PENDAHULUAN Latar belakang Tubuh manusia tersusun atas berbagai jenis sel yang mempunyai fungsi penting, seperti menyerap zat-zat gizi, menyekresikan zat-zat yang tidak dibutuhkan, ataupun menyerap oksigen untuk pembakaran zat-zat makanan. Salah satu dari fungsi tersebut kemungkinan bisa tidak berjalan dengan baik sehingga berdampak terhadap timbulnya penyakit karena pola konsumsi pangan yang kurang seimbang. Konsumsi pangan berpengaruh terhadap status gizi. Status gizi seseorang merupakan gambaran atas makanan yang dikonsumsi dalam jangka waktu yang cukup lama. Kekurangan salah satu zat gizi, konsekuensinya dapat menimbulkan penyakit defisiensi ataupun apabila kekurangan tersebut hanya bersifat marginal maka dapat menimbulkan gangguan yang lebih ringan seperti menurunnya kemampuan fungsi tubuh. Kelebihan zat gizi dapat pula berpengaruh terhadap fungsi tubuh dan menimbulkan penyakit degeneratif. Masalah gizi muncul sebagai refleksi dari konsumsi energi, protein serta zat-zat gizi lain yang diperlukan oleh tubuh (Karyadi 1992). Penyakit kardiovaskuler dan degeneratif sudah menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia (Anie 2002). Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 melaporkan bahwa penyakit kardiovaskuler di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun 1985, 1992 hingga 1995 yaitu berturut-turut 9,9%, 16,6% dan 19,0% dan diduga sebagai penyebab kematian nomor satu pada tahun 1993. Menurut Mihardja et al. (1997), penyakit kardiovaskuler terjadi pada kelompok usia tua dan ada kecenderungan menyerang kelompok usia produktif. Hasil survei Indeks Massa Tubuh tahun 1995-1997 di 27 ibu kota propinsi di Indonesia menunjukkan bahwa prevalensi gizi lebih mencapai 6,8% pada laki-laki dewasa dan 13,5% pada perempuan dewasa. Anie (2002) juga menyebutkan bahwa kasus hipertensi terjadi pada usia lanjut (usila) yang gemuk 19,9% dan 29,8% pada usila dengan obesitas. Herman et al. (2000) menyatakan bahwa pada zaman modern sekarang ini semakin banyak penyakit ditemukan yang berhubungan dengan konsumsi daging yang berlemak dan berkolesterol tinggi. Permasalahan gizi lebih biasanya ditandai 2 dengan konsumsi daging dan protein hewani yang berlebihan. Konsumsi pangan hewani yang berlebihan tanpa diimbangi oleh pangan nabati dan olahraga (exercise) yang teratur dapat menjadi suatu ancaman kesehatan (Mahatma 1992). Saat ini masyarakat telah menyadari dan mengerti tentang pentingnya hubungan pangan (makanan) yang dikonsumsi dengan penyakit. Hal ini menimbulkan kebiasaan baru dalam diri masyarakat yaitu semakin banyak orang yang mengubah kebiasaan makannya, dari makanan utama yang terdiri dari daging menjadi makanan tanpa daging (sayuran, buah-buahan, kacang-kacangan, biji-bijian dan padi-padian). Orang yang mengonsumsi makanan tanpa daging biasa dikenal sebagai vegetarian. Beberapa kelompok vegetarian yang umumnya dikenal oleh masyarakat, seperti vegan, laktovegetarian, lakto-ovovegetarian, dan kelompok vegetarian lainnya. Perubahan yang dilakukan masyarakat bertujuan untuk mengurangi terjadinya berbagai penyakit degeneratif, seperti penyakit jantung dan penyumbatan pembuluh darah, diabetes, hipertensi, kanker usus dan lain-lain. Dalam rangka menghadapi semakin meluasnya masalah gizi lebih, Soekirman (1993) menganjurkan untuk menggalakkan lebih banyak mengonsumsi pangan nabati yang banyak mengandung serat. Sementara itu Mahatma (1992) menawarkan diet vegetarian sebagai alternatif menu untuk kampanye pola konsumsi makanan sehat bagi kelompok masyarakat berpenghasilan tinggi. Berdasarkan sejarah diketahui bahwa orang-orang vegetarian dapat hidup sehat bahkan mereka akan lebih besar berkemungkinan terhindar dari berbagai penyakit degeneratif (Simorangkir 1983). Hal ini dipertegas oleh Adiraja das (2000) bahwa pemberian diet yang hanya berasal dari protein nabati efektif menurunkan kadar kolesterol di dalam tubuh pada penderita penyakit jantung dengan kolesterol tinggi. Sayur-sayuran dan buah-buahan selain mengandung serat yang tinggi, juga mengandung zat antioksidan yang dapat melindungi tubuh dari pengaruh toksik radikal-radikal oksigen yang reaktif (radikal bebas). Orang yang mengonsumsi sayuran dan buah-buahan seperti halnya pada kelompok vegetarian, lebih tidak berisiko mengalami penyakit degeneratif (Halliwell & Gutteridge 1985). 3 Penelitian yang dilakukan terhadap 50.000 kaum vegetarian di Amerika, menemukan bahwa mereka umurnya lebih panjang, kemungkinan terkena penyakit jantung, kanker dan kegemukan lebih rendah dibandingkan dengan orang-orang Amerika yang makan daging (Acarya 1991). Keuntungan diet vegetarian adalah biaya pangan menjadi lebih murah, kandungan lemak dan kolesterol rendah, kalori rendah dan kandungan serat tinggi (Anonim 1992). Key dan Appleby (2001) menyatakan ada beberapa penelitian menemukan bahwa diet vegetarian dapat mengurangi konsentrasi serum kolesterol. Sebaliknya, ada pula bukti lain yang menyebutkan bahwa tidak semua kaum vegetarian di Amerika Serikat memiliki status gizi yang baik (Indiarti 1995). Sehubungan dengan status gizi, selain dinilai dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) dapat juga dinilai dengan rasio pinggang-pinggul (RPP) atau waist to hip ratio. Rasio Pinggang Pinggul (RPP) merupakan ukuran perhitungan status gizi khususnya di dalam menentukan tipe obesitas sentral. Suatu penelitian di Bangalore, India yang meneliti tentang faktor risiko kanker (CHD, spesifik Infark Myocard Acute) kelompok vegetarian, yang menemukan bahwa vegetarian mempunyai kadar glukosa dan RPP yang lebih rendah dari pada nonvegetarian (Pais et al. 1996). Keterbatasan jenis makanan menyebabkan kelompok vegetarian khususnya vegan, rentan untuk mengalami defisiensi nutrisi. Vegan vegetarian dapat mengalami kekurangan protein, karena sumber bahan makanan mereka hanya berasal dari pangn nabati. Selain risiko kekurangan protein, kemungkinan penganut vegetarian mengalami kekurangan zat besi. Kekurangan zat besi dalam makanan merupakan salah satu penyebab terpenting anemia gizi. Zat besi vegetarian sebagian besar berasal dari besi nonhem yang terdapat dalam bahan makanan nabati yang kandungan zat besinya rendah dan tingkat penyerapannya lebih rendah dibandingkan dengan bahan pangan hewani. Di samping itu, penyerapan besi nonhem dipengaruhi oleh suatu pemicu (precursor) dan penghambat (inhibitor). Bahan penghambat tersebut misalnya: tanin, asam polifenolik, kalsium, fosfat, dan oksalat. Makanan vegetarian lebih banyak mengandung zat penghambat dibandingkan zat pemicu, hal tersebut berpengaruh terhadap terjadinya anemia pada vegetarian (Husaini et al. 1989). Penelitian di 4 Amerika Utara menyebutkan bahwa anemia lebih sering ditemukan pada kelompok wanita vegetarian daripada wanita nonvegetarian (WHO 1990). Pola konsumsi makanan vegetarian sampai sekarang masih diminati oleh masyarakat, akan tetapi masih kurang mendapat perhatian. Minat masyarakat tersebut terlihat dengan adanya tempat-tempat perkumpulan bagi penganut vegetarian. Di Indonesia, perkembangan jumlah penganut vegetarian dapat diukur dari meningkatnya usaha makanan vegetarian di beberapa daerah seperti di Bali, Surabaya, Jakarta, dan Medan. Provinsi Bali terdiri dari beberapa pulau, dengan luas wilayah secara keseluruhan mencapai 5.636,66 km2 atau 0,29% dari luas kepulauan Indonesia. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2000, jumlah penduduk Provinsi Bali mencapai 3.146.999 jiwa atau dengan kepadatan penduduk 555 jiwa/km2. Hasil Susenas 2005 menunjukkan jumlah penduduk Bali mengalami peningkatan yaitu mencapai 3.431.368 jiwa (Anonim 2007). Penduduk Bali sebagian besar menganut agama Hindu. Adat dan budaya di Bali sangat terkait dengan upacara-upacara keagamaan. Vegetarian adalah salah satu yang terangkum di dalam ajaran agama Hindu sebagai alat pengendalian diri. Penganut vegetarian tersebar di beberapa daerah Bali dan mereka berkumpul pada hari-hari tertentu di pesraman untuk melaksanakan persembahyangan bersama. Selain sebagai tempat berkumpul, penganut vegetarian menggunakan pesraman juga sebagai tempat menimba ilmu mengenai Weda dan keagamaan. Hasil observasi menunjukkan ada beberapa ashram atau pesraman vegetarian di Bali, yaitu di Kabupaten Karangasem, Klungkung, Badung, dan Denpasar. Beberapa pesraman vegetarian yang berada di Bali, seperti Pesraman Sri Sri Radha Rasesvara yang berada di Kabupaten Badung, Ashram Sai Study Group (SSG) yang terletak di Kota Denpasar, kemudian Ashram Gandhi terletak di Kabupaten Karangasem, dan masih ada beberapa tempat perkumpulan vegetarian lainnya. Lokasi dua tempat perkumpulan pertama di atas yaitu Pesraman Sri Sri Radha Rasesvara dan Ashram Sai Study Group (SSG) tidak terlalu jauh dengan pusat kota (Denpasar) dan antar kedua pesraman tersebut juga berdekatan serta jumlah anggota vegetariannya cukup banyak (mencapai ratusan orang). 5 Pantangan secara mutlak terhadap ikan dan daging tidak menutup kemungkinan dapat membawa dampak negatif pada kesehatan seseorang. Mengingat pola konsumsi makanan vegetarian, masalah gizi dan keuntungan yang ditimbulkan serta adanya tempat perkumpulan vegetarian, maka peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana tingkat konsumsi gizi, status gizi dan kesehatan masyarakat vegetarian dan nonvegetarian di Bali. Rumusan Masalah Konsumsi makanan vegetarian memiliki keunikan, karena dapat memberikan keuntungan dan pengaruh negatif terhadap status gizi dan kesehatan seseorang. Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana perbandingan tingkat konsumsi zat gizi, status gizi dan status kesehatan antara masyarakat vegetarian dengan nonvegetarian di Bali? 2. Bagaimana hubungan antara kadar profil lipid darah dengan berat badan dan indeks masssa tubuh (IMT) serta antara tekanan darah dengan IMT pada masyarakat vegetarian dan nonvegetarian di Bali? Tujuan Penelitian Tujuan umum Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan tingkat konsumsi gizi, status gizi dan kesehatan antara masyarakat vegetarian dengan nonvegetarian di Bali. Tujuan khusus 1. Mempelajari karakteristik (umur, agama, pendidikan terakhir, dan kebiasaan makan) masyarakat vegetarian dan nonvegetarian di Bali. 2. Membandingkan tingkat konsumsi zat gizi (energi, protein, lemak, vitamin C dan zat besi) antara masyarakat vegetarian dengan nonvegetarian di Bali. 6 3. Menilai dan membandingkan status gizi berdasarkan indeks massa tubuh (IMT) dan rasio lingkar pinggang-pinggul (RPP) antara masyarakat vegetarian dengan nonvegetarian di Bali. 4. Menilai dan membandingkan status gizi berdasarkan kadar haemoglobin (Hb) dan kadar profil lipid darah antara masyarakat vegetarian dengan nonvegetarian di Bali. 5. Membandingkan tekanan darah antara masyarakat vegetarian dengan nonvegetarian di Bali. 6. Menganalisis hubungan antara kadar profil lipid darah dengan berat badan; dan profil lipid darah dengan IMT pada masyarakat vegetarian dan nonvegetarian. 7. Menganalisis hubungan antara IMT dengan tekanan darah pada masyarakat vegetarian dan nonvegetarian. Hipotesis Penelitian 1. Terdapat perbedaan tingkat konsumsi energi dan zat gizi (protein, lemak, vitamin C dan Fe) antara masyarakat vegetarian dan nonvegetarian. 2. Terdapat perbedaan status gizi berdasarkan IMT dan RPP antara masyarakat vegetarian dan nonvegetarian. 3. Terdapat perbedaan kadar hemoglobin (Hb) darah antara masyarakat vegetarian dan nonvegetarian. 4. Terdapat perbedaan kadar profil lipid darah (serum kolesterol total, serum kolesterol-LDL, kolesterol-HDL, trigliserida, dan rasio kolesterol total/ kolesterol-HDL) antara masyarakat vegetarian dan nonvegetarian. 5. Terdapat perbedaan tekanan darah antara masyarakat vegetarian dan nonvegetarian. 6. Terdapat hubungan antara kadar profil lipid darah dengan berat badan dan IMT pada masyarakat vegetarian dan nonvegetarian. 7. Terdapat hubungan antara IMT dengan tekanan darah pada masyarakat vegetarian dan nonvegetarian. 7 Manfaat Penelitian Bagi masyarakat vegetarian, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi tentang gambaran tingkat konsumsi gizi, status gizi dan kadar kolesterol darah serta tekanan darah untuk meningkatkan derajat kesehatan. Bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar untuk penelitian lebih lanjut tentang vegetarian.