PENGARUH PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (Studi Eksperimen pada SMP Negeri 1 Tejakula) oleh Gede Alit Narohita1 ABSTRAK Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pendekatan kontekstual pada pembelajaran matematika terhadap kemampuan pemecahan masalah sebelum dan setelah dikendalikan penalaran formal. Penelitian ini merupakan eksperimen semu dengan menggunakan rancangan The Posttest-Only Control Group Design dengan melibatkan sampel sebanyak 76 orang siswa SMP Negeri 1 Tejakula. Sampel penelitian diambil dengan teknik random sampling. Instrumen penelitian yang digunakan untuk mengumpulkan data ada dua, yaitu tes penalaran formal dan tes pemecahan masalah. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis kovariansi (anakova) satu jalur. Hasil analisis data menunjukkan sebagai berikut. Pertama, penerapan pendekatan kontekstual berpengaruh positif terhadap kemampuan pemecahan masalah (F = 5,81, p < 0,05). Kedua, penerapan pendekatan kontekstual tetap berpengaruh positif terhadap kemampuan pemecahan masalah setelah diadakan pengendalian terhadap penalaran formal siswa (F = 6,82, p < 0,05). Hasil penelitian ini memberikan indikasi bahwa pendekatan kontekstual akan menyebabkan proses pembelajaran berlangsung secara alamiah dalam bentuk kegiatan bekerja dan belajar bermakna, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Berdasarkan hasil penelitian ini dianjurkan kepada para guru matematika menggunakan pendekatan kontekstual pada materi – materi matematika yang sesuai. Kata Kunci : pendekatan kontekstual, penalaran formal, kemampuan pemecahan masalah matematika. 1 Guru SMP Negeri 1 Tejakula JIPP, Juni 2010 _____________________________________________________ 1436 THE EFFECT OF THE IMPLEMENTATION OF CONTEXTUAL APPROACH ON MATHEMATIC PROBLEM SOLVING ABILITY OF THE STUDENTS OF JUNIOR HIGH SCHOOL (Experimental Studies on SMP Negeri 1 Tejakula) ABSTRACT The major aim of this research is to know the effect of contextual approach on mathematic ability to solve problem before and after the utilization formal reasoning. This research was a quazi experiment using The Posttest-Only Control Group Design in solvinf 76 student of SMP Negeri 1 Tejakula. As the sample the selection of sample used random sampling technique. The research instrument used to collect were data formal reasoning test and problem solving test. The data was analyzed using one band covariance analusis (anacova). Result of data analysis are as follows: First, implementation of contextual approach has positive effect on students ability to solve problem (F = 5.81, p < 0. 05). Second, the implementation contextual approach remain to have a positive effect on students ability after formal reasoning operation was controlled student to solve problem (F = 6.82, p < 0.05). The result of the research give an indication that contextual approach causes learning process to take place naturally in the form of meaningful working and learning activities working and learning activities to, non-transfer of knowledge of teacher to student. Base on the result of this research it is suggested that mathematic teacher should use contextual approach for relevant mathematics items. Key words : contextual teaching and learning aproach, problem solving I. untuk mengembangkan IPTEK. Dalam PENDAHULUAN Era globalisasi yang diiringi dunia pendidikan, pendidikan formal dengan perkembangan IPTEK yang merupakan tempat yang sangat strategis sangat pesat, menuntut seseorang untuk untuk meningkatkan kualitas sumber mampu daya memanfaatkan informasi manusia. Oleh karena itu, dengan baik dan cepat. Untuk itu, pendidikan formal diharapkan mampu dibutuhkan sumber daya manusia yang memberikan berkualitas dan bernalar tinggi serta pengembangan sumber daya manusia memiliki kemampuan untuk memproses melalui mata pelajaran yang diajarkan. kontribusi bagi informasi, sehingga bisa digunakan JIPP, Juni 2010 _____________________________________________________ 1437 Unesco-Aprieve Source Book menetapkan empat pilar utama kesadaran learning to do, (3) learning to be, (4) learning to live together, yang kemudian dilengkapi menjadi learning to live together in peace and harmony (Geraldus Polla, 2001 : 46–47). Mempertimbangkan pilar pendidikan tersebut, matematika sebagai salah satu bidang studi harus mampu menjadi salah satu sarana untuk meningkatkan daya nalar siswa meningkatkan mengaplikasikan dan dapat kemampuan dalam matematika untuk menghadapi tantangan hidup dalam memecahkan masalah. Mengingat begitu pentingnya matematika di sekolah seperti yang disebutkan di studi yang dipelajari oleh semua siswa matematika merupakan tinggi. Cornelius (dalam Abdurrahman, 1999 : 24) menyatakan bahwa, ada banyak alasan tentang perlunya siswa yaitu (1) matematika merupakan sarana berpikir yang jelas memecahkan dan logis, masalah seyogianya salah satu pelajaran yang digemari oleh siswa terkait dengan kegunaannya. Kenyataannya, keluhan dan kekecewaan terhadap hasil yang dicapai siswa dalam matematika hingga kini masih sering diungkapkan. menyatakan Umumnya matematika siswa merupakan pelajaran yang sulit dan membosankan, tidak menarik, dan bahkan penuh misteri. Ini disebabkan karena mata pelajaran matematika dirasakan sukar, dengan (2) sarana kehidupan sehari–hari, (3) sarana mengenal pola– pola hubungan generalisasi pengalaman, (4) sarana mengembangkan kreativitas, dan (5) sarana untuk meningkatkan kehidupan sehari–hari (Mohamad Soleh, 1998:1). dari SD hingga SMU bahkan perguruan matematika, atas, gersang, dan tidak tampak kaitannya Matematika merupakan bidang belajar perkembangan budaya. pendidikan untuk menghadapi abad ke– 21, yaitu : (1) learning to know, (2) terhadap Hasil observasi menunjukan bahwa pembelajaran matematika di kelas masih didominasi oleh guru., yakni guru sebagai sumber utama pengetahuan. Hal ini dilakukan karena guru mengejar target kurikulum untuk menghabiskan materi pembelajaran atau bahan ajar dalam kurun waktu tertentu. Guru juga lebih menekankan pada siswa untuk menghafal konsep–konsep, terutama rumus–rumus praktis yang bisa digunakan oleh siswa dalam JIPP, Juni 2010 _____________________________________________________ 1438 menjawab ulangan umum atau ujian akan menemui hambatan jika diberi soal nasional, tanpa melihat secara nyata yang tidak bisa diselesaikan dengan manfaat materi yang diajarkan dalam rumus secara langsung, tetapi melalui kehidupan penerapan beberapa rumus atau konsep. demikian, sehari–hari. siswa Dengan akan semakin beranggapan bahwa belajar matematika itu tidak ada artinya bagi kehidupan mereka, abstrak dan sulit dipahami. Semua itu pada akhirnya akan bermuara pada rendahnya prestasi belajar matematika siswa. Dalam Sebagai salah satu komponen penting dalam meningkatkan kualitas pendidikan, kegiatan belajar mengajar (KBM) perlu diubah atau direvisi agar mampu meningkatkan prestasi belajar matematika siswa, apalagi pemerintah dalam hal ini Depdiknas mulai tahun proses pembelajaran pelajaran 2004/2005 menerapkan selama ini, guru menerapkan strategi Kurikulum Berbasis Kompetensi secara klasikal nasional. dengan metode ceramah Landasan berpikir KBK menjadi pilihan utama sebagai metode adalah konstruktivisme yang esensinya pembelajaran. Pola pembelajaran atau adalah siswa harus menemukan dan urutan mengkontruksi sendiri pengetahuan pembelajaran matematika yang biasa dalam mereka sendiri dilakukan (1) memberi makna melalui pengalaman pembelajaran diawali penjelasan singkat nyata. Pelajaran akan bermakna bila materi oleh guru, siswa diajari teori, dikaitkan dengan konteks kehidupan definisi, teorema yang harus dihafal; (2) nyata. pemberian contoh soal dan (3) diakhiri merupakan pembelajaran yang dapat dengan mengaitkan konten kurikulum yang sajian materi selama ini pelatihan dalam adalah soal. Pola benak Pembelajaran kontekstual pembelajaran konvesional seperti di atas dipelajari dilakukan secara monoton dari waktu ke kehidupan nyata. Dengan demikian, waktu. Dalam pembelajaran ini, konsep pembelajaran yang sesuai dengan nafas yang diterima siswa hampir semuanya KBK adalah pembelajaran kontekstual. berasal dari “apa kata guru”. Konsekuensinya, jika siswa diberi soal yang berbeda dengan soal latihan, siswa cenderung membuat kesalahan. Siswa siswa dan dengan konteks Pembelajaran kontekstual adalah suatu pembelajaran yang berupaya mengaitkan materi yang dipelajari siswa dengan pengalaman siswa. JIPP, Juni 2010 _____________________________________________________ 1439 Pembelajaran kontekstual tidak dicapai. Hal ini menjadi dilema bagi mengharuskan siswa mengafal fakta– para pendidik dan para ahli, karena di fakta, siswa satu pihak pemecahan masalah sangat pengetahuan dibutuhkan untuk meningkatkan daya pengetahuan dalam benak siswa sendiri nalar dan dapat melatih siswa agar (Depdiknas, Dalam mampu berpikir kritis, logis dan kreatif. didorong Di pihak lain, banyak siswa tidak membuat hubungan antara pengetahuan menyenangi matematika. Hasil–hasil yang dimilikinya dan penerapannya penelitian menunjukkan banyak siswa dalam yang tetapi mendorong mengkontruksi 2002). pembelajaran ini, kehidupan siswa mereka anggota keluarga Proses pembelajaran berlangsung secara dan sebagai memecahkan masalah matematika baik di dalam kelas kontekstual maupun dalam kehidupan sehari–hari. alamiah dalam mengalami, bukan transfer pengetahuan guru ke mampu masyarakat. bentuk kegiatan siswa bekerja dan dari tidak siswa. Pembelajaran kontekstual menekankan pada tingkat berpikir yang tinggi yaitu berpikir divergen (kreatif). Kemampuan pemecahan masalah yang merupakan salah satu hasil belajar matematika tingkat tinggi (Sudiarta, 2004) merupakan hasil belajar yang sangat penting dikuasai oleh siswa. Hal ini disebabkan karena setelah selesai menempuh pendidikan, Pemecahan masalah merupakan para siswa akan terjun ke masyarakat bagian dari kurikulum matematika yang yang penuh dengan masalah– masalah sangat penting karena dalam proses atau problema–problema pembelajaran kemasyarakatan. Kemahiran siswa maupun penyelesaian, dimungkinkan memperoleh dalam menyelesaikan masalah akan membantu pengalaman menggunakan pengetahuan mereka serta keterampilan yang sudah dimiliki kehidupan sehingga mampu bertahan untuk dari gempuran–gempuran masalah yang diterapkan pada pemecahan masalah yang bersifat tidak rutin. Tampaknya, masih untuk mengatasi masalah menghadangnya. Sebagai hasil belajar, ada kesenjangan yang cukup besar antara apa yang diharapkan dalam belajar matematika dengan kenyataan yang kemampuan pemecahan masalah tentu juga dipengaruhi oleh faktor–faktor keberhasilan siswa dalam belajar. Salah satu faktor penting yang menjadi kunci JIPP, Juni 2010 _____________________________________________________ 1440 dalam pemecahan masalah matematika nalarnya sendiri untuk memahami dan adalah kemampuan penalaran formal. memecahkan berbagai Hal ini disebakan karena pemecahan yang masalah menuntut kemampuan berpikir menggunakan menurut alur kerangka berpikir logis dimiliki untuk menghadapi masalah yang berdasarkan logika matematika. informasi Kemampuan berpikir logis menurut Sebaliknya, berbeda dengan siswa- kerangka berpikir ini merupakan suatu siswa yang memiliki penalaran formal penalaran (Suriasumantri, 2001). tinggi, siswa–siswa dengan penalaran Penalaran formal mempunyai peranan yang sangat penting dalam belajar matematika. Hal ini berkaitan dengan karakteristik matematika yang mempunyai objek kajian bersifat abstrak dan berpola pikir deduktif (Soejadi, 2000). Objek– objek kajian matematika yang bersifat abstrak memerlukan pemikiran kritis dalam mengkaji konsep-konsep dikandungnya. Konsep–konsep matematika berlaku dibangun yang dikembangkan secara dari umum untuk dan kasus–kasus bukan khusus deduktif penalaran mampu pengetahuan baru yang yang diterima. informasi yang disampaikan guru daripada memaknainya. Kemampuan dalam memecahkan masalah pun relatif kurang baik. Mereka umumnya tidak memiliki daya tahan dalam menghadapi berbagai masalah yang memerlukan daya nalar. Kesulitan-kesulitan dalam mempelajari matematika akan menimbulkan kebosanan, yang pada akhirnya dapat memunculkan sikap apriori terhadap pelajaran matematika. Akibatnya, prestasi belajar matematika mereka tidak sebaik harapannya. Dari uraian tersebut di atas jelas berkembang bila siswa telah pembelajaran kontekstual, kemampuan ini, pemecahan masalah matematika, dan formal berkembang. Mereka formal rendah, lebih banyak menerima (induktif). Pemikiran kritis dan pola berpikir dihadapi. permasalahan Dalam penelitian terlihat bahwa, penalaran formal akan dikendalikan penalaran karena sukar membuat kelompok yang Kemampuan pemecahan masalah dapat setara penalaran formalnya. dikembangkan Siswa dengan penalaran formal tinggi cenderung menggunakan formal pendekatan berkaitan dari erat. pendekatan pembelajaran kontekstual, karena dalam pendekatan pembelajaran kontekstual JIPP, Juni 2010 _____________________________________________________ 1441 siswa, dibiasakan untuk memecahkan kemampuan masalah sehari-hari yang dekat dengan perlakuan dianggap sama. keseharian siswa yang berkaitan dengan materi yang diajarkan. Kemampuan pemecahan masalah juga dipengaruhi oleh kemampuan penalaran formal siswa karena dalam pemecahan masalah diperlukan alur kerangka berfikir secara logis berdasarkan logika matematika. akademik Penelitian ini sebelum mengkaji pengaruh pendekatan kontekstual terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika sebelum dan sesudah dikendalikan oleh penalaran formal. Untuk mengkaji pengaruh di atas, digunakan dua instrumen, yaitu tes penalaran formal untuk memperoleh data tentang penalaran formal siswa, II. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu eksperiment) menggunakan dengan (quasi rancangan atau desain kelompok kontrol dan tes kemampuan pemecahan masalah matematika untuk memperoleh data tentang kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. dengan pos-tes saja (The Posttest Only Dalam penelitian ini diuji tiga Control Group Design) terhadap siswa hipotesis yaitu : (1) terdapat perbedaan kelas VIII yang ada di SMP Negeri 1 kemampuan Tejakula. matematika antara mengikuti pembelajaran Sampel penelitian diambil pemecahan masalah siswa yang dengan Sampling pendekatan kontekstual dengan siswa dengan cara undian. Dalam pengundian yang mengikuti pembelajaran dengan terpilih kelas VIII D sebagai kelas pendekatan eksperimen dan kelas VIII E sebagai setelah kelas kontrol. Jumlah anggota sampel formalnya dikendalikan tetap terdapat 76 orang yang terdiri dari 45 siswa laki- perbedaan laki, 31 orang siswa perempuan. Kedua masalah matematika antara siswa yang kelas ini setara dilihat dari kemampuan mengikuti akademik. Pengelompokan siswa kelas pendekatan kontekstual dengan siswa VIII di SMP Negeri 1 Tejakula tidak yang mengikuti pembelajaran dengan berdasarkang rangking, kecuali kelas pendekatan konvensional dengan VIII teknik A, Random sehingga konvensional, kemampuan kemampuan pembelajaran dan (2) penalaran pemecahan dengan homogenitas JIPP, Juni 2010 _____________________________________________________ 1442 Untuk menguji kedua hipotesis Lebih efektifnya pendekatan digunakan analisis varian satu jalur dan pembelajaran anakova satu jalur pembelajaran matematika, tidak lepas dengan taraf signifikansi 5%. kontekstual dalam dari subtansi matematika itu sendiri. Matematika adalah disiplin ilmu yang tidak III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN hanya berisi konsep–konsep, rumus – rumus, atau prinsip itu diperoleh. Untuk mencapai tujuan Berdasarkan hasil analisis data pembelajaran secara utuh tidak cukup diperoleh hasil-hasil sebagai berikut. hanya “tranfer” pengetahuan dari guru Pertama, bahwa terdapat perbedaan ke siswa, tetapi lebih ditekankan pada kemampuan pengkontruksian pemecahan masalah matematika antara siswa mengikuti pembelajaran pengetahuan lewat yang berbagai aktivitas berfikir dan dialog dengan pengalaman belajar. Pada pembelajaran pendekatan pembelajaran kontekstual matematika, dengan mengikuti pengetahuan oleh siswa tampaknya pendekatan lebih terkondisikan dalam pembelajaran ditunjukkan kontekstual. siswa pembelajaran yang dengan konvensional. Hal dengan nilai F ini proses kontruksi sebesar 5,81 yang Hasil uji hipotesis pertama ini ternyata signifikan. Selanjutnya terbukti bahwa kemampuan pemecahan masalah juga matematika mengikuti matematika, yaitu bahwa dalam proses pembelajaran pembelajaran matematika harus dapat pembelajaran siswa yang dengan mengukuhkan konsep kontekstual dengan skor rata–rata 51,24 menghubungkan antara lebih kemampuan matematika dengan situai dunia nyata pemecahan masalah matematika siswa yang pernah dialami ataupun yang yang mengikuti pembelajaran dengan dipikirkan siswa, karena matematika pendekatan konvensional dengan skor muncul dari kehidupan nyata sehari– rata-rata 43,66.. Dalam pembelajaran hari. Sebagai contoh, bangun ruang dan matematika, pembelajaran kontekstual datar pada dasarnya didapat dari benda– secara keseluruhan terbukti lebih baik benda dan dengan proses abtraksi dari benda-benda nyata. pendekatan pembelajaran konvensional. Pembelajaran yang bisa mengaitkan tinggi efektif daripada dibandingkan konkret dengan ide belajar abstrak melakukan JIPP, Juni 2010 _____________________________________________________ 1443 materi pelajaran dengan situasi dunia wajar nyata adalah pembelajaran kontekstual. kemampuan Pembelajaran matematika dengan pendekatan kontekstual akan memberikan kesempatan yang seluas– luasnya kepada siswa untuk terlibat langsung dalam pembelajaran dan membangun sendiri pengetahuannya. Artinya pengetahuan yang dimiliki siswa tidak secara langsung ditanamkan oleh guru. Selain itu, dengan memberikan masalah nyata yang sesuai dengan keseharian siswa yang sudah dipahami dan dapat dibayangkan, maka siswa akan belajar bermakna. Siswa belajar secara bermakna karena siswa tahu tujuan mereka belajar dengan melihat keterkaitan antara apa yang mereka pelajari dengan pengalaman sehari–hari, sehingga siswa akan merasakan manfaat belajar matematika. Dengan mengetahui manfaat belajar matematika bagi kehidupan mereka, maka mereka tidak lagi menganggap matematika itu hanya sekumpulan kalau terdapat perbedaan pemecahan masalah matematika siswa, antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan kontekstual dengan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan konvensional. Temuan ini sesuai dengan temuan Sumadi (2004), bahwa hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan pendekatan kontekstual lebih baik daripada hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan pendekatan konvensional, serta sesuai pula dengan temuan Gita (2004) bahwa, pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan matematika prestasi siswa. belajar Selain itu, pembelajaran kontekstual juga dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah (Mahendra, 2004), pemahaman konsep matematika (Parta, 2004), penalaran dan komunikasi matematika (Sastrini, 2004) serta koneksi matematika (Suarsana, 2004). Kedua, ada perbedaan rumus–rumus yang tidak berguna dan kemampuan pemecahan masalah antara abstrak. Suasana belajar matematika kelompok tidak lagi kaku dan “menakutkan” pembelajaran melainkan sangat menyenangkan. kontekstual dengan kelompok siswa Dengan adanya kesesuaian antara hakikat pembelajaran matematika dengan pembelajaran kontekstual, maka siswa yang dengan mengikuti pendekatan yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan penalaran konvensional formal setelah dikendalikan. JIPP, Juni 2010 _____________________________________________________ 1444 Hipotesis ini ditolak dengan uji F kemampuan penalaran formal siswa (anakova dengan satu faktor pada taraf kemampuan pemecahan signifikansi 5 %). Hal ini berarti bahwa masalah matematika siswa. Penurunan rata-rata kemampuan atau peningkatan nilai masalah kelompok mengikuti pemecahan siswa pembelajaran kemampuan yang penalaran formal akan cenderung pula dengan diikuti peningkatan atau penurunan nilai pendekatan kontekstual lebih tinggi kemampuan pemecahan masalah dibandingkan dengan rata-rata matematika. Kemampuan penalaran kemampuan pemecahan masalah formal memberikan kontribusi sebesar mengikuti 94,15% kepada kemampuan pemecahan pendekatan masalah matematika. Ini berarti 94,15% kelompok siswa yang pembelajaran dengan konvensional, walaupun penalaran dari perubahan yang berupa formal dikendalikan. Hasil pengujian peningkatan hipotesis bahwa kemampuan matematika kontekstual matematika dominan memberikan kemampuan penalaran formal siswa, kemampuan sedangkan sisanya dipengaruhi oleh ini pendekatan tetap lebih pengaruh menunjukkan kepada pemecahan masalah matematika. sebelum penalaran dikendalikan menjadi penalaran formal menunjukkan dengan 6,82 penurunan pemecahan masalah dikontribusi oleh faktor-faktor lain. Meskipun penalaran Perubahan nilai F dari 5,81; yaitu atau formal setelah dikendalikan bahwa, pembelajaran pendekatan kontekstual pengaruhnya semakin besar terhadap formal memberikan kontribusi yang cukup besar pemecahan pendekatan terhadap masalah, kemampuan akan kontekstual tetapi tetap memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. kemampuan pemecahan masalah Kemampuan penalaran formal matematika. Korelasi antara memegang peranan yang penting dalam kemampuan penalaran formal dengan membangun pemahaman terhadap suatu kemampuan pemecahan masalah adalah objek yang sedang dipelajari, karena 0,97; dengan koefisien determinasi tanpa mempunyai kemampuan bernalar, sebesar 94,15%. Hal ini menunjukkan siswa tidak akan mampu membuat hubungan deskripsi, yang signifikan antara prediksi, dan inferensi JIPP, Juni 2010 _____________________________________________________ 1445 terhadap objek-objek yang sedang sikap siswa SLTP terhadap pelajaran dipelajari. Peranan penalaran formal sejarah dan menemukan hasil bahwa dalam penelitian ini dapat dilihat dari penalaran formal berpengaruh positif adanya dalam kemampuan kelompok siswa eksperimen baik maupun meningkatkan sikap siswa terhadap pelajaran sejarah. Sedangkan kelompok kontrol dalam memahami dan dalam menyelesaikan tes pemecahan masalah.. melakukan penelitian terhadap siswa Dari persamaan garis regresi dapat SLTP di Kubutambahan kabupaten dilihat kelompok Buleleng memperoleh hasil bahwa, eksperimen, perubahan satu-satuan pada metode pembelajaran dan penalaran kemampuan penalaran formal akan formal mengakibatkan perubahan sebesar 2,41 mempengaruhi pada pemecahan masalah. Sedangkan belajar matematika. Tingkat penalaran untuk kelompok kontrol, perubahan formal siswa mempengaruhi tingkatan satu-satuan pada kemampuan penalaran sikap dan prestasi belajar matematika formal akan mengakibatkan perubahan mereka. bahwa, sebesar 2,93 pemecahan pada pada kemampuan masalah. Hal ini menunjukkan bahwa, penalaran formal mempunyai peranan penting dalam memecahkan masalah. ilmu alam, secara sikap Peranan formal Bawa bersama-sama dan penting dalam (2003) belajar prestasi penalaran matematika khusunya dalam pemecahan masalah tidak mengurangi peranan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual yang Hasil empiris dari eksperimen diterapkan.. Hal ini dapat dilihat dari yang dilakukan dalam penelitian ini hasil analisis yang menunjukkan bahwa, sejalan dengan hasil - hasil penelitian kemampuan pemecahan masalah siswa lain yang menunjukkan adanya peranan yang penalaran formal dalam meningkatkan kontekstual hasil belajar. Peranan penalaran formal kemampuan siswa yang diajar dengan dalam menentukan sikap dan hasil pendekatan belajar berlaku baik pada ilmu - ilmu telah dilakukan pengendalian terhadap alam maupun ilmu - ilmu sosial. Dalam penalaran formal. ilmu sosial, Tuti Erwin diajar dengan lebih pendekatan tinggi konvensional, dari walaupun (2001) melakukan penelitian berkaitan dengan JIPP, Juni 2010 _____________________________________________________ 1446 kemampuan IV. PENUTUP Berdasarkan uraian di atas, penalaran formal dikendalikan. Pengkajian lebih detail maka ada dua temuan penting dalam menunjukkan penelitian ini. Pertama, kemampuan pendekatan kontekstual dalam proses pemecahan masalah pada siswa yang pembelajaran matematika menyebabkan mengikuti kemampuan pemecahan yang lebih pembelajaran dengan pendekatan kontekstual berbeda secara tinggi, signifikan pengendalian dengan kemampuan bahwa, penerapan walaupun dilakukan terhadap kemampuan pemecahan masalah pada siswa yang penalaran formal. Dari temuan ini dapat mengikuti disimpulkan pembelajaran dengan bahwa, pendekatan pendekatan konvensional. Lebih lanjut kontekstual tetap berpengaruh positif dapat kemampuan terhadap kemampuan pemecahan pemecahan masalah pada siswa yang masalah, walaupun dilakukan mengikuti pengendalian terhadap kemampuan dilihat bahwa, pembelajaran dengan pendekatan kontekstual lebih tinggi dibandingkan dengan kemampuan pemecahan masalah pada siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan konvensional. Dari temuan ini dapat disimpulkan bahwa, pendekatan kontekstual berpengaruh posirtif terhadap kemampuan pemecahan masalah. Temuan menunjukkan penalaran formal Berkenaan penelitian yang dengan hasil diperoleh, maka beberapa saran yang dapat diajukan adalah sebagai pendekatan berikut. Pertama, kontekstual perlu dikenalkan dan dikembangkan lebih lanjut kepada para guru, siswa, dan praktisi pendidikan lainnya sebagai penelitian bahwa, juga kemampuan pendekatan pembelajaran matematika alternatif setelah sekian lama pemecahan masalah pada siswa yang menggunakan mengikuti konvensional. Proses pengenalan dan pembelajaran dengan pendekatan pendekatan kontekstual tetap berbeda pengembangan secara signifikan dengan kemampuan kontekstual dapat dilakukan melalui pemecahan masalah pada siswa yang pertemuan–pertemuan seperti MGMP mengikuti pendekatan pembelajaran pembelajaran dengan matematika, seminar pembelajaran konvensional setelah matematika, dan penataran–penataran, JIPP, Juni 2010 _____________________________________________________ 1447 atau pelatihan–pelatihan pembelajaran matematika. Para praktisi pendidikan harus diberi pendekatan membantu keyakinan bahwa kontekstual siswa konsep–konsep untuk mampu menguasai matematika bersifat abstrak. Kedua, lanjutan yang berkaitan yang penelitian dengan penerapan pendekatan kontekstual perlu dilakukan dengan melibatkan materi– materi matematika yang lain dengan melibatkan sampel yang lebih luas. Di samping itu, faktor–faktor budaya yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari lingkungan siswa perlu dikaji pengaruhnya terhadap pengembangan dan penerapan pendekatan kontekstual, serta dampaknya terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika. DAFTAR PUSTAKA Abdurrahman, M. 1999. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta : Rineka Cipta. Asri Budiningsih, 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta.: PT Rineka Cipta Aryantha, 2008. “Implementasi Pendekatan Pembelajaran CTL Berbasis Asesmen Autentik dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika”. Tesis. (tidak diterbitkan) Singaraja : Undiksha Singaraja. Azwar, S. 2002. Dasar - Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta. : Bumi Aksara Baranca, N.A. 1980. Problem Solving as Goal, Procces and Basic Skill in Krulik Stephen (eds) Problem Solving In School Mathematics. Reston : NCTM. Baroody, 1993. Problem Solving, Reasoning and Comunicating. USA : Macmilan. Bawa, 2003. Pengaruh Metode Pembelajaran Espositori Berbantuan Advance Organizer dan Penalaran Formal Siswa terhadap Sikap dan Prestasi Belajar Matematika Siswa pada Siswa SLTP. Tesis (tidak diterbitkan). Singaraja : IKIP Negeri Singaraja. Candiasa, 2007. Statistik Multivariat. Disertai Petunjuk Analisis dengan SPSS. Singaraja : Program Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Ganesha. Capper, 1984. Mathematical Problem Solving Research Review and Instructional Implication. Research into Practice Digest I & II Copi, Irving. 1986. Informal Logic New York : Mc Milan Publishing Company. Depdiknas, 2002. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching JIPP, Juni 2010 _____________________________________________________ 1448 and Learning). Jakarta : Dirjen Dikdasmen. .............., 2002. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, Pembelajaran dan Pengajaran Kontekstual (Buku 5). Jakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Hudoyo, H. 2003. Pengembangan Kurikulum Matematika dan Pelaksanaanya di Depan Kelas. Surabaya : Usaha Nasional. ............., 2002. Matematika (Materi Latihan Terintegrasi). Jakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. .............., 2002. Pendektan Kontekstual. Jakarta : Depdiknas. Fraenkel, JR & Wallen, N.E. 1993. How To Design and Evaluative Research. New York : Graw-Hill Inc. Gita, 2004. Implementasi Pendekatan Kontekstual. Jakarta : Depdiknas. Gerardus, Polla. 2001. “Upaya Menciptakan Pengajaran Matematika yang Menyenangkan”. Buletin Pelangi Pendidikan. Volume 4, No. 2 Gagne, 1970. Conditions of Learning. New York : Holt, Rinehart and Winston Inc. Gregory, R.J. 2000. Pyschological Testing History Priciples and Aplications. Boston : Allyn & Bacon. Guilford, 1959. Fundamental Statistic in Psychologi and Education. 3nd eds. Tokyo : Kogakusha Company Ltd. JIPP, Juni 2010 _____________________________________________________ 1449