kerangka pemikiran

advertisement
82
KERANGKA PEMIKIRAN
Investasi terhadap anak yang dilakukan oleh keluarga berasal dari
sumberdaya yang dimilikinya, dimana sumberdaya tersebut meliputi sumberdaya
manusia dan material (Bryant 1990; Deacon tanpa tahun). Hasil dari investasi
tersebut mewujud dalam kualitas anak itu sendiri. Namun kualitas anak tidak
semata-mata karena faktor sosial ekonomi saja akan tetapi investasi waktu untuk
anak, lingkungan keluarga, struktur keluarga, sikap gizi, karakteristik siswa,
lingkungan sekolah menentukan kualitas anak. Kualitas anak tersebut mencakup
dari segi fisik (status gizi), non fisik (kecerdasan emosional dan kecerdasan
intelektual. Kemudian kualitas anak dan lingkungan sekolah menentukan prestasi
akademik anak.
Struktur keluarga merupakan hubungan terpola antara posisi tertentu
(ayah, ibu, dan anak) dalam satu unit keluarga. Pola struktur keluarga adalah
keluarga tunggal (single headed family), keluarga batih (dua generasi, suami-isteri
dengan anak), dan keluarga luas (tiga generasi, suami-isteri dengan anak, orang
tua, menantu, cucu) (Giddens 1993; Sumarti 1999).
Pola keluarga tunggal dapat terjadi karena meninggal dunia atau
perceraian. Disebutkan bahwa perubahan struktur keluarga batih menjadi tunggal
tersebut berdampak pada kondisi sosial ekonomi keluarga. Fagan dan Rector
(2000) menyebutkan bahwa perceraian berpengaruh pada segi ekonomi.
Perceraian mengurangi pendapatan keluarga dan secara serius mengurangi
kesejahteraan keluarga. Penurunan pendapatan ini bisa jadi sekitar 50% sehingga
akan berpengaruh terhadap masalah ekonomi keluarga. Pada hakekatnya struktur
keluarga berpengaruh terhadap investasi anak. Keluarga besar cenderung
melakukan sedikit investasi untuk kualitas anak dibandingkan dengan keluarga
kecil dalam hal investasi uang maupun waktu (Hartoyo 1998). Selain itu, Kuan
(2000) mengungkap bahwa family structure berpengaruh
terhadap
prestasi
sekolah.
Keluarga utuh memberikan pengaruh positif dalam prestasi sekolah
dimana mempunyai sumberdaya ekonomi yang lebih baik, keterlibatan orang tua,
PENGETAHUAN
GIZI
SIKAP GIZI
KONSUMSI
PANGAN
(X14)
DEMOGRAFI:
Struktur Keluarga (X1)
Umur Ayah-Ibu (X2a, X2i)
Jumlah anggota keluarga (X3)
STATUS EKONOMI SOSIAL:
Lama Pendidikan (X4a, X4i)
Status Kerja (X5a, X5i)
Pendapatan keluarga (X6)
Kategori Sejahtera (X7)
KARAKTERISTIK ANAK:
Jenis Kelamin (X8)
Morbiditas (X9)
Status sekolah (10)
Nilai Anak (X11)
Harapan siswa thd guru (X15)
INVESTASI ANAK (Y1)
Pengeluaran Pendidikan (Y1a)
Waktu Mendampingi anak
(Y1ba, Ybi)
LINGKUNGAN KELUARGA (Y2):
KUALITAS REMAJA (Y3):
KECERDASAN
EMOSIONAL (Y3a)
KECERDASAN
INTELEKTUAL (IQ)
(Y3b)
STATUS GIZI ANAK
(Y3c)
Dorongan berprestasi (Y2a)
Aspirasi pendidikan dan
pekerjaan (Y2b)
Fasilitas belajar (Y2c)
Pemanfaatan waktu (Y2d)
Ikatan keluarga (Y2e)
PRESTASI
AKADEMIK
(Y4)
LINGKUNGAN SEKOLAH (X12):
Guru (X12a)
Kondisi sekolah (X12b)
Iklim belajar (X12c)
Aktivitas Siswa (X12d)
ALOKASI WAKTU IBU (X13):
Pekerjaan luar rumah (X13a)
Pekerjaan rumah (X13b)
Waktu santai (13c)
83
Gambar 1 Bagan Kerangka Pemikiran
84
dan harapan pendidikan yang lebih tinggi. Begitu juga Adams & Ryant (2000)
menunjukkan bahwa keluarga utuh mempunyia status ekonomi yang lebih tinggi
daripada orang tua tunggal. Selanjutnya dikemukakan juga bahwa perceraian
dapat berpengaruh terhadap prestasi pendidikan anak. Berdasarkan pengalaman
pendidikan anak disebutkan bahwa perceraian orang tua mempunyai pengaruh
terhadap belajar dan prestasi anak.
Anak-anak yang orang tuanya bercerai
mempunyai nilai yang rendah. Bahkan anak-anak sekolah yang dropout lebih
banyak terjadi pada anak dimana orang tuanya bercerai dibandingkan anak dalam
keluarga batih. Anak yang berasal dari keluarga dengan orang tua utuh menunjang
perkembangan prestasi akademik dan emosi anak untuk menjadi lebih baik.
Status sosial ekonomi keluarga mencakup lama pendidikan orang tua,
status kerja, pendapatan keluarga, dan kategori sejahtera. Pendapatan keluarga
menentukan juga bagaimana orang tua mengalokasikan dana kepada anaknya.
Pendapatan keluarga tersebut kemudian dialokasikan untuk berbagai kebutuhan
keluarga, seperti untuk biaya makan dan non makan. Semakin tinggi kondisi
sosial ekonomi keluarga maka akan semakin banyak yang dapat dialokasikan
untuk
berbagai
kebutuhan
tersebut.
Duncan
&
Brooks-Gunn
(1997)
mengetengahkan bahwa bagaimanapun pendapatan akan memberikan nilai guna
bagi perkembangan anak. Hasil penelitian Human Resources Development
Canada (1999) mengungkapkan juga bahwa status sosial ekonomi keluarga
menciptakan perbedaan keberhasilan sekolah anak. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa semakin tinggi status sosial ekonomi keluarga maka ada kecenderungan
semakin tinggi pula usahanya, sikap positif terhadap pendidikan dan semangat
berprestasi akademik. Pendapatan memberikan dukungan terhadap pengeluaran
untuk pendidikan.
Selain investasi anak berupa pengeluaran pendapatan tersebut juga
diwujudkan dalam alokasi waktu orang tua untuk mendampingi anak belajar.
Pendidikan orang tua merupakan modal untuk dapat mendampingi anak belajar.
Lama pendidikan orang tua mencerminkan jenjang pendidikan yang dicapai
mereka. Dengan demikian ada kesadaran arti penting pendidikan bagi anak
sehingga perlu adanya perhatian melalui pendampingan belajar anak. Para orang
tua yang berprestasi tinggi mempunyai aspirasi pendidikan dan pekerjaan yang
85
tinggi bagi anak-anaknya dan menekankan pentingnya memperoleh pendidikan
yang baik untuk meraih tujuan tersebut.
Status sosial ekonomi orang tua (lama pendidikan orang tua) mempunyai
pengaruh terhadap kualitas siswa. Karakteristik tersebut adalah lama pendidikan
orang tua. Lama pendidikan ibu berpengaruh terhadap kecerdasan intelektual
siswa. Hal ini sama dengan penelitian Breslau et al (2001) dimana dalam model 2
– nya menemukan bahwa level pendidikan ibu berhubungan secara positif
terhadap IQ anak, sama halnya dengan variabel maternal IQ dan marital status.
McGowan dan Johnson (1984) menemukan juga bahwa lama pendidikan ibu
memberikan kontribusi untuk mengembangkan kecerdasan intelektual anak pada
usia 3 tahun. Dengan demikian lama pendidikan ibu memberikan pengaruh pada
kecerdasan intelektual anak.
Lama pendidikan orang tua (ibu) berpengaruh terhadap lingkungan
keluarga. Campbell dan Parcel (2002) mengemukakan, bahwa pendidikan orang
tua, tingkat pengetahuan dan investasi dalam pendidikan dan aspirasi pendidikan
yang tinggi berhubungan dengan semakin baiknya lingkungan keluarga anakanak. Semakin tinggi pendidikan orang tua maka menunjukkan adanya
kecenderungan mempunyai harapan tingkat pendidikan anak yang lebih tinggi,
memberi dukungan kepada anak untuk melakukan yang terbaik di sekolahan, dan
pengharapan yang tinggi terhadap prestasi akademik anak (Davis-Kean &
Schnabel, 2002 diacu dalam Davis-Kean dan Sexton, tanpa tahun). Lingkungan
keluarga tersebut merupakan lingkungan dimana orang tua memberikan perhatian
kepada anak berkaitan dengan dorongan untuk berpestasi, aspirasi pendidikan dan
pekerjaan, fasilitas belajar, pemanfaatan waktu, dan ikatan keluarga
Kualitas anak dipengaruhi juga oleh faktor lingkungan keluarga dan
lingkungan sekolah. Lingkungan keluarga dapat menjadi dukungan kuat terhadap
perkembangan remaja dengan mewujudkan hubungan sosial yang erat,
ketrampilan pengasuhan yang baik, komunikasi yang baik, perilaku orang tua
sebagai model yang positif (Aufseeser, 2006). Lingkungan keluarga menjadi
tempat yang menentukan untuk perkembangan positif anak dimana usia remaja
merupakan tahap transisi dari masa kanak-kanak ke masa remaja. Namun transisi
tersebut dipengaruhi oleh keadaan dari masing-masing keluarga. Keretakan
86
keluarga, ketidakberuntungan keluarga, dan penderitaan anggota keluarga
(penyakit mental, penyalahgunaan obat, atau cacat) dapat membuat transisi
menjadi sulit (Toumbourou & Gregg 2001).
Lingkungan sekolah mempunyai kontribusi dalam perkembangan emosi
anak. Somersole (2002) mengemukakan adanya beberapa penelitian yang
memfokuskan keterkaitan antara sekolah dengan masalah kesehatan mental siswa
khususnya iklim ruang kelas. Hubungan terjadi antara iklim ruang kelas dengan
masalah emosi dan perilaku siswa baik laki-laki maupun perempuan. Temuan
menunjukkan bahwa lingkungan ruang kelas yang nyaman menguntungkan pada
para siswa. Iklim ruang kelas yang buruk disebabkan oleh perilaku siswa yang
mengacau suasana kenyamanan kelas dan memberikan pengaruh negatif terhadap
kondisi selama pelajaran berlangsung. Lingkungan sekolah menunjang prestasi
akademik siswa (Sukadi 1994; Coulson 2003).
Lingkungan sekolah juga berperan positif terhadap prestasi akademik
siswa. Karena di lingkungan sekolah
guru mempunyai peran utama dimana
sebagian peran tersebut adalah informator, motivator, fasilitator, pembimbing dan
sebagainya (Syaiful 2000). Dalam lingkungan sekolah dilaksanakan berbagai
kegiatan atau aktivitas siswa. Selain itu di lingkungan sekolah mencakup kondisi
sekolah itu sendiri, serta iklim belajar. Peran kegiatan ekstrakulikuler
menunjukkan hal yang positif terhadap prestasi akademik anak. Semua siswa yang
mempunyai achievement tinggi aktif terlibat dalam kegiatan sekolah maupun
ekstrakulikuler, dan orang tua mereka perhatian serta mendukung keterlibatan
tersebut. Keterlibatan dalam kegiatan ekstrakurikuler menunjukkan hubungan
dengan prestasi akademik siswa (Fung dan Wong 1991; Galiher 2006; Eccles et
al 2003; dan Moriana et al 2006).
Kondisi sekolah mempengaruhi prestasi belajar siswa. Young et al (2003)
mengemukakan bahwa para siswa memiliki nilai prestasi (achievement) yang
lebih tinggi dengan fasilitas yang lebih baru, kondisi fasilitas yang baru juga
membuat nilai achievement lebih baik, juga student achievement yang lebih tinggi
berhubungan dengan laboratorium yang lebih baik, sekolah yang terawat,
pencahayaan ruang kelas yang memadai juga berpengaruh terhadap
nilai
87
pelajaran (scholasctic performance) dan kehadiran siswa di kelas serta prestasi
yang lebih tinggi
Prestasi akademik siswa dipengaruhi oleh kualitas remaja yang mencakup
kecerdasan intelektual, kecerdasan emosi, dan status gizi remaja. Kecerdasan
intelektual, status gizi,
dan kecerdasan emosi mampu menjadi faktor yang
berpengaruh terhadap prestasi akademik. Namun dikemukakan bahwa prestasi
akademik juga ditentukan oleh IQ maupun EQ (Marbun, 1998; Lanawati, 1999;
dan Widyanto, 2001).
Hipotesa
•
Indikator kualitas remaja ditentukan oleh Status Gizi,
Kecerdasan Emosional, Kecerdasan Intelektual.
•
Kualitas remaja dipengaruhi oleh lingkungan keluarga,
lingkungan sekolah, dan investasi anak.
•
Prestasi akademis remaja dipengaruhi kualitas remaja,
lingkungan keluarga, dan lingkungan sekolah.
Download