BENTUK PENYAJIAN LANGEN SEKAR PAMUJI DALAM KONTEKS PERIBADATAN DI GEREJA KRISTEN JAWI WETAN (GKJW) WARU, SIDOARJO Oleh : Ragil Sih Gumelar ABSTRAK Langen Sekar Pamuji (LSP) adalah salah satu genre (jenis Jawa) musik Gereja dan vokal yang lahir di Surakarta (Solo) sekitar tahun 1955. Langen Sekar dalam bahasa Indonesia berarti mengolah tembang (bermain lagu). Pamuji merupakan akronim (singkatan) dari Pasamuan Gereja Jawi. Gereja Kristen Jawi Wetan Jemaat Waru Sidoarjo adalah salah satu Gereja yang memiliki Langen Sekar Pamuji. Dalam penyajian Langen Sekar Pamuji dalam ibadah khusus maupun ibadah umum, Langen Sekar Pamuji yang iringan utamanya adalah gamelan dapat dikolaborasikan dengan alat musik lain yaitu bass elektrik dan “terbang”. Masalah yang diteliti antara lain, (1) Bentuk penyajian Langen Sekar Pamuji (LSP) di Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) Waru, Sidoarjo. Tujuan peneliti adalah mendeskripsikan bentuk Penyajian Lagu Langen Sekar Pamuji dalam peribadatan di GKJW Waru meliputi bentuk sajian musik dari notasi, tempo dinamika yang membangun suasana-suasana berbeda dari lagu “Ludiro Suci”. Pengumpulan data menggunakan metode wawancara, observasi dan dokumentasi kemudian data-data dianalisis menggunakan analisa deskriptif kualitatif agar diperoleh data yang valid. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk penyajian Langen Sekar Pamuji merupakan lagu menggunakan iringan Gamelan, namun masih memerlukan banyak dukungan baik dari segi sumber daya manusia, alat-alat yang memadai dan lengkap supaya lebih menarik minat Jemaat. Penggarapan musik Langen Sekar Pamuji ini sangat kontektual Jawa yaitu dari penyajian vocal yang disajikan dengan solo vokal (sinden) dan paduan suara unisono, diiringi gamelan berlaras pelog yang relatif lebih mudah ditulis dan dikolaborasikan dengan alat diatonis. Langen Sekar Pamuji sebagai bentuk kumpulan lagu atau gendinggending Jawa ini masih belum dijadikan liturgi secara utuh dalam ibadah umum karena masih butuh penyesuaian dan persiapan latihan jika mengiringi liturgi ibadah dari awal sampai akhir, jadi sementara ini, Langen Sekar Pamuji masih berfungsi sebagai pengisi ibadah baik ibadah umum maupun ibadah khusus seperti manten, natal, paskah dan lain-lain. Langen Sekar Pamuji merupakan genre musik Jawa yang layak dipertahankan dan dikembangkan lebih dalam lagi. Kata kunci : Langen Sekar Pamuji, Bentuk Penyajian. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagi umat kristiani musik sangat penting dalam ibadah gereja, sebab sebagian besar porsi ibadah gereja memiliki unsur musik, baik vokal maupun instrumental. Begitu pentingnya musik di dalam gereja, sehingga Martin Luther, tokoh gereja protestan era reformasi menyatakan bahwa gereja yang baik adalah gereja yang bernyanyi. Banyaknya Gereja kesukuan/kedaerahan di Indonesia membuat banyaknya jenis/genre musik yang berkembang di Gereja-gereja tersebut sesuai dengan ciri khas suku/daerahnya masing- masing, misalnya Gereja Pantekosta yang menggunakan kidung Jemaat berbahasa Indonesia untuk memuji Tuhan, kemudian Gereja Kristen Jawa memakai kidung pasamuan kristen yang lagunya berbahasa Jawa. Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) pada umumnya memakai keyboard sebagai alat musik pengiring dalam peribadatan. Di gereja pentakosta (menekankan pada karunia-karunia roh kudus) biasanya menggunakan alat-alat band untuk mengiringi ibadah jemaat di gereja, hal ini dimaksudkan untuk memberikan suasana ibadah yang khidmat. Berdasarkan hasil misi kontekstual yang diadakan Institut Pendidikan Teologi (IPTh) Balewiyata Majelis Agung (MA) GKJW Malang (Jl. Supriadi no. 18) tanggal 25-30 Oktober 2010, setiap kebaktian GKJW dianjurkan menggunakan pendekatan kontekstual budaya setempat. Gereja Kristen Jawi Wetan adalah Gereja yang menggunakan kidung lagu yang bernada diatonis dengan iringan keyboard dan masih sangat jarang menggunakan alat musik pentatonis. Namun sekarang mulai menggunakan lagulagu pujian Langen Sekar Pamuji yang berbahasa Jawa dan diiringi musik tradisional Jawa bernada pentatonis yaitu gamelan Jawa. Langen Sekar Pamuji (LSP) adalah salah satu genre (jenis) musik Gereja yang berbentuk lagu Jawa rohani yang mulai digunakan Jemaat di Gereja Kristen Jawi Wetan Waru Sidoarjo untuk memuji Tuhan sejak tahun 2010. Langen Sekar dalam bahasa Indonesia berarti mengolah tembang (bermain lagu). Pamuji merupakan akronim (singkatan) dari Pasamuan Gereja Jawi. Jadi Langen Sekar Pamuji merupakan lagu yang dimainkan ditengah pasamuan atau peribadatan. Dewasa ini Langen Sekar Pamuji telah dikenal luas oleh warga GKJ di Surakarta. Adanya Langen Sekar Pamuji di Gereja Kristen Jawi Wetan Waru Sidoarjo ini mengobati kerinduan Jemaat untuk mendengarkan pujian Jawa yang sangat bernuansa Jawa. Tidak mudah mempertahankan dan meningkatkan apresiasi terhadap jenis musik tradisi seperti ini. Penyajian Langen Sekar Pamuji di Gereja Kristen Jawi Wetan Waru Sidoarjo, cukup memikat hati Jemaat. Oleh sebab itu peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian lebih dalam tentang Bentuk penyajian Langen Sekar Pamuji di Gereja Kristen Waru Sidoarjo. Bentuk penyajian Langen Sekar Pamuji sangat konteks dengan keberadaan warga GKJW Waru Sidoarjo karena sebagai lagu penciptaan baru dengan nuaansa Jawa, dari bentuk melodi dan iringannya menggunakan tembangtembang jawa religius yang diiringi gamelan bahkan tembangnya bisa berbentuk macapat tetapi terkadang juga menggunakan lagu rohani bahasa Indonesia tanpa menghilangkan gamelan sebagai iringan. Oleh sebab itu penelitian ini mengambil judul “Bentuk Penyajian Langen Sekar Pamuji di Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) Waru Sidoarjo.” B. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Latar Belakang Langen Sekar Pamuji di GKJW Waru Musik di dalam Gereja merupakan salah satu sarana yang sangat penting untuk menghantarkan Jemaat menemukan saat-saat yang pribadi dan intim dengan Tuhan. Alunan musik yang lembut dan syahdu akan menenangkan jiwa Jemaat, syair-syair pada lagu dan pujian yang mengagungkan Tuhan juga mempengaruhi hati dan pikiran Jemaat untuk lebih menyembah dan mencintai Tuhan lebih dalam. Pada mulanya pujian-pujian yang digunakan di Gereja Kristen Jawi Wetan Waru adalah pujian-pujian atau lagu-lagu yang dikumpukan menjadi sebuah buku nyanyian atau bisa disebut juga kidung. Kidung-kidung yang digunakan di GKJW Waru antara lain ”Kidung Jemaat”, “Kidung Pelengkap Jemaat” yang lagulagunya berbahasa Indonesia dan biasanya diiringi keyboard, “Kidung Pasamuan Kristen” yang syair-syairnya berbahasa Jawa denga iringan alat musik diatonis yaitu keyboard. Gereja Kristen Jawi Wetan pada waktu itu belum ada pujian yang menggunakan nada pentatonis diiringi alat musik pentatonis, baru ada di Gereja Kristen Jawa di Jawa Tengah. Gunawan Priyatmadja adalah seorang Jemaat yang dulunya berasal dari Gereja Kristen Jawa di Jawa Tengah, merasa tergerak untuk mengembangkan pujian-pujian Jawa yang konteks dengan nuansa di Gereja Kristen Jawi Wetan Waru yang selama ini belum pernah menggunakan musik pentatonis Jawa. Pada tanggal 30 mei 2010 mulai dipakailah pujian atau lagu-lagu Jawa yang dinyanyikan oleh Jemaat Gereja Kristen Jawi Wetan pertama kali di pelopori oleh Gunawan Priyatmadja. Kumpulan lagu-lagu pujian Jawa yang bernada pentatonis ini dinamakan Langen Sekar Pamuji. Bentuk Musik Langen Sekar Pamuji 1) Bentuk lagu Langen Sekar Pamuji Bentuk Langen Sekar Pamuji ini pada dasarnya adalah tetembangan atau/ sekar/lagu Jawa rohani yang bentuk pementasannya bisa disajikan secara Solo, vocal, secara koor/paduan suara dan secara massa atau melibatkan banyak Jemaat. Bentuk penyajian Pujian Langen Sekar Pamuji ini juga disesuaikan sesuai kebutuhan tema acara yaitu misalnya sebagai bentuk pujian dalam ibadah umum atau sebagai hiburan di ibadah khusus seperti natal, paskah, manten, dll. Bentuk pementasan Pujian Langen Sekar Pamuji : a) Solo vocal Satu orang penyanyi atau solo vocal menyanyikan pujian Langen Sekar Pamuji bisa dengan menggunakan alat musik gamelan atau dikembangkan dengan iringan alat musik tradisi Jawa dengan alat musik modern. Bentuk solo vokal ini biasanya digunakan sebagai pengantar sebelum masuk ke lagu inti yang berbentuk paduan suara unisono untuk menciptakan nuansa tenang , teduh agar hati Jemaat bisa tenang dan siap untuk menerima kehadiran Tuhan dalam ibadah. Solo vokal ini biasanya dinyanyikan seorang wanita yang menyanyikan tembang Macapat “Pucung”. b) Secara koor atau paduan suara Lagu-lagu Langen Sekar Pamuji bisa dipentaskan secara ensembel vocal atau sekelompok paduan suara, baik diiringi gamelan atau gamelan yang dikembangkan dengan alat musik modern. Paduan suara ini bisa dinyanyikan dengan pembagian suara dan bisa juga dibawakan secara unisono atau satu suara. Paduan suara ini juga bisa dikemas dengan intro macapat yang dibawakan seorang penyanyi Solo wanita. Berikut ini salah satu bentuk lagu Langen Sekar Pamuji “Ludiro Suci”: 2) Bentuk Penataan Komposisi Lagu “ Ludiro Suci” Bentuk penataan komposisi lagu “Ludiro Suci” sebenarnya adalah komposisi yang berbentuk lagu yang terdiri dari pambuka/mirip dengan intro, lagu dan ending : a. Bagian A Intro/pambuka dalam karawitan bisa menggunakan teknik pukulan lepas/bebas dari beberapa alat seperti boning, saron, demung , peking, dll artinya masing-masing alat bisa dipukul dengan teknik berbeda namun dalam lagu “Ludiro Suci” ini diawali dengan permainan berisi instrumen-instrumen bonang barung, demung, saron 1 dan saron 2 dengan teknik pukulan sama/unisono dengan tempo lepas tidak seperti lancaran ataupun ladrang. Suasana tenang dihadirkan melalui instrument-instrument berikut ini : Intro : Bonang Barung :jqw jeq jwe t/ q .... jwe jte jwe t/ q .... Demung :jqw jeq jwe t .... jwe jte jwe q .... Saron 1 :jqw jeq jwe t .... jwe jte jwe q .... Saron 2 .... :qw jeq jwe t .... jwe jte jwe q b. Bagian B Bagian B dimainkan oleh instrumen yang sama dengan bagian A yaitu bonang barung, demung, saron 1, dan saron 2 dengan irama yang lebih lambat (tamban). Komposisi utama bagian B adalah bonang, balungan nibani. Bagian B ini masih termasuk intro. Tempo lebih lambat untuk menciptakan suasana berbeda dari bagian A. Suasana yang diciptakan komposisi B ini tenang terinspirasi dari suasana prihatian saat Tuhan Yesus disalibkan. Tempo : lambat (tamban) Bonang Barung: j.1 2 3 5 3 1 Demung : . . . 5 Saron 1 : . . . 5 Saron 2 : . . . 5 j.3 2 3 1 . . . 1 . . . 1 . . . 1 j.1 2 3 5 . . . 5 . . . 5 . . . 5 j.3 2 . . . 1 . . . 1 . . . 1 c. Bagian C Bagian C ini mulai memasuki tempo lancar atau cepat kemudian pukulan menebal untuk menciptakan volume keras/tebal dengan tempo semakin cepat. Volume tebal dan cepat menciptakan suasana tegang terinspirasi dari ketegangan saat Tuhan Yesus akan diadili dan disiksa. Setelah tempo lancar dan cepat tibatiba volume yang keras beralih menjadi volume tipis. Ketika volume tipis ini berlangsung, ada ilustrasi oleh tim paduan suara yang menggambarkan suasana saat Tuhan Yesus disalibkan di bukit Golgota dengan berteriak-teriak “Yesus kasalibo, Barnabas kaluarana...” yang artinya “Salibkan Yesus, bebaskan Barnabas...” teriakan tersebut berlangsung berulang-ulang. Setelah itu tempo Gamelan dan dinamika volume gamelan semakin cepat dan keras hingga akhirnya habis kemudian masuk lagu berbentuk macapat. Berikut ini penulisannya. Tempo : lancar (cepat) Bonang Barung : . . . Demung : j.1 j23 j51 j23 . 5 1 5 1 j51 j23 j51 j23 5 1 5 1 . . . 5 Saron 1 SSaron 2 . 5 . 5 : : 1 1 5 5 1 1 5 5 1 1 5 5 1 . . . 1 . . . Setelah ending dan hening sebentar, macapat dinyanyikan oleh seorang vokal/sinden wanita. Bagian C ini sangat menggambarkan suasana keprihatinan dan ketegangan ketika Tuhan Yesus akan disalibkan. Namun dilengkapi dengan Macapat “Pucung” berikut ini yang syair dan nada-nadanya menggambarkan suasana sedih ketika Tuhan Yesus disalibkan. Suasana tenang yang diciptakan di Macapat ini mengingatkan betapa besar pengorbanan dan penderitaan Yesus untuk menebus dan menggantikan dosa-dosa manusia. Macapat ini diharapkan bisa membuat Jemaat menyesali akan dosa-dosa yang telah diperbuat selama hidup dan mau bertobat. Berikut ini lagu berbentuk Macapat berlaras Pelog Nem : Lagu berbentuk Macapat : P U C U N G berlaras Pelog Nem ( notasi diatonis) 6 6 5 6 5 3 Balungan (B) : 6 6 1 2 3 5 3 5 3 5 3 5 3 Gus- ti Ye –sus 1 1 1 2 6 6 5 6 5 3 (B) : 612353535353 Si- na-lib klam-pa -ha -ni - pun 1 2 6 3 1 3 2121 Ka- pa – srah-ken nya -ta 1 2 2 2 3 1 216 (B) : 12321216 De ning Al- lah Ma -h Wi-dhi 6 1 2 3 2 2 1 6 1 23 212 2 (B) : 2123212 Kanthi laknat minang-ka lintu- ning ja - gad Macapat “pucung” ini biasanya dinyanyikan secara acapela tanpa iringan namun dalam penyajiannya dapat juga ditambahkan dengan iringan balungan di akhir setiap baris syairnya. Setelah bagian macapat kemudian dihadirkan bentuk vocal sindenan bedayan yang diawali alat musik kemanak Laras pelog pathet lima dimainkan. Berikut notasinya. Kemanak : ( 7 6 7 . 7 6 7 . 7 6 7 . 7 6 7) Kemudian masuk vocal lagu “Ludiro Suci” Vokal . j.5 j5k56 5 j.5 j5k.4 j4k56 (I) Wonten da - rah su – ci man – cur 5 Bonang barung Demung Saron 1 Saron 2 Gong Vokal 5 5 5 5 . . (II) 5 5 5 5 . . . . . . . . . . . . j1k@# Neng 2 2 2 2 . 1 5 5 5 5 . 4 4 4 4 . j.6 har - di Gol 1 6 5 1 6 5 1 6 5 1 6 5 . . . go 4 4 4 4 . 1 1 1 1 . Vokal 5 . j.1 j1k.1 j45 j.5 (III) Nggih rah- i pun Gusti . 5 5 . 6 5 . 5 5 . 6 5 . 5 5 . 6 5 . 5 5 . 6 5 . . . . . . Vokal . . (IV) Kang 2 2 2 2 . Bonang barung Demung Saron 1 Saron 2 Gong . . . . . Vokal . j.1 (V) Nggih . 1 . 1 . 1 . 1 . . Bonang barung Demung Saron 1 Saron 2 Gong Vokal Bonang barung 1 1 1 1 . j1k@# ! rah-i 1 1 1 1 . j.6 pun 1 1 1 1 . 1 j4k56 5 - ta 5 5 5 5 g j5k.4 j4k56 Ye - sus 4 5 4 5 4 5 4 5 . . j5k.4 ngi - cal-ken 1 6 5 1 6 5 1 6 5 1 6 5 . . . j1k12 5 5 5 5 . j5k.4 Bonang barung Demung Saron 1 Saron 2 Gong Bonang barung Demung Saron 1 Saron 2 Gong 1 1 1 1 . 5 5 5 5 . j4k45 do - sa 4 5 4 5 4 5 4 5 . g j.2 3 Gus - ti 2 3 2 3 2 3 2 3 . . Ye2 2 2 2 . sus 1 1 1 1 . 1 j1k23 . . j5k65 3 j.k23 (VI) Kang ngi - cal - ken 2 3 5 3 2 1 5 j2k12 do - sa 2 1 1 1 Demung Saron 1 Saron 2 Gong 2 2 2 . 3 3 3 . 5 5 5 . 3 3 3 . 2 2 2 . 1 1 1 . 2 2 2 . 1 1 1 g SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Langen Sekar Pamuji di Gereja Kristen Jawi Wetan Sidoarjo adalah pujian tradisional jawa yang bernuansa GKJW dengan menggunakan iringan karawitan yang dipandang sangat kontekstual baik dalam bahasa maupun melodinya. Penyajian Langen Sekar Pamuji di GKJW Waru disusun atau ditata agar mempunyai daya tarik di dalam hal misalnya penyajian vokalnya: solo vokal (macapat) dan paduan suara unisono. Dari sisi dinamika iringan disusun menggunakan irama dan tempo yang berbeda sesuai dengan karakter lagu yang dapat membangun suasana bebeda-beda sesuai penggarapan tempo, dinamika dan melodi-melodinya. Penggarapan musik Langen Sekar Pamuji ini sangat kontektual Jawa yaitu dari penyajian vocal yang disajikan dengan solo vocal (sinden) dan paduan suara unison, kemudian gamelan yang digunakan berlaras pelog karena relatif lebih mudah ditulis dikolaborasikan dengan alat diatonis. Keberadaan Langen Sekar Pamuji ini sebagai musik kebutuhan di Gereja ini , sangat memberi kesejukan terhadap Jemaat yang rindu musik Jawa pentatonis di GKJW Waru ini. Dalam perkembangannya, banyak Jemaat GKJW Waru yang mengundang dan meminta lagu-lagu Langen Sekar Pamuji dibawakan di ibadah keluarga, manten maupun ibadah di Gereja, bahkan di Gereja Jawa selain GKJW Waru. Namun sayangnya Langen Sekar Pamuji masih dipandang sebagai grup musik tradisional, karena kurangnya Lokakarya atau pembinaan tentang pengetahuan musik Jawa seperti Langen Sekar Pamuji, padahal Langen Sekar Pamuji ditata dan diproyeksikan sebagai salah satu pujian yang bernuansa Jawa. Lagu-lagu pujian Langen Sekar Pamuji sudah disusun sesuai dengan tema atau fungsi dalam syairnya misalnya lagu untuk natal, paskah, perjamuan kudus, pernikahan, penyesalan dosa maupun untuk penyembahan dan ucapan syukur kepada Allah. Musik Pengiringnya adalah karawitan namun bisa dikolaborasikan dengan musik modern lain. Walaupun masih dipandang sebagai grup musik yang membuat keterbatasan dalam pengembangannya, Jemaat Gereja Kristen Jawi Wetan sangat mendukung dan merespon sangat baik keberadaan Langen Sekar Pamuji sebagai salah satu bentuk pelestarian budaya di Gereja dan bisa menjadikan tolak ukur untuk saat ini yang sangat kurang berminat terhadap musik tradisi. Dari hasil wawancara responden, peneliti menarik kesimpulan bahwa Jemaat Gereja Kristen Jawi Wetan sangat menyukai Langen Sekar Pamuji karena dipandang masih sangat jarang bertahan di Gereja Kristen Jawa dan bisa memberikan nuansa kejawen di Gereja Kristen Jawi Wetan yang pada umumnya orang Jawa. Namun untuk yang kurang menyukai atau kurang respon adalah karena bahasa Jawa yang kurang bisa dipahami Jemaat pada umumnya, untuk musik Jemaat menikmati dan mendukung untuk eksistensi Langen Sekar Pamuji di Gereja Kristen Jawa. B. Saran Langen Sekar Pamuji memiliki ciri khas yang dapat dinikmati oleh Jemaat Gereja Kristen Jawi Wetan pada umumnya, namun ada beberapa kendala dan saran untuk lebih berkembangnya Langen Sekar Pamuji di Gereja Kristen Jawi Wetan khususnya di GKJW Waru Sidoarjo : 1. Bentuk musik, makna simbolik menarik untuk diteliti oleh penelitian lebih lanjut. 2. Ada baiknya untuk seluruh tim yang terlibat dalam Langen Sekar Pamuji baik musisi, vocalis, pelatih dan laia-lain lebih mengorganisir kegiatan-kegiatan yang berhubungan dalam Langen sekar pamuji, baik dari latihan maupun ketika tampil agar lebih bisa memaksimalkan waktu latihan dan bisa dan menyusun hal-hal yang lebih inovatif dalam penyajian Langen Sekar Pamuji agar tidak membosankan. Penulis juga berharap, Langen Sekar Pamuji bisa melibatkan lebih banyak anak muda. 3. Untuk Gereja Kristen Jawi Wetan Waru Sidoarjo a. Agar Gereja segera memaksimalkan pengadaan alat gamelan untuk mendukung proses pengembangan Langen Sekar Pamuji. b. Untuk ke depannya, pihak Gereja perlu menyelenggarakan Lokakarya tentang musik tradisi supaya Langen Sekar Pamuji lebig cepat berkembang, sehingga Langen Pamuji dipandang sebagai bentuk vokal tradisi bukan grup sehingga seluruh warga Jemaat bisa terlibat. Akhirnya penulis berharap agar penelitian ini dapat bermanfaat bagi pengembangan Langen Sekar Pamuji di Gereja Kristen Jawi Wetan Sidoarjo dan bermanfaat bagi Gereja Kristen Jawi Wetan serta seluruh warga Jemaatnya. Semoga penelitian ini juga dapat memberi manfaat bagi seluruh pembaca dan masyarakat pada umumnya. Daftar Pustaka Astono, Sigit. 2007. Jurnal Pengetahuan, Pemikiran & Kajian Tentang “Bunyi”. Surakarta: Institut Seni Indonesia (ISI). Aziz, 2011. Metode Penelitian dan Teknis analisis Data. Jakarta: Penerbit Salemba Medika. Banoe, Pono. 2003. Kamus Musik. Yogyakarta: Kanisius. Catur, Agus. 2010 Suatu Konsep Tata Ibadah&Pedoman Liturgi dan Jabatan Pejabat Khusus Gerejawi Gereja Kristen Jawi Wetan. Surabaya: GKJW Jambangan. Christanday, Andreas. 2009. Lebih mengerti lagi tentang...Pujian dan Penyembahan. Yogyakarta: Gloria Graffa (Anggota IKAPI). Djelantik, A.A.M. 1999. ESTETIKA Sebuah Pengantar. Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia. Dwidjowinoto, Wahjudhi. 2012. Keberadaan Kesenian Tayub di Kabupaten Lamongan. Surabaya: Fakultas Bahasa dan Seni UNESA. Dwidjowinoto, Wahjudhi. 2013. Analisis Domain dalam Penelitian Kualitatif. Surabaya: Fakultas Bahasa dan Seni UNESA . Dwidjowinoto, Wahjudhi. 2013. Hasil Penelitian dan Pembahasan dalam Penelitian Kualitatif. Surabaya: Fakultas Bahasa dan Seni UNESA. Dwidjowinoto, Wahjudhi. 2013. Hubungan Fokus Penelitian dengan Pengumpulan Data dalam Penelitian Kualitatif. Surabaya: Fakultas Bahasa dan Seni UNESA. Dwidjowinoto, Wahjudhi. 2013. Keabsahan Data dan Analisis Data dalam Penelitian Kualitatif. Surabaya: Fakultas Bahasa dan Seni UNESA. Dwidjowinoto, Wahjudhi. 2013. Modul Teknik Menulis Karya Tulis Ilmiah. Surabaya: Fakultas Bahasa dan Seni UNESA. Dwidjowinoto, Wahjudhi. 2013. Pengumpulan Data Penelitian. Surabaya: Fakultas Bahasa dan Seni UNESA. Edmund, Karl. 1996. Ilmu Bentuk Musik. Yogyakarta: Pusat Liturgi Musik. Hulu, Yuprieli, Pdt, S,PAK, M. Th. 2006. Suluh Siswa. Jakarta: Ktsp. McNeil. 1998. Sejarah Musik 1. Indonesia : BPK Gunung Mulia. McNeil. 1998. Sejarah Musik 2. Indonesia : BPK Gunung Mulia. Narbuko, Cholid, Drs. 2010. Metodologi penelitian. Jakarta : PT Bumi Aksara. Padmodarmaya, Pramana. 1988. Tata dan Teknik Pentas. Jakarta: Balai Pustaka. Purnomo, Hadi. 1988. Gereja- gereja Kristen Jawa (GKJ) benih yang tumbuh dan berkembang di tanah Jawa. Yogyakarta: Taman Pustaka Kristen (TPK). Purwadi. 2006. Seni Karawitan Jawa. Jogjakarta: Hanan pustaka. Peterus. 2008. Musik Gereja. Malang: Sekolah Tinggi Teologia Yestoya. Putera, Nusa. 2011. Penelitian Kualitatif (Proses&Aplikasi). Jakarta: PT Indeks. Soetarman. 2001. Komunitas Sadrach & akar kontekstualnya. Yogyakarta: BPK Gunung Mulia. Sorge, Bob. 1991. Mengungkap Segi Pujian&Penyembahan. Yogyakarta: ANDI (Anggota IKAPI). Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta. Suparli. 1966. Tinjauan Seni. Surabaya: Unitabadaya. Verkuyl. 1960. Etika Kristen dan Kebudayaan. Jakarta: Badan Penerbit Kristen. Widi. 2001. Suatu Ekspresi Kekristenan Jawa pada abad XIX. Yogyakarata: Taman Pustaka Kristen. Witresstirani, Anis. Pelatihan Pengiring Musik dalam Ibadah. 2010. Surabaya. : GKJW Jambangan.