perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB V PEMBAHASAN Data penelitian ini didapat dari tampilan makroskopis luka sayat tikus putih strain Wistar pada hari ke 5 yang dinilai dengan Bates-Jensen Wound Assassment Tool dan pengamatan mikroskopis luka insisi tikus putih strain Wistar yang dipreparasi dan dicat dengan teknik pengecatan Van Giesson. Preparat pengecatan Van Giesson ini kemudian dilihat menggunakan mikroskop OLYMPUS® seri BX 41 pada perbesaran 100x dan difoto dengan kamera OptiLab® sebanyak 5 kali (5 lapang pandang). Nilai tampilan jumlah sel fibroblas dihitung dari rata-rata jumlah sel fibroblas pada 5 lapang pandang tersebut dan kemudian dianalisis secara statistik menggunakan uji Oneway ANOVA. Hasil analisis secara statistik dari penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian gel ekstrak binahong pada luka insisi punggung tikus putih strain Wistar tidak memiliki perbedaan yang signifikan jika dibandingkan dengan kelompokkelompok yang lain baik secara makroskopis maupun mikroskopis. Hal ini ditunjukkan dengan signifikansi uji statistik Oneway ANOVA yang bernilai 0,256 untuk pengamatan makroskopis dan 0,08 untuk pengamatan mikroskopis. Kedua nilai ini lebih besar dari nilai taraf kepercayaan α = 0,05. Dari hasil uji statistik di atas, didapatkan tidak adanya perbedaan yang signifikan antara kelompok kontrol positif, kelompok kontrol negatif, dan kelompok perlakuan. Obat paten yang digunakan adalah obat telah dibuat yang dijual secara bebas dan tentunya telah teruji dapat meningkatkan proses penyembuhan luka, khususnya pada fase proliferasi. Memperhatikan hal ini, maka tidak didapatkannya perbedaan yang signifikan antara kelompok kontrol positif dan kelompok perlakuan commit47to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 48 menunjukkan bahwa gel binahong memiliki efek yang kurang lebih sama dengan obat paten untuk mengobati luka. Hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah tidak adanya perbedaan yang signifikan antara kelompok kontrol negatif dengan kelompok yang lain. Tidak adanya perbedaan yang signifikan ini mungkin disebabkan oleh beberapa faktor perancu seperti jumlah sampel yang minimal, jahitan pada luka hewan coba yang terlepas (sangat mempengaruhi nilai makroskopis), dan kondisi lingkungan yang terlalu ideal. Penelitian ini menggunakan 5 ekor hewan coba untuk setiap kelompok perlakuan. Jumlah ini merupakan jumlah minimal yang dihitung menggunakan rumus Federer. Melihat bentuk grafik pada gambar 12 yang sudah sesuai dengan teori, penelitian dengan menambah jumlah hewan uji dapat dipertimbangkan untuk mendapatkan hasil yang lebih rinci. Terdapat beberapa hewan coba yang jahitan lukanya terlepas. Hal ini mungkin disebabkan karena jahitan yang kurang kuat atau akibat dari kegiatan hewan coba di dalam kandang. Adanya jahitan yang terbuka ini sangat mempengaruhi penilaian makroskopis karena salah satu poin pada penilaian makroskopis adalah penilaian terhadap jaringan granulasi yang tampak dan sejauh apa epitelisasi terbentuk. Epitelisasi sempurna dari luka yang terbuka memerlukan waktu yang lebih lama dibandingkan luka yang dijahit meskipun kecepatan epitelisasinya sama. Oleh karena itu, jaringan granulasi yang tampak pada luka dengan jahitan yang lepas akan tampak lebih luas dan mempengaruhi penilaian makroskopis luka. Tanpa adanya perawatan pada luka, luka akan sangat mudah terkena infeksi. Begitu juga luka insisi pada hewan coba kelompok kontrol negatif yang tidak diberi perlakuan apa-apa. Timbulnya infeksi pada luka akan dapat mengganggu proses penyembuhan luka seperti pemanjangan fase inflamasi, kurang adekuatnya proliferasi fibroblas, kurang adekuatnya jumlah kolagen yang terbentuk, dan lain-lain. Namun, commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 49 karena laboratorium yang digunakan untuk memelihara hewan coba adalah laboratorium yang telah terstandar dan memiliki sirkulasi dan kebersihan yang baik oleh karena itu, timbulnya infeksi pada luka hewan coba kelompok kontrol negatif dapat dihindari dan proses penyembuhan luka juga dapat berjalan dengan baik. Rata-rata hasil penilaian luka sayat secara makroskopis dapat dilihat melalui diagram batang pada gambar 6. Kelompok kontrol positif memiliki nilai skor yang sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif. Kedua kelompok ini memiliki nilai rata-rata yang hampir sama dan berselisih nilai rata-rata 0,4. Hal ini disebabkan karena luka dinilai pada akhir fase proliferasi sehingga tampilan luar luka tidak terlalu berbeda. Rata-rata nilai pengamatan makroskopis kelompok perlakuan 1, 2, dan 3 lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol positif maupun negatif. Adanya perbedaan ini bisa disebabkan oleh faktor perancu yaitu lepasnya jahitan luka. Lepasnya jahitan luka membuat luka menjadi lebih luas, membuat penutupannya menjadi lebih lama, dan merancukan penilaian luka secara makroskopis. Rata-rata jumlah sel fibroblas pada setiap kelompok perlakuan dapat diamati melalui diagram batang pada gambar 12. Kelompok kontrol positif yang diberi obat paten memiliki rata-rata jumlah sel fibroblas yang lebih tinggi dari kelompok kontrol negatif yang tidak diberi perlakuan apa-apa. Hal ini dapat disebabkan karena obat paten yang digunakan adalah obat yang memang dapat bermanfaat pada proses penyembuhan luka khususnya pada fase proliferasi. Kelompok perlakuan 1, 2, dan 3 yang diberi gel binahong juga memiliki ratarata jumlah fibroblas yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif. Perbedaan ini timbul karena gel binahong mengandung berbagai macam zat metabolit sekunder seperti tanin dan saponin yang salah satu fungsinya adalah memacu proliferasi fibroblas. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 50 Jika kelompok perlakuan 1, 2, dan 3 dibandingkan dengan kelompok kontrol positif maka hanya kelompok perlakuan 1 yang memiliki rata-rata jumlah sel fibroblas yang lebih rendah dibandingkan kontrol positif, sedangkan kelompok perlakuan 2 dan 3 memiliki rata-rata jumlah fibroblas yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol positif. Hal ini dapat timbul karena obat paten yang digunakan memiliki efek antibakteri, antioksidan, dan bekerja seperti fibronektin yang meningkatkan perlekatan sel sedangkan gel binahong memiliki efek antibakteri, antiinflamasi, memacu pengeluaran fibronektin, meningkatkan proliferasi fibroblas, meningkatkan sintesis kolagen dengan memodifikasi ekspresi TGF-β, bersifat astringent, meningkatkan daya regang luka, memicu angiogenesis, dan meningkatkan kontraksi luka. Pada dosis rendah, efek efek gel binahong pada proses penyembuhan luka mungkin belum optimal, oleh karena itu rata-rata jumlah sel fibroblas menjadi lebih sedikit jika dibandingkan obat paten. Hal ini menjadi berbeda pada gel binahong dengan dosis yang lebih tinggi dan mungkin lebih mendekati dosis optimal gel binahong. Pada dosis yang lebih tinggi (5% dan 10%), rata-rata jumlah sel fibroblas nampak lebih tinggi dibandingkan ratarata jumlah sel fibroblas pada kelompok kontrol positif. Gel binahong memiliki metabolit sekunder (flavonoid, saponin, tanin) yang lebih banyak dibandingkan obat paten. Oleh karena zat-zat metabolit sekunder memiliki efek yang berbeda-beda namun saling mendukung dalam melaksanakan fungsinya, maka efek yang timbul akan lebih baik dibanding 1 metabolit sekunder yang bekerja sendiri (obat paten). Diagram batang pada gambar 12 menunjukkan adanya kenaikan rata-rata jumlah fibroblas dari kelompok perlakuan 1 (dosis gel binahong 2,5 %) ke kelompok perlakuan 2 (dosis gel binahong 5 %), namun diagram tersebut juga meunjukkan adanya penurunan rata-rata jumlah fibroblas dari kelompok perlakuan 2 (dosis gel binahong 5 %) ke kelompok perlakuan 3 (dosis gel binahong 10 %). Hal ini timbul karena beberapa reseptor memiliki sifat bifasik terhadap zat-zat metabolit sekunder commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 51 dimana pada dosis rendah hingga optimal, zat metabolit sekunder tersebut akan memacu fungsi dari reseptor tersebut (feedback positif) namun jika dosis yang diberikan melebihi dosis optimal maka yang terjadi adalah suatu inhibisi atas fungsi reseptor tersebut (feedback negatif). Sifat bifasik ini dapat ditunjukkan melalui penelitian dari kanzaki et al yang menyatakan bahwa saponin dalam dosis 1-10 µg/ml dapat meningkatkan sintesis fibronektin dan ekspresi reseptor TGF-β 1 dan 2. Namun, pemberian saponin pada dosis 100-500 µg/ml menyebabkan penurunan ekspresi reseptor TGF-β 1 dan 2 tanpa menunjukkan sifat toksik ( Kanzaki et al, 1998). Penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian gel ekstrak binahong pada luka dapat meningkatkan jumlah sel fibroblas. Rata-rata tertinggi dari jumlah sel fibroblas yang diamati ada pada kelompok perlakuan 2 yaitu dengan gel ekstrak binahong 5% dan merupakan dosis optimal gel binahong pada penelitan ini. Zat metabolit sekunder yang paling dimungkinkan berpengaruh terhadap peningkatan jumlah fibroblas ini adalah tanin yang berfungsi sebagai zat antienzim proteolitik. Peningkatan rata-rata jumlah sel fibroblas dalam penelitian ini memang tidak mencapat taraf signifikan secara statistik. Meski demikian, pemberian gel ekstrak binahong pada luka dapat meningkatkan produksi kolagen yang dihasilkan oleh fibroblas secara signifikan. Data ini didapat dari penelitian Wardana (2013) yang belum dipublikasikan dan sesuai dengan penelitian Kanzaki et al (1998) tentang efek saponin terhadap luka. Penelitian ini masih memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan. Kelebihan dari penelitian ini antara lain 1) pengamatan jumlah fibroblas dilakukan pada hari kelima setelah terjadi luka, yaitu tepat pada akhir fase proliferasi, 2) penghitungan sel fibroblas dilakukan secara manual dengan bantuan software Image J® sehingga tingkat kesalahan dapat dikurangi, dan 3) penggunaan tanaman binahong yang saat ini belum banyak diteliti. Sedangkan kelemahan pada penelitian ini antara lain 1) jumlah hewan uji yang digunakan adalah jumlah minimal dari rumus Federer, 2) commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 52 penelitian ini tidak dapat menilai efektivitas gel binahong dalam jangka panjang, 3) penelitian ini hanya dapat melihat efek gel binahong pada fase proliferasi dari penyembuhan luka saja, 4) tidak dilakukannya pengujian metabolit sekunder setelah daun binahong diproses dan dijadikan bentuk gel, dan 5) tidak dilakukannya uji sterilitas pada luka sehingga tidak dapat dinilai ada tidaknya bakteri yang mungkin dapat mengganggu proses penyembuhan luka. Diharapkan penelitian selanjutnya dapat dilaksanakan dengan memperhatikan kelemahan-kelemahan dari penelitian ini. commit to user