BAB I PENDAHULUAN

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan pesat dunia bisnis di Indonesia saat ini telah membuat
setiap perusahaan wajib untuk memiliki keunggulan kompetitif dalam
menghadapi persaingan. Karena hal tersebut para pebisnis mulai menyadari
bahwa kemampuan untuk bersaing tidak hanya unggul didalam kepemilikan
aset berwujud, melainkan kepemilikan inovasi, sistem informasi, manajemen
organisasi, dan organisasi sumber daya (Juniarti dan Agnes, 2009). Semua hal
tersebut dapat dimiliki jika perusahaan memiliki Tata kelola perusahaan yang
baik, dalam hal ini, adalah bagaimana merancang mekanisme tata kelola
perusahaan (Good Corporate Governance) untuk meningkatkan transparansi
perusahaan dan untuk memecahkan masalah asimetri informasi yang timbul
dari pemisahan antara kepemilikan dan kontrol (Hidalgo et al.,2011).
OECD mengeluarkan prinsip-prinsip mengenai corporate governance
pertama kali pada bulan Mei 1999. Prinsip – prinsip tersebut sampai saat ini
masih digunakan oleh masyarakat internasional sebagai acuan dan dan tolak
ukur untuk menilai dan mengevaluasi penerapan corporate governance, salah
satu prinsip tersebut diantaranya adalah pengungkapan dan transparansi.
Dalam prinsip ini ditegaskan bahwa kerangka kerja corporate governance
harus memastikan bahwa keterbukaan informasi yang tepat waktu dan akurat
dilakukan atas semua hal yang material berkaitan dengan perusahaan,
termasuk didalamnya keadaan keuangan, kinerja, kepemilikan dan tata kelola
1
http://digilib.mercubuana.ac.id/
2
perusahaan.
Dalam
rangka
perlindungan
kepada
pemegang
saham,
perusahaan berkewajiban untuk melakukan keterbukaan (disclosure) atas
informasi atau perkembangan yang meterial, baik secara periodik maupun
secara insidentil (Yulisa dan Sylvia, 2012)
Penelitian mengenai transparansi dalam pengungkapan informasi
perusahaan adalah hal yang sangat menarik dalam penelitian akuntansi.
Motivasi utama untuk penelitian tersebut adalah untuk pembuatan kebijakan,
terutama, untuk proses penetapan standar (Christensen et al., 2007). Selain itu
untuk memahami konsekuensi ekonomi dari pengungkapan informasi dapat
memberikan dasar untuk mengevaluasi biaya dan manfaat pengungkapan
(Leuz & Verrecchia, 2000; Verrecchia, 2001), yang merupakan pertimbangan
penting dalam proses pengambilan keputusan (Botosan, 2006).
Menurut Meek et al.,(1995), pengungkapan informasi perusahaan
dibagi menjadi mandatory disclosure dan voluntary disclosure. Voluntary
disclosure merupakan pilihan bebas bagi manajemen perusahaan untuk
memberikan informasi akuntansi dan informasi lainnya selain dari yang
diperlukan,yang dianggap relevan dalam pengambilan keputusan oleh
pengguna laporan tahunan, salah satu jenis dari voluntary disclosure adalah
Intellectual Capital (Hernita dan Sylvia, 2014).
Lebih lanjut Hernita dan Sylvia (2014) menjelaskan bahwa Intellectual
Capital adalah bentuk aset tidak berwujud seperti keterampilan karyawan,
kepercayaan pelanggan, teknologi, dan sistem perusahaan yang dapat
meningkatkan nilai perusahaan. Dalam industri perdagangan, intellectual
http://digilib.mercubuana.ac.id/
3
capital dapat berupa kepuasan pelanggan atau hubungan baik dengan
pemasok utama. Untuk industri elektronik, telekomunikasi, komputer dan
industri multimedia, serta teknologi memiliki nilai tinggi sebagai modal
intelektual. Sedangkan untuk industri keuangan, hubungan yang baik dengan
pelanggan dan sistem yang inovatif perusahaan dapat menjadi nilai modal
intelektual untuk keuntungan perusahaan. Karena Intellectual capital adalah
aset yang tidak berwujud, maka sebagian besar aset tidak berwujud tersebut
tidak dapat dimasukkan ke dalam balance sheet, dan Intellectual capital
disclosure dalam laporan tahunan serta laporan keuangan telah banyak
dilakukan secara sukarela (Mangena, 2010).
Alasan perusahaan memilih untuk membuat pengungkapan sukarela
adalah untuk mengurangi kesenjangan informasi antara perusahaan dan
investor (Mangena, 2010), ini dikarenakan kurangnya transparansi akan
meningkatkan asimetri informasi yang mungkin akan meningkatkan Cost of
Capital (Botosan, 1997). Menurut Keown et al.,(2005) perusahaan
mendapatkan modal untuk membiayai kegiatan operasionalnya melalui dua
cara yaitu melalui utang dan ekuitas. Utang didapatkan dari kreditur yang
memberikan pinjaman kepada perusahaan dan mendapatkan pengembalian
berupa bunga. Sedangkan ekuitas didapatkan dari investor yang menanamkan
modalnya dalam bentuk saham dan mendapatkan pengembalian berupa
dividen atau capital gain. Untuk perusahaan, jumlah total dibayarkan untuk
biaya pembiayaan modal seluruh adalah disebut Cost of Capital yang terdiri
dari Cost of Equity dan Cost of Debt.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
4
Biaya utang (cost of debt) merupakan tingkat bunga yang diterima oleh
kreditor sebagai tingkat pengembalian yang diisyaratkan (Yunita, 2012).
Menurut Singgih (2008), pada kondisi perusahaan yang memiliki biaya utang
yang tinggi, maka perusahaan akan berusaha menutupi keadaan perusahaan
yang sebenarnya agar tidak terjadi penurunan harga saham. Namun, di sisi
lain investor memerlukan pengungkapan yang memadai untuk menjamin
apakah investasinya memiliki risiko yang sesuai dengan apa yang di
perkirakan.
Informasi yang diungkapkan oleh perusahaan secara sukarela dapat
dilihat tingkat risiko yang dimiliki perusahaan (Wijaya, 2009). Perusahaan
yang memiliki risiko tinggi cenderung memiliki biaya utang yang tinggi pula.
Oleh karena itu, bahwa pengungkapan sukarela yang dilakukan perusahaan
memiliki pengaruh terhadap tingkat utang yang diberikan oleh kreditor yang
pada akhirnya menimbulkan biaya utang bagi perusahaan (Verdiana, 2006).
Penelitian tentang bagaimana pengaruh Mekanisme GCG (Good
Corporate Governance) terhadap Cost of debt telah banyak dilakukan, seperti
yang dilakukan oleh Anderson et.al., (2005), penelitian ini menemukan
bahwa independensi dan ukuran komite audit berpengaruh signifikan dalam
menurunkan pembiayaan biaya utang. Hal ini juga diungkapkan oleh Young
Byun (2007) yang menyatakan bahwa Komite Audit dapat mengurangi Cost
of Debt.
Dalam penelitian Prasetyo dan Raharja (2013) yang menyatakan bahwa
keberadaan komite audit tidak berpengaruh terhadap biaya utang perusahaan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
5
sedangkan kepemilikan institusional terbukti berpengaruh signifikan negatif
terhadap biaya utang. Bhojraj dan Sengupta (2003), Agrawal dan Mandelker
(1990), serta Crutchley et al.,(1999) menemukan hal yang sama bahwa
kepemilikan institusional berpengaruh signifikan terhadap cost of debt.
Sedangkan penelitian yang meneliti tentang pengaruh Intellectual
Capital Disclosure terhadap Cost of Debt diantaranya Hernita dan Sylvia
(2014). Hasil dari penelitian dari Hernita dan Sylvia (2014), menyatakan
bahwa Intellectual capital disclosure tidak memiliki hubungan yang
signifikan dengan biaya utang. Pengungkapan komponen intellectual capital
(modal struktural, modal manusia dan modal relasional) juga tidak
berpengaruh signifikan untuk biaya utang. Penelitian yang dilakukan oleh
Orens et. Al (2009) mengamati bahwa pengungkapan IC yang lebih luas
menyebabkan berkurangnya asimetri informasi, menurunkan cost of capital
dan interest paid menjadi lebih rendah. Dengan pengungkapan IC yang lebih
baik maka perusahaan dapat menikmati nilai perusahaan yang lebih besar dan
cost of finance yang lebih rendah.
Di Indonesia beberapa fenomena mengenai pelanggaran prinsip GCG
diantaranya adalah yang dilakukan oleh PT Bank Lippo, yaitu kasus laporan
keuangan ganda serta kasus manipulasi perdagangan saham dan indikasi
pembelian saham oleh Grup Lippo. Kasus lainnya mengenai pelanggaran
prinsip GCG dialami oleh PT Bank Jabar Banten yaitu terkait kredit Rp 38
miliar Koperasi Bina Usaha yang menurut BI tidak menerapkan prinsip
http://digilib.mercubuana.ac.id/
6
kehati-hatian dan dugaan kasus korupsi pendirian Tower BJB di Gatot
Subroto, Jakarta, dengan dana sekitar Rp 540 miliar.
Selain fenomena mengenai pelanggaran prinsip GCG, fenomena
Intellectual Capital mulai menarik perhatian peneliti serta perusahaan setelah
munculnya Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 19 (revisi
2012) tentang aktiva tidak berwujud. Tujuan PSAK 19 (Revisi 2012) adalah
untuk menentukan perlakuan akuntansi bagi aset tak berwujud yang tidak
diatur secara khusus pada standar lainnya. PSAK 19 (Revisi 2012) juga
mengatur cara mengukur jumlah tercatat dari aset tak berwujud dan
menentukan pengungkapan yang harus dilakukan bagi aset tak berwujud
seperti pengungkapan teknologi, desain dan implementasi sistem, lisensi, hak
kekayaan intelektual, pengetahuan mengenai pasar dan merek dagang.
Berdasarkan inkonsistensi hasil penelitian-penelitian terdahulu dan
fenomena-fenomena yang terjadi di Indonesia, penerapan Good corporate
governance dan pengungkapan Intellectual capital pada suatu perusahaan
sangatlah penting, karena selain dapat menarik kreditur dan investor,
perusahaan juga dapat mengurangi biaya keagenan Cost of debt. Maka karena
hal tersebut penelitian ini ingin menguji kembali pengaruh dari Good
corporate governance dan Intellectual capital disclosure terhadap Cost of
debt.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya,
yaitu yang pertama, peneliti menggunakan dua variable independen yaitu
GCG dan Intellectual Capital Disclosure, dimana penelitian-penelitian
http://digilib.mercubuana.ac.id/
7
sebelumnya tidak menggabungkan variabel independen GCG dan Intellectual
Capital Disclosure. Perbedaan kedua adalah emiten yang menjadi sampel
penelitian terdahulu beragam diantaranya, perusahan manufaktur yang
terdaftar di bursa efek Indonesia tahun 2003-2007 dan 2008-2010 serta
perusahaan-perusahaan di industri padat teknologi (firms in technologyintensive industries) tahun 2010-2011, sedangkan dalam penelitian ini,
peneliti menggunakan sampel emiten dari perusahaan perbankan dikarenakan
Industri perbankan merupakan salah satu dari 4 industri yang merupakan IC
intencive industry sector (Firer & Williams, 2003), dan sektor perbankan
memiliki aturan khusus perihal pelaksanaan Good Corporate Governance
yang tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 tentang
Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum.
Periode 2012 – 2014 dipilih karena merupakan data terbaru serta pada
interval tahun tersebut persaingan antar Bank di Indonesia semakin ketat,
baik didalam persaingan nilai aset, pelayanan serta banyaknya jaringan unit
kerja. Karena hal tersebut, maka peneliti tertarik untuk menguji pengaruh
GCG (Good Corporate Governance) dan Intellectual Capital Disclosure
terhadap COD (Cost of Debt) dengan emiten perusahaan perbankan yang
terdaftar di BEI periode 2012-2014. Sehingga peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul:
“
PENGARUH
GOOD
CORPORATE
INTELLECTUAL CAPITAL DISCLOSURE
DEBT. “
http://digilib.mercubuana.ac.id/
GOVERNANCE
DAN
TERHADAP COST OF
8
B.
Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang sebelumnya, maka perumusan
masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah Good Corporate Governance berpengaruh terhadap Cost of
Debt ?
2. Apakah Intellectual Capital Disclosure berpengaru hterhadap Cost of
Debt ?
C.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, maka yang menjadi tujuan penelitian ini
adalah:
1. Untuk mengkaji pengaruh Good Corporate Governance terhadap Cost
of Debt.
2. Untuk mengkaji pengaruh Intellectual Capital Disclosure terhadap
Cost of Debt.
D.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah :
1. Manfaat Akademis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
yang berarti dalam pengembangan ilmu ekonomi, khususnya pada
bidang ilmu akuntansi. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat
menjadi bahan referensi dan perbandingan untuk penelitian-penelitian
http://digilib.mercubuana.ac.id/
9
selanjutnya yang berkaitan dengan Good corporate governance,
Intellectual disclosure dan Cost of debt.
2. Bagi Pihak Perusahaan / Manajemen
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunkan sebagai referensi untuk
kebijakan oleh manajemen perusahaan mengenai Good Corporate
Governance, Intellectual capital disclosure dan Cost of Debt dalam
laporan keuangan yang disajikan.
3. Bagi pihak kreditur dan nasabah
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran bagi kreditur
untuk dapat mempertimbangkan aspek kelayakan yang lain seperti
pengungkapan modal intellektual dalam laporan tahunan dan
mekanisme GCG di perusahaan yang dapat digunakan sebagai dasar
pengambilan keputusan pemberian kredit dan keputusan untuk
menyimpan dana pada perusahaan perbankan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Download