana diungkapkan oleh Dharma (2005) yang menyatakan bahwa manajemen kinerja adalah: “...sebuah proses untuk menetapkan apa yang harus dicapai, dan pendekatannya untuk mengelola dan pengembangan manusia melalui suatu cara yang dapat meningkatkan kemungkinan bahwa sasaran akan dapat dicapai dalam suatu jangka waktu tertentu baik pendek maupun panjang...”. Ruky (2001), berpendapat bahwa manajemen kinerja diartikan sebagai “usaha, kegiatan atau program yang diprakarsai dan dilaksanakan oleh pimpinan organisasi (perusahaan) untuk merencanakan, mengarahkan dan mengendalikan prestasi karyawan”. Dengan melihat beberapa pengertian dari manajemen kinerja tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa manajemen kinerja adalah upaya yang dilakukan oleh pimpinan organisasi untuk mengelola dan mengendalikan prestasi kerja pegawainya dalam mencapai tujuan organisasi, serta mampu mempertahankannya secara berkesinambungan. Hal ini berarti bahwa ruang lingkup dari manajemen kinerja terdiri atas seluruh elemen yang berhubungan dengan pekerjaan, selain dari pegawai itu sendiri. Elemen-elemen tersebut adalah teknologi (peralatan, metode kerja) yang digunakan, kualitas dari input (termasuk material), kualitas lingkungan fisik (keselamatan, kesehatan kerja, lay out tempat kerja dan kebersihan), iklim dan budaya organisasi (termasuk supervisi dan kepemimpinan) dan sistem kompensasi dan imbalan (Ruky 2001). Dengan ruang lingkup yang melibatkan hampir seluruh bagian dari struktur organisasi tersebut, maka tujuan yang hendak dicapai dengan diterapkannya manajemen kinerja menurut Ruky (2001) adalah sebagai berikut: 1. Meningkatkan prestasi kerja karyawan, baik secara individu maupun sebagai kelompok; 2. Peningkatan yang terjadi pada prestasi karyawan secara perorangan pada gilirannya akan mendorong kinerja sumber daya manusia secara keseluruhan, yang direfleksikan dalam kenaikan produktivitas; 3. Merangsang minat dalam pengembangan pribadi dengan tujuan meningkatkan hasil karya dan prestasi pribadi serta potensi laten karyawan dengan cara memberikan umpan balik pada mereka tentang prestasi mereka; 4. Membantu perusahaan untuk dapat menyusun program pengembangan dan pelatihan karyawan yang lebih tepat guna; 5. Menyediakan alat/sarana untuk membandingkan prestasi kerja pegawai dengan tingkat gajinya atau imbalannya sebagai bagian dari kebijakan dan sistem imbalan yang baik; 6. Memberikan kesempatan pada pegawai untuk mengeluarkan perasaannya tentang pekerjaan atau hal-hal yang ada kaitannya. Menurut Dharma (2005), tujuan secara khusus dan spesifik dari penerapan manajemen kinerja oleh organisasi adalah sebagai berikut: 1. Memperoleh peningkatan kinerja yang berkelanjutan; 2. Bertindak sebagai daya dongkrak untuk perubahan yang lebih berorientasi kinerja; 18 3. Meningkatkan motivasi dan komitmen karyawan; 4. Memungkinkan individu untuk mengembangkan kemampuan, meningkatkan kepuasan kerja dan mencapai potensi pribadi yang bermanfaat bagi individu dan organisasi; 5. Mengembangkan hubungan yang terbuka dan konstruktif antara individu dan manajer dalam suatu proses dialog yang berkesinambungan terkait dengan pekerjaan yang dilakukan sepanjang tahun; 6. Menyediakan suatu kerangka kerja bagi kesepakatan sasaran yang dinyatakan dalam bentuk target dan standar kinerja sehingga suatu pemahaman bersama mengenai sasaran dan peranan yang harus dimainkan baik oleh manajer dan individu untuk meningkatkan pencapaian sasaran; 7. Memfokuskan perhatian kepada atribut dan kompetensi yang diperlukan sehingga dapat menunjukkan kinerja yang efektif dan kepada usaha pengembangan selanjutnya. Pendekatan yang digunakan dalam pelaporan kinerja instansi pemerintah ini bersifat top down (dari atas ke bawah), artinya para pimpinan instansi menetapkan tujuan dan sasaran organisasi yang harus dicapai dalam kurun waktu 5 tahun kedepan. Berdasarkan hal tersebut, maka organisasi menetapkan indikator-indikator kinerja sasaran strategis yang harus dicapai oleh setiap unit kerja eselon II, SKPD atau unit kerja mandiri lainnya. Penetapan indikator kinerja sasaran strategis ini dilakukan secara berjenjang sampai dengan tingkat yang paling kecil, yakni penetapan sasaran kinerja pegawai/individu atau disingkat dengan SKP. Setiap tahun, pegawai pemerintah wajib membuat SKP yang berisi tentang uraian kegiatan dan target kinerja yang hendak dicapai pada satu tahun ke depan. Namun demikian, dalam rangka pengukuran kinerja instansi pemerintah maka pendekatan yang digunakan bersifat bottom-up (dari bawah ke atas), artinya pengukuran kinerja dilakukan dari unit terbawah organisasi sampai ke tingkat teratas organisasi secara berjenjang. Oleh karena itu, kinerja individu pegawai sangat menentukan tingkat keberhasilan pencapaian tujuan dan sasaran organisasi. Hal inilah mendorong pengelola aset senantiasa bekerja dalam koridor yang telah ditentukan sesuai dengan instrument yang disediakan baik melalui pemerintah pusat berupa peraturan pemerintah, perundangundangan dan perpres juga melalui peraturan daerah menyangkut pengelolaan barang milik negara/daerah. Sistem manajemen kinerja berdasarkan sasaran sebagaimana dijelaskan di atas merupakan sistem manajemen yang pertama kali digunakan oleh Peter E. Drucker yang dikenal dengan istilah manajemen berdasarkan sasaran (management by objective) atau MBS/MBO (Ruky 2001). Dalam MBS tersebut, terdapat 6 elemen dasar yang menjadi ciri utamanya sebagaimana diungkapkan oleh Ruky (2001) sebagai berikut: 1. Hasil (Results), adalah apa yang diperoleh oleh seseorang atau sekelompok orang dari tindakan, kegiatan atau usaha yang dilakukannya. 2. Key result area (KRA) atau bidang-bidang hasil utama merupakan area dimana hasil kerja harus diperoleh yang seorang atasan/pimpinan harus fokus dan lebih banyak meluangkan waktu, energi dan bakatnya. Pada instansi pemerintah, key result area sangat ditentukan oleh tugas pokok, fungsi dan kewenangan yang diatur dalam struktur organisasi dan tata laksana. 3. Indikator adalah faktor-faktor yang menguraikan key result area menjadi istilahistilah hasil yang dapat diukur. 19 4. 5. 6. Standar prestasi (dalam bentuk sasaran), biasanya ditetapkan dalam bentuk sebuah sasaran atau target yang harus dicapai untuk suatu periode tertentu. Tolok ukur keberhasilan adalah indikator sukses atau tidaknya suatu kegiatan. Pengukuran (measurement) Berdasarkan teori tersebut kinerja merupakan hasil kerja secara kualitas yang dimiliki dan dicapai individu maupun organisasi dalam melakukan tugas yang di tetapkan oleh instansi maupun organisasi. Kinerja dapat di simpulkan bahwa kinerja adalah kombinasi kemampuan, usaha dan kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerjanya. Sistem Pengembangan Organisasi Dalam organisasi pemerintah (public sector), manajemen kinerja yang diterapkan mengacu pada sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (SAKIP) yang mencakup indikator, metode, mekanisme dan tata cara pelaporan kinerja instansi pemerintah sebagaimana tertuang dalam Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dan dioperasionalisasikan melalui Peraturan Menteri PAN dan RB Nomor 29 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Penetapan Kinerja dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Dalam peraturan tersebut dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan laporan akuntabilitas kinerja adalah laporan kinerja tahunan yang berisi pertanggungjawaban kinerja suatu instansi dalam mencapai tujuan/sasaran strategis instansi. Oleh karena itu Pasal 16 peraturan tersebut, laporan kinerja berisikan ikhtisar pencapaian sasaran sebagaimana ditetapkan dalam dokumen penetapan kinerja dan dokumen perencanaan, sekurang-kurangnya menyajikan informasi tentang : a. Pencapaian tujuan dan sasaran organisasi; b. Realisasi pencapaian indikator kinerja utama organisasi; c. Penjelasan yang memadai atas pencapaian kinerja; dan d. Pembandingan capaian indikator kinerja sampai dengan tahun berjalan dengan target kinerja 5 tahunan yang direncanakan. Perilaku dan struktur organisasi pengelola aset (Gambar 2), menggambarkan bagaiman hubungan yang jelas antar kinerja (performance), kemampuan mengelola, merumuskan strategi dan menjalankan tugas pokok dan fungsi masing masing. Bahwa peran yang dimainkan oleh perilaku organisasi sangatlah penting. Peran tersebut pada dasarnya terdiri dua faktor yaitu faktor kemampuan, yang merupakan hasil interaksi dan pengetahuan, kinerja dan keterampilan; dan faktor integritas, yang merupakan reduksi hasil interaksi dan keadaan kondisi kerja. Interaksi antara kemampuan dan integritas merupakan potensi seseorang untuk dapatberbuat dan melihat potensi seseorang yang berintegrasi dengan sumber daya. Menurut Siagian (2004), pengembangan organisasi (PO) dikatakan sebagai instrument ilmiah dalam meningkatkan efektifitas dan kesehatan organisasi karena PO mengandung unsur (1) terencana, (2) mencakup seluruh organisasi, (3) berdampak jangka panjang, (4) melibatkan manajemen puncak dan, (5) menggunakan berbagai bentuk intervensi berdasarkan pendekatan keperilakuan. 20 Indikator Kinerja Menurut Iveta (2012), Indikator Kinerja Utama (IKU) atau Key Performance Indicators (KPI) adalah ‘mirror of the organization performance’. Sementara pengertian lain dari indikator kinerja berdasarkan lampiran peraturan Menteri PAN dan RB nomor 20 tahun 2008 tentang indikator kinerja utama adalah sesuatu yang dijadikan alat ukur kinerja atau hasil yang dicapai dan ukuran kuantitatif dan kualitatif yang rnenggambarkan tingkat pencapaian suatu kegiatan dan sasaran yang telah ditetapkan. Indikator kinerja memberikan penjelasan, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif, mengenai apa yang diukur untuk menentukan apakah tujuan sudah tercapai”. Pengertian indikator kinerja utama menurut peraturan perundang-undangan tersebut di atas adalah ukuran keberhasilan dari suatu tujuan dan sasaran strategis instansi pemerintah. Pengertian lain diungkapkan oleh Eckerson (2009) yang menyatakan bahwa, KPI embodies a strategic objective and measures performance against a goal. The goals attached to a KPI are multidimensional: they have ranges that are encoded in software, a time frame by which the goals must be achieved, and a benchmark against which the goals are compared. Tujuan dari adanya IKU bagi setiap instansi pemerintah berdasarkan peraturan Menteri PAN dan RB Nomor 20 Tahun 2008 adalah: 1. Untuk memperoleh informasi kinerja yang penting dan diperlukan dalam menyelenggarakan manajemen kinerja secara baik; 2. Untuk memperoleh ukuran keberhasilan dari pencapaian suatu tujuan dan sasaran strategis organisasi yang digunakan untuk perbaikan kinerja dan peningkatan akuntabilitas kinerja. Dengan melihat pengertian dan tujuan adanya IKU, maka pada instansi pemerintah IKU ditetapkan pada tiap tingkatan unit organisasi yang meliputi indikator kinerja keluaran (output) dan indikator kinerja hasil (outcome). Penetapan IKU berdasarkan peraturan di atas wajib dilakukan dengan prinsip kehati-hatian, kecermatan, keterbukaan, transparansi guna menghasilkan informasi kinerja yang handal. Menurut Hursman (2010), terdapat 5 (lima) kriteria yang dapat digunakan dalam menetapkan IKU yang disebut juga dengan akronim S-M-A-R-T, yakni: 1. Spesific/spesifik Sasaran yang harus jelas dalam mencapai indikator kinerja hasil (outcome). 2. Measurable/terukur Sasaran individu/organisas harus terukur baik dalam ukuran berupa waktu, kualitas, uang, dan ukuran lainnya sesuai dengan kebutuhan. 3. Attainable/dapat dicapai Sasaran yang ditentukan, diharapkan mencapai indikator kinerja hasil (outcome) sehingga pencapaian dapat dinilai berdasarkan hasil kinerja. 4. Relevant/relevan Penentuan sasaran kinerja relevan dan dapat di terima individu/organisasi. 5. Time Bound/dapat diukur Tujuan yang akan dicapai ditetapkan dalam kurun waktu tertentu, sehingga ketepatan waktu menjadi salah satu penilaian. 21 Sementara itu, Eckerson (2009) menyatakan bahwa organisasi yang menetapkan IKU dengan menggunakan 10 karakteristik dibawah ini dapat memberikan dampak (impact) yang tinggi terhadap pencapaian tujuan dan sasaran organisasi, yakni: 1. Sparse: the fewer KPIs the better 2. Drillable: users can drill into detail 3. Simple: users understand the KPIs 4. Actionable: users know how to affect outcomes 5. Owned: KPIs have an owner 6. Referenced: used can view origins and context 7. Correlated: KPIs drive desired outcomes 8. Balanced: KPIs consist of both financial and non-financial metrics 9. Aligned: KPIs don’t undermine each other 10. Validated: workers can’t circumvent the KPIs Pengukuran Kinerja Pengukuran kinerja atau evaluasi kinerja pada dasarnya merupakan kegiatan untuk menentukan tingkat capaian kinerja yang dilakukan dengan cara membandingkan antara target kinerja dengan realisasi kinerja. Pada organisasi swasta, pengukuran kinerja menurut Tarr (1996) dilakukan dengan tujuan untuk mengawasi dan mengarahkan individu dan unit kerja (departments); umpan balik untuk menyesuaikan kinerja atau target; dan melakukan perbandingan antara kinerja dengan strategi dan tujuan dari “countinous improvement”. Sementara itu pada organisasi sektor publik, pengukuran kinerja berdasarkan peraturan Menteri PAN dan RB Nomor 29 Tahun 2010 dilakukan pada setiap akhir tahun anggaran yang ditetapkan dalam dokumen penetapan kinerja. Pengukuran pencapaian target kinerja tersebut dilakukan dengan membandingkan antara target kinerja dan realisasi kinerja dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam peraturan tersebut. Dengan kata lain, pengukuran kinerja merupakan sebuah alat (instrumen) untuk menilai atau mengevaluasi kinerja para pimpinan (manager) di akhir periode pembukuan. Pengertian lain dari pengukuran kinerja menurut Susilo (2002) adalah suatu proses mengkuantifikasikan secara akurat dan valid tingkat efisiensi dan efektivitas suatu kegiatan yang telah terealisasi dan membandingkannya dengan tingkat prestasi yang direncanakan. Dengan demikian, tujuan dari pengukuran kinerja adalah untuk memperoleh informasi mengenai tingkat efektifitas, efisiensi dan kesesuaian terhadap azas-azas yang ingin direalisasikan (Susilo 2002). Menurut Nawawi (2006) dalam bukunya yang berjudul evaluasi dan manajemen kinerja di lingkungan perusahaan dan industri berpendapat bahwa, kinerja menjadi rendah jika diselesaikan melampaui batas waktu yang disediakan atau sama sekali tidak terselesaikan. Dengan demikian kinerja dapat dikatakan sangat tinggi jika target kerja dapat diselesaikan lebih cepat dari waktu yang disediakan. Manfaat yang dapat dipetik dari evaluasi kinerja melalui proses pengukuran kinerja adalah sebagai berikut (Susilo 2002): a. Pengukuran untuk mengecek posisi kinerja. Mengetahui posisi kinerja sangat berguna untuk menentukan posisi kinerja yang ingin dituju. 22 b. Pengukuran untuk mengkomunikasikan posisi kinerja. Informasi hasil pengukuran perlu dikomunikasikan kepada pihak-pihak yang terkait agar mendapat perhatian dan menimbulkan dampak motivasional. c. Pengukuran untuk menetapkan prioritas tindakan. Upaya tindak lanjut lebih ditekankan pada aspek kinerja yang mengandung nilai tambah paling besar agar dampak perbaikannya memberikan kontribusi signifikan. d. Pengukuran untuk memacu prestasi. Informasi kinerja berguna untuk membangkitkan semangat berprestasi. Sejalan dengan perkembangan kondisi lingkungan stratejik dan permasalahan atau kendala yang dialami organisasi semakin kompleks, maka pendekatan dalam pengukuran kinerja manajemen SDM semakin beragam. Salah satu pendekatan yang cukup populer, khususnya pada organisasi bisnis adalah pengukuran dengan pendekatan balanced scorecard. Balanced scorecard didefinisikan sebagai suatu kerangka proses manajemen yang mengintegrasikan dan menjabarkan strategi perusahaan ke dalam rumusan objektif dalam empat perspektif kinerja, yakni keuangan, pelanggan, proses internal, dan pembelajaran dan pertumbuhan (Susilo 2002). Aset Daerah Semangat otonomi daerah yang ditandai dengan penyerahan sebagian urusan pemerintahan kepada pemerintah daerah, sedikit-banyak telah mendorong pemerintah daerah untuk dapat mengelola daerahnya secara efektif, efisien dan akuntabel. Bagi pemerintah daerah, kekayaan yang dimiliki merupakan satu modal besar untuk membangun daerahnya. Oleh karena itu, kekayaan atau aset daerah yang dimiliki harus dikelola dengan baik, efektif dan efisien. Berdasaran Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah, aset didefinisikan sebagai semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban anggaran pendapatan dan belanja daerah atau perolehan lainnya yang sah. Pengertian aset menurut pernyataan Standar Akuntasi Pemerintah Nomor 7 Pada Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah Adalah: “...sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya...”. Sementara itu, pengertian lain dari manajemen aset menurut Mahmudi (2010), meliputi kekayaan daerah yang dimiliki maupun yang dikuasai pemerintah daerah, yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. Pengertian aset tetap berdasarkan pernyataan standar akuntansi keuangan nomor 7 adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 bulan untuk digunakan atau dimaksudkan untuk digunakan, dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum. 23 Berdasarkan definisi-definisi tersebut di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa aset adalah merupakan kekayaan yang memiliki manfaat untuk digunakan dalam kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat. Dalam menghindari penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang oleh pejabat terkait di bidang pengelolaan aset daerah, maka aset daerah harus dikelola berdasarkan prinsip-prinsip (asas-asas): 1. Asas fungsional, yakni pengambilan keputusan dan pemecahan masalah dalam pengelolaan aset negara/daerah dilaksanakan oleh pejabat terkait dalam pengelolaan aset (kuasa pengguna barang, pengguna barang, dan pengelola barang sesuai dengan kewenangan dan tanggung jawab yang melekat dalam jabatan tersebut. 2. Asas kepastian hukum, bahwa pengelolaan aset daerah harus dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang pengelolaan aset daerah. 3. Asas transparansi dan keterbukaan, yakni informasi mengenai aset daerah dapat diakses oleh seluruh masyarakat. 4. Asas efisiensi, yaitu aset daerah digunakan atau dimanfaatkan sesuai dengan kebutuhan dalam rangka penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi pemerintahan. 5. Asas akuntabilitas, yakni penggunaan dan/atau pengelolaan aset daerah harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat daerah. 6. Asas kepastian nilai, bahwa pengelolaan aset daerah harus dapat dihitung dengan tepat, baik dari segi jumlah maupun nilai asetnya. Prinsip-prinsip dasar tersebut diterapkan pada seluruh rangkaian proses pengelolaan aset daerah yang membentuk satu siklus logistik berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah meliputi kegiatan: a. Perencanaan kebutuhan dan penganggaran Perencanaan kebutuhan aset daerah dan kebutuhan pemeliharaan disusun dalam rencana kerja dan anggaran satuan kerja perangkat daerah (RKA SKPD) setelah memperhatikan ketersediaan aset daerah yang ada. Daftar kebutuhan barang/aset milik daerah (DKBMD) dan daftar kebutuhan pemeliharaan barang milik daerah (DKPBMD) ditetapkan dengan keputusan kepala daerah. b. Pengadaan Pengadaan barang milik daerah dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip efisien, efektif, transparan dan terbuka, bersaing, adil/tidak diskriminatif dan akuntabel yang dilaksanakan oleh panitia pengadaan barang/jasa pemerintah daerah. c. Penerimaan, penyimpanan dan penyaluran Hasil pengadaan barang diterima oleh penyimpan barang yang berkewajiban untuk melaksanakan tugas administrasi penerimaan aset daerah. Selanjutnya aset daerah disimpan dalam gudang atau tempat penyimpanan. Hasil pengadaan aset daerah tidak bergerak diterima oleh kepala SKPD, kemudian melaporkan kepada kepala daerah untuk ditetapkan penggunaannya. Hal ini dilakukan setelah diperiksa oleh panitia pemeriksa barang daerah, dengan membuat berita acara pemeriksaan. Pelaksanaan penyaluran aset daerah oleh penyimpan barang dilaksanakan atas dasar surat perintah pengeluaran barang (SPPB) dari pengguna/kuasa pengguna disertai dengan berita acara serah terima. Pengguna wajib melaporkan stok atau sisa barang kepada 24 pengelola melalui pembantu pengelola. Kuasa pengguna wajib melaporkan stock atau sisa barang kepada pengguna. d. Penggunaan Aset daerah ditetapkan status penggunaannya untuk penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi SKPD dan dapat dioperasikan oleh pihak lain dalam rangka mendukung pelayanan umum sesuai tugas pokok dan fungsi SKPD yang bersangkutan. Status penggunaan aset daerah tersebut ditetapkan dengan keputusan kepala daerah. e. Penatausahaan Pengguna/kuasa pengguna melakukan pendaftaran dan pencatatan aset daerah ke dalam daftar barang pengguna (DBP)/daftar barang kuasa pengguna (DBKP) menurut penggolongan dan kodefikasi barang dan dimuat dalam kartu inventaris barang A, B, C, D, E dan F. Pembantu pengelola melakukan rekapitulasi atas pencatatan dan pendaftaran barang milik daerah dalam daftar barang milik daerah (DBMD). f. Pemanfaatan 1) Pemanfaatan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan, selain tanah dan/atau bangunan yang dipergunakan untuk menunjang penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi SKPD, dilaksanakan oleh pengguna setelah mendapat persetujuan pengelola. 2) Pemanfaatan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak dipergunakan untuk menunjang penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi SKPD, dilaksanakan oleh pengelola setelah mendapat persetujuan kepala daerah. 3) Pemanfaatan barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan yang tidak dipergunakan untuk menunjang penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi SKPD, dilaksanakan oleh pengguna setelah mendapat persetujuan pengelola. 4) Pemanfaatan barang milik daerah dilaksanakan berdasarkan pertimbangan teknis dengan memperhatikan kepentingan negara/daerah dan kepentingan umum. 5) Bentuk-bentuk pemanfaatan barang milik daerah berupa sewa, pinjam pakai; kerjasama pemanfaatan; dan bangun guna serah dan bangun serah guna. Penelitian yang dilakukan Afandi dan Khairani (2013) atas manajemen aset tetap di Kota Tanjung Balai, mereka menemukan bahwa: “pemanfaatan aset yang dikerjasamakan dengan pihak ketiga masih belum memberikan manfaat bagi pemda” dengan kata lain, pemanfaatan aset oleh pemerintah daerah masih belum memperhitungkan nilai tambah (value added) bagi kemakmuran masyakaratnya. Aset hanya dipandang sebagai sebuah aset semata, tanpa melihat potensi ekonomi yang terkandung di dalam aset tersebut. g. Pengamanan dan pemeliharaan Pengelola, pengguna dan/atau kuasa pengguna wajib melakukan pengamanan aset daerah yang berada dalam penguasaannya yang meliputi: 1) Pengamanan administrasi meliputi kegiatan pembukuan, inventarisasi, pelaporan dan penyimpanan dokumen kepemilikan; 2) Pengamanan fisik untuk mencegah terjadinya penurunan fungsi barang, penurunan jumlah barang dan hilangnya barang; 25 3) Pengamanan fisik untuk tanah dan bangunan dilakukan dengan cara pemagaran dan pemasangan tanda batas, selain tanah dan bangunan dilakukan dengan cara penyimpanan dan pemeliharaan; dan 4) Pengamanan hukum antara lain meliputi kegiatan melengkapi bukti status kepemilikan. h. Penilaian Pembantu pengelola, pengguna dan/atau kuasa pengguna bertanggung jawab atas pemeliharaan barang milik daerah yang ada di bawah penguasaannya dan berpedoman pada daftar kebutuhan pemeliharaan barang milik daerah (DKPBMD). Adapun biaya pemeliharaan barang milik daerah dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja daerah. Pengguna dan/atau kuasa pengguna wajib membuat daftar hasil pemeliharaan barang dan melaporkan kepada pengelola secara berkala. Selanjutnya pembantu pengelola meneliti laporan tersebut dan menyusun daftar hasil pemeliharaan barang yang dilakukan dalam 1 tahun anggaran. Laporan hasil pemeliharaan tersebut dijadikan sebagai bahan evaluasi. i. Penghapusan Penghapusan barang milik daerah meliputi: 1) Penghapusan dari daftar barang pengguna dan/atau kuasa pengguna. Penghapusan aset daerah dilakukan dalam hal aset daerah dimaksud sudah tidak berada dalam penguasaan pengguna dan/atau kuasa pengguna. 2) Penghapusan dari daftar barang milik daerah. Penghapusan aset daerah dari DBMD dilakukan dalam hal aset daerah dimaksud sudah beralih kepemilikannya, terjadi pemusnahan atau karena sebab-sebab lain. j. Pemindahtanganan Barang milik daerah yang sudah rusak dan tidak dapat dipergunakan, dihapus dari daftar inventaris barang milik daerah sedangkan yang masih mempunyai nilai ekonomis, dapat dilakukan melalui: 1) Pelelangan umum/pelelangan terbatas, dimana hasil dari kegiatan tersebut disetor ke kas daerah 2) Disumbangkan atau dihibahkan kepada pihak lain. Adapun bentuk-bentuk pemindahtanganan sebagai penghapusan aset daerah, meliputi: a. Penjualan; b. Tukar menukar; c. Hibah; dan d. Penyertaan modal pemerintah daerah k. tindak lanjut atas Pembinaan, pengawasan dan pengendalian Pengelola berwenang untuk melakukan pemantauan dan investigasi atas pelaksanaan penggunaan, pemanfaatan, dan pemindahtanganan aset daerah, dalam rangka penertiban penggunaan, pemanfaatan, dan pemindahtanganan aset daerah sesuai ketentuan yang berlaku. Aparat pengawas fungsional dapat meminta untuk melakukan audit atas pelaksanaan penggunaan, pemanfaatan, dan pemindahtanganan aset daerah sebagai 26 bentuk tindak-lanjut pengelola aset. Hasil audit tersebut disampaikan kepada Pengelola untuk ditindaklanjuti sesuai ketentuan perundang-undangan. l. Pembiayaan Dalam pelaksanaan tertib administrasi pengelolaan barang milik daerah, disediakan anggaran yang dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja daerah. Adapun pejabat/pegawai yang melaksanakan pengelolaan aset daerah yang menghasilkan pendapatan dan penerimaan daerah, diberikan insentif, sedangkan penyimpan barang dan pengurus barang dalam melaksanakan tugas diberikan tunjangan khusus yang besarannya disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah dan ditetapkan dengan keputusan kepala daerah. m. Tuntutan Ganti Rugi Setiap kerugian daerah akibat kelalaian, penyalahgunaan/pelanggaran hukum atas pengelolaan aset daerah diselesaikan melalui tuntutan ganti rugi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sebaliknya pihak yang mengakibatkan kerugian daerah tersebut dapat dikenakan sanksi administratif dan/atau sanksi pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Good Governance Isu governance muncul di Indonesia sejalan dengan dinamika tuntutan perubahan negara dan pemerintahan di bidang politik, hukum, ekonomi, sosial dan budaya pada tahun 1998 atau yang lebih dikenal dengan reformasi nasional. Tuntutan perubahan tersebut tidak hanya berhasil dalam melaksanakan suksesi kepemimpinan nasional, akan tetapi juga berhasil dalam mengembangkan wacana pentingnya penerapan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Terminologi good governance sendiri pertama kali diperkenalkan oleh world bank melalui publikasinya yang diterbitkan tahun 1992 berjudul governance and development. Adapun definisi dari good governance menurut bank dunia tersebut adalah (Sumarto dan Hetifah 2003), “...the manner in which power is exercised in the management of a country’s social and economic resources for development...”. Definisi governance yang lebih ekspansif dan holistic disampaikan oleh united nations development programme (UNDP 1971) sebagaimana dikutip oleh Rewansyah (2010) adalah: “...The exercise of political, economic and administrative authority to manage a nation’s affair at all levels. It is the complex mechanisms, process, relationships and institutions through which citizens and groups articulate their interests, exercise their rights and obligations and mediate their differences...” (penggunaan kewenangan politik, ekonomi dan administratif untuk mengelola masalah-masalah sosial pada semua tingkatan pemerintahan). Governance diartikan dalam kamus Oxford (2015) sebagai the activity of governing a country or controlling a company or an organization; the way in which a country is governed or a company or institution is controlled (kegiatan pemerintahan suatu negara 27 atau mengendalikan suatu perusahaan atau organisasi; cara dimana suatu negara diatur atau perusahaan atau lembaga dikendalikan). Dengan demikian, governance merupakan suatu cara untuk mengelola pemerintahan atau organisasi/perusahaan. Governance dalam praktik terbaiknya disebut good governance. Menurut Rewansyah (2010) kata baik (good) dalam istilah kepemerintahan yang baik (good governance) mengandung dua makna, pertama bermakna nilai-nilai yang menjunjung tinggi keinginan atau kehendak rakyat dan nilainilai yang dapat meningkatkan kemampuan rakyat dalam pencapaian tujuan (nasional), kemandirian, pembangunan berkelanjutan dan keadilan sosial; kedua bermakna aspekaspek fungsional dari pemerintahan yang efektif dan efisien dalam pelaksanaan tugasnya untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Oleh karena itu, good governance merupakan sebuah konsep filosofis, teoritis dan analitis yang sangat berguna sebagai landasan untuk membenahi idiologi, paradigma, budaya kerja dan manajemen pemerintahan (Duadji 2012). Sebagai sebuah konsep “pembaharuan” pada manajemen pemerintahan, praktik good governance harus berlandaskan pada prinsip-prinsip dasar yang menaunginya. UNDP sebagaimana dikutip oleh Rewansyah (2010) memberikan 10 (sepuluh) karakteristik yang harus dianut dan dikembangkan dalam praktik good governance, yaitu: 1. Participation Mendorong setiap warga untuk mempergunakan hak dalam menyampaikan pendapat dalam proses pengambilan keputusan, yang menyangkut kepentingan masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung. 2. Rule of law Mewujudkan adanya penegakan hukum yang adil bagi semua pihak tanpa pengecualian, menjunjung tinggi HAM dan memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. 3. Transparency Menciptakan kepercayaan timbal-balik antara pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan di dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai. 4. Responsiveness Meningkatkan kepekaan para penyelenggara pemerintahan terhadap aspirasi masyarakat, tanpa terkecuali. 5. Concensus orientation Bertindak sebagai mediator bagi berbagai kepentingan yang berbeda untuk mencapai kesepakatan. 6. Equity Memberikan kesempatan yang sama terhadap laki-laki maupun perempuan dalam upaya meningkatkan dan memelihara kualitas hidupnya. 7. Effectiveness and efficiency Menjamin terselenggaranya pelayanan kepada masyarakat dengan mengunakan sumber daya yang tersedia secara optimal dan bertanggung jawab. 8. Accountability Meningkatkan akuntabilitas para pengambil keputusan dalam segala bidang yang menyangkut kepentingan masyarakat luas. 9. Strategic vision Penyelenggara pemerintahan dan masyarakat harus memiliki visi jauh kedepan. Pemerintah dan masyarakat harus memiliki kesatuan pandangan sesuai visi yang 28 diusung agar terciptanya keselarasan dan integritas dalam pembangunan, dengan memperhatikan latar belakang sejarah, kondisi social, dan budaya masyarakat. 10. Interrelated Kebijaksanaan yang saling memperkuat dan terkait serta tidak bisa berdiri sendiri. Sementara itu, Asian Development Bank (ADB) sebagaimana dikutip oleh Duadji dalam Dwiyanto (2003) menegaskan adanya konsensus umum bahwa good governance dilandasi oleh 4 (empat) pilar, yaitu (1) accountability, (2) transparancy, (3) predictability dan (4) participation,dan Gambir Bhata (Rewansyah, 2010) mengungkapkan unsur-unsur utama governance, yaitu akuntabilitas, transparansi, keterbukaan dan aturan hukum ditambah dengan kompetensi manajemen dan hak-hak asasi manusia. Dengan demikian, setidaknya terdapat 4 prinsip utama dalam good governance, yakni akuntabilitas, transparansi, aturan hukum dan profesionalitas. Menurut Duadji (2012) akuntabilitas merupakan prinsip yang menekankan pada kemampuan menjawab (answerability) dan konsekuensi (consequences) atas penyelenggaraan pemerintahan sebagai sebuah respon pemerintah secara periodik atas setiap pertanyaan-pertanyaan (keluhan) publik dan konsekuensi yang harus diterima oleh aparatur. Konsep good governance dalam praktik selalu mendapatkan hambatan dan/atau tantangan yang tidak mudah sebagaimana diungkapkan oleh Djefris dan Rafi (2003) bahwa good governance adalah kondisi ideal yang sangat sulit untuk dicapai secara menyeluruh (total). Sangat sedikit sekali negara-negara atau komunitas sosial di dunia sekarang ini yang baru mendekati pencapaian apa yang dimaksud oleh konsep good governance tersebut secara menyeluruh. Dengan kata lain berarti bahwa praktik good governance merupakan sesuatu yang nyata dapat diwujudkan, meskipun tidak mudah. Menurut the UN development program (Wibawa 2008) terdapat 8 prinsip good governance, yakni: 1. Kesetaraan untuk berpartisipasi dalam pembuatan kebijakan. 2. Ketanggapan atas kebutuhan stakeholder (responsiveness). 3. Kemampuan untuk memediasi perbedaan diantara stakeholder untuk mencapai konsensus bersama. 4. Akuntabilitas kepada stakeholder yang dilayani. 5. Transparansi dalam proses pengambilan kebijakan. 6. Aktivitas didasarkan pada aturan/kerangka hukum. 7. Memiliki visi yang luas dan jangka panjang untuk memperbaiki proses tata kelola yang menjamin keberlanjutan pembangunan sosial dan ekonomi. 8. Jaminan atas hak semua orang untuk meningkatkan taraf hidup melalui cara-cara yang adil dan inklusif. Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, terdapat 7 (tujuh) asas-asas umum pemerintahan negara yang baik, yakni: 1. Asas kepastian hukum 2. Asas tertib penyelenggaraan negara 3. Asas kepentingan umum 4. Asas keterbukaan 5. Asas proporsionalitas 6. Asas profesionalitas 7. Asas akuntabilitas 29 Prinsip/asas dari tata kelola pemerintahan yang baik tersebut merupakan petunjuk (guidance) bagi birokrasi pemerintah dalam menyelenggarakan tugas pokok dan fungsi pemerintahan negara dan pemerintahan daerah. Namun di sisi lain, dalam menyelenggarakan tugas pokok dan fungsi pemerintahan tersebut, birokrasi pemerintah menghadapi problematika yang kompleks dan bersifat multidimensi. Menurut Safroni (2012) yang menyatakan bahwa: “...banyak faktor yang signifikan menjelaskan kondisi keterpurukan birokrasi di tanah air dan beberapa diantaranya adalah masih lemahnya kesadaran dan kemampuan untuk melakukan prinsip-prinsip good governance dengan baik, masih kurang efisiennya institusi birokrasi sendiri dan kecenderungan lemahnya kompetensi terkait dengan penggunaan teknologi informasi menuju e-governance...”. Sementara itu, Dwiyanto (2015) menggunakan istilah “patologi” birokrasi sebagai analogi untuk mengetahui berbagai penyakit yang melekat dalam birokrasi yang membuat birokrasi mengalami disfungsional. Adapun patologi birokrasi tersebut adalah (1) paternalistik, (2) pembengkakan anggaran, (3) prosedur yang berlebihan, (4) fragmentasi birokrasi, dan (5) pembengkakan birokrasi. Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa permasalahan birokrasi yang dihadapi oleh pemerintah Indonesia adalah permasalahan pada dimensi kelembagaan, dimensi tata laksana dan dimensi sumber daya manusia yang menimbulkan ketidakefektifan dan ketidakefisienan dalam penyelenggaraan pemerintahan, disamping menimbulkan peluang terjadinya praktik korupsi, kolusi dan nepotisme. Jika melihat kembali tujuan dari digulirkannya agenda reformasi birokrasi tersebut di atas, maka sesungguhnya terdapat gap (garis pemisah) yang cukup besar antara tujuan reformasi birokrasi Indonesia dengan kondisi birokrasi saat ini. Gap inilah yang kemudian satu persatu ditemukenali, mulai dari aspek regulasi, struktur, tata laksana, sumber daya manusia sampai dengan aspek pendukung lainnya (sarana dan prasarana, peralatan dan perlengkapan). Tinjauan Penelitian Terdahulu Beberapa studi empiris yang menjadi acuan dalam penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh penulis terdahulu. Beberapa kajian telah dilakukan dan mendasari penelitian ini. Penelitian yang dilakukan oleh Azlim et al. (2012), yang meneliti tentang “pengaruh penerapan good governance dan standar akuntansi pemerintahan terhadap kualitas informasi keuangan SKPD di Kota Banda Aceh” mendapatkan hasil bahwa penerapan good governance dan standar akuntansi pemerintahan secara simultan berpengaruh terhadap akuntabilitas keuangan, dengan artian bahwa terjadi hubungan linier yang kuat antara penerapan good governance dengan kualitas laporan keuangan yang disajikan. Dalam penelitian tersebut diungkapkan pula bahwa prinsip utama yang berpengaruh kuat terhadap kualitas laporan keuangan adalah akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan keuangan dan aset daerah. Penelitian serupa selanjutnya dilakukan oleh Azhar et al. (2013) dalam ”pengaruh kualitas aparatur daerah, regulasi, dan sistem informasi terhadap manajemen aset (Studi pada SKPD pemerintah Kota Banda Aceh). Penelitian inibersifat kausal, yakni adanya hubungan sebab-akibat antara variabel bebas (X) yang terdiri dari kualitas aparatur daerah, regulasi dan sistem manajemen dengan variabel terikat (Y), yakni manajemen aset. Adapun teknik pengumpulan data dilakukan melalui pendistribusian kuesioner kepada 30 pegawai bagian barang di setiap SKPD Pemerintah Kota Banda Aceh. Untuk teknik analisis data, digunakan analisis statistik dengan pengujian hipotesa melalui analisis regresi berganda. Setelah dilakukan pengujian, maka hasil yang diporoleh menyatakan bahwa kualitas aparatur daerah, regulasi, dan sistem informasi berpengaruh secara bersama-sama terhadap manajemen aset, dan secara parsial hanya kualitas aparatur daerah yang berpengaruh terhadap manajemen aset. Selanjutnya, Rayadi (2012) melakukan penelitian yang menghubungkan variabel sumber daya manusia dengan kinerja pegawai di sektor swasta dengan judul “Faktor Sumber Daya Manusia Yang Meningkatkan Kinerja Karyawan dan Perusahaan di Kalbar”. Identifikasi atas pertanyaan penelitian di atas adalah faktor-faktor apa saja dari manajemen SDM yang berpengaruh terhadap peningkatan kinerja perusahaan di Pontianak, Kalimantan Barat dan signifikasi dari pengaruh faktor-faktor manajemen SDM tersebut. Penelitian ini menggunakan metode survey dan wawancara terstruktur terhadap para pakar di perusahaan tersebut. Adapun variabel-variabel yang digunakan pada penelitian di atas terdiri dari variabel terikat (Y) yang terdiri dari: perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Sementara variabel bebas (X) terdiri dari: perencanaan, seleksi, penempatan, hubungan antar karyawan, pengembangan dan pelatihan, serta penilaian kinerja. Dengan menggunakan metode analisis statistik, maka penelitian di atas memperoleh kesimpulan bahwa faktor penilaian kinerja merupakan faktor yang paling berpengaruh dalam meningkatkan kinerja perusahaan. Selanjutnya faktor kedua berpengaruh adalah kejelasan promosi jabatan (reward) dan ketiga adalah faktor kemampuan bekerja (kompetensi) dan kebijakan disipliner. Sementara itu, Mulalinda dan Tangkuman (2014) dalam kajiannya mengenai efektifitas penerapan sistem dan prosedur akuntansi aset tetap di Kabupaten Sitaro menemukan bahwa, pelaksanaan sistem dan prosedur aset pada Dinas PPKAD Kabupaten Sitaro pada setiap subsistem belum efektif secara keseluruhan. Hal ini terbukti dengan masih adanya kelemahan pada bagian sistem antara lain: pengadaan, penggunaan, penyimpanan, pemanfaatan, pemeliharaan dan pengamanan, serta penghapusan. Faktor ini juga menjadi dasar bagi Dipang (2013) untuk melakukan kajian serupa yang menemukan bahwa pengembangan sumber daya manusia berpengaruh positif dan signifikan terhadap peningkatan kinerja karyawan. Peningkatan kinerja berupa penilaian awal saat perekrutan, pemberian bonus-bonus bagi karyawan berprestasi serta penilaian akhir untuk kenaikan jenjang karir bagi setiap karyawan yang memiliki peningkatan dalam kinerjanya. Serta pengembangan SDM berpengaruh signifikan terhadap peningkatan kinerja Semua permasalahan tersebut secara langsung dan tidak langsung berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja laporan keuangan instansi yang bersangkutan dan akhirnya akan menentukan opini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas penyajian laporan keuangan dimaksud. Lebih lanjut Dewi (2012) menyatakan bahwa, “...semakin baik kualitas pelaporan aset tetap pada laporan keuangan Kementerian/Lembaga (LKKL) maka opini audit BPK yang akan diperoleh juga semakin baik...”. Fakta kajian ini tentu relevan bila diasumsikan pada kondisi kualitas laporan keuangan pemerintah daerah dikarenakan permasalahan birokrasi yang ada merupakan gambaran umum permasalahan diseluruh instansi pemerintah. 31 Tabel 5 Kajian penelitian terdahulu No 1 Peneliti dan judul Mulalinda & Tangkuman (2014). Efektivitas penerapan sistem dan prosedur akuntansi aset tetap pada dinas pendapatan, pengelolaan keuangan dan aset daerah Kabupaten Sitaro. Metode Analisis Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif yang merupakan suatu metode penganalisisan data dimana data yang dikumpulkan, disusun, diinterpretasikan, dan dianalisa sehingga memberikan keterangan yang lengkap bagi pemecahan masalah yang dihadapi. Hasil Hasil penelitian ini menunjukkan pelaksanaan proses sistem dan prosedur aset/barang milik daerah pada Dinas PPKAD Kabupaten SITARO pada setiap subsistem belum efektif secara keseluruhan. Hal ini terbukti dengan masih adanya kelemahan pada bagian sistem antara lain: pengadaan, penggunaan, penyimpanan, pemanfaatan, pemeliharaan dan pengamanan, penghapusan. 2 Azlim et al (2012). Pengaruh penerapan good governance dan standar akuntansi pemerintahan terhadap kualitas informasi keuangan SKPD di kota Banda Aceh Metode analisis melalui yang penelitian lapangan (field research), yaitu data atau kuesioner diberikan langsung ke responden, menggunakan pertanyaan yang telah dibatasi dalam pemberian jawaban. Untuk setiap pernyataan dalam kuesioner diberi bobot 1 sampai 5 terhadap tingkat setuju atau ketidaksetujuannya. Penerapan good governance dan standar akuntansi pemerintahan secara simultan berpengaruh terhadap akuntabilitas keuangan, dengan artian bahwa terjadi hubungan linier yang kuat antara penerapan good governance dengan kualitas laporan keuangan yang disajikan. 3 Rayadi (2012). Faktor sumber daya manusia yang meningkatkan kinerja karyawan dan perusahaan di Kalbar Metode penelitian dengan metode survai dan wawancara terstruktur terhadap para pakar di perusahaan. variabel yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari variabel terikat (y) yang terdiri dari: perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perpektif pembelajaran dan pertumbuhan serta variabel bebas (x) yang dikelompokkan kedalam 6 (enam) kelompok, yaitu: perencanaan, seleksi, penempatan, hubungan antar karyawan, pengembangan dan pelatihan, penilaian kinerja Bahwa faktor yang paling besar pengaruhnya dalam meningkatkan kinerja perusahaan adalah penilaian kinerja dengan melakukannya merupakan motivasi karyawan untuk bekerja lebih baik, terlihat dari promosi jabatan yang merupakan peningkatan standar kualitas pekerjaan. 4 Azhar et al (2013). Pengaruh kualitas aparatur daerah, regulasi, dan sistem informasi terhadap manajemen aset (studi pada SKPD Pemerintah Kota Banda Aceh) Metode analisis yang digunakan pada penelitian ini mendistribusikan kuesioner kepada pegawai bagian barang di setiap SKPD Pemerintah Kota Banda Aceh. Untuk teknik analisis data, digunakan analisis statistik dengan pengujian hipotesa melalui analisis regresi berganda Kualitas aparatur daerah, regulasi, dan sistem informasi berpengaruh secara bersama-sama terhadap manajemen aset, namun secara parsial hanya kualitas aparatur daerah yang tidak berpengaruh terhadap manajemen aset. 5 Dipang (2013). Pengembangan sumber daya manusia dalam peningkatan kinerja karyawan pada pt. hasjrat abadi Manado Metode analisis yang di gunakan adalah deskriptif, dimana data dikumpulkan, disusun, diinterpretasikan, dan dianalisis sehingga memberikan keterangan yang lengkap bagi masalah yang dihadapi sehubungan dengan pengembangan sumber daya manusia dalam peningkatan kinerja karyawan dan teknik analisis yang digunakan adalah analisis regresi linier sederhana dimana untuk menguji pengaruh pengembangan sumber daya manusia terhadap kinerja karyawan PT. Hasjrat Abadi Manado. Peningkatan kinerja berupa penilaian awal saat perekrutan, pemberian bonus-bonus bagi karyawan berprestasi serta penilaian akhir untuk kenaikkan jenjang karir bagi setiap karyawan yang memiliki peningkatan dalam kinerjanya. Serta pengembangan SDM berpengaruh signifikan terhadap peningkatan kinerja karyawan PT. Hasjrat Abadi Manado. 32 Di sisi lain, pemerintah telah secara konsisten melakukan upaya peningkatan kualitas pertanggungjawaban keuangan negara. Perbaikan dan peningkatan kualitas pertanggungjawaban keuangan negara tersebut antara lain ditunjukkan dengan semakin membaiknya opini BPK atas laporan keuangan kementerian negara/lembaga (LKKL) dan LKPD. Pada penelitian terdahulu, beberapa kajian terkait dengan titik permasalahan dalam sebuah organisasi dan perbaikan manajemen internal organisasi, yang pada dasarnya memiliki tujuan untuk perbaikan di internal organisasi. Prinsip utama yang berpengaruh kuat terhadap kualitas laporan keuangan adalah akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan keuangan dan aset daerah. Penelitian sebelumnya bersifat kausal, yakni adanya hubungan sebab-akibat antara variabel bebas (X) yang terdiri dari kualitas aparatur daerah, regulasi dan sistem manajemen dengan variabel terikat (Y), yakni manajemen aset. Adapun teknik pengumpulan data dilakukan peneliti sebelumnya dapat menjadi acuan penulis untuk menghasilkan strategi kinerja dalam meningkatkan opini selama 5 tahun belakangan ini belum dihasilkan dengan baik yaitu pada bidang pengelolaan aset. Dengan mempelajari kajian terdahulu ada beberapa yang menjadi masukan untuk lebih menghasilkan strategi yang dapat meningkatkan kinerja di daerah yang mngalami hal yang sama. METODE PENELITIAN Metode penelitian mencakup metode observasional, yang mengadakan pengamatan dengan seksama dan kritis (Chang 2014). Pemilihan metode penelitian dalam penulisan tesis ini didasarkan pada sebuah alur kerangka berfikir yang kritis dan mendalam terhadap permasalahan pengelolaan aset daerah di Kabupaten Tapanuli Tengah dilihat dari dimensi sumber daya manusia aparatur pengelola aset daerah tersebut. Kerangka Pemikiran Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu Kabupaten tua dan besar di Provinsi Sumatera Utara dengan jumlah kekayaan daerah yang besar pula meliputi tanah, bangunan, kendaraan, peralatan kantor, dan aset tetap serta tidak tetap lainnya. Sumber kekayaan daerah ini harus dikelola sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan taat terhadap asas-asas tata kelola pemerintahan yang baik. Dengan kondisi saat ini, manajemen yang seharusnya dapat menunjukkan kinerja yang baik, diharapkan memberi perubahan atas kinerja yang selama ini dipandang sebagai suatu kelemahan. Hal ini didasarkan atas tuntutan perbaikan tata kelola pemerintahan dan peningkatan kualitas pelayanan publik demi mewujudkan tata pemerintahan yang baik dengan birokrasi pemerintah yang profesional, berintegritas tinggi dan menjadi pelayan masyarakat serta abdi negara. Untuk itu, dibutuhkan strategi yang tepat, cermat dan efisien dalam mengelola aset Kabupaten Tapanuli tengah. Berdasarkan latar belakang dan permasalahan di atas terkait bahwa kinerja aparatur yang optimal sangat diperlukan untuk mewujudkan tujuan organisasi yakni terwujudnya kinerja aparatur pengelola aset yang berkualitas dan juga ditentukan seberapa besar pemahaman setiap pengelola tentang tujuan organisasi dalam upaya mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik. 33 Dalam menyusun kerangka pemikiran perlu dilakukan pendalaman mengenai persoalan yang terjadi pada internal, untuk meyakinkan sasaran yang menjadi landasan penulisan kajian ini. Strategi dalam kajian ini diperlukan, karena perubahan yang selalu terjadi, baik dari internal maupun eksternal sehingga bisa menjadi sebuah strategi yang dapat diterapkan dengan perubahan yang ada. Adapun kerangka berfikir pada penelitian ini digambarkan sebagai berikut ; KABUPATEN TAPANULI TENGAH Memiliki aset daerah yang besar dan belum dikelola dengan baik Opini WDP BPK atas LKPD Masalah Aset Tetap: Ketidakpatuhan terhadap peraturan terkait Prosedur operasional yang kurang jelas dipahami Kesalahan administratif dalam pengelolaan aset (human error) Kinerja aparatur pengelola aset daerah Instrumen pengukuran kinerja pengelola aset daerah dan indikatornya Kompetensi aparatur pengelola aset Sistem pengawasan dan pengendalian internal Penghargaan/ insentif, sanksi dan motivasi RUMUSAN STRATEGI : Matriks SWOT Matriks IE Pairwise Comparisons GOOD GOVERNANCE Gambar 1 Kerangka pemikiran peningkatan kinerja aparatur pengelola aset daerah Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara dan pengambilan data penelitian dilaksanakan selama tiga bulan pada bulan Februari sampai dengan April 2016. 34 Metode Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang langsung diambil dari obyek penelitian. Selanjutnya data sekunder merupakan data yang dianalisis dari sumber literatur. Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Sumber data primer, didapat dari studi lapangan, yaitu proses pengumpulan informasi, data, dan fakta secara langsung pada objek penelitian, dengan cara: a. Observasi, yaitu melakukan pengamatan secara langsung dan mencatat atau melakukan pemotretan terhadap peristiwa, kejadian, dan kegiatan pengelolaan aset daerah, termasuk pengamatan terhadap lingkungan pekerjaan, budaya kerja organisasi dan sistem evaluasi kinerja pegawai. b. Wawancara secara mendalam (in-depth interview), yaitu pengumpulan data dengan cara mengadakan tanya jawab secara langsung kepada pihak utama (key informan) yaitu, pejabat dan pengelola aset daerah tediri dari Sekretaris Daerah Kepala Dinas, Kepala Bidang Aset dan penanggung jawab fungsional seperti penyimpan barang, pengurus barang, administrasi & penatausahaan. Dalam penelitian ini penulis menggunakan pedoman, yaitu pewawancara menetapkan sendiri masalah pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan sebagai pedoman (interview guide). c. Kuesioner, yaitu mendistribusikan kuesioner kepada 74 responden pengelola aset dengan jangka waktu tertentu. Pengambilan kuesioner tersebut dibantu oleh pegawai rekan tenaga kerja sukarela. Adapun pertanyaan dalam kuesioner tersebut bersifat tertutup, namun di beberapa bagian dalam kuesioner tersebut, dibuat dengan terbuka. Kuesioner akan disebar pada pengelola aset di Kabupaten Tapanuli Tengah. 2. Sumber data sekunder, didapat melalui studi kepustakaan (literatur), yaitu teknik pengumpulan data sekunder dengan mempelajari buku-buku, jurnal, dan peraturan perundang-undangan terkait dengan topik yang akan diteliti serta bahan-bahan tertulis lainnya yang relevan dengan penelitian ini, termasuk dokumen-dokumen resmi dan tak resmi dari lokus penelitian ini, seperti dokumen perencanaan stratejik, laporan akuntabilitas kinerja instansi, struktur organisasi dan tata laksana, budaya kerja organisasi dan lain sebagainya untuk tahun 2000 sampai dengan tahun 2014. Metode Penentuan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah staf pengelola aset yang tersebar di 51 SKPD. Sampel dalam penelitian ini ditentukan secara non probability sampling. Kriteria pemilihan sampel adalah pengelola aset yang hadir pada pengarahan persiapan pemeriksaan oleh BPK. Jumlah sampel dalam penelitian ini terdiri terdiri dari 74 aparatur yang terdiri dari Staf Pengelola aset yang berasal dari 51 SKPD. Penentuan prioritas strategi dilakukan kepada 7 orang ahli yaitu Sekretaris daerah, Kepala dinas DPPKAD, Sekretaris DPPKAD, Kepala bidang aset dan 3 orang Kepala seksi di bidang aset. 35 Metode Analisis Data Berdasarkan kondisi faktual permasalahan yang diangkat, penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian analisa deskriptif kualitatif yang bermakna sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Moleong 2000). Analisis data, menurut Patton sebagaimana dikutip Moleong (2000), adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar. Adapun proses analisis data sebagaimana diungkapkan oleh Moleong adalah sebagai berikut: 1. Telaah data Kegiatan ini ditujukan untuk menelaah data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu wawancara, hasil pengamatan, dokumen resmi, hasil kuesioner, gambar, foto, struktur organisasi, dan lain sebagainya. Dengan adanya strategi peningkatan kinerja aparatur pengelola aset daerah, maka diharapkan kinerja laporan keuangan Kabupaten Tapanuli Tengah yang ditunjukkan dengan opini BPK dapat meningkat dari WDP menjadi WTP. 2. Reduksi data Setelah data yang banyak tersebut ditelaah, maka langkah selanjutnya ialah mengadakan reduksi data yang dilakukan dengan jalan membuat abstraksi. Abstraksi merupakan usaha membuat rangkuman yang inti, proses, pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga sehingga tetap berada pada koridornya. 3. Kategorisasi (termasuk pemeriksaan keabsahan data) Permasalahan kinerja pengelola aset daerah di Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah terbagi kedalam 2 permasalahan utama, yakni permasalahan terstruktur dan permasalahan tidak terstuktur yang masing-masing memiliki sifat dan karakteristik tersendiri. 4. Penafsiran data Bahwa permasalahan kinerja pengelola aset daerah harus diselesaikan dengan caracara yang solutif, tersistem, terintegrasi dan berkelanjutan melalui penyusunan strategi peningkatan kinerja pengelola aset daerah sehingga terbangun cikal-bakal pegawai birokrasi yang profesional, transparan dan akuntabel dalam melaksanakan tugas umum pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat. Penelitian kualitatif tidak terlepas dari paradigma interpretatif yang melatarbelakanginya dan bertumpu pada pendekatan fenomenologi, yakni pendekatan yang mempelajari bagaimana kehidupan sosial ini berlangsung dan melihat tingkah laku manusia–yang meliputi apa yang dikatakan dan diperbuat–sebagai hasil dari bagaimana manusia mendefinisikan dunianya (Suyanto dan Sutinah 2007). Karena itu, pada bagian inifenomenologi dijadikan sebagai dasar teoritis utama sedang yang lainnya yaitu interaksi simbolik dan etnometodologi dijadikan sebagai dasar tambahan yang melatarbelakangi secara teoretis penelitian kualitatif. Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif, yaitu suatu penelitian yang berupaya menggambarkan suatu kondisi, sifat dan karakteristik dari suatu obyek penelitian. Alasan pemilihan sifat penelitian ini karena peneliti berusaha untuk menjelaskan, menggambarkan dan menafsirkan data-data yang ada, seperti kondisi lingkungan, proses kegiatan, situasi yang terjadi, perspektif yang muncul, kecenderungan yang nampak, dan lain sebagainya. Dengan demikian, penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang 36 bersifat deskriptif, dimana melalui penelitian ini penulis akan menjelaskan dan menggambarkan kinerja aparatur pengelola aset daerah di Kabupaten Tapanuli Tengah. Sementara itu Rangkuti (2002), menyatakan bahwa, analisis perumusan strategi peningkatan kinerja aparatur pengelola aset daerah dilakukan dengan menggunakan pendekatan analisis SWOT (strengths – weaknesses – opportunities – threats),yakni analisis yang berdasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats). Analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunities and Threat) dilakukan untuk dapat melakukan identifikasi terhadap kekuatan, kelemahan yang disebabkan oleh pengaruh internal, peluang dan ancaman yang berasal dan lingkungan eksternal. Tujuan penelitian yang diharapkan dapat menunjang tercapainya sasaran dalam strategi peningkatan kinerja pengelola aset daerah, maka penentuan metode sangat mempengaruhi dalam memberikan input terhadap arah tujuan organisasi untuk meningkatakan kinerja aparatur pengelola aset daerah. Dalam hal ini metode analisis SWOT(strengths – weaknesses – opportunities – threats), dapat dioptimalkan peran dan fungsi strategisnya. Secara umum analisis SWOT fokus untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan dalam menentukan strategi. Metode penelitian merupakan suatu cara yang dilakukan dalam proses menemukan, menafsirkan dan menyusun fakta-fakta. Manfaat analisis ini sebagai bahan acuan untuk memperkuat dan memanfaatkan peluang serta meminimalkan kelemahan dan menetralkan ancaman (kendala/hambatan). Analisis ini mencari masing-masing kekuatan dan kelemahan untuk disilangkan dengan peluang dan ancaman dalam rangka peningkatan kinerja aparatur pengelola aset daerah. Adapun proses penyusunan strategi peningkatan kinerja aparatur daerah di Kabupaten Tapanuli Tengah dapat dilakukan melalui 3 tahap, yakni tahap pengumpulan data, tahap analisis dan tahap kesimpulan (pengambilan keputusan). Tahap pengumpulan data merupakan kegiatan pengklasifikasikan data eksternal dan internal melalui penetapan faktor strategi yang bersifat internal (IFE) dan faktor strategi yang bersifat eksternal (EFE) melalui sebuah matriks. Tahap analisis adalah tahapan dimana semua informasi yang berpengaruh terhadap kinerja aparatur pengelola aset daerah dikumpulkan dan memanfaatkan informasi tersebut ke dalam model-model kuantitatif perumusan strategi (Rangkuti 2002), yakni model SWOT. Proses pengambilan keputusan sangat berhubungan dengan misi, tujuan, strategi dan kebijakan organisasi (Rangkuti 2014). Matriks SWOT menghasilkan alternatif strategis dan dapat membandingkan antara faktor eksternal dengan internal, ditunjukkan dalam Tabel 6 : Tabel 6 Matriks SWOT Faktor Internal Faktor Eksternal Peluang (O) Tentukan faktor peluang eksternal Ancaman (T) Tentukan faktor ancaman eksternal Sumber : Rangkuti (2014) Kekuatan (S) Tentukan faktor kekuatan internal Kelemahan (W) Tentukan faktor kelemahan Internal Strategi S-O Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang Strategi S-T Menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi Ancaman Strategi W-O Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang Strategi W-T Menciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman 37 Penentuan bobot dan prioritas strategi melalui tahapan-tahapan matriks SWOT melalui analisis pairwise comparisons (matriks perbandingan berpasangan) dapat menghasilkan prioritas strategi dengan mengidentifikasi alternatif strategi terbaik bagi organisasi (Saaty 2011). Matriks ini bersifat obyektif dalam menentukan strategi alternatif yang diprioritaskan. Metode pairwise comparisons dapat memberikan judgement dalam memecahkan problem terhadap adanya komponen-komponen yang tak terukur yang mempunyai peran yang cukup besar sehingga tidak dapat diabaikan. Karena tidak semua problem sistem dapat dipecahkan melalui komponen yang dapat diukur, maka dibutuhkan skala yang dapat membedakan setiap pendapat, serta mempunyai keteraturan, sehingga memudahkan untuk mengaitkan antara judgement dengan skala-skala yangtersedia. Dalam kajian ini digunakan nilai skala komparasi 1 s/d 9 (Tabel 9). Saaty telah membuktikan bahwa nilai skala komparasi 1 s/d 9 adalah yang terbaik, yaitu berdasarkan pertimbangan tingginya akurasi, yang ditunjukkan dengan nilai RMS (root mean square) dan MAD (meanabsolute deviation) pada berbagai problema (Arkeman 1999). Ketidakseragaman pengaruh dan kaitan berbagai elemen/faktor dalam suatu level dengan elemen/faktor lainnya, membuat perlunya dilakukan identifikasi terhadap intensitasnya, yang sering disebut dengan menyusun prioritas, yang bisa juga berarti melihat faktorfaktor dominan. Semua ini dilakukan melalui penggunaan teknik perbandingan berpasangan yaitu dengan memberikan angka komparasi sesuai dengan judgement, sehingga membentuk suatu matriks bujursangkar (n x n). Setelah diperoleh matrik tersebut, perlu dilihat eigenvector dan eigenvalue-nya. Eigenvector menggambarkan prioritas yang dicari, sedangkan eigenvalue adalah ukuran konsistensi judgement. Langkah-langkah penentuan bobot sebagai berikut : 1. Membuat matriks perbandingan berpasangan. 2. Melakukan perbandingan berpasangan yang menggambarkan tingkat kepentingan atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing elemen lainnya. 3. Melakukan perbandingan berpasangan sehingga diperoleh jumlah judgement dari responden sebanyak n x (n-1)/2. dimana n adalah banyaknya elemen yang dibandingkan. 4. Menghitung eigen value dan menguji konsistensinya, dengan menggunakan rasio konsistensi sebagai ukuran (CR) dan besarnya CR yang ditolerir adalah tidak lebih dari 10 persen. Jika tidak konsisten maka pengambilan data diulangi. Tahapan yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Matriks pendapat gabungan (MPG) MPG adalah susunan matriks baru yang elemen (gij) berasal dari rata-rata geometrik pendapat-pendapat individu yang rasio inkonsistensinya lebih kecil atau sama dengan 10 persen dan setiap elemen pada baris dan kolom yang sama dari MPG yang satu dengan MPG yang lain tidak terjadi konflik. MPG dapat dilihat dari Tabel 7. Tabel 7 X G1 G2 G3 … Gn Matriks pendapat gabungan G1 g11 g21 g31 … gn1 G2 g12 g22 g32 … gn2 G3 g13 g23 g33 … gn3 … … … … … … Gn G1n G2n G3n … gnn 38 Rumus rataan geometrik adalah sebagai berikut : gij = n n a ij ( k ) …….………………..………….............................................(1) k 1 dengan : ∏ = n = aij(k) = gij(k) = rata rata jumlah responden (pakar) sel penilaian setiap pakar pendapat gabungan 2. Menggunakan komposisi secara hirarki untuk membobotkan vektor–vektor prioritas. Adapun vektor prioritas dapat dihitung dengan rumus: VE VP (Vektor Prioritas) = …..…………….........................…….(2) n a n ij i 1 dimana : n VE (Vektor Eigen ) = n a ij .…..……..........................................……......….(3) i 1 dengan : ∑ = jumlah dalam VE aij = elemen MPB pada baris ke-i dan kolom ke-j n = jumlah elemen yang diperbandingkan 3. Mengevaluasi inkonsistensi pendapat. Pengukuran konsistensi ini diperlukan untuk mengetahui konsistensi jawaban yang berpengaruh terhadap kesahihan hasil. Langkah yang digunakan yaitu dengan mengalikan setiap indeks konsistensi dengan prioritas kriteria bersangkutan dan menjumlahkan hasil kalinya. Hasil ini dibagi dengan pernyataan sejenis yang menggunakan indeks konsistensi acak, yang sesuai dengan dimensi masing–masing matriks. Dengan cara yang sama setiap indeks konsistensi acak juga dibobot berdasarkan prioritas kriteria yang bersangkutan dan hasilnya dijumlahkan. Rasio konsistensi hirarki harus 10 persen atau kurang, jika tidak mutu informasi harus diperbaiki, antara lain dengan memperbaiki cara menggunakan pertanyaan ketika melakukan pengisian ulang kuesioner atau lebih baik dalam mengarahkan responden yang mengisi kuesioner. Namun batasan diterima atau tidaknya konsistensi suatu matriks sebenarnya tidak ada yang baku, seperti Fewidarto (1996) menjelaskan bahwa jika tingkat inkonsistensi sebesar 10 persen ke bawah tidak dicapai maka dapat digunakan batas yang lebih besar atau bahkan rataan CR penilaian pakar. Rumus untuk perhitungan uji konsistensi adalah sebagai berikut : CI (Indeks Konsistensi) CI = max n …………….……………..………….......................................….(4) n 1 dengan : CI = Indeks Konsistensi max = eigen value maksimum n = jumlah elemen yang diperbandingkan 39 dimana : VB …………………..…....………..................................................…(5) max = n VA VB (Nilai Eigen) = ………....……........…….....................................(6) VP VA (Vektor Antara) = aij x VP ……..….....................................................(7) Lebih lanjut ingin diketahui apakah CI dengan besaran cukup baik atau tidak, maka perlu diketahui rasio konsistensinya (CR) dengan rumus yaitu : CR (Rasio Konsistensi) CI CR = ……………….…............................…………………...……………..(8) RI RI adalah indeks acak yang dikeluarkan oleh OAK RIDGE LABORATORY, dari matrik berorde 1 sampai 14 dengan menggunakan sample berukuran 100. Tabel RI tersebut adalah sebagai berikut : Tabel 8 Indeks acak perhitungan konsistensi rasio n 1 2 3 4 5 6 7 Sumber : Fewidarto (1996) RI 0,00 0,00 0,58 0,90 1,12 1,24 1,32 n 8 9 10 11 12 13 14 RI 1,41 1,45 1,49 1,51 1,48 1,56 1,57 Dalam penentuan tingkat kepentingan digunakan skala perbandingan berdasarkan ketentuan dalam Fewidarto (1996) sebagai berikut : Tabel 9 Skala perbandingan tingkat kepentingan Intensitas Pentingnya 1 3 5 7 9 2,4,6,8 Kebalikan Definisi Penjelasan Dua elemen menyumbang sama besar pada sifat itu. Pengalaman dan pertimbangan sedikit Elemen yang satu sedikit lebih penting menyokong satu elemen atas elemen daripada elemen yang lainnya yang lainnya Pengalaman dan pertimbangan dengan Elemen yang satu sangat penting kuat menyokong satu elemen atas elemen daripada elemen yang lainnya yang lainnya Bukti yang menyokong elemen yang satu Satu elemen jelas lebih penting daripada atas yang lainnya memiliki tinkat elemen yang lainnya penegasan yang tertinggi yang mungkin menguatkan Bukti yang menyokong elemen yang satu Satu elemen mutlak lebih penting atas yang lainya memiliki tingkat daripada elemen yang lainnya penegasan yang tertinggi yang mungkin menguatkan Nilai–nilai diantara dua pertimbangan Kompromi diperhatikan di antara dua yang berdekatan pertimbangan Jika untuk aktivitas I mendapat satu angka bila dibandingkan dengan aktivitas j, maka j memiliki nilai kebalikannya bila dibandingkan dengan i. Kedua elemen sama pentingnya Sumber : Fewidarto (1996) 40 GAMBARAN UMUM KABUPATEN TAPANULI TENGAH Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan Kabupaten di Sumatera Utara dengan ibukotanya adalah Pandan. Kabupaten Tapanuli Tengah sebagai daerah otonom dipertegas oleh pemerintah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten-kabupaten Dalam Lingkungan Daerah Provinsi Sumatera Utara. Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah Nomor 19 Tahun 2007 maka ditetapkan hari jadi Kabupaten Tapanuli Tengah adalah tanggal 24 Agustus 1945. Kabupaten Tapanuli Tengah berada di pesisir pantai barat pulau Sumatera dengan panjang garis pantai 200 km dan wilayahnya sebagian besar berada di daratan pulau Sumatera dan sebagian lainnya di pulau-pulau kecil dengan luas wilayah : 2.194,98 Km2 (219.498 Ha) atau sekitar 3,03 persen dari luas Provinsi Sumatera Utara (72.516,69 Km2), yang terletak pada koordinat 1°11’00” - 2°22’0” lintang utara, serta 98°07’ - 98°12’ BT bujur timur. Letak wilayah yang strategis, keanekaragaman potensi sumber daya alam yang besar dan harmonisnya multietnik masyarakat menyebabkan Kabupaten Tapanuli Tengah sebagai permata tersembunyi yang akan berkilau dan sangat berharga dengan sentuhan percepatan pembangunan dan peningkatan investasi. Topografi Kabupaten Tapanuli Tengah sebagian besar berbukit - bukit dengan ketinggian 0 – 1.266 meter di atas permukaan laut. Dari seluruh wilayah Tapanuli Tengah, 43,90 persen berbukit dan bergelombang. SDM Pengelola Aset Daerah Dinas pendapatan pengelola keuangan dan aset daerah merupakan satuan kerja yang telah ditentukan sebagai koordinator untuk penatausahaan aset yang ada di Kabupaten Tapanuli Tengah, yang dipimpin oleh seorang kepala dinas yang bertugas dan bertanggung jawab kepada Bupati Tapanuli Tengah melalui Sekretaris Daerah sebagai pejabat pengelola aset daerah. Dinas Pendapatan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah bidang aset terdiri dari Kepala Dinas, Sekretaris Dinas, Kepala Bidang dan 3 Kepala Seksi dan staf fungsional. SEKRETARIS DAERAH TAPANULI TENGAH Kepala DPPKAD Sekretaris DPPKAD Kepala Bidang Aset Kepala Seksi Perencanan dan Pengadaan Kepala Seksi Pemanfaatan dan Penghapusan Penyimpan Barang Pengurus Barang Gambar 2 Kepala Seksi Penatausahaan Administrasi & Tatausaha Struktur Organisasi Pengelola aset di Kabupaten Tapanuli Tengah 41 Setiap tahunnya Sekretaris Daerah sebagai pejabat pengelola aset daerah menetapkan nama pengelola aset daerah di setiap SKPD untuk membantu penatausahaan aset di Kabupaten Tapanuli Tengah. Untuk tahun 2016 Sekretaris Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah menetapkan SK Pengelola Aset dengan Nomor 1/DPPKAD/TAHUN 2016, dengan jumlah pengelola aset berjumlah 229 orang yang tersebar pada 51 SKPD di Kabupaten Tapanuli Tengah. Opini Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah Berdasarkan data BPK melalui buku II pemeriksaan laporan keuangan (2014), pada tahun anggaran 2013 BPK menyatakan bahwa dari 33 Kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara, baru 4 (empat) Kabupaten/kota yang menerima opini wajar tanpa pengecualian (WTP), 18 (delapan belas) menerima opini WDP, termasuk Kabupaten Tapanuli Tengah, dan 11 (sebelas) Kabupaten/kota menerima opini disclaimer. Jumlah LKPD yang mendapatkan opini WTP tersebut jauh lebih baik jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Tabel 10 Daftar opini BPK atas laporan keuangan pemerintah daerah Kabupaten/kota di Sumatera Utara tahun 2009 – 2013 Tahun WTP WDP 2009 0 17 2010 0 20 2011 3 21 2012 2 22 2013 4 18 Sumber : BPK RI Perwakilan Provinsi Sumut (2014) TMP/Disclaimer 16 13 9 9 11 Jumlah 33 33 33 33 33 Perbaikan opini atas laporan hasil pemeriksaan pemerintah daerah tersebut masih memiliki tantangan yang berat jika dibandingkan dengan target yang hendak dicapai pada tahun 2019, khususnya pada pemerintah daerah. Opini disclaimer yang diterima oleh pemerintah daerah sedikit-banyak menunjukkan bahwa persoalan aset daerah masih menjadi momok menakutkan bagi citra pemerintah daerah secara nasional. Tidak terkecuali dengan pemerintah daerah di Sumatera Utara khususnya Kabupaten Tapanuli Tengah. Sebagai wilayah yang berdiri sejak tahun 1956 melalui Undang-Undang Darurat Nomor 7 Tahun 1956, Tapanuli Tengah masih dihadapkan pada persoalan pengelolaan aset daerah yang cukup signifikan sehingga pada tahun 2013 Kabupaten Tapanuli Tengah masih mendapatkan opini WDP atas penyajian laporan keuangan pemerintah daerah bersama dengan 17 pemerintah daerah lainnya di Provinsi Sumatera Utara dan pada tahun 2011 Kabupaten Tapanuli Tengah memperoleh penilaian opini tidak memberikan pendapat/disclaimer. Tabel 11 Opini BPK atas LKPD Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2009 – 2013 Tahun Opini BPK Wajar dengan pengecualian /WDP 2009 2010 Wajar dengan pengecualian /WDP 2011 Tidak memberikan pendapat/Disclaimer 2012 Wajar dengan pengecualian /WDP 2013 Wajar dengan pengecualian /WDP Sumber : LHP BPK Kabupaten Tapanuli Tengah 2009-2013 42 Adapun lingkup pengelolaan aset negara/daerah tersebut merupakan siklus logistik yang meliputi perencanaan kebutuhan dan penganggaran, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan, penilaian, pemindahtanganan, pemusnahan, penghapusan, penatausahaan, pembinaan, pengawasan dan pengendalian yang operasionalisasinya diatur dalam peraturan pemerintah nomor 27 tahun 2014 tentang pengelolaan barang milik negara/daerah. Dalam Pasal 4 peraturan tersebut dijelaskan bahwa Menteri Keuangan selaku bendahara umum negara adalah pengelola barang milik negara dan dalam pelaksanaannya dapat mendelegasikan kewenangan dan tanggung jawab tertentu kepada pengguna barang/kuasa pengguna barang. Sedangkan pada pengelolaan barang milik daerah, gubernur/bupati/walikota merupakan pemegang kekuasaan pengelolaan barang milik daerah dan sekretaris daerah adalah pengelola barang milik daerah. Sedangkan menteri/pimpinan lembaga selaku pimpinan kementerian/lembaga adalah pengguna barang milik negara dan kepala satuan kerja perangkat daerah adalah pengguna barang daerah. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan barang milik daerah ini diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah. Pada Pasal 1 dan 4 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tersebut secara berurutan menyatakan bahwa, barang milik daerah adalah semua kekayaan daerah baik yang dibeli atau diperoleh atas beban anggaran pendapatan dan belanja daerah maupun yang berasal dari perolehan lain yang sah baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak beserta bagian-bagiannya ataupun yang merupakan satuan tertentu yang dapat dinilai, dihitung, diukur atau ditimbang termasuk hewan dan tumbuh tumbuhan kecuali uang dan surat-surat berharga lainnya dan dikelola berdasarkan asas fungsional, kepastian hukum, transparansi dan keterbukaan, efisiensi, akuntabilitas, dan kepastian nilai. Pengertian di atas menunjukkan bahwa dalam pengelolaan aset pada instansi pemerintah harus dilaksanakan dengan mengacu pada prinsip/asas good governance yang merupakan bagian dari tujuan (ultimate goal) reformasi birokrasi sebagaimana tersebut di atas. Namun sisi lain, meskipun ketentuan mengenai pengelolaan barang milik negara/daerah telah mengatur dengan rinci dan komprehensif, akan tetapi dalam pelaksanaannya masih ditemukan banyak persoalan dan praktik penyimpangan yang tidak sesuai dengan aturan yang berlaku. Menurut analisis Auditor Badan Pemeriksa Keuangan RI, Marius Sirumapea (Christopher 2014), terdapat tiga masalah utama dalam pengelolaan barang (aset) milik negara/daerah, yakni: (1) kesalahan dalam pencatatan aset, (2) aset tercatat ganda, dan (3) tercatat namun tidak lengkap. Selain itu, ada pula aset hibah yang belum didukung dengan berita acara, aset yang dikuasai oleh pihak ketiga, aset yang sedang bermasalah, dan sejumlah masalah lainnya yang bersifat spesifik. Sedangkan menurut hasil audit BPK RI atas laporan keuangan kementerian/lembaga sebagaimana dikemukakan oleh Dewi (2012), terdapat beberapa faktor kelemahan dalam pengelolaan aset tetap, yakni: 1. Lemahnya pengendalian internal kementerian/lembaga atas aset tetap. 2. Nilai aset tetap yang belum ditentukan. 3. Banyaknya aset yang belum diketahui jumlah, lokasi dan statusnya yang tidak jelas. 4. Pencatatan aset tetap belum sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan. 5. Aset tetap belum dilengkapi bukti kepemilikan. 6. Belum semua aset tercatat dalam SIMAK-BMN. 43 HASIL DAN PEMBAHASAN Kinerja Pengelolaan Aset di Kabupaten Tapanuli Tengah Laporan hasil pemeriksaan tahun anggaran 2013 di Kabupaten Tapanuli Tengah menunjukkan hasil wajar dengan pengecualian. Badan Pemeriksa Keuangan memberikan status WDP tersebut dengan kriteria antara lain: sistem pengendalian internal memadai, namun terdapat salah saji yang material pada beberapa pos laporan keuangan. Laporan keuangan dengan opini WDP dapat diandalkan, tetapi pemilik kepentingan harus memperhatikan beberapa permasalahan yang diungkapkan auditor atas pos yang dikecualikan tersebut agar tidak mengalami kekeliruan dalam pengambilan keputusan. Berdasarkan hasil laporan hasil pemeriksaan TA. 2013 di Kabupaten Tapanuli Tengah kondisi WDP tersebut disebabkan antara lain : 1) Sekretaris daerah selaku pejabat pengelola barang milik daerah belum optimal dalam melakukan pengawasan dan pengendalian atas pengelolaan aset tetap di lingkungan pemerintahan Kabupaten Tapanuli Tengah, 2) Kepala DPPKAD dan kepala bidang aset belum optimal dalam melakukan pembinaan dan koordinasi dengan SKPD dalam pengelolaan dan penatausahaan aset serta dalam menyajikan data aset tetap pada laporan keuangan pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah, 3) Kepala SKPD di lingkungan Kabupaten Tapanuli Tengah selaku pengguna barang kurang memahami tanggungjawab dan ketentuan pengelolaan barang milik daerah, 4) Pengurus barang belum optimal dalam melakukan tupoksinya serta 5) Ketersediaan anggaran terkait pengelolaan barang milik daerah belum optimal. Pemerintah Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah telah berupaya untuk meningkatkan kinerja dalam hal pengelolaan keuangan dan aset daerah dengan melakukan inventarisasi dan penilaian kembali atas mutasi kurang aset dan akan bekerjasama dengan penilai aset yang memiliki sertifikat penilai, berkoordinasi dengan SKPD dalam membuat kartu pemeliharaan dan mencatat barang yang dipelihara, melakukan reklasifikasi aset pada SKPD terkait, berkoordinasi dengan SKPD/instansi lain terkait aset pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah, membuat kesepakatan dengan instansi peminjam aset, memberikan nomor inventaris pada BMD dan membuat kebijakan penyusutan aset tetap. BPK merekomendasikan kepada pimpinan daerah Kabupaten Tapanuli Tengah untuk menyajikan nilai aset tetap sesuai kebijakan akuntansi yang telah ditetapkan serta direkomendasikan untuk melengkapi dengan perjanjian atas pengelolaan dan pemeliharaan aset yang digunakan oleh pihak ketiga. Berdasarkan kondisi tersebut, pengelola aset seharusnya dapat melihat dari tahun sebelumnya atas kelemahan pada pengelolaan aset. Kinerja aparatur dapat dilihat melalui capaian-capaian yang selama ini yang dihasilkan, namun lemahnya koordinasi seperti diungkap oleh pemeriksa, menunjukkan rendahnya kinerja dalam kurun waktu tiga tahun berturut turut. Apabila Peraturan Bupati Tapanuli Tengah nomor 17 tahun 2009, tentang Teknis Pelaksanaan Pengelolaan Aset Milik Daerah dapat dimengerti dan dijalankan sesuai ketentuan, kinerja pengelola dapat dikategorikan baik. Hal ini menunjukkan kinerja aparatur yang berjalan selama ini belum sepenuhnya menyesuaikan kepada aturan pengeloloaan barang milik daerah, yang memudahkan dalam pengambilan kebijakan dalam penatausahaan aset daerah. Kinerja pengelola aset dapat dijelaskan ke dalam beberapa hal, yaitu kinerja individu yang berfungsi dalam menilai pekerjaan pegawai pada tujuan organisasi yang telah menetapkan standar kinerja sesuai dengan jenis pekerjaan dan periode waktu. 44 Seorang pegawai dituntut untuk memiliki tanggung jawab sesuai dengan yang diharapkan, sehingga dapat melakukan komunikasi dan koordinasi dengan baik dalam kelompok untuk mencapai standar kinerja yang diharapkan. Kemudian para pengelola aset mempunyai peran yang sangat penting dalam memberikan informasi yang akurat tentang data, kondisi dan status aset tersebut. Kinerja aparatur yang baik tentu bisa dijadikan salah satu faktor dasar tolak ukur keberhasilan dalam mengelola aset. Dalam hal ini kinerja aparatur mengambil peran yang sangat penting dalam upaya organisasi untuk mencapai tujuannya. Kinerja Aparatur dirasakan semakin besar peranannya dalam kehidupan organisasi, hal ini dikarenakan besarnya tanggung jawab pegawai pengelola aset adalah faktor penentu dalam keberhasilan kegiatan penatausahaan aset yang telah direncanakan yang sekaligus merupakan sasaran dan tujuan yang hendak dicapai. Petunjuk pengelolaan aset yang diatur di dalam Peraturan Bupati Nomor 17/Tahun 2009 tentang Teknis Pelaksanaan Pengelolaan Barang Milik Daerah Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah jelas dinyatakan tentang aturan dan standar operasional dan prosedur dalam mengelola aset daerah. Pencatatan barang milik daerah ke dalam daftar pengguna barang (DPB) selayaknya dimuat dalam kartu inventaris barang untuk dilakukan rekapitulasi atas pencatatan dan pendaftaran barang milik daerah. Kartu inventaris barang tersebut memuat ; 1. Kartu inventaris barang (KIB) A : Tanah ; 2. Kartu inventaris barang (KIB) B : Peralatan dan mesin ; 3. Kartu inventaris barang (KIB) C : Gedung dan bangunan ; 4. Kartu inventaris barang (KIB) D : Jalan, irigasi dan jaringan ; 5. Kartu inventaris barang (KIB) E : Aset tetap lainnya ; 6. Kartu inventaris barang (KIB) F : Konstruksi dalam pengerjaan. Proses pengelolaan aset daerah yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah dalam tahapan penatausahaan dan penganggaran dilakukan dengan melihat standar kebutuhan meliputi standar jenis aset, macam, nilai, kuantitas serta kualitas pengelola aset daerah yang dibutuhkan, juga merupakan dukungan sarana dan prasarana kerja pemerintah daerah melalui aturan serta kebutuhan aparatur saat ini. Kinerja pengelola aset daerah selama ini sepenuhnya didukung dengan memasukkan anggaran setiap tahunnya dalam meningkatkan kualitas penatausahaan serta SDM pengelola aset daerah. Pada tahun 2012 Pemerintah Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah mengalokasikan dana sebesar Rp 3 973 290 000.00 dan tahun 2014 meningkat menjadi Rp 12 476 760 000.00. Akan tetapi pengalokasian anggaran tersebut tidak serta merta diiringi hasil yang diharapkan. Seharusnya dengan anggaran yang memadai, penatausahaan dapat memberikan hasil yang signifikan terhadap pengelolaan barang milik daerah.. Tabel 12 Alokasi anggaran peningkatan penatausahaan dan SDM DPPKAD (juta rupiah) Uraian Program Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Aparatur 2012 2013 2014 120.00 270.00 260.00 3 243.10 9 352.37 11 035.91 610.19 660.00 1 180.85 Jumlah 3 973.29 Sumber : Diolah dari DPPKAD Kabupaten Tapanuli Tengah 10 282.38 12 476.76 Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Program Peningkatan Pemanfaatan Barang Milik Daerah 45 Berdasarkan hasil temuan BPK untuk TA 2013, atas buku inventaris dan wawancara dengan pengurus barang SKPD, ditemukan beberapa barang dengan kondisi rusak berat atau hilang masih tercatat dalam buku inventaris dalam kondisi yang masih baik. Dalam kebijakan pencatatan aset tetap menyatakan bahwa, aset tetap yang tidak berfungsi atau dihentikan dari penggunaan aktif dan tidak memenuhi definisi aset tetap dan harus dipindahkan ke pos aset lainnya sesuai dengan nilai tercatatnya. Tabel 13 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Hasil inventarisasi aset rusak berat. Nama SKPD Dinas pekerjaan umum Dinas pertanahan Dinas perhubungan Dinas pertanian dan peternakan Dinas kelautan dan perikanan Dinas perdagangan, industri, koperasi dan penanaman modal DPPKAD BAPPEDA Badan pengendali dampak lingkungan daerah Dinas kebersihan, pertamanan dan pemadam kebakaran Dinas pariwisata dan kebudayaan Kecamatan Jumlah Jumlah (Rp) 108 503638.00 1 665 000.00 12 576 940.00 12 678 980.00 55 193 187.33 46 047 000.00 192 315 250.00 43 869 145.00 1 104 200.00 8 272375.00 13 589 158.00 2 375 000.00 498 189 873.33 Sumber : LHP TA 2013 Kabupaten Tapanuli Tengah Hasil inventarisasi dapat dilihat bagaimana kinerja pengurus barang dalam menginventarisir kondisi barang yang seharusnya dilaporkan. Untuk mengantisipasi hal serupa di tahun berikutnya, sekda selaku pejabat pengelola aset daerah dituntut untuk lebih memperhatikan dan melaksanakan reorientasi, restrukturisasi dan revitalisasi manajemen kinerja, supaya setiap pengelola aset lebih memahami maksud dan tujuan serta manajemen kerja lebih efektif dan efisien. Rendahnya kinerja pengelola aset daerah yang ditetapkan sebagai pengurus dan penyimpan barang dalam kurun waktu sampai saat ini, dapat dilihat dari salah satu kutipan wawancara pengurus barang di SKPD; “...bagaimana kami sebagai pengelola aset dengan jumlah aset yang cukup besar bisa didata secara baik. Sementara tanpa dibekali dengan ilmu penatausahaan aset. Pelatihan tentang tata kelola aset harusnya diberikan kepada seluruh pengelola aset, supaya terjadi penyeragaman dalam pelaporan dan kedepannya tingkat kesalahan dalam pelaporan dapat diminimalisir…” Hal senada juga di ungkapkan oleh salah satu pejabat eselon II di Kabupaten Tapanuli Tengah, menyatakan bahwa ; “...pengelola aset di Tapanuli Tengah saat ini merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Dalam penatausahaan aset diperlukan kompetensi untuk dapat mengantisipasi kelemahan dalam penatausahaan aset, yang menjadi kendala dalam beberapa tahun belakangan ini. Kedepannya pengelola aset akan dilakukan evaluasi, 46 pemeriksaan internal secara terjadwal, diberikan pengetahuan khusus, serta memberikan apa yang menjadi penyemangat bagi mereka...” Jumlah keseluruhan aset tetap di Kabupaten Tapanuli Tengah untuk tahun 2014 sebesar Rp 1 469 638 627 056.77 meningkat sebesar Rp 143 418 659 872.02 dari tahun sebelumnya atau sebesar sebelas persen dari total aset 2013 (lampiran 1). Hal ini menunjukkan bahwa apabila pengelolaan aset tidak dikelola dengan baik akan terjadi kesalahan secara terus menerus bisa menjadi temuan bagi pemeriksa yang setiap tahunnya melakukan pemeriksaan secara rutin. Pada waktu penelitian ini dilaksanakan, bersamaan dengan itu pula pemeriksaan oleh instansi tertentu sedang berjalan di Kabupaten Tapanuli Tengah. peneliti juga memiliki kesempatan untuk melakukan wawancara dengan salah satu pemeriksa disela waktu istirahatnya. Terkait hal ini pemeriksa berpendapat bahwa; “…..melihat hasil pemeriksaan sementara saat ini, cara dan pola penatausahaan masih sama seperti tahun sebelumnya. Sehingga perlu pembenahan dengan peningkatan kompetensi dan menerapkan standar aturan penatausahaan aset, Sebaiknya kendala yang dihadapi setiap pengelola aset dapat ditanyakan langsung kepada pengelola aset untuk dapat lebih baik dalam pengelolaan BMD …..” Jika dicermati Lampiran 1, dapat dilihat besaran aset yang bervariasi antar SKPD. Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah, pengguna melakukan pendaftaran dan pencatatan barang milik daerah ke dalam daftar barang pengguna (DBP)/daftar barang kuasa pengguna (DBKP) menurut penggolongan dan kodefikasi barang. Hal ini menunjukkan bagaimana sebaiknya penatausahaan aset untuk mengantisipasi kesalahan dalam pengelolaan. Beberapa upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah untuk menindaklanjuti opini WDP dilakukan antara lain dengan menyelesaikan masalah aset dengan cara melanjutkan validasi dan inventarisasi seluruh aset SKPD secara komprehensif; memantapkan sistem dan prosedur pengelolaan anggaran yang terkait dengan pengadaan aset; dan mensosialisasikan tata kelola keuangan yang baik pada seluruh jajaran pemerintahan sesuai dengan PP Nomor 58 Tahun 2005 dan Permendagri No 13 Tahun 2006 dengan pola bimbingan teknis serta diklat yang berkesinambungan. Serta sistem teknologi informasi yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah harus mempunyai fasilitas e-audit yang terintregasi seperti sistem layanan pengadaan secara elektronik (LPSE) yang dikelola oleh bagian perekonomian pembangunan. Sedangkan sistem yang sedang dikembangkan secara terintegrasi, antara lain : Sistem Informasi Management Pembangunan Daerah (SIMBANGDA); Sistem Informasi keuangan Daerah (SIKD); Sistem Informasi Management Hasil Pengawasan (SIMHP); Serta Sistem Pengelolaan Barang Milik Daerah (SPBMD). Sistem Pengawasan dan Pengendalian Pengelolaan Aset Daerah Hasil penyelenggaraan pengawasan BPK ditunjukkan oleh kualitas akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah dalam empat perspektif akuntabilitas yaitu: (a) pelaporan keuangan daerah, (b) kebendaharaan umum daerah dan pengelolaan aset, (c) perwujudan iklim kepemerintahan yang baik dan bersih, dan (d) pengelolaan program lintas sektoral. 47 1. Akuntabilitas pelaporan keuangan daerah. Untuk meningkatkan kualitas pelaporan keuangan daerah, BPK melakukan review atas laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) dan melakukan asistensi terkait dengan laporan keuangan (LK) pemda. berdasarkan data hasil pemeriksaan BPK terhadap laporan keuangan pemerintah daerah tahun anggaran 2013 di Kabupaten Tapanuli Tengah menghasilkan status WDP. 2. Akuntabilitas kebendaharaan umum daerah & pengelolaan aset. Pengawasan akuntabilitas kegiatan kebendaharaan umum daerah diprioritaskan untuk mengoptimalkan penerimaan dan penghematan pengeluaran keuangan daerah. Tingginya capaian optimalisasi penerimaan dan besarnya potensi penghematan pengeluaran keuangan daerah masih bisa ditingkatkan di masa yang akan datang. Namun demikian, BPK masih belum dapat melaksanakan pengawasan kebendaharaan umum daerah ini secara optimal karena masih dibatasi oleh pembatasan peraturan. Penetapan peraturan ini dilakukan dalam jangka waktu pendek sehingga upaya peningkatan potensi penerimaan tidak maksimal. 3. Akuntabilitas pewujudan iklim bagi kepemerintahan yang baik dan bersih. Kualitas akuntabilitas perspektif ini difokuskan pada pengawasan yang bersifat preventif-edukatif diantaranya melalui pendampingan penyelenggaraan sistem pengendalian internal pemerintah (SPIP), penerapan fraud control plan, sosialisasi program anti korupsi, assesment GCG, penilaian BUMD bersih, peningkatan kapabilitas APIP, fasilitasi peran asosiasi auditor internal pemerintah indonesia (AAIPI) dan asosiasi auditor forensik indonesia (AAFI), serta pemantauan terhadap transparansi proses PBJ. Kegiatan pengawasan yang bersifat represif dalam rangka pemberantasan KKN dilakukan melalui kegiatan audit investigatif, audit dalam rangka penghitungan kerugian keuangan daerah, dan pemberian keterangan ahli. BPK telah melakukan koordinasi dan supervisi pencegahan korupsi pada pemerintah daerah sebagai bentuk realisasi kerja sama BPK dengan KPK dalam rangka penguatan upaya pemberantasan korupsi, serta koordinasi dan supervisi penindakan korupsi berupa peningkatan kapasitas aparat penegak hukum dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi. Untuk mewujudkan iklim kepemerintahan Kabupaten Tapanuli Tengah yang baik dan bersih, diperlukan antara lain kuantitas dan kualitas sumber daya manusia (SDM) pengawasan yang memadai dan kompeten. Dalam rangka percepatan peningkatan kualitas pengelolaan keuangan, termasuk transfer of knowledge di bidang akuntansi dan pengawasan, Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah juga telah menugaskan pegawai bidang pengelolaan aset untuk melakukan pendampingan secara terjadwal di setiap SKPD di Kabupaten Tapanuli Tengah. 4. Akuntabilitas pengelolaan program lintas sektoral. Akuntabilitas pengelolaan program lintas sektoral difokuskan untuk menilai efisiensi dan efektivitas pelaksanaan program/kegiatan yang mendukung prioritas pembangunan di Kabupaten Tapanuli Tengah. Kualitas akuntabilitas perspektif ini ditunjukkan oleh hasil pengawasan diantaranya sebagai berikut: a. Monitoring atas implementasi Rencana Aksi Prioritas Pembangunan Daerah, menunjukkan bahwa secara umum implementasi rencana aksi yang dimonitor telah berjalan dengan baik, meskipun pada beberapa titik lokasi masih dijumpai permasalahan; 48 b. Audit kinerja atas pelaksanaan program pembangunan daerah; c. Mediasi hambatan kelancaran pembangunan. Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal Pengelolaan Aset Menurut Hunger dan Wheelen (2001), untuk mencapai pengembangan misi, tujuan, strategi dan kebijakan perusahaan atau organisasi, pembuatan strategi harus menganalisis faktor faktor strategis perusahaan atau organisasi (kekuatan, kelemahan, peluang, ancaman) pada situasi sekarang. Pengumpulan data di lapangan yang dilakukan terhadap staf pengelola aset berupa pengisian kuisioner oleh responden dan in-depth interview dengan pejabat terkait pengelola aset di Kabupaten Tapanuli Tengah. Berdasarkan wawancara yang dilakukan, menghasilkan beberapa faktor yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang serta ancaman pada kinerja pengelola aset daerah Kabupaten Tapanuli Tengah. Faktor faktor yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang serta ancaman tersebut sebagai berikut : 1. Faktor Internal A. Kekuatan (Strengths) 1) Kebijakan Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah dalam mendukung pengelolaan aset. Berdasarkan Peraturan Bupati Tapanuli Tengah Nomor 17 Tahun 2009, telah diatur tentang teknis pelaksanaan pengelolaan aset milik daerah yang memudahkan dalam pengambilan kebijakan tata kelola aset daerah serta memperjelas aturan penatausahaan aset. Pada bab x Pasal 62 dinyatakan mengenai penatausahaan yang meliputi, tata cara pembukuan, inventarisasi, pelaporan, sensus barang dan kodefikasi, yaitu ; a) Pencatatan barang milik daerah, digolongkan sesuai kodefikasi barang. b) Setiap SKPD wajib melaporkan daftar inventaris barang milik daerah, meliputi pembukuan, pencatatan, dan pelaporan. c) Pengguna menyampaikan laporan pengguna barang secara terjadwal kepada Bupati melalui pengelola aset daerah. d) Pengelola dan pengguna melakukan sensus BMD setiap 5 tahun sekali untuk menyusun buku inventaris dan buku induk serta rekapitulasi barang milik Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah . e) Kodefikasi barang bertujuan mengamankan dan memberikan kejelasan status kepemilikan dan status penggunaan barang pada masing masing SKPD 2) Adanya hubungan baik antar pengelola aset SKPD di Kabupaten Tapanuli Tengah. Koordinasi antara SKPD dalam pengelolaan aset lebih memudahkan kerjasama sesama pengelola aset dalam meminimalisir ketidaktahuan teknis pengelolaan. Sinergi dan komunikasi yang terjalin antar pengelola aset saat ini memudahkan aparatur dalam penatausahaan aset. Melalui wawancara yang telah dilaksanakan oleh peneliti, hubungan itu terlihat apabila terjadi kendala dilapangan dan dalam penyampaian laporan. Diskusi terjadi sesama pengelola dengan pejabat struktural bidang aset dan rutin dilakukan minimal satu kali dalam sebulan. 49 3) Manajemen dan struktur organisasi yang jelas di Kabupaten Tapanuli Tengah. Struktur organisasi menunjukkan garis koordinasi antara penanggungjawab, pelaksana dan pengaturan tata kelola aset. Dalam hal ini aparatur pengelola lebih memahami tugas pokok dan fungsinya masing-masing (Gambar 2), yaitu dengan tugas pokok; penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang pengelolaan keuangan dan aset daerah dan fungsinya, melakukan pengkoordinasian penyelenggaraan pengelolaan barang milik daerah yang ada pada masing-masing satuan kerja perangkat daerah. 4) Sumber daya aparatur pengelola aset secara kuantitas memadai di Kabupaten Tapanuli Tengah. Secara kuantitas aparatur pengelola aset sudah memadai. Sesuai dengan Keputusan Sekretaris Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah Nomor 1/dppkad/tahun 2016 jumlah pengelola aset saat ini berjumlah 229 orang yang tersebar dalam 51 SKPD di Kabupaten Tapanuli Tengah sehingga pemeriksaan serta kendala yang terjadi di lapangan akan lebih mudah untuk diantisipasi. 5) Pagu anggaran yang memadai dalam mendukung peningkatan kinerja pegawai pengelola aset daerah di Kabupaten Tapanuli Tengah. Besaran anggaran (Tabel 12) merupakan kekuatan dalam menunjang kinerja pengelola aset, seperti peningkatan SDM melalui pelatihan dan BIMTEK. Dalam melakukan kegiatan yang berkaitan tentang aset, aparatur pengelola aset melakukan fungsi sesuai dengan tugas dan tanggung jawab masing-masing. 6) Adanya komitmen yang kuat dari seluruh pengelola aset di Kabupaten Tapanuli Tengah dalam mewujudkan tujuan organisasi. Pencapaian tujuan membutuhkan komitmen dalam menjalankan visi dan misi organisasi dan sebagai titik tolak dalam setiap kegiatan yang akan dijalankan. Kepala daerah sudah menyatakan komitmen bersama untuk pencapaian tujuan memperoleh WTP tahun 2016 dan selanjutnya. Dengan komitmen tersebut, pengelola aset melakukan pendataan ulang secara menyeluruh dan berkelanjutan. B. Kelemahan (Weaknesses) 1) Pengembangan SDM dan kompetensi aparatur pengelola aset di Kabupaten Tapanuli Tengah saat ini (Sosialisasi, Bimtek, Diklat) masih kurang memadai. Dari beberapa pengelola aset di SKPD belum mempunyai latar belakang akuntansi, begitu juga pelatihan dan bimtek tentang tata kelola aset masih relatif kurang diprioritaskan, dan sebagian ada juga yang mengikuti pelatihan tersebut, akan tetapi pesertanya berganti ganti dan tidak menetap. Peneliti melihat hal tersebut sebagai kelemahan di dalam organisasi yang berdampak pada peningkatan kinerja aparatur. 2) Mutasi/pergeseran pejabat pengelola aset yang kurang berpengalaman di Kabupaten Tapanuli Tengah. Mutasi/pergeseran pegawai merupakan hak preogratif kepala daerah. Akan tetapi dalam penempatan aparatur sebaiknya sesuai dengan kompetensi bidangnya sehingga dalam pengelolaan aset, sinergi yang terbangun selama ini tidak kembali ke titik awal lagi. Dalam hal mutasi pejabat dan staf pengelola bidang aset dapat menurunkan semangat aparatur, di sebabkan kurangnya 50 kompetensi pejabat yang baru mengenai tata kelola aset, sementara pegawai baru belum memiliki pengetahuan tentang tata kelola aset. 3) Kurangnya ketegasan/sanksi bagi aparatur pengelola aset di Kabupaten Tapanuli Tengah yang melakukan kesalahan. Kurangnya akurasi data serta keterlambatan pelaporan merupakan kesalahan yang sering terjadi dan berulang. Kesalahan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab seharusnya diberi sanksi sesuai dengan peraturan UU ASN Tahun 2014 Pasal 77 Ayat 6, “PNS yang penilaian kinerjanya tidak mencapai target kinerja dikenakan sanksi administrasi sampai dengan pemberhentian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”. 4) Belum optimalnya sumber daya aparatur pengelola aset di Kabupaten Tapanuli Tengah dalam menerapkan standar operasional dan prosedur. Peraturan Bupati Nomor 17 Tahun 2009 tentang Teknis Pelaksanaan Pengelolaan Barang Milik Daerah Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah jelas dinyatakan tentang aturan, standar operasional dan prosedur dalam mengelola aset daerah. Akan tetapi SOP dalam sensus barang masih sering diabaikan. Seperti pengisian kartu inventaris barang (KIB) dan kartu inventaris ruangan (KIR) di SKPD, yang seharusnya diisi dan dilakukakan rekapitulasi, lalu menyerahkan lembar IV kepada SKPD , dan lembar I s/d III diserahkan ke pengelola aset untuk digabungkan akan tetapi hal ini tidak dilaksanakan oleh pengelola aset. Hal ini menyebabkan penerapan akan standar operational prosedur masih kurang optimal. 2. Faktor Eksternal A. Peluang (Opportunities) 1) Peraturan pemerintah pusat tentang tata kelola aset daerah, untuk mempermudah tata kelola sesuai dengan aturan. Tersedianya Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, yang dapat mendukung kemajuan pada pengelolaan aset, serta memberi pengawasan terhadap aparatur akan semakin baik. Dalam Pasal 42 dinyatakan bahwa; a) Pengelola barang, pengguna barang dan/atau kuasa pengguna barang wajib melakukan pengamanan barang milik negara/daerah yang berada dalam penguasaannya. b) Pengamanan barang milik negara/daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (i) meliputi pengamanan administrasi, pengamanan fisik, dan pengamanan hukum. 2) Dana insentif daerah (DID) pusat, bagi pemerintah daerah yang berkinerja baik. Pemerintah pusat memperhatikan daerah yang berkinerja baik dan memperoleh opini WTP setiap tahunnya. Alokasi minimum untuk daerah provinsi dan kabupaten/kota ditetapkan sebesar tiga miliar rupiah dalam hal daerah memperoleh opini wajar tanpa pengecualian, sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 8/pmk.07/2014 tentang Pedoman Umum dan Alokasi Dana Insentif Daerah Tahun Anggaran 2014. Dengan adanya dana 51 segar yang akan diberikan oleh pusat kepada daerah, suatu hal yang memotivasi keseriusan daerah dalam mencapai opini terbaik dari pemeriksa. 3) Komitmen pemerintah pusat dalam meningkatkan kualitas aparatur, seperti pengiriman PNS untuk tugas belajar. Adanya kesempatan yang diberikan oleh pemerintah pusat untuk peningkatan SDM di daerah yang mampu meningkatkan kualitas individu aparatur. Saat ini jumlah PNS Kabupaten Tapanuli Tengah yang sedang menjalani tugas belajar yang dibiayai oleh pemerintah pusat terdiri dari tiga belas orang untuk program sarjana dan dua belas orang untuk magister. Dengan adanya peluang ini para aparatur sipil negara memiliki kesempatan untuk meningkatkatkan kapasitas, kompetensi yang bisa diharapkan untuk masa mendatang dalam memajukan Kabupaten Tapanuli Tengah. 4) Fungsi pengawasan terjadwal dari DPRD dan juga pengawasan LSM. Kewenangan DPRD dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) dalam melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan peraturan lainnya, mengawasi kebijakan dan kinerja pemerintah daerah dalam pelaksanaan pembangunan daerah, dan kerjasama yang terjadi dengan pihak luar di daerah. Dengan adanya pengawasan DPRD dan LSM dapat memajukan pengelolaan aset dan kinerja aparatur akan semakin baik. Fungsi Pengawasan yang dilakukan DPRD Kabupaten/kota, dapat dilakukan melalui kunjungan kerja, rapat dengar pendapat, pembentukan panitia kerja yang dibentuk sesuai dengan peraturan tata tertib yang berlaku di DPRD mengenai pengawasan internal pemerintahan daerah. Selanjutnya LSM dapat menginformasikan pemberitaan secara objektif yang dapat menetralisir tindakan dan kinerja pengelola aset melalui laporan masyarakat. B. Ancaman (threats) 1) Pengadaan/perubahan sistem dan teknologi yang terbatas dan tidak sesuai antara pusat, Provinsi dan Kabupaten/kota. Sistem/aplikasi teknologi pengelolaan aset yang berubah-ubah kerapkali menjadi masalah untuk pemerintah daerah, apalagi terkait dengan kebijakan sistem penatausahaan aset. 2) Kondisi alam yang cukup menyulitkan sehingga pendataan sulit dilakukan. Kondisi alam yang tidak menentu, yang sering melanda wilayah di sekitar perbatasan pantai barat yang berada jauh dipelosok cukup menyulitkan, untuk melakukan pendataan berupa bangunan, tanah, mesin dan aset yang berada di daerah tersebut. Sampai saat ini perkiraan cuaca di sekitar pantai barat Sumatera utara rentan dengan cuaca yang ekstrim, hal ini yang menyulitkan pemeriksaan lapangan oleh pengelola aset yang berada di wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah. 3) Pengakuan masyarakat atas aset pemda yang berada di luar Kabupaten Tapanuli Tengah yang disebabkan lemahnya penatausahaan. Adanya beberapa aset berupa tanah dan bangunan yang berada di luar Kabupaten Tapanuli Tengah dapat menimbulkan persoalan di kemudian hari, dikarenakan aset tersebut sudah tidak memiliki bukti otentik atau bahkan 52 historisnya sudah tidak bisa diakui lagi untuk saat ini. Hal ini memungkinkan terjadi atas aset Tapanuli Tengah yang berada di luar wilayah Kabupaten. Sebagian lahan tersebut diakui oleh masyarakat sekitar sebagai milik pribadi. Namun bukti kepemilikan tidak bisa ditunjukkan oleh masyarakat yang mengakuinya. Analisis faktor internal Berdasarkan hasil pengolahan data kuesioner dari beberapa ahli yang memiliki kompetensi dalam sistem dan pengendalian serta faktor yang mempengaruhi kinerja aparatur pengelola aset di Kabupaten Tapanuli Tengah diperoleh hasil bahwa pada faktor internal (kekuatan dan kelemahan) indikator kebijakan pemerintah dalam mendukung pengelolaan aset merupakan indikator dengan bobot terbesar dalam mempengaruhi kinerja aparatur pengelola aset di Kabupaten Tapanuli Tengah. Melalui wawancara mendalam (in depth interview) yang telah dilakukan secara langsung oleh peneliti terhadap pejabat dan pengelola aset, bahwa selama ini dukungan peningkatan kompetensi pengelola aset sangat diharapkan. Indikator adanya hubungan baik antar SKPD pengelola aset merupakan indikator dengan bobot prioritas kedua mempengaruhi kinerja aparatur pengelola aset di Kabupaten Tapanuli Tengah. Belum optimalnya sumber daya aparatur pengelolapengelola aset Belum optimalnya sumber daya aparatur di Kabupaten Tapanuli Tengah dalam menerapkan aset di Kabupaten Tapanuli Tengah dalam… standar operasional dan prosedur Kurangnya ketegasan/sanksi bagi aparatur pengelola Kurangnya ketegasan/sanksi bagi aparatur pengelola aset di Kabupaten Tapanuli Tengah yang melakukan aset di Kabupaten Tapanuli Tengah yang melakukan… kesalahan 0.045 0.051 Mutasi/pergeseran pejabat pengelola aset yang Mutasi/pergeseran pejabat pengelola aset kurang yang kurang berpengalaman di Kabupaten TapanuliTapanuli Tengah Tengah berpengalaman di Kabupaten 0.063 Pengembangan SDM dan kompetensi aparatur pengelola SDMTengah dan kompetensi aparatur aset Pengembangan di Kabupaten Tapanuli saat ini (Sosialisasi, pengelola asetmasih di Kabupaten Tapanuli Tengah saat ini… Bimtek, Diklat) kurang memadai 0.067 Adanya komitmen yang kuat dari seluruh pengelola Adanya komitmen yang kuat dari seluruh pengelola aset di Kabupaten Tapanuli Tengah dalam aset di Kabupaten Tapanuli Tengah dalam… mewujudkan tujuan organisasi Pagu anggaran yang memadai dalam mendukung Pagu anggaran yang memadai dalam mendukung peningkatan kinerja pegawai pengelola aset daerah di peningkatan kinerja pegawai pengelola aset daerah… Kabupaten Tapanuli Tengah 0.081 0.122 Sumber daya pengelola aset aset secarasecara kuantitas Sumber dayaaparatur aparatur pengelola kuantitas memadai di Kabupaten Tapanuli Tengah memadai di Kabupaten Tapanuli Tengah 0.095 Manajemen dan struktur organisasi yang jelas di Manajemen struktur organisasi yang jelas di Kabupaten Tapanuli dan Tengah 0.127 Kabupaten Tapanuli Tengah Adanya hubungan baik antar pengelola aset SKPD di Adanya hubungan baik antar pengelola aset SKPD di Kabupaten Tapanuli Tengah 0.172 Kabupaten Tapanuli Tengah Kebijakan pemerintah Kabupaten TapanuliTapanuli Tengah Tengah Kebijakan pemerintah Kabupaten dalam mendukung pengelolaan aset 0.177 dalam mendukung pengelolaan aset 0.000 0.050 0.100 0.150 0.200 BOBOT Gambar 3 Hasil pembobotan faktor internal Terkait masalah belum optimalnya sumberdaya aparatur pengelola aset di Kabupaten Tapanuli Tengah dalam menerapkan standar operasional dan prosedur banyak permasalahan-permasalahan yang bersifat spesifik antara lain : dapat terjadi pada seorang 53 karyawan baru yang dalam masa peralihan dari dunia akademis ke dunia kerja, sehingga bagi mereka diperlukan adanya kegiatan diklat dalam bentuk orientasi atau pengenalan dunia kerja. Inti perubahan paradigma ini juga bisa dialami oleh pegawai negeri yang menempati posisi baru yang sama sekali berbeda dan membutuhkan keahlian khusus. Dengan demikian diwajibkan kepadanya untuk menjalani penjenjangan pendidikan dan pelatihan seperti yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil. Tabel 14 No. Evaluasi faktor internal (IFE) Kekuatan Bobot Rating Skor Terbobot 1 Kebijakan Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah dalam mendukung pengelolaan aset 0.177 3.797 0.672 2 Adanya hubungan baik antar pengelola aset SKPD di Kabupaten Tapanuli Tengah 0.172 3.743 0.644 3 Manajemen dan struktur organisasi yang jelas di Kabupaten Tapanuli Tengah 0.127 3.7297 0.475 4 Sumber daya aparatur pengelola aset secara kuantitas memadai di Kabupaten Tapanuli Tengah 0.095 3.500 0.334 0.122 3.334 0.406 0.080 3.284 0.265 5 6 No. 1 2 3 4 Pagu anggaran yang memadai dalam mendukung peningkatan kinerja pegawai pengelola aset daerah di Kabupaten Tapanuli Tengah Adanya komitmen yang kuat dari seluruh pengelola aset di Kabupaten Tapanuli Tengah dalam mewujudkan tujuan organisasi Kelemahan Pengembangan SDM dan kompetensi aparatur pengelola aset di Kabupaten Tapanuli Tengah saat ini (Sosialisasi, Bimtek, Diklat) masih kurang memadai Mutasi/pergeseran pejabat pengelola aset yang kurang berpengalaman di Kabupaten Tapanuli Tengah Kurangnya ketegasan/sanksi bagi aparatur pengelola aset di Kabupaten Tapanuli Tengah yang melakukan kesalahan Belum optimalnya sumber daya aparatur pengelola aset di Kabupaten Tapanuli Tengah dalam menerapkan standar operasional dan prosedur Total Bobot Rating Skor Terbobot 0.067 1.932 0.130 0.063 1.838 0.116 0.051 1.723 0.088 0.045 1.784 0.079 3.209 Adanya fakta temuan dalam administrasi keuangan dan aset pemerintahan yang belum sempurna adalah beban yang harus dipikul semua aparatur pemerintah, karena bagaimanapun juga pengelolaan keuangan dan aset daerah sangat besar pengaruhnya terhadap kinerja penyelenggaraan daerah itu sendiri. Sebagai abdi negara, setiap aparatur yang berhubungan dengan pengadministrasian keuangan dan aset daerah, diharapkan dapat mengatur dan mengurus keuangan dan aset daerah. Dengan demikian dalam hal 54 pengadministrasian ataupun pelaporan keuangan dan aset daerah diharapkan dapat membantu permasalahan yang selama ini dihadapi para pengelola keuangan dan aset daerah dalam pekerjaannya. Analisi faktor eksternal Berdasarkan hasil pengolahan data kuesioner dari beberapa ahli yang memiliki kompetensi dalam sistem dan pengendalian serta faktor yang mempengaruhi kinerja aparatur pengelola aset di Kabupaten Tapanuli Tengah diperoleh hasil bahwa pada faktor eksternal (peluang dan ancaman) indikator peraturan tentang tata kelola aset daerah untuk mempermudah tata kelola sesuai aturan merupakan indikator dengan bobot terbesar dalam mempengaruhi kinerja aparatur pengelola aset di Kabupaten Tapanuli Tengah. Indikator dana insentif daerah (DID) bagi pemerintah daerah yang berkinerja baik/opini WTP merupakan indikator dengan bobot prioritas kedua mempengaruhi kinerja aparatur pengelola aset di Kabupaten Tapanuli Tengah. Pengakuan masyarakat atas aset pemda yang Pengakuan atas asetTapanuli pemda yang beradayang di berada dimasyarakat luar kabupaten Tengah luar Kabupaten Tapanuli Tengah yang disebabkan disebabkan lemahnya penatausahaan lemahnya penatausahaan 0.073 Kondisi alam yang cukup menyulitkan sehingga Kondisi alam yang cukup menyulitkan sehingga pendataan sulit dilakukan pendataan sulit dilakukan 0.093 Pengadaan/perubahan sistem dan teknologi yang Pengadaan/perubahan sistem dan teknologi yang terbatas dan tidak sesuai antara pusat, provinsi dan terbatas dan tidak sesuai antara pusat, provinsi dan kabupaten/kota kabupaten/kota 0.109 Fungsi pengawasan terjadwal dari DPRD dan juga Fungsi pengawasan terjadwal dari DPRD dan juga pengawasan LSM pengawasan LSM 0.172 Komitmen pemerintah pusat dalam meningkatkan Komitmen pemerintah pusat dalam meningkatkan kualitas aparatur, seperti pengiriman kualitas aparatur, seperti pengiriman PNS PNS untukuntuk tugas tugas belajarbelajar 0.125 Dana daerah(DID) (DID)pusat, pusat, bagi pemerintah Danainsentif insentif daerah bagi pemerintah daerah yang yang berkinerja daerah berkinerjabaik baik 0.197 Peraturan pusattentang tentang kelola Peraturanpemerintah pemerintah pusat tatatata kelola aset aset daerah, untukmempermudah mempermudah tata kelola sesuai dengan daerah, untuk tata kelola sesuai aturanaturan dengan 0.000 0.231 0.050 0.100 0.150 0.200 0.250 BOBOT Gambar 4 Hasil pembobotan faktor eksternal Dari Tabel 15 dukungan terhadap pencapaian bobot tertinggi dari peluang yang ada pada faktor eksternal mencerminkan nilai dukungan yang diperoleh melalui peraturan pemerintah pusat tentang tata kelola aset daerah, untuk mempermudah tata kelola sesuai dengan aturan pembobotan dengan vektor prioritas (VP). 55 Tabel 15 No. 1 2 3 4 No. 1 2 3 Evaluasi faktor eksternal (EFE) Peluang Peraturan pemerintah pusat tentang tata kelola aset daerah, untuk mempermudah tata kelola sesuai dengan aturan Dana insentif daerah (DID) pusat, bagi pemerintah daerah yang berkinerja baik Komitmen pemerintah pusat dalam meningkatkan kualitas aparatur, seperti pengiriman PNS untuk tugas belajar Fungsi pengawasan terjadwal dari DPRD dan juga pengawasan LSM Ancaman Pengadaan/perubahan sistem dan teknologi yang terbatas dan tidak sesuai antara Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota Kondisi alam yang cukup menyulitkan sehingga pendataan sulit dilakukan Pengakuan masyarakat atas aset pemda yang berada di luar kabupaten Tapanuli Tengah yang disebabkan lemahnya penatausahaan Bobot Rating Skor Terbobot 0.231 3.608 0.833 0.197 3.460 0.682 0.125 3.460 0.433 0.172 3.500 0.600 Bobot Rating Skor Terbobot 0.109 1.932 0.210 0.093 1.784 0.166 0.073 1.783 0.131 Total 3.056 Responden yang dipilih dalam penelitian ini merupakan para pemangku kepentingan manajerial di lingkungan pengelola aset di Kabupaten Tapanuli Tengah. Adanya peraturan pemerintah pusat tentang tata kelola aset daerah, untuk mempermudah tata kelola sesuai dengan aturan, dana insentif daerah (DID) pusat bagi pemerintah daerah yang berkinerja baik/ opini WTP, komitmen pemerintah pusat dalam meningkatkan kualitas aparatur, seperti pengiriman PNS untuk tugas belajar, fungsi pengawasan terjadwal dari DPRD dan pengawasan LSM Tapanuli Tengah saat dibutuhkan, pengadaan sistem dan teknologi yang terbatas dan tidak sesuai antara pusat, provinsi dan kabupaten/kota dalam hal penatausahaan aset, kondisi alam yang cukup menyulitkan sehingga pendataan sulit dilakukan, pengakuan masyarakat atas aset pemda yang disebabkan lemahnya penatausahaan. Ketujuh faktor eksternal ini merupakan faktor pendukung utama baik dukungan yang bersifat konstruktif maupun dukungan bagi perlambatan terhadap pencapaian tujuan organisasi. Strategi Peningkatan Kinerja Aparatur Pengelola Aset Daerah di Kabupaten Tapanuli Tengah Matrik internal-eksternal Hasil matrik internal-eksternal terhadap faktor yang mempengaruhi kinerja aparatur pengelola aset di Kabupaten Tapanuli Tengah menunjukkan hasil berada pada sel I dengan strategi yang tepat adalah strategi tumbuh dan membangun (grow and build). Strategi-strategi yang cocok adalah Strategi Intensif atau Strategi Terintegrasi (Backward Integration, Forward Integration dan Horizontal Integration). 56 3,21 3,06 Gambar 5 Matrik IE faktor yang mempengaruhi kinerja aparatur pengelola aset di Kabupaten Tapanuli Tengah Strategi intensif dan terintegrasi dalam peningkatan kinerja merupakan cara terbaik untuk saat ini. Berdasarkan latar belakang kajian ini, ada baiknya kegiatan peningkatan sumber daya manusia merupakan bagian dari ilmu manajemen yang memfokuskan pada pengaturan peranan SDM dalam kegiatan peningkatan kinerja. Untuk mencapai tujuan, tentu organisasi memerlukan sumber daya manusia sebagai pengelola aset. Agar sistem ini berjalan dengan baik tentu pengelolaan SDM harus memperhatikan program peningkatan kinerja secara kesinambungan dan dilakukan secara intensif. Beberapa aspek penting seperti sosialisai, Bimtek, Diklat dan data aset yang terintegrasi mempermudah pengelolaan aset. Layanan pengadaan barang dan jasa secara elektronik saat ini yang dikelola secara terintegrasi oleh Bagian Perekonomian dan Pembangunan Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan pengembangan secara terintegrasi. Matrik SWOT Indikator kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang ditemukan pada Kabupaten Tapanuli Tengah dimasukkan pada matriks SWOT. Tujuan matriks ini adalah untuk memaksimalkan kekuatan dan peluang dan secara bersama-samameminimalkan kelemahan dan acaman. Dengan kata lain, matrik SWOT bertujuan untuk menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal dihadapi dengan memperhatikan kekuatan dan kelemahan yangdi miliki oleh pengelola aset Kabupaten Tapanuli Tengah. 57 Strengths (S) Ada enam kekuatan yang diidentifikasi Kabupaten Tapanuli Tengah. Kekuatan tersebut adalah,1) kebijakan Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah dalam mendukung pengelolaan aset 2) adanya hubungan baik antar pengelola aset SKPD di Kabupaten Tapanuli Tengah 3) manajemen dan struktur organisasi yang jelas di Kabupaten Tapanuli Tengah 4) sumber daya aparatur pengelola aset secara kuantitas memadai di Kabupaten Tapanuli Tengah 5) pagu anggaran yang memadai dalam mendukung peningkatan kinerja pegawai pengelola aset daerah di Kabupaten Tapanuli Tengah 6) adanya komitmen yang kuat dari seluruh pengelola aset di Kabupaten Tapanuli Tengah dalam mewujudkan tujuan organisasi. Weaknesses (W) Indikator kelemahan yang dimiliki oleh Kabupaten Tapanuli Tengah ada empat, yaitu: 1) pengembangan SDM dan kompetensi aparatur pengelola aset di Kabupaten Tapanuli Tengah saat ini (Sosialisasi, Bimtek, Diklat) masih kurang memadai 2) mutasi/pergeseran pejabat pengelola aset yang kurang berpengalaman di Kabupaten Tapanuli Tengah 3) kurangnya ketegasan/sanksi bagi aparatur pengelola aset di Kabupaten Tapanuli Tengah yang melakukan kesalahan 4) belum optimalnya sumber daya aparatur pengelola aset di Kabupaten Tapanuli Tengah dalam menerapkan standar operasional dan prosedur Opportunities (O) Indikator peluang Kabupaten Tapanuli Tengah teridentifikasi ada empat, yaitu: 1) peraturan pemerintah pusat tentang tata kelola aset daerah, untuk mempermudah tata kelola sesuai dengan aturan 2) dana insentif daerah (DID) pusat, bagi pemerintah daerah yang berkinerja baik 3) komitmen pemerintah pusat dalam meningkatkan kualitas aparatur, seperti pengiriman PNS untuk tugas belajar 4) Fungsi pengawasan terjadwal dari DPRD dan juga pengawasan LSM Threaths (T) Indikator ancaman di Kabupaten Tapanuli Tengah ada tiga, yaitu: 1) pengadaan/perubahan sistem dan teknologi yang terbatas dan tidak sesuai antara pusat, provinsi dan kabupaten/kota 2) kondisi alam yang cukup menyulitkan sehingga pendataan sulit dilakukan 3) pengakuan masyarakat atas aset pemda yang berada di luar Kabupaten Tapanuli Tengah yang disebabkan lemahnya penatausahaan Berdasarkan analisa SWOT dari faktor internal dan faktor eksternal terhadap faktor yang mempengaruhi kinerja aparatur pengelola aset di Kabupaten Tapanuli Tengah dengan berbagai indikator penyusunnya, maka diperoleh beberapa alternatif strategi, antara lain : 1. Strategi S-O Sinkronisasi peraturan pemerintah pusat, provinsi dengan kebijakan Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah dalam mendukung pengelolaan aset 2. Strategi W-O Meningkatkan dukungan kebijakan pemerintah, baik pusat dan daerah dalam pengembangan SDM dan peningkatan kompetensi pengelola aset daerah melalui pelatihan penatausahaan aset untuk mempermudah tata kelola sesuai dengan aturan 58 3. Strategi S-T Peningkatan kebijakan pemerintah dalam pengembangan dan penerapan sistem dan teknologi untuk mendukung pengawasan dan pengendalian dalam pengelolaan aset di Kabupaten Tapanuli Tengah. 4. Strategi W-T Peningkatan hubungan baik antar SKPD pengelola aset, terutama dalam penerapan sistem dan teknologi yang terintegrasi dalam pengelolaan aset di Kabupaten Tapanuli Tengah. Tabel 16 Matriks SWOT Kekuatan (S) Internal Eksternal Peluang (O) 1. Kebijakan pemerintah dalam mendukung pengelolaan aset 2. Adanya hubungan baik antar SKPD pengelola aset 3. Manajemen dan struktur organisasi yang jelas 4. Sumberdaya aparatur pengelola aset secara kuantitas cukup memadai 5. Pagu anggaran pengelola aset dalam mendukung peningkatan kinerja pegawai pengelola aset daerah 6. Adanya komitmen yang kuat dari seluruh pengelola aset dalam mewujudkan tujuan organisasi Kelemahan (W) 1. Pengembangan SDM dan kompetensi aparatur pengelola aset saat ini (Sosialisasi, Bimtek, Diklat) masih kurang memadai 2. Mutasi/ pergeseran pejabat pengelola aset yang kurang berpengalaman 3. Kurangnya ketegasan/ sangsi bagi aparatur pengelola aset yang melakukan kesalahan 4. Belum optimalnya sumberdaya aparatur pengelola aset dalam menerapkan standar operasional dan prosedur Strategi S-O 1. Peraturan tentang tata kelola aset daerah, untuk mempermudah tata kelola sesuai dengan aturan 2. Dana insentif daerah (DID) bagi pemerintah daerah yang berkinerja baik/ opini wtp 3. Komitmen pemerintah dalam meningkatkan kualitas aparatur , seperti pengiriman pns untuk tugas belajar 4. Fungsi pengawasan terjadwal dari DPRD dan pengawasan LSM Tapanuli Tengah saat dibutuhkan Ancaman (T) Peningkatan sinkronisasi peraturan pemerintah pusat, provinsi dengan kebijakan Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah dalam mendukung pengelolaan aset. (S1, O1,O3) Strategi W-O Meningkatkan dukungan kebijakan pemerintah, baik pusat dan daerah dalam pengembangan SDM dan peningkatan kompetensi pengelola aset daerah melalui pelatihan penatausahaan aset untuk mempermudah tata kelola sesuai dengan aturan. (W1,O1,O3) Strategi S-T 1. Pengadaan sistem dan teknologi yang terbatas dan tidak sesuai antara pusat, provinsi dan kabupaten/kota 2. Kondisi alam dan lokasi aset yang cukup jauh dari jangkauan sehingga pendataan sulit dilakukan 3. Pengakuan masyarakat atas aset pemda yang disebabkan lemahnya penatausahaan Peningkatan kebijakan pemerintah daerah dalam pengembangan dan penerapan sistem dan teknologi untuk mendukung pengawasan dan pengendalian dalam pengelolaan aset di Kabupaten Tapanuli Tengah. (S1,T1,T3) Strategi W-T Peningkatan hubungan baik antar SKPD pengelola aset, terutama dalam penerapan sistem dan teknologi yang terintegrasi dalam pengelolaan aset di Kabupaten Tapanuli Tengah. (W1, T1,T3) Prioritas Strategi Peningkatan Kinerja Sumber daya manusia (SDM) aparatur dalam pemerintahan khususnya di Kabupaten Tapanuli Tengah yang handal dan profesional sangat diperlukan agar tanggung jawab penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dapat terlaksana dengan baik. Upaya merealisasikan kehendak masyarakat dalam memberikan pelayanan publik oleh pemerintah, sangat ditentukan oleh kapasitas dan kompetensi SDM aparatur 59 yang mendukung. Oleh karena itu peningkatan kualitas sumber daya manusia aparatur harus dilakukan secara berkesinambungan dan menjadi suatu keharusan melalui pembinaan dalam mewujudkan tata pemerintahan yang baik, bersih dan profesional. Seiring dengan konsep good governance, pemerintah telah berupaya untuk memperbaiki kualitas dan performance ini mulai dari perbaikan sistem rekruitmen pegawai maupun pendidikan dan pelatihan aparatur. Peningkatan kompetensi SDM aparatur dalam mengemban tugas atau jabatan birokrasi melalui diklat berorientasi pada standar kompetensi jabatan sesuai tantangan reformasi dan globalisasi yang tentu saja disesuaikan dengan kebutuhan stakeholder. Kualitas aparatur tidak mungkin meningkat tanpa adanya usaha yang konkrit untuk meningkatkannya. Oleh sebab itu perlu disusun berbagai strategi dalam upaya peningkatan kinerja aparatur pengelola aset di Kabupaten Tapanuli Tengah. Berdasarkan hasil pengolahan data matriks SWOT, diperoleh 4 strategi. Strategi tersebut disebarkan ke beberapa orang expert terkait, untuk memperoleh strategi prioritas. Pihak-pihak yang dianggap sebagai ahli/pakar dalam hal ini terdiri dari Sekretaris Daerah, Kepala Dinas PPKAD, Sekretaris Dinas PPKAD, Kepala Bidang aset dan 3 orang Kepala Seksi pada bidang pengelola aset. Para ahli tersebut diminta untuk membandingkan 4 grand strategy tersebut untuk diperingkatkan. Hasil pembobotan strategi dengan menggunakan metode pairwise comparison (matrik perbandingan berpasangan) terhadap strategi peningkatan kinerja aparatur pengelola aset di Kabupaten Tapanuli Tengah menunjukkan hasil bahwa meningkatkan dukungan kebijakan pemerintah, baik pusat dan daerah dalam pengembangan SDM dan peningkatan kompetensi pengelola aset daerah melalui pelatihan penatausahaan aset untuk mempermudah tata kelola sesuai dengan aturan, merupakan strategi dengan prioritas pertama dengan bobot 0.474 Aset atau barang daerah merupakan sumberdaya ekonomi milik daerah yang mempunyai peran dan fungsi yang strategis bagi pemerintah daerah dalam meningkatkan pelayanan publik kepada masyarakat. Aset yang ditata dan dikelola dengan baik dapat menjadi potensi sebagai sumber pembiayaan pelaksananan fungsi-fungsi pemerintah daerah serta dapat pula meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) di Kabupaten Tapanuli Tengah dalam jumlah yang signifikan. Namun, jika tidak dikelola dengan semestinya, aset tersebut justru menjadi beban biaya karena sebagian dari aset membutuhkan biaya perawatan atau pemeliharaan dan juga turun nilainya (terdepresiasi) seiring dengan perjalanan waktu. Penatausahaan aset daerah di Kabupaten Tapanuli Tengah harus berdasarkan pada kebijakan dan regulasi yang telah disepakati bersama antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta pihak-pihak terkait lainnya. Sejalan dengan itu, maka Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah antara lain disebutkan bahwa pengelolaan barang milik daerah dilaksanakan berdasarkan asas fungsional, kepastian hukum, transparansi dan keterbukaan, efisiensi, akuntabilitas, dan kepastian nilai. Adapun permasalahan yang muncul mengenai penatausahaan aset daerah di Kabupaten Tapanuli Tengah, salah satunya disebabkan karena kompetensi para pengelola aset daerah dalam menyajikan informasi dan data mengenai aset tetap dalam neracanya masih belum sesuai harapan. Diklat pengelolaan aset daerah di Kabupaten Tapanuli Tengah diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan pemahaman pengelola aset daerah mulai dari gambaran umum pengolahan aset daerah, perencanaan dan penganggaran sampai dengan kerangka akuntansi dan laporan aset. 60 Pendidikan dan pelatihan (DIKLAT) bagi pegawai pengelola aset di Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan bagian integral dari sistem pembinaan pegawai. Melalui diklat upaya peningkatan kemampuan pegawai yang lebih profesional dapat diwujudkan terutama untuk memberikan kontribusi positif terhadap kinerja organisasi sekaligus pelayanan kepada masyarakat. Namun demikian keberhasilan pelaksanaan diklat ini sangat tergantung kepada perencanaan yang matang dan komprehensif termasuk di dalamnya mengidentifikasi kebutuhan diklat berbasis kompetensi melalui analisa kebutuhan diklat. Analisa kebutuhan diklat ini bertujuan untuk memperoleh informasi dan data yang spesifik serta akurat mengenai susunan kemampuan dan kompetensi yang dibutuhkan oleh setiap jabatan struktural pada setiap lembaga pemerintahan. Tabel 17 Hasil pembobotan strategi peningkatan kinerja aparatur pengelola aset di Kabupaten Tapanuli Tengah NO Strategi Bobot Prioritas 1 Meningkatkan dukungan kebijakan pemerintah, baik pusat dan daerah dalam pengembangan SDM dan peningkatan kompetensi pengelola aset daerah melalui pelatihan penatausahaan aset untuk mempermudah tata kelola sesuai dengan aturan 0.474 1 2 Peningkatan kebijakan pemerintah daerah dalam pengembangan dan penerapan sistem dan teknologi untuk mendukung pengawasan dan pengendalian dalam pengelolaan aset di Kabupaten Tapanuli Tengah. 0.223 2 3 Peningkatan hubungan baik antar SKPD pengelola aset, terutama dalam penerapan sistem dan teknologi yang terintegrasi dalam pengelolaan aset di Kabupaten Tapanuli Tengah. 0.174 3 4 Peningkatan Sinkronisasi peraturan pemerintah pusat, provinsi dengan kebijakan Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah dalam mendukung pengelolaan aset 0.128 4 Berdasakan Tabel 16 program untuk prioritas (1), dalam rangka peningkatan kompetensi tenaga aset/barang daerah di Kabupaten Tapanuli Tengah dengan bobot 0.474 perlu diberikan diklat yang berkenaan dengan pengelolaan aset daerah yang meliputi : a) diklat penatausahaan aset daerah; b) diklat pengadaan barang dan jasa; c) diklat pengawasan keuangan dan aset; d) diklat penyusunan laporan barang/aset; e) diklat penyusunan anggaran berbasis kinerja/APBD; f) diklat pengelolaan barang milik daerah; g) diklat aplikasi keuangan dan komputerisasi; h) diklat penilaian aset dan; i) diklat pengelolaan APBD. Strategi dengan prioritas (2) dalam peningkatan kebijakan pemerintah dalam pengembangan dan penerapan sistem dan teknologi untuk mendukung pengawasan dan pengendalian dalam pengelolaan aset di Kabupaten Tapanuli Tengah dengan bobot 0.223 meliputi pengawasan administrasi dan penilaian aset lapangan yang dapat dilakukan per triwulan. Sistem pengawasan dan pengendalian aset bertujuan untuk optimasi pemanfaatan aset di Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan serangkaian kegiatan untuk mengoptimalkan potensi fisik, lokasi, nilai, jumlah/volume, legal dan ekonomi yang dimiliki aset tersebut. Aset yang memiliki potensi dikelompokkan berdasarkan sektorsektor unggulan yang dapat menjadi tumpuan dalam strategi pengembangan, baik dalam jangka pendek, menengah, maupun jangka panjang. Untuk menentukan hal tersebut harus 61 terukur dan transparan, sedangkan aset yang tidak dapat dioptimalkan, harus dicari faktor penyebabnya, apakah faktor permasalahan legal, fisik, nilai ekonomi yang rendah ataupun faktor lainnya, sehingga setiap aset nantinya memberikan nilai tersendiri. Hasil akhir dari tahapan ini adalah rekomendasi yang berupa sasaran, strategi dan program untuk mengoptimalkan aset. Strategi dengan prioritas (3) dalam peningkatan hubungan baik antar SKPD pengelola aset, terutama dalam penerapan sistem dan teknologi yang terintegrasi dalam pengelolaan aset di Kabupaten Tapanuli Tengah dengan bobot 0.174. (4) strategi dengan bobot terakhir adalah sinkronisasi peraturan pemerintah pusat, provinsi dengan kebijakan Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah dalam mendukung pengelolaan aset dengan bobot 0.128. Dengan program menambah pagu anggaran khusus pengelola aset yang selama ini jumlahnya masih digabung dengan anggaran bidang lain, serta mengalokasikan dana/tunjangan (reward) untuk tahun berikutnya. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Beberapa penyebab pengelolaan aset yang belum maksimal di Kabupaten Tapanuli tengah, 1) pengembangan SDM dan kompetensi aparatur pengelola aset saat ini (Sosialisasi, Bimtek, Diklat) masih kurang memadai, 2) mutasi/ pergeseran pejabat pengelola aset yang kurang berpengalaman, 3) kurangnya ketegasan/ sangsi bagi aparatur pengelola aset yang melakukan kesalahan, dan 4) belum optimalnya sumberdaya aparatur pengelola aset dalam menerapkan standar operasional dan prosedur 2. Beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja aparatur pengelola aset di Kabupaten Tapanuli Tengah antara lain : faktor internal yang terdiri dari kekuatan dan kelemahan serta faktor eksternal yang terdiri dari peluang dan ancaman, dengan menghasilkan grand strategy berupa grow and build. 3. Beberapa strategi yang dapat dilaksanakan dalam rangka peningkatan kinerja aparatur pengelola aset pada dinas pendapatan pengelolaan keuangan dan aset daerah Kabupaten Tapanuli Tengah, antara lain meningkatkan dukungan kebijakan pemerintah, baik pusat dan daerah dalam pengembangan SDM dan peningkatan kompetensi pengelola aset daerah melalui pelatihan penatausahaan aset untuk mempermudah tata kelola sesuai dengan aturan (prioritas pertama), peningkatan kebijakan pemerintah dalam pengembangan dan penerapan sistem dan teknologi untuk mendukung pengawasan dan pengendalian dalam pengelolaan aset di Kabupaten Tapanuli Tengah (prioritas kedua), peningkatan hubungan baik antar SKPD pengelola aset, terutama dalam penerapan sistem dan teknologi yang terintegrasi dalam pengelolaan aset di Kabupaten Tapanuli Tengah (prioritas ketiga) dan peningkatan sinkronisasi peraturan pemerintah pusat, provinsi dengan kebijakan Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah dalam mendukung pengelolaan aset (prioritas keempat). 62 Saran Saran yang dapat disampaikan dalam penelitian ini antara lain : 1. Pemerintah Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah fokus pada strategi meningkatakan kompetensi Pengelola aset daerah melalui Sosialisasi, Bimbingan teknis dan Pendidikan pelatihan penatausahaan aset dengan instansi pemerintah maupun lembaga yang diakui oleh pemerintah. 2. Pengembangan dan penerapan sistem dan teknologi pengelolaan aset yang terintegrasi 3. 4. 5. 6. antar SKPD sehingga memudahkan dalam sistem pengawasan dan pengendalian pengelolaan aset daerah. Peningkatan kerjasama dan hubungan yang baik antar SKPD dalam pengelolaan aset daerah dengan sistem pengawasan yang dilaksanakan secara periodik. Mutasi aparatur pengelola aset daerah sebaiknya disesuaikan dengan kompetensi aparatur tersebut. Aparatur yang memiliki kompetensi diharapkan tidak dimutasi sebelum ada pengganti yang juga memiliki kompetensi. Penambahan anggaran untuk kegiatan pengelola aset yang dikhususkan untuk peningkatan kompetesi aparatur pengelola aset. Penempatan SDM pada pengelola aset sebaiknya aparatur yang memiliki kempetensi di bidangnya dan memiliki pendidikan dengan latar belakang Ekonomi Akuntansi. 63 DAFTAR PUSTAKA Arkeman Y. 1999. Metode Analytical Hierarchy Process. Makalah Pelatihan Group Pengembangan Teknologi Manajemen dan Sistem Informasi. Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakutas Teknologi Pertanian. IPB. Azlim, Darwanis, Usman AB. 2012. Pengaruh Penerapan Good Governance dan Standar Akuntansi Pemerintahan Terhadap Kualitas Informasi Keuangan SKPD di Kota Banda Aceh. Jurnal Akuntansi Pascasarjana Universitas Syiah Kuala. ISSN: 23020164, Vol 1, No.1, pp. 1-14. Tersedia di http://prodipps.unsyiah.ac.id/ Jurnalmia/images/Jurnal/vol.1.ma/1.1.ma/1.1.14.azlim.pdf Azhar I, Darwanis, Abdullah S. 2013. Pengaruh Kualitas Aparatur Daerah, Regulasi, dan Sistem Informasi Terhadap Manajemen Aset (Studi pada SKPD Pemerintah Kota Banda Aceh). Jurnal Akuntansi Pascasarjana Universitas Syiah Kuala. ISSN: 23020164, Vol 2, No. 1, pp. 15-26. Tersedia di http://prodipps.unsyiah.ac.id/ Jurnalmia/images/Jurnal/vol.2.ma/2.1.ma/2.15.26.iqlima.azhar.pdf Afandi MN, Khairani. 2013. Analisis Manajemen Aset Tetap di Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Tanjung Balai. Jurnal Ilmu Administrasi, Vol X, No. 3 Desember 2013, hal. 393 - 414 BPK RI. 2014. Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I Tahun 2014. Buku II Pemeriksaan Laporan Keuangan. Christopher H. 2014. 3 Masalah Utama dalam Pengelolaan Aset, tersedia dari http://burungkecici.blogspot.co.id/2014/12/tiga-masalah-utama-pengelolaanaset.html Chang W. 2014. Metodologi Penulisan Ilmiah: Teknik Penulisan Esai, Skripsi, Tesis dan Disertasi untuk Mahasiswa, Penerbit Erlangga, Jakarta Dipang L. 2013. Pengembangan Sumber Daya Manusia Dalam Peningkatan Kinerja Karyawan Pada PT. Hasjrat Abadi Manado. Jurnal EMBA. ISSN: 2303 – 1174, Vol 1, No. 3, hal. 1080 – 1088. Tersedia di http://ejournal.unsrat.ac.id/ index.php/emba/article/view/2318 Dharma S. 2005. Manajemen Kinerja. Penerbit Pustaka Pelajar, Yogyakarta Dewi HG. 2012. Analisis Hasil Audit BPK RI atas Aset Tetap Pada Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga, Thesis Program Studi Magister Akuntansi, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Dwiyanto, Agus. 2015. Reformasi Birokrasi Kontekstual. Penerbit Gadjah Mada University Press, Yogyakarta Duadji, Noverman. 2012. Good Governance dalam Pemerintah Daerah. Majalah Mimbar. Vol28, No. 2, hal. 201-209. Tersedia dari http://ejournal.unisba.ac.id/index.php/ mimbar/article/view/356#.Vk051V7kw0s Djefris MD, Rafi M. 2003. Penerapan Konsep Good Governance di Indonesia. Jurnal R and B. ISSN: 1412-5080, Vol 3, No. 2. Tersedia dari http://download.portalgaruda.org/ article.php?article=57624&val=4373 Eckerson, Wayne W. 2009. Performance Management Strategies: How to Create and Deploy Effective Metrics, TDWI Best Practices Report, The Data Warehousing Institute. Tersedia dari https://www.google.co.id/?gws_rd=cr,ssl&ei=Fy9NVv2GG6nXyQOY 3qf4Dw#q=performance+management+strategies+eckerson Fewidarto PD. 1996. Proses Hirarki Analitik (Analytical Hierarchy Process). Materi Kursus Singkat. Jurusan Tekhnologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 64 Gunistiyo, Subroto. 2009. Pengaruh Movitasi Terhadap Kinerja Karyawan (Studi Kasus Pada Bank Swasta di Kota Tegal). Universitas Pancasila. Tegal. Jurnal Sosial Ekonomi dan Humaniora. ISSN: 1858-4500, Vol 5, No. 7, hal 13. Tersedia dihttp://ejournal.upstegal.ac.id/index.php/Sosekhum/article/view/186/188 Hunger JD, Wheelen T. 2001. Manajemen Strategis. Andi. Yogyakarta Hursman A. 2010 July 1. Measure What Matters, Information Management, v.20, no.4, p.24 (ISSN: 1521-2912) Published Source Media, Inc., http://www.information management.com/issues/20_4/measure-what-matters_kpi-10018221-1.html Iveta G. 2012. Human Resources Key Performance Indicators, Journal of Competitiveness, Vol. 4, Issue 1, pp. 177 – 128, Tersedia dari https://www.google.co.id/?gws_rd= cr,ssl&ei=Fy9NVv2GG6nXyQOY3qf4Dw#q=Gabcanova+Iveta%2C+Human+Res ources+Key+Performance+Indicators Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2015. Kinerja, Kamus versi Online Versi 1.4, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Tersedia dari Kemdikbud, http://kbbi.web.id/kinerja Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI Atas Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2011. Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI Atas Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012 Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI Atas Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2013 Mulalinda V, Tangkuman S J. 2014. Efektivitas Penerapan Sistem dan Prosedur Akuntansi Aset Tetap pada Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Sitaro, Jurnal EMBA. ISSN 2303-1174, Vol. 2, No. 1 Maret 2014, hal. 521-531 Mangkunegara AA, Anwar Prabu. 2005. Evaluasi Kinerja SDM. Penerbit Refika Aditama, Bandung Moleong LJ. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Penerbit Remaja Rosdakarya, Bandung Nawawi H. 2006. Evaluasi dan Manajemen Kinerja di Lingkungan Perusahan dan Industri. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta Oxford Learner’s Dictionaries. 2015. Governance. Oxford University Press, England. http://www.oxfordlearnersdictionaries.com/definition/english/governance?q=govern ance Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah Peraturan Bupati Tapanuli Tengah No.17/tahun 2009 tentang Teknis Pelaksanaan Pengelolaan Barang Milik Daerah Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah Peraturan Menteri PAN dan RB Nomor 29 Tahun 2010. tentang Pedoman Penyusunan Penetapan Kinerja dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Peraturan Menteri PAN dan RB Nomor 20 Tahun 2013 tentang Perubahan Lampiran Peraturan Menteri PAN dan RB Nomor 25 Tahun 2012 tentang Petunjuk Pelaksanaan Evaluasi Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 8/PMK.07/2014 Tahun 2014 tentang Pedoman Umum dan Alokasi Dana Insentif Daerah Tahun Anggaran 2014 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah Prawirosentono S. 1999. Kebijakan Kinerja Karyawan. Penerbit BPFE, Yogyakarta Rangkuti F. 2002. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 65 Rangkuti F. 2014. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Robbins, Stephen P, Mary C. 2010. Manajemen. Erlangga. Jakarta. Ruky AS. 2001. Sistem Manajemen Kinerja, Penerbit Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Rewansyah A. 2010. Reformasi Birokrasi Dalam Rangka Good Governance, Penerbit Yusaintanas Prima, Jakarta Rayadi. 2012. Faktor Sumber Daya Manusia Yang Meningkatkan Kinerja Karyawan dan Perusahaan di Kalbar. Jurnal EKSOS AMIK Panca Bhakti. ISSN: 1693 – 9093, Vol 8, No. 2, hal. 114 – 119. Tersedia di http://mobile.repository.polnep.ac.id/ xmlui/ bitstream/handle/123456789/88/07eksos%205%20-%20rayadi.pdf?sequence=1 Siagian SP. 2004. Teori Pengembangan Organisasi. Bumi Aksara, Jakarta Stoner, James AF. 1996. Manajemen. Penerbit PT. Prenhallindo, Jakarta Susilo W. 2002. Audit SDM – Panduan Komprehensif Auditor dan Praktisi Manajemen Sumber Daya Manusia serta Pimpinan Organisasi/Perusahaan. Penerbit Vorqistatama Binamega, Jakarta Sumarto, Hetifah SJ. 2003. Inovasi, Partisipasi, dan Good Governance, Penerbit Yayasan Obor Indonesia, Jakarta Suyanto B, Sutinah. 2007, Metode Penelitian Sosial, Kencana Prenada Media Group, Jakarta Setiawan A. 2012. Analisis Struktural Pengaruh Sistem Pengawasan dan Pengendalian Terhadap Kepuasan dan Komitmen Kepada Organisasi. Jurnal Admisi & Bisnis. ISSN: 1411 – 4321, Vol 13, No. 1 Februari 2012. Tersedia di http://admisibisnis.blogspot.co.id/2012/08/analisis-struktural-pengaruh-sistem.html Safroni ML. 2012. Manajemen dan Reformasi Pelayanan Publik. Penerbit Aditya Media Publishing, Yogyakarta Terry G R, Rue Leslie W. 2003. Dasar-DasarManajemen. Bumi aksara. Jakarta Tarr JD. 1996. Performance Measurements for a Continuous Improvement Strategy, Hospital Materiel Management Quarterly, 18, 2; ProQuest, pg. 77, California, USA Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Wibawa S. 2008. Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik, Penerbit Gadjah Mada University Press, Yogyakarta 66 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kota Sibolga pada tanggal 19 Mei 1980 sebagai anak ke enam dari delapan bersaudara pasangan Berton Sihombing dan Senti Pakpahan. Tahun 1999 – 2004 penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi melalui Program Strata 1 (S1) Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi di Universitas Pembangunan Nasional ‘Veteran’ Jakarta, dan dinyatakan lulus dan berhak menyandang gelas Sarjana Ekonomi (SE). Saat ini penulis masih aktif bekerja di Dinas Pendapatan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah sebagai staf, dan sebelumnya penulis pernah bekerja di Standard Chartered Bank Jakarta dan disalah satu perusahaan Jepang PT. Koyama Indonesia di KIIC Karawang. Pada tanggal 15 Oktober 2007 penulis menikah dengan Tuty Mawarny Sitinjak, S.St dan hingga saat ini telah dikaruniai 3 orang anak, yang pertama Dave Lomthy Gabriel Sihombing (7 Thn). Chiara Putri Mawshan Sihombing ( 6 Thn), dan Adewira Negara Sihombing (4 Thn). Pada bulan Desember 2014, penulis memperoleh Program Beasiswa Pendidikan Strata 2 BPKP RI pada Sekolah Pascasarjana IPB, Program Studi Magister Profesional Manajemen Pembangunan Daerah, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. 67 LAMPIRAN 68 Lampiran 1 Total aset tetap per SKPD Kabupaten Tapanuli Tengah Nama SKPD Tahun 2013 Rp (juta) 1 Sekretariat DPRD 13 559.89 13 663.48 2 Sekretariat Daerah 27 617.22 29 046.96 3 Dinas Pekerjaan Umum 673 656.61 733 940.66 4 Dinas Pertanahan 10 579.56 12 079.04 5 Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika 18 637.26 26 136.49 6 Dinas Kesehatan 70 278.54 73 334.88 7 Rumah Sakit Umum Daerah Pandan 62 255.54 67 050.79 8 Akademi Keperawatan 14 555.51 14 745.54 9 Dinas Pendidikan 233 085.59 260 921.14 3 190.61 3 260.11 843.08 960.71 52.29 315.73 925.76 1 029.56 3 025.59 3 956.02 2 241.01 2 976.73 3 805.52 4 766.31 No 10 Kantor Pendidikan Dan Pelatihan 11 Dinas Sosial, Tenaga Kerja Dan Transmigrasi 12 Kantor Pemuda Dan Olahraga 13 Badan Penanggulangan Bencana Daerah 14 Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil 15 16 Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa dan Perempuan Badan Keluarga Berencana Dan Kesejahteraan Keluarga Tahun 2014 Rp (juta) 17 Dinas Pertanian Dan Peternakan 59 363.08 65 311.58 18 Dinas Kelautan Dan Perikanan 29 131.90 38 211.04 19 Dinas Kehutanan Dan Perkebunan 1 698.27 2 332.60 1 833.50 1 961.50 6 795.31 8 823.48 2 719.65 3 306.55 30 531.31 34 995.22 20 21 Kantor Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Dinas Perdagangan, Industri, Koperasi Dan Penanaman Modal 22 Dinas Pertambangan Dan Energi 23 Dinas Pendapatan, Pengelola Keuangan Dan Aset Daerah 24 Kantor Pelayanan Terpadu 489.42 768.38 25 Inspektorat Kabupaten 947.03 1 001.42 26 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah 1370.02 1 947.13 2744.60 3 614.45 8 237.65 8 774.98 27 28 Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah Dinas Kebersihan, Pertamanan Dan Pemadam Kebakaran 69 Lampiran 1 No Total aset tetap per SKPD Kabupaten Tapanuli Tengah (Lanjutan) Tahun 2013 Rp (juta) Nama SKPD Tahun 2014 Rp (juta) 29 Dinas Pariwisata Dan Kebudayaan 6 871.05 11 943.00 30 Badan Kesatuan Bangsa, Politik Dan Perlindungan Masyarakat 597.29 651.04 31 Badan Kepegawaian Daerah 808.71 934.66 32 Kecamatan Sibabangun 2 535.59 2 561.34 33 Kecamatan Suka Bangun 519.65 704.03 34 Kecamatan Pinangsori 1 245.99 1 265.99 35 Kecamatan Manduamas 632.44 632.44 36 Kecamatan Sirandorung 836.82 836.82 37 Kecamatan Andam Dewi 1 468.34 1 659.21 38 Kecamatan Barus 506.85 771.21 39 Kecamatan Sosorgadong 63.14 247.51 40 Kecamatan Pasaribu Tobing 685.27 919.13 41 Kecamatan Sorkam Barat 326.72 581.37 42 Kecamatan Sorkam 9 330.91 9 545.02 43 Kecamatan Kolang 4 165.07 4 376.10 44 Kecamatan Tapian Nauli 890.27 1 082.64 45 Kecamatan Sitahuis 590.99 802.79 46 Kecamatan Sarudik 2 436.67 2 732.49 47 Kecamatan Pandan 934.76 990.21 48 Kecamatan Tukka 1 055.01 1 286.81 49 Kecamatan Badiri 2 406.64 2 454.62 50 Kecamatan Lumut 2 363.73 2 577.67 51 Kecamatan Barus Utara 776.72 1 326 219.97 850.06 1 469 638.63 Jumlah 70 62 Lampiran 2 Matriks perbandingan IFE Strategi Peningkatan Kinerja Aparatur Pengelola Aset Daerah di Kabupaten Tapanuli Tengah A B C D E F G H I J VE VP VA VB max CI CR A 1 1 3 3 2 2 2 2 3 2 1.966 0.177 1.925 10.872 10.941 0.105 0.070 B 1 1 2 3 2 3 3 1 2 3 1.911 0.172 1.876 10.906 C 0.33 0.50 1 2 2 2 3 2 2 2 1.414 0.127 1.387 10.893 D 0.33 0.33 0.50 1 1 2 2 2 2 2 1.059 0.095 1.010 10.593 E 0.50 0.50 0.50 1 1 3 3 2 3 3 1.351 0.122 1.312 10.788 F 0.50 0.33 0.50 0.50 0.33 1 2 3 2 2 1.896 0.081 0.893 11.073 G 0.50 0.33 0.33 0.50 0.33 0.50 1 3 2 2 1.749 0.067 0.764 11.333 H 0.50 1 0.50 0.50 0.50 0.33 0.33 1 2 2 1.699 0.063 0.736 11.700 I 0.33 0.50 0.50 0.50 0.33 0.50 0.50 0.50 1 2 1.568 0.051 0.543 10.615 J 0.50 0.33 0.50 0.50 0.33 0.50 0.50 0.50 0.50 1 1.494 0.044 0.473 10.638 11.107 1.000 109.412 70 71 Lampiran 3 Pembobotan Faktor Strategis Internal dalam Strategi Peningkatan Kinerja Aparatur Pengelola Aset Daerah di Kabupaten Tapanuli Tengah Faktor Strategis Internal Rating Skor Terbobot Kebijakan pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah dalam mendukung pengelolaan aset 0.177 3.798 2 Adanya Hubungan Baik Antar SKPD Pengelola Aset di Kabupaten Tapanuli Tengah 0.172 3.743 3 Manajemen dan Struktur Organisasi yang Jelas di Kabupaten Tapanuli Tengah 0.127 3.730 4 Sumberdaya Aparatur Pengelola Aset secara Kuntitas Cukup Memadai Kabupaten Tapanuli Tengah 0.095 3.500 5 Pagu Anggaran Pengelola Aset dalam Mendukung Peningkatan Kinerja Pegawai Pengelola Aset Daerah 0.122 3.338 6 Adanya Komitmen yang kuat dari Seluruh Pengelola Aset Kabupaten Tapanuli Tengah dalam Mewujudkan Tujuan Organisasi 0.081 3.284 No. Kekuatan 1 No. Kelemahan 1 Pengembangan SDM dan Kompetensi Aparatur Pengelola Aset Kabupaten Tapanuli Tengah Saat ini (Sosialisasi, Bimtek, Diklat) masih kurang memadai 0.067 1.932 2 Mutasi/ Pergeseran Pejabat Pengelola Aset yang Kurang Berpengalaman di Kabupaten Tapanuli Tengah 0.063 1.838 3 Kurangnya Ketegasan/ Sangsi bagi Aparatur Pengelola Aset di Kabupaten Tapanuli Tengah yang Melakukan Kesalahan 0.051 1.730 4 Belum Optimalnya Sumberdaya Aparatur Pengelola Aset di Kabupaten Tapanuli Tengah dalam Menerapkan Standar Operasional dan Prosedur 0.045 1.784 Total 1 71 72 Lampiran 4 Matriks perbandingan EFE Strategi Peningkatan Kinerja Aparatur Pengelola Aset Daerah di Kabupaten Tapanuli Tengah A B C D E F G VE A 1 3 2 1 2 2 2 B 0.33 1 3 2 2 2 2 C 0.50 0.33 1 1 2 1 2 D 1 0.50 1 1 3 2 2 E 0.50 0.50 0.50 0.33 1 3 2 0.820 0.109 0.868 F 0.50 0.50 1 0.50 0.33 1 2 0.701 0.093 0.701 G 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 1 0.552 0.073 0.537 7.533 1.000 1.739 1.486 0.944 1.292 VP 0.231 0.197 0.125 0.171 VA VB 1.795 7.778 1.543 7.825 0.935 1.286 max CI CR 7.628 0.105 0.079 7.466 7.497 7.976 7.531 7.323 53.396 72 73 Lampiran 5 Pembobotan Faktor Strategis Eksternal dalam Strategi Peningkatan Kinerja Aparatur Pengelola Aset Daerah di Kabupaten Tapanuli Tengah Faktor Strategis Eksternal No Rating Skor Terbobot Peluang 1 Peraturan Pemerintah pusat tentang tata kelola aset daerah, untuk mempermudah tata kelola sesuai dengan aturan 0.231 3,608 2 Dana insentif daerah (DID) pusat bagi pemerintah daerah yang berkinerja baik/ opini WTP 0.197 3,459 3 Komitmen pemerintah pusat dalam meningkatkan kualitas aparatur , seperti pengiriman PNS untuk tugas belajar 0.125 3,459 4 Fungsi pengawasan terjadwal dari DPRD dan pengawasan LSM Tapanuli Tengah saat dibutuhkan 0.172 3,500 No Ancaman 1 Pengadaan sistem dan teknologi yang terbatas dan tidak sesuai antara pusat, provinsi dan kabupaten/kota dalam hal penatausahaan aset 0.109 1,932 2 Kondisi alam yang cukup menyulitkan sehingga pendataan sulit dilakukan 0.093 1,784 3 Pengakuan masyarakat atas aset pemda yang disebabkan lemahnya penatausahaan 0.073 1,784 Total 1 73 74 Lampiran 6 Pembobotan Strategi Peningkatan Kinerja Aparatur Pengelola Aset Daerah di Kabupaten Tapanuli Tengah A B C A 1 2.83 2.83 2.67 B 0.35 1 1.64 C 0.35 0.61 D 0.40 0.55 A B C D D VE VP VA VB 2.151 0.474 1.942 4.094 1.81 1.012 0.223 0.908 4.072 1 1.81 0.790 0.174 0.710 4.074 0.55 1 0.581 0.128 0.525 4.098 4.534 1.000 max CI CR 4.084 0.028 0.025 16.337 Meningkatkan dukungan kebijakan pemerintah, baik pusat dan daerah dalam pengembangan SDM dan peningkatan kompetensi pengelola aset daerah melalui pelatihan penatausahaan aset untuk mempermudah tata kelola sesuai dengan aturan. Peningkatan kebijakan pemerintah dalam pengembangan dan penerapan sistem dan teknologi untuk mendukung pengawasan dan pengendalian dalam pengelolaan aset di Kabupaten Tapanuli Tengah Tengah. Peningkatan hubungan baik antar SKPD pengelola aset, terutama penerapan sistem dan teknologi yang terintegrasi dalam pengelolaan aset di kabupaten tapanuli tengah. Sinkronisasi peraturan pemerintah pusat, provinsi dengan kebijakan pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah dalam mendukung pengelolaan aset. 74 75 Glosarium ADB AKIP APBD BMD BPK CI CR DBKP DBMD DID DIKLAT DKBMD DKPBMD DPPKAD DPB GCG IK IKU KIB KIR KPI LAKIP LHP LK LKPD LKKL LPSE LSM MBS MBO MPG PAD PO RKA SKPD SAKIP SDM SIKD SIMHP SKPD SKP SOP SPPB SPBMD SPIP : Asian Development Bank : Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah : Anggaran Pendapatan Belanja Daerah : Barang Milik Daerah : Badan Pemeriksa Keuangan : Consistant Index/Indeks Konsistensi : Consistant Ratio/Rasio Konsistensi : Daftar Barang Kuasa Pengguna : Daftar Barang Milik Daerah : Dana Insentif Daerah : Pendidikan Dan Pelatihan : Daftar Kebutuhan Barang/Aset Milik Daerah : Daftar Kebutuhan Pemeliharaan Barang Milik Daerah : Dinas Pendapatan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah : Daftar Pengguna Barang : Good and Clean Governance : Intruksi Kerja : Indikator Kinerja Utama : Kartu Inventaris Barang : Kartu Inventaris Ruangan : Key Performance Indicators : Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah : Laporan Hasil Pemeriksaan : Laporan Keuangan : Laporan Keuangan Pemerintah Daerah : Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga : Layanan Pengadaan Secara Elektronik : Lembaga Swadaya Masyarakat : Manajemen Berdasarkan Sasaran : Management By Objective : Matriks Pendapat Gabungan : Pendapatan Asli Daerah : Pengembangan Organisasi : Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah : Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah : Sumber Daya Manusia : Sistem Informasi Keuangan Daerah : Sistem Informasi Management Hasil Pengawasan : Satuan Kerja Perangkat Daerah : Sasaran Kinerja Pegawai : Standar Operasional dan Prosedur : Surat Perintah Pengeluaran Barang : Serta Sistem Pengelolaan Barang Milik Daerah : Sistem Pengendalian Internal Pemerintah 75 76 SWOT SIMBANGDA TA TW VA VE VB VP WDP WTP : Strength Weakness Opportunities Threat : Sistem Informasi Management Pembangunan Daerah : Tahun Anggaran : Tidak Wajar : Vektor Antara : Vektor Eigen : Nilai Eigen : Vektor Prioritas : Wajar Dengan Pengecualian : Wajar Tanpa Pengecualian 77 78 79