Peningkatan jumlah penduduk dan perkembangan industri pertanian menuntut peningkatan produksi pertanian yang semakin tinggi setiap tahunnya. Namun sebaliknya, luasan lahan-lahan yang subur semakin menyusut untuk berbagai keperluan pembangunan non-pertanian, seperti pemukiman, jalan raya dan industri. Oleh karena itu, pengembangan pertanian perlu diarahkan pada lahan-lahan bermasalah di luar Jawa, seperti lahan rawa yang salah satunya adalah daerah pasang surut. Adapun tanah- tanah yang terdapat pada daerah rawa pasang surut ini antara lain adalah tanah tanah salin. gambut/bergambut, tanah sulfat masam, dan Tanah-tanah gambut di Indonesia terutama terkon- sentrasi disekitar daratan Sunda dan Sahul dan terbentuk di bawah pengaruh genangan air. Sebagian besar penyebarannya terdapat di Kalimantan, Irian Jaya dan Sumatera yang luasnya berturut-turut kurang lebih 9.3 juta hektar, 4.6 juta hektar, dan 4.3 juta hektar (Soekardi dan Hidayat, 1994). Pemanfaatan tanah gambut untuk pertanian dihadapkan pada beberapa masalah yaitu: (1) ketebalan dan taraf dekomposisi, (2) status hara makro dan mikro rendah, (3) kemasaman tanah dan kandungan asam-asam organik, (4) adanya lapisan pirit, dan (5) tata air yang buruk. Walaupun banyak masalah yang diha- dapi, pengalaman menunjukkan, bahwa dengan pengelolaan tanah yang tepat, tanah-tanah tersebut dapat dijadikan lahan produktif. yang Upaya-upaya perbaikan tingkat kesuburan tanah yang telah banyak dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut meliputi: (1) pencucian bahan-bahan meracun (Driessen dan Suhardjo, 1976; Notohadiprawiro, 1986; dan Prasetyo; 1989), (2) pengapuran dan penambahan bahan mineral (Halim dan Soepardi, 1987; dan Soepardi, Surowinoto, dan Djajakirana, 1987), (3) penambahan unsur-unsur hara makro dan mikro (Didi Ardi dan WidjajaAdhi, 1987; Halim dan Soepardi, 1987; Taslim, Damanik dan Anwarman, 1987; dan Snyder, Jones, dan Gasho, 1986), dan (4) penggunaan jenis dan varietas tanaman yang toleran terhadap kernasaman tanah yang tinggi (Rumawas, 1986; Notohadiprawiro, 1986; Suhartini, Silitonga, dan Harahap, 1987; dan Quijano dan Neue, 1987). Pencucian pada tanah gambut atau tanah bergambut dimak- sudkan untuk mencuci bahan-bahan meracun. Namun pencucian yang berlebihan atau kurang terkontrol akan mengakibatkan proses subsidensi semakin cepat dan kehilangan unsur-unsur hara esensial bagi tanaman. Usaha pengapuran untuk menaikkan pH sampai pH yang optimal untuk pertumbuhan tanaman di tanah gambut diperlukan kapur yang cukup banyak. Dengan naiknya pH maka kapasitas tukar kation (KTK) menjadi tinggi, sehingga diperlukan pupuk makro dan mikro yang lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan hara untuk tanaman. Demikian juga usaha penambahan bahan mineral untuk meningkatkan kejenuhan basa (KB) sampai pada tingkat yang cukup baik untuk pertumbuhan tanaman yaitu sekitar 30%, diperlukan bahan mineral tiap hektar yang cukup banyak. Oleh karena itu usaha yang terakhir ini dinilai kurang praktis dalam pelaksanaannya. Pemupukan pada tanah gambut pengaruhnya sangat bervari- asi atau hasil yang didapatkan tidak konsisten. Hal ini diduga disebabkan pemberian hara pada kondisi tanah dengan sifat kimia yang kurang baik akan mengakibatkan hara tersebut tidak tersedia bagi tanaman. Hara yang berasal dari pupuk tersebut dapat mengalami pencucian atau terbentuk kompleks khelat. Pemecahan masalah dilakukan pada tanah gambut yang sudah banyak tersebut pada prinsipnya memperbaiki kondisi tanah yaitu dengan menaikkan pH tanah dan meningkatkan keterse- diaan hara tanaman. kadang dinilai kurang Namun cara-cara yang ditempuh kadangpraktis dan kurang diarahkan untuk mengatasi permasalahan utama yang ada pada tanah gambut. Permasalahan utama pada tanah gambut untuk pengembangan lahan pertanian terutama tanaman padi adalah kandungan asamasam organik meracun yang tinggi. Hal ini sangat erat hu- bungannya dengan komposisi bahan organik tanah gambut dan kondisi lingkungan yang tergenang. Komposisi bahan organik tanah-tanah gambut di Indonesia relatif sama, yaitu sebagian besar kaya akan kayu-kayuan yang berasal dari vegetasi yang tumbuh sebelumnya. Lebih lanjut dilaporkan oleh Sabiham (1993) bahwa bahan-bahan organik tanah gambut pada umumnya banyak mengandung lignin dan sedikit mengandung selulosa, hemiselulosa, dan protein. adalah suatu Tan (1993) mendefinisikan sistem termoplastik, dengan lignin polimer-polimer aromatik yang tinggi, yang berasal dari monomer-monomer coniferil alcohol atau quaiacil propane. Lignin dapat terlapuk melalui proses biodegradasi di bawah kondisi anaerob yang akan menghasilkan asam-asam fenolat (seperti asam p-hidroksibenzoat, p-kumarat, ferulat, vanilat, siringat) yang merupakan bahan-bahan yang meracun. kan bahwa produk utama Selain itu, Yoshida (1978) menyata- asam-asam organik yang dihasilkan dari dekomposisi bahan organik di bawah kondisi anaerob adalah asam asetat, asam laktat, asam propionat, dan asam butirat. gian besar dari Seba- senyawa-senyawa tersebut dapat meracuni ta- naman (Tanaka, Ono, dan Hayasaka, 1989). Bahaya yang ditimbulkan asam-asam organik tergantung pada jenis dan konsentrasi asam tersebut. Untuk asam-asam organik dari senyawa alifatik pengaruh menghambat pada padi di pesemaian secara umum meningkat dengan peningkatan berat molekul, Urutan peningkatannya yaitu asam butirat > propionat > asetat (Rao dan Mikkelsen, 1977). Kadar minimum yang secara nyata mempengaruhi berat seluruh tanaman adalah rendah. Kadar 1 mM dari asam asetat, asam propionat, asam butirat dalam kultur telah mengurangi berat total tanaman 1977). (Rao dan Mikkelsen, Asam-asam organik aromatik mempunyai toksisitas lebih tinggi daripada asam-asam alifatik, Banyak peneliti menemukan bahwa kadar asam fenolat dapat mengakibatkan bahaya terhadap bermacam-macam tanaman pada selang 0.01 dan 0.1 mM (Chandramohan, Purushothamar, dan Kothandoramon 1973). Dari berbagai penelitian, toksisitas tanah yang disebabkan bahan organik paling sering dijumpai pada tanah bertekstur berat dengan aerasi jelek dan tanah tergenang (Patrick, 1971). Pengaruh fitotoksik asam-asam organik dari hasil dekomposisi bahan organik terhadap tanaman meliputi penundaan atau penghambatan sempurna pertunasan biji, pertumbuhan tanaman kerdil, perusakan sistem perakaran, menghambat penyerapan hara, klorosis, layu dan mematikan tanaman. Pengaruh langsung senyawa fitotoksik terhadap pertumbuhan adalah mengganggu di dalam proses-proses metabolisme seperti respirasi atau sintesis asam nukleat atau protein (Vaughan, Malcolm dan Ord, 1985). Oleh karena itu untuk memecahkan permasalahan tersebut di atas, maka perlu dilakukan penelitian mengenai cara mengurangi kadar asam-asam organik tersebut melalui pemberian suatu bahan ameliorasi yang lebih tepat dan praktis. Secara praktikal dari setiap aspek kimia logam berat dalam tanah berhubungan dengan pembentukan kompleks dengan asam organik. ~ n ~ + mempunyai ) Kation valensi ganda potensi dengan molekul organik. )'K (seperti cu2+, zn2+, untuk membentuk ikatan koordinat Sedangkan kation monovalen ( ~ a +dan diikat terutama oleh pertukaran kation secara sederhana melalui pembentukan garam dengan kompleks -COOH dari asam karboksilat (RCOONa dan RCOOK) dan kompleks -OH dari asam fenolat (Stevenson, 1982). Di Indonesia, penelitian terhadap jenis dan karakteris- tik asamrasam organik meracun dalam tanah gambut yang digenangi masih sangat terbatas. Dengan demikian perlu dilakukan penelitian tentang perilaku dan pengendalian senyawa fito- toksik tersebut dengan bahan-bahan amelioran secara lebih mendalam. Dalam penelitian ini digunakan garam Na dan unsur mikro terpilih sebagai bahan amelioran, dan bukan hanya sekedar sebagai pupuk biasa. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas maka dilakukan penelitian ini, dengan tujuan : 1. Untuk mempelajari jenis dan kadar asam-asam organik meracun (fitotoksik) dalam tanah gambut yang digenangi. 2. Untuk mempelajari perilaku asam-asam organik meracun di dalam tanah gambut yang tergenang akibat pemberian garam Natrium (NaC1) dan unsur-unsur mikro terpilih. 3. Untuk mempelajari pengaruh pemberian garam Natrium dan unsur mikro terpilih terhadap kandungan asam-asam organik tanah gambut dalam kaitannya dengan padi peningkatan hasil . Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1. Tingkat meracun antar jenis asam-asam organik dalam tanah gambut adalah berbeda-beda. 2. Pemberian garam Natrium (NaC1) dan unsur mikro terpilih dapat mengurangi kandungan senyawa fitotoksik dalam tanah gambut yang digenangi. 3. Penurunan kandungan senyawa fitotoksik dalam tanah gambut akibat pemberian garam Natrium dan unsur mikro terpilih sampai takaran tertentu akan meningkatkan hasil padi.