ANALISIS ELEMEN-ELEMEN YANG MEMBENTUK EKUITAS

advertisement
ANALISIS ELEMEN-ELEMEN YANG MEMBENTUK
EKUITAS MEREK MINUMAN ISOTONIK CAIR:
STUDI KASUS MEREK POCARI SWEAT
SKRIPSI
Program Studi Manajemen
Nama : REINHARD MENDROFA
NIM : 03103-202
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS MERCU BUANA
JAKARTA
2008
ANALISIS ELEMEN-ELEMEN YANG MEMBENTUK
EKUITAS MEREK MINUMAN ISOTONIK CAIR:
STUDI KASUS MEREK POCARI SWEAT
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Gelar SARJANA EKONOMI
Program Studi Manajemen
N a m a : REINHARD MENDROFA
NIM
: 03103-202
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS MERCU BUANA
JAKARTA
2008
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
Nama
: Reinhard Mendrofa
NIM
: 03103-202
Program Studi
: Ekonomi/Manajemen
Judul Skripsi
: Analisis Elemen-elemen yang Membentuk Ekuitas
Merek Minuman Isotonik Cair: Studi Kasus Merek
Pocari Sweat
Tanggal Ujian Skripsi : 4 September 2008
Disahkan Oleh :
Pembimbing ,
( Dra. Yuli Harwani, MM )
Tanggal :
Dekan,
(Drs. Hadri Mulya, M.Si)
Tanggal :
Ketua Program Studi Manajemen,
(Tafiprios, SE. MM)
Tanggal :
SKRIPSI
Analisis Elemen-elemen yang Membentuk
Ekuitas Merek Minuman Isotonik Cair:
Studi Kasus Merek Pocari Sweat
Dipersiapkan dan disusun oleh :
Nama
:
REINHARD MENDROFA
NIM
:
03103-202
Telah Dipertahankan di Depan Dewan Penguji Pada Tanggal 4 September 2008
Susunan Dewan Penguji
Ketua Penguji,
(Tafiprios, SE. MM)
Anggota Penguji I,
(Dra. Yuli Harwani, MM)
Anggota Penguji II,
(Lianah, SE. M.Com)
KATA PENGANTAR
Permulaan hikmat adalah takut akan TUHAN, semua orang yang
melakukannya berakal budi yang baik. Puji dan syukur penulis panjatkan kepada
Tuhan atas kasih setia dan rahmat yang tak habis-habisnya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat
dalam menyelesaikan pendidikan Program Sarjana (S1) Jurusan Manajemen,
Universitas Mercu Buana. Sesuai dengan judulnya, skripsi ini membahas
mengenai merek (brand). Merek (brand) telah menjadi bagian yang tidak terpisah
dari hidup manusia. Sejak bangun, beraktivitas, hingga istirahat, manusia hampir
selalu terlibat dengan merek. Setiap orang memiliki kegemaran terhadap merek
tertentu serta alasan unik yang melatarbelakanginya.
Dari pengamatan penulis terhadap beberapa skripsi koleksi perpustakaan
Universitas Mercu Buana yang mengangkat tema mengenai merek, penulis
menemukan bahwa selain jumlah yang terhitung masih sedikit, teori yang
digunakan pun bersifat parsial, hanya terbatas pada satu atau dua dari empat
elemen ekuitas merek David A. Aaker. Hal ini mendorong penulis untuk kembali
mengangkat tema tentang merek namun dengan pendekatan teori ekuitas merek
yang lebih komprehensif.
Penyelesaian skripsi ini tentu tidak terlepas dari doa dan dukungan berbagai
pihak. Dengan penuh ketulusan serta kerendahan hati penulis hendak
mengucapkan terima kasih kepada :
1.
Kedua orang tua yang saat ini telah berbahagia bersama Bapa di sorga, Mama
dan Bapak yang telah melahirkan dan merawatku hingga dewasa, terima
kasih atas segala cinta, doa, kesabaran dan motivasi yang kalian berikan
selama ini. Skripsi ini ananda dedikasikan khusus kepada kalian berdua.
2.
Abang-abangku : Ucok, Dede dan Marnix. Terima kasih atas kasih, dukungan
semangat dan bantuan kalian.
i
3.
Ibu Dra. Yuli Harwani, MM, selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan waktu dan tenaga serta pikirannya untuk membimbing penulis
dalam menyelesaikan skripsi.
4.
Bapak Endi Rekarti, S.E dan Bapak Tafiprios S.E, lewat kuliah yang sangat
menginspirasi penulis untuk mendalami ilmu pemasaran.
5.
Seluruh staf pengajar dan administrasi Fakultas Ekonomi Universitas Mercu
Buana, yang telah memberikan ilmu serta bantuan yang bermanfaat selama
kuliah hingga penyelesaian skripsi ini.
6.
Sahabatku Indah Rosdiana yang tiada jemu memberi semangat serta
membantu mengedarkan angket untuk skripsi ini.
7.
Kepada teman-teman kuliah serta berbagai pihak yang tidak dapat disebut
satu per satu.
Dengan tulus penulis mengakui bahwa skripsi ini belum sempurna. Oleh
karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran membangun guna
perbaikan skripsi ini pada penelitian selanjutnya. Semoga materi dan hasil
penelitian dalam skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.
Semoga Tuhan memberkati kita semua.
Jakarta, Agustus 2008
Penulis
Reinhard Mendrofa
ii
DAFTAR ISI
Halaman :
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR .........................................................................................
i
DAFTAR ISI ........................................................................................................
iii
DAFTAR TABEL.................................................................................................
vii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................
viii
DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................
ix
BAB I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian ............................................................
1
B. Perumusan Masalah ......................................................................
7
C.
Pembatasan Masalah.....................................................................
7
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ..................................................
8
BAB II. LANDASAN TEORI
A. Pengertian Merek ........................................................................
10
B. Manfaat Merek .....................................................................
13
C. Pengertian Ekuitas Merek ......................................................
15
iii
D. Manfaat Ekuitas Merek .................................................................
18
E. Berbagai Metode Pengukuran Ekuitas Merek (Brand Equity)......
20
1. Brand Asset Valuator (BAV)
2. EquiTrend
................................................
25
..............................................................................
26
3. Model Ekuitas Merek Berbasis Konsumen
(Customer-Based Brand Equity/CBBE)
...............................
27
4. Pengukuran ekuitas merek di Indonesia
................................
29
...................................
32
1. Kesadaran Merek (Brand Awareness) .....................................
33
2. Asosiasi Merek (Brand Association) ......................................
36
3. Persepsi Kualitas (Perceived Quality) ....................................
38
4. Loyalitas Merek (Brand Loyalty) ...........................................
40
F. Ekuitas Merek menurut David A. Aaker
5. Aset-aset Merek Lainnya
(Other Proprietary Brand Assets) ...........................................
43
BAB III. METODE PENELITIAN
A. Gambaran Umum Perusahaan
....................................................
46
B. Metode Penelitian .......................................................................
50
C. Sampel Penelitian
50
......................................................................
D. Variabel Penelitian dan Pengukuran
.........................................
52
......................................................
52
F. Metode Analisa Data ..................................................................
53
E. Metode Pengumpulan Data
iv
1. Kesadaran Merek (Brand Awareness) ....................................
53
2. Asosiasi Merek (Brand Association) ......................................
53
3. Persepsi Kualitas (Perceived Quality) .....................................
55
4. Loyalitas Merek (Brand Loyalty) ...........................................
57
5. Aset-aset Merek Lainnya
(Other Proprietary Brand Assets) ..........................................
58
BAB IV. ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Profil Responden ...........................................................................
59
1. Responden Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia ...................
59
2. Responden Berdasarkan Pendidikan dan Pekerjaan ...............
61
3. Responden Berdasarkan Pengeluaran per Bulan ....................
63
B. Analisis Elemen-elemen Ekuitas Merek Pocari Sweat ..............
64
1. Kesadaran Merek (Brand Awareness) ...................................
64
a. Analisis Puncak Pikiran (Top of Mind/TOM) ...................
65
b. Analisis Pengingatan Kembali (Brand Recall) .................
66
c. Analisis Pengenalan Merek (Brand Recognition) .............
67
d. Tidak Menyadari Merek (Unaware Brand) ......................
68
e. Sumber Pengenalan Merek ................................................
69
f. Analisis Menyeluruh Kesadaran Merek
(Brand Awareness) ...........................................................
70
2. Asosiasi Merek (Brand Association) .....................................
73
v
3. Persepsi Kualitas (Perceived Quality) .....................................
a. Analisis Kuadran 1 : Underact
78
........................................
79
b. Analisis Kuadran 2 : Maintain Performance ......................
81
c. Analisis Kuadran 3 : Low Priority ....................................
85
d. Analisis Kuadran 4 : Overact .............................................
88
4. Analisis Loyalitas Merek (Brand Loyalty)
............................
90
a. Analisis Switcher ................................................................
91
b. Analisis Habitual Buyer ......................................................
92
c. Analisis Satisfied Buyer ......................................................
95
d. Analisis Liking the Brand ...................................................
97
e. Analisis Committed Buyer
98
.................................................
5. Analisis Other Proprietary Brand Assets ................................ 100
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ................................................................................... 101
B. Saran ............................................................................................. 103
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vi
DAFTAR TABEL
Halaman :
Tabel 3.1
Daftar Merek-merek Minuman Isotonik di Indonesia .....................
49
Tabel 3.2
Rentang Skala
................... ..........................................................
57
Tabel 4.1
Social&Economy Status (SES) .......................................................
64
Tabel 4.3
Top Brand Index (TBI) 2007 ........................................................
70
Tabel 4.4
Atribut Brand Association Pocari Sweat ......................................
74
Tabel 4.5
Brand Association Mizone
..........................................................
76
Tabel 4.6
Distribution Performance 2008 ....................................................
85
Tabel 4.7
Kesan dan Pengalaman Minuman Isotonik ..................................
88
Tabel 4.8
Indeks Kepuasan Pelanggan Indonesia (ICSA)
Tahun 2006 & 2007
..........................................................
vii
96
DAFTAR GAMBAR
Halaman :
Gambar 1.1
Piramida Ekuitas Merek Berbasis Konsumen/
Customer-Based Brand Equity (CBBE) .....................................
28
Gambar 1.2
Model Pengukuran TOP Brand
................................................
32
Gambar 1.3
Piramida Kesadaran Merek (Brand Awareness) .........................
34
Gambar 1.4
Piramida Loyalitas Merek (Brand Loyalty)
...............................
41
Gambar 1.5
Konsep Ekuitas Merek David A. Aaker .....................................
45
Gambar 3.1
Diagram Performance – Importance ..........................................
56
Gambar 4.1
Profil Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ...........................
60
Gambar 4.2
Profil Responden Berdasarkan Usia ...........................................
60
Gambar 4.3
Profil Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ...................
61
Gambar 4.4
Profil Responden Berdasarkan Tingkat Pekerjaan
....................
62
Gambar 4.5
Profil Responden Berdasarkan Tingkat
...............................................................
63
Pengeluaran per Bulan
Gambar 4.6
Hasil Pengukuran Top of Mind
..................................................
65
Gambar 4.7
Hasil Pengukuran Brand Recall . .................................................
67
Gambar 4.8
Hasil Pengukuran Brand Recognition ........................................
68
Gambar 4.9
Hasil Pengukuran Sumber Pengenalan Merek ............................
69
viii
Gambar 4.10 Diagram Performance-Importance ............................................
79
Gambar 4.11 Tempat Membeli .........................................................................
84
Gambar 4.12 Perilaku Pembelian .....................................................................
84
Gambar 4.13 Pengukuran Switcher ..................................................................
92
Gambar 4.14 Persepsi terhadap Harga Pocari Sweat .......................................
92
Gambar 4.15 Pengukuran Habitual Buyer
......................................................
93
Gambar 4.16 Pengukuran Frekuensi Pembelian ..............................................
94
Gambar 4.17 Pengukuran Alasan Mengkonsumsi ...........................................
95
Gambar 4.18 Pengukuran Satisfied Buyer ........................................................
96
Gambar 4.19 Pengukuran Liking the Brand .......................................................
98
Gambar 4.20 Pengukuran Committed Buyer ....................................................
99
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Angket Penelitian Minuman Isotonik Merek Pocari Sweat
Lampiran 2 Output Pengolahan Data Angket/Kuesioner
x
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Pemasaran adalah pertarungan persepsi, tidak lagi sekedar pertempuran
produk. Sebagian besar kesalahan pemasaran berasal dari asumsi bahwa produk
adalah tokoh sentral dalam program pemasaran dan produk yang lebih baik akan
memenangkan perang pemasaran. Padahal konsumen cenderung membeli merek,
bukan produk.
Lebih jauh, pemasaran pada dasarnya adalah usaha membangun merek di
benak konsumen, pemasaran adalah branding (Al Ries dan Laura Ries, 1999).
Apa pun yang dilakukan perusahaan memiliki kontribusi pada proses
pembangunan merek sehingga pemasaran tidak dapat lagi dipandang sebagai
sebuah fungsi yang terpisah.
Menurut Hermawan Kartajaya (2004), brand is everything. Sangat keliru
bila menganggap merek hanya sebagai sebuah nama, logo, atau simbol. Bagi
Hermawan, merek adalah value indicator, yaitu indikator yang menggambarkan
seberapa kokoh dan solidnya value yang ditawarkan produsen kepada pelanggan.
Dalam kondisi pasar yang sangat kompetitif seperti saat ini, preferensi dan
loyalitas pelanggan merupakan kunci kesuksesan. Terlebih pada kondisi dimana
masyarakat telah mengalami kebanjiran informasi (overcommunicated society),
1
2
dimana setiap hari kita dihadapkan pada ratusan pesan iklan, baik lewat televisi,
surat kabar, majalah, berbagai media luar ruang serta media alternatif lainnya.
Tren komoditasi produk juga terjadi di pasar, dimana kualitas sudah merupakan
standar yang dengan mudah ditiru oleh siapa saja. Simak saja, hampir tidak ada
pembeda yang signifikan antara suatu produk dengan produk lainnya. Bahan,
kandungan atau komponen hampir sama; desain,potongan, warna, rasa, dan
kemasan juga tidak banyak berbeda. Distribusi pun praktis menggunakan saluran
yang sama. Alhasil yang terjadi kemudian ialah perang harga untuk berebut
pelanggan, atau meminjam istilah W. Chan Kim dan Renée Mauborgne dalam
Blue Ocean Strategy (2005), kebanyakan produsen tercebur di “red ocean” yang
tengah diamuk oleh badai karena kompetisi yang amat ketat.
Membangun persepsi dapat dilakukan melalui jalur merek (Darmadi
Durianto et al, 2004). Mengapa orang lebih menyukai Coca Cola daripada Pepsi
Cola? Mengapa harga Toyota Avanza lebih mahal daripada Daihatsu Xenia,
kendati kedua produk tersebut identik? Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan
tersebut adalah merek (brand). Konsumen merasa lebih bergaya, bergengsi dan
bermartabat bila mengenakan merek yang dipandang bereputasi, atau dalam
bahasa pemasarannya disebut memiliki ekuitas merek yang tinggi. Disini
terungkap fakta betapa pentingnya merek di mata konsumen.
Merek yang kuat dan prestisius memiliki ekuitas merek yang tinggi.
Semakin tinggi ekuitas merek, maka semakin tinggi pula value yang diberikan
oleh merek baik kepada produsen maupun pelanggan. Semakin kuat ekuitas
3
merek suatu produk, semakin kuat daya tariknya untuk menggiring konsumen
mengonsumsi produk tersebut, yang selanjutnya akan mengantar perusahaan
meraih keuntungan jangka panjang. Alhasil merek dapat menjadi motor bagi
suksesnya penjualan melalui pembelian ulang (repeat buying) serta aset tak
berwujud (intangible asset) yang bisa memberikan pendapatan potensial di masa
mendatang.
Namun tidaklah
mudah untuk membangun ekuitas merek yang kuat.
Dibutuhkan strategi bauran pemasaran yang baik dengan komitmen dari
pemangku kepentingan (share holders), manajemen puncak, serta konsistensi
pelaksanaan program komunikasi pemasaran. Selain itu dibutuhkan waktu yang
lama serta brand experience yang mengesankan, mengingat pelanggan masa kini
adalah pelanggan yang sangat penuntut (demanding) dan berkiblat pada nilai
(value oriented).
Salah satu konsep ekuitas merek yang sangat terkenal dan banyak dikutip
dalam pemasaran adalah konsep dari David A. Aaker (1991) yang menyatakan
bahwa ekuitas merek adalah serangkaian aset dan kewajiban (liabilities) merek
yang terkait dengan sebuah merek, nama dan simbolnya, yang menambah atau
mengurangi nilai yang diberikan sebuah produk atau jasa kepada perusahaan
dan/atau pelanggan perusahaan tersebut. Definisi Aaker menyiratkan bahwa
ekuitas
merek
bisa
bernilai
bagi
perusahaan
dan
konsumen.
Aaker
mengklasifikasikan elemen-elemen ekuitas merek kedalam lima kategori :
loyalitas merek (brand loyalty), kesadaran merek (brand awareness), asosiasi
4
merek (brand associations), persepsi kualitas (perceived quality), dan aset merek
lainnya (other proprietary brand assets).
Definisi serta elemen ekuitas merek versi Aaker memiliki keunggulan yakni
mengintegrasikan
dimensi
sikap
dan
perilaku,
sementara
kebanyakan
operasionalisasi teori ekuitas merek yang lain hanya berfokus pada salah satu
diantara dimensi persepsi konsumen dan dimensi perilaku konsumen.
Kategori produk yang mengalami booming serta ramai diperbincangkan
oleh pengamat pemasaran dalam kurun waktu dua tahun terakhir ini ialah
minuman isotonik. Meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya
kesehatan menciptakan pasar baru yang mengundang sejumlah pemain baru
merangsek masuk ke pasar ini. Mengutip pernyataan Simon Jonathan, CEO
Brandmaker, tren healthy food mulai tampak sekitar lima tahun belakangan.
Melihat peluang ini maka beragam kategori baru produk healthy food hadir di
pasar seperti minuman isotonik, susu berkalsium tinggi, makanan dan minuman
bagi penderita diabetes, minuman teh hijau serta suplemen makanan lainnya.
Menurut data AC Nielsen, pertumbuhan sejumlah produk kesehatan selama kurun
waktu 2005-2006 mencapai diatas dua digit (SWA Sembada, Agustus 2007).
Pasar minuman isotonik mengalami pertumbuhan yang signifikan yaitu
sekitar 40% dalam 7-8 tahun terakhir, jauh diatas pertumbuhan rata-rata kategori
produk minuman energi dan minuman kesehatan sebesar 28,6% per tahun (SWA
Sembada, Agustus 2006). Pada tahun 2005 total market size bisnis minuman
isotonik diperkirakan mencapai Rp 700-800 miliar, sedangkan pada tahun 2006
5
mencapai Rp 1,2 triliun. Pertumbuhan kategori ini jauh melampaui pertumbuhan
pasar minuman energy drink yang relatif stagnan sekitar 5%. Tak heran pasar
minuman isotonik dinilai telah menggerogoti pasar energy drink.
Pocari Sweat adalah merek pionir dalam kategori minuman isotonik. Sejak
diluncurkan pertama kali pada tahun 1989, merek ini sukses mengedukasi pasar
dan memetik hasilnya sebagai penguasa terbesar di pasar minuman isotonik ini.
Namun ibarat pepatah lama, ada gula ada semut, pasar yang terus bertumbuh ini
dilihat oleh para pebisnis lain sebagai peluang bagus yang bisa dimasuki
khususnya pada segmen-segmen yang tidak terlayani oleh Pocari Sweat. Para
pemain baru pun beramai-ramai memasuki bisnis minuman isotonik ini, antara
lain Mizone (Aqua Danone), Vitazone (Mayora), Powerade (Coca Cola
Company), ProSweat (ABC Heinz), Powerade (Coca-Cola), Gatorade (Pepsi
Cola), X-ion (Dankos Laboratories), Optima Sweat (Sinar Mas Group), Zporto
(Triusaha Mitraraharja), Kino Sweat (Kino Group), Viton (Tempo Scan), , serta
beberapa pemain lain yang hanya menggarap pasar daerah.
Merek yang memiliki ekuitas merek yang tinggi harus terus dijaga dan
dikelola karena merek, seperti halnya aset tak berwujud (intangible asset) pada
umumnya, bersifat dinamis dan sangat rapuh (vulnerable). Nilai ekuitas merek
tergantung pada upaya membangun merek (brand building efforts), karenanya
nilai ekuitas merek mengalami pasang-surut dari waktu ke waktu tergantung pada
upaya yang dilakukan oleh perusahaan (produsen).
6
Pada akhir tahun 2006, Mizone sebagai pemain nomor dua di kategori
minuman isotonik dibawah Pocari Sweat sempat mengalami krisis serius karena
terjegal isu bahan pengawet sehingga produk minuman ini sempat ditarik dari
peredaran. Ditengah gencarnya tuduhan penggunaan bahan pengawet terhadap
Mizone, para pesaing beramai-ramai memanfaatkan peluang tersebut dengan
mengail di air keruh, seperti dilakukan oleh Vitazone yang mengklaim bebas
bahan pengawet. Isu bahan pengawet ini cukup berpengaruh pada kinerja
penjualan Mizone. Data sebuah badan riset terpercaya merekam selama beberapa
bulan Mizone sempat missing sales di modern market. Berbekal strategi
pemasaran yang matang yakni dengan tindakan penarikan produk dari pasar yang
diikuti oleh relabelling serta didukung kegiatan komunikasi yang agresif untuk
meng-counter isu, Mizone berupaya memulihkan brand image-nya.
Sedemikian penting peran ekuitas merek sebagai landasan dalam
menentukan strategi pemasaran sehingga ekuitas merek perlu memperoleh
pengkajian yang mendalam. Pengetahuan mengenai elemen-elemen ekuitas merek
serta pengukurannya sangat diperlukan untuk menyusun langkah strategis dalam
meningkatkan eksistensi merek yang akhirnya dapat meningkatkan profitabilitas
perusahaan. Dengan menggunakan metode statistik, unsur-unsur ekuitas sebuah
merek bisa diukur nilainya. Pengetahuan terhadap kekuatan/kelemahan merek
melalui kegiatan riset mampu memberi gambaran dari waktu ke waktu terhadap
keberhasilan/kegagalan
strategi
pemasaran
suatu
perusahaan
dalam
7
mengembangkan, memperkuat, mempertahankan, dan mengelola kelangsungan
hidup suatu perusahaan.
Mencermati persaingan yang sangat ketat diantara produsen minuman
isotonik ini serta menyadari pentingnya riset mengenai ekuitas merek seperti
diuraikan di atas mendorong penulis untuk melakukan penelitian dengan judul
“Analisis Elemen-elemen yang Membentuk Ekuitas Merek Minuman Isotonik
Cair: Studi Kasus Merek Pocari Sweat”.
B. Perumusan Masalah
Pokok masalah dalam penelitian ini adalah : “bagaimana kekuatan elemenelemen ekuitas merek produk minuman kategori isotonik cair dalam menciptakan
nilai bagi pelanggan dan perusahaan?”
C. Pembatasan Masalah
Produk minuman isotonik dapat dijumpai dalam wujud cair dan non-cair
(serbuk), juga dalam berbagai bentuk kemasan seperti kaleng, botol kaca, PET
serta sachet. Mempertimbangkan keterbatasan sumber daya yang dimiliki oleh
penulis, maka penulis membatasi obyek penelitian hanya pada merek kategori
produk minuman isotonik cair yaitu merek Pocari Sweat (kaleng dan botol PET).
Landasan pemilihan merek Pocari Sweat adalah karena merek ini
merupakan penguasa pangsa pasar (market share) terbesar yaitu sebesar 70%
8
(sumber:
MARKETING
No.06/Juni
2007).
Pembatasan
tersebut
akan
berpengaruh pada perancangan kedalaman informasi yang dicerminkan dalam
perangkat pengambilan data serta alat analisis yang dibutuhkan.
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengukur dan membandingkan
kemampuan setiap variabel merek pada produk minuman kategori isotonik cair,
dengan pembatasan obyek penelitian pada merek Pocari Sweat, mengacu pada
konsep brand equity yang dikembangkan oleh David A. Aaker.
Penulis berharap agar hasil penelitian ini kelak dapat berguna untuk:
1. Mengetahui persepsi konsumen terhadap setiap elemen ekuitas merek
minuman kategori isotonik, dengan studi kasus pada merek Pocari Sweat.
2. Mengetahui atribut produk yang menjadi kekuatan maupun kelemahan setiap
merek minuman isotonik dalam usaha membangun ekuitas merek.
3. Memahami perilaku konsumen terhadap merek-merek produk minuman
isotonik cair.
4. Dapat digunakan sebagai acuan (benchmark) terhadap pemimpin pasar
(market leader) maupun pesaing lain.
5. Sebagai masukan bagi perusahaan dalam perancangan strategi pemasaran,
termasuk strategi merek, manajemen portofolio merek dan keunggulan
bersaing.
6. Sebagai informasi guna penelitian lebih lanjut.
BAB II
LANDASAN TEORI
A.Pengertian Merek
Praktik branding telah berlangsung berabad-abad. Kata "brand" dalam
bahasa Inggris berasal dari kata "brandr" dalam bahasa Old Norse, yang berarti "to
burn", merujuk bahwa saat itu peternak berusaha mengidentifikasi ternak
miliknya.
Menurut UU Merek Nomor 15 Tahun 2001 pasal 1 ayat 1, merek adalah
tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna,
atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan
digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.
Definisi tersebut memiliki kesamaan dengan definisi menurut American
Marketing Association seperti dikutip dalam Fandy Tjiptono (2005) yang
menekankan peranan merek sebagai identifier dan differentiator, yakni merek
adalah nama, istilah, tanda, simbol atau rancangan atau kombinasi dari hal-hal
tersebut yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa yang
dihasilkan seorang
atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari
produk pesaing.
Merek sebenarnya merupakan janji pemasar untuk secara konsisten
memberikan feature, manfaat dan jasa tertentu kepada pembeli. Janji merek adalah
visi pemasar menjadi apa seharusnya merek itu dan apa yang dilakukannya
9
10
terhadap konsumen. Merek-merek terbaik memberikan jaminan kualitas. Tetapi
merek lebih dari sekedar simbol. Menurut Kotler (1997) terdapat enam tingkat
pengertian merek dimana pemasar harus menentukan pada tingkat mana akan
menanamkan identitas merek :
1.
Atribut, yaitu merek mengingatkan pada atribut- atribut tertentu.
2.
Manfaat, yaitu suatu merek lebih daripada serangkaian atribut. Pelanggan
tidak membeli atribut, merek membeli manfaat. Atribut diperlukan untuk
diterjemahkan menjadi manfaat fungsional ataupun emosional.
3.
Nilai, yaitu merek juga menyatakan sesuatu tentang nilai produsen.
4.
Budaya, yaitu merek juga mewakili budaya tertentu.
5.
Kepribadian, yaitu merek mencerminkan kepribadian tertentu.
6.
Pemakai, yaitu merek menunjuk jenis konsumen yang membeli atau
menggunakan produk tersebut.
Bagi Keller (2003) suatu merek adalah sebuah produk namun mampu
memberi dimensi tambahan yang secara unik membedakannya dari produk-produk
lain yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan yang serupa. Perbedaan tersebut
bisa bersifat rasional dan berwujud (tangible) - terkait dengan kinerja produk dari
merek bersangkutan - maupun simbolik, emosional dan tak berwujud (intangible)
– berkenaan dengan representasi merek.
Fandy Tjiptono (2005) menyatakan pada hakikatnya merek merupakan
pengidentifikasi (identifier), dalam kontruksi apapun yang dipilih pemiliknya,
11
misalnya logo, simbol, nama, karakter dan sebagainya, yang terdiri atas dua
elemen pokok yaitu :
1. Produk atau market offering yang direpresentasikannya, dan
2. komunikasi tawaran dan janji merek bersangkutan.
Manajemen kedua elemen ini secara efektif sangat krusial dalam mendukung
kelanggengan relasi antara merek bersangkutan dan pasar secara keseluruhan.
Sedangkan bagi MarkPlus&Co (Hermawan Kartajaya, 2004) merek tidak
sekedar sebuah nama, logo atau simbol. Merek adalah payung yang
merepresentasikan produk atau layanan. Hermawan Kartajaya mendefinisikan
merek
sebagai
menggambarkan
indikator
seberapa
nilai
(value
kokoh
dan
indicator),
yaitu
indikator
yang
solidnya
nilai
(value)
yang
perusahaan/produsen tawarkan kepada pelanggan. Merek sebagai salah satu
elemen dari segitiga positioning-diferensiasi-merek/brand (PDB) yang berperan
sangat penting dan strategis bagi perusahaan karena berfungsi pedoman dalam
menjalankan segala aktivitas perusahaan. Merek merupakan hasil (resultan) dari
seberapa mampu produsen merealisasikan positioning produk, merek dan
perusahaan dengan diferensiasi yang kokoh.
12
B. Manfaat Merek
Sejak berakhirnya Perang Dunia II terjadi ledakan besar dalam pemanfaatan
merek di dunia barat. Didorong oleh jatuhnya komunisme, kemajuan dalam
teknologi transportasi dan komunikasi, serta ditemukannya teknologi internet yang
memudahkan pertukaran informasi menjadikan perusahaan semakin sadar
terhadap manfaat merek.
Merek bermanfaat bagi produsen maupun konsumen. Bagi konsumen Keller
(2003) mengemukakan tujuh manfaat pokok merek yaitu sebagai identifikasi
sumber/penghasil produk yang memudahkan proses pengambilan keputusan
pembelian oleh konsumen, penetapan tanggung jawab pada produsen atau
distributor tertentu, pengurang resiko, penekan biaya pencarian (search cost)
internal dan eksternal, janji atau ikatan khusus antara konsumen dengan produsen,
alat simbolis yang memproyeksikan citra diri, dan sinyal kualitas. Melalui
identifikasi dan atribut merek konsumen dapat memiliki persepsi dan pengalaman
yang berbeda kendati terhadap produk yang sama dan identik.
Bagi Kapferer seperti dikutip dalam Fandy Tjiptono (2005), fungsi potensial
dari merek bagi konsumen meliputi :
1. Identifikasi (identification): bisa dilihat dengan jelas, memberikan makna bagi
produk, mudah mengidentifikasi produk yang dibutuhkan atau dicari.
2. Praktikal (practicality) : mampu menghemat
pembelian ulang dan loyalitas.
waktu dan energi melalui
13
3. Jaminan (guarantee) : memberikan jaminan untuk memperoleh kualitas sama
sekalipun pembelian dilakukan pada waktu dan tempat yang berbeda.
4. Optimalisasi (optimization) : memberikan kepastian bahwa konsumen telah
membeli produk yang terbaik di kategorinya dan terbaik pada tujuan spesifik
produknya.
5. Perwujudan karakter (characterization): memperoleh konfirmasi atas citra diri
maupun citra yang ditampilkan pada orang lain.
6. Keterlanjutan (continuity) : kepuasan konsumen terwujud lewat familiaritas
dan keintiman (intimacy) terhadap merek yang telah digunakan ataupun
dikonsumsi selama bertahun-tahun.
7. Hedonistik (hedonistic) : kepuasan yang terkait terhadap daya tarik merek,
logo serta komunikasinya.
8. Etis (ethic) : kepuasan berkaitan dengan perilaku yang bertanggung jawab dari
merek terhadap hubungannya dengan masyarakat.
Sedangkan bagi produsen (Keller, 2003), merek dapat memberi manfaat
antara lain :
1. Sarana identifikasi untuk memudahkan proses penanganan atau pelacakan
produk bagi perusahaan, terutama dalam pengorganisasian persediaan dan
akuntansi.
2. Bentuk proteksi hukum terhadap fitur atau aspek produk yang unik. Merek
bisa mendapatkan perlindungan properti intelektual seperti perlindungan
14
merek dagang terdaftar (registered trademarks), hak paten, hak cipta
(copyrights) serta karya intelektual lainnya.
3. Sinyal tingkat kualitas bagi para pelanggan yang puas, sehingga mereka bisa
dengan mudah memilih dan membeli lagi pada masa mendatang. Loyalitas
merek seperti ini dapat menghasilkan jaminan permintaan konsumen bagi
produsen sekaligus menciptakan hambatan masuk bagi pesaing lain untuk
memasuki pasar.
4. Sarana menciptakan asosiasi dan makna unik yang membedakan produk dari
para pesaing.
5. Sumber keunggulan kompetitif terutama melalui perlindungan hukum,
loyalitas pelanggan, dan citra unik yang terbentuk dalam benak konsumen.
6. Sumber financial returns, terutama menyangkut pendapatan masa datang.
C. Pengertian Ekuitas Merek
Salah satu konsep pemasaran yang terkenal dan dianggap penting muncul
pada tahun 1980-an adalah konsep ekuitas merek (brand equity). Ekuitas merek
didefinisikan sebagai nilai tambah yang diberikan pada produk dan jasa. Nilai ini
bisa dicerminkan dalam cara konsumen berpikir, merasa dan bertindak terhadap
merek, harga, pangsa pasar dan profitabilitas yang dimiliki perusahaan. Ekuitas
merek merupakan aset tak berwujud yang penting yang memiliki nilai psikologis
dan keuangan bagi perusahaan.
15
Konsep ekuitas merek yang kemudian cukup populer dan banyak dikutip
adalah konsep dari David A. Aaker (1991) yang menyatakan bahwa ekuitas merek
ialah serangkaian aset dan kewajiban (liabilities) merek yang terkait dengan
sebuah merek, nama dan simbolnya, yang menambah atau mengurangi nilai yang
diberikan sebuah produk atau jasa kepada perusahaan dan/atau pelanggan
perusahaan tersebut. Definisi Aaker menyiratkan bahwa ekuitas merek bisa
bernilai bagi perusahaan dan konsumen. Aaker
mengklasifikasikan elemen-
elemen ekuitas merek kedalam lima kategori : loyalitas merek (brand loyalty),
kesadaran
merek (brand awareness), asosiasi merek (brand associations),
persepsi kualitas (perceived quality), dan aset merek lainnya (other proprietary
brand assets).
Konsep ekuitas merek Aaker diakui oleh Hermawan Kartajaya sebagai
paling sederhana dan komprehensif. Lebih jauh, definisi serta elemen ekuitas
merek versi Aaker memiliki keunggulan yakni mengintegrasikan dimensi sikap
dan perilaku sementara kebanyakan operasionalisasi ekuitas merek hanya berfokus
pada salah satu diantara dimensi persepsi konsumen dan dimensi perilaku
konsumen.
Tidak semua ahli pemasaran menggunakan istilah ekuitas merek untuk
menyatakan peranan merek dan aset yang terdapat dalam merek. Al Ries (1999)
menggunakan istilah kekuatan merek, sedangkan Scott Davis memakai istilah aset
merek (brand asset).
16
Secara garis besar terdapat tiga teori yang banyak dipakai terkait istilah
ekuitas merek (brand equity) yaitu ekuitas merek yang dikaitkan dengan nilai uang
(financial value), perluasan merek (brand extension), dan ekuitas merek yang
diukur dari perspektif pelanggan (Freddy Rangkuti, 2002).
Konsep ekuitas merek ini menjadikan merek berperan semakin penting
dalam strategi pemasaran serta menjadi fokus bagi kepentingan manajerial
perusahaan dan penelitian. Namun karena keragaman dalam konsep dan metode
pengukurannya kemudian menimbulkan kebingungan terhadap konsep ini. Semua
ahli sepakat bahwa konsep ini berbicara tentang nilai sebuah merek sebagai aset,
namun masih silang pendapat mengenai bagaimana mengukur nilai tersebut.
Mengenai konsep dan pengukuran ekuitas merek yang beragam, ada dua
kesan terhadap metode yang dipakai dalam survei selama ini. Pertama, masih
terdapat perbedaan perspektif diantara para ahli. Kedua, metode yang dipakai
terkesan rumit (Bilson Simamora, 2002). Keller kemudian menyimpulkan bahwa
tidak ada suatu pandangan yang paling benar tentang bagaimana konsep dan
pengukuran ekuitas merek ini.
17
D. Manfaat Ekuitas Merek
Menurut Aaker, ekuitas merek memberikan nilai (value) baik kepada
pelanggan(konsumen) dan perusahaan(produsen/pemilik merek). Bagi konsumen,
ekuitas merek dapat menciptakan nilai seperti berikut:
1. Aset ekuitas merek membantu konsumen dalam menafsirkan, memproses, dan
menyimpan informasi dalam jumlah besar mengenai produk dan merek.
2. Ekuitas merek memberi rasa percaya diri kepada konsumen dalam mengambil
keputusan pembelian, baik karena pengalaman masa lalu dalam menggunakan
maupun kedekatan dengan merek dan aneka karakteristiknya.
3. Persepsi kualitas dan asosiasi merek bisa menguatkan kepuasan konsumen
dengan pengalaman menggunakannya.
Sedangkan bagi perusahaan, sebagai produsen dan pemilik merek, ekuitas
merek dapat menciptakan nilai melalui enam cara:
1. Ekuitas merek dapat menguatkan program menarik/akuisisi konsumen baru
atau merangkul konsumen lama. Artinya, promosi akan berjalan lebih efektif
bila mereknya sudah dikenal. Dibutuhkan perjuangan lebih berat untuk
mempromosikan merek yang belum dikenal oleh khalayak.
2. Ekuitas merek dapat menguatkan loyalitas merek dan bahkan fanatisme
pelanggan. Kesan kualitas, asosiasi dan nama yang terkenal bisa memberikan
alasan untuk membeli dan mempegaruhi kepuasan pelanggan.
18
3. Ekuitas merek memungkinkan margin yang lebih tinggi karena perusahaan
bisa mendapatkan harga optimum (premium price) dan bisa mengurangi
ketergantungan promosi.
4. Ekuitas merek memberikan landasan untuk pertumbuhan melalui perluasan
merek (brand extension). Merek yang memiliki ekuitas merek positif akan
lebih bisa diterima untuk perluasan merek baru.
5. Ekuitas merek dapat memberi dorongan dalam saluran distribusi. Artinya
pedagang tidak ragu-ragu dengan merek yang telah teruji dan telah
memperoleh pengakuan.
6. Ekuitas merek memberi keunggulan kompetitif. Sebuah asosiasi mungkin
menempati posisi terdepan karena memiliki atribut yang penting untuk segmen
tersebut dan sulit ditiru oleh pesaing.
Beberapa manfaat lain dari ekuitas merek yang dirangkum oleh Keller
(2002) sebagai berikut :
1. Peningkatan persepsi kinerja produk.
2. Loyalitas lebih besar.
3. Lebih sedikit kerentanan terhadap aksi pemasaran pesaing.
4. Lebih sedikit kerentanan terhadap krisis pemasaran.
5. Marjin lebih besar.
6. Lebih kakunya tanggapan konsumen terhadap kenaikan harga.
7. Lebih elastisnya tangggapan konsumen terhadap penurunan harga.
8. Lebih besarnya kerjasama dan dukungan perdagangan.
19
9. Meningkatnya efektivitas komunikasi pemasaran.
10. Kemungkinan adanya peluang untuk memberi lisensi.
11. Peluang untuk memperluas merek tambahan.
E. Berbagai Metode Pengukuran Ekuitas Merek (Brand Equity)
Ekuitas merek perlu dibedakan dari valuasi merek, yang merupakan
pekerjaan mengestimasi nilai keuangan total dari merek itu. Mengukur ekuitas
merek dirasakan penting karena berbagai alasan berikut :
1. Hasil pengukuran tersebut bisa digunakan sebagai benchmark terhadap
pemimpin pasar maupun terhadap pesaing yang lain.
2. Hasil pengukuran tersebut juga bisa dimanfaatkan sebagai petunjuk dalam
penyusunan strategi merek. Bila perusahaan melakukan penelusuran (tracking)
terhadap posisi merek dari waktu ke waktu, maka hasil penelusuran tersebut
bisa digunakan sebagai acuan untuk penyusunan program promosi, layanan,
atau pengembangan saluran distribusi.
3. Pengukuran terhadap ekuitas merek juga akan membantu perusahaan dalam
menjalankan manajemen portofolio merek.
Idealnya, untuk mengukur ekuitas merek, dapat disajikan dalam sebuah
indeks ekuitas merek yang merupakan hasil kalkulasi dan merangkum tingkat
kesehatan suatu merek. Namun seperti dijelaskan di depan, ekuitas merek
merupakan konsep yang multidimensional dan sangat kompleks sehingga
dibutuhkan beragam alat dan metode pengukuran. Semakin beragam alat dan
20
metode pengukuran yang digunakan maka akan menambah keakuratan riset
pemasaran sehingga para manajer merek akan memiliki pemahaman yang lebih
luas dan akurat tentang apa dan mengapa - yang terjadi dengan mereknya.
Feldwick seperti dikutip dalam Fandy Tjiptono (2005), mengelompokkan
berbagai konsep ekuitas merek ke dalam tiga kategori berikut :
1. Brand Valuation atau Brand Value
Yaitu nilai total sebuah merek sebagai aset terpisah. Kebutuhan terhadap
penilaian merek dalam konteks ini biasanya dipicu oleh dua situasi utama
yakni:
a. Penentuan harga saat sebuah merek dijual
b. Penentuan nilai merek sebagai aset tak berwujud (intangible) dalam
laporan neraca perusahaan.
Sejauh ini cukup banyak berkembang metode brand valuation salah satu
diantaranya oleh Interbrand. Kendati demikian penggunaan konsep brand
valuation sebagai indikator brand strength, brand health, atau kinerja merek
memiliki sejumlah kelemahan. Pertama, ada perbedaan signifikan antara
penilaian obyektif untuk keperluan penyusunan neraca perusahaan dan harga
aktual yang bisa dicapai sebuah merek dalam transaksi penjualan riil. Kedua,
nlai sebuah merek berbeda-beda bagi pembeli yang berlainan. Ketiga, tidak
ada nilai absolut untuk sebuah merek. Bila dijual, sebuah merek sangat
bergantung pada siapa dan apa motivasi dibalik jual beli merek tersebut.
Keempat, pemisahaan aset bukanlah hal sederhana.
21
2. Brand Strength atau brand loyalty
Yaitu pengukuran menyangkut seberapa kuat konsumen "terikat" dengan
merek tertentu. Ukuran ini sekaligus merefleksikan permintaan relatif
konsumen terhadap sebuah merek. Terdapat beberapa metode berbasis
harga/permintaan, berbasis perilaku, sikap (attitude) dan awareness/salience.
3. Brand image atau brand description
Yakni deskripsi tentang asosiasi dan keyakinan konsumen terhadap merek
tertentu. Sejumlah teknik kuantitatif dan kualitatif telah dikembangkan untuk
membantu mengungkap persepsi dan asosiasi konsumen terhadap sebuah
merek tertentu, diantaranya multi dimensional scaling, projection techniques,
dan sebagainya.
Menurut Feldwick, brand value lebih mencerminkan situasi transaksi bisnis aktual
atau dugaaan/rekaan, sementara brand strength dan brand description kerap
disebut sebagai consumer brand equity untuk membedakannya dengan makna
ekuitas merek (brand equity) sebagai penilaian aset. Kendati demikian, ketiga
makna tersebut tidak saling terpisah melainkan berkaitan erat.
Kevin Lane Keller (2002) mengkategorikan metode pengukuran ekuitas
merek kedalam dua metode utama yaitu :
1.
Metode Komparatif (comparative methods)
Metode ini menggunakan eksperimen terhadap sikap dan perilaku konsumen
terhadap suatu merek dengan mengukur pengaruh/akibat yang ditimbulkan
22
oleh tingkat kesadaran (merek) yang tinggi dan kuat, disukai, serta asosiasi
merek yang unik. Termasuk dalam kategori metode ini ialah :
a. Pendekatan perbandingan berdasarkan merek (Brand-based comparative
approaches) : metode ini mengukur respon konsumen terhadap
perubahan-perubahan yang sengaja dilakukan dalam pengidentifikasian
merek, biasanya dengan membandingkan dengan merek lain/pesaing.
b. Pendekatan perbandingan berdasarkan pemasaran (Marketing-based
comparative approach) : metode ini mengukur respon konsumen terhadap
perubahan-perubahan dalam elemen program pemasaran, juga dengan
membandingkan dengan merek lain/pesaing.
2.
Metode Holistik (holistic methods)
Metode ini mencoba menyajikan suatu nilai terhadap suatu merek baik secara
abstrak maupun konkret secara finansial. Termasuk kedalam metode ini
adalah :
a. Pendekatan residual (residual approach) : menghitung nilai sebuah merek
dengan cara mengurangi pilihan-pilihan konsumen terhadap suatu merek
berdasar pada atribut fisik produk dari pilihan merek secara keseluruhan.
b. Pendekatan penaksiran (valuation approach) : memberikan suatu nilai
harga (uang) pada suatu merek demi kepentingan akuntansi, merjer,
akuisisi, dan kepentingan lainnya.
23
Salah satu metode pengukuran yang terkenal sesuai dengan pendekatan
ini ialah metode yang dikembangkan oleh Interbrand. Perusahaan konsultan
branding yang berlokasi di Inggris ini mengembangkan metodenya sendiri
dengan menggabungkan aspek pemasaran, keuangan dan hukum, serta
mengikuti konsep baku akuntansi, sehingga mampu memberikan penilaian
secara berkala serta konsisten. Metode Interbrand menghitung nilai merek
berdasarkan pendapatan merek (brand earnings) dan kekuatan merek (brand
strength). Untuk menilai kekuatan merek, Interbrand menggunakan tujuh
faktor, yaitu :
a. Kepemimpinan pasar (leadership) , yaitu kemampuan sebuah merek
dalam mempengaruhi pasarnya dan menjadi kekuatan utama dengan
proporsi market share yang besar sehingga mampu mempengaruhi harga,
distribusi dan menahan dari serangan pesaing.
b. Stabilitas, yaitu kemampuan merek bertahan dalam kurun waktu yang
panjang sebagai merek yang setia digunakan oleh konsumen.
c. Pasar, struktur dan lingkungan bisnis termasuk didalamnya prospek
pertumbuhan dan hambatan masuk.
d. Sebaran geografis, kemampuan merek untuk menembus batasan geografi
dan budaya.
e. Tren, yakni kecenderungan di masa depan dan kemampuan merek menjadi
merek untuk tetap kontemporer dan relevan bagi konsumen.
24
f. Dukungan, yaitu jumlah dukungan dan konsistensi aktivitas komunikasi
dan pemasaran.
g. Perlindungan, yaitu kekuatan dan jangkauan perlindungan merek secara
hukum penting bagi kekuatan merek.
Keunggulan utama metode ini ialah metode dapat digeneralisasikan
dan diaplikasikan pada beragam merek atau produk. Hasil penilaian dan
pemeringkatan merek-merek internasional oleh Interbrand diumumkan
dalam majalah BusinessWeek setiap tahun.
Selain kategori metode pengukuran di atas, terdapat beberapa metode/model
pengukuran ekuitas merek yang telah mapan dan dikenal luas yaitu :
1.
Brand Asset Valuator (BAV)
Agen
periklanan
global
ternama,
Young
&
Rubicam
(Y&R)
mengembangkan satu model ekuitas merek yang disebut Brand Asset
Valuator (BAV). Berdasar riset terhadap hampir 200 ribu konsumen di 40
negara, BAV menyajikan ukuran komparatif ekuitas merek dari ribuan merek
dalam ratusan kategori berbeda.
Terdapat empat komponen penting dari
kesehatan suatu merek dalam BAV yang kemudian disebut sebagai "empat
pilar", yakni:
a. Diferensiasi (differentiation), yaitu ukuran seberapa berbeda suatu merek
dibanding merek lainnya.
b. Relevansi (relevance), yaitu relevansi merek dengan konsumen.
25
c. Kebanggaan (esteem), ukuran tentang apakah merek memperoleh
penghargaan yang tinggi dan dianggap sebagai yang terbaik di kelasnya.
d. Pengetahuan (knowledge), yaitu ukuran tentang seberapa dekat dan akrab
konsumen dengan merek.
Keunggulan utama dari model BAV ini adalah dapat menyajikan profil
lengkap dari suatu merek. Metode ini juga menyajikan peta merek (brand
landscape) dimana pemasar dapat mengetahui posisi relatif merek mereka
terhadap merek pesaing di pasar.
2.
EquiTrend
Total
Research,
sebuah
perusahaan
layanan
riset
di
Amerika,
mengembangkan metode pengukuran ekuitas merek yang dinamakan
EquiTrend. Sama seperti Y&R, perusahaan ini juga menyimpan metode
operasionalnya sebagai rahasia dapur perusahaan. Hasilnya memang
dipaparkan, namun tidak dijelaskan bagaimana hasil itu diperoleh (Bilson
Simamora, 2002). Mereka hanya mengekspos komponen-komponen yang
diukur, yaitu :
a. Salience, yaitu persentase responden yang memiliki opini tentang merek.
b. Perceived Quality. Ini merupakan inti EquiTrend yang didalamnya
tercermin kesukaan terhadap merek, kepercayaan, kebanggaan dan
keinginan untuk merekomendasikan merek.
c. Kepuasan pemakai merek.
26
3. Model Ekuitas Merek Berbasis Konsumen (Customer-Based Brand
Equity/CBBE)
Model yang dikembangkan oleh Kevin Lane Keller, seorang profesor
pemasaran dari Amerika Serikat, lebih berfokus pada perspektif perilaku
konsumen. Asumsi pokok model ini adalah bahwa kekuatan sebuah merek
terletak pada apa yang dipelajari, dirasakan, dilihat dan didengarkan
konsumen tentang merek tersebut sebagai hasil dari pengalaman sepanjang
waktu. Menurutnya, kunci pokok penciptaan ekuitas merek adalah brand
knowledge, yang terdiri atas brand awareness dan brand image. Dengan
demikian ekuitas merek baru terbentuk jika pelanggan mempunyai tingkat
awareness serta familiaritas yang tinggi terhadap sebuah merek dan memiliki
asosiasi merek yang kuat, positif dan unik dalam memorinya.
Keller mengajukan proses empat langkah dalam membangun merek:
menyusun identitas merek yangtepat, menciptakan makna merek yang sesuai,
menstimuli respon merek yang diharapkan dan menjalin relasi merek yang
tepat dengan pelanggan. Proses implementasi keempat tahap ini mencakup
pembangunan enam blok pembangunan merek (building blocks) terhadap
pelanggan. Blok pembangunan merek ini dapat dirakit dari segi piramid
merek, seperti dilustrasikan dalam gambar 2.1.
27
Gambar 2.1
Piramida Ekuitas Merek Berbasis Konsumen/
Customer-Based Brand Equity (CBBE)
4. Relationships
What about you
and me?
Intens, Active
Relationships
3. Response
What about you?
Positive, Accesible
Response
2. Meaning
What are you?
Strong, Favorable &
Unique Brand
Associations
1. Identity
Who are you?
Deep, Broad Brand
Awareness
Resonance
Judgements Feelings
Performance
Imagery
Salience
Sumber : Keller, Kevin, Lane. 2003. Strategic Brand Management: Building,
Measuring and Managing Brand Equity, second edition, Prentice Hall, New Jersey.
Keenam blok itu ialah :
1.
Penonjolan Merek (Brand Salience), berkaitan dengan aspek-aspek
awareness sebuah merek dalam berbagai situasi pembelian atau
konsumsi.
2.
Kinerja Merek (Brand Performance), berkaitan dengan kemampuan
produk dan jasa dalam memenuhi kebutuhan fungsional konsumen.
28
3.
Citra Merek (Brand Imagery), meyangkut properti ekstrinsik dari produk
atau jasa, yaitu kemampuan merek dalam memenuhi kebutuhan
psikologis atau sosial pelanggan.
4.
Penilaian Merek (Brand Judgements), berfokus pada pendapat dan
evaluasi personal konsumen terhadap merek berdasarkan kinerja dan
asosiasi citra yang dipersepsikannya.
5.
Perasaan Merek (Brand Feelings), yaitu respon dan reaksi emosional
konsumen terhadap merek.
6.
Resonansi Merek (Brand Resonance), mengacu pada karakteristik relasi
yang dirasakan pelanggan terhadap merek spesifik.
Model CBBE juga menekankan dualitas merek yaitu rute rasional
penyusunan merek dan rute emosional yang ada disebelah kanan piramid.
4. Pengukuran Ekuitas Merek di Indonesia
Di Indonesia, pengukuran ekuitas merek telah dirintis sejak tahun 1994
oleh majalah SWA Sembada bekerjasama dengan MarkPlus&Co, sebuah
konsultan pemasaran terkemuka di Indonesia. Pada awalnya pengukuran yang
dilakukan masih terbatas pada survei merek paling diingat (top of mind) dan
kesadaran merek (brand awareness). Upaya ini kemudian diteruskan oleh
MARS dengan Indonesian Best Brand Award (IBBA) sejak tahun 2002.
Metode penilaian yang digunakan dalam IBBA didasarkan pada konsep
ekuitas merek yang dikembangkan oleh David Aaker. Dalam prakteknya,
29
sering tidak mudah menerjemahkan makna "equity" dalam aktivitas
pemasaran. Sejak tahun 2002 MARS kemudian mencoba mengembangkan
konsep "equity" menjadi "merek terbaik" (best brand) yang didasarkan atas
persepsi konsumen dalam memenuhi kebutuhannya. Untuk terus menjaga
kredibilitas survei, MARS dan SWA dari tahun ke tahun terus melakukan
perbaikan. Selain menyempurnakan metodologi dan cara perhitungan brand
value (BV), mereka juga menambah cakupan wilayah survei menjadi 7 kota
besar di Indonesia, yaitu : Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Medan,
Makassar dan Denpasar. Survei melibatkan 2.609 responden (IBBA tahun
2007) dengan melibatkan responden personal dan responden perusahaan.
Adapun teknik pengambilan sample menggunakan teknik multistage random
sampling.
Dalam perhitungan indeks merek terbaik (IBBA) meliputi sembilan
variabel yakni:
a. Top of Mind Advertising (TOM Ad) : merek yang paling diingat iklannya
b. Top of Mind Brand (TOM Brand) : merek yang paling diingat
c. Perceived Quality (Pquality) : persepsi kualitas suatu produk
d. Brand Used Most Often (BUMO) : merek yang paling sering digunakan,
disebut juga brand share
e. BUMO-Before : merek yang sering digunakan sebelumnya (sebalum
pindah ke merek yang sering digunakan sekarang)
f. Last Used : merek yang terakhir digunakan
30
g. Future Brand :merek yang dimasa depan mungkin digunakan
h. Satisfaction : kepuasan terhadap suatu merek
i. Loyalty : tingkat loyalitas terhadap suatu merek.
Hasil pengukuran ekuitas merek versi IBBA dipublikasikan oleh majalah
SWA Sembada setiap tahun. Namun metode pengukuran pengukuran ekuitas
merek IBBA ini memiliki kelemahan utama yakni tidak mengikutsertakan
variabel asosiasi merek (brand association) dalam perhitungan indeks
mereknya (Amalia Maulana, 2005)
Selain IBBA, majalah MARKETING bekerja sama dengan Frontier
Consulting Group sejak tahun 2007 juga menyelenggarakan Top Brand Index
(TBI). TBI diformulasikan berdasarkan tiga variabel yaitu :
a. mind share, mengindikasikan kekuatan merek dalam benak konsumen
kategori produk yang bersangkutan, dengan menggunakan parameter top
of mind (TOM)
b. market share, menunjukkan kekuatan merek dalam pasar tertentu dalam
hal perilaku pembelian aktual dari konsumen, dengan parameter last
usage, dan
c. commitment share, mengindikasikan kekuatan merek dalam mendorong
konsumen untuk membeli merek terkait di masa mendatang, dengan
parameter future intention.
Untuk memperoleh nilai ketiga variabel di atas, Frontier Consulting Group
menggunakan parameter-parameter : Top of mind (TOM), Last usage (LU)
31
dan Future Intention (FI). Top Brand Index diperoleh dengan mengambil ratarata terbobot dari masing-masing parameter yang diperoleh melalui expert
judgement. Konsep TOP Brand disajikan melalui gambar 2.2.
Gambar 2.2
Model Pengukuran TOP Brand
Top of Mind (TOM)
Mind Share
t.wt
TOP
BRAND
Index
TOP
BRAND
I.wi
Market Share
Commitment Share
Last Usage (I)
f.wf
Future Intention (f)
Sumber: Majalah MARKETING, TOP Brand 2000-2007: Inilah Merek-merek
Terkuat Selama Delapan Tahun Terakhir, Edisi Khusus/1/2007
Survei TOP Brand dilakukan di enam kota yakni : Jakarta, Surabaya,
Bandung, Semarang, Medan dan Makassar, dengan sampel masing-masing
kota sebesar 500 orang.
32
F. Ekuitas Merek menurut David A. Aaker
Pada tahun 1991 dalam buku yang berjudul Managing Brand Equity:
Capitalizing on the Value of a Brand Name (The Free Press, New York),
kemudian diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia dengan judul Manajemen
Ekuitas Merek (Spektrum Mitra Utama, Jakarta), David A. Aaker menggagas
konsep ekuitas merek (brand equity) sebagai seperangkat aset dan liabilitas merek
yang terkait dengan suatu merek, nama, simbol, yang mampu menambah atau
mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah produk atau jasa baik pada
perusahaan maupun pada pelanggan. Lebih lanjut menurut Aaker, aset dan
liabilitas yang menjadi dasar ekuitas merek dapat dikelompokkan ke dalam lima
kategori, yaitu : kesadaran merek (brand awareness), asosiasi merek (brand
association), persepsi kualitas (perceived quality), loyalitas merek (brand loyalty),
dan aset-aset merek lainnya (other proprietary brand assets).
Empat elemen ekuitas merek pertama dari konsep di atas dikenal sebagai
elemen-elemen utama dari brand equity. Elemen yang kelima secara langsung
akan dipengaruhi oleh kualitas dari empat elemen utama tersebut.
Elemen-elemen ekuitas merek menurut David A. Aaker di atas dapat
dijabarkan sebagai berikut:
33
1. Kesadaran Merek (Brand Awareness)
Kesadaran merek (brand awareness) menurut David Aaker adalah
kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali
suatu merek sebagai bagian dari suatu kategori produk tertentu.
Kesadaran merek membutuhkan jangkauan kontinum (continuum ranging)
dari perasaan yang tidak pasti bahwa merek tertentu telah dikenal sebelumnya,
menjadi keyakinan bahwa produk tersebut merupakan satu-satunya dalam kelas
produk yang bersangkutan. Kontinum ini dapat terwakili dalam tingkatan yang
berbeda yang digambarkan dalam suatu piramida berikut :
Gambar 2.3
Piramida Kesadaran Merek (Brand Awareness)
Puncak
Pikiran
(Top of Mind)
Pengingatan
Kembali merek
(Brand Recall)
Pengenalan Merek
(Brand Recognition)
Tidak Menyadari Merek
(Brand Unaware)
Sumber : Aaker, David. A. 1997. Manajemen Ekuitas Merek: Memanfaatkan
Nilai dari suatu Merek, Edisi Pertama, Spektrum Mitra Utama,
Jakarta
34
Peran brand awareness dalam ekuitas merek tergantung pada sejauh mana
tingkat kesadaran yang dicapai oleh suatu merek di benak konsumen.
Penjelasan mengenai tingkatan kesadaran merek secara berurutan dari yang
terendah hingga tingkat tertinggi adalah sebagai berikut:
a.Tidak Menyadari Merek (Unaware of Brand)
Merupakan tingkat paling rendah dalam piramida kesadaran merek dimana
konsumen tidak menyadari akan adanya suatu merek. Kondisi ini termasuk
merek yang tetap tidak dikenal walaupun sudah dilakukan pengingatan
kembali lewat bantuan (aided recall).
b.Pengenalan Merek (Brand Recognition)
Merupakan tingkat minimal dari kesadaran merek, dimana pengenalan suatu
merek muncul lagi setelah dilakukan pengingatan kembali lewat bantuan
(aided recall).
c.Pengingatan Kembali (Brand Recall)
Pengingatan kembali terhadap merek didasarkan pada permintaan seseorang
untuk menyebutkan merek tertentu dalam suatu kelas produk. Hal ini
diistilahkan dengan pengingatan kembali tanpa bantuan (unaided recall),
karena berbeda dari tugas pengenalan, responden tidak perlu dibantu untuk
memunculkan merek tersebut.
35
d. Puncak Pikiran (Top of Mind)
Adalah kondisi dimana suatu merek yang disebut pertama kali oleh
konsumen atau yang pertama kali muncul dalam benak konsumen dengan
tanpa bantuan. Dengan kata lain, merek tersebut merupakan merek utama
dari berbagai merek yang ada dalam benak konsumen.
Kesadaran merek yang tinggi merupakan kunci pembuka tercapainya
ekuitas merek yang kuat. Kesadaran terhadap merek akan semakin meningkat
dengan semakin banyaknya pengalaman konsumen terkena eksposure akan
merek. Kesadaran merek inilah yang dapat membentuk citra positif dalam
benak konsumen. Konsumen cenderung membeli produk dengan merek yang
sudah dikenal dan diasumsikan memiliki kualitas yang baik. Namun upaya
membangun kesadaran merek yang tinggi tidaklah mudah, mahal serta biasanya
dilakukan dalam periode waktu yang lama.
2. Asosiasi Merek (Brand Association)
Nilai yang mendasari sebuah merek seringkali merupakan sekumpulan
asosiasi spesifik yang berkaitan dengannya. Menurut David A. Aaker asosiasi
merek adalah segala hal yang berkaitan dengan ingatan mengenai sebuah
merek. Sama halnya dengan kesan kualitas (perceived quality), asosiasi bersifat
perseptif dan subyektif karena dipengaruhi pada banyaknya pengalaman dalam
mengkonsumsi serta eksposure komunikasi yang diterima oleh konsumen.
Atribut yang sebenarnya tidak terkait dengan produk pun bisa saja dikatakan
36
sebagai asosiasi merek dalam benak seseorang/individu. Berbagai asosiasi yang
diingat konsumen dapat dirangkai sehingga membentuk citra terhadap merek
atau brand image dalam benak konsumen.
Asosiasi merupakan
hasil/resultan
dari
strategi
pemasaran
yaitu
positioning dan diferensiasi yang dilakukan secara konsisten oleh produsen.
Asosiasi yang tercipta dalam benak konsumen dapat berasal dari atribut produk,
atribut
tak
berwujud,
manfaat
bagi
pelanggan,
segmen
pasar,
pelanggan/pengguna, harga relatif, penggunaan (usage), capaian (achievement),
orang (endorser), kelas produk, pesaing, gaya hidup dan negara/wilayah
geografis.
Asosiasi merek dapat menciptakan nilai bagi perusahaan dan bagi
pelanggan. Terdapat lima manfaat asosiasi merek, yaitu :
a. Membantu proses penyusunan informasi
Asosiasi merek dapat membantu mengikhtisarkan sekumpulan fakta dan
spesifikasi yang mungkin sulit dikenal dan diakses oleh para pelanggan.
Sebuah asosiasi bisa menciptakan informasi padat bagi pelanggan dan bisa
mempengaruhi pengingatan kembali atas informasi tersebut pada saat
membuat keputusan.
b. Membedakan/memposisikan merek
Suatu asosiasi dapat memberikan landasan yang penting bagi usaha untuk
membedakan dan memisahkan suatu merek dari merek yang lain. Asosiasiasosiasi pembeda bisa menjadi keuntungan kompetitif yang penting.
37
c. Membangkitkan alasan untuk membeli
Banyak asosiasi merek membutuhkan berbagai atribut produk atau manfaat
pelanggan (customer benefits) yang bisa menyodorkan suatu alasan spesifik
untuk membeli dan menggunakan merek tersebut. Asosiasi-asosiasi tersebut
merupakan landasan bagi keputusan pembelian dan loyalitas merek.
Beberapa asosiasi juga memberikan kredibilitas dan rasa percaya diri pada
saat melakukan pembelian suatu merek.
d. Menciptakan sikap atau perasaan positif
Asosiasi merek dapat merangsang perasaan positif yang akhirnya akan
berdampak positif terhadap produk tesebut.
e. Memberikan landasan bagi perluasan
Asosiasi merek dapat memberi landasan bagi perusahaan/pemilik merek
melakukan perluasan merek (brand extension) yaitu dengan menciptakan rasa
kesesuaian antara suatu merek dengan sebuah produk baru, atau dengan
menghadirkan alasan untuk membeli produk perluasan tersebut.
3. Persepsi Kualitas (Perceived Quality)
Pengertian persepsi kualitas menurut David A. Aaker adalah persepsi
pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau
jasa layanan berkaitan dengan apa yang apa yang diharapkan oleh pelanggan.
Persepsi kualitas merupakan persepsi yang terbentuk pada pelanggan sehingga
persepsi kualitas bersifat subyektif. Karena sifatnya yang subyektif, persepsi
38
kualitas menurut pelanggan akan berbeda-beda terhadap suatu produk maupun
jasa karena melibatkan kepentingan pelanggan yang sifatnya relatif.
Persepsi kualitas memiliki peranan yang penting dalam membangun suatu
merek. Persepsi kualitas juga terkait erat dengan keputusan pembelian sehingga
bagi pemasar membangun persepsi kualitas dapat mengefektifkan semua
elemen program pemasaran khususnya program promosi.
Secara umum perceived quality dapat bermanfaat melalui :
a. Alasan membeli
Persepsi kualitas sebuah merek memberikan alasan yang penting bagi
pelanggan untuk melakukan pembelian.
b. Diferensiasi atau posisi
Salah satu karakteristik yang penting dari merek suatu produk adalah
posisinya dalam dimensi persepsi kualitas, apakah merek tersebut merupakan
yang terbaik, sama baiknya, ekonomis, atau optimum.
c. Harga Optimum
Persepsi kualitas yang baik dapat memberikan manfaat bagi perusahaan.
Pelanggan yang mempersipkan kualitas suatu produk secara tinggi akan
bersedia membayar dengan harga premium sekalipun, terutama bagi
pelanggan yang tidak sensitif terhadap harga. memberikan pilihan dalam
menentukan harga premium (premium price). Melalui harga premium ini
perusahaan dapat menikmati peningkatan laba.
39
d. Minat saluran distribusi
Suatu produk yang memiliki perceived quality yang tinggi akan memberi
motivasi kepada para pengecer, distributor maupun saluran distribusi lainnya.
e. Perluasan Merek
Suatu merek produk atau jasa dengan persepsi kualitas yang tinggi dapat
dieksploitasi ke arah perluasan merek yaitu dengan menggunakan merek
tertentu untuk masuk kedalam kategori produk baru.
4. Loyalitas Merek (Brand Loyalty)
Menurut Aaker, loyalitas merek merupakan suatu ukuran keterkaitan
seorang pelanggan pada sebuah merek. Ukuran ini mampu memberikan
gambaran tentang mungkin tidaknya seorang pelanggan beralih ke merek
produk yang lain, terutama jika pada merek tersebut didapati adanya perubahan,
baik menyangkut harga ataupun atribut lain.
Loyalitas merek merupakan tujuan dari konsep ekuitas merek (brand
equity) yang merupakan gagasan sentral dalam pemasaran. Hal ini terkait
dengan peluang penjualan yang berasal dari pembelian ulang (repeat buying)
oleh konsumen yang berarti pula jaminan perolehan laba perusahaan di masa
mendatang. Pelanggan yang loyal pada umumnya akan melanjutkan pembelian
merek tersebut walaupun dihadapkan pada banyak alternatif merek produk
pesaing yang menawarkan karakteristik produk yang lebih unggul dipandang
dari berbagai sudut atributnya.
40
Berbeda dengan kesadaran merek, loyalitas merek ini tidak dapat terjadi
tanpa konsumen lebih dulu melakukan pembelian atau telah memiliki
pengalaman dengan merek.
Ada lima tingkatan dalam loyalitas merek secara berurutan, seperti
ditunjukkan pada gambar 2.4, yaitu:
Gambar 2.4
Piramida Loyalitas Merek (Brand Loyalty)
Committed
Buyer
Liking the Brand
Satisfied Buyer
Habitual Buyer
Switcher
Sumber : Aaker, David. A. 1997. Manajemen Ekuitas Merek: Memanfaatkan
Nilai dari suatu Merek, Edisi Pertama, Spektrum Mitra Utama,
Jakarta
a. Switcher/Price Buyer
Merupakan tingkatan loyalitas yang paling dasar. Pembeli/konsumen tidak
loyal sama sekali terhadap suatu merek. Bagi pembeli, merek apapun
dianggap memadai serta memegang peranan yang sangat kecil dalam
keputusan pembelian. Salah satu ciri konsumen tipe ini ialah membeli suatu
produk atau jasa karena harganya yang murah.
41
b. Habitual Buyer
Adalah pembeli yang puas dengan produk atau setidaknya tidak mengalami
ketidakpuasan dalam mengkonsumsi dan membeli produk tertentu karena
kebiasaan. Untuk pembeli seperti ini, tidak ditemui alasan ketidakpuasan yang
cukup untuk menstimulasi suatu peralihan merek terutama bila peralihan
tersebut membutuhkan usaha, biaya maupun pengorbanan lainnya. Dapat
disimpulkan bahwa pembeli ini dalam membeli suatu merek didasarkan atas
kebiasaan mereka selama ini.
c. Satisfied Buyer
Adalah pembeli merek yang puas dalam mengkonsumsi produk/jasa yang
dibelinya,
meskipun
demikian
mungkin
saja
mereka
memindahkan
pembeliannya ke merek lain dengan menanggung biaya peralihan (switching
cost) yang terkait dengan waktu, uang, atau resiko kinerja akibat tindakan
peralihan merek yang dilakukan. Untuk menarik minat para pembeli yang
termasuk golongan ini, para kompetitor perlu mengatasi biaya peralihan yang
harus ditanggung oleh pembeli dengan menawarkan manfaat yang cukup
besar sebagai kompensasi.
d. Liking the Brand
Merupakan pembeli yang sungguh-sungguh menyukai merek tersebut.
Preferensi mereka mungkin dilandasi pada asosiasi seperti simbol, rangkaian
42
pengalaman dalam menggunakan produk, maupun oleh perceived quality
yang tinggi.
e. Committed Buyer
Pada tahapan ini pembeli merupakan pelanggan yang setia. Mereka
mempunyai suatu kebanggaan sebagai pengguna suatu merek dan merek
tersebut menjadi sangat penting bagi mereka dipandang dari segi fungsi
maupun sebagai suatu ekspresi mengenai siapa mereka sebenarnya.
Aktualisasi
loyalitas
pembeli
dapat
ditunjukkan
berupa
tindakan
merekomendasi dan mempromosikan merek tersebut kepada orang lain secara
sukarela.
5. Aset-aset Merek Lainnya (Other proprietary brand assets)
Aaker menyatakan bahwa yang termasuk kedalam aset-aset merek lainnya
meliputi antara lain simbol, nama dan paten. Ketiga aset tersebut tidak hanya
berkaitan dengan simbol yang menjadi penguat suatu asosiasi atau sebuah
persepsi terhadap merek, tetapi juga terkait dengan hak milik perusahaan secara
legal. Suatu simbol dengan karakteristik tertentu yang telah terdaftar dapat
mencegah pesaing menggunakan simbol atau nama yang sama untuk merebut
konsumen.
Selain ketiga hal yang berkaitan dengan paten seperti disebut di atas, ada
pula aset merek lainnya yang juga bisa menguatkan suatu persepsi terhadap
43
merek. Aset tersebut adalah semboyan atau slogan yang digunakan untuk
mengomunikasikan suatu produk kepada konsumen.
Empat elemen ekuitas merek yang telah dijelaskan di depan dikenal
sebagai elemen-elemen utama dari ekuitas merek. Elemen kelima, yaitu asetaset merek lainnya, secara langsung akan dipengaruhi oleh kualitas dari empat
elemen utama tersebut. Semua aset itu harus dikelola secara konsisten karena
dapat diarahkan untuk mengomunikasikan asosiasi bahkan atribut suatu merek
yang sangat spesifik. Aset ini harus diselaraskan dengan semua dimensi ekuitas
merek lainnya agar dapat menimbulkan suatu perasaan positif terhadap merek.
Secara ringkas konsep ekuitas merek dapat dirangkum dalam gambar 2.5,
yang memperlihatkan kemampuan ekuitas merek dalam menciptakan nilai bagi
perusahaan dan pelanggan.
44
Gambar 2.5
Konsep Ekuitas Merek David A. Aaker
Perceived Quality
Brand Association
Brand Awareness
Brand Loyalty
Brand Equity
(Nama, Simbol)
Other Proprietary
Brand Assets
Memberi nilai kepada
Pelanggan dengan memperkuat
Memberi nilai kepada
Perusahaan dengan memperkuat
 Interpretasi/proses informasi
 Rasa percaya diri dalam
pembelian
 Pencapaian kepuasan
pelanggan
 Efisiensi dan efektivitas





program pemasaran
Brand Loyalty
Harga/laba
Perluasan merek
Peningkatan perdagangan
Keunggulan kompetitif
Sumber : Aaker, David. A. 1997. Manajemen Ekuitas Merek: Memanfaatkan Nilai
dari suatu Merek, Edisi Pertama, Spektrum Mitra Utama, Jakarta
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Gambaran Umum Perusahaan
1. Sejarah Perusahaan
Pocari Sweat hadir pertama kali di Indonesia pada tahun 1989. Saat
itu produknya masih terbatas pada kemasan kaleng 330ml dan diimpor
langsung dari negeri asalnya Jepang. Pemasaran Pocari Sweat di Indonesia
pada awalnya dikelola oleh PT Otsuka Indonesia (PT OI). Sebagai produk
baru, penjualan kala itu kecil sekali, hanya sekitar 3 ribu kaleng saja.
Pocari Sweat hanyalah salah satu dari beragam produk makanan dan
minuman yang dihasilkan oleh Otsuka Pharmaceutical Co.Ltd, (OPC),
sebuah perusahaan farmasi terkenal yang berlokasi di Tokushima, Jepang.
Perusahaan yang didirikan oleh Busaburo Otsuka pada tahun 1921 ini dalam
perjalanan bisnisnya kemudian merambah bisnis consumer goods (makanan
dan minuman). Bisnis farmasi yang digeluti oleh OPC meliputi obat-obatan
ethical, klinis, laboratorium klinis, serta pengujian dan diagnosis. Di
Indonesia, infus yang diproduksi oleh PT Otsuka Indonesia sejauh ini masih
memimpin pasar.
Di
bisnis
consumer
goods,
OPC
mengembangkan
konsep
nutraceuticals, berasal dari kata nutrition dan pharmaceutical, yang artinya
adalah produk yang bermanfaat bagi nutrisi namun dibuat berdasarkan
45
46
standar mutu produk farmasi. Produk-produk perusahaan ini selalu
diarahkan untuk meningkatkan dan memelihara kesehatan manusia.
Riset menjadi bagian penting dari perjalanan bisnis OPC. Dengan
mengusung slogan citra "Otsuka People Creating New Product for Better
Health Worldwide", PT OPC terus-menerus mengadakan penelitian dan
penemuan lewat 20 pusat penelitian/research institute yang dimiliki, tiga
diantaranya dikhususkan bagi penelitian dan pengembangan produk
nutraceuticals. Salah satu pusat riset tersebut adalah Saga Nutraceutical
Research Institute (SNRI) yang menghasilkan produk Pocari Sweat.
Pemasaran Pocari Sweat di Indonesia sempat berpindah beberapa
kali. Pada periode 1990-1997 pemasaran dikelola oleh PT Otsuka Indonesia.
Distribusi serta sasaran pasar yang masih kurang jelas, dijadikan satu
dengan produk farmasi keluaran OI, menjadi kendala utama saat itu. Agar
lebih fokus, OI joint venture dengan PT Kapal Api, maka terbentuklah PT
Kapal Otsuka Indonesia.
Pada tahun 2000, kinerja Pocari kembali dievaluasi. Kendati sudah
lebih fokus, penjualan cuma 16,3 juta kaleng sementara kerugian mencapai
Rp 7 miliar. Akhirnya diputuskan bahwa pemasaran dan distribusi Pocari
Sweat dikelola oleh PT Amerta Indah Otsuka, dengan direkturnya Yoshihiro
Bando. Distribusi dibenahi, selain Jakarta dan Bandung, pasar luar Jawa pun
mulai digarap. Selain itu pendidikan/edukasi konsumen gencar dilakukan.
Pada tahun 2001, kemasan sachet 15 gram mulai diproduksi. Setahun
ditangani Bando, Pocari masih merugi Rp 2 miliar. Namun setelah itu, yaitu
47
tahun 2002, penjualan naik menjadi 23 juta kaleng dan untuk pertama
kalinya laba berhasil diraih. Penjualan Pocari Sweat terus meningkat, tahun
2004 mencapai 103 juta kaleng dan 6,5 juta sachet serta pada tahun 2005
mencapai sekitar 150 juta kaleng dan 7,5 juta sachet.
Seiring meningkatnya permintaan, pada tahun 2004 produksi Pocari
Sweat mulai dilakukan sendiri di pabrik yang berada di Sukabumi. Dari
kapasitas produksi semula sebesar 16,5 juta liter/tahun, kemudian
dikembangkan mencapai 28 juta liter/tahun pada tahun 2007. Selain
penambahan kapasitas produksi, pabrik baru juga dilengkapi dengan
fasilitas produksi kemasan PET. Sebelumnya, kemasan PET ukuran 350ml
dan 500ml masih diimpor dari Cina.
2. Kegiatan Pemasaran Pocari Sweat di Indonesia
Pocari Sweat sejatinya bukan merupakan produk pertama dalam
kategori minuman isotonik di Indonesia. Sebelum Pocari Sweat hadir, sudah
ada merek Gatorade dari Amerika yang masuk pada tahun 1994 dengan
mengusung positioning sebagai sports drink. Namun karena positioning dan
timing yang belum tepat menyebabkan Gatorade pada tahun 1998 harus
mundur dari pasar Indonesia. Kebanyakan konsumen memiliki persepsi
yang keliru terhadap Gatorade yang dianggap sebagai soft drink sama
seperti Coca-Cola dan Pepsi (Hermawan Kartajaya et al, 2007). Ditambah
lagi pada saat itu konsumen Indonesia didera krisis ekonomi yang hebat dan
48
tingkat kesadaran terhadap pentingnya makanan/suplemen kesehatan yang
masih rendah.
Pada masa awal sejak diluncurkan pertama kali pada tahun 1989
hingga tahun 1990-an, Pocari Sweat memasuki periode yang penuh dengan
tantangan. Saat itu Pocari Sweat masih diimpor langsung dari negara
asalnya Jepang. Konsumen masih belum mengenal konsep ion dan isotonik.
Hambatan lain adalah soal rasa, yaitu rasa Pocari Sweat yang cenderung
asam. Padahal konsumen Indonesia cenderung menyukai rasa yang manis.
Untuk mengatasi masalah ini maka PT Amerta Indah Otsuka (AIO),
produsen sekaligus perusahaan yang memasarkan merek Pocari Sweat di
Indonesia, memutuskan untuk mengedukasi pasar terlebih dahulu. Sebagai
entry point, mereka mengarah ke segmen sport dengan iklan yang memakai
atlet bulu tangkis Mia Audina sebagai endorser. Edukasi ini berhasil, walau
kemudian disadari bahwa positioning Pocari Sweat bukanlah sports drink.
Sebagai minuman isotonik, Pocari Sweat bisa ditujukan kepada target pasar
yang lebih luas yaitu setiap orang yang berpotensi kehilangan cairan tubuh
akibat beraktivitas. Karena itu iklan Pocari Sweat kemudian dikembangkan
dengan endorser dan pesan yang variatif seperti benefit bagi kesehatan kulit,
puasa, panas dalam, demam berdarah, kegiatan berbelanja, hingga
sebelum/sesudah tidur. Dalam kampanye iklannya, Pocari Sweat juga
memakai metode based on scientific evidence atau berdasarkan penelitian
ilmiah, yaitu hasil penelitian yang dilakukan di SNRI Jepang.
49
Selain edukasi melalui iklan TV, PT AIO melakukan aktifitas below
the line melalui seminar dan talkshow di kota-kota besar Indonesia. Peserta
yang diundang berasal dari profesi yang berbeda, mulai dari kalangan
pendidikan, wartawan, olah raga, kedokteran dan sebagainya. Tujuan dari
aktifitas ini ialah menginformasikan kepada konsumen manfaat fungsional
(functional benefit) dari minuman isotonik, khususnya Pocari Sweat yang
mempunyai slogan (tag line) yaitu pengganti ion tubuh. Kegiatan pemberian
sampel (sampling) ke target pasar potensial seperti pusat kebugaran, spa,
sekolah dan kampus turut mendukung upaya edukasi sekaligus promosi ini.
Distribusi juga menjadi perhatian manajemen PT AIO. Jika
sebelumnya pemasaran Pocari hanya mengandalkan kekuatan empat cabang,
tiga di Jakarta dan satu di Bandung, maka sejak 2004 Pocari mulai
menggandeng pihak ketiga sebagai distributor. Hingga tahun 2006, PT AIO
sudah menggunakan 48 distributor yang mencakup Jawa dan luar Jawa.
Terkait dengan harga, sejak awal penetapan harga Pocari Sweat
disesuaikan dengan target segmen yaitu pada SES (status sosial dan
ekonomi) A, B dan C. Segmen ini dianggap oleh PT AIO sebagai segmen
premium yang tidak terlalu sensitif terhadap harga. Karenanya, harga Pocari
Sweat lebih mahal daripada pesaingnya. Mereka percaya bahwa konsumen
rela membayar lebih mahal karena yakin terhadap manfaat yang ditawarkan
oleh Pocari Sweat.
Mencermati persaingan yang makin ketat dan daya beli konsumen
yang menurun, PT AIO melakukan strategi downsizing agar harga Pocari
50
lebih mudah dijangkau oleh konsumen. Cara yang ditempuh adalah dengan
meluncurkan kemasan sachet isi 15 gram pada tahun 2001 dan kemasan
PET ukuran 350 dan 500ml pada tahun 2007.
Sejak tahun 2002, penjualan Pocari Sweat terus meningkat dan
menguasai pasar minuman isotonik. Kendati tidak ada data yang spesifik,
diperkirakan peningkatan penjualan Pocari Sweat diatas 50% tiap tahunnya,
jauh di atas tingkat pertumbuhan industrinya yang menurut data
Indocommercial, rata-rata produk minuman energi dan kesehatan di
Indonesia hanya tumbuh 28,6% per tahun (www.swa.co.id). Bahkan
pertumbuhan pasar minuman energi (energy drink) dalam dua tahun terakhir
cenderung stagnan karena digeroroti oleh pasar minuman isotonik (MIX
No.09/2007).
3. Industri Minuman Isotonik di Indonesia
Pasar minuman isotonik yang terus meningkat, pada tahun 2006 telah
mencapai Rp1,2 triliun (SWA Sembada No.16/2007), membuat sejumlah
perusahaan makanan dan minuman lain ikut bersaing di pasar minuman
isotonik. Tabel 3.1 merangkum sejumlah merek minuman isotonik di
Indonesia.
Mizone, sebagai pendatang baru (diluncurkan pada 27 september
2005) di pasar minuman isotonik, merupakan ancaman serius bagi Pocari
Sweat. Didukung oleh Aqua-Danone yang telah berpengalaman dalam
bisnis air minum dalam kemasan (AMDK), Mizone menggunakan
jalur
51
Tabel 3.1
Daftar Merek-merek Minuman Isotonik di Indonesia
Merek
Pocari Sweat
Perusahaan
Amerta Indah Otsuka
Launching
Bentuk
Date
Kemasan
Kaleng
1989
330 ml
PET 350ml
PET 500ml
Harga
Rp 3.625 - Rp 4.000
Rp 3.890
Rp 4.700 – Rp 5.000
Sachet
Rp 6.875/5 sachet
Mizone
Aqua Danone
27 Sep 2005
PET 500ml
Rp 2.650 - Rp 3.500
Vitazone
Mayora
Awal 2006
PET 500ml
Rp3.050
Powerade
Coca Cola
Akhir 2005
Kaleng
PET 500ml
Rp 3.750
Rp 5.800
Botol
n.a
Kaleng
PET
Rp 3.490
Rp 4.600
Pepsi-Cola
Indobeverage
Pertengahan 2008
Pro Sweat
ABC Heinz
Akhir 2005
Kaleng
Rp 3.250
Xion
Dankos
Pertengahan 2005
Sachet
Rp1.000
Optima Sweat
Sinar Mas
Akhir 2005
Kaleng
Rp 3.000 - Rp 3.500
Kino Sweat
Kino Group
Awal 2005
Kaleng
Rp 3.000 - Rp 3.500
Fatigon Hydro+
Kalbe Farma
Awal 2008
Revive
Pepsi-Cola
Indobeverage
Awal 2008
Tetrapack
Kaleng
Rp3.825
Rp 3.150
Rp 3.550
Gatorade
PET
Sumber : Majalah MIX No.05/2006, Pengamatan di retail modern & tradisional
distribusi yang luas, harga yang relatif murah, target market pada semua
umur dan kelas SES, iklan yang gencar, kemasan botol PET, serta rasa yang
lebih manis, dalam strategi pemasarannya. Hasilnya, riset yang dilakukan
oleh MARS pada Januari 2006, merek Mizone telah mencapai top of mind.
Walaupun data mengenai market share minuman isotonik ini sulit
diketahui secara pasti oleh penulis, tingkat pertumbuhan Mizone pada tahun
2006-2007 diklaim mencapai 20% dan menjadi pemimpin pasar (MIX
No.02/2008). Tetapi klaim ini menurut penulis berbeda dengan klaim Pocari
52
Sweat yang mengklaim menguasai 50% pasar minuman isotonik (MIX
No.04/2008).
B. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian deskriptif dengan pendekatan survei berkaitan dengan kekuatan
ekuitas merek produk minuman isotonik-cair, dimana penelitian jenis ini
bertujuan untuk membuat deskripsi secara sistematis, faktual, dan akurat
mengenai fakta-fakta dan sifat dari obyek penelitian.
Jenis penelitian deskriptif adalah jenis penelitian yang memberikan
gambaran atau uraian atas suatu keadaan sejelas mungkin tanpa ada perlakuan
terhadap obyek yang diteliti. Penelitian deskriptif mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut: (1) berhubungan dengan keadaan yang terjadi saat itu, (2)
menguraikan satu variabel atau lebih dan diuraikan satu per satu, dan (3)
variabel yang diteliti tidak dimanipulasi atau tidak ada perlakuan (treatment).
C. Sampel Penelitian
Menurut Darmadi Durianto (2004), besarnya konsumen dari suatu
produk jarang diketahui dengan pasti. Disamping itu, produk dengan brand
equity yang kuat umumnya memiliki populasi konsumen yang besar. Dengan
demikian, eksplorasi respon terhadap seluruh anggota populasi berkenaan
dengan variabel penelitian yang menjadi perhatian akan memakan banyak
53
waktu, biaya dan tenaga. Untuk itulah dalam penelitian riset elemen ekuitas
merek ini digunakan sampel untuk mewakili populasi tersebut.
Menyadari keterbatasan sumber daya serta luasnya target populasi, maka
penulis memutuskan menggunakan teknik non-probability sampling dengan
pendekatan convenience sampling dalam pengambilan sampel yang dipakai
dalam penelitian ini. Penetapan teknik ini didasarkan pada ketersediaan dan
kemudahan untuk mendapatkan sampel. Adapun yang menjadi responden
adalah orang-orang yang pernah berhubungan atau menggunakan produk yang
diteliti.
Penentuan ukuran sampel bisa juga dengan menggunakan pertimbangan
(judgement) peneliti (Bilson Simamora, 2004). Karena keterbatasan sumber
daya dan waktu yang dimiliki oleh peneliti, maka kuesioner dibagikan kepada
100 orang responden yang berdomisili di Jakarta Barat dan Tangerang. Jumlah
100 sampel ini disadari oleh penulis masih belum mewakili populasi pengguna
minuman isotonik merek Pocari Sweat yang jumlahnya jutaan, apalagi metode
pengambilan sampel belum memperhatikan peluang yang sama dari populasi
untuk terpilih. Karenanya penulis berharap penelitian ini dapat disempurnakan
pada penelitian selanjutnya.
D. Variabel Penelitian dan Pengukuran
Variabel-variabel yang dianalisis dalam penelitian ini dibatasi pada
kelima elemen teori ekuitas merek (brand equity) menurut David A. Aaker
yaitu brand awareness, brand association, perceived quality, brand loyalty,
54
dan other proprietary brand assets. Selain kelima variabel ekuitas merek,
variabel demografi dan perilaku konsumen yang berhubungan dengan kelima
variabel ekuitas merek juga ditambahkan guna memperdalam analisis
mengenai strategi pemasaran.
E. Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari data primer
maupun sekunder yang dapat dipercaya. Data primer diperoleh melalui
pengisian kuesioner terhadap sampel dari populasi. Kuesioner yang disusun
terdiri dari beberapa pertanyaan yang mewakili variabel-variabel yang akan
diukur. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui penelitian kepustakaan
(library research) dan pencarian memanfaatkan internet yaitu dengan
menelusuri literatur, buku teks, majalah dan jurnal yang berkaitan dengan
masalah penelitian, antara lain: majalah ekonomi dan bisnis seperti SWA
Sembada, Mix-Marketing Extra, MARKETING, jurnal ekonomi perusahaan
beserta beberapa situs web seperti: www.swa.co.id, www.marketing.co.id,
www.aio.co.id dan lainnya.
F. Metode Analisa Data
Data yang diperoleh dari tahap pengumpulan data perlu dianilisis lebih
lanjut guna memperoleh hasil akhir berupa informasi yang dapat digunakan
untuk pengambilan keputusan. Untuk menganalisa data dalam penelitian ini
digunakan metode analisis deskriptif. Dalam penelitian ini alat ukur yang
55
digunakan berbeda antara satu variabel dengan variabel lainnya. Metode yang
akan digunakan untuk menganalisa data dari keempat elemen ekuitas merek
adalah sebagai berikut :
1. Kesadaran Merek (Brand Awareness)
Data mengenai profil responden dan brand awarness ditabulasikan
dengan menggunakan metode distribusi frekuensi untuk mengetahui
persentase responden dari setiap tingkatan dalam piramida kesadaran merek.
Metode tabulasi silang (cross tabulation) juga dimanfaatkan untuk
menganilisis hubungan deskriptif antara dua atau lebih variabel seperti
profil responden, frekuensi pembelian, sumber pengenalan merek dan
variabel top of mind.
2. Asosiasi Merek (Brand Association)
Asosiasi
merek
yang
ingin
diketahui
dibangkitkan
dengan
mempertimbangkan berbagai atribut yang melekat pada merek yang menjadi
obyek penelitian. Ada dua pendekatan dalam mengukur asosiasi merek
(brand association), yaitu cara tidak langsung (indirect method) dan cara
langsung (direct method). Cara tidak langsung dipakai untuk menemukan
asosiasi yang respondennya sendiri sulit untuk mengatakannya, biasanya
berupa pertanyaan terbuka. Sedangkan cara langsung adalah pengukuran
yang menggunakan pertanyaan tertutup, dimana responden tinggal memilih
asosiasi mana yang sesuasi dengan persepsinya. Dalam penelitian ini,
penulis menggunakan metode cara langsung dengan memberi pertanyaan
tertutup dalam kuesioner.
56
Untuk menguji signifikasi hubungan setiap asosiasi yang ada dalam
suatu merek digunakan uji Cochran
(Cochran's Q Test). Uji Cochran
digunakan pada data dengan skala pengukuran nominal atau untuk informasi
dalam bentuk terpisah dua (dikotomi). Rumus dari Cochran Test adalah :
Keterangan :
C
N
=
banyaknya variabel asosiasi
=
jumlah baris jawaban "ya"
=
jumlah kolom jawaban "ya"
=
total besar
Kemudian hasil perhitungan Q dibandingkan dengan
tabel Chi Square Distribution. Jika nilai Q <
(,v) dari
(,v), maka H0 diterima,
yang berarti proporsi jawaban "ya" pada semua atribut dianggap sama,
dengan demikian semua responden dianggap sepakat mengenai semua
atribut yang membentuk asosiasi merek.
Jika Q >
(,v), maka H0 ditolak, artinya tidak semua asosiasi adalah
sama, atau belum tercapai kesepakatan diantara responden tentang atribut
yang membentuk asosiasi merek. Karena itu pengujian perlu dilanjutkan ke
tahap berikutnya dengan mengeluarkan atribut yang memiliki jumlah kolom
paling kecil dari perhitungan kembali nilai Q. Tahapan ini terus dilakukan
sampai tercapai kondisi Q <
(,v), dimana H0 diterima.
57
3. Persepsi Kualitas (Perceived Quality)
Pengukuran persepsi kualitas (perceived quality) berarti mengukur
persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas yang dimiliki oleh suatu
produk. Kualitas keseluruhan yang dimaksud adalah kualitas atribut yang
dimiliki oleh produk tersebut. Hasil dari pengukuran ini dapat menjadi
masukan bagi perusahaan (pemilik merek) dalam mengevaluasi strategi
pemasaran yang telah dilaksanakan, menyangkut kebijakan segmentasi,
targeting dan positioning produk minuman isotonik.
Subyek pengukuran persepsi kualitas adalah konsumen dari produk
minuman isotonik dalam hal ini merek Pocari Sweat dengan mengajukan
pertanyaan mengenai persepsi konsumen terhadap atribut produk. Untuk
menganalisa
jawaban
konsumen
maka
digunakan
perbandingan
performance terhadap importance dengan menghitung nilai rata-rata (mean).
Hasil perhitungan tersebut kemudian dirangkum dalam diagram cartesius.
Diagram performance-importance, seperti ditunjukkan pada gambar
3.1, digunakan untuk melakukan analisis perbandingan performance yang
menunjukkan kinerja suatu merek terhadap importance yang menunjukkan
harapan/tingkat kepentingan terhadap atribut produk yang diteliti. Terdiri
atas empat kuadran dengan sumbu datar/horizontal menunjukkan tingkat
performance dan sumbu tegak/vertikal menunjukkan tingkat importance.
58
Gambar 3.1
Diagram Performance – Importance
Tinggi
KUADRAN I
KUADRAN II
UNDERACT
MAINTAIN
KUADRAN III
KUADRAN IV
IMPORTANCE
LOW PRIORITY
Rendah
OVERACT
PERFORMANCE
Tinggi
Sumber : Darmadi Durianto, Sugiarto, Tony Sitinjak. 2004. Strategi Menaklukan
Pasar Melalui Riset Ekuitas Merek, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Kuadran I menunjukkan performance rendah tetapi importance tinggi,
kondisi ini disebut underact. Kuadran II, performance tinggi dan
importance juga tinggi, sehingga keadaan ini harus terus dipelihara
(maintain). Pada kuadran III, tingkat performance rendah dan tingkat
importance juga rendah sehingga disebut low priority. Pada kuadran ini
konsumen kurang menganggap penting atribut-atribut dari suatu produk dan
pada kenyataannya kinerja produk memang tidak istimewa. Kuadran IV
dimana tingkat performance tinggi tetapi tingkat importance rendah. Hal ini
bermakna bahwa kinerja atribut-atribut dari produk dianggap terlalu
berlebihan (overact).
59
4. Loyalitas Merek (Brand Loyalty)
Skala likert digunakan dalam menganalisis loyalitas konsumen
terhadap merek minuman isotonik. Pemilihan skala likert bertujuan agar
memperoleh tanggapan konsumen secara berjenjang dari sangat negatif
sampai sangat positif terhadap atribut suatu merek.
Metode pengukuran loyalitas merek adalah dengan menghitung
persentase dari setiap tingkatan piramida loyalitas merek yang diperoleh
melalui kuesioner kemudian dibandingkan dengan rentang skala seperti
ditunjukkan pada tabel 3.2. Kesimpulan terhadap hasil pengukuran merek
dapat diambil dari rentang skala pada tabel tersebut.
Tabel 3.2
Rentang Skala
1,00 – 1,80
Sangat Jelek
1,80 – 2,60
Jelek
2,60 – 3,40
Cukup
3,40 – 4,20
Baik
4,20 – 5,00
Sangat Baik
5. Aset-aset Merek Lainnya (Other Proprietary Brand Assets)
Aaker menyatakan bahwa yang termasuk kedalam aset-aset merek
lainnya meliputi antara lain simbol, nama dan paten. Pada kuesioner,
peneliti mengajukan pertanyaan mengenai aset-aset merek lainnya,
kemudian data yang diperoleh ditabulasikan dengan menggunakan metode
distribusi frekuensi untuk dianalisa.
BAB IV
ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Profil Responden
Data untuk penelitian elemen-elemen ekuitas merek (brand equity)
produk minuman isotonik merek Pocari Sweat ini diperoleh dari jawaban
kuesioner yang disebarkan di kota Jakarta Barat dan Tangerang. Dengan
menggunakan metode convenience sampling dalam pengambilan sampel
penelitian, diperoleh 100 orang responden yang merupakan konsumen produk
minuman isotonik merek Pocari Sweat.
1. Responden Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia
Dari hasil survei terhadap 100 responden yang mengkonsumsi
minuman isotonik merek Pocari Sweat diperoleh informasi yaitu jumlah
konsumen pria sebanyak 63% dan wanita sebanyak 37%. Berdasarkan usia,
responden yang berusia dibawah 15 tahun sebanyak 3%, berusia 15-22
tahun sebanyak 27%, berusia 23-30 tahun sebanyak 41%, berusia 31-38
tahun sebanyak 22%, berusia 39-46 tahun sebanyak 6% dan yang berusia
47-54 tahun sebanyak 1%.
60
61
Dari Gambar 4.2 diketahui bahwa kelompok usia dengan frekuensi
paling banyak adalah antara 23-30 tahun (41%) dan diikuti kelompok usia
15-22 tahun (27%) serta 31-38 tahun (22%). Kedua kelompok usia ini
merupakan usia yang aktif, produktif, bergaya hidup cepat dan
62
menghabiskan waktu untuk beraktivitas antara 16-18 jam sehari, sesuai
dengan target segmentasi Pocari Sweat.
2. Responden Berdasarkan Pendidikan dan Pekerjaan
Komposisi responden berdasarkan pendidikan terbanyak ialah
responden yang telah lulus SLTA (49%), kemudian lulus Sarjana (32%),
Akademi/Diploma (15%), lulus SLTP (3%) dan lulus SD (1%). Dari 100
responden yang diteliti tidak terdapat responden yang berpendidikan Pasca
Sarjana.
Jenis pekerjaan/profesi yang paling banyak ditekuni oleh responden
ialah pegawai swasta (31%), kemudian profesi pelajar/mahasiswa dan
wirausaha dengan persentase yang sama sebesar 28%, pegawai negeri (6%)
dan jenis pekerjaan lainnya sebesar 7%. Kategori jenis pekerjaan "lainnya"
63
memiliki sifat pertanyaan terbuka pada kuesioner, dimaksudkan untuk
mengakomodasi jenis pekerjaan selain yang telah disebutkan, seperti ibu
rumah tangga, musisi, entertainer maupun tidak bekerja.
Produk minuman isotonik merupakan produk makanan/minuman
kesehatan (healthy food). Elemen yang menjadi daya tarik konsumen untuk
membeli jenis produk ini adalah aspek efek/efikasi produk terhadap
kesehatan. Seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap
pentingnya kesehatan, industri healthy food pun mengalami pertumbuhan.
Kesadaran konsumen ini dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan
pendapatan serta akses informasi yang lebih baik.
Dari survei ini ditemukan bahwa konsumen Pocari Sweat lebih
banyak berasal dari konsumen dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi
64
(SLTA dan sarjana) serta jenis pekerjaan dengan pendapatan yang baik
(pegawai swasta) serta akses informasi yang lebih baik.
3. Responden Berdasarkan Pengeluaran per Bulan
Berdasarkan jumlah pengeluaran keluarga per bulan (diluar cicilan
rumah, kendaraan dan barang) persentase tingkat pengeluaran terbanyak
dari responden ialah antara Rp 750 ribu - Rp 1,5 juta (50%). Kemudian pada
tingkat pengeluaran kurang dari Rp 750ribu (22%), Rp 1,5 juta – Rp 2,25
juta (18%), Rp 2,25juta – Rp 3 juta (7%) dan tingkat pengeluaran lebih dari
Rp 3 juta (3%).
Merujuk pada konsep klasifikasi SES (social&economy status) dan
HHE (House Hold Expenditure) yang digunakan oleh lembaga riset AC
Nielsen Indonesia pada tahun 2008, maka tingkat pengeluaran per bulan dari
65
100 responden yang terlibat dalam survei ini terdistribusi ke dalam semua
kategori SES dari A hingga E, dengan porsi terbanyak pada SES C.
Informasi SES ini bermanfaat dalam meneliti persepsi terhadap elemenelemen ekuitas merek Pocari Sweat karena sejalan dengan target segmennya
yakni A, B dan C (SWA no.16/26 Juli-8 Agustus 2007). Tabel 4.1
menunjukkan klasifikasi SES yang digunakan oleh lembaga riset AC
Nielsen Indonesia.
Tabel 4.1
Social&Economy Status (SES)
SES
Jumlah Pengeluaran per Bulan
A1
>Rp. 3,5 juta
A2
Rp. 2,5 juta – Rp. 3,5 juta
B
Rp. 1,75 juta – Rp. 2,5 juta
C1
Rp. 1,25 juta – Rp. 1,75 juta
C2
Rp. 900 ribu – Rp. 1,25 juta
D
Rp. 600 ribu – Rp. 900 ribu
E
≤ Rp. 600 ribu
Sumber : www.researchexpert.wordpress.com
B. Analisis Elemen-elemen Ekuitas Merek Pocari Sweat
1. Kesadaran Merek (Brand Awareness)
Kesadaran merek menunjukkan seberapa kenal responden terhadap
Pocari Sweat. Tingkat kesadaran merek yang tinggi merupakan kunci
pembuka tercapainya ekuitas merek yang kuat. Analisis terhadap kesadaran
merek meliputi variabel: merek pertama disebut (top of mind/TOM), merek
yang disebut kemudian (brand recall), kesadaran merek dengan bantuan
(brand recognition) dan tidak menyadari merek (brand unaware).
66
Tambahan analisis terhadap sumber pengenalan merek dan frekuensi
pembelian dimaksudkan untuk mengetahui perilaku konsumen Pocari Sweat
dan mendukung analisis brand awareness.
a. Analisis Puncak Pikiran (Top of Mind/TOM)
Dari 100 responden yang menjawab kuesioner, sebanyak 67%
responden menyatakan merek Pocari Sweat sebagai merek minuman
isotonik yang pertama kali muncul dalam ingatan mereka. Merek
minuman isotonik pesaing yakni Mizone menempati urutan kedua
dengan persentase sebesar 27% disusul Vitazone (3%) dan Gatorade
(1%). Sebanyak 2% responden masih keliru dalam mempersepsikan
Extra Joss sebagai minuman isotonik.
67
Puncak pikiran (TOM) Pocari Sweat yang cukup tinggi
menunjukkan hasil edukasi dan aktivitas pemasaran selama ini cukup
baik dan efektif, juga merupakan dampak menguntungan Pocari Sweat
sebagai merek pionir dalam pasar minuman isotonik. Namun jika
dibandingkan dengan data awareness tahun 2007 (MARKETING
No.06/Juni 2007) sebesar 95%, maka TOM Pocari Sweat telah
mengalami penurunan.
b. Analisis Pengingatan Kembali (Brand Recall)
Untuk mengukur brand recall maka terhadap responden diminta
menyebutkan merek minuman isotonik yang diingat selain jawaban
terhadap TOM, dengan tanpa bantuan/clue (unaided question). Semakin
rendah frekuensi jawaban merek Pocari Sweat, maka semakin positif
terhadap pembentukan ekuitas merek. Artinya merek Pocari Sweat telah
lebih dulu disebutkan sebagai merek TOM atau yang paling diingat pada
kategorinya.
Hasil survei menunjukkan bahwa 48% responden menjawab merek
Mizone sebagai yang paling sering diingat pada pertanyaan brand recall.
Pocari Sweat (19%), Vitazone (16%), Powerade (7%) dan Gatorade (4%)
secara berurutan menempati posisi di belakang Mizone.
68
c. Analisis Pengenalan Merek (Brand Recognition)
Pengenalan merek (brand recognition) diukur dengan mengajukan
pertanyaan terhadap responden dengan menyebutkan ciri-ciri merek
Pocari Sweat (aided question).
Dari hasil survei ditemukan bahwa sebanyak 98% responden telah
mengenal merek Pocari Sweat dan terdapat 2% responden yang
mengenal Pocari Sweat setelah menjawab pertanyaan dengan bantuan
(aided question) ini.
69
d. Tidak Menyadari Merek (Unaware Brand)
Untuk keperluan pengukuran variabel Unaware Brand, dapat
diketahui melalui pengamatan pada jawaban responden terhadap elemen
brand awareness sebelumnya.
Dari pengamatan terhadap jawaban kuesioner, ditemukan bahwa
semua responden telah menyadari dan mengenal merek Pocari Sweat.
Survei ini juga menemukan responden sebanyak 2% yang menyebut
merek minuman kategori minuman energi (energy drink) sebagai
minuman isotonik. Informasi ini memberi masukan yang berharga
kepada pemilik merek minuman isotonik bahwa konsumen masih
memiliki persepsi yang keliru antara kategori minuman isotonik dan
minuman energi (energy drink). Artinya, pekerjaan mendidik atau
mengedukasi konsumen tentang functional benefit minuman isotonik,
70
yaitu menawarkan manfaat sebagai pengganti ion tubuh untuk kesehatan
dan kebugaran belum selesai bagi pemilik merek Pocari Sweat.
e. Sumber Pengenalan Merek
Terhadap pertanyaan mengenai sumber pengenalan merek Pocari
Sweat oleh responden, diketahui bahwa sebanyak 60% responden
mengenal merek Pocari Sweat dari iklan televisi (60%), kemudian diikuti
oleh iklan di media cetak (30%), rekomendasi teman (5%), toko (4%)
dan media lainnya (1%).
f. Analisis Menyeluruh Kesadaran Merek (Brand Awareness)
Dari keempat variabel pengukuran kesadaran merek (brand
awareness), Pocari Sweat berhasil memperoleh hasil yang lebih baik
daripada pesaingnya di kategori minuman isotonik. Kesuksesan ini
71
merupakan hasil dari usaha menerapkan konsep market driving company
dan membangun merek (brand building) selama hampir 20 tahun di pasar
Indonesia.
Hadirnya Mizone dan merek-merek minuman isotonik lainnya
telah mengancam keberadaan pasar dan lebih khusus lagi kesadaran
merek (brand awareness) Pocari Sweat. Hal ini dapat dibuktikan dengan
membandingkan top of mind (TOM) Pocari Sweat pada tahun 2007
sebesar 95% (MARKETING No.06/Juni 2007) menurun menjadi 67%
(data yang diperoleh dari penelitian ini).
Hasil penelitian top of mind dan elemen brand awareness Pocari
Sweat ini tidak berbeda jauh dengan data hasil penelitian yang dilakukan
oleh Frontier pada TOP Brand Award 2007. Saat itu Pocari Sweat
menduduki peringkat pertama dalam Top Brand Index (TBI) sebesar
55,83%, unggul daripada Mizone yang sebesar 31,16% (MARKETING
Edisi Khusus-1/2007).
Tabel 4.3
Top Brand Index (TBI) 2007
Merek
Pocari Sweat
Mizone
Vitazone
Gatorade
Optima Sweat
100 Plus
Powerade
Zporto
Top Brand Index
55,83%
31,16%
5,73%
1,09%
0,62%
0,59%
0,58%
0,15%
TOP Brand
TOP Brand
72
Sumber : Majalah MARKETING Edisi Khusus-1/2007
Sebagai pemimpin pasar, Pocari Sweat dituntut untuk selalu
waspada terhadap Mizone sebagai pesaing terdekatnya. Mengabaikan
persaingan berarti membantu pesaing menjadi besar (Jack Trout, 2002).
Pada tingkat pengingatan kembali (brand recall) yang sifatnya unaided,
Mizone menempati urutan kedua yang punya potensi besar mengambil
alih posisi Pocari Sweat.
Kampanye pemasaran yang intensif dilakukan oleh Mizone,
menjadi salah satu senjata menembus kompetisi yang semakin ketat di
industri ini, sekaligus berhasil menggeroroti awareness Pocari Sweat.
Menurut data Nielsen Media Research, pada tahun 2007 Mizone
membelanjakan anggaran untuk beriklan di televisi/TVC(television
commercial) sebesar Rp114 miliar, meningkat 153% dibanding belanja
pada tahun 2006 (MIX No.02/2008). Anggaran sebesar ini sangat jauh
bila dibandingkan dengan anggaran promosi Pocari Sweat pada tahun
2006 yang hanya sebesar Rp 46 miliar (SWA Sembada No.16/2007).
Dari hasil survei tentang sumber pengenalan merek diketahui
bahwa sebanyak 60% responden menyatakan mengenal merek Pocari
Sweat dari iklan televisi dan sebanyak 30% dari iklan di media cetak.
Dengan memanfaatkan metode crosstabulation, diketahui bahwa iklan
TV sangat efektif terhadap responden wanita usia muda (15-22 tahun)
dengan pekerjaan sebagai pelajar/mahasiswa. Sedangkan media cetak
73
cukup efektif terhadap responden baik pria maupun wanita dengan
tingkat pendidikan dan pengeluaran yang lebih tinggi.
Melalui perbaikan pada efektivitas dan kualitas materi komunikasi
pemasaran maka diharapkan akan dapat meningkatkan brand awareness
Pocari Sweat. Perbaikan efektivitas meliputi intensitas serta penempatan
iklan dan program promosi yang tepat guna. Adapun peningkatan
kualitas meliputi kreativitas dan pesan yang disampaikan.
Kendati di Indonesia peran iklan televisi/TVC masih tinggi,
hampir 70% dari belanja iklan nasional (MARKETING No.03/2007),
tetapi efektivitasnya semakin diragukan. Menurut Handi Irawan, direktur
Frontier, sekitar 40% pengeluaran iklan di Indonesia terbuang sia-sia.
Jumlah stasiun televisi (channel) yang makin banyak, stasiun televisi
nasional sebanyak 10 dan televisi lokal mencapai sekitar 80 stasiun,
ditambah dengan program acara yang beragam, membuat konsumen
semakin besar kemungkinannya untuk berpindah-pindah channel.
Cara terbaik untuk meningkatkan kesadaran merek adalah dengan
memanfaatkan komunikasi pemasaran terpadu (integrated marketing
comunication/IMC). Kegiatan promosi above the line (ATL) yang sudah
pasti membutuhkan anggaran dana yang sangat besar perlu didukung
dengan kegiatan below the line (BTL).
Melalui seminar yang disebut Pocari Sweat Conference, para ahli
kesehatan dan pakar industri minuman diundang untuk mendapat
penjelasan mengenai keamanan dan manfaat produk terhadap kesehatan.
74
PT AIO juga sering terlibat menjadi sponsor dalam kegiatan-kegiatan
olah raga nasional dan internasional. Selain seminar dan sponsorship,
kegiatan kunjungan ke pabrik (open factory) di Sukabumi dapat menjadi
promosi yang efektif dengan memberikan pengalaman yang positif bagi
pengunjung dan diharapkan disebarluaskan melalui efek word of mouth.
Keterlibatan Pocari Sweat dalam salah satu wahana Kidzania bisa
menjadi contoh aktivitas BTL yang ditujukan kepada calon konsumen
anak-anak.
Pemanfaatan media komunikasi terbaru seperti e-mail, blog,
mailing list dan website juga bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan
kesadaran merek (brand awareness) Pocari Sweat, terutama terhadap
segmen konsumen berusia muda.
2. Asosiasi Merek (Brand Association)
Pengujian Cochran's Q Test digunakan untuk menguji atribut-atribut
mana saja yang merupakan asosiasi Pocari Sweat. Pada 100 responden
yang terlibat dalam survei ini diberi pertanyaan tertutup berupa pilihan
jawaban ya atau tidak atas kesan merek yang mereka terhadap merek Pocari
Sweat. Alat analisa yang digunakan adalah program pengolahan statistik
SPSS.
Dari kuesioner diperoleh jawaban responden terhadap asosiasi Pocari
Sweat (lihat lampiran). Jawaban "ya' diwakili oleh angka 1 dan jawaban
"tidak" diwakili oleh angka 0. Pengujian dilakukan secara bertahap dengan
75
cara mengeliminasi variabel/atribut yang memiliki jumlah jawaban "ya"
paling sedikit, hingga nilai Cochran's test (Q) lebih besar daripada nilai chi
square (X2). Tabel 4.4 mentabulasikan jawaban asosiasi responden terhadap
Pocari Sweat. Langkah-langkah pengujian secara lengkap dapat dilihat pada
Lampiran 2 mengenai Cohran's Q Test.
Tabel 4.4
Atribut Brand Association Pocari Sweat
Atribut
Jawaban
Ya
Tidak
Menganti cairan tubuh
95
5
Memulihkan stamina
87
13
Harga terjangkau
71
29
Kandungan bahan pengawet yang aman
90
10
Rasa segar/enak
73
27
Mudah didapat/ tersedia di toko terdekat
92
8
Lebih bergengsi
70
30
Minuman kesehatan
76
24
Mutu tinggi
75
25
Sumber : Hasil Pengolahan Data
Hasil pengujian metode statistik terhadap jawaban survei responden
menemukan asosiasi terhadap merek Pocari Sweat sebagai berikut:
mengganti cairan tubuh, memulihkan stamina/energi, kandungan bahan
pengawet yang aman, dan mudah didapat. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa positioning Pocari Sweat sebagai minuman isotonik
ternyata berhasil memperoleh tempat khusus di benak konsumen pelanggan.
76
Saat awal penetrasi pasar di Indonesia, persepsi masyarakat terhadap
Pocari Sweat sempat kabur. Pocari disejajarkan dengan minuman ringan
lain atau bahkan dengan air mineral. Selain itu, Pocari Sweat juga sempat
dipersepsikan sebagai sports drink. Ini mungkin terjadi karena dalam iklan
televisi yang menggunakan atlet bulutangkis Mia Audina sebagai endorser.
Padahal komposisi serta fungsi minuman isotonik adalah mengganti cairan
tubuh, tidak menambah tenaga.
PT Amerta Indah Otsuka dalam usaha mengedukasi pasar berusaha
memposisikan Pocari Sweat sebagai minuman kesehatan (healthy drink),
bukan terbatas pada orang sakit (medicated drink) karena ukuran pasarnya
lebih sempit. Karena itu, survei persepsi konsumen terhadap asosiasi merek
Pocari Sweat kali ini menunjukkan keberhasilan strategi PDB (positioningdifferentiation-brand) Pocari Sweat.
Kandungan bahan pengawet yang aman masih menjadi keunggulan
kompetitif Pocari Sweat dibanding pesaingnya, terutama setelah isu tentang
bahaya kandungan bahan pengawet Natrium Benzoat dan Kalium Sorbat
dalam beberapa merek minuman isotonik diantaranya Mizone, Zporto dan
Kino Sweat pada akhir tahun 2006. Isu ini sempat membuat Mizone
menarik produknya dari peredaran. Tetapi dengan tindakan pelabelan ulang
(relabelling) dan kegiatan komunikasi yang didukung fakta dari BPOM
bahwa Mizone aman terhadap bahan pengawet, lambat laun membuat
kepercayaan konsumen pulih kembali.
77
Asosiasi kemudahan didapat - berarti produk Pocari Sweat tersedia di
kios/outlet tradisional terdekat, menyajikan informasi yang berbeda dari
fakta yang diperoleh lewat riset terukur yang diselenggarakan oleh majalah
MIX bekerja sama dengan Qasa Strategic Consulting. Pada kategori
minuman isotonik, Mizone mengungguli Pocari Sweat walaupun dengan
perbedaan yang sedikit. Unggulnya Mizone menunjukkan bahwa Mizone
telah berhasil pulih dari krisis yang pernah menimpanya saat isu kandungan
bahan pengawet berbahaya pada akhir tahun 2006.
Tabel 4.5
Brand Association Mizone
Brand Association Mizone
Isotonik
Air Minum
Penambahan tenaga/stamina/energi
Kemasan Biru /Unik /Aneh
Rasa Segar /enak/beraroma
Identik dengan produk lain
Minuman kesehatan
Minuman penyegar
Minuman vitamin
Persen
20%
19%
13%
12%
11%
4%
3%
3%
1%
Sumber : Majalah MIX No.05/2006
Informasi mengenai keempat asosiasi Pocari Sweat ini perlu disikapi
dengan hati-hati oleh pemilik merek. Keempat asosiasi tersebut akan dengan
mudah ditiru oleh pesaing Pocari Sweat. Tabel 4.5 menunjukkan asosiasi
78
merek antara Pocari Sweat dan pesaing terdekatnya – Mizone memiliki
beberapa kesamaan.
Kecenderungan ini, bahwa produk memiliki kesamaan dalam benefit
yang ditawarkan, dapat mengarah kepada perubahan produk menjadi
komoditas, dimana tidak ada lagi pembeda atau differentiator yang jelas
antar produk. Hampir semua merek memberikan nilai yang sama atau
bahkan lebih kepada konsumen. Akhirnya produk dapat terjebak dalam
perang harga dan bila hal ini terjadi secara jangka panjang, maka industri
menjadi tidak menarik lagi, atau meminjam istilah populernya, red ocean
(Kim, Chan. W and Renée Mauborgne, 2006).
Setelah bersusah payah mengedukasi dan membuka pasar yang baru
yaitu pasar minuman iosotonik, tantangan berikutnya bagi Pocari Sweat
adalah munculnya pesaing-pesaing baru yang siap menantang posisinya
sebagai market leader. Strategi pemasaran yang digunakan oleh penantang
pun hampir mirip atau bahkan lebih baik dari Pocari Sweat. Mizone
misalnya, memiliki value proprosition sebagai minuman isotonik bernutrisi
dengan kandungan hydromaxx, yaitu kombinasi unik lima vitamin penting
dan elektrolit. Pemilihan kemasan plastik PET juga menjadi faktor
pembedanya (differrentiation) dari Pocari Sweat, yang memungkinkan
Mizone dijual dengan harga lebih murah dan kesan lebih bergengsi (Amalia
Maulana, MIX No.05/2006).
Agar terhindar dari situasi ini, maka PT Amerta Indah Otsuka (AIO)
sebagai pemilik merek Pocari Sweat di Indonesia perlu menjalankan strategi
79
value innovation dengan menawarkan value dan benefit baru bagi
konsumen. Terlebih lagi disaat krisis ekonomi global yang berimbas ke
Indonesia menyebabkan daya beli konsumen menurun sehingga perilaku
belanja pun ikut berubah.
Sedangkan dari sisi komunikasinya, mengutip Handoko Hendroyono,
creative director Matari Advertising, tahap komunikasi Pocari Sweat
seharusnya sudah meningkat ke tahap emotional bonding untuk memupuk
kecintaan terhadap produk. Dengan relationship baru tersebut, diharapkan
saat kompetitor mengepung, konsumen sudah tidak punya alasan untuk
pindah (MIX No.06/2007). Hubungan emosional yang dimaksud dapat
dibangun dengan memberi pengalaman yang tak terlupakan hingga ke
mengakomodasi terhadap aspirasi suatu kelompok pelanggan.
3. Persepsi Kualitas (Perceived Quality)
Berbicara soal kualitas maka terdapat kualitas obyektif dan kualitas
menurut persepsi konsumen. Lebih jauh menurut Al Ries dalam bukunya
The 22 immutable Laws of Branding (1999) yang terpenting adalah
membangun persepsi kualitas yang kuat di benak konsumen. Bila konsumen
mempersepsikan kualitas sebuah produk sebagai bernilai rendah, maka
kualitas produk itu pun rendah, apa pun realitasnya. Jadi, persepsi adalah
realitas.
Hasil analisis persepsi kualitas Pocari Sweat secara keseluruhan
menunjukkan hasil yang belum memuaskan bagi konsumen. Dari 100
80
responden yang terlibat dalam survei ini, menilai performance Pocari Sweat
(skor rata-rata 3,41) masih lebih rendah daripada importance-nya (skor ratarata 3,89). Namun perlu dicermati dengan lebih seksama, variabel mana saja
yang sudah melebihi harapan konsumen dan atribut mana yang masih
memerlukan
perbaikan.
Diagram
performance-importance
memberi
gambaran lebih lengkap dan tajam mengenai persepsi kualitas responden
terhadap Pocari Sweat.
Gambar 4.10
Diagram Performance-Importance
5
Importance
3,89
KUADRAN 1
KUADRAN 2
AMAN
MANFAAT
RASA
ISI
4
KETERSEDIAAN
KEMASAN
GIZI
3
2
KUADRAN 3
KUADRAN 4
1
1
Performance
3
4
5
3,41
Sumber: Hasil pengolahan data
a. Analisis Kuadran 1 : Underact/Attributes to improve
Dari gambar diagram performance-importance di atas dapat
ketahui atribut/variabel yang termasuk ke dalam kuadaran 1 adalah rasa
dan jumlah isi (volume). Kuadran 1 adalah wilayah dimana variabel-
81
variabel ini dianggap penting (importance-nya tinggi) oleh pelanggan
tetapi pada kenyataannya (performance) belum sesuai dengan yang
diharapkan.
Pada saat penetrasi ke pasar Indonesia Pocari Sweat selain
menghadapi masalah edukasi konsumen terhadap minuman isotonik yang
dianggap baru juga menghadapi masalah rasa yang kurang disukai yaitu
cenderung asam. Padahal kultur sebagian besar konsumen Indonesia
lebih menyukai rasa manis.
Sampai saat ini, Pocari Sweat tetap mempertahankan rasanya yang
asli seperti di negara asalnya Jepang. Walau dari beberapa kasus
pemasaran ditemukan fakta bahwa para pemain di industri makanan dan
minuman, terutama merek global, akan sulit mencapai kesuksesan di
pasar Indonesia bila tidak mau melakukan adaptasi terhadap selera lokal
(Hermawan Kartajaya, 2004). Contohnya Lipovitan, adalah pelopor
energy drink di Indonesia, tetapi kurang berhasil dibandingkan dengan
Kratingdaeng. Lipovitan memiliki rasa cenderung asam dibandingkan
Kratingdaeng yang manis. Dibutuhkan penelitian yang mendalam untuk
mengukur seberapa jauh pengaruh perubahan kepuasan pelanggan Pocari
Sweat jika mengubah rasanya.
Pada variabel jumlah isi/volume dalam kemasan merupakan
variabel dengan perolehan nilai kepuasan terendah (2,98) dari ketujuh
variabel yang diukur. Penilaian ini bisa timbul karena harga Pocari Sweat
yang relatif lebih mahal dibandingkan pesaingnya di kategori minuman
82
isotonik. Dengan membayar lebih mahal untuk ukuran isi yang sama
(330ml), konsumen menaruh harapan untuk memperoleh value (total get
dibagi dengan total give) yang lebih besar pula tergantung pada tipe
konsumennya.
Perilaku konsumen dalam membeli/menggunakan produk di masa
krisis sebagian besar akan menjadi value-oriented customer, yakni
konsumen yang selalu membandingkan total get terhadap total give.
Artinya, disaat daya beli konsumen sedang turun produk-produk yang
bisa menyesuaikan diri dengan perilaku konsumen value oriented yang
berpeluang besar tumbuh dan memenangkan persaingan.
Agar sukses dalam krisis yang sedang terjadi, Pocari Sweat yang
punya perceived quality tinggi, perlu menggunakan strategi pemasaran
yang sesuai dengan masa krisis. Langkah yang bisa ditempuh diantaranya
ialah melakukan rationalizing the brand, dengan content yang tetap sama
atau berkurang dan mengurangi konteks (Hermawan Kartajaya, 2002).
Hal ini telah dilakukan, misalnya sejak Februari 2008 meluncurkan
kemasan botol plastik (PET) untuk menyiasati harga logam aluminium
bahan kemasan Pocari Sweat yang naik. Kemasan sachet yang sudah
lama berada di pasar juga perlu dimaksimalkan untuk mempertahankan
loyalitas konsumen tanpa perlu mengorbankan persepsi kualitasnya.
b. Analisis Kuadran 2 : Maintain Performance
83
Atribut manfaat, aman, dan ketersediaan termasuk ke dalam
kuadran 2 dalam diagram performance-importance di depan (gambar
4.8). Kuadran ini memuat atribut/variabel yang dianggap penting oleh
pelanggan dan pada kenyataannya sudah berhasil memuaskan harapan
pelanggan. Atribut/variabel yang termasuk dalam kuadran ini harus tetap
dipertahankan karena merupakan keunggulan kompetitif merek.
Manfaat yang ditawarkan oleh Pocari Sweat yaitu mengganti ion
tubuh ternyata dipersepsikan dengan sangat positif oleh responden.
Mengutip pendapat Simon Jonathan (www.marketing.co.id), Pocari
Sweat merupakan trust brand, bukan taste brand. Selain konsisten
dengan rasa, Pocari Sweat juga menawarkan sisi kemujaraban (efficacy).
Hasil ini sekaligus merupakan bukti perwujudan slogan Otsuka.
Faktor aman dikonsumsi/memiliki kandungan bahan pengawet
dalam batas aman bagi kesehatan, juga menjadi atribut Pocari Sweat
yang dipersepsikan sangat baik oleh responden (skor 4,28), bahkan
tertinggi diantara tiga atribut yang berada pada kuadran 2. Saat krisis
kepercayaan konsumen terhadap kandungan bahan pengawet yang
menimpa merek pesaingnya, Pocari tetap dipercaya sebagai produk yang
aman untuk dikonsumsi.
Ketersediaan Pocari Sweat di warung ataupun pasar tradisional
merupakan atribut selain manfaat dan aman, yang termasuk dalam
kuadran 2. Ketersediaan (availability) ialah faktor penting dalam
menghadapi persaingan di kategori minuman isotonik yang semakin
84
ketat. Apalagi menghadapi serangan dari Mizone yang selain
memanfaatkan
penetrasi
harga
(value
for
money),
juga
memanfaatkan jalur distribusi Aqua yang sudah sangat kuat hingga pasar
tradisional.
Riset yang dilakukan oleh Canadean Data (MIX No.02/2007)
menunjukkan bahwa perilaku sebagian besar konsumen minuman energy
drink adalah membeli minuman ini di warung, langsung diminum, dan
tanpa perencanaan (impulse buying). Sebagian besar pembelian terjadi di
warung (68%). Lihat Tabel 4.11 dan 4.12.
Perilaku pembelian konsumen minuman isotonik yang memiliki
karakter yang sama dengan energy drink yaitu impulse buying serta lowinvolvement, disikapi oleh PT AIO dengan distribusi yang kuat dan
menyebar hingga ke pelosok Indonesia. Menurut data tahun 2005, PT
85
AIO memanfaatkan multidistributor, 15 distributor untuk Jawa dan 16
distributor luar Jawa, dan ditargetkan memiliki 40 multidistributor.
Kendati demikian, berdasarkan survei Distribution-Performance
yang dilakukan pada bulan April 2008 oleh Qasa Strategic Consulting
bekerjasama dengan MIX menunjukkan indeks kinerja distribusi Mizone
tertinggi, sedikit mengungguli Pocari Sweat, Vitazone, ProSweat, dan
Powerade (Tabel 4.6).
Tabel 4.6
Distribution Performance 2008
Nama Merek
Brand
Index
Acc.
Management
Index
PT Aqua Danone Indonesia
Mizone
54,9%
12,6%
67,5%
PT Amerta Indah Otsuka
Pocari Sweat
53,3%
12,8%
66,2%
PT Mayora
Vitazone
40,4%
20%
60,4%
PT ABC President
Pro Sweat
29,4%
17,1%
46,5%
Produsen
Total
Index
86
Powerade
Sumber : Majalah MIX No.07/2008
PT Coca Cola Indonesia
33,2%
24,9%
58,1%
c. Analisis Kuadran 3 : Low Priority
Berdasarkan diagram performance-importance, atribut kemasan
serta faktor gizi termasuk ke dalam kuadran ini. Kuadran ini memuat
faktor-faktor yang dianggap kurang penting oleh pelanggan dan pada
tingkat kinerjanya pun tidak terlalu istimewa. Perubahan level kepuasan
pada faktor-faktor yang termasuk dalam kuadran ini dampaknya tidak
terlalu besar terhadap persepsi kepuasan pelanggan secara keseluruhan.
Positioning Pocari Sweat yaitu pengganti ion tubuh ternyata cukup
kuat diterima dalam benak konsumen. Sekalipun banyak merek pesaing
di kategori minuman isotonik ini menawarkan value proposition yang
berbeda dari Pocari Sweat, tetapi konsumen tetap menaruh kepercayaan
yang tinggi terhadap manfaat pengganti ion tubuh yang ditawarkan oleh
Pocari Sweat.
Mizone misalnya, memiliki value proposition minuman isotonik
bernutrisi dengan kombinasi lima vitamin penting yaitu C, B3, B5, B6,
dan B12. Berbeda lagi dengan Vitazone yang selain mengklaim sebagai
isotonik bervitamin, juga bebas dari bahan pengawet. Proposisi ini sering
dikomunikasikan lewat iklan yang mengilustrasikan botol Vitazone yang
tidak rusak meski diisi air panas.
Dari survei terhadap konsumen minuman isotonik ini diketahui
bahwa value proposition berbeda yang digunakan oleh merek pesaing,
87
yaitu dengan tambahan kandungan gizi/vitamin, untuk menyerang Pocari
Sweat ternyata masih dipersepsikan kurang penting.
Saat ini Pocari Sweat telah meluncurkan kemasan botol plastik
PET dalam ukuran 350ml dan 500ml, selain kemasan kaleng yang berisi
330ml serta sachet. Pemilihan kemasan PET oleh PT AIO merupakan
strategi cost reduction mengingat harga aluminium sebagai bahan
kemasan–merupakan komponen cost produksi terbesar yang naik, namun
tanpa mengurangi kualitas isi Pocari Sweat. Sedangkan bagi pengamat
pemasaran, langkah ini sebagai strategi Pocari Sweat menyikapi
kesuksesan Mizone yang menggunakan kemasan botol PET sehingga
memungkinkan Mizone dijual lebih murah serta membidik segmen yang
lebih luas yaitu konsumen AMDK (air minum dalam kemasan). Harga
Pocari Sweat kemasan kaleng sendiri sejak Februari 2008 naik menjadi
Rp 3.800 dari sebelumnya Rp 3.300, sedangkan harga Pocari Sweat
dalam kemasan PET tidak mengalami kenaikan (Rp 3900 ukuran 350ml
dan Rp 4700 ukuran 500ml).
Faktor kemasan merupakan faktor yang persepsikan cukup penting
bagi konsumen minuman isotonik (skor 3,72) sedangkan performance
Pocari Sweat dinilai masih kurang dalam memenuhi harapan konsumen
(skor 3,33). Dari penelitian yang dilakukan oleh Amalia Maulana (MIX
no.20/2006) mengenai pengalaman konsumen (consumer experience)
terhadap minuman isotonik, ditemukan bahwa kemasan botol PET lebih
88
disukai karena bisa diisi dengan air putih dan botol bekas Mizone punya
nilai lebih karena bergengsi (Tabel 4.7).
Temuan ini tentunya bisa dimanfaatkan dalam usaha memberi
emotional benefit yang lebih kepada konsumen yang pada akhirnya
meningkatkan kepuasan pelanggan.
Tabel 4.7
Kesan dan Pengalaman Minuman Isotonik
Pocari Sweat
Mizone
X-ion
Karakteristik
Mengembalikan ion tubuh yang hilang karena aktivitas
kategori minuman
Lebih enak diminum dingin
isotonik
Kemasan
Kaleng- sekali Botol bisa di isi ulang Sachet : tidak siap
pake buang
dengan air putih
minum/tidak
praktis
Distribusi
Terbatas
Ada dimana-mana
Terbatas
Manfaat
Langsung terasa Dibandingkan dengan Dibandingkan
larutan
manfaatnya
minuman
aqua/ dengan
kurang
terasa adem sari/penyegar
manfaatnya
enak
Meningkatkan gengsi Lebih
Image booster
Meningkatkan
peminumnya ditempat pemakaian
gengsi
sendiri/in-house
umum
peminumnya
dtempat umum
Sumber: Majalah MIX No.05/2006
d. Analisis Kuadran 4 : Overact
Kuadran ini adalah wilayah yang memuat faktor-faktor yang
dianggap kurang penting oleh konsumen dan dirasakan terlalu
berlebihan. Faktor-faktor yang termasuk dalam kuadran ini dapat
dikurangi oleh perusahaan.
89
Dari ketujuh atribut/faktor persepsi kualitas yang ditanyakan
kepada responden diketahui bahwa tidak ada atribut produk/faktor –
faktor yang termasuk dalam kuadran ini.
Mencermati hasil survei ini diketahui persepsi kualitas (perceived
quality) Pocari Sweat sekalipun masih belum memuaskan konsumennya
tetapi masih ada peluang untuk ditingkatkan. Analisa performanceimportance memberikan gambaran sekaligus insight yang lengkap tentang
persepsi kualitas konsumen minuman isotonik.
Kepuasan pelanggan merupakan dasar bagi loyalitas konsumen,
bahkan dari pelanggan yang puas bisa menjadi pengiklan yang efektif lewat
komunikasi word of mouth. Hasil dari survei persepsi kualitas konsumen
Pocari Sweat ini perlu ditindaklanjuti dengan upaya mengubah perilaku
konsumen agar dapat mendongkrak pangsa pasar, diantaranya dengan
pembelian secara berulang, meningkatkan konsumsi dan merekemondasi
merek.
Salah satu keuntungan dari persepsi kualitas yang tinggi ialah harga
premium. Manfaat ini telah dirasakan oleh Pocari Sweat yang menikmati
posisinya sebagai market leader. Kendati demikian, bukan berarti leader
bisa menetapkan harga yang seenaknya saja. Menurut Philip Kotler, saat ini
market leader sudah beruntung jika bisa mematok harga 10-20% lebih
mahal. Dalam penetapan harga PT AIO harus mempertimbangkan target
90
segmen, karakter pasar minuman isotonik yang hambatan masuk (entry
barrier)-nya rendah juga produk substitusi yang jumlahnya banyak.
Yang tetap perlu diingat ialah persepsi kualitas (perceived quality) ini
bersifat
subyektif
dan
dinamis.
harapan/kepentingan (importance) dan
Subyektif
artinya
tingkat
pengalaman (performance) yang
dirasakan terhadap satu atau beberapa faktor relatif berbeda antar konsumen
satu dengan lainnya. Begitu juga dengan tingkat kepuasan konsumen, selalu
berubah dipengaruhi oleh usia, tingkat pendidikan, informasi, pendapatan,
status sosial dan psikografis.
4. Analisis Loyalitas Merek (Brand Loyalty)
Dengan keadaan lingkungan bisnis yang semakin turbulen, arus
informasi yang tanpa batas dan membanjirnya produk sejenis di pasar,
loyalitas pelanggan menjadi semakin bernilai. Bukan saja karena biaya
mempertahankan pelanggan lama lebih murah daripada mengakuisisi
pelanggan baru, namun juga karena reward yang dinikmati perusahaan
secara kumulatif dari seorang pelanggan yang loyal sangat besar. Seorang
loyalis merek cenderung mau membeli produk lebih banyak dan membeli
lebih sering daripada pelanggan biasa. Bahkan dalam tingkatan tertinggi,
pelanggan yang loyal akan dengan sukarela menjadi pembela merek.
Penelitian ini mengukur juga tingkat loyalitas pelanggan minuman
isotonik merek Pocari Sweat. Berdasarkan teori ekuitas merek David A.
Aaker yang digunakan pada survei ini, tingkat loyalitas merek terdiri dari
91
switcher, habitual buyer, satisfied buyer, liking the brand, dan yang
tertinggi committed buyer. Selain kelima elemen loyalitas merek tersebut,
penulis menggali beberapa informasi mengenai perilaku konsumen
minuman isotonik, seperti persepsi terhadap harga, alasan membeli, dan
frekuensi
konsumsi
sebagai
informasi
pendukung
dalam
analisis
keseluruhan tentang loyalitas merek.
a. Analisis Switcher
Konsumen switcher adalah konsumen yang sensitif terhadap
perubahan harga sehingga pada tingkatan loyalitas berada pada urutan
paling rendah. Dalam survei ini, yang termasuk ke dalam kategori
switcher adalah responden yang menjawab "sering" dan "selalu".
Hasil survei memperlihatkan bahwa sebanyak 6% dari responden
merupakan konsumen kategori switcher atau konsumen yang sensitif
terhadap perubahan harga.
Nilai
pengukuran
rata-rata
sebesar
2,35
bila
kemudian
dibandingkan dengan rentang skala (Tabel 3.2 halaman 59), maka dapat
disimpulkan bahwa konsumen Pocari Sweat termasuk pelanggan yang
loyal.
Hasil yang ditunjukkan pada pengukuran switcher cukup
menggembirakan. Dari identifikasi kelas ekonomi dan sosial/SES
responden yang terlibat dalam penelitian ini diketahui bahwa sebagian
besar termasuk dalam kategori SES C dan D. Artinya, walaupun harga
92
Pocari Sweat lebih mahal dari pesaingnya dan baru saja menaikkan harga
untuk kemasan kaleng, tetapi pelanggannya tetap loyal.
Untuk mendukung analisis switcher, maka kepada responden
ditanyakan bagaimana persepsi terhadap harga Pocari Sweat ( Gambar
4.13). Dari gambar dapat disimpulkan bahwa persepsi konsumen
terhadap harga Pocari antara cukup dan mahal.
93
b. Analisis Habitual Buyer
Berdasarkan responden yang menjawab "setuju" dan "sangat
setuju", maka sebanyak 25% reponden merupakan pelanggan yang
membeli Pocari Sweat karena faktor kebiasaan. Sedangkan nilai rata-rata
responden adalah 2,56 yang dalam rentang skala termasuk kategori
jelek/rendah. Artinya, hanya sedikit dari konsumen Pocari Sweat yang
melakukan pembelian karena alasan kebiasaaan.
94
Agar dapat menanalisis perilaku konsumen minuman isotonik
lebih jauh, penulis menambah komponen pengukuran frekuensi
pembelian/konsumsi,
alasan
mengkonsumsi
dan
crosstabulation
melibatkan variabel karakteristik responden. Gambar 4.16 dan 4.17
menunjukkan kedua komponen perilaku konsumen ini serta data crosstab
bisa dilihat pada lampiran.
Dari kedua tabel di atas ditemukan bahwa tingkat konsumsi Pocari
Sweat dalam sebulan masih rendah yaitu frekuensi 1-3 kali sebesar 64%.
Responden wanita merupakan kelompok pengguna paling sedikit,
sedangkan responden pria dengan tingkat pendidikan SLTA dan sarjana
merupakan kelompok yang mengkonsumsi Pocari Sweat lebih sering.
95
Sebagian besar alasan yang mendorong konsumen membeli minuman
isotonik ialah saat berolah raga, capek dan haus.
Hasil temuan ini memberi informasi kepada pemilik merek
minuman
isotonik
agar
terus
mendidik
konsumennya
untuk
meningkatkan jumlah konsumsi/penggunaan (increasing usage) dan
menemukan penggunaan baru (finding new usages), yaitu memberikan
informasi kepada konsumen tentang manfaat isotonik selain untuk olah
raga juga berguna bagi aktivitas lain terutama kepada konsumen wanita
serta konsumen segmen usia anak-anak dan muda.
Gambar 4.17
Pengukuran Alasan Mengkonsumsi
96
c. Analisis Satisfied Buyer
Terhadap pertanyaan mengenai kepuasan menggunakan Pocari
Sweat, ditemukan hanya 39% responden yang menyatakan puas dan
sangat puas. Sebagian besar responden (58%) menyatakan biasa saja
menggunakan
Pocari
Sweat.
Rata-rata
penilaian
sebesar
3,40
menunjukkan bahwa kepuasan konsumen Pocari Sweat masuk dalam
kategori baik.
Pengukuran mengenai kepuasan terhadap Pocari Sweat yang
digunakan pada penelitian kali ini diakui oleh penulis masih sederhana.
Seperti
diketahui,
pengukuran
kepuasan
perlu
meliputi
aspek
performance, realibility, conformity, durabilty dan serviceability.
Pembahasan mengenai persepsi kualitas (perceived quality) pada sub-bab
sebelumnya bisa digunakan untuk mendukung analisis ini.
97
Untuk mengungkapkan secara lebih lengkap mengenai pengukuran
kepuasan konsumen minuman isotonik, penulis melengkapi analisis
dengan data pengukuran kepuasan pelanggan (Indonesian Cutomer
Satisfaction Index/ICSA) tahun 2006 dan 2007 seperti ditunjukkan pada
tebel 4.8.
Tabel 4.8
Indeks Kepuasan Pelanggan Indonesia (ICSA)
Tahun 2006 & 2007
Merek
QSS
VSS
PBS
ES
TSS
2006
2007
2006
2007
2006
2007
2006
2007
2006
2007
Pocari Sweat
4.349
4.329
4.175
4.149
4.300
4.254
4.003
3.915
4.210
4.168
Mizone
4.008
4.085
3.844
3.965
3.995
4.026
3.669
3.714
3.883
3.953
Vita Zone
3.680
3.725
3.545
3.568
3.683
3.686
3.327
3.284
3.561
3.573
n.a
3.605
n.a
Powerade Isotonik 3.642 n.a
3.622
n.a
3.663
n.a
3.492
Sumber : Majalah SWA Sembada No.20/2006 & No.19/2007
98
Kelima variabel yang diukur pada ICSA adalah : kepuasan
terhadap kualitas produk/pelayanan (Quality Satisfaction Score/QSS),
kepuasan terhadap harga berdasarkan kualitas yang diterima (Value
Satisfaction Score/VSS), persepsi tingkat "kebaikan" dari merek yang
digunakan secara keseluruhan dibandingkan dengan merek-merek
lainnya (Perceived Best Score/PBS), dan kemampuan merek yang
bersangkutan dalam memenuhi ekspektasi pelanggan di masa mendatang
(Expectation Score/ES). Total Satisfaction Score/TSS dihitung dengan
menggunakan metode rata-rata terbobot (weighted means) dari QSS,
VSS, PBS dan ES.
Dari tabel 4.8 diketahui bahwa kelima variabel pengukuran
kepuasan konsumen Pocari Sweat mengalami tren penurunan. Sebaliknya
dengan merek pesaing Pocari Sweat yakni Mizone dan Vitazone,
mengalami kecenderungan peningkatan.
d. Analisis Liking the Brand
Pengukuran elemen liking the brand menunjukkan sebanyak 42%
reponden menyatakan menyukai merek Pocari Sweat, sedangkan 58%
responden menyatakan biasa saja. Nilai rata-rata sebesar 3,49 termasuk
dalam kategori baik. Maka dapat disimpulkan bahwa merek Pocari Sweat
disukai oleh konsumen minuman isotonik.
99
e. Analisis Committed Buyer
Tingkatan konsumen yang committed terhadap merek adalah
idaman sekaligus tujuan dari kegiatan pembangunan merek (brand
building). Konsumen yang committed adalah konsumen yang dengan
antusias dan sukarela merekomendasikan produk kita kepada orang lain
walaupun belum tentu ia masih menjadi pelanggan produk atau
perusahaan kita. Pelanggan seperti ini akan menjadi spiritual advocate
bagi kita (Jacky Mussry, et al, 2007).
Berdasarkan survei kali ini, hasil pengukuran pelanggan yang
committed
terhadap
Pocari
Sweat
menunjukkan
hasil
yang
mengecewakan. Dari 100 responden, ternyata hanya 4% responden yang
menyatakan
pernah
(sering
dan
selalu)
menyarankan
serta
100
mempromosikan merek Pocari Sweat kepada orang lain. Sedangkan
responden yang menyatakan "tidak pernah" yaitu sebanyak 34%.
Dari gambar di atas bisa disimpulkan bahwa konsumen Pocari
Sweat belum mencapai tahap tertinggi dalam loyalitas merek yaitu
committed buyer. Temuan ini sejalan dengan hasil pengukuran liking the
brand sebelumnya dimana sebanyak 58% responden menyatakan biasa
saja.
Keadaan ini kurang menguntungkan bagi pemilik merek Pocari
Sweat. Strategi pemasaran yang digunakan oleh pesaing seperti diskon,
hadiah dan promosi yang gencar bisa dengan mudah mengakuisisi
pelanggannya. Karakter minuman isotonik yang termasuk consumer
goods dan karakter pembelian yang bersifat impulsif (impulse buying)
menuntut pemilik merek untuk selalu membangun mereknya.
101
f. Analisis Aset-aset Merek Lainnya (Other Proprietary Brand Assets)
Terhadap pertanyaan mengenai kemampuan mengingat logo,
simbol, dan slogan Pocari Sweat, hanya sebagian kecil (21%) responden
yang ingat. Hasil temuan ini menjadi masukan kepada pemilik merek
untuk mampu secara tepat memposisikan produk, merek dan perusahaan
di benak pelanggan dengan cara mengkomunikasikannya. Tetapi perlu
diingat bahwa cara mengkomunikasi bukan hanya melalui promosi, tetapi
bisa juga melalui posisi harga, diferensiasi, atau lewat produk dan
kemasan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Kesadaran Merek (Brand Awareness)
a. Hasil pengukuran elemen Puncak Pikiran (top of mind) dan Pengingatan
Kembali (brand recall) Pocari Sweat menduduki peringkat pertama.
b. Bila dibandingkan dengan data tahun 2007 sebesar 95%, maka hasil
pengukuran ini menunjukkan penurunan.
c. Hasil Pengukuran Pengingatan Merek (brand recognition) menunjukkan
sebanyak 98% responden telah mengenal merek Pocari Sweat.
d. Pada pengukuran top of mind ditemukan sebanyak 2% responden
menyebut merek minuman energy drink (Extra Joss, Kratingdaeng, dan
lain-lain) sebagai merek minuman isotonik, kemudian sebanyak 5% pada
pengukuran brand recall.
e. Sebagian besar konsumen Pocari Sweat mengenal merek dari iklan TV
(60%) dan media cetak (30%).
2. Asosiasi Merek (Brand Association)
a. Asosiasi-asosiasi yang terkait dengan merek minuman isotonik Pocari
Sweat secara berurutan adalah mengganti cairan tubuh, memulihkan
stamina/energi, mudah didapat dan kandungan bahan pengawet yang
aman.
101
102
b. Asosiasi tertinggi yaitu mengganti cairan tubuh telah sesuai dengan
positioning Pocari Sweat.
c. Ancaman serius terhadap Pocari Sweat datang dari Mizone, selain
memiliki asosiasi yang hampir sama dengan Pocari Sweat, juga memiliki
faktor pembeda (differentiation) yaitu kandungan lima vitamin, value for
money dan distribusi yang kuat.
3. Persepsi Kualitas (Perceived Quality)
a. Hasil analisis secara keseluruhan persepsi kualitas Pocari Sweat belum
memuaskan konsumen. Nilai performance Pocari Sweat masih lebih
rendah daripada importance-nya.
b. Atribut produk yang termasuk ke dalam kuadaran I adalah rasa dan isi.
Artinya, kedua faktor ini belum memenuhi harapan konsumen. Rasa
Pocari Sweat cenderung asam dan jumlah isi yang menawarkan value for
money lebih sedikit dibanding dengan pesaingnya Mizone.
c. Atribut manfaat, aman, dan ketersediaan termasuk ke dalam kuadran II,
dimana
performance
sudah
melampaui
importance
konsumen.
Performance ketiga atribut ini perlu dipertahankan.
d. Pada kuadran III ditemukan atribut kemasan dan gizi, dimana kedua
atribut ini kurang dianggap penting bagi konsumen dan kinerjanya pun
tidak terlalu istimewa.
e. Tidak ditemukan atribut/faktor produk yang menempati kuadran IV.
103
4. Loyalitas Merek (Brand Loyalty)
a. Konsumen Pocari Sweat termasuk pelanggan yang loyal. Hanya
sebanyak 6% responden yang sensitif terhadap perubahan harga.
b. Sebanyak 25% reponden merupakan pelanggan yang membeli Pocari
Sweat karena faktor kebiasaan.
c. Ditemukan hanya sebesar 39% responden yang menyatakan puas dan
sangat puas terhadap Pocari Sweat. Sebagian besar responden (58%)
menyatakan biasa saja.
d. Indeks kepuasan pelanggan Pocari Sweat cenderung menurun, sedangkan
Mizone cenderung meningkat.
e. Sebagian besar pelanggan menyatakan biasa saja terhadap tingkat
kesukaan (liking the brand) terhadap merek Pocari Sweat .
f. Pelanggan yang committed terhadap Pocari Sweat menunjukkan hasil
yang mengecewakan, yakni hanya sebesar 4 persen.
B. Saran
1. Kesadaran Merek (brand Awareness)
Penurunan tingkat awareness Pocari Sweat perlu disikapi dengan
meningkatkan efektivitas dan kualitas materi komunikasi pemasaran.
Perbaikan efektivitas meliputi intensitas serta penempatan iklan dan
program promosi yang tepat guna sesuai dengan segmen targetnya,
peningkatan kualitas meliputi kreativitas dan pesan yang disampaikan.
Cara efektif untuk meningkatkan kesadaran merek adalah dengan
104
memanfaatkan komunikasi pemasaran terpadu (integrated marketing
comunication/IMC). Kegiatan promosi above the line (ATL) yang sudah
pasti membutuhkan anggaran dana yang sangat besar perlu didukung
dengan kegiatan below the line (BTL) seperti komunikasi dari mulut ke
mulut (word of mouth), komunitas (community) dan sponsorship serta
disesuaikan dengan segmen yang dibidik.
2. Asosiasi Merek (Brand Association).
a. Positioning Pocari Sweat sebagai pengganti ion tubuh perlu terus
dikomunikasikan lewat edukasi/pendidikan pelanggan.
b. Meningkatkan tahap komunikasi Pocari Sweat ke tahap emotional
bonding untuk memupuk kecintaan terhadap produk.
3. Persepsi Kualitas (Perceived Quality)
a. Pocari Sweat perlu mempertimbangkan untuk mengadopsi budaya lokal
konsumen Indonesia yang cenderung menyukai rasa yang manis.
b. Efisiensi biaya untuk membidik segmen price-oriented customer
terutama disaat daya beli konsumen Indonesia sedang menurun.
4. Loyalitas Merek (Brand Loyalty)
a. Meningkatkan konsumsi Pocari Sweat dengan memperluas segmen target
konsumen yang dibidik, seperti terhadap segmen anak-anak, remaja dan
wanita.
b. Distribusi harus selalu kuat agar merek dan produk selalu dekat dengan
konsumen.
DAFTAR PUSTAKA
Aaker, David. A. 1997. Manajemen Ekuitas Merek: Memanfaatkan Nilai dari suatu
Merek, Edisi Pertama, Spektrum Mitra Utama, Jakarta.
Aaker, David. A. 1996. Building Strong Brands, The Free Press, New York.
Agus W Soehadi. 2005. Effective Branding: Konsep dan Aplikasi Pengembangan
Merek yang Sehat dan Kuat, Quantum Bisnis & Manejemen, Bandung.
Amalia Maulana. 2006. Consumer Experience Minuman Isotonik, Majalah MIX,
Nomor 05, III, 20 Juni-20 Juli 2006, hal.32.
Bilson Simamora. 2002. Aura Merek: 7 Langkah Membangun Merek, Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
--------------------- , 2002. Panduan Riset Perilaku Konsumen. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
--------------------- , 2004. Riset Pemasaran. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
--------------------- , 2003. Membongkar Kotak Hitam Konsumen, Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
Cravens, W. David. Pemasaran Strategis.Edisi keempat, Jilid 1&2. Erlangga,
Jakarta.
Darmadi Durianto, Membangun Merek Kuat, Majalah SWA Sembada, Nomor 15,
XXI, 21 Juli – 3 Agustus 2005, hal. 64.
Darmadi Durianto, Sugiarto, Tony Sitinjak. 2004. Strategi Menaklukan Pasar
Melalui Riset Ekuitas Merek, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Darmadi Durianto, Sugiarto, Lie Joko Budiman. 2004. Brand Equity Ten: Strategi
Memimpin Pasar. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Engel, James. F, Roger D. Blackwell dan Paul W. Miniard. 1994. Perilaku
Konsumen, Binarupa Aksara, Jakarta.
Eko Wahyudi. 2003. Analisis Elemen-elemen yang Membentuk Ekuitas Merek:
Studi Kasus Produk Ban Dunlop, Tesis, Fakultas Ekonomi, Universitas
Indonesia, Jakarta.
Fandy Tjiptono, 2005. Brand Management & Strategy. Penerbit ANDI,
Yogyakarta.
Freddy Rangkuti. 2004. The Power of Brands: Teknik Mengelola Brand Equity dan
Strategi Pengembangan Merek plus Analisis Kasus dengan
SPSS,Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Frontier Consulting Group dan SWA Sembada. Master of CS 2005: Peringkat
Merek-merek Paling Memuaskan Berdasarkan ICSA Index. Majalah SWA
Sembada, Nomor 19, XXI, 15 – 28 September 2005.
--------------------------- , 2006. Master of CS 2006: Peringkat Merek-merek Paling
Memuaskan Berdasarkan ICSA Index. Majalah SWA Sembada, Nomor
20, XXII, 21 Sepetember – 4 Oktober 2006.
--------------------------- , 2007. Master of CS 2006: Peringkat Merek-merek Paling
Memuaskan Berdasarkan ICSA Index. Majalah SWA Sembada, Nomor
19, XXIII, 3 – 12 September 2007.
Frontier Consulting Group dan MARKETING. TOP Brand 2000-2007: Inilah
Merek-merek Terkuat Selama Delapan Tahun Terakhir. Majalah
MARKETING, Edisi Khusus/I/2007.
Handi Irawan. 10 Karakter Unik Konsumen Indonesia. Majalah MARKETING,
Edisi Khusus/II/2007.
Hermawan Kartajaya. 2002. Hermawan Kartajaya on Marketing, Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
---------------------------, 2004. Positioning-Diferensiasi-Brand: Memenangkan
Persaingan dengan Segitiga Positioning-Diferensiasi-Brand, Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
---------------------------, 2004. Hermawan Kartajaya on Brand: Seri 9 Elemen
Marketing, Mizan Pustaka, Bandung.
---------------------------, 2004. Hermawan Kartajaya on Differentiation: Seri 9
Elemen Marketing, Mizan Pustaka, Bandung.
---------------------------, 2004. Hermawan Kartajaya on Segmentation: Seri 9
Elemen Marketing, Mizan Pustaka, Bandung.
Humdiana. 2005. Analisis Elemen-elemen Ekuitas Merek Produk Rokok Merek
Djarum Black, Jurnal Ekonomi Perusahaan STIE IBII, Volume 12 nomor
1: halaman 42.
Idollen dan Yenny. 2005. Analisis Elemen-elemen Ekuitas Merek Aqua Galon:
Studi Kasus PT Tirta Investama Depo Kembangan, Skripsi, Fakultas
Ekonomi, Universitas Bina Nusantara, Jakarta.
Ign. Eko Adiwaluyo. 2007. Pocari Sweat: Awarenessnya Kini 95%. Majalah
MARKETING, Nomor 06, VI, Juni 2007, halaman 38.
Jacky Mussry dkk, 2007. MarkPlus on Marketing: The Second Generation,
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Keller, Kevin, Lane. 2003. Strategic Brand Management: Building, Measuring and
Managing Brand Equity, second edition, Prentice Hall, New Jersey.
Kim, Chan. W and Renée Mauborgne. 2006. Blue Ocean Strategy, Penerjemah
Satrio Wahono, Edisi bahasa Indonesia, Serambi Ilmu Semesta, Jakarta.
Kotler, Philip.1997. Manajemen Pemasaran. Edisi sembilan, Erlangga, Jakarta.
Kotler, Philip. 1999. Kotler on Marketing: How to Create, Win and Dominate
Markets, The Free Press, New York.
Kotler, Philip and Kevin Lane Keller. 2007. Manajemen Pemasaran. Edisi dua
belas. PT Indeks, Jakarta.
Lis Hendriani dkk. 2006. Mengukur Prospek Vitazone, Majalah MIX, Nomor 10,
III, 30 Oktober – 15 November 2006, halaman 40.
MarkPlus&Co. 2008. Kreatif atau Perang Harga: Tantangan Pemasaran 2008,
Majalah SWA Sembada, Nomor 02, XXIV, 24 Januari – 5 Februari 2008,
halaman 76.
MARS Marketing Research dan SWA Sembada. 2005. Indonesian Best Brand
2005, Majalah SWA Sembada, Nomor 15, XXI, 21 Juli – 3 Agustus 2005.
--------------------------- , 2006. Indonesian Best Brand 2006, Majalah SWA
Sembada, Nomor 15, XXII, 27 Juli – 9 Agustus 2006.
--------------------------- , 2007. Indonesian Best Brand 2006, Majalah SWA
Sembada, Nomor 16, 26 Juli – 8 Agustus 2007.
Nurur R Bintari. 2007. Mizone: Merebut Pasar Kembali Dengan Harga. Majalah
MIX, Nomor 04, V, 14 April – 10 Mei 2007, halaman 40.
--------------------------- , 2007. Pocari Sweat: Edukasi Tetap, Tujuannya Beda.
Majalah MIX, Nomor 06, IV, 20 Juni – 15 juli 2007, halaman 58.
Prima Ariestonandri. 2006. Marketing Research for Beginner: Panduan Praktis
Riset Pemasaran bagi Pemula, Penerbit ANDI, Yogyakarta.
Qasa Strategic Consulting dan Majalah MIX. 2008. The Most Powerful
Distribution Performance 2008, Majalah MIX , Nomor 07, V, 14 Juli – 10
Agustus 2008, halaman 30.
Ries, Al and Jack Trout. 2002. Positioning: The Battle for Your Mind, Edisi
Pertama, Salemba Empat, Jakarta.
Ries, Al and Laura Ries. 2005. The Origin of Brands (Asal-usul Merek),
Penerjemah: Drs. Alexander Sindoro, Karisma Publishing Group, Batam.
Ries, Al and Laura Ries. 1999. The 22 Immutable Laws of Branding: Strategi
Membangun Produk atau Jasa Menjadi Merek Berkelas Dunia, Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
Sugiyono. 2004. Metode Penelitian Bisnis. Alfabeta, Bandung.
Simon Jonathan. 2006. Ancaman Untuk Pocari Sweat, Majalah MIX, Nomor 05,
III, 20 Juni-20 Juli 2006, hal.32.
Singgih Santoso dan Fandy Tjiptono. 2004. Riset Pemasaran: konsep dan aplikasi
dengan SPSS, Elex Media Komputindo, Jakarta.
Sudarmadi. 2004. Kebangkitan Tak Terduga Pocari Sweat. www.swa.co.id, 7
November 2004.
Taufik Hidayat. 2006. Ramai-ramai Mengepung Pocari Sweat. www.swa.co.id, 16
Januari 2006.
Trout, Jack. 2002. Big Brands Big Trouble : Pelajaran Berharga dari Merek-Merek
Ternama, Erlangga, Jakarta.
--------------- 2004. Trout on Strategy: Menguasai Benak Konsumen, Menaklukan
Pasar, Bhuana Ilmu Populer, Jakarta.
Lampiran 1
Pewawancara : ____________________
Tanggal
Nomor Angket : _______
: ___ /___ / 2008
ANGKET PENELITIAN MINUMAN ISOTONIK MEREK POCARI SWEAT
Cara Mengisi Angket
Berilah tanda silang (X) pada pilihan yang Anda anggap paling tepat. Bila Anda memilih
jawaban: Lainnya....., mohon tuliskan jawaban Anda pada tempat yang disediakan. Pada
pertanyaan yang tidak menyediakan pilihan jawaban, mohon Anda menuliskan jawaban
dengan benar dan singkat.
1.
Nama lengkap
: ___________________________________________
2.
Jenis Kelamin
: (a) Pria
3.
Usia Anda
: (a) < 15 tahun
(b) Wanita
(e) 39 - 46 tahun
(b) 15 – 22 tahun
(c) 23 – 30 tahun
(f) 47 – 54 tahun
(g) > 54 tahun
(d) 31 - 38 tahun
4.
5.
Tingkat Pendidikan Akhir Anda :
Pekerjaan Utama Anda
:
(a) SD
(d) Akademi/Diploma
(b) SLTP
(e) Sarjana
(c) SLTA
(f) Pasca Sarjana
(a) Pelajar/Mahasiswa
(d) Wirausaha
(b) Pegawai Negeri
(e) Lainnya:_______________
(c) Pegawai Swasta
6. Pengeluaran keluarga Anda (diluar cicilan rumah, kendaraan dan barang) setiap bulan:
(a)
Kurang dari Rp 750.000
(b)
Rp 750.001 – Rp 1.500.000
(c)
Rp 1.500.001 – Rp 2.250.000
(d)
(e)
Rp 2.250.001 – Rp 3.000.000
Lebih dari Rp 3.000.000
7. Sebutkan satu merek minuman isotonik yang pertama kali muncul dalam ingatan anda:
__________________________________
8. Sebutkan merek minuman isotonik selain yang telah disebutkan pada jawaban
pertanyaan nomor 7 di atas:
(a) _______________________________
(b) _______________________________
(c) _______________________________
(d) _______________________________
(e) _______________________________
9. Apakah anda mengenal minuman isotonik merek POCARI SWEAT?
(a) Ya, saya mengenalnya dan telah menuliskannya pada jawaban pertanyaan nomor
7 dan 8
(b) Ya, tapi saya belum mencantumkan dalam jawaban pertanyaan di atas
(c) Tidak mengenal sama sekali
10. Dari mana Anda mengenal produk minuman isotonik?
(a) Iklan di media cetak (surat kabar, tabloid, majalah, dll)
(b) Iklan di TV
(c) Papan Reklame, Spanduk, dll
(d) Teman
(e) Toko
(f) Lainnya : _____________________
Petunjuk :
Untuk pertanyaan nomor 12 dan seterusnya, ditujukan hanya bagi Anda yang pernah
mengkonsumsi minuman isotonik merek POCARI SWEAT. Jika tidak pernah
mengkonsumsinya, maka Anda telah selesai mengisi angket ini.Namun jika pernah, maka
Anda dimohon memberi tanda X pada kolom pilihan jawaban yang menurut Anda paling
tepat.
11. Apa kesan Anda terhadap minuman isotonik merek Pocari Sweat?
Pocari Sweat
Kesan Anda
Ya
Tidak
Mengganti cairan tubuh
Memulihkan stamina/energi
Harga terjangkau
Kandungan bahan pengawet yang aman
Rasa segar/enak di lidah
Mudah didapat (tersedia di toko/kios terdekat)
Lebih bergengsi dibanding minuman isotonik
merek lain
Minuman kesehatan
Mutu Tinggi
12. Menurut Anda bagaimana kandungan nilai gizi dalam Pocari Sweat?
(a) Jelek Sekali
(b) Jelek
(c) Cukup
(d) Baik
(e) Baik Sekali
13. Bagaimana manfaat (mengganti cairan tubuh yang hilang) yang Anda rasakan dari
minuman isotonik Pocari Sweat?
(a) Jelek Sekali
(b) Jelek
(c) Cukup
(d) Baik
(e) Baik Sekali
14. Apakah minuman isotonik Pocari Sweat aman untuk dikonsumsi (bahan pengawet
dalam batas aman bagi kesehatan)?
(a) Sangat Tidak Aman
(b)Tidak Aman
(c) Cukup
(d) Aman
(e)Aman Sekali
15. Menurut Anda bagaimana rasa minuman isotonik Pocari Sweat?
(a) Jelek Sekali
(b) Jelek
(c) Cukup
(d) Baik
(e) Baik Sekali
16. Bagaimana dengan kemasan minuman isotonik Pocari Sweat?:
(a) Jelek Sekali
(b) Jelek
(c) Cukup
(d) Baik
(e) Baik Sekali
17. Menurut Anda bagaimana jumlah isi/volume (kepuasan untuk sekali minum) minuman
isotonik Pocari Sweat?
(a) Sedikit sekali
(b) Sedikit
(c) Cukup
(d) Banyak (e) Banyak sekali
18. Menurut pengalaman Anda, bagaimana ketersediaan (mudah dijumpai di toko/kios
terdekat) saat Anda hendak membeli minuman isotonik Pocari Sweat?
(a) Sedikit sekali
(b) Sedikit
(c) Cukup
(d) Banyak (e) Banyak sekali
20. Saat Anda membeli minuman isotonik, seberapa pentingkah Anda mempertimbangkan
hal-hal seperti disebutkan di bawah ini?
(Mohon memberi tanda X pada jawaban yang Anda anggap paling sesuai dari 1 =
sangat tidak penting hingga 5 = sangat penting)
Kandungan nilai gizi
Sangat Tidak Penting
1
2
3
4
5 Sangat Penting
Manfaat
Sangat Tidak Penting
1
2
3
4
5 Sangat Penting
Keamanan untuk dikonsumsi
Sangat Tidak Penting
1
2
3
4
5 Sangat Penting
Rasa
Sangat Tidak Penting
1
2
3
4
5 Sangat Penting
Kemasan
Sangat Tidak Penting
1
2
3
4
5 Sangat Penting
Jumlah isi/volume
Sangat Tidak Penting
1
2
3
4
5 Sangat Penting
Ketersediaan
Sangat Tidak Penting
1
2
3
4
5 Sangat Penting
21. Seberapa sering Anda berpindah merek karena faktor harga?
(a) Tidak pernah
(c) Kadang-kadang
(b) Jarang
(d) Sering
(e) Selalu
22. Apa pendapat Anda terhadap harga minuman isotonik Pocari Sweat?
(a) Murah Sekali
(b) Murah
(c) Cukup
(d) Mahal
(e) Mahal Sekali
23. Apakah Anda setuju bahwa alasan anda membeli merek minuman isotonik Pocari
Sweat hanya karena kebiasaan?
(a) Sangat tidak setuju
(b) Tidak setuju
(c) Ragu-ragu
(e) Sangat setuju
(d) Setuju
24. Alasan apa yang mendorong Anda merasa perlu membeli/menggunakan minuman
isotonik? (jawaban boleh lebih dari satu)
 Saat berolah raga
 Sebelum/sesudah tidur
 Sakit
 Haus
 Capek
 Lainnya, sebutkan : _______________________
25. Seberapa sering Anda membeli/menggunakan minuman isotonik?
 1 - 3 kali sebulan
 4 - 6 kali sebulan
 7 - 10 kali sebulan
 Lebih dari 10 kali sebulan
26. Apakah Anda puas dalam menggunakan minuman isotonik merek Pocari Sweat?
(a) Sangat tidak puas
(c) Biasa saja
(b) Tidak puas
(d) Puas
(e) Sangat puas
27. Apakah Anda benar-benar menyukai merek minuman isotonik Pocari Sweat?
(a) Sangat tidak suka
(c) Biasa saja
(b) Tidak suka
(d) Suka
28. Pernahkah
Anda
menyarankan
dan
mempromosikan
(e) Sangat suka
ke
orang
lain
untuk
membeli/menggunakan minuman isotonik merek Pocari Sweat?
(a) Tidak pernah
(c) Kadang-kadang
(b) Jarang
(d) Sering
(e) Selalu
29. Apakah Anda ingat logo, slogan, semboyan minuman isotonik merek Pocari Sweat?
 Ya. Sebutkan : ______________________________________
 Tidak
Terima kasih atas waktu dan kesediaan anda dalam mengisi kuesioner ini.
Download