4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kacang Panjang (Vigna sinensis L

advertisement
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kacang Panjang (Vigna sinensis L.)
Kacang panjang adalah salah satu jenis sayuran yang sudah sangat populer
di kalangan masyarakat Indonesia maupun dunia. Tanaman kacang panjang
(Vigna sinensis L.) bukan tanaman asli Indonesia. Plasma nutfah tanaman kacang
panjang berasal dari India dan Cina, tetapi ada juga yang menduga berasal dari
kawasan Afrika. Dugaan plasma nutfah kacang panjang berasal dari afrika karena
kacang uci (Vigna umbellata) ditemukan tumbuh liar di daerah Himalaya India,
dan plasma nutfah kacang tunggak (Vigna unguculata) merupakan asli tanaman
dari Afrika. Oleh karena itu, tanaman kacang panjang tipe merambat diduga
berasal dari daerah tropis dan Afrika, terutama Abbisinia dan Ethiopia. Kacang
panjang adalah sumber protein yang baik, vitamin A, thiamin, riboflavin, besi,
fosfor, kalium, vitamin C, folat, magnesium, dan mangan (Haryanto dkk., 2007).
2.1.1 Karakteristik Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.)
Menurut Haryanto, dkk. (2007), kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut
Kerajaan
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Kelas
: Angiospermae
Ordo
: Rosales
Famili
: Papilionaceae
Genus
: Vigna
Spesies
: Vigna sinensis (L.) Savi ex Hassk
Tanaman kacang panjang merupakan tanaman perdu semusim dan
daunnya berupa daun majemuk yang tersusun atas tiga helai, lonjong, berseling,
4
5
panjang 6 - 8 cm, lebar 3 - 4,5 cm, tepi rata, pangkal membulat, ujung lancip,
pertulangan menyirip, tangkai silindris, panjang kurang lebih 4 cm, dan berwarna
hijau (Hutapea, 1994). Kacang panjang memiliki batang liat dan sedikit berbulu,
batangnya panjang tumbuh membelit dan berwarna hijau dengan permukaan
licin.
Tanaman kacang panjang memiliki akar tunggang yang terdiri atas satu
akar besar yang merupakan kelanjutan batang. Akar kacang panjang memiliki
bintil akar yang dapat mengikat nitrogen bebas dari udara (Williams, 1993).
Sistem perakaran tanaman kacang panjang dapat menembus lapisan olah tanah
pada kedalaman hingga lebih dari 60 cm dan cabang akarnya dapat bersimbiosis
dengan bakteri Rhizobium sp. untuk mengikat unsur nitrogen (N2) dari udara
sehingga bermanfaaat untuk menyuburkan tanah. Kacang panjang dapat
menghasilkan 198 kg bintil akar/tahun atau setara dengan 400 kg pupuk urea
(Mandiri, 2011).
Bunga kacang panjang berbentuk kupu-kupu. Ibu tangkai bunga keluar
dari ketiak daun, dan setiap ibu tangkai mempunyai 3 - 5 bunga. Warna bunganya
ada yang putih, biru, atau ungu. Bunga kacang panjang menyerbuk sendiri, tetapi
penyerbukan silang dengan bantuan serangga dapat juga terjadi dengan
kemungkinan keberhasilan 10% (Haryanto, 2007).
Buah kacang panjang berbentuk polong bulat panjang dan ramping.
Panjang polong sekitar 10 - 80 cm. Warna polong hijau muda sampai hijau
keputihan. Setelah tua warna polong putih kekuningan (Susila, 2005). Polong
biasanya dapat dipanen pertama kali umur 2 - 2,5 bulan. Pemanenan selanjutnya
seminggu sekali dan dapat berlangsung selama 3,5 - 4 bulan (Haryanto, 2007).
6
Pemeliharaan yang umum dilakukan pada pertanaman kacang panjang adalah
penyulaman, penyiangan, penyiraman, pemangkasan cabang, dan pemupukan
(Susila, 2005).
2.1.2 Syarat Tumbuh Kacang Panjang
2.1.2.1 Iklim
Suhu rata-rata harian agar tanaman kacang panjang dapat beradaptasi baik
adalah 20 – 300C dengan suhu optimum 250C. Tanaman ini membutuhkan
banyak sinar matahari. Tempat yang terlindung (teduh) menyebabkan
pertumbuhan kacang panjang agak terlambat, kurus dan berbuah jarang atau
sedikit, sedangkan curah hujan yang dibutuhkan adalah antara 600 - 1500
mm/tahun (Rukmana, 1995).
Unsur-unsur iklim yang perlu diperhatikan dalam pertumbuhan tanaman
antara lain ketinggian tempat, sinar matahari, dan curah hujan. Kacang panjang
dapat tumbuh dan berproduksi di dataran rendah dan dataran tinggi dengan
ketinggian 0 - 1500 m diatas permukaan laut. Tanaman kacang panjang tumbuh
baik di dataran rendah sampai menengah hingga ketinggian 600 - 700 meter di
atas permukaan laut.
2.1.2.2 Tanah
Tanaman kacang panjang dapat diusahakan hampir pada semua jenis
tanah. Namun, untuk memperoleh hasil optimal, akan lebih baik bila ditanam
pada tanah yang subur. Jenis tanah yang paling cocok bagi pertumbuhan tanaman
kacang panjang adalah tanah berstruktur liat dan berpasir. Jenis tanah yang baik
adalah tanah latosol atau lempung berpasir, subur, gembur, banyak mengandung
bahan organik dan drainasenya baik. Derajat keasaman tanah (pH) yang
7
dibutuhkan adalah 5,5 - 6,5 (Mandiri, 2011). Bila pH dibawah 5,5 dapat
menyebabkan tanaman tumbuh kerdil karena teracuni garam aluminium (Al)
yang larut dalam tanah (Haryanto, 2007). Bila pH terlalu basa (diatas pH 6,5)
menyebabkan pecahnya nodula-nodula akar (Anonim, 2012).
2.2 Penyakit Tanaman Kacang Panjang
Penyakit penting yang dapat menurunkan hasil produksi kacang panjang
adalah penyakit mosaik yang disebabkan oleh beberapa virus yaitu Bean
Common Mosaic Virus (BCMV), Cowpea Aphid Borne Mosaic Virus (CABMV),
dan Cucumber Mosaic Cucumovirus (CMV) (Damayanti dkk., 2009). Selain itu,
ada pula penyakit dengan gejala kuning yang diinfeksi oleh Mungbean Yellow
Mosaic Virus (MYMV).
Gejala yang ditimbulkan oleh MYMV umumnya muncul pada daun muda
atau pucuk berupa bercak kuning di sekitar tulang daun, kemudian urat daun
berkembang menjadi berwarna kuning (vein clearing), cekung dan mengkerut
dengan warna mosaik ringan atau kuning. Gejala berlanjut hingga hampir seluruh
daun muda atau pucuk berwarna kuning cerah, dan ada pula yang berwarna
kuning bercampur dengan hijau. Daun mengalami perubahan bentuk menjadi
cekung dan mengkerut berukuran lebih kecil dan lebih tebal (Sudha et al. 2013).
Menurut Lucas, (1975) daun yang terserang penyakit CMV menunjukkan
perubahan warna secara nyata seperti pola mosaik, tanaman kebanyakan kerdil,
daun menyempit dan mengalami distorsi. Gejala penyakit mosaik pada kacang
panjang yang diinfeksi oleh Cowpea aphid borne mosaic potyvirus (CABMV)
menunjukkan warna hijau gelap di antara tulang daun (dark green vein-banding)
atau klorosis interveinal (urat daun), distorsi daun, melepuh dan tanaman menjadi
8
kerdil. Polong dan daun menjadi tidak berkembang, ukuran biji berkurang
sehingga produksi secara keseluruhan menurun (Bock and Conti, 1974).
BCMV merupakan salah satu virus penyebab mosaik pada kacang
panjang. Virus ini mempunyai kisaran inang yang cukup luas, dapat ditularkan
oleh kutu daun secara nonpersisten (Sutic et al. 1999), bersifat terbawa benih
serta dapat ditularkan secara mekanik oleh sap tanaman dan melalui alat-alat
pertanian. BCMV termasuk dalam famili Potyviridae dan genus Potyvirus
(Agrios 1997). Partikel BCMV mempunyai panjang 720 – 770 nm dan lebar 12 –
15 nm. Partikel virusnya terdiri dari 95% protein dan 5% RNA utas tunggal.
Berat molekul asam nukleatnya yaitu 2,3 - 4,3 juta kDa. Kestabilan virus dalam
sap tanaman tergantung dari strain virus dan waktu infeksinya. Virus ini
mempunyai titik panas inaktivasi 50 – 60o C. (CABI, 2005).
Gejala yang muncul pada tanaman kacang-kacangan akibat infeksi
BCMV sangat bergantung pada kultivar dan umur tanaman yang terinfeksi
(Udayashankar et al. 2010). Tanaman yang terinfeksi virus pada umur tanaman
yang berbeda akan menunjukkan respons yang berbeda. Semakin muda tanaman
diinfeksi virus, kejadian penyakit semakin tinggi dan periode inkubasi menjadi
lebih singkat (Leonita, 2008).
Gejala serangan BCMV ditunjukkan dengan mosaik berupa lepuhan, pola
warna kuning dan hijau pada daun, malformasi daun (Setyastuti, 2008), daun
menggulung, penebalan tulang daun, tanaman menjadi kerdil, dan polong serta
biji yang dihasilkan lebih sedikit dibandingkan dengan tanaman sehat
(Mukeshimana et al. 2003). Secara umum tanaman yang diinokulasi dengan
9
virus, biasanya gejala akan muncul pada 7 - 10 hari setelah inokulasi (Djikstra &
De Jager 1998).
Penularan BCMV dari satu tanaman ke tanaman lain dapat terjadi dengan
tiga cara yaitu melalui benih, vektor, dan mekanis. Beberapa spesies kutu daun
yang dapat menjadi vektor BCMV antara lain Aphis gossypii, Aphis craccivora,
Aphis medicanigis, Aphis rumicis, Hyalopterus atriplicis, Macrosiphum
ambrosiae, Macrosiphum pisi dan Macrosiphum solanifolii. Vektor BCMV yang
paling penting pada tanaman kacang panjang adalah Aphis craccivora karena
merupakan hama utama pada tanaman kacang panjang di Indonesia. BCMV
ditularkan Aphis craccivora ke tanaman secara nonpersisten, dimana aphis
mendapat virus dengan mengisap tanaman yang terinfeksi hanya dengan waktu
beberapa detik, kemudian aphis akan menularkan virus dengan cepat pada
tanaman sehat, setelah itu akan kehilangan virus dan tidak mampu lagi
menularkan virus pada tanaman yang lain (Millah, 2007). Penularan BCMV pada
benih terjadi akibat infeksi virus pada embrio benih baik itu melalui tanaman
induk maupun melalui serbuk sari yang terinfeksi (Sutic et al. 1999). BCMV
dapat ditularkan melalui benih, jika tanaman induk terinfeksi pada saat tanaman
masih muda, dengan efisiensi mencapai 83% (Shukla et al., 1994 ; Agrios 2005).
Penularan virus secara mekanis dapat dilakukan dengan cara mengoleskan
cairan perasan tanaman sakit pada permukaan daun sehat. Sap tanaman sakit
dioleskan ke tanaman uji menggunakan cotton bud. Efisiensi penularan dapat
dilakukan dengan penaburan karborundum pada permukaan daun. Karborundum
dapat menyebabkan luka mikro (sublethal wouding or abrasi) saat cairan perasan
tanaman dioleskan pada permukaan daun tanaman (Walkey 1991). Daun yang
10
telah diinokulasi disiram dengan air secara perlahan. Tanaman diinkubasikan dan
diamati sampai muncul gejala.
Beberapa tanaman yang menjadi inang Potyvirus yaitu cabai rawit
(Capsicum frutescens), cabai besar (Capsicum annuum), kentang (Solanum
tuberosum), tomat (Lycopersicon esculentum), terong (Solanum melongena), dan
tembakau (Nicotiana spp.) (Green et al., 1999). Virus BCMV dilaporkan juga
dapat menginfeksi tanaman dari familia leguminoceae yang lain seperti
kalopogonium/kacang asu (Jawa) (Calopogonium mucuniodes), kacang ercis
(Pisum sativum), buncis (Phaseolus vulgaris L.) dan kacang tolo (Vigna
unguiculata) (CABI, 2007).
2.3 Laju Infeksi
Laju infeksi merupakan percepatan infeksi yang diukur dari perbedaan
luas infeksi pada saat pengamatan awal dengan infeksi pada saat akhir
pengamatan per satuan rentang waktu pengamatan. Laju infeksi dibedakan
dengan beratnya serangan penyakit (disease severity). Laju infeksi dapat cepat
yang disertai dengan penyakit yang berat. Berat ringannya serangan penyakit
ditentukan oleh virulensi patogen, ketahanan inang dan pengaruh faktor-faktor
lingkungan. Semakin virulen spesies patogen, semakin rentan tanaman inang,
penyakit yang terjadi akan semakin berat (Oka, 1993).
Infeksi pada tanaman dapat dinyatakan dengan kerusakan pada satu
tanaman atau bagian tanaman. Kerusakan tersebut berupa gejala yang terjadi pada
bagian tanaman, seperti daun, batang, maupun akar, serta dapat menyebabkan
tanaman gagal berproduksi. Menurut Van der Plank (1963) dalam (Sudarma
1989) nilai laju infeksi dapat diartikan apakah patogen agresif, varietas rentan
11
atau tahan dan apakah lingkungan mendukung atau tidak untuk perkembangan
penyakit.
36
Download