Penerapan Kebijakan Pembatasan TKI Informal

advertisement
10
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Tinjauan Teori
2.1.1
Definisi Tenaga Kerja Indonesia
Tenaga kerja (manpower) adalah seluruh penduduk dalam usia kerja
(berusia 15 tahun atau lebih) yang potensial dapat memproduksi barang dan jasa.
Sebelum tahun 2000, Indonesia menggunakan patokan seluruh penduduk berusia
10 tahun ke atas (lihat hasil Sensus Penduduk 1971, 1980 dan 1990). Namun sejak
Sensus Penduduk 2000 dan sesuai dengan ketentuan internasional, tenaga kerja
adalah penduduk yang berusia 15 tahun atau lebih (BPS, 2011). Berdasarkan
deifinisi tersebut, maka tenaga kerja dapat di persempit maknanya menjadi tenaga
kerja di suatu wilayah tertentu atau suatu negara. Maka Tenaga Kerja Indonesia
adalah seluruh penduduk yang berada dalam usia kerja serta berpotensi dalam
memproduksi barang dan jasa, baik yang sedang bekerja di dalam negeri maupun
penduduk yang bekerja di luar negeri serta bekerja di sektor formal maupun
informal.
Peraturan
Menteri
Tenaga
Kerja
dan
Transmigrasi
Nomor
PER.23/MEN/XII/2008 tentang Asuransi Tenaga Kerja Indonesia pada Pasal 1
dapat mendefinisikan pengertian dari TKI. Pada ayat ke-1 yang berbunyi calon
Tenaga Kerja Indonesia, yang selanjutnya disebut calon TKI adalah setiap warga
negara Indonesia yang memenuhi syarat sebagai pencari kerja yang akan bekerja
di luar negeri dan terdaftar di instansi pemerintah kabupaten/kota yang
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan. Kemudian pada ayat ke-2 tenaga
kerja Indonesia, yang selanjutnya disebut TKI adalah setiap warga negara
11
Indonesia yang memenuhi syarat untuk bekerja di luar negeri dalam hubungan
kerja untuk jangka waktu tertentu dengan menerima upah. Berdasarkan peraturan
menteri tenaga kerja dan transmigrasi tersebut, sangat jelas terlihat bahwa TKI
merupakan perkerjaan yang baik dan dapat mengurangi jumlah pengangguran di
Indonesia. Namun, istilah TKI seringkali dikonotasikan sebagai pekerja kasar.
Sedangkan nama lain dari TKI perempuan yang bekerja pada sektor informal di
luar negeri sering kali disebut Tenaga Kerja Wanita (TKW).
Sebagian besar tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri bergerak
di sektor informal, hal ini mengingat bahwa tingginya jumlah populasi penduduk
di Indonesia namun tidak diimbangi oleh pemerataan pendidikan khususnya bagi
masyarakat pedesaan. Padahal masyarakat pedesaan inilah yang banyak menjadi
tenaga kerja migrant ke luar negeri atau lebih dikenal dengan TKI. Terbatasnya
ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh para TKI informal tersebut memicu
terjadinya berbagai aksi kekerasan yang terjadi di luar negeri. Selain itu keadaan
TKI diperburuk dengan minimnya kebijakan perlindungan hukum yang lebih baik
di negara tujuan.
Klasifikasi tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri dapat
dibedakan menjadi tiga golongan yaitu tenaga kerja formal, tenaga kerja informal
dan tenaga kerja profesional. Pengklasifikasian TKI tersebut sangat diperlukan
pada saat pengiriman tenaga kerja ke luar negeri yang biasa dilakukan oleh Badan
Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI).
Berdasarkan klasifikasi TKI tersebut, tenaga kerja kerja formal dan tenaga kerja
profesionalah yang memiliki jaminan HAM serta kepastian upah yang jauh lebih
baik bila dibandingakan dengan tenaga kerja informal. Namun terlepas dari
12
pengklasifikasian tenaga kerja tersebut, seluruh tenaga kerja Indonesia yang
bekerja di luar negeri sangatlah berjasa besar bagi peningkatan jumlah devisa
negara kita dari tahun ke tahun.
2.1.2
Kurva Permintaan dan Penawaran Tenaga Kerja (Supply-Demand
Labour Model)
Permintaan tenaga kerja memiliki kemiringan yang negatif dari kiri atas ke
kanan bawah. Kurva permintaan tenaga kerja merupakan permintaan turunan
(derived demand) dari kurva permintaan di pasar produk (Priyarsono, 2007).
Bentuk kurva permintaan tersebut bergantung pada MRP (Marginal Revenue
Product) dari output terhadap input tenaga kerja dalam proses produksi. Marginal
Revenue Product adalah tambahan penerimaan yang diperoleh perusahaan ketika
perusahaan meningkatkan outputnya sebesar satu unit. Tambahan output yang
diproduksi oleh perusahaan menyebabkan tambahan penerimaan maka perusahaan
akan memutuskan menambah jumlah outputnya. Untuk tingkat modal dan harga
output tertentu, marginal produk tenaga kerja (MPL) akan turun ketika jumlah
pekerja meningkat yang digunakan oleh perusahaan semakin meningkat.
Fenomena ini dalam teori mikro ekonomi dikenal dengan The Law Diminishing
Marginal Productivity. Sebagai akibatnya kurva permintaan tenaga kerja
berbentuk miring ke kanan bawah seperti pada (Gambar 2.1) Marginal produk
tenaga kerja (MPL) adalah tambahan output yang diperoleh oleh perusahaan
ketika perusahaan menambah satu unit tenaga kerja. Posisi dari kurva permintaan
tenaga kerja dapat berubah (ke kiri atas ataupun ke kanan bawah). Arah
pergeseran tersebut bergantung pada tingkat kapital yang digunakan dan harga
13
output (P) yang terjadi di pasar. Kaitan antara harga output dengan pergeseran
kurva permintaan tenaga kerja adalah apabila harga output di pasar meningkat
maka kurva permintaan tenaga kerja akan bergeser ke kanan. Sebaliknya, jika
harga output di pasar turun maka kurva permintaan tenaga kerja bergeser ke kiri.
W (upah)
VMPP L = D L = MPPL X L
D (L) = MPL
L
Sumber : Mc Cann, (2001:176)
Gambar 2. 1 Kurva Permintaan Tenaga Kerja
Pada (Gambar 2.1) fungsi permintaan tenaga kerja dilambangkan dengan
(DL) dimana memiliki nilai yang sama dengan Value Marginal Physical Product
Labour (VMPPL) yang merupakan nilai marginal tenaga kerja. VMPPL diperoleh
dari hasi perkalian antara MPPL (Marginal Physical Product) dengan L (labour).
Penawaran tenaga kerja memiliki kemiringan yang positif, dimana kurva
penawaran tenaga kerja sekaligus menggambarkan tingkat upah riil. Hal ini
didasarkan pada dual decision hypothesis (Clower, 1965). Berdasarkan hipotesis
tersebut para tenaga kerja akan menggunakan kriteria tingkat upah riil dalam
menentukan jumlah jam kerja yang ditawarkan, tingkat upah yang mereka
inginkan dan jumlah barang dan jasa yang akan dikonsumsi. Untuk memahami
dual decision hypothesis dapat dijelaskan menggunakan bantuan (Gambar 2.2)
14
Berdasarkan (Gambar 2.2) diasumsikan bahwa individu mengkonsumsi dua jenis
barang berdasarkan kegunaannya, yakni waktu luang dan barang/jasa dalam satu
minggu yang digunakan untuk waktu luang (bersantai, berekreasi, atau kegiatan
lainnya yang bertujuan untuk bersenang-senang), sedangkan sumbu horizontal
menggambarkan jumlah barang/jasa yang ingin dikonsumsi oleh pekerja I. Jumlah
minimum jam yang digunakan untuk waktu luang adalah sebesar minimum untuk
waktu luang yang dapat dikonsumsi H, sedangkan jumlah jam kerja yang dimiliki
oleh rumah tangga terletak di titik F. Dengan demikian, jumlah total jam yang
digunakan oleh pekerja untuk bekerja per minggu adalah sebesar F – H.
Berdasarkan kerangka kerja diatas dapat digunakan teori garis anggaran dan kurva
indiveren untuk memahami hubungan penawaran tenaga kerja dengan harga
tenaga kerja.
F
C
U1
U2
WAKTU KERJA
U3
L
1
L
S(L)
L
H
C
L1
L2
L3
Jumlah barang yang dikonsumsi oleh individual ( I
)
Sumber : McCann, (2001: 177)
Gambar 2. 2 Kurva Penawaran Tenaga Kerja
15
Dengan penggabungan kedua prinsip permintaan dan penawaran tenaga
kerja, sehingga dapat dibangun model dasar pasar tenaga kerja seperti pada
(Gambar 2.3) Pada gambar tersebut terlihat bahwa di pasar tenaga kerja upah riil
terdapat pada sumbu vertikal sedangkan jumlah pekerja digambarkan pada sumbu
horizontal. Kurva permintaan
yang memiliki kemiringan
yang negatif
dilambangkan dengan D sedangkan kurva penawaran yang memiliki kemiringan
negatif dilambangkan dengan S (L). Pada (Gambar 2.2) keseimbangan tercapai
pada saat tingkat upah riil sebesar w* pada posisi tersebut jumlah tenaga kerja
yang diminta sama dengan jumlah tenaga kerja yang ditawarkan (L*). Dalam
kerangka neoklasik tingkat pekerja sebesar
(L*) menunjukkan kondisi full
employment pada tingkat upah yang berlaku di pasar. Pada kondisi tersebut tidak
ada pengangguran yang terpaksa (involuntary unemployment) karena angkatan
keja yang tidak bekerja merupakan perbedaan antara populasi total T dengan
tingkat pekerja (L*) merupakan orang-orang yang menganggur secara sukarela.
W
S (L)
W*
D (L)
L
L*
Sumber : Mc Cann, (2001:179)
Gambar 2. 3 Model Keseimbangan Pasar Tenaga Kerja
16
2.1.3
Model Wage Narrowing and Efficiency Gains
Model Wage Narrowing and Efficiency Gains merupakan suatu model
dalam ekonomi ketenagakerjaan yang menggambarkan kombinasi pasar tenaga
kerja antar dua negara yang berbeda, namun adanya perbedaan tingkat upah antara
kedua negara tersebut menyebabkan terjadinya migrasi dari negara dengan tingkat
upah yang rendah ke negara yang memiliki tingkat upah yang lebih tinggi.
Sebagai contoh masalahnya adalah kasus migrasi tenaga kerja Indonesia
ke luar negeri sebagai TKI. Tenaga kerja Indonesia melakukan migrasi sebagai
tenaga kerja di luar negeri dikarenakan tingkat upah di Indonesia lebih rendah jika
dibandingkan dengan negara lainnya yang menjadi negara tujuan TKI. Bila kita
ambil tingkat upah tenaga kerja informal di Indonesia pada tahun 2009 yaitu
berkisar antara Rp 300.000 sampai dengan Rp.700.000 dan apabila dibandingkan
dengan upah tenaga kerja informal di negara tujuan TKI seperti Arab Saudi
dimana tenaga kerja informal di negara tersebut mendapatkan tingkat upah lebih
kurang Rp. 1.342.200 pada tahun 2003 padahal pemerintah Arab saudi telah
meningkatkan upah para buruh migran sejak tahun 2007 sebanyak 33 persen dari
upah sebelumnya. Hal ini tentu saja sangatlah signifikan perbedaannya jika
dibandingkan dengan tenaga kerja dari Indonesia. Tingginya tingkat upah di luar
negeri inilah yang menjadi salah satu penyebab terjadinya migrasi tenaga kerja
dari dalam negeri ke luar negeri.
17
Wage
Wage
b
W
c
W
m
i
We
j
g
Wm
m
e
f
Quantity of
labour
Negara A
(Malaysia)
k
l
Quantity of
Labour
Negara B
(Indonesia)
Sumber : Borjas, 1996
Gambar 2. 4 Wage Narrowing and Efficiency Gains
Dengan adanya perbedaan tingkat upah di negara A dan di negara B yaitu
sesuai dengan (Gambar 2.4) , negara A merupakan negara dengan pendapatan
tinggi seperti Malaysia sedangkan negara B merupakan negara dengan pendapatan
yang rendah seperti Indonesia. Berdasarkan grafik tersebut dapat dijelaskan
bahwa migrasi tenaga kerja terjadi karena rendahnya upah. Tenaga kerja yang
berada pada Indonesia dimana negara tersebut memiliki tingkat upah yang rendah
akan melakukan migrasi ke negara di Malaysia dimana tingkat upah di negara
tersebut lebih tinggi dibandingkan di Indonesia. Dengan adanya perpindahan
tenaga kerja dari negara yang berupah rendah ke negara yang berupah tinggi akan
menyebabkan meningkatnya output domestik negara yang berupah rendah.
Namun dengan adanya perpindahan tenaga kerja tersebut akan menurunkan upah
rata-rata di negara yang memiliki tingkat upah tinggi dan hal ini akan
menimbulkan efek yang berkebalikan di negara yang berupah rendah.
18
Berdasarkan (Gambar 2.3), huruf ebcf merupakan keuntungan output
pada negara yang berupah tinggi (Malaysia) akan melebihi kekurangan pada huruf
kijl pada negara yang berupah rendah (Indonesia). Sehingga nilai kombinasi
output dari dua negara tersebut akan meningkat.
2.1.4
Definisi Remittance
Remittance adalah jasa pengiriman uang atau penerimaan oleh pekerja di
luar negeri dengan negara asalnya5. Beberapa negara berkembang
termasuk
Indonesia mendapatkan ekses positif terhadap perekonomiannya dari aktivitas
remittance ini. Negara-negara di Afrika dan Asia mendapatkan proporsi yang
cukup besar dalam GNP nya dari aktivitas remittance. Remittance dapat disebut
sebagai pendapatan non operasional bagi bank. Remittance merupakan tranfer
atau kiriman uang dari luar negeri6. Remittance dapat dibedakan menjadi dua
yaitu transfer atau kiriman uang dari luar negeri (inward remittance) dan tranfer
atau kiriman uang dari dalam negeri keluar negeri (outward remittance).
Berdasarkan data yang diperoleh dari World Bank, remittance menjadi
aliran masuk keuangan di posisi kedua setelah dana bantuan dari luar negeri. Bank
Dunia memperkirakan pada tahun 2006 tercapai angka US$250 miliar remittance
ke negara-negara berkembang. Remittance adalah dana yang dibawa masuk oleh
pekerja migrant ke negaranya asalnya. Remittance merupakan salah satu sumber
daya ekonomi yang paling besar bagi negara, terutama negara berkembang atau
negara dunia ketiga. Menurut World Bank, remittance merupakan penghasilan
5
www.id.shvoong.com/business-management/1919934-remittance [13 Maret 2011]
www.bnp2TKI.go.id/content/view/3854/231, Remittance TKI Sumber Pendapatan Non operasional
Perbankan [21 Januari 2011]
6
19
terbesar kedua negara-negara berkembang. Oleh karena itu, tingkat kemiskinan di
sebuah negara dapat menurun dengan adanya remittance.
Banyaknya fakta-fakta yang menyatakan bahwa dengan menghabiskan
aliran dana remittance mengeluarkan kemiskinan dan kurangnya kesempatan
investor dari pendatang migrant. Pada umumnya remittance dikonsumsi setiap
harinnya oleh rumah tangga untuk memenuhi kebutuhannya ataupun untuk
konsumsi lainnya. Johnshon dan Whitelaw (1970) mengatakan bahwa 96 persen
remittance dihabiskan untuk membantu keluarga dan teman-teman terdekat, 12
persen untuk keperluan sekolah, dan hanya 3,6 persen untuk investasi pertanian
(Connell, 1976). Berdasarkan studi tersebut dinyatakan bahwa sebagian besar
remittance hanya digunakan untuk keperluan konsumsi sedangkan untuk
keperluan investasi tidak mencapai 10 persen dari keseluruhan alokasi dana.
Menurut ekonom Bank Dunia (2009), Dominique van der Mensbrugghe
berdasarkan survey menunjukkan bahwa remittance menurunkan jumlah
kemiskinan rumah tangga di dunia7. Selain itu menurut Word Bank pada akhir
tahun 2006, diketahui jumlah remittance mencapai hampir US$250 miliar
sehingga terjadi peningkatan sekitar 40 persen dari tahun sebelumnya sekitar
US$167 miliar. Diperkirakan bahwa jumlah remittance akan terus meningkat
setiap tahunnya. Hal ini menunjukkan bahwa remittance akan membawa pengaruh
luas baik bagi penerima dana tersebut maupun keluarga pekerja migran.
7
http://www.hemisferio.org/al-eeuu/boletines/01/al03_interest, [01 Maret 2009]
20
2.1.5
Definisi kompensasi (Compensation)
Menurut seorang ahli ekonomi Andrew F. Sikula (1990) mengatakan
pengertian dari kompensasi adalah A compensation is anything that constitutes or
is regarded as an equivalent or recompense (Hasibuan, 2000). Dengan kata lain
kompensasi adalah segala sesuatu yang dikonstitusikan atau dianggap sebagai
suatu balas jasa atau sejenisnya kepada suatu lembaga atau suatu negara. Menurut
ahli lainnya yaitu menurut Edwin B. Flippo kompensasi adalah Wages is defined
as the adequate and equitable enumeration of personnel for their constribution to
organizational objectives (Hasibuan, 2000). Dengan kata lain upah atau imbalan
yang didefinisikan sebagai balas jasa yang adil dan layak diberikan kepada para
pekerja atas jasanya dalam mencapai tujuan organisasi.
Kompensasi dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu (1) imbalan
ekstrinsik dan (2) imbalan intrinsik. Imbalan ekstrinsik dapat dibedakan menjadi
dua. Imbalan ekstrinsik adalah imbalan yang diberikan kepada sebuah organisasi,
lembaga, pekerja yaitu baik berupa sejumlah uang maupun imbalan ekstrinsik
berupa benefit atau tunjangan pelengkap. Imbalan ekstrinsik yang berupa
sejumlah uang meliputi gaji, upah, honor, bonus, insentif, komisi dll. Sedangkan
untuk imbalan ekstrinsik berupa benefit meliputi uang cuti, uang makan, uang
transportasi, uang pensiun, rekreasi, beasiswa, jaminan sosial tenaga kerja
(JAMSOSTEK). Imbalan intrinsik adalah imbalan yang dapat diterima oleh
pekerja namun tidak berbentuk fisik dan hanya dapat dirasakan berupa
kelangsungan pekerjaan, jenjang karir yang jelas, kondisi lingkungan kerja yang
baik bagi pekerja, serta pekerjaan yang menarik bagi pekerja.
21
2.1.6
Financial Social Accounting Matrix (FSAM)
Social Accounting Matrix (SAM) dalam terminologi Indonesia disebut
sebagai Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE). SNSE merupakan salah satu
perangkat data ekonomi makro yang dapat mengukur masalah pemerataan
pendapatan, sebagai salah satu indikator kesejahteraan masyarakat (BPS, 2008).
SNSE tidak saja mampu menggambarkan kondisi ekonomi dan sosial masyarakat
tetapi juga mampu menggambarkan keterkaitan antar variabel-variabel ekonomi
dan sosial tersebut (BPS, 2005). Social Accounting Matrix ini pertama kali
diperkenalkan oleh Richard Stone dari Cambridge University of England.
Pemikirannya tersebut bermula dari dua distribusi pendapatan lain yaitu distribusi
pendapatan rumah tangga dan pendapatan faktorial yang tidak dapat dijelaskan
dengan baik menggunakan metode I-O. Untuk melengkapai kekurangan model
I-O tersebut akhirnya dikembangkan sebuah model keseimbangan umum lainnya
yaitu Social Accounting Matrix (SAM).
SNSE adalah suatu sistem data yang memuat data-data sosial dan ekonomi
dalam suatu perekonomian (Thorbecke, 1988). Sedangkan menurut Pyatt dan
Round (1988) SAM merupakan suatu kerangka data yang bersifat keseimbangan
umum (general equilibrium) yang dapat menggambarkan perekonomian secara
menyeluruh dan dapat menghubungkan berbagai aspek sosial dan ekonomi dalam
negara yang bersangkutan. Dalam pembuatan SAM, sumber-sumber datanya
berasal dari tabel I-O, statistik pendapatan nasional, serta ststistik pendapatan dan
pengeluaran rumah tangga. Oleh sebab itulah SAM terlihat lebih lengkap jika
dibandingkan dengan tabel input-output dan statistik pendapatan nasional dengan
menunjukkan berbagai transaksi dalam suatu perekonomian. Jika dibandingkan
22
dengan tabel input-output yang hanya merekam transaksi ekonomi tanpa
menunjukkan latar belakang sosial dari pelaku transaksi tersebut (Daryanto,
2010). Sementara SAM berupaya melakukan klasifikasi berbagai institusi
berdasarkan latar belakang sosial ekonomi pada suatu perekonomian atau aktivitas
fungsional (Chowdhury, 1990).
Model SAM merupakan perluasan model dari model I-O (Sadoulet dan
Janvry, 1995). Dengan demikian ruang lingkup dari pemotretannya jauh lebih luas
dan terperinci dibandingkan dengan model I-O. Yang dijelaskan dalam model I-O
hanyalah arus transaksi ekonomi dari sektor produksi ke sektor-sektor faktor
produksi, rumah tangga, pemerintah, perusahaan, dan luar negeri. Sedangkan
model SAM mendisagregasi data-data tersebut secara lebih terperinci. Model
SAM ini juga dapat dimasukkan ke dalam beberapa variabel makroekonomi
seperti pajak, subsidi, modal, dan sebagainya sehingga model SAM ini dapat
menggambarkan seluruh transaksi makroekonomi, sektoral, dan institusi secara
utuh dalam sebuah neraca. Keunggulan lainnya dari model SAM ini adalah model
SAM mampu menggambarkan arus distribusi pendapatan dalam perekonomian.
Salah satu tujuan menyusun data SAM adalah untuk memperluas
gambaran sistem pendapatan nasional atau System of National Account (SNA,
melalui cara penggabungan SNA dengan data distribusi pendapatan (Daryanto,
2010). Kerangka SNSE dapat dipahami sebagai suatu sistem data analisis dengan
cara mempelajari hubungan timbal balik antara struktur produksi, distribusi,
pendapatan (value added) yang diakibatkan karena adanya produksi, distribusi
pendapatan, konsumsi, tabungan dan investasi. Pola hubungan tersebut dapat
digambarkan sebagai arus (circular flow) melalui transaksi yang telah terjadi.
23
SAM pada dasarnya adalah sebuah matrix berbentuk bujur sangkar yang
menggambarkan arus moneter dari berbagai transaksi ekonomi dimana kolomnya
menjelaskan pengeluaran (expenditure) sedangkan untuk baris menggambarkan
penerimaan (receipt). Terdapat enam tipe neraca dalam sebuah matrix SAM yang
lengkap yaitu (1) aktivitas (2) komoditas (3) faktor-faktor produksi (tenaga kerja)
(4) institusi domestik yang terdiri dari rumah tangga (household) (5) modal, dan
(6) rest of the world (Sadoulet dan Janvry, 1995; Thiele dan Piazolo, 2002).
Tabel SNSE (Gambar 2.5) merupakan tabel contoh yang ringkas dengan
tujuan untuk menunjukkan bagaimana sistem data tersebut bekerja. Susunan
angka-angka yang terlihat pada tabel merupakan suatu sistem neraca, dimana pada
setiap angka yang ada pada matriks mencerminkan hubungan antara transaksi
suatu neraca dengan neraca-neraca lainnya. Pada tabel SNSE terdapat kolom dan
baris. Masing-masing neraca tersebut menempati satu lajur kolom dan satu lajur
baris. Pada setiap isi yang terdapat di lajur baris menggambarkan struktur
penerimaan sedangkan isi dari lajur kolom menggambarkan tentang struktur
pengeluaran. Sedangkan perpotongan antara lajur kolom dan lajur baris akan
memberikan arti tersendiri. SNSE juga merupakan suatu sistem kerangka data
yang dapat digunakan sebagai dasar pembuatan suatu model ekonomi selain itu,
juga dapat digunakan sebagasi dasar analisis serta baik digunakan sebagai metode
analisis parsial maupun model analisis keseimbangan umum dalam melakukan
analisis terhadap suatu kebijakan.
Neraca Eksogen
Penerimaan
Neraca Endogen
24
Faktor
Produksi
1
Institusi
2
Kegiatan
Produksi
3
Jumlah
Neraca
Lainnya
4
Total
5
Pengeluaran
Neraca Endogen
Neraca
Total
Faktor
Kegiatan
Eksogen
Institusi
Produksi
Produksi
1
2
3
4
5
T11
T12
T13
T14
T1
0
0
Alokasi
Pendapatan Distribusi
Nilai
Pendapatan
Faktor
Tambah
Faktorial
Produksi
Luar Negeri
T21
T22
T23
T24
T2
Alokasi
Transfer
0
Transfer
Distribusi
Pendapatan
antar
dari Luar Pendapatan
Faktor
Institusi
Negeri
Institusi
Produksi ke
Institusi
T32
T33
T34
T3
T31
Total
0
Permintaan Permintaan Ekspor dan
Antara
Investasi
Output
Akhir
T41
T42
T43
T44
T4
Alokasi
Tabungan
Impor,
Transfer
Total
Pendapatan
Pajak
dan Neraca Penerimaan
Lainnya
Faktor
Tidak
Lainnya
Produksi ke
Langsung
Luar Negeri
T'1
T'2
T'3
T'4
Total
Distribusi
Distribusi Total Input
Pengeluaran Pengeluaran
Pengeluaran
Faktor
Institusi
Lainnya
Produksi
Sumber: BPS, 2005
Gambar 2. 5 Kerangka Dasar SNSE
Pengembangan lanjutan dari SAM adalah dengan mengidentifikasi
keterkaitan antara sektor riil dengan sektor finansial yaitu melalui pendekatan
FSAM (Financial Social Accounting Matrix) atau di Indonesia lebih dikenal
dengan nama SNSEF (Sistem Neraca Sosial Ekonomi Financial). Secara garis
besar penyusunan SNSEF adalah dengan mengintegrasikan NAD (Neraca Arus
Dana) dan dengan sistem data SNSE sehingga akan terbentuk SNSEF yang
lengkap, seimbang serta konsisten dengan adanya mekanisme saving-investment
gap yaitu adalah rekonsiliasi antara data tabungan bruto dengan investasi riil
domestik. Mekanisme tersebutlah yang menjadi kunci bagaimana informasi dalam
sektor riil ditransmisikan ke sektor finansial begitu pula sebaliknya.
25
Kerangka dasar SNSE secara konseptual telah menjelaskan semua
kegiatan atau aktivitas ekonomi yang bekerja di suatu negara baik aktivitas sektor
riil maupun aktivitas sektor finansial. Namun kerangka dasar SNSE tidak dapat
menjelaskan aktivitas sektor finansial. Dalam SNSE keterkaitan antara kinerja
sektor riil dengan sektor finansial dijelaskan dalam neraca capital yaitu suatu
neraca yang merekam informasi mengenai tabungan bruto yang dihasilkan oleh
institusi rumah tangga, pemerintah dan perusahaan yang beroperasi dalam suatu
perekonomian. Tabungan bruto merupakan selisih dari pendapatan dengan
pengeluaran yang selanjutnya digunakan untuk membiayai investasi fisik. Namun
pada kenyataannya, tabungan bruto yang didapatkan oleh para pelaku ekonom
tidak hanya digunakan utuk membiayai investasi fisik saja seperti membangun
rumah, tempat usaha, jalan raya dan sebagainya tetapi juga digunakan unutk
membiayai investasi bukan fisik (investasi portofolio) seperti pembelian surat
berharga, deposito, valuta asing (valas) dan sebagainya. Sumber dana untuk
investasi riil dan finansial tidak hanya berasal dari tabungan bruto melainkan dari
sumber-sumber dana lainnya seperti pinjaman, penerbitan obligasi dan penarikan
suatu sumber dana menjadi dana lain. Interaksi semacam ini menimbulkan
transaksi yang menciptakan perkembangan aset dan kewajiban dalam neraca
keuangan para pelaku ekonomi. Untuk itu perlu adanya penelitian lebih lanjut
mengenai transaksi dalam neraca keuangan para pelaku ekonomi dengan Sistem
Neraca Sosial Ekonomi Finansial Indonesia (SNSEF).
Secara umum kerangka dasar SNSEF 2005 dapat dikelompokkan menjadi
Faktor produksi, Institusi, Sektor produksi, Kapital dan Finansial dengan rincian
selengkapnya pada (Gambar 2.6) Kerangka SNSEF ini berbentuk matrix simetris
26
yang diklasifikasikan menjadi 9 komponen yaitu Faktor Produksi, Institusi, Sektor
Produksi, Margin Perdagangan dan Pengangkutan, Komoditas, Kapital, Pajak Tak
Langsung dan Subsidi, Instrumen Finansial dan Luar Negerti. Kemudian data-data
tersebut diagregasi sesuai keperluan analisis dan ketersediaan data pendukung.
Secara dimensi format SNSEF Indonesia 2005 ini memiliki 79 komponen.
Faktor
Produksi
Institusi
Sektor
Produksi
Kapital
Finansial
Faktor
Produksi
Institusi
SNSE
Sektor
Produksi
Kapital
INVESTASI
TABUNGAN
Finansial
KEWAJIBAN
ASET
Sumber : Bank Indonesia, 2009
Gambar 2. 6 Kerangka Dasar SNSEF 2005
Sumber data dalam pengolahan SNSEF Indonesia ini menggunakan tabel
Input-Output (IO), SNSE dan NAD, kemudian didukung oleh survei-survei
khusus, seperti Survei Khusus Input-Output (SKIO), Survei Khusus Tabungan
dan Investasi Rumah Tangga dan Survei Khusus Perusahaan Swasta (SKPS).
Berdasarkan hasil-hasil yang diperoleh SNSEF dapat dilakukan analisis
makroekonomi sehingga dapat menggambarkan keterkaitan antara sektor
ekonomi, antar institusi, antar variable ekonomi bahkan antar instrumen finansial.
Secara garis besar analisis SNSEF dapat dibedakan menjadi 3 tahap, yaitu 1)
analisis deskriptif untuk menggambarkan fenomena statis perekonomian (struktur
27
ekonomi) khususnya pada tahun 2005, 2) analisis behavior untuk menjelaskan
dampak dari suatu kebijakan ekonomi terhadap berbagai variable ekonomi (atau
seringkali disebut policy analysis), 3) economic modeling and forecasting yaitu
memanfaatkan SNSEF untuk membangun model-model ekonomi misalnya model
keseimbangan makroekonomi (general equilibrium) (BPS, 2005).
Di dalam SNSEF memuat informasi yang akurat mengenai jalur transaksi
beserta mekanisme transmisinya untuk menghasilkan analisis makro yang lebih
komprehensif. SNSEF ini pada dasarya telah banyak dikembangkan oleh banyak
negara seperti di Eropa sistem SNSEF ini lebih banyak digunakan untuk
melakukan untuk menyusun forecasting dampak dari kebijakan moneter terhadap
perekonomian dengan mencermati mekanisme jalur transaksi yang terjadi. Di
China penyusunan SNSEF difokuskan kepada disagregasi instrument financial
karena ingin mencermati aktifitas sektor financial di negara tersebut secara lebih
mendalam. Di Indonesia, Kamerun, Turki dan Pakistan penggunaan SNSEF masih
terbatas dalam kajian dan analisis deskriptif.
Data SNSEF disusun untuk menjelaskan interaksi antara sektor finansial
dengan sektor riil, yaitu dengan cara mendisagregasikan neraca kapital dalam
SNSE. Dengan demikian, kerangka data SNSEF diharapkan akan menjadi suatu
kerangka data yang mampu menjelaskan keterkaitan antara sektor finansial dan
sektor riil dalam upaya menjelaskan berbagai jalur transmisi finansial yang dilalui
oleh para pelaku ekonomi (BPS, 2005). Pada sisi yang lain, kerangka data SNSEF
diharapkan juga mampu untuk memantau dampak dari berbagai kebijakan
moneter terhadap kinerja sektor riil atau sebaliknya serta kemungkinankemungkinan distorsi yang terjadi secara lebih terstruktur.
28
2.2
Penelitian Terdahulu
Dalam penelitian ini membahas mengenai kebijakan pemerintah dalam
membatasi TKI informal terhadap remittance yang disumbangkan oleh TKI dan
implikasi penerapan kebijakan tersebut terhadap perekonomian Indonesia dengan
menggunakan pendekatan FSAM. Beberapa penelitiaan terdahulu yang terkait
dengan penelitian ini adalah mengenai remittance yang dilakukan oleh Jadotte,
Evasns (2008) melakukan penelitian di Republik Haiti dimana negara tersebut
merupakan penerima remittance di wilayah Karibia dan Amerika (LAC) terutama
terhadap produk domestik bruto (PDB) di negara tersebut. Berdasarkan penelitian
tersebut apabila ditinjau berdasarkan populasi penduduk negara tersebut memiliki
populasi yang terbesar serta memiliki pekerja yang terampil di dunia sehingga
tidak dapat dipungkiri bahwa nilai remittance yang mengalir ke negara tersebut
cukup besar kontribusinya dalam PDB. Penelitan tersebut menggunakan ECVH
2001 (Enquete sur les conditions de vie en Haiti) yang berisi 7.186 data rumah
tangga mencakup informasi internal dan gerakan migrasi internasional, namun
lebih terfokus pada migrasi internasional. Penelitian ini menggunakan nol diubah
binomial negatif (variable inflasi logit) untuk model migrasi internasional dalam
proses keputusan rumah tangga, dan regresor endogen umum dengan metode
kuadrat (variable Tobit instrumental, IV-Tobit) untuk selektivitas dan isu
endogenity untuk menilai dampak remittance pada pasar tenaga kerja. Namun,
dampak dari remittance internasional tidak menjadi faktor penting dalam
menentukan perilaku partisipasi tenaga kerja terutama bagi wanita.
Selain penelitian Jadote, Evans (2008) terdapat penelitian lainnya yang
membahas mengenai remitansi yaitu Ariola, Jim (2008) yang melakukan analisis
29
terhadap aliran dana remittance internasional yang banyak mengalir di negara
berkembang sebagai suatu mekanisme pembangunan. Peneliti mencoba meneliti
apakah pola perilaku tenaga kerja dipengaruhi oleh penerimaan kiriman uang.
Peneliti menggunakan pendapatan nasional rumah tangga yang representatif serta
data pengeluaran untuk Meksiko. Dengan menganalisis pengaruh pendapatan
remittance terhadap keputusan penawaran tenaga kerja, peneliti menemukan
bahwa penawaran tenaga kerja rumah tangga sebagai respon terhadap pengiriman
uang yang konsisten dengan temuan yang mengukur perilaku pasokan tenaga
kerja dan bentuk-bentuk lain dari pendapatan yang ditangguhkan dalam
pengaturan yang berbeda. Hal ini berarti bahwa penerimaan remittance terkait
dengan jam kerja yang lebih sedikit dan elastisistas pendapatan yang diperkirakan
pada kisaran 006 ke 03. Pada temuan tersebut melemahkan beberapa dampak
derajat ukuran remitansi dalam output agregat oleh negara penerima. Pengiriman
uang internasional sebagian besar diukur karena arus pertumbuhan yang cepat
telat menjadi fokus yang terpenting dalam strategi pembangunan. Penelitian
terbaru adalah menyoroti mengenai pentingnya remittance di tingkat rumah
tangga dan banyak studi lainnya mengantisipasi pengiriman uang akan bertahan
sebagai faktor terpenting dalam pembangunan negera yang berpenghasilan
rendah. Selain itu, studi ini juga meneliti efek dari transfer remittance migran
terhadap keputusan penawaran tenaga kerja dalam pengiriman uang serta
penerimaan uang oleh rumah tangga di Meksiko.
Penelitian lainnya yang berkaitan dengan tenaga kerja migran diteliti oleh
Mamun, K.A dan Nath, H.K (2007) telah melakukan penelitian terhadap migrasi
para buruh dan pengiriman uang di Bangladesh. Makalah ini membahas trend dan
30
berbagai aspek lainnya yang terkait dengan pengiriman uang dan migrasi buruh di
Bangladesh. Penelitian ini juga secara lebih lanjut membahas mengenai dampak
makro dan dampak mikro ekonomi dari pengiriman uang di Bangladesh.
Sementara transfer pengiriman uang sebagian besar telah digunakan oleh migrant
rumah tangga untuk konsumsi terdapat bukti yang menunjukkan bahwa transfer
tersebut telah membantu mengurangi kemiskinan di Bangladesh. Analisis yang
disajikan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa pengiriman uang tersebut
memiliki efek yang signifikan pada variabel makro ekonomi.
Selain mengenai tenaga kerja, penelitian terdahulu yang terkait dengan
penelitian ini adalah penelitian Resosudarmo, Nurdianto, dan Hartono (2008)
yang melakukan analisis mengenai analisis desentralisasi fiskal antar daerah
dengan pendekatan Sosial Accounting Matrix. Dalam makalah tersebut
digambarkan IRSAM (Inter-Regional Social Accounting Matrix) pada lima
wilayah Indonesia untuk tahun 2005 dan teknik multiplier. Kemudian dilakukan
dua sederhana lebih lanjut skenario desentralisasi kebijakan fiskal untuk
memahami apakah atau tidak rumus desentralisasi fiskal saat ini sudah relatif
tepat. Skenario dilakukan menawarkan beberapa poin yang dapat menunjukkan
manfaat penggunaan dua strategi yang berbeda dalam desentralisasi fiskal
pemerintah lebih lanjut. Pertama-tama, sistem fiskal pemerintah telah dilakukan
sejak tahun 2005, dan selanjutnya-sebagai realisasi desentralisasi yang akan
mengurangi perekonomian nasional untuk sebagian besar. Kedua, peningkatan
anggaran daerah secara proporsional, dengan konsekuensi dari anggaran
pemerintah pusat menurun, tidak membantu ekonomi suatu wilayah, kecuali
untuk itu Timur Indonesia dan tidak meningkat banyak. Ketiga, jika pemerintah
31
pusat peduli untuk meningkatkan perekonomian Indonesia Timur dan Sulawesi,
secara signifikan memberikan dana tambahan untuk daerah ini akan bekerja lebih
baik daripada meningkatkan semua anggaran daerah secara proporsional.
Keempat, sebagai konsekuensi dari kesimpulan pertama dan ketiga, tidak tampak
bahwa mengurangi kesenjangan antara ekonomi regional dan meningkatkan
perekonomian nasional melalui strategi transfer fiskal mempromosikan akhir yang
sama. Sehingga secara keseluruhan
rata-rata, sistem fiskal yang lebih
terdesentralisasi dibandingkan tahun 2005 akan menguntungkan rumah tangga di
Sulawesi dan Indonesia Timur, sebagai pendapatan mereka akan cenderung
meningkat. Hal yang sama tidak bisa dikatakan untuk rumah tangga di Jawa-Bali,
Sumatera dan Kalimantan.
Kemudian penelitian lainnya terkait dengan SAM adalah penelitian dari
Nokkala (2002) yang melakukan penelitian menggunakan analisis SAM dimana
peneliti mencoba untuk menganalisis dampak dari kebijakan investasi pada sektor
pertanian di Zambia. Berdasarkan hasil penelitian tersebut menunjukkan hasil
efek pendapatan yang negatif sebagai konsekuensi dari buruknya implementasi
program yang diterapkan pada tahun 1996-1997. Dalam penelitian tersebut
digambarkan empat skenario yang dapat terjadi dari implikasi kebijakan yang
berbeda-beda. Dalam kasus implementasi ASIP, permasalahan terkait dengan
manajemen pada pendekatan sector-wide yang ternyata mempunyai dampak
serius atau berpengaruh besar terhadap pendapatan rumah tangga desa.
Selain itu penelitian lainnya terkait dengan SAM adalah penelitian oleh
Susilowati (2008) yang melakukan analisis menggunakan model Sistem Neraca
Sosial Ekonomi (SNSE). Sektor agroindustri didisagregasi ke dalam agroindustri
32
makanan dan non makanan. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa sektor
agroindustri memiliki peran yang lebih besar dalam meningkatkan output, nilai
tambah dan penyerapan tenaga kerja
dibandingkan sektor pertanian primer.
Namun pengembangan sektor agroindustri belum mampu meningkatkan
pendapatan golongan rumah tangga buruh tani dan petani sebaik pendapatan yang
diterima oleh rumah tangga non pertanian. Pengaruh langsung terbesar dari
pengembangan agroindustri makanan akan diterima tenaga kerja pertanian.
Sedangkan pengaruh langsung terbesar dari pengembangan agroindustri non
makanan diterima oleh tenaga kerja non pertanian. Dengan adanya perhitungan
terhadap pengaruh tidak langsung terbesar dari masing-masing agroindustri baik
makanan maupun non makanan maka dampak pengembangan sektor agroindustri
akan lebih besar diterima oleh tenaga kerja dan rumah tangga non pertanian dari
pada tenaga kerja dan rumah tangga pertanian.
Kemudian penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini adalah
mengenai FSAM yang dilakukan oleh Emini, C. A. dan Fofack, H. (2003)
melakukan penelitian terhadap tingkat kemiskinan di Kamerun dengan
penggunaan metode analisis FSAM dimana peneliti mencoba untuk meningkatkan
fokus dalam pengurangan angka kemiskinan dan strategi pertumbuhan ekonomi di
negara tersebut (PRSP). Didalam penelitiannya tersebut juga menggunakan model
makroekonomi dalam analisis kemiskinan (IMMPA) dimana menyajikan format
FSAM bagi perekonomian Kamerun. Berdasarkan hasil analisis menggunakan
metode FSAM, menunjukkan bahwa penurunan secara daramatis dalam investasi
selama masa krisis pasca-devaluasi pada akhir tahun 1990-an. Tingkat investasi
yang rendah memiliki implikasi untuk berkelanjutan tingkat pengangguran tinggi
33
dan
indikator
kesejahteraan
yang buruk.
Kemudian,
makalah
tersebut
mengilustrasikan simulasi harga tetap dengan analisis multiplier, yang menyoroti
potensi pertumbuhan dan manfaat kesejahteraan dalam meningkatkan investasi
publik, bantuan utang hipotetis serta pengurangan hutang luar pelayanan dalam
rangka Indebted Poor Countries Iniciative.
Penelitian lainnya yang berkaitan dengan penggunaan FSAM adalah
penelitian yang dilakukan oleh Seng, K.W, Azali, M. dan Chin, L. (2004). Pada
dasarnya SAM merupakan alat tertentu untuk menyatakan bahwa seluruh kegiatan
yang menghasilkan pendapatan ekonomi dan arus pengeluaran rekening melalui
sistem sosio-ekonomi yang menagkap transaksi dan transfer antara semua agen
ekonomi serta sistem lembaga. Makalah ini secara garis besar membahas
mengenai garis-garis besar dan kerangka konstruksi untuk FSAM secara agregat.
Pemahaman tentang struktur FSAM dapat menjadi database untuk model
keuangan CGE (Computed General Equilibrium) serta dapat digunakan untuk
menganalisis perilaku utang publik nasional. Penelitian ini bertujuan untuk
membahas konsep dan konstruksi kerangka bagi FSAM yang dapat meningkatkan
informasi dalam matrix sebelumnya. Dengan menggunakan analisis FSAM
tersebut, dapat menggambarkan aliran pendapatan nasional serta aliran distribusi
kekayaan.
Penelitian lainnya yang berkaitan dengan FSAM adalah penelitian Aslan
(2005) melakukan kajian dalam mengintegrasi lembaga keuangan dan instrumen
keuangan ke dalam FSAM dalam rangka membangun koherensi matrix akuntansi
bagi Turki dengan menggunakan 1996 data. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk membangun sebuah FSAM yang dapat digunakan oleh pemodel dalam
34
membangun model ekonomi Turki. Data yang digunakan dalam penelitian ini
relatif umum, namun konsistensi tetap berjalan dengan baik. Namun dalam
penelitian ini terdapat hambatan penelitian yang telah dilakukan tidak
menemuakan harga komprehensif pajak tidak langsung selama komoditas
termasuk kedalam sistem. Sangat disayangkan bahwa tidak adanya data resmi
yang diterbitkan menggambarkan dipisahkannya tarif pajak tidak langsung
menurut kode ISIC. Kemudian dalam penelitian ini juga tidak dapat menemukan
data yang dipisahkan untuk rumah tangga (agregasi data rumah tangga). Dalam
hal ini SIS Survei Anggaran Rumah Tangga (2003) tidak kompatibel dengan tabel
SIS input-output dalam mengklasifikasi komoditas. Karena tabel input-output
terdapat rekening tunggal dan pengeluaran konsumsi rumah tangga dihitung
sebagai sisa maka harus menggunakan SIS rumah tangga konstruksi dari FSAM
Turki dengan 1996 data dalam klasifikasi jumlah dalam triliun.
Dalam
penelitian
ini
membahas
mengenai
penerapan
kebijakan
pembatasan TKI Informal yang berdampak terhadap aliran dana remittance yang
dihasilkan oleh TKI dengan menggunakan metode Financial Social Accounting
Matrix (FSAM) sedangkan pada penelitian terdahulu menganalisis remittance
menggunakan metode ECVH 2001 (Enquete sur les conditions de vie en Haiti)
yang dilakukan oleh Jadotte (2008) dimana mirip dengan metode FSAM atau
FSNSE yang terdapat di Indonesia namun terdapat perbedaan dalam analisis
dalam penelitian Jadotte (2008) menganalisis remittance yang dihasilkan oleh
Haiti sedangkan dalam penelitian ini membahas penerapan kebijakan pembatasan
TKI Informal yang akan berdampak terhadap remittance yang dihasilkan TKI,
kemudian penelitian lainnya mengenai tenaga kerja migran oleh Mamun dan
35
Nath (2007) menggunakan analisis variable makro ekonomi dan mikro ekonomi.
Kemudian pada penelitian Resosudarmo, Nurdianto dan Hartono (2008) mengenai
tenaga kerja menggunakan analisis IRSAM (Inter-Regional Social Accounting
Matrix) pada lima wilayah di Indonesia. Penelitian lainnya yang terkait dengan
penelitian ini yaitu menggunakan analisis SAM (Social Accounting Matrix) yang
dilakukan oleh Nokkala (2002) yang menganalisis dampak kebijakan investasi
pada sektor pertanian di Zambia. Kemudian penelitian lainnya mengenai SAM
yaitu penelitian yang dilakukan oleh Susilowati (2008) yang melakukan analisis
sektor agroindustri yang memiliki peran besar terhadap peningkatan output, nilai
tambah dan penyerapan tenaga kerja. Kemudian penelitian lainnya yang berkaitan
dengan penelitian ini adalah penelitian Emini dan Fofack (2003) yang melakukan
analisis tingkat kemiskinan di Kamerun dengan metode FSAM, penelitian Emini
dan Fofack (2003) sama-sama menggunakan metode yang sama namun perbedaan
analisis. Penelitian lainnya adalah penelitian oleh Seng, Azali dan Chin (2004)
yang menggunakan metode FSAM sebagai database untuk model keuangan CGE
(Computed General Equiliblium) untuk menganalisis perilaku utang publik
nasional di Cina, dalam penelitian Seng, Awali dan Chin (2004) ini berbeda
dengan penelitian dimana terlihat perbedaan analisis dan metode analisis data.
2.3
Kerangka Pemikiran
Tenaga Kerja yang dikirimkan keluar negeri oleh suatu negara memiliki
peran yang cukup besar dalam menyumbang devisa negara. Hal ini banyak terjadi
pada beberapa negara berkembang, tidak terlepas bagi Indonesia. Pengiriman
tenaga kerja Indonesia ke luar negeri terbagi atas dua bagian yaitu tenaga kerja
36
formal dan tenaga kerja informal. Proporsi pengiriman Tenaga Kerja Indonesia
Informal memiliki proporsi yang lebih besar dibandingkan dengan proporsi
Tenaga Kerja Indonesia Formal, yaitu dengan proporsi 65 persen untuk tenaga
kerja informal dan 35 persen untuk tenaga kerja formal. Analisis pada penelitian
ini terfokus pada tenaga kerja Indonesia informal, karena proporsinya yang relatif
besar.
lebih
Pengiriman Tenaga Kerja Indonesia
informal yang memiliki proporsi
besar
formal
dibandingkan
tenaga
kerja
menimbulkan
beragam
permasalahan, baik aksi kekerasan maupun aksi pelecehan seksual. Hal ini
disebabkan ketidakjelasan surat kerja atau prosedur kerja kepada para TKI
informal. Berbagai aksi kekerasan serta pelecehan seksual yang terjadi
menyebabkan pemerintah mengambil sikap yaitu memberlakukan kebijakan
pembatasan tenaga kerja Informal ke luar negeri. Pembatasan tenaga kerja
informal beserta kompensasi ke negara-negara tertentu telah diupayakan
pemerintah seiring dengan perlakuan baik yang diterima oleh tenaga kerja
Indonesia di negera-negara tertentu. Seiring dengan penetapan kebijakan tersebut,
akan dianalisis terkait dengan kontribusi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) terhadap
devisa dan sebaran TKI berdasarkan lokasi sektor usaha.
Pada dasarnya tenaga kerja formal dan informal memberikan remittance
terhadap Indonesia, kemudian akan dianalisis menggunakan metode FSAM untuk
melihat keterkaitan aliran dana remittance tersebut mengalir ke sektor-sektor lain
di Indonesia. Dalam analisis FSAM aliran dana tersebut mengalir pada sektor
institusi, sektor faktor produksi dan aktivitas produksi. Kemudian akan dianalisis
mengenai dampak pembatasan TKI informal terhadap perekonomian Indonesia
37
apabila dilihat dari distribusi aliran dana remittance serta keterkaitannya terhadap
sektor rumah tangga. Analisis akan lebih jauh jika dilihat dari kompensasi
pemberlakuan pembatasan tenaga kerja tersebut ke negara-negara tujuan TKI.
Aliran dana remittance yang mengalir ke sektor rumah tangga tersebut
sekiranya dapat mempengaruhi konsumsi dalam negeri serta mempengaruhi
output sektoral yang kemudian akan berdampak pada aktivitas produksi. Secara
keseluruhan, aliran dana remittance akan mempengaruhi kinerja perekonomian
Indonesia.
Tenaga Kerja Indonesia (TKI) cukup besar kontribusinya
terhadap peningkatan jumlah devisa Indonesia
>
Proporsi TKI Informal sebesar 65 persen
Proporsi TKI Formal Sebesar 35 persen
Timbul Permasalahan
1. Aksi kekerasan
2. Pelecehan Seksual, dsb.
Kompensasi dari Pembatasan tenaga kerja
Indonesia
Pemerintah melakukan Kebijakan Pembatasan
TKI Informal (Moratorium TKI)
Dampak terhadap Remittance
FSAM
Ekonomi Indonesia
Faktor Produksi
Tenaga Kerja
Institusi
Bukan Tenaga Kerja
Bank Sentral
Pertanian
Pertambangan
Aktivitas Produksi
Industri
Pengolahan
Perusahaan
Listrik, Gas
dan Air
Bersih
Pemerintah
Perdagangan,
Hotel dan
Restoran
Bangunan
Gambar 2. 7 Alur Kerangka Pemikiran
Rumah Tangga
Keuangan
Sektor lainnya
Transportasi dan Komunikasi
Download