PEMROSESAN CITRA DIGITAL A. Konsep Resolusi ∗ Kemampuan suatu system optik-elektronik untuk membedakan informasi yang secara spasial berdekatan dan atau secara spectral mempunyai kemiripan (Swan dan Davis, 1978) ∗ 1. Resolusi Spasial Ukuran objek terkecil yang masih dapat dideksi oleh system pencitraan. 2. Resolusi Spektral Kemampuan suatu system optic-elektronik untuk membedakan objek berdasarkan pantulan atau pancaran spektralnya. 3. Resolusi Radiometrik Kemapuan suatu system sensor dalam mancatat respon spectral obyek (m Watt cm-2 sŕ 1µm-1) 4. Resolusi Temporal Kemampuan suatu sistem penginderaan jauh untuk merekam ulang daerah yang sama 5. Resolusi Layar Kemampuan layar monitor untuk menyajikan kenampakan obyek pada citra secara lebih halus B. Perangkat Sistem Pemrosesan Citra Digital 1. Perangkat Keras a. Sistem Input Data b. Sistem Penyimpanan Data c. Sistem Pengolah Pusat d. Sistem Keluaran Data 2. Perangkat Lunak a. Perangkat Lunak Pengolah Citra 1. ILWIS (Integrated Land and Water-management Information System) 2. ERDAS (Earth Resources Data Analysis System) 3. IDRISI 4. ENVI 5. SPECDAT 6. ALEXANDER 7. I2S (International Imaging System) b. Kategori Kemampuan Perangkat Lunak Pengolah Citra A. Pengolah citra sederhana; meliputi tampilan (display), penajaman dan klasifikasi B. Pengolahan citra agak lengkap; termasuk prapemrosesan lanjut (koreksi geometri untuk regristrasi dan koreksi radiometri untuk pengaruh atmosfer), transformasi citra, penajaman dan klasifikasi {1,3, 4} C. Pengolahan citra secara lengkap; mulai dari koreksi data mentah, prapemrosesan lanjut, penajaman, transformasi khusus, klasifikasi, pemodelan tiga dimensi {2,5,6,7} D. Sistem Informasi Geografis; tumpangsusun peta ataupun data grafis lain dengan citra digital lain (berbasis raster) {2,3,4,6,7} E. Sistem Informasi Geografis; input data dalam format vektor, konversi data, manipulasi peta bersama dengan citra, pemodelan tiga dimensi RESTORASI CITRA (PRE-PROCESSING/PEMROSESAN AWAL) ¾ Pada dasarnya semua citra yang diproleh melalui perekaman sensor tidak lepas dari kesahan-kesalahan ¾ Fungsi restorasi citra adalah untuk memperbaiki kesalahan tersebut dan meningkatkan kualitas citra ¾ Faktor-faktor yang mempengaruhi kesalahan perekaman citra A. - Mekanisme perekaman sensor - Gerakan dan ujud geometri bumi - Kondisi atmosfer pada saat perekaman Kualitas Citra Kualitas citra dapat dinilai dari dua aspek, yaitu kualitas radiometrik dan kualitas geometrik 1. Kualitas radiometrik terkait dengan 'enak-tidaknya' suatu citra dilihat (kualitatif) dan 'benar-tidaknya' informasi spektral yang diberikan (kuantitatif) 2. Kualitas geometrik terkait dengan 'benar-tidaknya' bentuk serta posisi obyek pada citra dengan rujukan yang ada (kuantitatif) Parameter yang digunakan untuk menilai kualitas citra : 1. Tutupan awan dan gangguan kabut - kualitas citra dikatakan baik apabila prosentase tutupan awan kurang dari 10 % - di Indonesia sulit ditemui citra yang 100 % bebas awan, karena: a. waktu perekaman yang hampir bersamaan dengan waktu pembentukan awan b. sistem sensor (satelit) yang tidak mampu menembus awan 2. Gangguan sinyal - kualitas dikatakan baik apabila pada citra tidak terdapat line droup-out, stripping, dan/atau anomali piksel 3. Korelasi antar saluran - B. kualitas dikatakan baik apabila koefisien korelasi antar saluran kecil Koreksi Radiometrik Koreksi radiometrik dilakukan untuk mengoreksi kesalahan yang diakibatkan oleh pengaruh atmosfer pada saat perekaman citra • Kondisi atmosfer yang mempengaruhi perkaman citra : 1. Hamburan Reyleigh - hamburan ini disebabkan oleh adanya butir-butir gas nitrogen dan oksigen yang mempunyai ukuran lebih kecil dari panjang gelombang yang digunakan (0,1 λ) 2. Hamburan Mie - hamburan ini disebabkan oleh adanya butir-butir debu, kabut, asap dan sebagainya yang mempunya ukuran diameter sama atau lebih besar dari panjang geiombang yang digunakan 3. Hamburan Nonselektif - hamburan ini disebabkan oleh adanya butir-butir dalam atmosfer yang mempunyai ukuran diameter lebih besar dari panjang gelombang spektrum tampak, yaitu 5 -100 µm 4. Serapan - adanya uap air, karbondioksida dan ozon di atmosfer menyerap sebagian tenaga elektromagnetik yang digunakan dalam proses perekaman citra, sehingga memperlemah energi yang dipantuikan obyek ke sensor perekam. KOREKSI GEOMETRIK ¾ Memperbaiki kesalahan-kesalahan pada saat perekaman citra yang diakibatkan oleh sensor, wahana dan bumi ¾ Membuat citra mempunyai sifat peta A. Kesalahan pada saat perekaman 1. Kesalahan sistematis a. Scan skew gerak maju wahana pada saat cermin bergerak b. Mirror-scan velocity gerakan cermin yang tidak konstan c. Platform velocity kecepatan platform yang tidak kostan d. Earth rotation rotasi bumi e. Panoramic distortion kondisi medan 2. Kesalahan non-sistematis a. Altitude ketinggian wahana b. Attitude kedudukan sensor B. Metode Koreksi 1. Interpolasi spasial a. Orde I 4 titik ikat medan (GCP) b. Orde II 6 titik ikat medan (GCP) c. Orde III 10 titik ikat medan (GCP) Syarat titik ikat : - Obyek yang tetap / tidak berubah dalam waktu lama - Lokasi obyek menyebar - Nilai RMSE harus ≤ 1 satu tanggal perekaman ≤ 0,5 lebih dari satu tanggal perekaman 2. Interpolasi Intensitas a. Orde O nearest neighbor mengembalikan nilai piksel pada tempatnya b. Orde 1 bilinier interpolation mengisikan nilai piksel baru Berdasarkan 4 (empat) piksel disekitarnya c. Orde 2 cubic convolution mengisikan nilai piksel baru Berdasarkan 16 (enambelas) piksel disekitarnya ∗ Contoh perhitungan untuk bilinier interpolation Lokasi Sampel Nilai (Z) (C,R) Jarak dari posisi ke sampel (D) D2 Z/D2 1/D2 2,2 9 0,806 0,65 13,85 1,539 3,2 8 0,922 0,85 7,06 1,176 2,3 15 0,500 0,25 60 4,000 3,3 18 0,670 0,45 40 2,222 120,91 8,937 Jumlah BV = 120,91 / 8,937 = 13,53 (13) C. Teknik Koreksi Geometrik 1. Image to Map Rectification menggunakan bantuan peta (biasanya peta topografi/rupabumi) obyek yang dipilih harus tampak jelas pada peta dan citra ketelitian koreksi sangat tergantung pada ketelitian operatopr dalam Membaca koordinat peta rujukan kendala yang sering dialami adalah perbedaan waktu yang cukup lama Antara pembuatan peta dengan perekaman citra 2. Image to Image Rectification menggunakan bantuan citra yang sudaj terkoreksi obyek yang dipilih harus tampak jelas pada kedua citra ketelitian loreksi sangat tergantung pada ketelitian operator dalam memilih obyek yang sama PENAJAMAN CITRA A.Perentangan Kontras • Mempertajam kenampakan citra dengan merentangkan nilai maksimum dan nilai minimumnya • Perentangan dapat dilakukan pada seluruh nilai piksel atau pada sebagian nilai piksel • Formula : BVbaru = k ∗ (BVinput – BVminimum) / (BVmaksimum - BVminimum) BVbaru : Nilai piksel baru hasil perentangan k : Julat perentangan kontras BVinput : Nilai piksel citra asli : BVminimum : Nilai piksel minimum yang direntang BVminimum : Nilai piksel maksimum yang direntang B.Ekualisasi Histogram • Mempertajam kenampakan citra dengan mengubah histogram citra asli • Pengubahan dilakukan pada seluruh piksel citra • Menggunakan frekuensi kemunculan nilai piksel dan probabilitasnya Contoh perhitungan : Sebuah citra fiktif yang mempunyai ukuran 64 baris dan 64 kolom (4096 piksel) dengan julat nilai 0-7 akan diekualisasi histogram. Nilai piksel BVinput BV0 = 0/7 = 0,00 BV1 = 1/7 = 0,14 BV2 = 2/7 = 0,28 BV3 = 3/7 = 0,42 BV4 = 4/7 = 0,57 BV5 = 5/7 = 0,71 BV6 = 6/7 = 0,85 BV7 = 7/7 = 1,00 Hasil Frekuensi f(BVinput) 790 1023 850 656 329 245 22 81 n = 4096 :Nilai piksel 0 berubah menjadi 1 Nilai piksel 1 berubah menjadi 3 Nilai piksel 2 berubah menjadi 5 dst. Probabilitas P{f(Bvinput)/n)} 0,19 0,25 0,21 0,16 0,08 0,06 0,03 0,02 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Nilai Pantulan Obyek 1. Atmosfer ¾ Hamburan ¾ Awan ¾ Hujan 2. Sensor ¾ kepekaan detector ¾ kondisi sensor ¾ sistem transmisi data 3. Obyek ¾ kepekaan obyek terhadap sinar ¾ kondisi obyek ¾ kondisi permukaan obyek 4. Kedudukan Obyek ¾ arah hadap obyek ¾ kemiringan obyek Transformasi Khusus 1. Indeks Vegetasi ¾ Perolehan data vegasi menggunakan teknik “in situ” sangat mahal, membutuhkan waktu banyak dan kadang tidak memungkinkan ¾ Salah satu alternative untuk pengukuran vegetasi adalah berdasarkan pengukuran nilai spectral citra penginderaan jauh ¾ Tujuan dari pembuatan indeks vegasi adalah menggabungkan beberapa saluran menjadi satu saluran yang mampu mengekspresikan nilai pantulan vegasi dengan baik, misalnya : untuk pengukuran kanopi, biomassa, produktivitas, leaf area indeks, dll. - NDVI / Normalized Difference Vegetation Index (Rouse, 1, 1973) Formula : NDVI = (IR – M) / (IR + M) - TVI / Transformed Vegetation Index (Deering, et al, 1975) NDVI Formula : TVI = TVI = • NDVI A NDVI 0,5 , , x Abs NDVI 0,5 Angka 0,5 dimaksudkan untuk menghilangkan nilai negative pada NDVI • Abs adalah nilai absolute dan 0/0 sama dengan 1 - PVI / Perpendicular Vegatation Index (Perry, et al, 1975) Formula : PVI = [ (0,355MSS7 – 0,14MSS5)2 + (0,355MSS5 – 0,543MSS6)2]1/2 - DVI / Difference Vegetation Index (Richardson and Wiegand, 1977) Formula : 2,4MSS7 – MSS5 2. PCA (Principle Components Analysis) ¾ Menghasilakan citra baru yang lebih mudah diinterpretasi ¾ Mengkompresi citra multisaluran menjadi dua atau tiga saja yang punya kemampuan pengenalan obyek lebih baik dibandingkan data asli - SBI SBI = 0,332MSS4 + 0,603MSS5 + 0,675MSS6 + 0,262MSS7 MSBI = 0,406MSS4 + 0,600MSS5 + 0,645MSS6 + 0,243MSS7 - GVI GVI = -0,283MSS4 – 0,660MSS5 + 0,577MSS6 + 0,388MSS7 MGVI = -0,368MSS4 – 0,530MSS5 + 0,535MSS6 + 0,532MSS7 - YVI YVI = -0,899MSS4 + 0,428MSS5 + 0,076MSS6 – 0,041MSS7 MYVI = -0,723MSS4 + 0,597MSS5 + 0,206MSS6 – 0,278MSS7 - NSI NSI = -0,016MSS4 + 0,131MSS5 – 0,425MSS6 + 0,882MSS7 MNSI = 0,404MSS4 - 0,039MSS5 – 0,505MSS6 + 0,762MSS7 PEMFILTERAN ¾ Merupakan salah satu teknik penajaman citra ¾ Menggunakan "moving window" yang berbe matriks (3x3, 5x5, 7x7, dst) ¾ Memperhitungkan nilai piksel tetangga (local operation) ¾ Fungsi: 1. Menyaring/menapis informasi spektral tertentu 2. Menghasilkan citra baru yang mempunyai variasi nilai spektral berbeda dengan citra asli A. Formula BVbaru = gain (∑ ( ci ∗ BVi ) + offest BVbaru : nilai spectral baru hasil pemfilteran BVi : nilai spectral input gain : ( 1 / ( ∑ (ci) ) Offset : 0 – 255 ´ menggeser nilai kecerahan B. Pengelompokkan Filter ¾ Highpass – Low pass a. Highpass filter (a) Meningkatkan kontras nilai antar BV (b) Menajamkan bats tepi antar obyek (c) Menjamkan kenampakan kelurusan (d) Contoh : -1 0 -1 -1 -1 -1 0 9 0 -1 12 -1 -1 0 -1 -1 -1 -1 b. Lowpass filter (a) Menurunkan kontras nilai antar BV (b) Menajamkan kenampakan kelurusan (c) Contoh : 1 1 1 2 2 2 1 1 1 2 4 2 1 1 1 2 2 2 ¾ Directional – Non – directional a. Directional filter (a) Menajamkan kenampakan ke satu arah tertentu (b) Contoh : 0 0 0 0 -2 0 -2 0 0 0 0 -2 -2 4 -2 0 4 0 0 4 0 0 4 0 0 0 0 0 -2 0 0 0 -2 -2 0 0 N-S E-W NE - SW NW -SE b. Non-Directional filter (a) Menajamkan kenampakan ke semua arah (b) Contoh : 0 1 0 1 1 1 0 -4 0 1 -8 1 0 1 0 1 1 1 C. Contoh-contoh Filter 1. Median filter 1 2 3 4 5 14 4 5 6 6 16 4 -7 8 9 16 5 6 Filter Input 6 Output 2. Conditional Average filter a. Tentukan nilai maksimum b. Tentukan nilai ambang c. Kurangkan nilai maksimum dengan BV d. Bila point c < b, maka nilai tersebut yang difilter 4 5 14 6 16 4 16 5 6 15 3. Gradien filter - Digunakan dalam pembuatan DEM 1 2 3 4 5 14 4 5 6 6 16 4 7 8 9 16 5 6 DFDX - DFDY Formula untuk membuat peta lereng : Slope = Cit /30 Cit /30 Cit /30 Klaser = if (slope<2,1,if(…) 4. Filter untuk membuat peta lereng - Memfilter citra asli dengan “lowpass filter” - Melakukan pengurangan dengan format sbb : BVbaru = ( k ∗ BVasli ) – BVfilter Cit /30 * 45