BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gejala negatif merupakan suatu gambaran defisit dari pikiran, perasaan atau perilaku normal yang berkurang akibat adanya gangguan otak dan gangguan mental (Kring et al, 2009). Gejala negatif juga didefinisikan sebagai suatu penurunan kuantitas perilaku dari suatu keadaan fungsi normal seperti dalam ekspresi wajah, menikmati suatu kesenangan, dan aktivitas yang bertujuan (Baker, 2004). Gejala negatif biasanya terdapat pada orang yang mengalami gangguan atau lesi yang spesifik pada otak seperti karena adanya tumor otak, stroke, kejadian pasca trauma otak, pasca operasi otak serta pada gangguan skizofrenia (Pearce et al, 2004; Kirpatrik et al, 2006). Gejala negatif pada skizofrenia meliputi adanya gambaran afek tumpul, alogia atau gangguan dalam berbicara, avolisi yaitu adanya gangguan inisatif, gangguan kehendak atau gangguan dalam merasakan suatu kesenangan serta kegembiran dan gangguan atensi atau gangguan dalam ketertarikan (Fenton et al, 2008). Gejala negatif pada skizofrenia awalnya dianggap sebagai konsekuensi dari penurunan struktur dan fungsi otak akibat dari proses kronisitas gangguan skizofrenia yang tampak dengan adanya pelebaran sulkus, ventrikel, dan atropi korteks pada gambaran pencitraan otak (Harvey et al, 2006). Antipsikotik tipikal terbukti dapat mengatasi gejala sindroma skizofrenia terutama terhadap gejala positif tetapi sering pula menyisakan gejala sisa berupa kemunculan gejala negatif, bahkan terkadang memperparah gejala negatif yang sudah ada sebelumnya (Stahl, 2008). Gambaran pencitraan otak pasien skizofrenia dengan gambaran gejala negatif setelah pemberian antipsikotik tipikal terkadang masih memperlihatkan gambaran struktur otak yang masih normal (Erhart et al, 2006). Hal tersebut kemudian dijelaskan oleh para peneliti bahwa terdapat peran dari neurotransmitter di otak terutama dari aktifitas dopamin yang dapat menyebabkan kemunculan gambaran gejala negatif (Stahl, 2008). Kemunculan gejala negatif setelah perawatan di rumah sakit sering menimbulkan asumsi tentang prognosis yang buruk karena terjadinya kesulitan dalam proses pemulihan kembali terhadap fungsi kehidupannya seperti saat sebelum sakit. Pasien akan mengalami penurunan kualitas hidup, berkurangnya fungsi peran dan sosialnya sehingga akan berdampak pada hasil penatalaksanaannya menjadi kurang maksimal (Fenton et al, 2008). Gejala depresi meliputi adanya kemunculan trias depresi sebagai gejala pokok berupa adanya afek depresi atau suasana perasaan yang sedih, kehilangan minat kegembiraan, dan kehilangan energi atau mudah lelah. Terdapat gejala tambahan berupa penurunan konsentrasi dan perhatian, berkurangnya harga diri dan percaya diri, pandangan masa depan yang suram, perasaan bersalah dan tidak berguna lagi, ide melukai diri atau mencoba mengakhiri hidup, gangguan makan dan gangguan tidur (Maslim, 2001). Depresi pada skizofrenia memperlihatkan adanya gambaran disforik pada setiap individu seperti sedang mengalami suatu kejadian stress, tidak bisa konsentrasi, mengisolasi diri terhadap keluarga dan lingkungan, perasaan yang kuat dalam anhedonia (apatis dan sedikitnya ketertarikan dalam segala hal). selain itu adanya keluhan insomnia, sedikitnya nafsu makan atau libido, dan menurunnya fungsi psikomotor ( Upthegrove et al, 2009; Pelliza et al, 2009) Pasien skizofrenia mengalami depresi pada rentang 75% - 7% dimana 75% terjadi pada fase episode akut atau onset pertama yang menurun sampai pada saat kronis atau lebih dari 10 tahun perjalanan skizofrenia yang akan menurun menjadi 7%, tetapi rata rata rentang depresi pada skizofrenia adalah 25% (Birchwood et al, 2005; Danesh et al, 2007; Heal et al, 2008, Upthegrove et al, 2009). Depresi pada skizofrenia sering muncul setelah fase stabil saat perawatan di rumah sakit dimana pasien sudah teratasi gejala-gejala fase akut (Heiden et al, 2005). Hal ini dimungkinan karena pasien skizofrenia sudah mulai bisa berpikir secara jernih dan mulai timbul perasaan malu, bersalah, tidak berdaya, putus asa dan tidak adanya harapan dalam menghadapi masa depan ketika kembali ke lingkungan (Gorna et al, 2007). Kemunculan depresi menyebabkan berbagai dampak misalnya terjadinya penurunan kemampuan adapatasi dengan keluarga maupun lingkungan sekitarnya, penurunan fungsi peran, fungsi sosial, ketaatan minum obat dan penurunan kualitas hidup (Heal et al, 2008; Upthegrove et al, 2009). Depresi pada skizofrenia juga menyebabkan risiko terjadinya peningkatan kekambuhan dan peningkatan ide maupun tindakan bunuh diri (Hocaglou et al, 2009). Gejala negatif dan gejala depresi sering tumpang tindih pada pasien skizofrenia (Foussias et al, 2010; Maurino et al, 2011; ). Banyak literature yang mengatakan bahwa kedua hal tersebut berbeda etiologi penyebabnya, tetapi kedua gejala tersebut sering memberikan gambaran yang sulit dibedakan, misalnya dalam tampilan gambaran afek, fungsi peran, fungsi hubungan sosial, adanya hendaya dalam kehendak, dan atensi yang menurun (Gorna et al, 2007; Cheminsky et al, 2008). Penelitian sebelumnya oleh Chaturdevy (1985) yang memperlihatkan adanya gambaran gejala negatif pada pasien depresi berat tanpa gejala psikotik, dimana terdapat 76% afek tumpul, 64% anhedonia, 55,9% avolisi, dan 55,9% inatensi. Sedangkan penelitian oleh Gorna et al (2007) melihat adanya perbedaan yang signifikan antara rerata skor PANSS negatif pada pasien skizofrenia yang depresi dan yang tidak depresi (p<0,05). Hal ini dikuatkan oleh Hocaglou et al (2009) memperlihatkan korelasi yang bermakna antara skor PANSS negatif dengan gejala depresi dengan pengukuran CDSS (Calgary Depression in Schizophrenia Scale) dengan r= 3,555, p<0,05. Adanya kesamaan gejala negatif dengan gejala depresi sering sekali ditemukan dilapangan oleh para klinisi saat menangani pasien skizofrenia. Gambaran keduanya sering bertumpang tindih dan sulit dibedakan, padahal terdapat penanganan yang berbeda terhadap hasil dan prognosis dari kedua gangguan tersebut. Di Indonesia masih jarang dilakukan penelitian tentang penilaian gambaran gejala negatif dan gejala depresi pada penderita skizofrenia. Penelitian ini menilai korelasi antara gejala negatif dengan gejala depresi yang sedang menjalani rawat inap di Rumah Sakit Jiwa RS Soeroyo Magelang. Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan yang dapat berguna dan dapat diaplikasikan dalam lingkup perawatan pasien skizofrenia. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, peneliti merumuskan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut : 1. Apakah terdapat korelasi antara gejala negatif dengan gejala depresi pada pasien skizofrenia rawat inap di rumah sakit jiwa Prof Soerojo Magelang. 2. Apakah faktor-faktor sosiodemografi berperan terhadap kemunculan gejala depresi pada pasien skizofrenia rawat inap di rumah sakit jiwa Prof Soerojo Magelang. C. Tujuan Penelitian 1. Mengukur korelasi antara gejala negatif dengan gejala depresi pada pasien skizofrenia rawat inap rumah sakit jiwa Prof Soerojo Magelang 2. Menganalisa adanya pengaruh faktor-faktor sosiodemografi yang berperan terhadap depresi pada pasien skizofrenia rawat inap rumah sakit jiwa Prof Soerojo Magelang D. Manfaat Penelitian 1. Bagi peneliti Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi peneliti tentang korelasi antara gejala negatif dengan gejala depresi pada pasien skizofernia yang sedang menjalani rawat inap. 2. Bagi keluarga pasien dan pihak rumah sakit Memberikan informasi tentang pentingnya kemunculan gejala negatif yang tampak pada saat pasien skizofrenia menjalani rawat inap dan sudah mulai stabil dengan kemunculan gejala-gejala depresi. 3. Implikasi bidang kesehatan Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk melengkapi acuan penilaian dan penatalaksanaan dalam bidang psikiatri tentang bagaimana korelasi gejala negatif dengan gejala depresi pada pasien skizofrenia F. Keaslian penelitian Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya untuk mendukung penelitian tentang korelasi gejala negatif dengan gejala depresi pada pasien skizofrenia, didapatkan sebagai berikut : 1. Chaturdevy (1985), Negative Symptom in Depression, Penelitian ini mengukur terdapatnya gambaran gejala-gejala negatif pada pasien depresi tanpa gejala psikotik. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah sama-sama melihat adanya gejala negatif dengan gejala depresi. Perbedaannya terdapat pada subyek penelitian dan metode pengukuran variabel. Subyek pada penelitian Chaturdevy adalah pasien depresi tanpa gejala psikotik yang dilihat gambaran gejala negatifnya, sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan ini adalah kebalikannya yaitu mengukur terdapatnya gejala depresi pada pasien skizofrenia, pengukuran variabel pada penelitian ini menggunakana SANS (Scale of Assessment of Negative Symptoms) dan RDC (Rating Disease Category) untuk mendiagnosis depresi. 2. Gorna et al (2007), Quality life and depression in Schizophrenic patients, didapatkan hasil perbedaan yang signifikan skor PANSS gejala negatif pada pasien skizofrenia yang depresi dan tidak depresi. Persamaan penelitian ini adalah pada pengukuran variabel dan subyek penelitian yaitu mengukur variabel gejala negatif dengan PANSS negatif dan depresi pada pasien skizofrenia. Perbedaan penelitian ini adalah pada instrumen pengukuran depresi dengan instrumen CDSS (Calgary Depression in Schizophrenia Scale) sedangkan pada penelitian ini dengan menggunakan BDI (Beck Depression Inventory) dan analisa data yaitu dengan menggunakan pengukuran t-test sedangkan pada penelitian ini dengan mengukur besarnya korelasi dengan tes korelasi korelasi Pearson. 3. Hocaglou et al (2009), Suicidal ideation in Patients with Schizophrenia, didapatkan korelasi yang bermakna antara gejala negatif dengan gejala depresi pada pasien skizofrenia yang baik yang mempunyai ide bunuh diri atau tidak mempunyai ide bunuh diri dibangsal rawat inap rumah sakit jiwa Trabzon, Turki yaitu sebesar 0,355, p<0,05. Persamaan dengan penelitian ini adalah pada subyek penelitian yaitu pada pasien skizofrenia fase stabil rawat inap di rumah sakit jiwa dan persamaan pengukuran variabel yaitu gejala negatif dengan pengukuran instrumen PANSS gejala negatif dan dengan gejala depresi pada pasien skizofrenia. Perbedaan penelitian ini adalah instrumen pengukuran depresi yaitu dengan CDSS (Calgary Depression in Schizophrenia Scale) yang mana pada penelitian yang akan dilakukan dengan BDI (Beck Depression Inventory).