ANALISIS ELEMEN-ELEMEN YANG MEMBENTUK EKUITAS MEREK MINUMAN ISOTONIK CAIR: STUDI KASUS MEREK POCARI SWEAT SKRIPSI Program Studi Manajemen Nama : REINHARD MENDROFA NIM : 03103-202 FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2008 ANALISIS ELEMEN-ELEMEN YANG MEMBENTUK EKUITAS MEREK MINUMAN ISOTONIK CAIR: STUDI KASUS MEREK POCARI SWEAT SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar SARJANA EKONOMI Program Studi Manajemen N a m a : REINHARD MENDROFA NIM : 03103-202 FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2008 LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI Nama : Reinhard Mendrofa NIM : 03103-202 Program Studi : Ekonomi/Manajemen Judul Skripsi : Analisis Elemen-elemen yang Membentuk Ekuitas Merek Minuman Isotonik Cair: Studi Kasus Merek Pocari Sweat Tanggal Ujian Skripsi : 4 September 2008 Disahkan Oleh : Pembimbing , ( Dra. Yuli Harwani, MM ) Tanggal : Dekan, (Drs. Hadri Mulya, M.Si) Tanggal : Ketua Program Studi Manajemen, (Tafiprios, SE. MM) Tanggal : SKRIPSI Analisis Elemen-elemen yang Membentuk Ekuitas Merek Minuman Isotonik Cair: Studi Kasus Merek Pocari Sweat Dipersiapkan dan disusun oleh : Nama : REINHARD MENDROFA NIM : 03103-202 Telah Dipertahankan di Depan Dewan Penguji Pada Tanggal 4 September 2008 Susunan Dewan Penguji Ketua Penguji, (Tafiprios, SE. MM) Anggota Penguji I, (Dra. Yuli Harwani, MM) Anggota Penguji II, (Lianah, SE. M.Com) KATA PENGANTAR Permulaan hikmat adalah takut akan TUHAN, semua orang yang melakukannya berakal budi yang baik. Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan atas kasih setia dan rahmat yang tak habis-habisnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan Program Sarjana (S1) Jurusan Manajemen, Universitas Mercu Buana. Sesuai dengan judulnya, skripsi ini membahas mengenai merek (brand). Merek (brand) telah menjadi bagian yang tidak terpisah dari hidup manusia. Sejak bangun, beraktivitas, hingga istirahat, manusia hampir selalu terlibat dengan merek. Setiap orang memiliki kegemaran terhadap merek tertentu serta alasan unik yang melatarbelakanginya. Dari pengamatan penulis terhadap beberapa skripsi koleksi perpustakaan Universitas Mercu Buana yang mengangkat tema mengenai merek, penulis menemukan bahwa selain jumlah yang terhitung masih sedikit, teori yang digunakan pun bersifat parsial, hanya terbatas pada satu atau dua dari empat elemen ekuitas merek David A. Aaker. Hal ini mendorong penulis untuk kembali mengangkat tema tentang merek namun dengan pendekatan teori ekuitas merek yang lebih komprehensif. Penyelesaian skripsi ini tentu tidak terlepas dari doa dan dukungan berbagai pihak. Dengan penuh ketulusan serta kerendahan hati penulis hendak mengucapkan terima kasih kepada : 1. Kedua orang tua yang saat ini telah berbahagia bersama Bapa di sorga, Mama dan Bapak yang telah melahirkan dan merawatku hingga dewasa, terima kasih atas segala cinta, doa, kesabaran dan motivasi yang kalian berikan selama ini. Skripsi ini ananda dedikasikan khusus kepada kalian berdua. 2. Abang-abangku : Ucok, Dede dan Marnix. Terima kasih atas kasih, dukungan semangat dan bantuan kalian. i 3. Ibu Dra. Yuli Harwani, MM, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan waktu dan tenaga serta pikirannya untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi. 4. Bapak Endi Rekarti, S.E dan Bapak Tafiprios S.E, lewat kuliah yang sangat menginspirasi penulis untuk mendalami ilmu pemasaran. 5. Seluruh staf pengajar dan administrasi Fakultas Ekonomi Universitas Mercu Buana, yang telah memberikan ilmu serta bantuan yang bermanfaat selama kuliah hingga penyelesaian skripsi ini. 6. Sahabatku Indah Rosdiana yang tiada jemu memberi semangat serta membantu mengedarkan angket untuk skripsi ini. 7. Kepada teman-teman kuliah serta berbagai pihak yang tidak dapat disebut satu per satu. Dengan tulus penulis mengakui bahwa skripsi ini belum sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran membangun guna perbaikan skripsi ini pada penelitian selanjutnya. Semoga materi dan hasil penelitian dalam skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Semoga Tuhan memberkati kita semua. Jakarta, Agustus 2008 Penulis Reinhard Mendrofa ii DAFTAR ISI Halaman : HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN KATA PENGANTAR ......................................................................................... i DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii DAFTAR TABEL................................................................................................. vii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ viii DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................... ix BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ............................................................ 1 B. Perumusan Masalah ...................................................................... 7 C. Pembatasan Masalah..................................................................... 7 D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian .................................................. 8 BAB II. LANDASAN TEORI A. Pengertian Merek ........................................................................ 10 B. Manfaat Merek ..................................................................... 13 C. Pengertian Ekuitas Merek ...................................................... 15 iii D. Manfaat Ekuitas Merek ................................................................. 18 E. Berbagai Metode Pengukuran Ekuitas Merek (Brand Equity)...... 20 1. Brand Asset Valuator (BAV) 2. EquiTrend ................................................ 25 .............................................................................. 26 3. Model Ekuitas Merek Berbasis Konsumen (Customer-Based Brand Equity/CBBE) ............................... 27 4. Pengukuran ekuitas merek di Indonesia ................................ 29 ................................... 32 1. Kesadaran Merek (Brand Awareness) ..................................... 33 2. Asosiasi Merek (Brand Association) ...................................... 36 3. Persepsi Kualitas (Perceived Quality) .................................... 38 4. Loyalitas Merek (Brand Loyalty) ........................................... 40 F. Ekuitas Merek menurut David A. Aaker 5. Aset-aset Merek Lainnya (Other Proprietary Brand Assets) ........................................... 43 BAB III. METODE PENELITIAN A. Gambaran Umum Perusahaan .................................................... 46 B. Metode Penelitian ....................................................................... 50 C. Sampel Penelitian 50 ...................................................................... D. Variabel Penelitian dan Pengukuran ......................................... 52 ...................................................... 52 F. Metode Analisa Data .................................................................. 53 E. Metode Pengumpulan Data iv 1. Kesadaran Merek (Brand Awareness) .................................... 53 2. Asosiasi Merek (Brand Association) ...................................... 53 3. Persepsi Kualitas (Perceived Quality) ..................................... 55 4. Loyalitas Merek (Brand Loyalty) ........................................... 57 5. Aset-aset Merek Lainnya (Other Proprietary Brand Assets) .......................................... 58 BAB IV. ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Responden ........................................................................... 59 1. Responden Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia ................... 59 2. Responden Berdasarkan Pendidikan dan Pekerjaan ............... 61 3. Responden Berdasarkan Pengeluaran per Bulan .................... 63 B. Analisis Elemen-elemen Ekuitas Merek Pocari Sweat .............. 64 1. Kesadaran Merek (Brand Awareness) ................................... 64 a. Analisis Puncak Pikiran (Top of Mind/TOM) ................... 65 b. Analisis Pengingatan Kembali (Brand Recall) ................. 66 c. Analisis Pengenalan Merek (Brand Recognition) ............. 67 d. Tidak Menyadari Merek (Unaware Brand) ...................... 68 e. Sumber Pengenalan Merek ................................................ 69 f. Analisis Menyeluruh Kesadaran Merek (Brand Awareness) ........................................................... 70 2. Asosiasi Merek (Brand Association) ..................................... 73 v 3. Persepsi Kualitas (Perceived Quality) ..................................... a. Analisis Kuadran 1 : Underact 78 ........................................ 79 b. Analisis Kuadran 2 : Maintain Performance ...................... 81 c. Analisis Kuadran 3 : Low Priority .................................... 85 d. Analisis Kuadran 4 : Overact ............................................. 88 4. Analisis Loyalitas Merek (Brand Loyalty) ............................ 90 a. Analisis Switcher ................................................................ 91 b. Analisis Habitual Buyer ...................................................... 92 c. Analisis Satisfied Buyer ...................................................... 95 d. Analisis Liking the Brand ................................................... 97 e. Analisis Committed Buyer 98 ................................................. 5. Analisis Other Proprietary Brand Assets ................................ 100 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ................................................................................... 101 B. Saran ............................................................................................. 103 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN vi DAFTAR TABEL Halaman : Tabel 3.1 Daftar Merek-merek Minuman Isotonik di Indonesia ..................... 49 Tabel 3.2 Rentang Skala ................... .......................................................... 57 Tabel 4.1 Social&Economy Status (SES) ....................................................... 64 Tabel 4.3 Top Brand Index (TBI) 2007 ........................................................ 70 Tabel 4.4 Atribut Brand Association Pocari Sweat ...................................... 74 Tabel 4.5 Brand Association Mizone .......................................................... 76 Tabel 4.6 Distribution Performance 2008 .................................................... 85 Tabel 4.7 Kesan dan Pengalaman Minuman Isotonik .................................. 88 Tabel 4.8 Indeks Kepuasan Pelanggan Indonesia (ICSA) Tahun 2006 & 2007 .......................................................... vii 96 DAFTAR GAMBAR Halaman : Gambar 1.1 Piramida Ekuitas Merek Berbasis Konsumen/ Customer-Based Brand Equity (CBBE) ..................................... 28 Gambar 1.2 Model Pengukuran TOP Brand ................................................ 32 Gambar 1.3 Piramida Kesadaran Merek (Brand Awareness) ......................... 34 Gambar 1.4 Piramida Loyalitas Merek (Brand Loyalty) ............................... 41 Gambar 1.5 Konsep Ekuitas Merek David A. Aaker ..................................... 45 Gambar 3.1 Diagram Performance – Importance .......................................... 56 Gambar 4.1 Profil Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ........................... 60 Gambar 4.2 Profil Responden Berdasarkan Usia ........................................... 60 Gambar 4.3 Profil Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ................... 61 Gambar 4.4 Profil Responden Berdasarkan Tingkat Pekerjaan .................... 62 Gambar 4.5 Profil Responden Berdasarkan Tingkat ............................................................... 63 Pengeluaran per Bulan Gambar 4.6 Hasil Pengukuran Top of Mind .................................................. 65 Gambar 4.7 Hasil Pengukuran Brand Recall . ................................................. 67 Gambar 4.8 Hasil Pengukuran Brand Recognition ........................................ 68 Gambar 4.9 Hasil Pengukuran Sumber Pengenalan Merek ............................ 69 viii Gambar 4.10 Diagram Performance-Importance ............................................ 79 Gambar 4.11 Tempat Membeli ......................................................................... 84 Gambar 4.12 Perilaku Pembelian ..................................................................... 84 Gambar 4.13 Pengukuran Switcher .................................................................. 92 Gambar 4.14 Persepsi terhadap Harga Pocari Sweat ....................................... 92 Gambar 4.15 Pengukuran Habitual Buyer ...................................................... 93 Gambar 4.16 Pengukuran Frekuensi Pembelian .............................................. 94 Gambar 4.17 Pengukuran Alasan Mengkonsumsi ........................................... 95 Gambar 4.18 Pengukuran Satisfied Buyer ........................................................ 96 Gambar 4.19 Pengukuran Liking the Brand ....................................................... 98 Gambar 4.20 Pengukuran Committed Buyer .................................................... 99 ix DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Angket Penelitian Minuman Isotonik Merek Pocari Sweat Lampiran 2 Output Pengolahan Data Angket/Kuesioner x BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pemasaran adalah pertarungan persepsi, tidak lagi sekedar pertempuran produk. Sebagian besar kesalahan pemasaran berasal dari asumsi bahwa produk adalah tokoh sentral dalam program pemasaran dan produk yang lebih baik akan memenangkan perang pemasaran. Padahal konsumen cenderung membeli merek, bukan produk. Lebih jauh, pemasaran pada dasarnya adalah usaha membangun merek di benak konsumen, pemasaran adalah branding (Al Ries dan Laura Ries, 1999). Apa pun yang dilakukan perusahaan memiliki kontribusi pada proses pembangunan merek sehingga pemasaran tidak dapat lagi dipandang sebagai sebuah fungsi yang terpisah. Menurut Hermawan Kartajaya (2004), brand is everything. Sangat keliru bila menganggap merek hanya sebagai sebuah nama, logo, atau simbol. Bagi Hermawan, merek adalah value indicator, yaitu indikator yang menggambarkan seberapa kokoh dan solidnya value yang ditawarkan produsen kepada pelanggan. Dalam kondisi pasar yang sangat kompetitif seperti saat ini, preferensi dan loyalitas pelanggan merupakan kunci kesuksesan. Terlebih pada kondisi dimana masyarakat telah mengalami kebanjiran informasi (overcommunicated society), 1 2 dimana setiap hari kita dihadapkan pada ratusan pesan iklan, baik lewat televisi, surat kabar, majalah, berbagai media luar ruang serta media alternatif lainnya. Tren komoditasi produk juga terjadi di pasar, dimana kualitas sudah merupakan standar yang dengan mudah ditiru oleh siapa saja. Simak saja, hampir tidak ada pembeda yang signifikan antara suatu produk dengan produk lainnya. Bahan, kandungan atau komponen hampir sama; desain,potongan, warna, rasa, dan kemasan juga tidak banyak berbeda. Distribusi pun praktis menggunakan saluran yang sama. Alhasil yang terjadi kemudian ialah perang harga untuk berebut pelanggan, atau meminjam istilah W. Chan Kim dan Renée Mauborgne dalam Blue Ocean Strategy (2005), kebanyakan produsen tercebur di “red ocean” yang tengah diamuk oleh badai karena kompetisi yang amat ketat. Membangun persepsi dapat dilakukan melalui jalur merek (Darmadi Durianto et al, 2004). Mengapa orang lebih menyukai Coca Cola daripada Pepsi Cola? Mengapa harga Toyota Avanza lebih mahal daripada Daihatsu Xenia, kendati kedua produk tersebut identik? Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah merek (brand). Konsumen merasa lebih bergaya, bergengsi dan bermartabat bila mengenakan merek yang dipandang bereputasi, atau dalam bahasa pemasarannya disebut memiliki ekuitas merek yang tinggi. Disini terungkap fakta betapa pentingnya merek di mata konsumen. Merek yang kuat dan prestisius memiliki ekuitas merek yang tinggi. Semakin tinggi ekuitas merek, maka semakin tinggi pula value yang diberikan oleh merek baik kepada produsen maupun pelanggan. Semakin kuat ekuitas 3 merek suatu produk, semakin kuat daya tariknya untuk menggiring konsumen mengonsumsi produk tersebut, yang selanjutnya akan mengantar perusahaan meraih keuntungan jangka panjang. Alhasil merek dapat menjadi motor bagi suksesnya penjualan melalui pembelian ulang (repeat buying) serta aset tak berwujud (intangible asset) yang bisa memberikan pendapatan potensial di masa mendatang. Namun tidaklah mudah untuk membangun ekuitas merek yang kuat. Dibutuhkan strategi bauran pemasaran yang baik dengan komitmen dari pemangku kepentingan (share holders), manajemen puncak, serta konsistensi pelaksanaan program komunikasi pemasaran. Selain itu dibutuhkan waktu yang lama serta brand experience yang mengesankan, mengingat pelanggan masa kini adalah pelanggan yang sangat penuntut (demanding) dan berkiblat pada nilai (value oriented). Salah satu konsep ekuitas merek yang sangat terkenal dan banyak dikutip dalam pemasaran adalah konsep dari David A. Aaker (1991) yang menyatakan bahwa ekuitas merek adalah serangkaian aset dan kewajiban (liabilities) merek yang terkait dengan sebuah merek, nama dan simbolnya, yang menambah atau mengurangi nilai yang diberikan sebuah produk atau jasa kepada perusahaan dan/atau pelanggan perusahaan tersebut. Definisi Aaker menyiratkan bahwa ekuitas merek bisa bernilai bagi perusahaan dan konsumen. Aaker mengklasifikasikan elemen-elemen ekuitas merek kedalam lima kategori : loyalitas merek (brand loyalty), kesadaran merek (brand awareness), asosiasi 4 merek (brand associations), persepsi kualitas (perceived quality), dan aset merek lainnya (other proprietary brand assets). Definisi serta elemen ekuitas merek versi Aaker memiliki keunggulan yakni mengintegrasikan dimensi sikap dan perilaku, sementara kebanyakan operasionalisasi teori ekuitas merek yang lain hanya berfokus pada salah satu diantara dimensi persepsi konsumen dan dimensi perilaku konsumen. Kategori produk yang mengalami booming serta ramai diperbincangkan oleh pengamat pemasaran dalam kurun waktu dua tahun terakhir ini ialah minuman isotonik. Meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan menciptakan pasar baru yang mengundang sejumlah pemain baru merangsek masuk ke pasar ini. Mengutip pernyataan Simon Jonathan, CEO Brandmaker, tren healthy food mulai tampak sekitar lima tahun belakangan. Melihat peluang ini maka beragam kategori baru produk healthy food hadir di pasar seperti minuman isotonik, susu berkalsium tinggi, makanan dan minuman bagi penderita diabetes, minuman teh hijau serta suplemen makanan lainnya. Menurut data AC Nielsen, pertumbuhan sejumlah produk kesehatan selama kurun waktu 2005-2006 mencapai diatas dua digit (SWA Sembada, Agustus 2007). Pasar minuman isotonik mengalami pertumbuhan yang signifikan yaitu sekitar 40% dalam 7-8 tahun terakhir, jauh diatas pertumbuhan rata-rata kategori produk minuman energi dan minuman kesehatan sebesar 28,6% per tahun (SWA Sembada, Agustus 2006). Pada tahun 2005 total market size bisnis minuman isotonik diperkirakan mencapai Rp 700-800 miliar, sedangkan pada tahun 2006 5 mencapai Rp 1,2 triliun. Pertumbuhan kategori ini jauh melampaui pertumbuhan pasar minuman energy drink yang relatif stagnan sekitar 5%. Tak heran pasar minuman isotonik dinilai telah menggerogoti pasar energy drink. Pocari Sweat adalah merek pionir dalam kategori minuman isotonik. Sejak diluncurkan pertama kali pada tahun 1989, merek ini sukses mengedukasi pasar dan memetik hasilnya sebagai penguasa terbesar di pasar minuman isotonik ini. Namun ibarat pepatah lama, ada gula ada semut, pasar yang terus bertumbuh ini dilihat oleh para pebisnis lain sebagai peluang bagus yang bisa dimasuki khususnya pada segmen-segmen yang tidak terlayani oleh Pocari Sweat. Para pemain baru pun beramai-ramai memasuki bisnis minuman isotonik ini, antara lain Mizone (Aqua Danone), Vitazone (Mayora), Powerade (Coca Cola Company), ProSweat (ABC Heinz), Powerade (Coca-Cola), Gatorade (Pepsi Cola), X-ion (Dankos Laboratories), Optima Sweat (Sinar Mas Group), Zporto (Triusaha Mitraraharja), Kino Sweat (Kino Group), Viton (Tempo Scan), , serta beberapa pemain lain yang hanya menggarap pasar daerah. Merek yang memiliki ekuitas merek yang tinggi harus terus dijaga dan dikelola karena merek, seperti halnya aset tak berwujud (intangible asset) pada umumnya, bersifat dinamis dan sangat rapuh (vulnerable). Nilai ekuitas merek tergantung pada upaya membangun merek (brand building efforts), karenanya nilai ekuitas merek mengalami pasang-surut dari waktu ke waktu tergantung pada upaya yang dilakukan oleh perusahaan (produsen). 6 Pada akhir tahun 2006, Mizone sebagai pemain nomor dua di kategori minuman isotonik dibawah Pocari Sweat sempat mengalami krisis serius karena terjegal isu bahan pengawet sehingga produk minuman ini sempat ditarik dari peredaran. Ditengah gencarnya tuduhan penggunaan bahan pengawet terhadap Mizone, para pesaing beramai-ramai memanfaatkan peluang tersebut dengan mengail di air keruh, seperti dilakukan oleh Vitazone yang mengklaim bebas bahan pengawet. Isu bahan pengawet ini cukup berpengaruh pada kinerja penjualan Mizone. Data sebuah badan riset terpercaya merekam selama beberapa bulan Mizone sempat missing sales di modern market. Berbekal strategi pemasaran yang matang yakni dengan tindakan penarikan produk dari pasar yang diikuti oleh relabelling serta didukung kegiatan komunikasi yang agresif untuk meng-counter isu, Mizone berupaya memulihkan brand image-nya. Sedemikian penting peran ekuitas merek sebagai landasan dalam menentukan strategi pemasaran sehingga ekuitas merek perlu memperoleh pengkajian yang mendalam. Pengetahuan mengenai elemen-elemen ekuitas merek serta pengukurannya sangat diperlukan untuk menyusun langkah strategis dalam meningkatkan eksistensi merek yang akhirnya dapat meningkatkan profitabilitas perusahaan. Dengan menggunakan metode statistik, unsur-unsur ekuitas sebuah merek bisa diukur nilainya. Pengetahuan terhadap kekuatan/kelemahan merek melalui kegiatan riset mampu memberi gambaran dari waktu ke waktu terhadap keberhasilan/kegagalan strategi pemasaran suatu perusahaan dalam 7 mengembangkan, memperkuat, mempertahankan, dan mengelola kelangsungan hidup suatu perusahaan. Mencermati persaingan yang sangat ketat diantara produsen minuman isotonik ini serta menyadari pentingnya riset mengenai ekuitas merek seperti diuraikan di atas mendorong penulis untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Elemen-elemen yang Membentuk Ekuitas Merek Minuman Isotonik Cair: Studi Kasus Merek Pocari Sweat”. B. Perumusan Masalah Pokok masalah dalam penelitian ini adalah : “bagaimana kekuatan elemenelemen ekuitas merek produk minuman kategori isotonik cair dalam menciptakan nilai bagi pelanggan dan perusahaan?” C. Pembatasan Masalah Produk minuman isotonik dapat dijumpai dalam wujud cair dan non-cair (serbuk), juga dalam berbagai bentuk kemasan seperti kaleng, botol kaca, PET serta sachet. Mempertimbangkan keterbatasan sumber daya yang dimiliki oleh penulis, maka penulis membatasi obyek penelitian hanya pada merek kategori produk minuman isotonik cair yaitu merek Pocari Sweat (kaleng dan botol PET). Landasan pemilihan merek Pocari Sweat adalah karena merek ini merupakan penguasa pangsa pasar (market share) terbesar yaitu sebesar 70% 8 (sumber: MARKETING No.06/Juni 2007). Pembatasan tersebut akan berpengaruh pada perancangan kedalaman informasi yang dicerminkan dalam perangkat pengambilan data serta alat analisis yang dibutuhkan. D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengukur dan membandingkan kemampuan setiap variabel merek pada produk minuman kategori isotonik cair, dengan pembatasan obyek penelitian pada merek Pocari Sweat, mengacu pada konsep brand equity yang dikembangkan oleh David A. Aaker. Penulis berharap agar hasil penelitian ini kelak dapat berguna untuk: 1. Mengetahui persepsi konsumen terhadap setiap elemen ekuitas merek minuman kategori isotonik, dengan studi kasus pada merek Pocari Sweat. 2. Mengetahui atribut produk yang menjadi kekuatan maupun kelemahan setiap merek minuman isotonik dalam usaha membangun ekuitas merek. 3. Memahami perilaku konsumen terhadap merek-merek produk minuman isotonik cair. 4. Dapat digunakan sebagai acuan (benchmark) terhadap pemimpin pasar (market leader) maupun pesaing lain. 5. Sebagai masukan bagi perusahaan dalam perancangan strategi pemasaran, termasuk strategi merek, manajemen portofolio merek dan keunggulan bersaing. 6. Sebagai informasi guna penelitian lebih lanjut. BAB II LANDASAN TEORI A.Pengertian Merek Praktik branding telah berlangsung berabad-abad. Kata "brand" dalam bahasa Inggris berasal dari kata "brandr" dalam bahasa Old Norse, yang berarti "to burn", merujuk bahwa saat itu peternak berusaha mengidentifikasi ternak miliknya. Menurut UU Merek Nomor 15 Tahun 2001 pasal 1 ayat 1, merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. Definisi tersebut memiliki kesamaan dengan definisi menurut American Marketing Association seperti dikutip dalam Fandy Tjiptono (2005) yang menekankan peranan merek sebagai identifier dan differentiator, yakni merek adalah nama, istilah, tanda, simbol atau rancangan atau kombinasi dari hal-hal tersebut yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa yang dihasilkan seorang atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari produk pesaing. Merek sebenarnya merupakan janji pemasar untuk secara konsisten memberikan feature, manfaat dan jasa tertentu kepada pembeli. Janji merek adalah visi pemasar menjadi apa seharusnya merek itu dan apa yang dilakukannya 9 10 terhadap konsumen. Merek-merek terbaik memberikan jaminan kualitas. Tetapi merek lebih dari sekedar simbol. Menurut Kotler (1997) terdapat enam tingkat pengertian merek dimana pemasar harus menentukan pada tingkat mana akan menanamkan identitas merek : 1. Atribut, yaitu merek mengingatkan pada atribut- atribut tertentu. 2. Manfaat, yaitu suatu merek lebih daripada serangkaian atribut. Pelanggan tidak membeli atribut, merek membeli manfaat. Atribut diperlukan untuk diterjemahkan menjadi manfaat fungsional ataupun emosional. 3. Nilai, yaitu merek juga menyatakan sesuatu tentang nilai produsen. 4. Budaya, yaitu merek juga mewakili budaya tertentu. 5. Kepribadian, yaitu merek mencerminkan kepribadian tertentu. 6. Pemakai, yaitu merek menunjuk jenis konsumen yang membeli atau menggunakan produk tersebut. Bagi Keller (2003) suatu merek adalah sebuah produk namun mampu memberi dimensi tambahan yang secara unik membedakannya dari produk-produk lain yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan yang serupa. Perbedaan tersebut bisa bersifat rasional dan berwujud (tangible) - terkait dengan kinerja produk dari merek bersangkutan - maupun simbolik, emosional dan tak berwujud (intangible) – berkenaan dengan representasi merek. Fandy Tjiptono (2005) menyatakan pada hakikatnya merek merupakan pengidentifikasi (identifier), dalam kontruksi apapun yang dipilih pemiliknya, 11 misalnya logo, simbol, nama, karakter dan sebagainya, yang terdiri atas dua elemen pokok yaitu : 1. Produk atau market offering yang direpresentasikannya, dan 2. komunikasi tawaran dan janji merek bersangkutan. Manajemen kedua elemen ini secara efektif sangat krusial dalam mendukung kelanggengan relasi antara merek bersangkutan dan pasar secara keseluruhan. Sedangkan bagi MarkPlus&Co (Hermawan Kartajaya, 2004) merek tidak sekedar sebuah nama, logo atau simbol. Merek adalah payung yang merepresentasikan produk atau layanan. Hermawan Kartajaya mendefinisikan merek sebagai menggambarkan indikator seberapa nilai (value kokoh dan indicator), yaitu indikator yang solidnya nilai (value) yang perusahaan/produsen tawarkan kepada pelanggan. Merek sebagai salah satu elemen dari segitiga positioning-diferensiasi-merek/brand (PDB) yang berperan sangat penting dan strategis bagi perusahaan karena berfungsi pedoman dalam menjalankan segala aktivitas perusahaan. Merek merupakan hasil (resultan) dari seberapa mampu produsen merealisasikan positioning produk, merek dan perusahaan dengan diferensiasi yang kokoh. 12 B. Manfaat Merek Sejak berakhirnya Perang Dunia II terjadi ledakan besar dalam pemanfaatan merek di dunia barat. Didorong oleh jatuhnya komunisme, kemajuan dalam teknologi transportasi dan komunikasi, serta ditemukannya teknologi internet yang memudahkan pertukaran informasi menjadikan perusahaan semakin sadar terhadap manfaat merek. Merek bermanfaat bagi produsen maupun konsumen. Bagi konsumen Keller (2003) mengemukakan tujuh manfaat pokok merek yaitu sebagai identifikasi sumber/penghasil produk yang memudahkan proses pengambilan keputusan pembelian oleh konsumen, penetapan tanggung jawab pada produsen atau distributor tertentu, pengurang resiko, penekan biaya pencarian (search cost) internal dan eksternal, janji atau ikatan khusus antara konsumen dengan produsen, alat simbolis yang memproyeksikan citra diri, dan sinyal kualitas. Melalui identifikasi dan atribut merek konsumen dapat memiliki persepsi dan pengalaman yang berbeda kendati terhadap produk yang sama dan identik. Bagi Kapferer seperti dikutip dalam Fandy Tjiptono (2005), fungsi potensial dari merek bagi konsumen meliputi : 1. Identifikasi (identification): bisa dilihat dengan jelas, memberikan makna bagi produk, mudah mengidentifikasi produk yang dibutuhkan atau dicari. 2. Praktikal (practicality) : mampu menghemat pembelian ulang dan loyalitas. waktu dan energi melalui 13 3. Jaminan (guarantee) : memberikan jaminan untuk memperoleh kualitas sama sekalipun pembelian dilakukan pada waktu dan tempat yang berbeda. 4. Optimalisasi (optimization) : memberikan kepastian bahwa konsumen telah membeli produk yang terbaik di kategorinya dan terbaik pada tujuan spesifik produknya. 5. Perwujudan karakter (characterization): memperoleh konfirmasi atas citra diri maupun citra yang ditampilkan pada orang lain. 6. Keterlanjutan (continuity) : kepuasan konsumen terwujud lewat familiaritas dan keintiman (intimacy) terhadap merek yang telah digunakan ataupun dikonsumsi selama bertahun-tahun. 7. Hedonistik (hedonistic) : kepuasan yang terkait terhadap daya tarik merek, logo serta komunikasinya. 8. Etis (ethic) : kepuasan berkaitan dengan perilaku yang bertanggung jawab dari merek terhadap hubungannya dengan masyarakat. Sedangkan bagi produsen (Keller, 2003), merek dapat memberi manfaat antara lain : 1. Sarana identifikasi untuk memudahkan proses penanganan atau pelacakan produk bagi perusahaan, terutama dalam pengorganisasian persediaan dan akuntansi. 2. Bentuk proteksi hukum terhadap fitur atau aspek produk yang unik. Merek bisa mendapatkan perlindungan properti intelektual seperti perlindungan 14 merek dagang terdaftar (registered trademarks), hak paten, hak cipta (copyrights) serta karya intelektual lainnya. 3. Sinyal tingkat kualitas bagi para pelanggan yang puas, sehingga mereka bisa dengan mudah memilih dan membeli lagi pada masa mendatang. Loyalitas merek seperti ini dapat menghasilkan jaminan permintaan konsumen bagi produsen sekaligus menciptakan hambatan masuk bagi pesaing lain untuk memasuki pasar. 4. Sarana menciptakan asosiasi dan makna unik yang membedakan produk dari para pesaing. 5. Sumber keunggulan kompetitif terutama melalui perlindungan hukum, loyalitas pelanggan, dan citra unik yang terbentuk dalam benak konsumen. 6. Sumber financial returns, terutama menyangkut pendapatan masa datang. C. Pengertian Ekuitas Merek Salah satu konsep pemasaran yang terkenal dan dianggap penting muncul pada tahun 1980-an adalah konsep ekuitas merek (brand equity). Ekuitas merek didefinisikan sebagai nilai tambah yang diberikan pada produk dan jasa. Nilai ini bisa dicerminkan dalam cara konsumen berpikir, merasa dan bertindak terhadap merek, harga, pangsa pasar dan profitabilitas yang dimiliki perusahaan. Ekuitas merek merupakan aset tak berwujud yang penting yang memiliki nilai psikologis dan keuangan bagi perusahaan. 15 Konsep ekuitas merek yang kemudian cukup populer dan banyak dikutip adalah konsep dari David A. Aaker (1991) yang menyatakan bahwa ekuitas merek ialah serangkaian aset dan kewajiban (liabilities) merek yang terkait dengan sebuah merek, nama dan simbolnya, yang menambah atau mengurangi nilai yang diberikan sebuah produk atau jasa kepada perusahaan dan/atau pelanggan perusahaan tersebut. Definisi Aaker menyiratkan bahwa ekuitas merek bisa bernilai bagi perusahaan dan konsumen. Aaker mengklasifikasikan elemen- elemen ekuitas merek kedalam lima kategori : loyalitas merek (brand loyalty), kesadaran merek (brand awareness), asosiasi merek (brand associations), persepsi kualitas (perceived quality), dan aset merek lainnya (other proprietary brand assets). Konsep ekuitas merek Aaker diakui oleh Hermawan Kartajaya sebagai paling sederhana dan komprehensif. Lebih jauh, definisi serta elemen ekuitas merek versi Aaker memiliki keunggulan yakni mengintegrasikan dimensi sikap dan perilaku sementara kebanyakan operasionalisasi ekuitas merek hanya berfokus pada salah satu diantara dimensi persepsi konsumen dan dimensi perilaku konsumen. Tidak semua ahli pemasaran menggunakan istilah ekuitas merek untuk menyatakan peranan merek dan aset yang terdapat dalam merek. Al Ries (1999) menggunakan istilah kekuatan merek, sedangkan Scott Davis memakai istilah aset merek (brand asset). 16 Secara garis besar terdapat tiga teori yang banyak dipakai terkait istilah ekuitas merek (brand equity) yaitu ekuitas merek yang dikaitkan dengan nilai uang (financial value), perluasan merek (brand extension), dan ekuitas merek yang diukur dari perspektif pelanggan (Freddy Rangkuti, 2002). Konsep ekuitas merek ini menjadikan merek berperan semakin penting dalam strategi pemasaran serta menjadi fokus bagi kepentingan manajerial perusahaan dan penelitian. Namun karena keragaman dalam konsep dan metode pengukurannya kemudian menimbulkan kebingungan terhadap konsep ini. Semua ahli sepakat bahwa konsep ini berbicara tentang nilai sebuah merek sebagai aset, namun masih silang pendapat mengenai bagaimana mengukur nilai tersebut. Mengenai konsep dan pengukuran ekuitas merek yang beragam, ada dua kesan terhadap metode yang dipakai dalam survei selama ini. Pertama, masih terdapat perbedaan perspektif diantara para ahli. Kedua, metode yang dipakai terkesan rumit (Bilson Simamora, 2002). Keller kemudian menyimpulkan bahwa tidak ada suatu pandangan yang paling benar tentang bagaimana konsep dan pengukuran ekuitas merek ini. 17 D. Manfaat Ekuitas Merek Menurut Aaker, ekuitas merek memberikan nilai (value) baik kepada pelanggan(konsumen) dan perusahaan(produsen/pemilik merek). Bagi konsumen, ekuitas merek dapat menciptakan nilai seperti berikut: 1. Aset ekuitas merek membantu konsumen dalam menafsirkan, memproses, dan menyimpan informasi dalam jumlah besar mengenai produk dan merek. 2. Ekuitas merek memberi rasa percaya diri kepada konsumen dalam mengambil keputusan pembelian, baik karena pengalaman masa lalu dalam menggunakan maupun kedekatan dengan merek dan aneka karakteristiknya. 3. Persepsi kualitas dan asosiasi merek bisa menguatkan kepuasan konsumen dengan pengalaman menggunakannya. Sedangkan bagi perusahaan, sebagai produsen dan pemilik merek, ekuitas merek dapat menciptakan nilai melalui enam cara: 1. Ekuitas merek dapat menguatkan program menarik/akuisisi konsumen baru atau merangkul konsumen lama. Artinya, promosi akan berjalan lebih efektif bila mereknya sudah dikenal. Dibutuhkan perjuangan lebih berat untuk mempromosikan merek yang belum dikenal oleh khalayak. 2. Ekuitas merek dapat menguatkan loyalitas merek dan bahkan fanatisme pelanggan. Kesan kualitas, asosiasi dan nama yang terkenal bisa memberikan alasan untuk membeli dan mempegaruhi kepuasan pelanggan. 18 3. Ekuitas merek memungkinkan margin yang lebih tinggi karena perusahaan bisa mendapatkan harga optimum (premium price) dan bisa mengurangi ketergantungan promosi. 4. Ekuitas merek memberikan landasan untuk pertumbuhan melalui perluasan merek (brand extension). Merek yang memiliki ekuitas merek positif akan lebih bisa diterima untuk perluasan merek baru. 5. Ekuitas merek dapat memberi dorongan dalam saluran distribusi. Artinya pedagang tidak ragu-ragu dengan merek yang telah teruji dan telah memperoleh pengakuan. 6. Ekuitas merek memberi keunggulan kompetitif. Sebuah asosiasi mungkin menempati posisi terdepan karena memiliki atribut yang penting untuk segmen tersebut dan sulit ditiru oleh pesaing. Beberapa manfaat lain dari ekuitas merek yang dirangkum oleh Keller (2002) sebagai berikut : 1. Peningkatan persepsi kinerja produk. 2. Loyalitas lebih besar. 3. Lebih sedikit kerentanan terhadap aksi pemasaran pesaing. 4. Lebih sedikit kerentanan terhadap krisis pemasaran. 5. Marjin lebih besar. 6. Lebih kakunya tanggapan konsumen terhadap kenaikan harga. 7. Lebih elastisnya tangggapan konsumen terhadap penurunan harga. 8. Lebih besarnya kerjasama dan dukungan perdagangan. 19 9. Meningkatnya efektivitas komunikasi pemasaran. 10. Kemungkinan adanya peluang untuk memberi lisensi. 11. Peluang untuk memperluas merek tambahan. E. Berbagai Metode Pengukuran Ekuitas Merek (Brand Equity) Ekuitas merek perlu dibedakan dari valuasi merek, yang merupakan pekerjaan mengestimasi nilai keuangan total dari merek itu. Mengukur ekuitas merek dirasakan penting karena berbagai alasan berikut : 1. Hasil pengukuran tersebut bisa digunakan sebagai benchmark terhadap pemimpin pasar maupun terhadap pesaing yang lain. 2. Hasil pengukuran tersebut juga bisa dimanfaatkan sebagai petunjuk dalam penyusunan strategi merek. Bila perusahaan melakukan penelusuran (tracking) terhadap posisi merek dari waktu ke waktu, maka hasil penelusuran tersebut bisa digunakan sebagai acuan untuk penyusunan program promosi, layanan, atau pengembangan saluran distribusi. 3. Pengukuran terhadap ekuitas merek juga akan membantu perusahaan dalam menjalankan manajemen portofolio merek. Idealnya, untuk mengukur ekuitas merek, dapat disajikan dalam sebuah indeks ekuitas merek yang merupakan hasil kalkulasi dan merangkum tingkat kesehatan suatu merek. Namun seperti dijelaskan di depan, ekuitas merek merupakan konsep yang multidimensional dan sangat kompleks sehingga dibutuhkan beragam alat dan metode pengukuran. Semakin beragam alat dan 20 metode pengukuran yang digunakan maka akan menambah keakuratan riset pemasaran sehingga para manajer merek akan memiliki pemahaman yang lebih luas dan akurat tentang apa dan mengapa - yang terjadi dengan mereknya. Feldwick seperti dikutip dalam Fandy Tjiptono (2005), mengelompokkan berbagai konsep ekuitas merek ke dalam tiga kategori berikut : 1. Brand Valuation atau Brand Value Yaitu nilai total sebuah merek sebagai aset terpisah. Kebutuhan terhadap penilaian merek dalam konteks ini biasanya dipicu oleh dua situasi utama yakni: a. Penentuan harga saat sebuah merek dijual b. Penentuan nilai merek sebagai aset tak berwujud (intangible) dalam laporan neraca perusahaan. Sejauh ini cukup banyak berkembang metode brand valuation salah satu diantaranya oleh Interbrand. Kendati demikian penggunaan konsep brand valuation sebagai indikator brand strength, brand health, atau kinerja merek memiliki sejumlah kelemahan. Pertama, ada perbedaan signifikan antara penilaian obyektif untuk keperluan penyusunan neraca perusahaan dan harga aktual yang bisa dicapai sebuah merek dalam transaksi penjualan riil. Kedua, nlai sebuah merek berbeda-beda bagi pembeli yang berlainan. Ketiga, tidak ada nilai absolut untuk sebuah merek. Bila dijual, sebuah merek sangat bergantung pada siapa dan apa motivasi dibalik jual beli merek tersebut. Keempat, pemisahaan aset bukanlah hal sederhana. 21 2. Brand Strength atau brand loyalty Yaitu pengukuran menyangkut seberapa kuat konsumen "terikat" dengan merek tertentu. Ukuran ini sekaligus merefleksikan permintaan relatif konsumen terhadap sebuah merek. Terdapat beberapa metode berbasis harga/permintaan, berbasis perilaku, sikap (attitude) dan awareness/salience. 3. Brand image atau brand description Yakni deskripsi tentang asosiasi dan keyakinan konsumen terhadap merek tertentu. Sejumlah teknik kuantitatif dan kualitatif telah dikembangkan untuk membantu mengungkap persepsi dan asosiasi konsumen terhadap sebuah merek tertentu, diantaranya multi dimensional scaling, projection techniques, dan sebagainya. Menurut Feldwick, brand value lebih mencerminkan situasi transaksi bisnis aktual atau dugaaan/rekaan, sementara brand strength dan brand description kerap disebut sebagai consumer brand equity untuk membedakannya dengan makna ekuitas merek (brand equity) sebagai penilaian aset. Kendati demikian, ketiga makna tersebut tidak saling terpisah melainkan berkaitan erat. Kevin Lane Keller (2002) mengkategorikan metode pengukuran ekuitas merek kedalam dua metode utama yaitu : 1. Metode Komparatif (comparative methods) Metode ini menggunakan eksperimen terhadap sikap dan perilaku konsumen terhadap suatu merek dengan mengukur pengaruh/akibat yang ditimbulkan 22 oleh tingkat kesadaran (merek) yang tinggi dan kuat, disukai, serta asosiasi merek yang unik. Termasuk dalam kategori metode ini ialah : a. Pendekatan perbandingan berdasarkan merek (Brand-based comparative approaches) : metode ini mengukur respon konsumen terhadap perubahan-perubahan yang sengaja dilakukan dalam pengidentifikasian merek, biasanya dengan membandingkan dengan merek lain/pesaing. b. Pendekatan perbandingan berdasarkan pemasaran (Marketing-based comparative approach) : metode ini mengukur respon konsumen terhadap perubahan-perubahan dalam elemen program pemasaran, juga dengan membandingkan dengan merek lain/pesaing. 2. Metode Holistik (holistic methods) Metode ini mencoba menyajikan suatu nilai terhadap suatu merek baik secara abstrak maupun konkret secara finansial. Termasuk kedalam metode ini adalah : a. Pendekatan residual (residual approach) : menghitung nilai sebuah merek dengan cara mengurangi pilihan-pilihan konsumen terhadap suatu merek berdasar pada atribut fisik produk dari pilihan merek secara keseluruhan. b. Pendekatan penaksiran (valuation approach) : memberikan suatu nilai harga (uang) pada suatu merek demi kepentingan akuntansi, merjer, akuisisi, dan kepentingan lainnya. 23 Salah satu metode pengukuran yang terkenal sesuai dengan pendekatan ini ialah metode yang dikembangkan oleh Interbrand. Perusahaan konsultan branding yang berlokasi di Inggris ini mengembangkan metodenya sendiri dengan menggabungkan aspek pemasaran, keuangan dan hukum, serta mengikuti konsep baku akuntansi, sehingga mampu memberikan penilaian secara berkala serta konsisten. Metode Interbrand menghitung nilai merek berdasarkan pendapatan merek (brand earnings) dan kekuatan merek (brand strength). Untuk menilai kekuatan merek, Interbrand menggunakan tujuh faktor, yaitu : a. Kepemimpinan pasar (leadership) , yaitu kemampuan sebuah merek dalam mempengaruhi pasarnya dan menjadi kekuatan utama dengan proporsi market share yang besar sehingga mampu mempengaruhi harga, distribusi dan menahan dari serangan pesaing. b. Stabilitas, yaitu kemampuan merek bertahan dalam kurun waktu yang panjang sebagai merek yang setia digunakan oleh konsumen. c. Pasar, struktur dan lingkungan bisnis termasuk didalamnya prospek pertumbuhan dan hambatan masuk. d. Sebaran geografis, kemampuan merek untuk menembus batasan geografi dan budaya. e. Tren, yakni kecenderungan di masa depan dan kemampuan merek menjadi merek untuk tetap kontemporer dan relevan bagi konsumen. 24 f. Dukungan, yaitu jumlah dukungan dan konsistensi aktivitas komunikasi dan pemasaran. g. Perlindungan, yaitu kekuatan dan jangkauan perlindungan merek secara hukum penting bagi kekuatan merek. Keunggulan utama metode ini ialah metode dapat digeneralisasikan dan diaplikasikan pada beragam merek atau produk. Hasil penilaian dan pemeringkatan merek-merek internasional oleh Interbrand diumumkan dalam majalah BusinessWeek setiap tahun. Selain kategori metode pengukuran di atas, terdapat beberapa metode/model pengukuran ekuitas merek yang telah mapan dan dikenal luas yaitu : 1. Brand Asset Valuator (BAV) Agen periklanan global ternama, Young & Rubicam (Y&R) mengembangkan satu model ekuitas merek yang disebut Brand Asset Valuator (BAV). Berdasar riset terhadap hampir 200 ribu konsumen di 40 negara, BAV menyajikan ukuran komparatif ekuitas merek dari ribuan merek dalam ratusan kategori berbeda. Terdapat empat komponen penting dari kesehatan suatu merek dalam BAV yang kemudian disebut sebagai "empat pilar", yakni: a. Diferensiasi (differentiation), yaitu ukuran seberapa berbeda suatu merek dibanding merek lainnya. b. Relevansi (relevance), yaitu relevansi merek dengan konsumen. 25 c. Kebanggaan (esteem), ukuran tentang apakah merek memperoleh penghargaan yang tinggi dan dianggap sebagai yang terbaik di kelasnya. d. Pengetahuan (knowledge), yaitu ukuran tentang seberapa dekat dan akrab konsumen dengan merek. Keunggulan utama dari model BAV ini adalah dapat menyajikan profil lengkap dari suatu merek. Metode ini juga menyajikan peta merek (brand landscape) dimana pemasar dapat mengetahui posisi relatif merek mereka terhadap merek pesaing di pasar. 2. EquiTrend Total Research, sebuah perusahaan layanan riset di Amerika, mengembangkan metode pengukuran ekuitas merek yang dinamakan EquiTrend. Sama seperti Y&R, perusahaan ini juga menyimpan metode operasionalnya sebagai rahasia dapur perusahaan. Hasilnya memang dipaparkan, namun tidak dijelaskan bagaimana hasil itu diperoleh (Bilson Simamora, 2002). Mereka hanya mengekspos komponen-komponen yang diukur, yaitu : a. Salience, yaitu persentase responden yang memiliki opini tentang merek. b. Perceived Quality. Ini merupakan inti EquiTrend yang didalamnya tercermin kesukaan terhadap merek, kepercayaan, kebanggaan dan keinginan untuk merekomendasikan merek. c. Kepuasan pemakai merek. 26 3. Model Ekuitas Merek Berbasis Konsumen (Customer-Based Brand Equity/CBBE) Model yang dikembangkan oleh Kevin Lane Keller, seorang profesor pemasaran dari Amerika Serikat, lebih berfokus pada perspektif perilaku konsumen. Asumsi pokok model ini adalah bahwa kekuatan sebuah merek terletak pada apa yang dipelajari, dirasakan, dilihat dan didengarkan konsumen tentang merek tersebut sebagai hasil dari pengalaman sepanjang waktu. Menurutnya, kunci pokok penciptaan ekuitas merek adalah brand knowledge, yang terdiri atas brand awareness dan brand image. Dengan demikian ekuitas merek baru terbentuk jika pelanggan mempunyai tingkat awareness serta familiaritas yang tinggi terhadap sebuah merek dan memiliki asosiasi merek yang kuat, positif dan unik dalam memorinya. Keller mengajukan proses empat langkah dalam membangun merek: menyusun identitas merek yangtepat, menciptakan makna merek yang sesuai, menstimuli respon merek yang diharapkan dan menjalin relasi merek yang tepat dengan pelanggan. Proses implementasi keempat tahap ini mencakup pembangunan enam blok pembangunan merek (building blocks) terhadap pelanggan. Blok pembangunan merek ini dapat dirakit dari segi piramid merek, seperti dilustrasikan dalam gambar 2.1. 27 Gambar 2.1 Piramida Ekuitas Merek Berbasis Konsumen/ Customer-Based Brand Equity (CBBE) 4. Relationships What about you and me? Intens, Active Relationships 3. Response What about you? Positive, Accesible Response 2. Meaning What are you? Strong, Favorable & Unique Brand Associations 1. Identity Who are you? Deep, Broad Brand Awareness Resonance Judgements Feelings Performance Imagery Salience Sumber : Keller, Kevin, Lane. 2003. Strategic Brand Management: Building, Measuring and Managing Brand Equity, second edition, Prentice Hall, New Jersey. Keenam blok itu ialah : 1. Penonjolan Merek (Brand Salience), berkaitan dengan aspek-aspek awareness sebuah merek dalam berbagai situasi pembelian atau konsumsi. 2. Kinerja Merek (Brand Performance), berkaitan dengan kemampuan produk dan jasa dalam memenuhi kebutuhan fungsional konsumen. 28 3. Citra Merek (Brand Imagery), meyangkut properti ekstrinsik dari produk atau jasa, yaitu kemampuan merek dalam memenuhi kebutuhan psikologis atau sosial pelanggan. 4. Penilaian Merek (Brand Judgements), berfokus pada pendapat dan evaluasi personal konsumen terhadap merek berdasarkan kinerja dan asosiasi citra yang dipersepsikannya. 5. Perasaan Merek (Brand Feelings), yaitu respon dan reaksi emosional konsumen terhadap merek. 6. Resonansi Merek (Brand Resonance), mengacu pada karakteristik relasi yang dirasakan pelanggan terhadap merek spesifik. Model CBBE juga menekankan dualitas merek yaitu rute rasional penyusunan merek dan rute emosional yang ada disebelah kanan piramid. 4. Pengukuran Ekuitas Merek di Indonesia Di Indonesia, pengukuran ekuitas merek telah dirintis sejak tahun 1994 oleh majalah SWA Sembada bekerjasama dengan MarkPlus&Co, sebuah konsultan pemasaran terkemuka di Indonesia. Pada awalnya pengukuran yang dilakukan masih terbatas pada survei merek paling diingat (top of mind) dan kesadaran merek (brand awareness). Upaya ini kemudian diteruskan oleh MARS dengan Indonesian Best Brand Award (IBBA) sejak tahun 2002. Metode penilaian yang digunakan dalam IBBA didasarkan pada konsep ekuitas merek yang dikembangkan oleh David Aaker. Dalam prakteknya, 29 sering tidak mudah menerjemahkan makna "equity" dalam aktivitas pemasaran. Sejak tahun 2002 MARS kemudian mencoba mengembangkan konsep "equity" menjadi "merek terbaik" (best brand) yang didasarkan atas persepsi konsumen dalam memenuhi kebutuhannya. Untuk terus menjaga kredibilitas survei, MARS dan SWA dari tahun ke tahun terus melakukan perbaikan. Selain menyempurnakan metodologi dan cara perhitungan brand value (BV), mereka juga menambah cakupan wilayah survei menjadi 7 kota besar di Indonesia, yaitu : Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Medan, Makassar dan Denpasar. Survei melibatkan 2.609 responden (IBBA tahun 2007) dengan melibatkan responden personal dan responden perusahaan. Adapun teknik pengambilan sample menggunakan teknik multistage random sampling. Dalam perhitungan indeks merek terbaik (IBBA) meliputi sembilan variabel yakni: a. Top of Mind Advertising (TOM Ad) : merek yang paling diingat iklannya b. Top of Mind Brand (TOM Brand) : merek yang paling diingat c. Perceived Quality (Pquality) : persepsi kualitas suatu produk d. Brand Used Most Often (BUMO) : merek yang paling sering digunakan, disebut juga brand share e. BUMO-Before : merek yang sering digunakan sebelumnya (sebalum pindah ke merek yang sering digunakan sekarang) f. Last Used : merek yang terakhir digunakan 30 g. Future Brand :merek yang dimasa depan mungkin digunakan h. Satisfaction : kepuasan terhadap suatu merek i. Loyalty : tingkat loyalitas terhadap suatu merek. Hasil pengukuran ekuitas merek versi IBBA dipublikasikan oleh majalah SWA Sembada setiap tahun. Namun metode pengukuran pengukuran ekuitas merek IBBA ini memiliki kelemahan utama yakni tidak mengikutsertakan variabel asosiasi merek (brand association) dalam perhitungan indeks mereknya (Amalia Maulana, 2005) Selain IBBA, majalah MARKETING bekerja sama dengan Frontier Consulting Group sejak tahun 2007 juga menyelenggarakan Top Brand Index (TBI). TBI diformulasikan berdasarkan tiga variabel yaitu : a. mind share, mengindikasikan kekuatan merek dalam benak konsumen kategori produk yang bersangkutan, dengan menggunakan parameter top of mind (TOM) b. market share, menunjukkan kekuatan merek dalam pasar tertentu dalam hal perilaku pembelian aktual dari konsumen, dengan parameter last usage, dan c. commitment share, mengindikasikan kekuatan merek dalam mendorong konsumen untuk membeli merek terkait di masa mendatang, dengan parameter future intention. Untuk memperoleh nilai ketiga variabel di atas, Frontier Consulting Group menggunakan parameter-parameter : Top of mind (TOM), Last usage (LU) 31 dan Future Intention (FI). Top Brand Index diperoleh dengan mengambil ratarata terbobot dari masing-masing parameter yang diperoleh melalui expert judgement. Konsep TOP Brand disajikan melalui gambar 2.2. Gambar 2.2 Model Pengukuran TOP Brand Top of Mind (TOM) Mind Share t.wt TOP BRAND Index TOP BRAND I.wi Market Share Commitment Share Last Usage (I) f.wf Future Intention (f) Sumber: Majalah MARKETING, TOP Brand 2000-2007: Inilah Merek-merek Terkuat Selama Delapan Tahun Terakhir, Edisi Khusus/1/2007 Survei TOP Brand dilakukan di enam kota yakni : Jakarta, Surabaya, Bandung, Semarang, Medan dan Makassar, dengan sampel masing-masing kota sebesar 500 orang. 32 F. Ekuitas Merek menurut David A. Aaker Pada tahun 1991 dalam buku yang berjudul Managing Brand Equity: Capitalizing on the Value of a Brand Name (The Free Press, New York), kemudian diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia dengan judul Manajemen Ekuitas Merek (Spektrum Mitra Utama, Jakarta), David A. Aaker menggagas konsep ekuitas merek (brand equity) sebagai seperangkat aset dan liabilitas merek yang terkait dengan suatu merek, nama, simbol, yang mampu menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah produk atau jasa baik pada perusahaan maupun pada pelanggan. Lebih lanjut menurut Aaker, aset dan liabilitas yang menjadi dasar ekuitas merek dapat dikelompokkan ke dalam lima kategori, yaitu : kesadaran merek (brand awareness), asosiasi merek (brand association), persepsi kualitas (perceived quality), loyalitas merek (brand loyalty), dan aset-aset merek lainnya (other proprietary brand assets). Empat elemen ekuitas merek pertama dari konsep di atas dikenal sebagai elemen-elemen utama dari brand equity. Elemen yang kelima secara langsung akan dipengaruhi oleh kualitas dari empat elemen utama tersebut. Elemen-elemen ekuitas merek menurut David A. Aaker di atas dapat dijabarkan sebagai berikut: 33 1. Kesadaran Merek (Brand Awareness) Kesadaran merek (brand awareness) menurut David Aaker adalah kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali suatu merek sebagai bagian dari suatu kategori produk tertentu. Kesadaran merek membutuhkan jangkauan kontinum (continuum ranging) dari perasaan yang tidak pasti bahwa merek tertentu telah dikenal sebelumnya, menjadi keyakinan bahwa produk tersebut merupakan satu-satunya dalam kelas produk yang bersangkutan. Kontinum ini dapat terwakili dalam tingkatan yang berbeda yang digambarkan dalam suatu piramida berikut : Gambar 2.3 Piramida Kesadaran Merek (Brand Awareness) Puncak Pikiran (Top of Mind) Pengingatan Kembali merek (Brand Recall) Pengenalan Merek (Brand Recognition) Tidak Menyadari Merek (Brand Unaware) Sumber : Aaker, David. A. 1997. Manajemen Ekuitas Merek: Memanfaatkan Nilai dari suatu Merek, Edisi Pertama, Spektrum Mitra Utama, Jakarta 34 Peran brand awareness dalam ekuitas merek tergantung pada sejauh mana tingkat kesadaran yang dicapai oleh suatu merek di benak konsumen. Penjelasan mengenai tingkatan kesadaran merek secara berurutan dari yang terendah hingga tingkat tertinggi adalah sebagai berikut: a.Tidak Menyadari Merek (Unaware of Brand) Merupakan tingkat paling rendah dalam piramida kesadaran merek dimana konsumen tidak menyadari akan adanya suatu merek. Kondisi ini termasuk merek yang tetap tidak dikenal walaupun sudah dilakukan pengingatan kembali lewat bantuan (aided recall). b.Pengenalan Merek (Brand Recognition) Merupakan tingkat minimal dari kesadaran merek, dimana pengenalan suatu merek muncul lagi setelah dilakukan pengingatan kembali lewat bantuan (aided recall). c.Pengingatan Kembali (Brand Recall) Pengingatan kembali terhadap merek didasarkan pada permintaan seseorang untuk menyebutkan merek tertentu dalam suatu kelas produk. Hal ini diistilahkan dengan pengingatan kembali tanpa bantuan (unaided recall), karena berbeda dari tugas pengenalan, responden tidak perlu dibantu untuk memunculkan merek tersebut. 35 d. Puncak Pikiran (Top of Mind) Adalah kondisi dimana suatu merek yang disebut pertama kali oleh konsumen atau yang pertama kali muncul dalam benak konsumen dengan tanpa bantuan. Dengan kata lain, merek tersebut merupakan merek utama dari berbagai merek yang ada dalam benak konsumen. Kesadaran merek yang tinggi merupakan kunci pembuka tercapainya ekuitas merek yang kuat. Kesadaran terhadap merek akan semakin meningkat dengan semakin banyaknya pengalaman konsumen terkena eksposure akan merek. Kesadaran merek inilah yang dapat membentuk citra positif dalam benak konsumen. Konsumen cenderung membeli produk dengan merek yang sudah dikenal dan diasumsikan memiliki kualitas yang baik. Namun upaya membangun kesadaran merek yang tinggi tidaklah mudah, mahal serta biasanya dilakukan dalam periode waktu yang lama. 2. Asosiasi Merek (Brand Association) Nilai yang mendasari sebuah merek seringkali merupakan sekumpulan asosiasi spesifik yang berkaitan dengannya. Menurut David A. Aaker asosiasi merek adalah segala hal yang berkaitan dengan ingatan mengenai sebuah merek. Sama halnya dengan kesan kualitas (perceived quality), asosiasi bersifat perseptif dan subyektif karena dipengaruhi pada banyaknya pengalaman dalam mengkonsumsi serta eksposure komunikasi yang diterima oleh konsumen. Atribut yang sebenarnya tidak terkait dengan produk pun bisa saja dikatakan 36 sebagai asosiasi merek dalam benak seseorang/individu. Berbagai asosiasi yang diingat konsumen dapat dirangkai sehingga membentuk citra terhadap merek atau brand image dalam benak konsumen. Asosiasi merupakan hasil/resultan dari strategi pemasaran yaitu positioning dan diferensiasi yang dilakukan secara konsisten oleh produsen. Asosiasi yang tercipta dalam benak konsumen dapat berasal dari atribut produk, atribut tak berwujud, manfaat bagi pelanggan, segmen pasar, pelanggan/pengguna, harga relatif, penggunaan (usage), capaian (achievement), orang (endorser), kelas produk, pesaing, gaya hidup dan negara/wilayah geografis. Asosiasi merek dapat menciptakan nilai bagi perusahaan dan bagi pelanggan. Terdapat lima manfaat asosiasi merek, yaitu : a. Membantu proses penyusunan informasi Asosiasi merek dapat membantu mengikhtisarkan sekumpulan fakta dan spesifikasi yang mungkin sulit dikenal dan diakses oleh para pelanggan. Sebuah asosiasi bisa menciptakan informasi padat bagi pelanggan dan bisa mempengaruhi pengingatan kembali atas informasi tersebut pada saat membuat keputusan. b. Membedakan/memposisikan merek Suatu asosiasi dapat memberikan landasan yang penting bagi usaha untuk membedakan dan memisahkan suatu merek dari merek yang lain. Asosiasiasosiasi pembeda bisa menjadi keuntungan kompetitif yang penting. 37 c. Membangkitkan alasan untuk membeli Banyak asosiasi merek membutuhkan berbagai atribut produk atau manfaat pelanggan (customer benefits) yang bisa menyodorkan suatu alasan spesifik untuk membeli dan menggunakan merek tersebut. Asosiasi-asosiasi tersebut merupakan landasan bagi keputusan pembelian dan loyalitas merek. Beberapa asosiasi juga memberikan kredibilitas dan rasa percaya diri pada saat melakukan pembelian suatu merek. d. Menciptakan sikap atau perasaan positif Asosiasi merek dapat merangsang perasaan positif yang akhirnya akan berdampak positif terhadap produk tesebut. e. Memberikan landasan bagi perluasan Asosiasi merek dapat memberi landasan bagi perusahaan/pemilik merek melakukan perluasan merek (brand extension) yaitu dengan menciptakan rasa kesesuaian antara suatu merek dengan sebuah produk baru, atau dengan menghadirkan alasan untuk membeli produk perluasan tersebut. 3. Persepsi Kualitas (Perceived Quality) Pengertian persepsi kualitas menurut David A. Aaker adalah persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkaitan dengan apa yang apa yang diharapkan oleh pelanggan. Persepsi kualitas merupakan persepsi yang terbentuk pada pelanggan sehingga persepsi kualitas bersifat subyektif. Karena sifatnya yang subyektif, persepsi 38 kualitas menurut pelanggan akan berbeda-beda terhadap suatu produk maupun jasa karena melibatkan kepentingan pelanggan yang sifatnya relatif. Persepsi kualitas memiliki peranan yang penting dalam membangun suatu merek. Persepsi kualitas juga terkait erat dengan keputusan pembelian sehingga bagi pemasar membangun persepsi kualitas dapat mengefektifkan semua elemen program pemasaran khususnya program promosi. Secara umum perceived quality dapat bermanfaat melalui : a. Alasan membeli Persepsi kualitas sebuah merek memberikan alasan yang penting bagi pelanggan untuk melakukan pembelian. b. Diferensiasi atau posisi Salah satu karakteristik yang penting dari merek suatu produk adalah posisinya dalam dimensi persepsi kualitas, apakah merek tersebut merupakan yang terbaik, sama baiknya, ekonomis, atau optimum. c. Harga Optimum Persepsi kualitas yang baik dapat memberikan manfaat bagi perusahaan. Pelanggan yang mempersipkan kualitas suatu produk secara tinggi akan bersedia membayar dengan harga premium sekalipun, terutama bagi pelanggan yang tidak sensitif terhadap harga. memberikan pilihan dalam menentukan harga premium (premium price). Melalui harga premium ini perusahaan dapat menikmati peningkatan laba. 39 d. Minat saluran distribusi Suatu produk yang memiliki perceived quality yang tinggi akan memberi motivasi kepada para pengecer, distributor maupun saluran distribusi lainnya. e. Perluasan Merek Suatu merek produk atau jasa dengan persepsi kualitas yang tinggi dapat dieksploitasi ke arah perluasan merek yaitu dengan menggunakan merek tertentu untuk masuk kedalam kategori produk baru. 4. Loyalitas Merek (Brand Loyalty) Menurut Aaker, loyalitas merek merupakan suatu ukuran keterkaitan seorang pelanggan pada sebuah merek. Ukuran ini mampu memberikan gambaran tentang mungkin tidaknya seorang pelanggan beralih ke merek produk yang lain, terutama jika pada merek tersebut didapati adanya perubahan, baik menyangkut harga ataupun atribut lain. Loyalitas merek merupakan tujuan dari konsep ekuitas merek (brand equity) yang merupakan gagasan sentral dalam pemasaran. Hal ini terkait dengan peluang penjualan yang berasal dari pembelian ulang (repeat buying) oleh konsumen yang berarti pula jaminan perolehan laba perusahaan di masa mendatang. Pelanggan yang loyal pada umumnya akan melanjutkan pembelian merek tersebut walaupun dihadapkan pada banyak alternatif merek produk pesaing yang menawarkan karakteristik produk yang lebih unggul dipandang dari berbagai sudut atributnya. 40 Berbeda dengan kesadaran merek, loyalitas merek ini tidak dapat terjadi tanpa konsumen lebih dulu melakukan pembelian atau telah memiliki pengalaman dengan merek. Ada lima tingkatan dalam loyalitas merek secara berurutan, seperti ditunjukkan pada gambar 2.4, yaitu: Gambar 2.4 Piramida Loyalitas Merek (Brand Loyalty) Committed Buyer Liking the Brand Satisfied Buyer Habitual Buyer Switcher Sumber : Aaker, David. A. 1997. Manajemen Ekuitas Merek: Memanfaatkan Nilai dari suatu Merek, Edisi Pertama, Spektrum Mitra Utama, Jakarta a. Switcher/Price Buyer Merupakan tingkatan loyalitas yang paling dasar. Pembeli/konsumen tidak loyal sama sekali terhadap suatu merek. Bagi pembeli, merek apapun dianggap memadai serta memegang peranan yang sangat kecil dalam keputusan pembelian. Salah satu ciri konsumen tipe ini ialah membeli suatu produk atau jasa karena harganya yang murah. 41 b. Habitual Buyer Adalah pembeli yang puas dengan produk atau setidaknya tidak mengalami ketidakpuasan dalam mengkonsumsi dan membeli produk tertentu karena kebiasaan. Untuk pembeli seperti ini, tidak ditemui alasan ketidakpuasan yang cukup untuk menstimulasi suatu peralihan merek terutama bila peralihan tersebut membutuhkan usaha, biaya maupun pengorbanan lainnya. Dapat disimpulkan bahwa pembeli ini dalam membeli suatu merek didasarkan atas kebiasaan mereka selama ini. c. Satisfied Buyer Adalah pembeli merek yang puas dalam mengkonsumsi produk/jasa yang dibelinya, meskipun demikian mungkin saja mereka memindahkan pembeliannya ke merek lain dengan menanggung biaya peralihan (switching cost) yang terkait dengan waktu, uang, atau resiko kinerja akibat tindakan peralihan merek yang dilakukan. Untuk menarik minat para pembeli yang termasuk golongan ini, para kompetitor perlu mengatasi biaya peralihan yang harus ditanggung oleh pembeli dengan menawarkan manfaat yang cukup besar sebagai kompensasi. d. Liking the Brand Merupakan pembeli yang sungguh-sungguh menyukai merek tersebut. Preferensi mereka mungkin dilandasi pada asosiasi seperti simbol, rangkaian 42 pengalaman dalam menggunakan produk, maupun oleh perceived quality yang tinggi. e. Committed Buyer Pada tahapan ini pembeli merupakan pelanggan yang setia. Mereka mempunyai suatu kebanggaan sebagai pengguna suatu merek dan merek tersebut menjadi sangat penting bagi mereka dipandang dari segi fungsi maupun sebagai suatu ekspresi mengenai siapa mereka sebenarnya. Aktualisasi loyalitas pembeli dapat ditunjukkan berupa tindakan merekomendasi dan mempromosikan merek tersebut kepada orang lain secara sukarela. 5. Aset-aset Merek Lainnya (Other proprietary brand assets) Aaker menyatakan bahwa yang termasuk kedalam aset-aset merek lainnya meliputi antara lain simbol, nama dan paten. Ketiga aset tersebut tidak hanya berkaitan dengan simbol yang menjadi penguat suatu asosiasi atau sebuah persepsi terhadap merek, tetapi juga terkait dengan hak milik perusahaan secara legal. Suatu simbol dengan karakteristik tertentu yang telah terdaftar dapat mencegah pesaing menggunakan simbol atau nama yang sama untuk merebut konsumen. Selain ketiga hal yang berkaitan dengan paten seperti disebut di atas, ada pula aset merek lainnya yang juga bisa menguatkan suatu persepsi terhadap 43 merek. Aset tersebut adalah semboyan atau slogan yang digunakan untuk mengomunikasikan suatu produk kepada konsumen. Empat elemen ekuitas merek yang telah dijelaskan di depan dikenal sebagai elemen-elemen utama dari ekuitas merek. Elemen kelima, yaitu asetaset merek lainnya, secara langsung akan dipengaruhi oleh kualitas dari empat elemen utama tersebut. Semua aset itu harus dikelola secara konsisten karena dapat diarahkan untuk mengomunikasikan asosiasi bahkan atribut suatu merek yang sangat spesifik. Aset ini harus diselaraskan dengan semua dimensi ekuitas merek lainnya agar dapat menimbulkan suatu perasaan positif terhadap merek. Secara ringkas konsep ekuitas merek dapat dirangkum dalam gambar 2.5, yang memperlihatkan kemampuan ekuitas merek dalam menciptakan nilai bagi perusahaan dan pelanggan. 44 Gambar 2.5 Konsep Ekuitas Merek David A. Aaker Perceived Quality Brand Association Brand Awareness Brand Loyalty Brand Equity (Nama, Simbol) Other Proprietary Brand Assets Memberi nilai kepada Pelanggan dengan memperkuat Memberi nilai kepada Perusahaan dengan memperkuat Interpretasi/proses informasi Rasa percaya diri dalam pembelian Pencapaian kepuasan pelanggan Efisiensi dan efektivitas program pemasaran Brand Loyalty Harga/laba Perluasan merek Peningkatan perdagangan Keunggulan kompetitif Sumber : Aaker, David. A. 1997. Manajemen Ekuitas Merek: Memanfaatkan Nilai dari suatu Merek, Edisi Pertama, Spektrum Mitra Utama, Jakarta BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Gambaran Umum Perusahaan 1. Sejarah Perusahaan Pocari Sweat hadir pertama kali di Indonesia pada tahun 1989. Saat itu produknya masih terbatas pada kemasan kaleng 330ml dan diimpor langsung dari negeri asalnya Jepang. Pemasaran Pocari Sweat di Indonesia pada awalnya dikelola oleh PT Otsuka Indonesia (PT OI). Sebagai produk baru, penjualan kala itu kecil sekali, hanya sekitar 3 ribu kaleng saja. Pocari Sweat hanyalah salah satu dari beragam produk makanan dan minuman yang dihasilkan oleh Otsuka Pharmaceutical Co.Ltd, (OPC), sebuah perusahaan farmasi terkenal yang berlokasi di Tokushima, Jepang. Perusahaan yang didirikan oleh Busaburo Otsuka pada tahun 1921 ini dalam perjalanan bisnisnya kemudian merambah bisnis consumer goods (makanan dan minuman). Bisnis farmasi yang digeluti oleh OPC meliputi obat-obatan ethical, klinis, laboratorium klinis, serta pengujian dan diagnosis. Di Indonesia, infus yang diproduksi oleh PT Otsuka Indonesia sejauh ini masih memimpin pasar. Di bisnis consumer goods, OPC mengembangkan konsep nutraceuticals, berasal dari kata nutrition dan pharmaceutical, yang artinya adalah produk yang bermanfaat bagi nutrisi namun dibuat berdasarkan 45 46 standar mutu produk farmasi. Produk-produk perusahaan ini selalu diarahkan untuk meningkatkan dan memelihara kesehatan manusia. Riset menjadi bagian penting dari perjalanan bisnis OPC. Dengan mengusung slogan citra "Otsuka People Creating New Product for Better Health Worldwide", PT OPC terus-menerus mengadakan penelitian dan penemuan lewat 20 pusat penelitian/research institute yang dimiliki, tiga diantaranya dikhususkan bagi penelitian dan pengembangan produk nutraceuticals. Salah satu pusat riset tersebut adalah Saga Nutraceutical Research Institute (SNRI) yang menghasilkan produk Pocari Sweat. Pemasaran Pocari Sweat di Indonesia sempat berpindah beberapa kali. Pada periode 1990-1997 pemasaran dikelola oleh PT Otsuka Indonesia. Distribusi serta sasaran pasar yang masih kurang jelas, dijadikan satu dengan produk farmasi keluaran OI, menjadi kendala utama saat itu. Agar lebih fokus, OI joint venture dengan PT Kapal Api, maka terbentuklah PT Kapal Otsuka Indonesia. Pada tahun 2000, kinerja Pocari kembali dievaluasi. Kendati sudah lebih fokus, penjualan cuma 16,3 juta kaleng sementara kerugian mencapai Rp 7 miliar. Akhirnya diputuskan bahwa pemasaran dan distribusi Pocari Sweat dikelola oleh PT Amerta Indah Otsuka, dengan direkturnya Yoshihiro Bando. Distribusi dibenahi, selain Jakarta dan Bandung, pasar luar Jawa pun mulai digarap. Selain itu pendidikan/edukasi konsumen gencar dilakukan. Pada tahun 2001, kemasan sachet 15 gram mulai diproduksi. Setahun ditangani Bando, Pocari masih merugi Rp 2 miliar. Namun setelah itu, yaitu 47 tahun 2002, penjualan naik menjadi 23 juta kaleng dan untuk pertama kalinya laba berhasil diraih. Penjualan Pocari Sweat terus meningkat, tahun 2004 mencapai 103 juta kaleng dan 6,5 juta sachet serta pada tahun 2005 mencapai sekitar 150 juta kaleng dan 7,5 juta sachet. Seiring meningkatnya permintaan, pada tahun 2004 produksi Pocari Sweat mulai dilakukan sendiri di pabrik yang berada di Sukabumi. Dari kapasitas produksi semula sebesar 16,5 juta liter/tahun, kemudian dikembangkan mencapai 28 juta liter/tahun pada tahun 2007. Selain penambahan kapasitas produksi, pabrik baru juga dilengkapi dengan fasilitas produksi kemasan PET. Sebelumnya, kemasan PET ukuran 350ml dan 500ml masih diimpor dari Cina. 2. Kegiatan Pemasaran Pocari Sweat di Indonesia Pocari Sweat sejatinya bukan merupakan produk pertama dalam kategori minuman isotonik di Indonesia. Sebelum Pocari Sweat hadir, sudah ada merek Gatorade dari Amerika yang masuk pada tahun 1994 dengan mengusung positioning sebagai sports drink. Namun karena positioning dan timing yang belum tepat menyebabkan Gatorade pada tahun 1998 harus mundur dari pasar Indonesia. Kebanyakan konsumen memiliki persepsi yang keliru terhadap Gatorade yang dianggap sebagai soft drink sama seperti Coca-Cola dan Pepsi (Hermawan Kartajaya et al, 2007). Ditambah lagi pada saat itu konsumen Indonesia didera krisis ekonomi yang hebat dan 48 tingkat kesadaran terhadap pentingnya makanan/suplemen kesehatan yang masih rendah. Pada masa awal sejak diluncurkan pertama kali pada tahun 1989 hingga tahun 1990-an, Pocari Sweat memasuki periode yang penuh dengan tantangan. Saat itu Pocari Sweat masih diimpor langsung dari negara asalnya Jepang. Konsumen masih belum mengenal konsep ion dan isotonik. Hambatan lain adalah soal rasa, yaitu rasa Pocari Sweat yang cenderung asam. Padahal konsumen Indonesia cenderung menyukai rasa yang manis. Untuk mengatasi masalah ini maka PT Amerta Indah Otsuka (AIO), produsen sekaligus perusahaan yang memasarkan merek Pocari Sweat di Indonesia, memutuskan untuk mengedukasi pasar terlebih dahulu. Sebagai entry point, mereka mengarah ke segmen sport dengan iklan yang memakai atlet bulu tangkis Mia Audina sebagai endorser. Edukasi ini berhasil, walau kemudian disadari bahwa positioning Pocari Sweat bukanlah sports drink. Sebagai minuman isotonik, Pocari Sweat bisa ditujukan kepada target pasar yang lebih luas yaitu setiap orang yang berpotensi kehilangan cairan tubuh akibat beraktivitas. Karena itu iklan Pocari Sweat kemudian dikembangkan dengan endorser dan pesan yang variatif seperti benefit bagi kesehatan kulit, puasa, panas dalam, demam berdarah, kegiatan berbelanja, hingga sebelum/sesudah tidur. Dalam kampanye iklannya, Pocari Sweat juga memakai metode based on scientific evidence atau berdasarkan penelitian ilmiah, yaitu hasil penelitian yang dilakukan di SNRI Jepang. 49 Selain edukasi melalui iklan TV, PT AIO melakukan aktifitas below the line melalui seminar dan talkshow di kota-kota besar Indonesia. Peserta yang diundang berasal dari profesi yang berbeda, mulai dari kalangan pendidikan, wartawan, olah raga, kedokteran dan sebagainya. Tujuan dari aktifitas ini ialah menginformasikan kepada konsumen manfaat fungsional (functional benefit) dari minuman isotonik, khususnya Pocari Sweat yang mempunyai slogan (tag line) yaitu pengganti ion tubuh. Kegiatan pemberian sampel (sampling) ke target pasar potensial seperti pusat kebugaran, spa, sekolah dan kampus turut mendukung upaya edukasi sekaligus promosi ini. Distribusi juga menjadi perhatian manajemen PT AIO. Jika sebelumnya pemasaran Pocari hanya mengandalkan kekuatan empat cabang, tiga di Jakarta dan satu di Bandung, maka sejak 2004 Pocari mulai menggandeng pihak ketiga sebagai distributor. Hingga tahun 2006, PT AIO sudah menggunakan 48 distributor yang mencakup Jawa dan luar Jawa. Terkait dengan harga, sejak awal penetapan harga Pocari Sweat disesuaikan dengan target segmen yaitu pada SES (status sosial dan ekonomi) A, B dan C. Segmen ini dianggap oleh PT AIO sebagai segmen premium yang tidak terlalu sensitif terhadap harga. Karenanya, harga Pocari Sweat lebih mahal daripada pesaingnya. Mereka percaya bahwa konsumen rela membayar lebih mahal karena yakin terhadap manfaat yang ditawarkan oleh Pocari Sweat. Mencermati persaingan yang makin ketat dan daya beli konsumen yang menurun, PT AIO melakukan strategi downsizing agar harga Pocari 50 lebih mudah dijangkau oleh konsumen. Cara yang ditempuh adalah dengan meluncurkan kemasan sachet isi 15 gram pada tahun 2001 dan kemasan PET ukuran 350 dan 500ml pada tahun 2007. Sejak tahun 2002, penjualan Pocari Sweat terus meningkat dan menguasai pasar minuman isotonik. Kendati tidak ada data yang spesifik, diperkirakan peningkatan penjualan Pocari Sweat diatas 50% tiap tahunnya, jauh di atas tingkat pertumbuhan industrinya yang menurut data Indocommercial, rata-rata produk minuman energi dan kesehatan di Indonesia hanya tumbuh 28,6% per tahun (www.swa.co.id). Bahkan pertumbuhan pasar minuman energi (energy drink) dalam dua tahun terakhir cenderung stagnan karena digeroroti oleh pasar minuman isotonik (MIX No.09/2007). 3. Industri Minuman Isotonik di Indonesia Pasar minuman isotonik yang terus meningkat, pada tahun 2006 telah mencapai Rp1,2 triliun (SWA Sembada No.16/2007), membuat sejumlah perusahaan makanan dan minuman lain ikut bersaing di pasar minuman isotonik. Tabel 3.1 merangkum sejumlah merek minuman isotonik di Indonesia. Mizone, sebagai pendatang baru (diluncurkan pada 27 september 2005) di pasar minuman isotonik, merupakan ancaman serius bagi Pocari Sweat. Didukung oleh Aqua-Danone yang telah berpengalaman dalam bisnis air minum dalam kemasan (AMDK), Mizone menggunakan jalur 51 Tabel 3.1 Daftar Merek-merek Minuman Isotonik di Indonesia Merek Pocari Sweat Perusahaan Amerta Indah Otsuka Launching Bentuk Date Kemasan Kaleng 1989 330 ml PET 350ml PET 500ml Harga Rp 3.625 - Rp 4.000 Rp 3.890 Rp 4.700 – Rp 5.000 Sachet Rp 6.875/5 sachet Mizone Aqua Danone 27 Sep 2005 PET 500ml Rp 2.650 - Rp 3.500 Vitazone Mayora Awal 2006 PET 500ml Rp3.050 Powerade Coca Cola Akhir 2005 Kaleng PET 500ml Rp 3.750 Rp 5.800 Botol n.a Kaleng PET Rp 3.490 Rp 4.600 Pepsi-Cola Indobeverage Pertengahan 2008 Pro Sweat ABC Heinz Akhir 2005 Kaleng Rp 3.250 Xion Dankos Pertengahan 2005 Sachet Rp1.000 Optima Sweat Sinar Mas Akhir 2005 Kaleng Rp 3.000 - Rp 3.500 Kino Sweat Kino Group Awal 2005 Kaleng Rp 3.000 - Rp 3.500 Fatigon Hydro+ Kalbe Farma Awal 2008 Revive Pepsi-Cola Indobeverage Awal 2008 Tetrapack Kaleng Rp3.825 Rp 3.150 Rp 3.550 Gatorade PET Sumber : Majalah MIX No.05/2006, Pengamatan di retail modern & tradisional distribusi yang luas, harga yang relatif murah, target market pada semua umur dan kelas SES, iklan yang gencar, kemasan botol PET, serta rasa yang lebih manis, dalam strategi pemasarannya. Hasilnya, riset yang dilakukan oleh MARS pada Januari 2006, merek Mizone telah mencapai top of mind. Walaupun data mengenai market share minuman isotonik ini sulit diketahui secara pasti oleh penulis, tingkat pertumbuhan Mizone pada tahun 2006-2007 diklaim mencapai 20% dan menjadi pemimpin pasar (MIX No.02/2008). Tetapi klaim ini menurut penulis berbeda dengan klaim Pocari 52 Sweat yang mengklaim menguasai 50% pasar minuman isotonik (MIX No.04/2008). B. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan pendekatan survei berkaitan dengan kekuatan ekuitas merek produk minuman isotonik-cair, dimana penelitian jenis ini bertujuan untuk membuat deskripsi secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat dari obyek penelitian. Jenis penelitian deskriptif adalah jenis penelitian yang memberikan gambaran atau uraian atas suatu keadaan sejelas mungkin tanpa ada perlakuan terhadap obyek yang diteliti. Penelitian deskriptif mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: (1) berhubungan dengan keadaan yang terjadi saat itu, (2) menguraikan satu variabel atau lebih dan diuraikan satu per satu, dan (3) variabel yang diteliti tidak dimanipulasi atau tidak ada perlakuan (treatment). C. Sampel Penelitian Menurut Darmadi Durianto (2004), besarnya konsumen dari suatu produk jarang diketahui dengan pasti. Disamping itu, produk dengan brand equity yang kuat umumnya memiliki populasi konsumen yang besar. Dengan demikian, eksplorasi respon terhadap seluruh anggota populasi berkenaan dengan variabel penelitian yang menjadi perhatian akan memakan banyak 53 waktu, biaya dan tenaga. Untuk itulah dalam penelitian riset elemen ekuitas merek ini digunakan sampel untuk mewakili populasi tersebut. Menyadari keterbatasan sumber daya serta luasnya target populasi, maka penulis memutuskan menggunakan teknik non-probability sampling dengan pendekatan convenience sampling dalam pengambilan sampel yang dipakai dalam penelitian ini. Penetapan teknik ini didasarkan pada ketersediaan dan kemudahan untuk mendapatkan sampel. Adapun yang menjadi responden adalah orang-orang yang pernah berhubungan atau menggunakan produk yang diteliti. Penentuan ukuran sampel bisa juga dengan menggunakan pertimbangan (judgement) peneliti (Bilson Simamora, 2004). Karena keterbatasan sumber daya dan waktu yang dimiliki oleh peneliti, maka kuesioner dibagikan kepada 100 orang responden yang berdomisili di Jakarta Barat dan Tangerang. Jumlah 100 sampel ini disadari oleh penulis masih belum mewakili populasi pengguna minuman isotonik merek Pocari Sweat yang jumlahnya jutaan, apalagi metode pengambilan sampel belum memperhatikan peluang yang sama dari populasi untuk terpilih. Karenanya penulis berharap penelitian ini dapat disempurnakan pada penelitian selanjutnya. D. Variabel Penelitian dan Pengukuran Variabel-variabel yang dianalisis dalam penelitian ini dibatasi pada kelima elemen teori ekuitas merek (brand equity) menurut David A. Aaker yaitu brand awareness, brand association, perceived quality, brand loyalty, 54 dan other proprietary brand assets. Selain kelima variabel ekuitas merek, variabel demografi dan perilaku konsumen yang berhubungan dengan kelima variabel ekuitas merek juga ditambahkan guna memperdalam analisis mengenai strategi pemasaran. E. Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari data primer maupun sekunder yang dapat dipercaya. Data primer diperoleh melalui pengisian kuesioner terhadap sampel dari populasi. Kuesioner yang disusun terdiri dari beberapa pertanyaan yang mewakili variabel-variabel yang akan diukur. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui penelitian kepustakaan (library research) dan pencarian memanfaatkan internet yaitu dengan menelusuri literatur, buku teks, majalah dan jurnal yang berkaitan dengan masalah penelitian, antara lain: majalah ekonomi dan bisnis seperti SWA Sembada, Mix-Marketing Extra, MARKETING, jurnal ekonomi perusahaan beserta beberapa situs web seperti: www.swa.co.id, www.marketing.co.id, www.aio.co.id dan lainnya. F. Metode Analisa Data Data yang diperoleh dari tahap pengumpulan data perlu dianilisis lebih lanjut guna memperoleh hasil akhir berupa informasi yang dapat digunakan untuk pengambilan keputusan. Untuk menganalisa data dalam penelitian ini digunakan metode analisis deskriptif. Dalam penelitian ini alat ukur yang 55 digunakan berbeda antara satu variabel dengan variabel lainnya. Metode yang akan digunakan untuk menganalisa data dari keempat elemen ekuitas merek adalah sebagai berikut : 1. Kesadaran Merek (Brand Awareness) Data mengenai profil responden dan brand awarness ditabulasikan dengan menggunakan metode distribusi frekuensi untuk mengetahui persentase responden dari setiap tingkatan dalam piramida kesadaran merek. Metode tabulasi silang (cross tabulation) juga dimanfaatkan untuk menganilisis hubungan deskriptif antara dua atau lebih variabel seperti profil responden, frekuensi pembelian, sumber pengenalan merek dan variabel top of mind. 2. Asosiasi Merek (Brand Association) Asosiasi merek yang ingin diketahui dibangkitkan dengan mempertimbangkan berbagai atribut yang melekat pada merek yang menjadi obyek penelitian. Ada dua pendekatan dalam mengukur asosiasi merek (brand association), yaitu cara tidak langsung (indirect method) dan cara langsung (direct method). Cara tidak langsung dipakai untuk menemukan asosiasi yang respondennya sendiri sulit untuk mengatakannya, biasanya berupa pertanyaan terbuka. Sedangkan cara langsung adalah pengukuran yang menggunakan pertanyaan tertutup, dimana responden tinggal memilih asosiasi mana yang sesuasi dengan persepsinya. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode cara langsung dengan memberi pertanyaan tertutup dalam kuesioner. 56 Untuk menguji signifikasi hubungan setiap asosiasi yang ada dalam suatu merek digunakan uji Cochran (Cochran's Q Test). Uji Cochran digunakan pada data dengan skala pengukuran nominal atau untuk informasi dalam bentuk terpisah dua (dikotomi). Rumus dari Cochran Test adalah : Keterangan : C N = banyaknya variabel asosiasi = jumlah baris jawaban "ya" = jumlah kolom jawaban "ya" = total besar Kemudian hasil perhitungan Q dibandingkan dengan tabel Chi Square Distribution. Jika nilai Q < (,v) dari (,v), maka H0 diterima, yang berarti proporsi jawaban "ya" pada semua atribut dianggap sama, dengan demikian semua responden dianggap sepakat mengenai semua atribut yang membentuk asosiasi merek. Jika Q > (,v), maka H0 ditolak, artinya tidak semua asosiasi adalah sama, atau belum tercapai kesepakatan diantara responden tentang atribut yang membentuk asosiasi merek. Karena itu pengujian perlu dilanjutkan ke tahap berikutnya dengan mengeluarkan atribut yang memiliki jumlah kolom paling kecil dari perhitungan kembali nilai Q. Tahapan ini terus dilakukan sampai tercapai kondisi Q < (,v), dimana H0 diterima. 57 3. Persepsi Kualitas (Perceived Quality) Pengukuran persepsi kualitas (perceived quality) berarti mengukur persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas yang dimiliki oleh suatu produk. Kualitas keseluruhan yang dimaksud adalah kualitas atribut yang dimiliki oleh produk tersebut. Hasil dari pengukuran ini dapat menjadi masukan bagi perusahaan (pemilik merek) dalam mengevaluasi strategi pemasaran yang telah dilaksanakan, menyangkut kebijakan segmentasi, targeting dan positioning produk minuman isotonik. Subyek pengukuran persepsi kualitas adalah konsumen dari produk minuman isotonik dalam hal ini merek Pocari Sweat dengan mengajukan pertanyaan mengenai persepsi konsumen terhadap atribut produk. Untuk menganalisa jawaban konsumen maka digunakan perbandingan performance terhadap importance dengan menghitung nilai rata-rata (mean). Hasil perhitungan tersebut kemudian dirangkum dalam diagram cartesius. Diagram performance-importance, seperti ditunjukkan pada gambar 3.1, digunakan untuk melakukan analisis perbandingan performance yang menunjukkan kinerja suatu merek terhadap importance yang menunjukkan harapan/tingkat kepentingan terhadap atribut produk yang diteliti. Terdiri atas empat kuadran dengan sumbu datar/horizontal menunjukkan tingkat performance dan sumbu tegak/vertikal menunjukkan tingkat importance. 58 Gambar 3.1 Diagram Performance – Importance Tinggi KUADRAN I KUADRAN II UNDERACT MAINTAIN KUADRAN III KUADRAN IV IMPORTANCE LOW PRIORITY Rendah OVERACT PERFORMANCE Tinggi Sumber : Darmadi Durianto, Sugiarto, Tony Sitinjak. 2004. Strategi Menaklukan Pasar Melalui Riset Ekuitas Merek, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Kuadran I menunjukkan performance rendah tetapi importance tinggi, kondisi ini disebut underact. Kuadran II, performance tinggi dan importance juga tinggi, sehingga keadaan ini harus terus dipelihara (maintain). Pada kuadran III, tingkat performance rendah dan tingkat importance juga rendah sehingga disebut low priority. Pada kuadran ini konsumen kurang menganggap penting atribut-atribut dari suatu produk dan pada kenyataannya kinerja produk memang tidak istimewa. Kuadran IV dimana tingkat performance tinggi tetapi tingkat importance rendah. Hal ini bermakna bahwa kinerja atribut-atribut dari produk dianggap terlalu berlebihan (overact). 59 4. Loyalitas Merek (Brand Loyalty) Skala likert digunakan dalam menganalisis loyalitas konsumen terhadap merek minuman isotonik. Pemilihan skala likert bertujuan agar memperoleh tanggapan konsumen secara berjenjang dari sangat negatif sampai sangat positif terhadap atribut suatu merek. Metode pengukuran loyalitas merek adalah dengan menghitung persentase dari setiap tingkatan piramida loyalitas merek yang diperoleh melalui kuesioner kemudian dibandingkan dengan rentang skala seperti ditunjukkan pada tabel 3.2. Kesimpulan terhadap hasil pengukuran merek dapat diambil dari rentang skala pada tabel tersebut. Tabel 3.2 Rentang Skala 1,00 – 1,80 Sangat Jelek 1,80 – 2,60 Jelek 2,60 – 3,40 Cukup 3,40 – 4,20 Baik 4,20 – 5,00 Sangat Baik 5. Aset-aset Merek Lainnya (Other Proprietary Brand Assets) Aaker menyatakan bahwa yang termasuk kedalam aset-aset merek lainnya meliputi antara lain simbol, nama dan paten. Pada kuesioner, peneliti mengajukan pertanyaan mengenai aset-aset merek lainnya, kemudian data yang diperoleh ditabulasikan dengan menggunakan metode distribusi frekuensi untuk dianalisa. BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Responden Data untuk penelitian elemen-elemen ekuitas merek (brand equity) produk minuman isotonik merek Pocari Sweat ini diperoleh dari jawaban kuesioner yang disebarkan di kota Jakarta Barat dan Tangerang. Dengan menggunakan metode convenience sampling dalam pengambilan sampel penelitian, diperoleh 100 orang responden yang merupakan konsumen produk minuman isotonik merek Pocari Sweat. 1. Responden Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia Dari hasil survei terhadap 100 responden yang mengkonsumsi minuman isotonik merek Pocari Sweat diperoleh informasi yaitu jumlah konsumen pria sebanyak 63% dan wanita sebanyak 37%. Berdasarkan usia, responden yang berusia dibawah 15 tahun sebanyak 3%, berusia 15-22 tahun sebanyak 27%, berusia 23-30 tahun sebanyak 41%, berusia 31-38 tahun sebanyak 22%, berusia 39-46 tahun sebanyak 6% dan yang berusia 47-54 tahun sebanyak 1%. 60 61 Dari Gambar 4.2 diketahui bahwa kelompok usia dengan frekuensi paling banyak adalah antara 23-30 tahun (41%) dan diikuti kelompok usia 15-22 tahun (27%) serta 31-38 tahun (22%). Kedua kelompok usia ini merupakan usia yang aktif, produktif, bergaya hidup cepat dan 62 menghabiskan waktu untuk beraktivitas antara 16-18 jam sehari, sesuai dengan target segmentasi Pocari Sweat. 2. Responden Berdasarkan Pendidikan dan Pekerjaan Komposisi responden berdasarkan pendidikan terbanyak ialah responden yang telah lulus SLTA (49%), kemudian lulus Sarjana (32%), Akademi/Diploma (15%), lulus SLTP (3%) dan lulus SD (1%). Dari 100 responden yang diteliti tidak terdapat responden yang berpendidikan Pasca Sarjana. Jenis pekerjaan/profesi yang paling banyak ditekuni oleh responden ialah pegawai swasta (31%), kemudian profesi pelajar/mahasiswa dan wirausaha dengan persentase yang sama sebesar 28%, pegawai negeri (6%) dan jenis pekerjaan lainnya sebesar 7%. Kategori jenis pekerjaan "lainnya" 63 memiliki sifat pertanyaan terbuka pada kuesioner, dimaksudkan untuk mengakomodasi jenis pekerjaan selain yang telah disebutkan, seperti ibu rumah tangga, musisi, entertainer maupun tidak bekerja. Produk minuman isotonik merupakan produk makanan/minuman kesehatan (healthy food). Elemen yang menjadi daya tarik konsumen untuk membeli jenis produk ini adalah aspek efek/efikasi produk terhadap kesehatan. Seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya kesehatan, industri healthy food pun mengalami pertumbuhan. Kesadaran konsumen ini dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan pendapatan serta akses informasi yang lebih baik. Dari survei ini ditemukan bahwa konsumen Pocari Sweat lebih banyak berasal dari konsumen dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi 64 (SLTA dan sarjana) serta jenis pekerjaan dengan pendapatan yang baik (pegawai swasta) serta akses informasi yang lebih baik. 3. Responden Berdasarkan Pengeluaran per Bulan Berdasarkan jumlah pengeluaran keluarga per bulan (diluar cicilan rumah, kendaraan dan barang) persentase tingkat pengeluaran terbanyak dari responden ialah antara Rp 750 ribu - Rp 1,5 juta (50%). Kemudian pada tingkat pengeluaran kurang dari Rp 750ribu (22%), Rp 1,5 juta – Rp 2,25 juta (18%), Rp 2,25juta – Rp 3 juta (7%) dan tingkat pengeluaran lebih dari Rp 3 juta (3%). Merujuk pada konsep klasifikasi SES (social&economy status) dan HHE (House Hold Expenditure) yang digunakan oleh lembaga riset AC Nielsen Indonesia pada tahun 2008, maka tingkat pengeluaran per bulan dari 65 100 responden yang terlibat dalam survei ini terdistribusi ke dalam semua kategori SES dari A hingga E, dengan porsi terbanyak pada SES C. Informasi SES ini bermanfaat dalam meneliti persepsi terhadap elemenelemen ekuitas merek Pocari Sweat karena sejalan dengan target segmennya yakni A, B dan C (SWA no.16/26 Juli-8 Agustus 2007). Tabel 4.1 menunjukkan klasifikasi SES yang digunakan oleh lembaga riset AC Nielsen Indonesia. Tabel 4.1 Social&Economy Status (SES) SES Jumlah Pengeluaran per Bulan A1 >Rp. 3,5 juta A2 Rp. 2,5 juta – Rp. 3,5 juta B Rp. 1,75 juta – Rp. 2,5 juta C1 Rp. 1,25 juta – Rp. 1,75 juta C2 Rp. 900 ribu – Rp. 1,25 juta D Rp. 600 ribu – Rp. 900 ribu E ≤ Rp. 600 ribu Sumber : www.researchexpert.wordpress.com B. Analisis Elemen-elemen Ekuitas Merek Pocari Sweat 1. Kesadaran Merek (Brand Awareness) Kesadaran merek menunjukkan seberapa kenal responden terhadap Pocari Sweat. Tingkat kesadaran merek yang tinggi merupakan kunci pembuka tercapainya ekuitas merek yang kuat. Analisis terhadap kesadaran merek meliputi variabel: merek pertama disebut (top of mind/TOM), merek yang disebut kemudian (brand recall), kesadaran merek dengan bantuan (brand recognition) dan tidak menyadari merek (brand unaware). 66 Tambahan analisis terhadap sumber pengenalan merek dan frekuensi pembelian dimaksudkan untuk mengetahui perilaku konsumen Pocari Sweat dan mendukung analisis brand awareness. a. Analisis Puncak Pikiran (Top of Mind/TOM) Dari 100 responden yang menjawab kuesioner, sebanyak 67% responden menyatakan merek Pocari Sweat sebagai merek minuman isotonik yang pertama kali muncul dalam ingatan mereka. Merek minuman isotonik pesaing yakni Mizone menempati urutan kedua dengan persentase sebesar 27% disusul Vitazone (3%) dan Gatorade (1%). Sebanyak 2% responden masih keliru dalam mempersepsikan Extra Joss sebagai minuman isotonik. 67 Puncak pikiran (TOM) Pocari Sweat yang cukup tinggi menunjukkan hasil edukasi dan aktivitas pemasaran selama ini cukup baik dan efektif, juga merupakan dampak menguntungan Pocari Sweat sebagai merek pionir dalam pasar minuman isotonik. Namun jika dibandingkan dengan data awareness tahun 2007 (MARKETING No.06/Juni 2007) sebesar 95%, maka TOM Pocari Sweat telah mengalami penurunan. b. Analisis Pengingatan Kembali (Brand Recall) Untuk mengukur brand recall maka terhadap responden diminta menyebutkan merek minuman isotonik yang diingat selain jawaban terhadap TOM, dengan tanpa bantuan/clue (unaided question). Semakin rendah frekuensi jawaban merek Pocari Sweat, maka semakin positif terhadap pembentukan ekuitas merek. Artinya merek Pocari Sweat telah lebih dulu disebutkan sebagai merek TOM atau yang paling diingat pada kategorinya. Hasil survei menunjukkan bahwa 48% responden menjawab merek Mizone sebagai yang paling sering diingat pada pertanyaan brand recall. Pocari Sweat (19%), Vitazone (16%), Powerade (7%) dan Gatorade (4%) secara berurutan menempati posisi di belakang Mizone. 68 c. Analisis Pengenalan Merek (Brand Recognition) Pengenalan merek (brand recognition) diukur dengan mengajukan pertanyaan terhadap responden dengan menyebutkan ciri-ciri merek Pocari Sweat (aided question). Dari hasil survei ditemukan bahwa sebanyak 98% responden telah mengenal merek Pocari Sweat dan terdapat 2% responden yang mengenal Pocari Sweat setelah menjawab pertanyaan dengan bantuan (aided question) ini. 69 d. Tidak Menyadari Merek (Unaware Brand) Untuk keperluan pengukuran variabel Unaware Brand, dapat diketahui melalui pengamatan pada jawaban responden terhadap elemen brand awareness sebelumnya. Dari pengamatan terhadap jawaban kuesioner, ditemukan bahwa semua responden telah menyadari dan mengenal merek Pocari Sweat. Survei ini juga menemukan responden sebanyak 2% yang menyebut merek minuman kategori minuman energi (energy drink) sebagai minuman isotonik. Informasi ini memberi masukan yang berharga kepada pemilik merek minuman isotonik bahwa konsumen masih memiliki persepsi yang keliru antara kategori minuman isotonik dan minuman energi (energy drink). Artinya, pekerjaan mendidik atau mengedukasi konsumen tentang functional benefit minuman isotonik, 70 yaitu menawarkan manfaat sebagai pengganti ion tubuh untuk kesehatan dan kebugaran belum selesai bagi pemilik merek Pocari Sweat. e. Sumber Pengenalan Merek Terhadap pertanyaan mengenai sumber pengenalan merek Pocari Sweat oleh responden, diketahui bahwa sebanyak 60% responden mengenal merek Pocari Sweat dari iklan televisi (60%), kemudian diikuti oleh iklan di media cetak (30%), rekomendasi teman (5%), toko (4%) dan media lainnya (1%). f. Analisis Menyeluruh Kesadaran Merek (Brand Awareness) Dari keempat variabel pengukuran kesadaran merek (brand awareness), Pocari Sweat berhasil memperoleh hasil yang lebih baik daripada pesaingnya di kategori minuman isotonik. Kesuksesan ini 71 merupakan hasil dari usaha menerapkan konsep market driving company dan membangun merek (brand building) selama hampir 20 tahun di pasar Indonesia. Hadirnya Mizone dan merek-merek minuman isotonik lainnya telah mengancam keberadaan pasar dan lebih khusus lagi kesadaran merek (brand awareness) Pocari Sweat. Hal ini dapat dibuktikan dengan membandingkan top of mind (TOM) Pocari Sweat pada tahun 2007 sebesar 95% (MARKETING No.06/Juni 2007) menurun menjadi 67% (data yang diperoleh dari penelitian ini). Hasil penelitian top of mind dan elemen brand awareness Pocari Sweat ini tidak berbeda jauh dengan data hasil penelitian yang dilakukan oleh Frontier pada TOP Brand Award 2007. Saat itu Pocari Sweat menduduki peringkat pertama dalam Top Brand Index (TBI) sebesar 55,83%, unggul daripada Mizone yang sebesar 31,16% (MARKETING Edisi Khusus-1/2007). Tabel 4.3 Top Brand Index (TBI) 2007 Merek Pocari Sweat Mizone Vitazone Gatorade Optima Sweat 100 Plus Powerade Zporto Top Brand Index 55,83% 31,16% 5,73% 1,09% 0,62% 0,59% 0,58% 0,15% TOP Brand TOP Brand 72 Sumber : Majalah MARKETING Edisi Khusus-1/2007 Sebagai pemimpin pasar, Pocari Sweat dituntut untuk selalu waspada terhadap Mizone sebagai pesaing terdekatnya. Mengabaikan persaingan berarti membantu pesaing menjadi besar (Jack Trout, 2002). Pada tingkat pengingatan kembali (brand recall) yang sifatnya unaided, Mizone menempati urutan kedua yang punya potensi besar mengambil alih posisi Pocari Sweat. Kampanye pemasaran yang intensif dilakukan oleh Mizone, menjadi salah satu senjata menembus kompetisi yang semakin ketat di industri ini, sekaligus berhasil menggeroroti awareness Pocari Sweat. Menurut data Nielsen Media Research, pada tahun 2007 Mizone membelanjakan anggaran untuk beriklan di televisi/TVC(television commercial) sebesar Rp114 miliar, meningkat 153% dibanding belanja pada tahun 2006 (MIX No.02/2008). Anggaran sebesar ini sangat jauh bila dibandingkan dengan anggaran promosi Pocari Sweat pada tahun 2006 yang hanya sebesar Rp 46 miliar (SWA Sembada No.16/2007). Dari hasil survei tentang sumber pengenalan merek diketahui bahwa sebanyak 60% responden menyatakan mengenal merek Pocari Sweat dari iklan televisi dan sebanyak 30% dari iklan di media cetak. Dengan memanfaatkan metode crosstabulation, diketahui bahwa iklan TV sangat efektif terhadap responden wanita usia muda (15-22 tahun) dengan pekerjaan sebagai pelajar/mahasiswa. Sedangkan media cetak 73 cukup efektif terhadap responden baik pria maupun wanita dengan tingkat pendidikan dan pengeluaran yang lebih tinggi. Melalui perbaikan pada efektivitas dan kualitas materi komunikasi pemasaran maka diharapkan akan dapat meningkatkan brand awareness Pocari Sweat. Perbaikan efektivitas meliputi intensitas serta penempatan iklan dan program promosi yang tepat guna. Adapun peningkatan kualitas meliputi kreativitas dan pesan yang disampaikan. Kendati di Indonesia peran iklan televisi/TVC masih tinggi, hampir 70% dari belanja iklan nasional (MARKETING No.03/2007), tetapi efektivitasnya semakin diragukan. Menurut Handi Irawan, direktur Frontier, sekitar 40% pengeluaran iklan di Indonesia terbuang sia-sia. Jumlah stasiun televisi (channel) yang makin banyak, stasiun televisi nasional sebanyak 10 dan televisi lokal mencapai sekitar 80 stasiun, ditambah dengan program acara yang beragam, membuat konsumen semakin besar kemungkinannya untuk berpindah-pindah channel. Cara terbaik untuk meningkatkan kesadaran merek adalah dengan memanfaatkan komunikasi pemasaran terpadu (integrated marketing comunication/IMC). Kegiatan promosi above the line (ATL) yang sudah pasti membutuhkan anggaran dana yang sangat besar perlu didukung dengan kegiatan below the line (BTL). Melalui seminar yang disebut Pocari Sweat Conference, para ahli kesehatan dan pakar industri minuman diundang untuk mendapat penjelasan mengenai keamanan dan manfaat produk terhadap kesehatan. 74 PT AIO juga sering terlibat menjadi sponsor dalam kegiatan-kegiatan olah raga nasional dan internasional. Selain seminar dan sponsorship, kegiatan kunjungan ke pabrik (open factory) di Sukabumi dapat menjadi promosi yang efektif dengan memberikan pengalaman yang positif bagi pengunjung dan diharapkan disebarluaskan melalui efek word of mouth. Keterlibatan Pocari Sweat dalam salah satu wahana Kidzania bisa menjadi contoh aktivitas BTL yang ditujukan kepada calon konsumen anak-anak. Pemanfaatan media komunikasi terbaru seperti e-mail, blog, mailing list dan website juga bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan kesadaran merek (brand awareness) Pocari Sweat, terutama terhadap segmen konsumen berusia muda. 2. Asosiasi Merek (Brand Association) Pengujian Cochran's Q Test digunakan untuk menguji atribut-atribut mana saja yang merupakan asosiasi Pocari Sweat. Pada 100 responden yang terlibat dalam survei ini diberi pertanyaan tertutup berupa pilihan jawaban ya atau tidak atas kesan merek yang mereka terhadap merek Pocari Sweat. Alat analisa yang digunakan adalah program pengolahan statistik SPSS. Dari kuesioner diperoleh jawaban responden terhadap asosiasi Pocari Sweat (lihat lampiran). Jawaban "ya' diwakili oleh angka 1 dan jawaban "tidak" diwakili oleh angka 0. Pengujian dilakukan secara bertahap dengan 75 cara mengeliminasi variabel/atribut yang memiliki jumlah jawaban "ya" paling sedikit, hingga nilai Cochran's test (Q) lebih besar daripada nilai chi square (X2). Tabel 4.4 mentabulasikan jawaban asosiasi responden terhadap Pocari Sweat. Langkah-langkah pengujian secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 2 mengenai Cohran's Q Test. Tabel 4.4 Atribut Brand Association Pocari Sweat Atribut Jawaban Ya Tidak Menganti cairan tubuh 95 5 Memulihkan stamina 87 13 Harga terjangkau 71 29 Kandungan bahan pengawet yang aman 90 10 Rasa segar/enak 73 27 Mudah didapat/ tersedia di toko terdekat 92 8 Lebih bergengsi 70 30 Minuman kesehatan 76 24 Mutu tinggi 75 25 Sumber : Hasil Pengolahan Data Hasil pengujian metode statistik terhadap jawaban survei responden menemukan asosiasi terhadap merek Pocari Sweat sebagai berikut: mengganti cairan tubuh, memulihkan stamina/energi, kandungan bahan pengawet yang aman, dan mudah didapat. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa positioning Pocari Sweat sebagai minuman isotonik ternyata berhasil memperoleh tempat khusus di benak konsumen pelanggan. 76 Saat awal penetrasi pasar di Indonesia, persepsi masyarakat terhadap Pocari Sweat sempat kabur. Pocari disejajarkan dengan minuman ringan lain atau bahkan dengan air mineral. Selain itu, Pocari Sweat juga sempat dipersepsikan sebagai sports drink. Ini mungkin terjadi karena dalam iklan televisi yang menggunakan atlet bulutangkis Mia Audina sebagai endorser. Padahal komposisi serta fungsi minuman isotonik adalah mengganti cairan tubuh, tidak menambah tenaga. PT Amerta Indah Otsuka dalam usaha mengedukasi pasar berusaha memposisikan Pocari Sweat sebagai minuman kesehatan (healthy drink), bukan terbatas pada orang sakit (medicated drink) karena ukuran pasarnya lebih sempit. Karena itu, survei persepsi konsumen terhadap asosiasi merek Pocari Sweat kali ini menunjukkan keberhasilan strategi PDB (positioningdifferentiation-brand) Pocari Sweat. Kandungan bahan pengawet yang aman masih menjadi keunggulan kompetitif Pocari Sweat dibanding pesaingnya, terutama setelah isu tentang bahaya kandungan bahan pengawet Natrium Benzoat dan Kalium Sorbat dalam beberapa merek minuman isotonik diantaranya Mizone, Zporto dan Kino Sweat pada akhir tahun 2006. Isu ini sempat membuat Mizone menarik produknya dari peredaran. Tetapi dengan tindakan pelabelan ulang (relabelling) dan kegiatan komunikasi yang didukung fakta dari BPOM bahwa Mizone aman terhadap bahan pengawet, lambat laun membuat kepercayaan konsumen pulih kembali. 77 Asosiasi kemudahan didapat - berarti produk Pocari Sweat tersedia di kios/outlet tradisional terdekat, menyajikan informasi yang berbeda dari fakta yang diperoleh lewat riset terukur yang diselenggarakan oleh majalah MIX bekerja sama dengan Qasa Strategic Consulting. Pada kategori minuman isotonik, Mizone mengungguli Pocari Sweat walaupun dengan perbedaan yang sedikit. Unggulnya Mizone menunjukkan bahwa Mizone telah berhasil pulih dari krisis yang pernah menimpanya saat isu kandungan bahan pengawet berbahaya pada akhir tahun 2006. Tabel 4.5 Brand Association Mizone Brand Association Mizone Isotonik Air Minum Penambahan tenaga/stamina/energi Kemasan Biru /Unik /Aneh Rasa Segar /enak/beraroma Identik dengan produk lain Minuman kesehatan Minuman penyegar Minuman vitamin Persen 20% 19% 13% 12% 11% 4% 3% 3% 1% Sumber : Majalah MIX No.05/2006 Informasi mengenai keempat asosiasi Pocari Sweat ini perlu disikapi dengan hati-hati oleh pemilik merek. Keempat asosiasi tersebut akan dengan mudah ditiru oleh pesaing Pocari Sweat. Tabel 4.5 menunjukkan asosiasi 78 merek antara Pocari Sweat dan pesaing terdekatnya – Mizone memiliki beberapa kesamaan. Kecenderungan ini, bahwa produk memiliki kesamaan dalam benefit yang ditawarkan, dapat mengarah kepada perubahan produk menjadi komoditas, dimana tidak ada lagi pembeda atau differentiator yang jelas antar produk. Hampir semua merek memberikan nilai yang sama atau bahkan lebih kepada konsumen. Akhirnya produk dapat terjebak dalam perang harga dan bila hal ini terjadi secara jangka panjang, maka industri menjadi tidak menarik lagi, atau meminjam istilah populernya, red ocean (Kim, Chan. W and Renée Mauborgne, 2006). Setelah bersusah payah mengedukasi dan membuka pasar yang baru yaitu pasar minuman iosotonik, tantangan berikutnya bagi Pocari Sweat adalah munculnya pesaing-pesaing baru yang siap menantang posisinya sebagai market leader. Strategi pemasaran yang digunakan oleh penantang pun hampir mirip atau bahkan lebih baik dari Pocari Sweat. Mizone misalnya, memiliki value proprosition sebagai minuman isotonik bernutrisi dengan kandungan hydromaxx, yaitu kombinasi unik lima vitamin penting dan elektrolit. Pemilihan kemasan plastik PET juga menjadi faktor pembedanya (differrentiation) dari Pocari Sweat, yang memungkinkan Mizone dijual dengan harga lebih murah dan kesan lebih bergengsi (Amalia Maulana, MIX No.05/2006). Agar terhindar dari situasi ini, maka PT Amerta Indah Otsuka (AIO) sebagai pemilik merek Pocari Sweat di Indonesia perlu menjalankan strategi 79 value innovation dengan menawarkan value dan benefit baru bagi konsumen. Terlebih lagi disaat krisis ekonomi global yang berimbas ke Indonesia menyebabkan daya beli konsumen menurun sehingga perilaku belanja pun ikut berubah. Sedangkan dari sisi komunikasinya, mengutip Handoko Hendroyono, creative director Matari Advertising, tahap komunikasi Pocari Sweat seharusnya sudah meningkat ke tahap emotional bonding untuk memupuk kecintaan terhadap produk. Dengan relationship baru tersebut, diharapkan saat kompetitor mengepung, konsumen sudah tidak punya alasan untuk pindah (MIX No.06/2007). Hubungan emosional yang dimaksud dapat dibangun dengan memberi pengalaman yang tak terlupakan hingga ke mengakomodasi terhadap aspirasi suatu kelompok pelanggan. 3. Persepsi Kualitas (Perceived Quality) Berbicara soal kualitas maka terdapat kualitas obyektif dan kualitas menurut persepsi konsumen. Lebih jauh menurut Al Ries dalam bukunya The 22 immutable Laws of Branding (1999) yang terpenting adalah membangun persepsi kualitas yang kuat di benak konsumen. Bila konsumen mempersepsikan kualitas sebuah produk sebagai bernilai rendah, maka kualitas produk itu pun rendah, apa pun realitasnya. Jadi, persepsi adalah realitas. Hasil analisis persepsi kualitas Pocari Sweat secara keseluruhan menunjukkan hasil yang belum memuaskan bagi konsumen. Dari 100 80 responden yang terlibat dalam survei ini, menilai performance Pocari Sweat (skor rata-rata 3,41) masih lebih rendah daripada importance-nya (skor ratarata 3,89). Namun perlu dicermati dengan lebih seksama, variabel mana saja yang sudah melebihi harapan konsumen dan atribut mana yang masih memerlukan perbaikan. Diagram performance-importance memberi gambaran lebih lengkap dan tajam mengenai persepsi kualitas responden terhadap Pocari Sweat. Gambar 4.10 Diagram Performance-Importance 5 Importance 3,89 KUADRAN 1 KUADRAN 2 AMAN MANFAAT RASA ISI 4 KETERSEDIAAN KEMASAN GIZI 3 2 KUADRAN 3 KUADRAN 4 1 1 Performance 3 4 5 3,41 Sumber: Hasil pengolahan data a. Analisis Kuadran 1 : Underact/Attributes to improve Dari gambar diagram performance-importance di atas dapat ketahui atribut/variabel yang termasuk ke dalam kuadaran 1 adalah rasa dan jumlah isi (volume). Kuadran 1 adalah wilayah dimana variabel- 81 variabel ini dianggap penting (importance-nya tinggi) oleh pelanggan tetapi pada kenyataannya (performance) belum sesuai dengan yang diharapkan. Pada saat penetrasi ke pasar Indonesia Pocari Sweat selain menghadapi masalah edukasi konsumen terhadap minuman isotonik yang dianggap baru juga menghadapi masalah rasa yang kurang disukai yaitu cenderung asam. Padahal kultur sebagian besar konsumen Indonesia lebih menyukai rasa manis. Sampai saat ini, Pocari Sweat tetap mempertahankan rasanya yang asli seperti di negara asalnya Jepang. Walau dari beberapa kasus pemasaran ditemukan fakta bahwa para pemain di industri makanan dan minuman, terutama merek global, akan sulit mencapai kesuksesan di pasar Indonesia bila tidak mau melakukan adaptasi terhadap selera lokal (Hermawan Kartajaya, 2004). Contohnya Lipovitan, adalah pelopor energy drink di Indonesia, tetapi kurang berhasil dibandingkan dengan Kratingdaeng. Lipovitan memiliki rasa cenderung asam dibandingkan Kratingdaeng yang manis. Dibutuhkan penelitian yang mendalam untuk mengukur seberapa jauh pengaruh perubahan kepuasan pelanggan Pocari Sweat jika mengubah rasanya. Pada variabel jumlah isi/volume dalam kemasan merupakan variabel dengan perolehan nilai kepuasan terendah (2,98) dari ketujuh variabel yang diukur. Penilaian ini bisa timbul karena harga Pocari Sweat yang relatif lebih mahal dibandingkan pesaingnya di kategori minuman 82 isotonik. Dengan membayar lebih mahal untuk ukuran isi yang sama (330ml), konsumen menaruh harapan untuk memperoleh value (total get dibagi dengan total give) yang lebih besar pula tergantung pada tipe konsumennya. Perilaku konsumen dalam membeli/menggunakan produk di masa krisis sebagian besar akan menjadi value-oriented customer, yakni konsumen yang selalu membandingkan total get terhadap total give. Artinya, disaat daya beli konsumen sedang turun produk-produk yang bisa menyesuaikan diri dengan perilaku konsumen value oriented yang berpeluang besar tumbuh dan memenangkan persaingan. Agar sukses dalam krisis yang sedang terjadi, Pocari Sweat yang punya perceived quality tinggi, perlu menggunakan strategi pemasaran yang sesuai dengan masa krisis. Langkah yang bisa ditempuh diantaranya ialah melakukan rationalizing the brand, dengan content yang tetap sama atau berkurang dan mengurangi konteks (Hermawan Kartajaya, 2002). Hal ini telah dilakukan, misalnya sejak Februari 2008 meluncurkan kemasan botol plastik (PET) untuk menyiasati harga logam aluminium bahan kemasan Pocari Sweat yang naik. Kemasan sachet yang sudah lama berada di pasar juga perlu dimaksimalkan untuk mempertahankan loyalitas konsumen tanpa perlu mengorbankan persepsi kualitasnya. b. Analisis Kuadran 2 : Maintain Performance 83 Atribut manfaat, aman, dan ketersediaan termasuk ke dalam kuadran 2 dalam diagram performance-importance di depan (gambar 4.8). Kuadran ini memuat atribut/variabel yang dianggap penting oleh pelanggan dan pada kenyataannya sudah berhasil memuaskan harapan pelanggan. Atribut/variabel yang termasuk dalam kuadran ini harus tetap dipertahankan karena merupakan keunggulan kompetitif merek. Manfaat yang ditawarkan oleh Pocari Sweat yaitu mengganti ion tubuh ternyata dipersepsikan dengan sangat positif oleh responden. Mengutip pendapat Simon Jonathan (www.marketing.co.id), Pocari Sweat merupakan trust brand, bukan taste brand. Selain konsisten dengan rasa, Pocari Sweat juga menawarkan sisi kemujaraban (efficacy). Hasil ini sekaligus merupakan bukti perwujudan slogan Otsuka. Faktor aman dikonsumsi/memiliki kandungan bahan pengawet dalam batas aman bagi kesehatan, juga menjadi atribut Pocari Sweat yang dipersepsikan sangat baik oleh responden (skor 4,28), bahkan tertinggi diantara tiga atribut yang berada pada kuadran 2. Saat krisis kepercayaan konsumen terhadap kandungan bahan pengawet yang menimpa merek pesaingnya, Pocari tetap dipercaya sebagai produk yang aman untuk dikonsumsi. Ketersediaan Pocari Sweat di warung ataupun pasar tradisional merupakan atribut selain manfaat dan aman, yang termasuk dalam kuadran 2. Ketersediaan (availability) ialah faktor penting dalam menghadapi persaingan di kategori minuman isotonik yang semakin 84 ketat. Apalagi menghadapi serangan dari Mizone yang selain memanfaatkan penetrasi harga (value for money), juga memanfaatkan jalur distribusi Aqua yang sudah sangat kuat hingga pasar tradisional. Riset yang dilakukan oleh Canadean Data (MIX No.02/2007) menunjukkan bahwa perilaku sebagian besar konsumen minuman energy drink adalah membeli minuman ini di warung, langsung diminum, dan tanpa perencanaan (impulse buying). Sebagian besar pembelian terjadi di warung (68%). Lihat Tabel 4.11 dan 4.12. Perilaku pembelian konsumen minuman isotonik yang memiliki karakter yang sama dengan energy drink yaitu impulse buying serta lowinvolvement, disikapi oleh PT AIO dengan distribusi yang kuat dan menyebar hingga ke pelosok Indonesia. Menurut data tahun 2005, PT 85 AIO memanfaatkan multidistributor, 15 distributor untuk Jawa dan 16 distributor luar Jawa, dan ditargetkan memiliki 40 multidistributor. Kendati demikian, berdasarkan survei Distribution-Performance yang dilakukan pada bulan April 2008 oleh Qasa Strategic Consulting bekerjasama dengan MIX menunjukkan indeks kinerja distribusi Mizone tertinggi, sedikit mengungguli Pocari Sweat, Vitazone, ProSweat, dan Powerade (Tabel 4.6). Tabel 4.6 Distribution Performance 2008 Nama Merek Brand Index Acc. Management Index PT Aqua Danone Indonesia Mizone 54,9% 12,6% 67,5% PT Amerta Indah Otsuka Pocari Sweat 53,3% 12,8% 66,2% PT Mayora Vitazone 40,4% 20% 60,4% PT ABC President Pro Sweat 29,4% 17,1% 46,5% Produsen Total Index 86 Powerade Sumber : Majalah MIX No.07/2008 PT Coca Cola Indonesia 33,2% 24,9% 58,1% c. Analisis Kuadran 3 : Low Priority Berdasarkan diagram performance-importance, atribut kemasan serta faktor gizi termasuk ke dalam kuadran ini. Kuadran ini memuat faktor-faktor yang dianggap kurang penting oleh pelanggan dan pada tingkat kinerjanya pun tidak terlalu istimewa. Perubahan level kepuasan pada faktor-faktor yang termasuk dalam kuadran ini dampaknya tidak terlalu besar terhadap persepsi kepuasan pelanggan secara keseluruhan. Positioning Pocari Sweat yaitu pengganti ion tubuh ternyata cukup kuat diterima dalam benak konsumen. Sekalipun banyak merek pesaing di kategori minuman isotonik ini menawarkan value proposition yang berbeda dari Pocari Sweat, tetapi konsumen tetap menaruh kepercayaan yang tinggi terhadap manfaat pengganti ion tubuh yang ditawarkan oleh Pocari Sweat. Mizone misalnya, memiliki value proposition minuman isotonik bernutrisi dengan kombinasi lima vitamin penting yaitu C, B3, B5, B6, dan B12. Berbeda lagi dengan Vitazone yang selain mengklaim sebagai isotonik bervitamin, juga bebas dari bahan pengawet. Proposisi ini sering dikomunikasikan lewat iklan yang mengilustrasikan botol Vitazone yang tidak rusak meski diisi air panas. Dari survei terhadap konsumen minuman isotonik ini diketahui bahwa value proposition berbeda yang digunakan oleh merek pesaing, 87 yaitu dengan tambahan kandungan gizi/vitamin, untuk menyerang Pocari Sweat ternyata masih dipersepsikan kurang penting. Saat ini Pocari Sweat telah meluncurkan kemasan botol plastik PET dalam ukuran 350ml dan 500ml, selain kemasan kaleng yang berisi 330ml serta sachet. Pemilihan kemasan PET oleh PT AIO merupakan strategi cost reduction mengingat harga aluminium sebagai bahan kemasan–merupakan komponen cost produksi terbesar yang naik, namun tanpa mengurangi kualitas isi Pocari Sweat. Sedangkan bagi pengamat pemasaran, langkah ini sebagai strategi Pocari Sweat menyikapi kesuksesan Mizone yang menggunakan kemasan botol PET sehingga memungkinkan Mizone dijual lebih murah serta membidik segmen yang lebih luas yaitu konsumen AMDK (air minum dalam kemasan). Harga Pocari Sweat kemasan kaleng sendiri sejak Februari 2008 naik menjadi Rp 3.800 dari sebelumnya Rp 3.300, sedangkan harga Pocari Sweat dalam kemasan PET tidak mengalami kenaikan (Rp 3900 ukuran 350ml dan Rp 4700 ukuran 500ml). Faktor kemasan merupakan faktor yang persepsikan cukup penting bagi konsumen minuman isotonik (skor 3,72) sedangkan performance Pocari Sweat dinilai masih kurang dalam memenuhi harapan konsumen (skor 3,33). Dari penelitian yang dilakukan oleh Amalia Maulana (MIX no.20/2006) mengenai pengalaman konsumen (consumer experience) terhadap minuman isotonik, ditemukan bahwa kemasan botol PET lebih 88 disukai karena bisa diisi dengan air putih dan botol bekas Mizone punya nilai lebih karena bergengsi (Tabel 4.7). Temuan ini tentunya bisa dimanfaatkan dalam usaha memberi emotional benefit yang lebih kepada konsumen yang pada akhirnya meningkatkan kepuasan pelanggan. Tabel 4.7 Kesan dan Pengalaman Minuman Isotonik Pocari Sweat Mizone X-ion Karakteristik Mengembalikan ion tubuh yang hilang karena aktivitas kategori minuman Lebih enak diminum dingin isotonik Kemasan Kaleng- sekali Botol bisa di isi ulang Sachet : tidak siap pake buang dengan air putih minum/tidak praktis Distribusi Terbatas Ada dimana-mana Terbatas Manfaat Langsung terasa Dibandingkan dengan Dibandingkan larutan manfaatnya minuman aqua/ dengan kurang terasa adem sari/penyegar manfaatnya enak Meningkatkan gengsi Lebih Image booster Meningkatkan peminumnya ditempat pemakaian gengsi sendiri/in-house umum peminumnya dtempat umum Sumber: Majalah MIX No.05/2006 d. Analisis Kuadran 4 : Overact Kuadran ini adalah wilayah yang memuat faktor-faktor yang dianggap kurang penting oleh konsumen dan dirasakan terlalu berlebihan. Faktor-faktor yang termasuk dalam kuadran ini dapat dikurangi oleh perusahaan. 89 Dari ketujuh atribut/faktor persepsi kualitas yang ditanyakan kepada responden diketahui bahwa tidak ada atribut produk/faktor – faktor yang termasuk dalam kuadran ini. Mencermati hasil survei ini diketahui persepsi kualitas (perceived quality) Pocari Sweat sekalipun masih belum memuaskan konsumennya tetapi masih ada peluang untuk ditingkatkan. Analisa performanceimportance memberikan gambaran sekaligus insight yang lengkap tentang persepsi kualitas konsumen minuman isotonik. Kepuasan pelanggan merupakan dasar bagi loyalitas konsumen, bahkan dari pelanggan yang puas bisa menjadi pengiklan yang efektif lewat komunikasi word of mouth. Hasil dari survei persepsi kualitas konsumen Pocari Sweat ini perlu ditindaklanjuti dengan upaya mengubah perilaku konsumen agar dapat mendongkrak pangsa pasar, diantaranya dengan pembelian secara berulang, meningkatkan konsumsi dan merekemondasi merek. Salah satu keuntungan dari persepsi kualitas yang tinggi ialah harga premium. Manfaat ini telah dirasakan oleh Pocari Sweat yang menikmati posisinya sebagai market leader. Kendati demikian, bukan berarti leader bisa menetapkan harga yang seenaknya saja. Menurut Philip Kotler, saat ini market leader sudah beruntung jika bisa mematok harga 10-20% lebih mahal. Dalam penetapan harga PT AIO harus mempertimbangkan target 90 segmen, karakter pasar minuman isotonik yang hambatan masuk (entry barrier)-nya rendah juga produk substitusi yang jumlahnya banyak. Yang tetap perlu diingat ialah persepsi kualitas (perceived quality) ini bersifat subyektif dan dinamis. harapan/kepentingan (importance) dan Subyektif artinya tingkat pengalaman (performance) yang dirasakan terhadap satu atau beberapa faktor relatif berbeda antar konsumen satu dengan lainnya. Begitu juga dengan tingkat kepuasan konsumen, selalu berubah dipengaruhi oleh usia, tingkat pendidikan, informasi, pendapatan, status sosial dan psikografis. 4. Analisis Loyalitas Merek (Brand Loyalty) Dengan keadaan lingkungan bisnis yang semakin turbulen, arus informasi yang tanpa batas dan membanjirnya produk sejenis di pasar, loyalitas pelanggan menjadi semakin bernilai. Bukan saja karena biaya mempertahankan pelanggan lama lebih murah daripada mengakuisisi pelanggan baru, namun juga karena reward yang dinikmati perusahaan secara kumulatif dari seorang pelanggan yang loyal sangat besar. Seorang loyalis merek cenderung mau membeli produk lebih banyak dan membeli lebih sering daripada pelanggan biasa. Bahkan dalam tingkatan tertinggi, pelanggan yang loyal akan dengan sukarela menjadi pembela merek. Penelitian ini mengukur juga tingkat loyalitas pelanggan minuman isotonik merek Pocari Sweat. Berdasarkan teori ekuitas merek David A. Aaker yang digunakan pada survei ini, tingkat loyalitas merek terdiri dari 91 switcher, habitual buyer, satisfied buyer, liking the brand, dan yang tertinggi committed buyer. Selain kelima elemen loyalitas merek tersebut, penulis menggali beberapa informasi mengenai perilaku konsumen minuman isotonik, seperti persepsi terhadap harga, alasan membeli, dan frekuensi konsumsi sebagai informasi pendukung dalam analisis keseluruhan tentang loyalitas merek. a. Analisis Switcher Konsumen switcher adalah konsumen yang sensitif terhadap perubahan harga sehingga pada tingkatan loyalitas berada pada urutan paling rendah. Dalam survei ini, yang termasuk ke dalam kategori switcher adalah responden yang menjawab "sering" dan "selalu". Hasil survei memperlihatkan bahwa sebanyak 6% dari responden merupakan konsumen kategori switcher atau konsumen yang sensitif terhadap perubahan harga. Nilai pengukuran rata-rata sebesar 2,35 bila kemudian dibandingkan dengan rentang skala (Tabel 3.2 halaman 59), maka dapat disimpulkan bahwa konsumen Pocari Sweat termasuk pelanggan yang loyal. Hasil yang ditunjukkan pada pengukuran switcher cukup menggembirakan. Dari identifikasi kelas ekonomi dan sosial/SES responden yang terlibat dalam penelitian ini diketahui bahwa sebagian besar termasuk dalam kategori SES C dan D. Artinya, walaupun harga 92 Pocari Sweat lebih mahal dari pesaingnya dan baru saja menaikkan harga untuk kemasan kaleng, tetapi pelanggannya tetap loyal. Untuk mendukung analisis switcher, maka kepada responden ditanyakan bagaimana persepsi terhadap harga Pocari Sweat ( Gambar 4.13). Dari gambar dapat disimpulkan bahwa persepsi konsumen terhadap harga Pocari antara cukup dan mahal. 93 b. Analisis Habitual Buyer Berdasarkan responden yang menjawab "setuju" dan "sangat setuju", maka sebanyak 25% reponden merupakan pelanggan yang membeli Pocari Sweat karena faktor kebiasaan. Sedangkan nilai rata-rata responden adalah 2,56 yang dalam rentang skala termasuk kategori jelek/rendah. Artinya, hanya sedikit dari konsumen Pocari Sweat yang melakukan pembelian karena alasan kebiasaaan. 94 Agar dapat menanalisis perilaku konsumen minuman isotonik lebih jauh, penulis menambah komponen pengukuran frekuensi pembelian/konsumsi, alasan mengkonsumsi dan crosstabulation melibatkan variabel karakteristik responden. Gambar 4.16 dan 4.17 menunjukkan kedua komponen perilaku konsumen ini serta data crosstab bisa dilihat pada lampiran. Dari kedua tabel di atas ditemukan bahwa tingkat konsumsi Pocari Sweat dalam sebulan masih rendah yaitu frekuensi 1-3 kali sebesar 64%. Responden wanita merupakan kelompok pengguna paling sedikit, sedangkan responden pria dengan tingkat pendidikan SLTA dan sarjana merupakan kelompok yang mengkonsumsi Pocari Sweat lebih sering. 95 Sebagian besar alasan yang mendorong konsumen membeli minuman isotonik ialah saat berolah raga, capek dan haus. Hasil temuan ini memberi informasi kepada pemilik merek minuman isotonik agar terus mendidik konsumennya untuk meningkatkan jumlah konsumsi/penggunaan (increasing usage) dan menemukan penggunaan baru (finding new usages), yaitu memberikan informasi kepada konsumen tentang manfaat isotonik selain untuk olah raga juga berguna bagi aktivitas lain terutama kepada konsumen wanita serta konsumen segmen usia anak-anak dan muda. Gambar 4.17 Pengukuran Alasan Mengkonsumsi 96 c. Analisis Satisfied Buyer Terhadap pertanyaan mengenai kepuasan menggunakan Pocari Sweat, ditemukan hanya 39% responden yang menyatakan puas dan sangat puas. Sebagian besar responden (58%) menyatakan biasa saja menggunakan Pocari Sweat. Rata-rata penilaian sebesar 3,40 menunjukkan bahwa kepuasan konsumen Pocari Sweat masuk dalam kategori baik. Pengukuran mengenai kepuasan terhadap Pocari Sweat yang digunakan pada penelitian kali ini diakui oleh penulis masih sederhana. Seperti diketahui, pengukuran kepuasan perlu meliputi aspek performance, realibility, conformity, durabilty dan serviceability. Pembahasan mengenai persepsi kualitas (perceived quality) pada sub-bab sebelumnya bisa digunakan untuk mendukung analisis ini. 97 Untuk mengungkapkan secara lebih lengkap mengenai pengukuran kepuasan konsumen minuman isotonik, penulis melengkapi analisis dengan data pengukuran kepuasan pelanggan (Indonesian Cutomer Satisfaction Index/ICSA) tahun 2006 dan 2007 seperti ditunjukkan pada tebel 4.8. Tabel 4.8 Indeks Kepuasan Pelanggan Indonesia (ICSA) Tahun 2006 & 2007 Merek QSS VSS PBS ES TSS 2006 2007 2006 2007 2006 2007 2006 2007 2006 2007 Pocari Sweat 4.349 4.329 4.175 4.149 4.300 4.254 4.003 3.915 4.210 4.168 Mizone 4.008 4.085 3.844 3.965 3.995 4.026 3.669 3.714 3.883 3.953 Vita Zone 3.680 3.725 3.545 3.568 3.683 3.686 3.327 3.284 3.561 3.573 n.a 3.605 n.a Powerade Isotonik 3.642 n.a 3.622 n.a 3.663 n.a 3.492 Sumber : Majalah SWA Sembada No.20/2006 & No.19/2007 98 Kelima variabel yang diukur pada ICSA adalah : kepuasan terhadap kualitas produk/pelayanan (Quality Satisfaction Score/QSS), kepuasan terhadap harga berdasarkan kualitas yang diterima (Value Satisfaction Score/VSS), persepsi tingkat "kebaikan" dari merek yang digunakan secara keseluruhan dibandingkan dengan merek-merek lainnya (Perceived Best Score/PBS), dan kemampuan merek yang bersangkutan dalam memenuhi ekspektasi pelanggan di masa mendatang (Expectation Score/ES). Total Satisfaction Score/TSS dihitung dengan menggunakan metode rata-rata terbobot (weighted means) dari QSS, VSS, PBS dan ES. Dari tabel 4.8 diketahui bahwa kelima variabel pengukuran kepuasan konsumen Pocari Sweat mengalami tren penurunan. Sebaliknya dengan merek pesaing Pocari Sweat yakni Mizone dan Vitazone, mengalami kecenderungan peningkatan. d. Analisis Liking the Brand Pengukuran elemen liking the brand menunjukkan sebanyak 42% reponden menyatakan menyukai merek Pocari Sweat, sedangkan 58% responden menyatakan biasa saja. Nilai rata-rata sebesar 3,49 termasuk dalam kategori baik. Maka dapat disimpulkan bahwa merek Pocari Sweat disukai oleh konsumen minuman isotonik. 99 e. Analisis Committed Buyer Tingkatan konsumen yang committed terhadap merek adalah idaman sekaligus tujuan dari kegiatan pembangunan merek (brand building). Konsumen yang committed adalah konsumen yang dengan antusias dan sukarela merekomendasikan produk kita kepada orang lain walaupun belum tentu ia masih menjadi pelanggan produk atau perusahaan kita. Pelanggan seperti ini akan menjadi spiritual advocate bagi kita (Jacky Mussry, et al, 2007). Berdasarkan survei kali ini, hasil pengukuran pelanggan yang committed terhadap Pocari Sweat menunjukkan hasil yang mengecewakan. Dari 100 responden, ternyata hanya 4% responden yang menyatakan pernah (sering dan selalu) menyarankan serta 100 mempromosikan merek Pocari Sweat kepada orang lain. Sedangkan responden yang menyatakan "tidak pernah" yaitu sebanyak 34%. Dari gambar di atas bisa disimpulkan bahwa konsumen Pocari Sweat belum mencapai tahap tertinggi dalam loyalitas merek yaitu committed buyer. Temuan ini sejalan dengan hasil pengukuran liking the brand sebelumnya dimana sebanyak 58% responden menyatakan biasa saja. Keadaan ini kurang menguntungkan bagi pemilik merek Pocari Sweat. Strategi pemasaran yang digunakan oleh pesaing seperti diskon, hadiah dan promosi yang gencar bisa dengan mudah mengakuisisi pelanggannya. Karakter minuman isotonik yang termasuk consumer goods dan karakter pembelian yang bersifat impulsif (impulse buying) menuntut pemilik merek untuk selalu membangun mereknya. 101 f. Analisis Aset-aset Merek Lainnya (Other Proprietary Brand Assets) Terhadap pertanyaan mengenai kemampuan mengingat logo, simbol, dan slogan Pocari Sweat, hanya sebagian kecil (21%) responden yang ingat. Hasil temuan ini menjadi masukan kepada pemilik merek untuk mampu secara tepat memposisikan produk, merek dan perusahaan di benak pelanggan dengan cara mengkomunikasikannya. Tetapi perlu diingat bahwa cara mengkomunikasi bukan hanya melalui promosi, tetapi bisa juga melalui posisi harga, diferensiasi, atau lewat produk dan kemasan. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Kesadaran Merek (Brand Awareness) a. Hasil pengukuran elemen Puncak Pikiran (top of mind) dan Pengingatan Kembali (brand recall) Pocari Sweat menduduki peringkat pertama. b. Bila dibandingkan dengan data tahun 2007 sebesar 95%, maka hasil pengukuran ini menunjukkan penurunan. c. Hasil Pengukuran Pengingatan Merek (brand recognition) menunjukkan sebanyak 98% responden telah mengenal merek Pocari Sweat. d. Pada pengukuran top of mind ditemukan sebanyak 2% responden menyebut merek minuman energy drink (Extra Joss, Kratingdaeng, dan lain-lain) sebagai merek minuman isotonik, kemudian sebanyak 5% pada pengukuran brand recall. e. Sebagian besar konsumen Pocari Sweat mengenal merek dari iklan TV (60%) dan media cetak (30%). 2. Asosiasi Merek (Brand Association) a. Asosiasi-asosiasi yang terkait dengan merek minuman isotonik Pocari Sweat secara berurutan adalah mengganti cairan tubuh, memulihkan stamina/energi, mudah didapat dan kandungan bahan pengawet yang aman. 101 102 b. Asosiasi tertinggi yaitu mengganti cairan tubuh telah sesuai dengan positioning Pocari Sweat. c. Ancaman serius terhadap Pocari Sweat datang dari Mizone, selain memiliki asosiasi yang hampir sama dengan Pocari Sweat, juga memiliki faktor pembeda (differentiation) yaitu kandungan lima vitamin, value for money dan distribusi yang kuat. 3. Persepsi Kualitas (Perceived Quality) a. Hasil analisis secara keseluruhan persepsi kualitas Pocari Sweat belum memuaskan konsumen. Nilai performance Pocari Sweat masih lebih rendah daripada importance-nya. b. Atribut produk yang termasuk ke dalam kuadaran I adalah rasa dan isi. Artinya, kedua faktor ini belum memenuhi harapan konsumen. Rasa Pocari Sweat cenderung asam dan jumlah isi yang menawarkan value for money lebih sedikit dibanding dengan pesaingnya Mizone. c. Atribut manfaat, aman, dan ketersediaan termasuk ke dalam kuadran II, dimana performance sudah melampaui importance konsumen. Performance ketiga atribut ini perlu dipertahankan. d. Pada kuadran III ditemukan atribut kemasan dan gizi, dimana kedua atribut ini kurang dianggap penting bagi konsumen dan kinerjanya pun tidak terlalu istimewa. e. Tidak ditemukan atribut/faktor produk yang menempati kuadran IV. 103 4. Loyalitas Merek (Brand Loyalty) a. Konsumen Pocari Sweat termasuk pelanggan yang loyal. Hanya sebanyak 6% responden yang sensitif terhadap perubahan harga. b. Sebanyak 25% reponden merupakan pelanggan yang membeli Pocari Sweat karena faktor kebiasaan. c. Ditemukan hanya sebesar 39% responden yang menyatakan puas dan sangat puas terhadap Pocari Sweat. Sebagian besar responden (58%) menyatakan biasa saja. d. Indeks kepuasan pelanggan Pocari Sweat cenderung menurun, sedangkan Mizone cenderung meningkat. e. Sebagian besar pelanggan menyatakan biasa saja terhadap tingkat kesukaan (liking the brand) terhadap merek Pocari Sweat . f. Pelanggan yang committed terhadap Pocari Sweat menunjukkan hasil yang mengecewakan, yakni hanya sebesar 4 persen. B. Saran 1. Kesadaran Merek (brand Awareness) Penurunan tingkat awareness Pocari Sweat perlu disikapi dengan meningkatkan efektivitas dan kualitas materi komunikasi pemasaran. Perbaikan efektivitas meliputi intensitas serta penempatan iklan dan program promosi yang tepat guna sesuai dengan segmen targetnya, peningkatan kualitas meliputi kreativitas dan pesan yang disampaikan. Cara efektif untuk meningkatkan kesadaran merek adalah dengan 104 memanfaatkan komunikasi pemasaran terpadu (integrated marketing comunication/IMC). Kegiatan promosi above the line (ATL) yang sudah pasti membutuhkan anggaran dana yang sangat besar perlu didukung dengan kegiatan below the line (BTL) seperti komunikasi dari mulut ke mulut (word of mouth), komunitas (community) dan sponsorship serta disesuaikan dengan segmen yang dibidik. 2. Asosiasi Merek (Brand Association). a. Positioning Pocari Sweat sebagai pengganti ion tubuh perlu terus dikomunikasikan lewat edukasi/pendidikan pelanggan. b. Meningkatkan tahap komunikasi Pocari Sweat ke tahap emotional bonding untuk memupuk kecintaan terhadap produk. 3. Persepsi Kualitas (Perceived Quality) a. Pocari Sweat perlu mempertimbangkan untuk mengadopsi budaya lokal konsumen Indonesia yang cenderung menyukai rasa yang manis. b. Efisiensi biaya untuk membidik segmen price-oriented customer terutama disaat daya beli konsumen Indonesia sedang menurun. 4. Loyalitas Merek (Brand Loyalty) a. Meningkatkan konsumsi Pocari Sweat dengan memperluas segmen target konsumen yang dibidik, seperti terhadap segmen anak-anak, remaja dan wanita. b. Distribusi harus selalu kuat agar merek dan produk selalu dekat dengan konsumen. DAFTAR PUSTAKA Aaker, David. A. 1997. Manajemen Ekuitas Merek: Memanfaatkan Nilai dari suatu Merek, Edisi Pertama, Spektrum Mitra Utama, Jakarta. Aaker, David. A. 1996. Building Strong Brands, The Free Press, New York. Agus W Soehadi. 2005. Effective Branding: Konsep dan Aplikasi Pengembangan Merek yang Sehat dan Kuat, Quantum Bisnis & Manejemen, Bandung. Amalia Maulana. 2006. Consumer Experience Minuman Isotonik, Majalah MIX, Nomor 05, III, 20 Juni-20 Juli 2006, hal.32. Bilson Simamora. 2002. Aura Merek: 7 Langkah Membangun Merek, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. --------------------- , 2002. Panduan Riset Perilaku Konsumen. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. --------------------- , 2004. Riset Pemasaran. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. --------------------- , 2003. Membongkar Kotak Hitam Konsumen, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Cravens, W. David. Pemasaran Strategis.Edisi keempat, Jilid 1&2. Erlangga, Jakarta. Darmadi Durianto, Membangun Merek Kuat, Majalah SWA Sembada, Nomor 15, XXI, 21 Juli – 3 Agustus 2005, hal. 64. Darmadi Durianto, Sugiarto, Tony Sitinjak. 2004. Strategi Menaklukan Pasar Melalui Riset Ekuitas Merek, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Darmadi Durianto, Sugiarto, Lie Joko Budiman. 2004. Brand Equity Ten: Strategi Memimpin Pasar. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Engel, James. F, Roger D. Blackwell dan Paul W. Miniard. 1994. Perilaku Konsumen, Binarupa Aksara, Jakarta. Eko Wahyudi. 2003. Analisis Elemen-elemen yang Membentuk Ekuitas Merek: Studi Kasus Produk Ban Dunlop, Tesis, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Jakarta. Fandy Tjiptono, 2005. Brand Management & Strategy. Penerbit ANDI, Yogyakarta. Freddy Rangkuti. 2004. The Power of Brands: Teknik Mengelola Brand Equity dan Strategi Pengembangan Merek plus Analisis Kasus dengan SPSS,Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Frontier Consulting Group dan SWA Sembada. Master of CS 2005: Peringkat Merek-merek Paling Memuaskan Berdasarkan ICSA Index. Majalah SWA Sembada, Nomor 19, XXI, 15 – 28 September 2005. --------------------------- , 2006. Master of CS 2006: Peringkat Merek-merek Paling Memuaskan Berdasarkan ICSA Index. Majalah SWA Sembada, Nomor 20, XXII, 21 Sepetember – 4 Oktober 2006. --------------------------- , 2007. Master of CS 2006: Peringkat Merek-merek Paling Memuaskan Berdasarkan ICSA Index. Majalah SWA Sembada, Nomor 19, XXIII, 3 – 12 September 2007. Frontier Consulting Group dan MARKETING. TOP Brand 2000-2007: Inilah Merek-merek Terkuat Selama Delapan Tahun Terakhir. Majalah MARKETING, Edisi Khusus/I/2007. Handi Irawan. 10 Karakter Unik Konsumen Indonesia. Majalah MARKETING, Edisi Khusus/II/2007. Hermawan Kartajaya. 2002. Hermawan Kartajaya on Marketing, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. ---------------------------, 2004. Positioning-Diferensiasi-Brand: Memenangkan Persaingan dengan Segitiga Positioning-Diferensiasi-Brand, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. ---------------------------, 2004. Hermawan Kartajaya on Brand: Seri 9 Elemen Marketing, Mizan Pustaka, Bandung. ---------------------------, 2004. Hermawan Kartajaya on Differentiation: Seri 9 Elemen Marketing, Mizan Pustaka, Bandung. ---------------------------, 2004. Hermawan Kartajaya on Segmentation: Seri 9 Elemen Marketing, Mizan Pustaka, Bandung. Humdiana. 2005. Analisis Elemen-elemen Ekuitas Merek Produk Rokok Merek Djarum Black, Jurnal Ekonomi Perusahaan STIE IBII, Volume 12 nomor 1: halaman 42. Idollen dan Yenny. 2005. Analisis Elemen-elemen Ekuitas Merek Aqua Galon: Studi Kasus PT Tirta Investama Depo Kembangan, Skripsi, Fakultas Ekonomi, Universitas Bina Nusantara, Jakarta. Ign. Eko Adiwaluyo. 2007. Pocari Sweat: Awarenessnya Kini 95%. Majalah MARKETING, Nomor 06, VI, Juni 2007, halaman 38. Jacky Mussry dkk, 2007. MarkPlus on Marketing: The Second Generation, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Keller, Kevin, Lane. 2003. Strategic Brand Management: Building, Measuring and Managing Brand Equity, second edition, Prentice Hall, New Jersey. Kim, Chan. W and Renée Mauborgne. 2006. Blue Ocean Strategy, Penerjemah Satrio Wahono, Edisi bahasa Indonesia, Serambi Ilmu Semesta, Jakarta. Kotler, Philip.1997. Manajemen Pemasaran. Edisi sembilan, Erlangga, Jakarta. Kotler, Philip. 1999. Kotler on Marketing: How to Create, Win and Dominate Markets, The Free Press, New York. Kotler, Philip and Kevin Lane Keller. 2007. Manajemen Pemasaran. Edisi dua belas. PT Indeks, Jakarta. Lis Hendriani dkk. 2006. Mengukur Prospek Vitazone, Majalah MIX, Nomor 10, III, 30 Oktober – 15 November 2006, halaman 40. MarkPlus&Co. 2008. Kreatif atau Perang Harga: Tantangan Pemasaran 2008, Majalah SWA Sembada, Nomor 02, XXIV, 24 Januari – 5 Februari 2008, halaman 76. MARS Marketing Research dan SWA Sembada. 2005. Indonesian Best Brand 2005, Majalah SWA Sembada, Nomor 15, XXI, 21 Juli – 3 Agustus 2005. --------------------------- , 2006. Indonesian Best Brand 2006, Majalah SWA Sembada, Nomor 15, XXII, 27 Juli – 9 Agustus 2006. --------------------------- , 2007. Indonesian Best Brand 2006, Majalah SWA Sembada, Nomor 16, 26 Juli – 8 Agustus 2007. Nurur R Bintari. 2007. Mizone: Merebut Pasar Kembali Dengan Harga. Majalah MIX, Nomor 04, V, 14 April – 10 Mei 2007, halaman 40. --------------------------- , 2007. Pocari Sweat: Edukasi Tetap, Tujuannya Beda. Majalah MIX, Nomor 06, IV, 20 Juni – 15 juli 2007, halaman 58. Prima Ariestonandri. 2006. Marketing Research for Beginner: Panduan Praktis Riset Pemasaran bagi Pemula, Penerbit ANDI, Yogyakarta. Qasa Strategic Consulting dan Majalah MIX. 2008. The Most Powerful Distribution Performance 2008, Majalah MIX , Nomor 07, V, 14 Juli – 10 Agustus 2008, halaman 30. Ries, Al and Jack Trout. 2002. Positioning: The Battle for Your Mind, Edisi Pertama, Salemba Empat, Jakarta. Ries, Al and Laura Ries. 2005. The Origin of Brands (Asal-usul Merek), Penerjemah: Drs. Alexander Sindoro, Karisma Publishing Group, Batam. Ries, Al and Laura Ries. 1999. The 22 Immutable Laws of Branding: Strategi Membangun Produk atau Jasa Menjadi Merek Berkelas Dunia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Sugiyono. 2004. Metode Penelitian Bisnis. Alfabeta, Bandung. Simon Jonathan. 2006. Ancaman Untuk Pocari Sweat, Majalah MIX, Nomor 05, III, 20 Juni-20 Juli 2006, hal.32. Singgih Santoso dan Fandy Tjiptono. 2004. Riset Pemasaran: konsep dan aplikasi dengan SPSS, Elex Media Komputindo, Jakarta. Sudarmadi. 2004. Kebangkitan Tak Terduga Pocari Sweat. www.swa.co.id, 7 November 2004. Taufik Hidayat. 2006. Ramai-ramai Mengepung Pocari Sweat. www.swa.co.id, 16 Januari 2006. Trout, Jack. 2002. Big Brands Big Trouble : Pelajaran Berharga dari Merek-Merek Ternama, Erlangga, Jakarta. --------------- 2004. Trout on Strategy: Menguasai Benak Konsumen, Menaklukan Pasar, Bhuana Ilmu Populer, Jakarta. Lampiran 1 Pewawancara : ____________________ Tanggal Nomor Angket : _______ : ___ /___ / 2008 ANGKET PENELITIAN MINUMAN ISOTONIK MEREK POCARI SWEAT Cara Mengisi Angket Berilah tanda silang (X) pada pilihan yang Anda anggap paling tepat. Bila Anda memilih jawaban: Lainnya....., mohon tuliskan jawaban Anda pada tempat yang disediakan. Pada pertanyaan yang tidak menyediakan pilihan jawaban, mohon Anda menuliskan jawaban dengan benar dan singkat. 1. Nama lengkap : ___________________________________________ 2. Jenis Kelamin : (a) Pria 3. Usia Anda : (a) < 15 tahun (b) Wanita (e) 39 - 46 tahun (b) 15 – 22 tahun (c) 23 – 30 tahun (f) 47 – 54 tahun (g) > 54 tahun (d) 31 - 38 tahun 4. 5. Tingkat Pendidikan Akhir Anda : Pekerjaan Utama Anda : (a) SD (d) Akademi/Diploma (b) SLTP (e) Sarjana (c) SLTA (f) Pasca Sarjana (a) Pelajar/Mahasiswa (d) Wirausaha (b) Pegawai Negeri (e) Lainnya:_______________ (c) Pegawai Swasta 6. Pengeluaran keluarga Anda (diluar cicilan rumah, kendaraan dan barang) setiap bulan: (a) Kurang dari Rp 750.000 (b) Rp 750.001 – Rp 1.500.000 (c) Rp 1.500.001 – Rp 2.250.000 (d) (e) Rp 2.250.001 – Rp 3.000.000 Lebih dari Rp 3.000.000 7. Sebutkan satu merek minuman isotonik yang pertama kali muncul dalam ingatan anda: __________________________________ 8. Sebutkan merek minuman isotonik selain yang telah disebutkan pada jawaban pertanyaan nomor 7 di atas: (a) _______________________________ (b) _______________________________ (c) _______________________________ (d) _______________________________ (e) _______________________________ 9. Apakah anda mengenal minuman isotonik merek POCARI SWEAT? (a) Ya, saya mengenalnya dan telah menuliskannya pada jawaban pertanyaan nomor 7 dan 8 (b) Ya, tapi saya belum mencantumkan dalam jawaban pertanyaan di atas (c) Tidak mengenal sama sekali 10. Dari mana Anda mengenal produk minuman isotonik? (a) Iklan di media cetak (surat kabar, tabloid, majalah, dll) (b) Iklan di TV (c) Papan Reklame, Spanduk, dll (d) Teman (e) Toko (f) Lainnya : _____________________ Petunjuk : Untuk pertanyaan nomor 12 dan seterusnya, ditujukan hanya bagi Anda yang pernah mengkonsumsi minuman isotonik merek POCARI SWEAT. Jika tidak pernah mengkonsumsinya, maka Anda telah selesai mengisi angket ini.Namun jika pernah, maka Anda dimohon memberi tanda X pada kolom pilihan jawaban yang menurut Anda paling tepat. 11. Apa kesan Anda terhadap minuman isotonik merek Pocari Sweat? Pocari Sweat Kesan Anda Ya Tidak Mengganti cairan tubuh Memulihkan stamina/energi Harga terjangkau Kandungan bahan pengawet yang aman Rasa segar/enak di lidah Mudah didapat (tersedia di toko/kios terdekat) Lebih bergengsi dibanding minuman isotonik merek lain Minuman kesehatan Mutu Tinggi 12. Menurut Anda bagaimana kandungan nilai gizi dalam Pocari Sweat? (a) Jelek Sekali (b) Jelek (c) Cukup (d) Baik (e) Baik Sekali 13. Bagaimana manfaat (mengganti cairan tubuh yang hilang) yang Anda rasakan dari minuman isotonik Pocari Sweat? (a) Jelek Sekali (b) Jelek (c) Cukup (d) Baik (e) Baik Sekali 14. Apakah minuman isotonik Pocari Sweat aman untuk dikonsumsi (bahan pengawet dalam batas aman bagi kesehatan)? (a) Sangat Tidak Aman (b)Tidak Aman (c) Cukup (d) Aman (e)Aman Sekali 15. Menurut Anda bagaimana rasa minuman isotonik Pocari Sweat? (a) Jelek Sekali (b) Jelek (c) Cukup (d) Baik (e) Baik Sekali 16. Bagaimana dengan kemasan minuman isotonik Pocari Sweat?: (a) Jelek Sekali (b) Jelek (c) Cukup (d) Baik (e) Baik Sekali 17. Menurut Anda bagaimana jumlah isi/volume (kepuasan untuk sekali minum) minuman isotonik Pocari Sweat? (a) Sedikit sekali (b) Sedikit (c) Cukup (d) Banyak (e) Banyak sekali 18. Menurut pengalaman Anda, bagaimana ketersediaan (mudah dijumpai di toko/kios terdekat) saat Anda hendak membeli minuman isotonik Pocari Sweat? (a) Sedikit sekali (b) Sedikit (c) Cukup (d) Banyak (e) Banyak sekali 20. Saat Anda membeli minuman isotonik, seberapa pentingkah Anda mempertimbangkan hal-hal seperti disebutkan di bawah ini? (Mohon memberi tanda X pada jawaban yang Anda anggap paling sesuai dari 1 = sangat tidak penting hingga 5 = sangat penting) Kandungan nilai gizi Sangat Tidak Penting 1 2 3 4 5 Sangat Penting Manfaat Sangat Tidak Penting 1 2 3 4 5 Sangat Penting Keamanan untuk dikonsumsi Sangat Tidak Penting 1 2 3 4 5 Sangat Penting Rasa Sangat Tidak Penting 1 2 3 4 5 Sangat Penting Kemasan Sangat Tidak Penting 1 2 3 4 5 Sangat Penting Jumlah isi/volume Sangat Tidak Penting 1 2 3 4 5 Sangat Penting Ketersediaan Sangat Tidak Penting 1 2 3 4 5 Sangat Penting 21. Seberapa sering Anda berpindah merek karena faktor harga? (a) Tidak pernah (c) Kadang-kadang (b) Jarang (d) Sering (e) Selalu 22. Apa pendapat Anda terhadap harga minuman isotonik Pocari Sweat? (a) Murah Sekali (b) Murah (c) Cukup (d) Mahal (e) Mahal Sekali 23. Apakah Anda setuju bahwa alasan anda membeli merek minuman isotonik Pocari Sweat hanya karena kebiasaan? (a) Sangat tidak setuju (b) Tidak setuju (c) Ragu-ragu (e) Sangat setuju (d) Setuju 24. Alasan apa yang mendorong Anda merasa perlu membeli/menggunakan minuman isotonik? (jawaban boleh lebih dari satu) Saat berolah raga Sebelum/sesudah tidur Sakit Haus Capek Lainnya, sebutkan : _______________________ 25. Seberapa sering Anda membeli/menggunakan minuman isotonik? 1 - 3 kali sebulan 4 - 6 kali sebulan 7 - 10 kali sebulan Lebih dari 10 kali sebulan 26. Apakah Anda puas dalam menggunakan minuman isotonik merek Pocari Sweat? (a) Sangat tidak puas (c) Biasa saja (b) Tidak puas (d) Puas (e) Sangat puas 27. Apakah Anda benar-benar menyukai merek minuman isotonik Pocari Sweat? (a) Sangat tidak suka (c) Biasa saja (b) Tidak suka (d) Suka 28. Pernahkah Anda menyarankan dan mempromosikan (e) Sangat suka ke orang lain untuk membeli/menggunakan minuman isotonik merek Pocari Sweat? (a) Tidak pernah (c) Kadang-kadang (b) Jarang (d) Sering (e) Selalu 29. Apakah Anda ingat logo, slogan, semboyan minuman isotonik merek Pocari Sweat? Ya. Sebutkan : ______________________________________ Tidak Terima kasih atas waktu dan kesediaan anda dalam mengisi kuesioner ini.