bab i pendahuluan

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Demam
yang
disertai
dengan
neutropenia
merupakan
keadaan
mengancam jiwa yang membutuhkan penanganan segera dan cepat. Di Eropa,
lima puluh tahun yang lalu angka mortalitas demam netropenia pada seluruh
keganasan sekitar 80% namun saat ini turun sekitar 20%. Beberapa penelitian
mengemukakan bahwa kejadian demam netropenia yang tidak diantisipasi dengan
cepat
dan
adekuat
dapat
menyebabkan
kematian.
Penelitian
terakhir
mengungkapkan bahwa angka mortalitas dapat meningkat dengan cepat antara 5
hingga 20% terutama bila disertai risiko infeksi dan faktor komorbid lainnya
(Hassan et al., 2010; Lyman dan Rolston, 2010).
Demam netropenia merupakan komplikasi tersering pada pasien yang
menjalani kemoterapi. Angka kejadian demam netropeni sekitar 10-50% pada
pasien dengan tumor padat dan lebih dari 80% pada tumor atau keganasan darah.
(Hassan et al., 2010; Klastersky, 2004).
Pemberian antibiotik yang tepat dan cepat disertai tepatnya tatalaksana
suportif dapat menekan angka mortalitas hingga 50% namun demikian demam
netropenia masih merupakan penyebab utama morbiditas, mortalitas dan risiko
2
pengobatan menjadi tidak efektif akibat kemoterapi yang tidak optimal (Lyman
dan Rolston, 2010).
Leukemia merupakan penyakit keganasan sel darah yang berasal dari
sumsum tulang, ditandai dengan proliferasi sel-sel darah putih, dengan manifestasi
adanya sel-sel abnormal dalam darah tepi. Leukemia limfoblastik akut (LLA)
merupakan salah satu jenis tumor tersering pada anak, diperkirakan tiga perempat
pasien dengan keganasan didiagnosis sebagai LLA dan seperempatnya menderita
keganasan lainnya. Di Yogyakarta sendiri menurut data Register Kanker Anak
Yogyakarta pada tahun 2000-2009 memperlihatkan bahwa frekuensi LLA di
RSUP Dr.Sardjito cukup tinggi yaitu sekitar 40,6% (Ali et al., 2010). LLA
merupakan salah satu penyebab tertinggi mortalitas pada kanker, keadaan infeksi
yang terjadi terutama saat fase induksi dapat mengancam jiwa dan meningkatkan
angka kematian. (Gupta et al., 2009; Irken et al., 2002; Lausen et al., 2006) .
Tatalaksana LLA di RSUP Dr.Sardjito saat ini menggunakan Indonesian
Protocol Acute Lymphoblastic Leukemia (ALL) 2006. Protokol ini dibagi menjadi
risiko tinggi (high risk) dan risiko rendah (standard risk). Secara umum terdapat 3
fase penting yaitu induksi, konsolidasi, dan rumatan. Kemoterapi fase induksi
menempati kedudukan yang berbeda dibandingkan fase lainnya karena berfungsi
menekan dan mengeradikasi sel blast dan komplikasi kemoterapi yang terjadi
lebih tinggi seperti perdarahan, toksisitas kemoterapi, infeksi bahkan kematian
(Asim et al., 2011; Rubnitz et al., 2004).
Luaran kematian pada LLA fase induksi cukup tinggi. Penelitian yang
dilakukan di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tentang luaran Protokol
3
Wijayakusuma-Acute Lymphoblastic Leukemia (ALL) 2000 menunjukkan bahwa
laju mortalitas (mortality rate) LLA pada fase induksi sekitar 22%. Penurunan
cukup signifikan didapatkan pada pasien LLA dengan Protokol Indonesian
Protocol ALL 2006 bahwa angka mortalitasnya turun hingga 11% (Widjajanto et
al., 2012a; Widjajanto et al., 2012b).
Penekanan atau supresi sumsum tulang pada fase induksi terjadi akibat
perjalanan alamiah LLA dan penggunaan kemoterapi. Netropenia yang
diakibatkan kemoterapi (chemotherapy induced neutropenia) menyebabkan
turunnya sistem imunitas alamiah dan adaptif yang mempercepat terjadinya
infeksi dan demam. Secara umum insidensi demam netropenia pada pasien
keganasan berkisar antara 10-30% sedangkan pada LLA selama fase induksi
berkisar antara 20-25% dan sebagian disertai JNA yang rendah < 100/mm3. Tidak
ada penjelasan yang pasti tentang patofisiologi terjadinya penurunan parameter
hematologi sebagai faktor risiko demam netropenia. Namun, penekanan dan
deplesi sumsum tulang akibat LLA dan kemoterapi diyakini menggambarkan
gangguan produksi sistem hematopoietik maupun granulopoietik sehingga
menyebabkan terjadinya anemia, limfopenia, dan monositopenia yang semuanya
diduga sebagai faktor risiko demam netropenia (Abdelrazik dan Fouda, 2007;
Asim et al., 2011; Mendes dan Sapolnik, 2007; Moreau et al., 2009; Paganini et
al., 2007; Ray-Coquard et al., 2003).
Dalam dekade belakangan ini, beberapa penelitian telah melaporkan
adanya luaran yang buruk berkaitan dengan demam netropenia, namun demikian
penelitian tentang faktor risiko demam netropenia pada anak-anak sangat terbatas
4
dan tersegmentasi pada institusi tertentu. Data risiko demam netropenia sangat
terbatas mengingat jumlah penelitian yang sangat sedikit (Basu et al., 2005).
Parameter hematologi sebagai faktor risiko demam netropenia telah
banyak diteliti pada kasus keganasan selain LLA. Penelitian yang dilakukan di RS
M. Hoesin Palembang melaporkan faktor risiko perubahan parameter hematologi
terhadap kejadian demam netropenia pada pasien anak dengan tumor padat.
Variabel yang diteliti adalah kadar Hb, jumlah lekosit, jumlah trombosit dan JNA.
Hasil penelitian menunjukkan jumlah trombosit < 50.000/mm3 dan JNA <
1000/mm3 mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kejadian
demam
netropenia pada saat dirawat (Ervina et al., 2012).
Penelitian yang lebih komprehensif telah dilakukan dalam menentukan
faktor risiko demam netropenia. Penelitian yang melibatkan anak usia > 16 tahun
dengan keganasan hematologi secara keseluruhan. Hasil penelitian menyebutkan
bahwa faktor risiko demam netropenia pada fase induksi dibandingkan fase
lainnya cukup tinggi yaitu OR 1,64 (IK 95% 1,09 – 2,49;p=0,01), anemia (kadar
Hb < 12 g/dL) sebagai faktor risiko demam netropenia dengan OR 1,75 (IK 95%
1,27 – 2,40;p=0,0006) dan JNA < 1000/mm3 sebagai faktor risiko demam
netropenia dengan OR 2,84 (IK 95% 1,81 – 4,47;p < 0,0001) (Moreau et al.,
2009). Senada dengan penelitian diatas yaitu penelitian yang dilakukan oleh Oguz
et al (2006) menyebutkan bahwa limfopenia (jumlah limfosit ≤ 700/mm3) pada
hari ke-5 mempunyai risiko lebih tinggi terjadinya demam netropenia pada tumor
padat dibandingkan dengan monositopenia (jumlah monosit ≤ 150/mm3) pada hari
ke-7 dengan OR 14,54 (IK 95% 7,71 – 27,42;p=0,0001).
5
Penelitian
lainnya
berupa
stratifikasi
demam
netropenia
yang
dikelompokkan menjadi risiko rendah, sedang dan tinggi. Penentuan kelompok
berdasarkan skor dengan variabel hematologi dan non hematologi, variabel
hematologi yaitu anemia (kadar Hb ≤ 7 g/dL), monositopenia (jumlah monosit <
100/mm3), trombositopenia (jumlah trombosit < 20.000/mm3) dan leukopenia
(jumlah lekosit < 500/mm3). Disimpulkan bahwa diagnosis risiko tinggi bila
memenuhi semua skor yang berarti mempunyai risiko 50 kali demam netropenia
lebih berat dibanding risiko sedang atau rendah (Rondinelli et al., 2006).
Berdasarkan hasil dari beberapa penelitian diatas maka disimpulkan
bahwa penelitian tentang demam netropenia masih terbuka luas dan hasil yang
masih kontroversial berkaitan dengan parameter hematologi saat perawatan
terhadap kejadian demam netropenia. Namun demikian, fokus penelitian tentang
parameter hematologi saat perawatan fase induksi sebagai faktor risiko demam
netropenia pada anak LLA khususnya di Indonesia belum pernah dilakukan
sehingga mendorong peneliti untuk melakukan penelitian ini.
B. Rumusan masalah
Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut :
1. Demam netropenia merupakan masalah di Indonesia. Jumlah kasus demam
netropenia dengan luaran yang buruk meningkat seiring dengan peningkatan
kasus baru LLA sehingga perlu dikaji peningkatannya.
6
2. Penderita LLA pada fase induksi diduga mempunyai risiko lebih tinggi
menderita demam netropenia, oleh karenanya perlu diketahui risiko
peningkatannya.
3. Parameter hematologi seperti hemoglobin, jumlah trombosit, jumlah limfosit,
dan jumlah monosit diduga berperan terhadap kejadian demam netropenia
pada penderita LLA fase induksi sehingga perlu dicari bukti-bukti yang
mendukungnya.
C. Pertanyaan Penelitian
1. Apakah terdapat hubungan antara kadar Hb ≤ 7 g/dL saat awal perawatan pada
fase induksi dengan kejadian demam netropenia ?
2. Apakah terdapat hubungan antara jumlah trombosit ≤ 50.000/mm3 saat awal
perawatan pada fase induksi dengan kejadian demam netropenia ?
3. Apakah terdapat hubungan antara jumlah limfosit ≤ 700/mm3 saat awal
perawatan pada fase induksi dengan kejadian demam netropenia ?
4. Apakah terdapat hubungan antara jumlah monosit ≤ 100/mm3 saat awal
perawatan pada fase induksi dengan kejadian demam netropenia dalam fase
induksi?
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
:
Mengetahui hubungan antara parameter hematologi saat awal perawatan fase
induksi dengan kejadian demam netropenia pada anak LLA.
7
2. Tujuan khusus
:
a. Mengetahui risiko terjadinya demam neutropenia penderita LLA dengan
kadar Hb ≤ 7 g/dL pada fase induksi.
b. Mengetahui risiko terjadinya demam neutropenia penderita LLA dengan
jumlah trombosit ≤ 50.000/mm3 pada fase induksi.
c. Mengetahui risiko terjadinya demam neutropenia penderita LLA dengan
jumlah limfosit ≤ 700/mm3 pada fase induksi.
d. Mengetahui risiko terjadinya demam neutropenia penderita LLA dengan
jumlah monosit ≤ 100/mm3 pada fase induksi.
E. Manfaat Penelitian
1. Bidang Pelayanan Masyarakat
Data yang diperoleh dari penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar
pengambilan kebijakan yang berhubungan dengan tatalaksana dan manajemen
demam netropenia pada pasien LLA perihal obat-obatan dan juga hal lain
yang berkaitan dengan perawatan pasien demam netropenia.
Penelitian ini diharapkan juga dapat bermanfaat sebagai bahan edukasi
bagi pasien demam netropenia dan keluarganya.
2. Bidang Pengembangan Ilmu
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan data mengenai faktor
risiko demam netropenia pada pasien anak LLA. Data yang diperoleh
diharapkan dapat menjadi data dasar untuk pengembangan penelitian
selanjutnya.
8
F. Keaslian Penelitian
Tidak banyak penelitian mengenai faktor risiko demam netropenia pada
pasien kanker anak terlebih pada anak dengan LLA. Penelitian yang dilakukan di
RS Moh. Hoesin Palembang dan RS Dr.Soetomo Surabaya melaporkan kelainan
parameter hematologi berperan terhadap kejadian demam netropenia pada tumor
padat serta pengaruh infeksi bakterial dan demam netropenia terhadap kematian
pada anak LLA (Ervina et al., 2012; Rumiris et al., 2012).
Penelitian yang mencoba untuk mengungkapkan peran parameter
hematologi seperti kadar Hb, jumlah netrofil, monosit, limfosit, dan trombosit
terhadap demam netropenia telah dilakukan dengan hasil yang bervariasi. Ervina
et al (2012) melaporkan bahwa hanya trombositopenia dan JNA yang berperan
sebagai faktor risiko demam netropenia pada tumor padat. Oguz et al (2006)
mengungkapkan jumlah limfosit berperan lebih penting dibandingkan monosit
sebagai faktor risiko demam netropenia pada tumor padat. Namun demikian
penelitian diatas tidak menjelaskan risiko terjadinya demam netropenia dan faktor
risiko parameter hematologi lainnya yang berperan menyebabkan demam
netropenia pada LLA, dimana kejadian limfopenia, monositopenia, dan
trombositopenia pada LLA lebih tinggi dibandingkan pada tumor padat.
Peran Hb terhadap keajdian demam netropenia belum sepenuhnya bisa
dipahami. Penelitian yang dilakukan oleh Rondinelli et al (2006) menyebutkan
hasil bahwa kadar hemoglobin < 7 g/dL sebagai faktor risiko yang bermakna
terhadap Komplikasi Infeksi Serius (KIS) yaitu suatu bentuk demam netropenia
9
yang berat (p=0.021). Anemia selain sebagai faktor risiko demam
netropenia juga sebagai prediktor kejadian bakteremia dan kematian (Sundberg et
al., 2009).
Tabel 1. Penelitian tentang hubungan antara parameter hematologi dengan
kejadian demam netropenia pada anak LLA fase induksi
No
Peneli
ti
Ervin
a et
al.,
2012
Rancangan
penelitian
Desain
deskriptif
analitik.
Terdapat 55
pasien anak
dengan tumor
padat, lama
pengamatan
1,5 tahun.
2
Rumi
ris et
al.,
2012
Desain
kohort
restrospek
tif. Terdapat
43
pasien
anak
LLA,
lama
pengamatan
selama
1
tahun
3
Oguz Desain
et al., kohort
2005
prospektif.
Terdapat 77
pasien
demam
1
Hasil
Persamaan
Perbedaan
Trombositopenia <
50.000/mm3
dengan OR 4,895
(95% IK 1,17910,924;p=0,032)
dan
JNA
<
3
1000/mm dengan
OR 2,474 (95% IK
1,748-3,5;p=0,032)
merupakan faktor
risiko
kuat
terjadinya demam
netropenia
pada
tumor padat.
Melaporkan infeksi
bakterial sebagai
penyebab tertinggi
demam netropenia.
Tidak dilaporkan
adanya
angka
kematian
(p=0,181).
Meneliti
faktor
risiko
demam
netropenia.
Meneliti
parameter
hematologi
kecuali
monosit.
Populasi
target pada
anak
dengan
keganasan
keseluruhan
.
Meneliti
demam
netropenia
dikaitkan
parameter
hematologi
namun
hanya
netrofil.
Faktor
risiko
limfopenia
lebih
tinggi
menyebabkan
demam netropenia
dibandingkan
Meneliti
faktor
risiko
demam
netropenia
dari
Meneliti
demam
netropenia
dikaitkan
dengan
infeksi
bakterial
dan
kematian.
Tidak
meneliti
tentang
parameter
hematologi
lainnya.
Populasi
target pada
tumor
padat.
Khusus
pada
10
4
netropenia
pada
anak
dengan tumor
padat, lama
pengamatan 3
tahun.
Rondi Kohort
nelli
retrospektif.
et al., Pasien Anak
2006
usia < 18
tahun pada
pasien
dengan
seluruh
keganasan.
Lama
pengamatan 3
tahun.
monositopenia
pada hari ke-5
demam (p=0,001).
parameter
hematologi.
Membagi
klasifikasi demam
netropenia menjadi
berdasarkan
kelompok
risiko
yaitu
rendah,
sedang, dan berat.
Meneliti
parameter
hematologi
sebagai
faktor
risiko
demam
netropenia
limfosit dan
monosit
tanpa
hemoglobin
dan
trombosit.
Populasi
target
seluruh
keganasan
pada anak
Tidak
meneliti
tentang
limfosit
sebagai
faktor
risiko
demam
netropenia.
Download