PANDUAN PRAKTEK KLINIS REHABILITASI MEDIK DAFTAR ISI : 1. Osteoarthritis Genu (Lutut) ..................................................... 2 2. Low Back Pain ......................................................................... 6 3. Stroke ....................................................................................... 10 4. Carpal Tunnel Syndrome ......................................................... 15 5. Cerebral Palsy .......................................................................... 18 1 OSTEOARTHRITIS GENU (LUTUT) Definisi : Osteoarthritis mengubah keseimbangan antara degradasi dan sintesis tulang rawan artikular dan tulang subchondral. Osteoarthritis lutut dapat muncul dari faktor mekanik dan idiopatik. Osteoarthritis lutut dapat melibatkan salah satu atau semua dari tiga kompartemen lutut utama : medial, patellofemoral, atau lateral. Kompartemen medial paling sering terlibat dan sering menyebabkan runtuhnya ruang medial sendi dan dengan demikian menyebabkan deformitas genu varum (bowleg). Keterlibatan kompartemen lateral dapat menyebabkan deformitas genu falgum (knock-knee). Penyakit terisolasi dari sendi patellofemoral terjadi sempai sepersepuluh dari pasien dengan Osteoarthritis lutut. Arthritis dalam satu kompartemen dapat melalui perubahan pola stres biomekanik, akhirnya mengarah pada keterlibatan kompartemen lainnya. Osteoarthritis secara perlahan menjadi penyebab paling umum dari disabilitas untuk usia tengah baya dan telah menjadi penyebab paling umum dari disabilitas bagi mereka yang lebih tua dari 65 tahun. Sebelum usia 50 tahun, pria memiliki prevalensi dan insiden lebih tinggi daripada wanita. Namun setelah usia 50 tahun perempuan memiliki prevalensi dan insidensi lebih tinggi secara keseluruhan. Untuk orang – orang ini, lutut adalah bagian tubuh yang paling sering terkena Osteoarthritis. Osteoarthritis lutut simptomatis ditemukan pada sekira 10% dari populasi yang lebih tua dari 65 tahun. Selain pertumbuhan populasi pasien usia lanjut dengan Osteoarthritis lutut, semakin banyak mantan atlet dengan cedera lutut sebelumnya mungkin mengalami Osteoarthritis lutut post trauma. Gejala Klinis ♣ Nyeri sendi di sekitar lutut terutama selama weight-bearing dan berkurang dengan istirahat namun dengan perkembangan penyakit, rasa sakit dapat bertahan bahkan pada saat istirahat. ♣ Nyeri tekan pada lutut ♣ Penurunan ROM karena kekakuan sendi atau pembengkakan ♣ Sensasi ”locking” atau ”catching” karena berbagai penyebab, termasuk debris dari degenerasi tulang rawan atau meniskus pada sendi, peningkatan perlekatan permukaan artikular yang relatif kasar, kelemahan otot dan bahkan peradangan jaringan ♣ Krepitasi 2 ♣ Terkadang efusi ♣ Peradangan dalam berbagai derajat Pemeriksaan fisik Hipertrofi tulang Varus deformita dari keterlibatan kompartemen medial preferensial Peningkatan temperatur Efusi sendi Nyeri tekan sendi Nyeri saat fleksi lutut Penurunan fleksi sendi sekunder terhadap sendi Krepitus (kasar) Ketidakstabilan mediolateral Umumnya normal dengan pengecualian penurunan kekuatan otot, terutama di quadriceps, karena tidak digunakan atau guarding sekunder terhadap rasa sakit Inspeksi Palpasi LGS Stabilitas Sendi Neurologi Keterbatasan Fungsional ♣ Kekakuan sendi dan nyeri selama weight bearing mengarah langsung ke kesulitan berdiri lama, transfer, berjalan dan partisipasi dalam aktivitas fisik atau program latihan ♣ Keterlibatan kompartemen patellofemoral dapat menyebabkan kesulitan naik tangga serta sensasi buckling ♣ Dapat diperparah oleh faktor – faktor sekunder seperti depresi, pasitas aerobik rendah dan kondisi kronis lainnya. Pemeriksaan Penunjang ♣ Radiografi polos pada posisi weight bearing (berdiri) anteroposterior, lateral dan tunnel view/skyline view Diferensial Diagnosis Penyebab Nyeri Lutut Umum menurut Kelompok Umur Anak – anak dan remaja Subluksasi patella Penyakit osgood-Schlatter Patela Tendinitis Nyeri alih (e.q Slipped capital femoral epiphysis) Osteochondritis disseecans Fraktur subchondral Kelainan genetik atau bawaan 3 Dewasa Dewasa Usia Lanjut Septic arthritis Tumor Sindrom nyeri patellofemoral (chondromalacia patelae) Sindrom plica medial Bursitis pes anserinus Trauma sprain ligamen Robekan meniskus Inflamasi arthropathy ; rhematoid arthritis, sindroma reiter Septic arthritis Radikulopati midiumbar Tumor Osteoartritis Crystal-induced inflammatory arthropathy : gout, pseudogout Rhematoid arthritis Kista poplitea Tumor Diferensial Diagnosis Nyeri Lutut oleh Situs Anatomik Nyeri Lutut anterior Nyeri lutut medial Nyeri lutut lateral Nyeri lutut posterior Subluksasi atau dislokasi patela Tibialis apophysitis (lesi osgood-Schlatter) Jumper’s knee (tendinitis patella) Sindrom nyeri patellofemoral (Condromalacia patelae) Sprain ligamen kolateral medial Robekan miniskus medial Bursilitis pes anserinus Sindrom plica medial Sprain ligamen kolateral lateral Robekan meniskus medial Iliotabial band tendinitis Kista popliteal (kista Baker) Cedera ligamentum cruciatum posterior Tujuan tatalaksana • Mengurangi nyeri • Mengoreksi dan mencegah kelainan biomakanik • Memperbaiki kekuatan otot, fungsi dan kualitas hidup Tatalaksana Fase Akut • Protectin, rest, ice,compression dan elevation • Oral dan topikal OAINS (NSAIDs) • Orthotik dan sepatu 4 Rehabilitasi • Latihan penguatan statis atau dinamis dapat mempertahankan atau meningkatan kekuatan otot periartikular sehingga memperbaiki atau mencegah kelainan biomekanik dan kontribusinya terhadap disfungsi dan degenerasi sendi • Latihan aerobik dapat mengurangi rasa sakit dan nyeri sendi dan meningkatkan status fungsional serta kasitas pernapasan, meningkatkan toleransi aktivitas, ambang rasa sakit, dan dapat memiliki efek positif pada suasana hati dan motivasi untuk berpartisipasi dalam kegiatan lainnya • Transcutaneuos electrical nerve stimulan (TENS) untuk nyeri • Tongkat atau wolker, dapat mengurangi beban panggul atau lutut, sehingga mengurangi rasa sakit dan mencegah jatuh. • Penggunaan kmee brace pada osteoarthritis lutut unikompartemental untuk, meningkatkan fungsi dengan mengurangi gejala- gejala pasien • Pengurangan berat badan secra non farmakologik dengan restriksi intake kalori dan lemak serta peningkatan aktivitas fisik. Potensi Komplikasi Penyakit • Berkurangnya mobilitas dengan komplikasi sistemik imobilitas dan deconditioning • Antalgic gait menyebabkan kelainan pinggul kontralateral • Peningkatan resiko jatuh • Nyeri kronik Potensi komplikasi Penatalaksanaan • Cryotherapy atau pemanasan dapat menyebabkan frostbite atau luka bakar • OAINS dapat menyebabkan komplikasi lambung, hati atau ginjal • Infeksi dan kerusakan permukaan membran sendi pada tindakan pembedahan 5 LOW BACK PAIN Definisi : Nyeri yang dirasakan di bawah punggung bagian bawah yaitu di antara iga terbawah sampai lipatan gluteal. Epidemiologi • 60 – 90 % insiden dalam seluruh hidup • 5 % insiden tahunan • Insiden pada pria sama dengan wanita • Pada usia 60 th : wanita lebih banyak dari pria • Pada sekitar 50% - 80% orang dewasa yang bekerja terjadi LBP tiap tahunnya Faktor resiko : okupasional • Pekerjaan & aktivitas fisik berat : 60% LBP • Etiologi mekanik : mengangkat, menarik, mendorong, berputar, menggeser, duduk lama • Melakukan pekerjaan manual (manual handling)termasuk kombinasi : gerakan mengangkat & memutar punggung dalam kecepatan tertentu (teknik salah) • Faktor lain : vibrasi dalam waktu lama (khususnya seluruh tubuh), trauma & psikologis Etiologi 1. Mekanikal • Strain, sparin lumbal (70%) • Proses degeneratif diskus dan facet (10%) • Herniasi diskus (4%) • Stenosis spinal (3%) • Fraktur kompresi osteoporotik (4%) • Spondilolistesis (2%) • Fraktur traumatik (<1%) • Penyakit kongenital (<1%) 2. Non mekanikal • Neoplasma • Infeksi (0.01%) 6 • Infeksi (0.01%) • Osteomyelitis • Abses epidural • Abses paraspinal • Penyakit Pott • Artritis inflamation (0.3%) • Ankylosing spondylitis • Psoriatic spondylitis • Sindroma Reiter • Penyakit paget tulang 3. Penyakit organ visceral • Penyakit organ – organ pelvis ⇒ Prostatitis ⇒ endometriosis • Penyakit ginjal ⇒ Nefrolitiasis ⇒ Pielonefritis ⇒ Abses perineprik • Aneurisma aorta • Penyakit gastrointestinal ⇒ Pankreatitis ⇒ Kolelitiasis Anamnesis • Lokasi • Karakter nyeri • Tingkat keparahan • Waktu : onset, durasi, frekuensi • Faktor pemicu • Pekerjaan • Aktivitas sehari – hari 7 Perlu perhatian khusus jika didapati hal – hal berikut (red flags) : • Back pain pada anak < 18 th, atau dewasa > 55 th • Riwayat trauma • Nyeri progresif pada malam hari • Riwayat keganasan • Riwayat pengobatan dengan steroid • Drug abuse, HIV infection • Penurunan berat badan (weight loss) • Penyakit sistemik • Lingkup gerak sendi terbatas dan pesisten • Nyeri yang intens dengan gerakan minimal • Incontinenia • Kelemahan motorik Pemeriksaan Fisik • Observasi Postur : anterior, posterior, lateral Deformitas tulang belakang Kulit : atau penyakit vaskular yang menimbulkan nyeri Pola jalan • Palpasi Tulang Otot : trigger point, spasme, tonus • Gerakan ROM Spine : forword Flexion, extension, side bending, rotasi Ekstremitas • Tes neurologi MMT : miotom L1-S1 Sensitifitas ; dermatom L1S1 Reflex Keseimbangan dan koordinasi • Low Back Maneuver • Patrick-Contra Patrick 8 Keterbatasan fungsional • Lingkup gerak sendi • Transfer dan mobilisasi • Aktivasi kehidupan sehari – hari • Bekerja Tujuan Tatalaksana • Mengurangi nyeri • Meningktakan kekuatan otot – otot trunkus dan panggul • Meningkatkan stabilitas lumbal • Mengurangi spasme otot lumbal Tatalaksana Program Manajemen Konservatif Nyeri Punggung Bawah • Edukasi pasien, konseling (fisik, okupasi, vokasional, psikososial) • Terapi obat : parasetamol, OAINS, Muscle relaxant dan anti depresan. • Terapi suntikan : 1 % xylocaine, kortokosteroid trigger point injection • Modalitas fisik : cold pack (48 jam pertama). Hot packs, ultrasound, TENS • Orthosis : LSO bila perlu • Terapi latihan : Peregangan lumbal & panggul + ROM exercise (+ head/cold modalities) Penguatan ekstensor trunkus + panggul Latihan stabilisasi lumbal • Okupasi : body mechanics dan posture training • Manual medicine : manipulasi untuk mengurangi spasme 9 STROKE Batasan dan Uraian Umum Stroke adalah kumpulan gejala kelainan neurologis lokal yang timbul mendadak akibat gangguan peredaran darah di otak yang disebabkan penyakit atau kelainan yang juga merupakan faktor risiko. Gejala tersebut dapat disertai atau tidak disertai gangguan kesadaran dan manifestasi klinis tergantung lokasi lesi neuroanatomis. Klasifikasi stroke yaitu : 1. Berdasarkan lokasi neuroanatomis dari lesi : a. Kortikal b. Sub kortikal c. Batang otak 2. Berdasarkan letak gangguan sirkulasi a. Sindroma sirkulasi anterior total b. Sindroma sikulasi anterior parsial c. Sindroma sirkulasi posterior d. Sindroma lakunar 3. Berdasarkan sifat gangguan aliran darah a. Non hemoragik b. Hemoragik 4. Berdasarkan waktu terjadinya a. Stroke in progression b. stroke komplit Gejala Kelemahan anggota gerak merupakan kelainan yang sering ditemukan pada penderita stroke. Kelainan lain yang juga sering ditemukan adalah gangguan bicara, menelan, afasia, gangguan kognitif, hilangnya fungsi gerak sensorik dan gangguan penglihatan. Peningkatan tonus otot, kelemahan, depresi, dan nyeri merupakan gejala yang dapat timbul setelah stroke terjadi. Pemeriksaan Fisik Diperlukan pemeriksaan neurologis yang menyeluruh. Pemeriksaan ini meliputi : 10 • Pemeriksaan kesadaran dengan Glasgow Cma scale • Evaluasi status mental dengan minimental state evaluation • Uji fungsi kognisi dengan Rabcho Los Amigos Cognitive Scale • Pemeriksaan Saraf kranial • Pemeriksaan sesabilitas superfisial dan dalam, propioseptif, diskriminasi 2 titik, monofilamen tes • Pemeriksaan lingkup gerak sendi • Pemeriksaan kekuatan dan tonus otot • Pemeriksaan kondiasi motorik • Uji keseimbangan statis dan dinamis • Uji fungsi lokomotor • Pemeriksaan refleks fisiologis/refleks tendon dalam • Pemeriksaan refleks patologis (Babinski, dll) • Uni fungsi komunikasi • Uji fungsi menelan • Uji fungsi berkemih • Uji fungsi defekasi • Uji kemampuan fungsional dan perawatan diri • Uji pola jalan Keterbatasan Fungsional • Gangguan gerak • Gangguan keseimbangan • Gangguan sensibilitas • Gangguan menelan • Gangguan kognitif (memeori, perhatian, persepsi ruangan) • Gangguan komunikasi • Gangguan fungsi seksual • Gangguan berkemih • Gangguan defekasi • Gangguan psikis • Gangguan fungsional dan perawatan diri 11 Pemeriksaan Penunjang Laboratorium yang sesuai Tujuan tatalaksana Mengoptimalkan kemampuan fungsi dengan memodifikai sehingga insan pasca stroke mampu beradaptasi, mandiri dengan kualitas hidup yang sesuai. Tatalaksana Rehabilitasi Rehabilitasi stroke adalah pengelolaan medis dan rehabilitasi komprehensif terhadap disabilitas yang diakibatkan stroke melalui pendekatan neurorehabilitasi. Program rehabilitasi perlu disusun sesuai dengan tingkat keparahan akibat serangan stroke. Rehabilitasi stroke fase akut dilaksanakan selama pasien dirawat inap. Pada kondisi medis dan neurologis stabil (fase subakut), pasien bisa dilakukan rehabilitasi rawat inap maupun rawat jalan/home care. Sedangkan fase kronik/lanjut rehabilitasi dilakukan dengan rawat jalan. Program rehabilitasi multidisiplin secara komprehensif dimulai dari fase akut secara inter maupun intra disiplin dengan spesialis lain. • Latihan (exercise) Program latihan fisik bertujuan untuk meningkatkan kapasitas fungsi dengan penekanan pada peningkatan kemampuan untuk malakukan aktivitas sehari – hari (ADL). Instruksi mengenai teknik-teknik kompensasi dan edukasi yang dibutuhkan pasien diajarkan juga terhadap keluarga atau caregiver penting untuk mempersiapkan kembalinya pasien ke rumah. Bukti – bukti menunjukkan bahwa terapi fisik bermanfaat terhadap reorganisasi korteks pasca stroke, yang diiringi dengan perbaikan pada kontrol motorik dan kapasitas fungsinya. • Disfagia Penanganan disfagia neurogenik tergantung pada fasenya, meliputi penggunaan selang nasogastrik, modifikasi diet (mis : cairan kental, makanan dihaluskan), dan terapi menelan (mis : penggunaan tehnik kompensasi seperti mengangkat dagu saat menelan). • Komunikasi Gangguan komunikasi bisa berupa afasia, disartria, dan lain – lain. Tindakan rehabilitasi diberikan sesuai dengan penilaian kelainan yang terdapat pada pasien. • Kognisi 12 Stroke seringkali mempengaruhi kemampuan kognisi pasien, perubahan dalam memori, perhatian, insight, dan kemampuan penyelesaian masalah sering ditemukan pada pasien dengan stroke. Penentuan tingkatan dari gangguan kognisi dapat ditentukan dengan Ranchoo Los Amigos Scale dan minimental. Edukasi dan latihan keluarga merupakan komponen penting dalam rehabilitasi kognitif. Pengenalan dan penatalaksanaan depresi paska stroke merupakan hal yang sangat penting, karena depresi dapat menyebabkan penurunan kognitif paska stroke. • Ortotis Ortosis dapat membantu kegiatan mobilisasi penderita stroke. Ortosis dapat membantu kompensasi pada gangguan dorsofleksi pergelangan kaki, mengontrol pergerakan kaki, spastisitas dan stabilisasi sendi lutut. • Bantuan Ambulasi dan Kursi Roda Adanya hemiparesis pada penderita stroke menyebabkan banyak penderita stroke membutuhkan alat bantu untuk ambulasi, seperti tongkat, tongkat kaki empat, hemiwalker, atau pada beberapa kasus dapat menggunakan walker konvensional. Pada kondisi stroke one-side arm wheelchair berguna karena dapat mengontrol kedua roda hanya dari satu sisi. • Subluksasi Bahu Subluksasi bahu terjadi pada kasus hemiplegia pasca stroke. Menopang lengan dengan menggunakan penopang lengan (arm board) dan penggunaan shoulder sling/cuff dapat mencegah dan memperbaiki subluksasi tersebut. Pada nyeri bahu Stimulasi listrik bermanfaat untuk mengurangi nyeri bahu. • Evaluasi untuk dapat bekerja kembali Evaluasi dilakukan terhadap kemampuan fungsional yang masih dimiliki dan ditingkatkan kemampuannya untuk dapat melakukan pekerjaan seperti sebelum terkena stroke dengan atau tanpa alat bantu • Alat bantu adaptif Alat bantu adaptif merupakan alat bantu yang bentuk dan fungsinya disesuaikan untuk meningkatkan kemampuan fungsi seorang penderita stroke untuk mampu melakukan aktifitas yang diperlukan. Komplikasi • Spastisitas 13 • Nyeri • Subluktasi bahu, frozen shoulder • Ulcus decubitus • Infeksi saluran kemih • Komplikasi medikamentosa • Gangguan fungsi menelan • Kontraktur • Penyakit sendi • Osteoporosis • Gangguan vascular dan kardiorespirasi 14 CARPAL TUNNEL SYNDROME Batasan dan Uraian Umum Carpal Tunnel Syndrome (CTS) adalah neuropati akibat kompresi nervus medianus pada terowongan carpal dipergelangan tangan. Kelainan ini merupakam mononeuropati yang tersering akibat kompresi saraf pada anggota gerak atas. Biasa dihubungkan dengan jenis pekerjaan tertentu seperti posisi pergelangan tangan dan tangan yang salah, penekanan pada bagian dasar telapak tangan dan gerakan yang berlebihan dan vibrasi. Gejala ≈ Gejala klasik CTS adalah baal dan parestesia pada digiti I,II,III dan setengah lateral digiti IV. Gejala awal berupa terbangun pada malam hari dengan rasa baal atau nyeri pada jari – jari. Gejala pada siang hari biasanya disebabkan oleh aktivitas yang memposisikan pergelangan tangan pad fleksi atau ekstensi berlebihan atau gerakan repetitif yang berlebihan. ≈ Gejala nyeri pada sisi volar pergelangan tangan dan pegal pada forearm juga dapat ditemukan. Gejala berkurang dengan mengibas – ngibaskan tangan (flick sign). ≈ Gangguan otonom dapat dideskripsikan sebagai adanya edema pada tangan, kulit kering dan dingin. ≈ Pada tahap yang lebih lanjut, rasa baal dirasakan konstan dan ganguan motorik tampak lebih jelas, dengan keluhan kelemahan yang berhubungan dengan prehensi tangan. Dilaporkan sering menjatuhkan benda yang digenggam. Pemeriksaan fisik ♣ Inspeksi kedua tangan, bandingkan sisi yang sakit dan sehat, perhatikan asimetis eminentia thenar dan hypothenar. Kelemahan pada otot thenar dapat di tes dengan dinamometer atau secara klinis dengan memberikan tahanan pada gerakan abduksi digiti I. ♣ Pemeriksaan sensoris diskriminasi 2 titik merupakan pemeriksaan bedside yang paling sensitif. Tes khusus yang sering dilakukan adalah tes Phalen (sensitivitas 68%), Tinel (50%;77%) dan tes kompresi saraf (64%;83%) 15 Tes Phalen Dilakukan Dengan Fleksi Pada Pergelangan Tangan Sebesar 90° selama 1 menit, hasil positif akan menimbulkan gejala CTS. Tes reverse phalen dilakukan dengan cara yang serupa dan ekstensi. Tes tinel dilakukan dengan mengetuk pergelangan tangan bagian volar, distal dan wrist crease. Hasil positif bila terjadi gangguan sensoris yang menjalar ke daerah inervasi nervus medianus. Tes kompresi saraf dilakukan dengan memberikan penekanan dengan kedua ibu jari pada daerah carpal tunnel selama 1 menit. ♣ Diskriminasi 2 titik adalah tes yang spesifik tapi tidak sensitif ♣ Atrofi dan tes kekuatan otot abduktor pollicis brevis terbukti sebagai tes yang spesifik, tapi tidak sensitif. Keterbatasan fungsional Sering terbangun saat tidur dimalam hari Kesulitan melakukan gerakan repetitif seperti mengetik, mengemudi kendaraan bermotor Kesulitan menggenggam benda Kesulitan mengikat tali sepatu, mengancingkan baju dan memasukkan kunci ke lubang kunci Pemeriksaan Penunjang Elektrofisiologi EMG dan kecepatan Hantar Saraf Ultrasound muskuloskeletal Radiologi pergelangan tangan Laboratorium, untuk menyingkirkan kemungkinan kelainan endokrin dan reumatologi Tujuan tatalaksana Mengurangi nyeri, kesemutan Meningkatkan kekuatan otot Mengoptimalkan kemampuan fungsi tangan Tatalaksana Terapi konservatif/rehabiitasi 16 Medikamentosa steroid sesuai dengan indikasi (baik oral maupun injeksi). Pemberian oral dapat berupa Prednison 1x20 mg pada minggu pertama dan 1 x 10 mg minggu kedua atau Prenisolone 1 x 25 mg selama 10 hari . Modifikasi pekerjaan sementara waktu termasuk modifikasi postur Tendon and nerve gliding exercise Modalitas : • Low level laser therapy (LLLT) pada daerah carpal tunnel, LLLT dapat mengurangi nyeri, meningkatkan ROM aktif dan memperbaiki toleransi aktivitas fungsional. • Pulsed ultrasound (25% duty cycle), 1 1 MHz, 1.0 W/cm² selama 15 menit Ortotik, penggunaan splint pada posisi netral pada malam hari dapat mengurangi gejala CTS. Penggunaan full-time, bila dapat dilakukan, dapat memberikan perbaikan gejala dan elektrofisiologi yang lebih baik. Perbaikan maksimal terjadi pada 2 – 3 minggu Selama periode istirahat, dilakukan streching fleksi dan ekstensi pergelangan tangan dan forearm dengan dibantu oleh tangan yang sehat (tendon & nerve exercise). Latihan streching dapat dilakukan, namun hindari streching yang agresif. Semua tindakan diatas disesuaikan dengan derajat keparahan dan hasil pemeriksaan kemampuan fungsional (functional Status Scale (FSS) dan Symton Saverity Scale (SSS) Komplikasi Ganguan sensoris dan motorik kronik, kerusakan saraf permanen 17 Cerebral Palsy Batasan dan Uraian Umum Cerebral Palsy (CP) adalah kelainan gerak dan postur yang disebabkan oleh suatu penyakit atau cedera yang bersifat non progresif pada otak yang imatur. Epidemiologi 2 – 3 per 1000 kelahiran hidup Penyebab • Prenatal • Neonatal : prematuritas, BBLR, Infeksi, hipoksia, hiperbillirubinemia, perdarahan : kelainan kongenital, kelainan plasenta, infeksi, toksik intrakranial, partus lama • Postnatal : Trauma, infeksi, toksik, perdarahan intracranial, tumor otak Anamnesis • Disfungsi motorik halus dan kasar • Gangguan gerak, transfer, ambulasi • Gangguan AKS : makan, minum, berpakaian, toileting, berhias • Gangguan komunikasi • Gangguan psikososial dan vokasional Pemeriksaan Fisik • Keterlambatan tahapan perkembangan • Gerak postur berupa spastik atau diskenite yang ik • Poja jalan (crouch gait) • Evaluasi pendengaran • Evaluasi penglihatan • Pemeriksaan tonus dan spastisitas • Reflek primitive yang menetap • Evaluasi nervus kranialis • Evaluasi komunikasi 18 Klasifikasi Pelsi Serebral Berdasarkan pola gerakan dibagi menjadi lima : 1. Spastic 2. Diskeinetik 3. Hipotonia 4. Ataksi 5. Campuran Berdasarkan penyebaran anatomi gangguan motorik dibagi menjadi tiga : 1. Monoplegia 2. Hemiplegia 3. Diplegia 4. Quadriplegia 5. Total body involvement Berdasarkan fungsi kemampuan motorik menurut Gross Motor Function Classification System (GMFCS) 1. GMFCS I : anak dapat berjalan di dalam dan diluar ruangan dan naik tangga tanpa bantuan 2. GMFCS II : anak dapat berjalan di dalam dan di luar ruangan dan naik tangga dengan berpegangan 3. GMFCS III : dapat berjalan di dalam ruangan atau luar ruangan pada permukaan datar dengan alat bantu 4. GMFCS IV : dapat berjalam dalam jarak pendek dengan alat bantu namun lebih sering dengan menggunakan kursi roda di dalam dan diluar rumah 5. GMFCS V : tidak bisa mobilisasi Pemeriksaan Penunjang Evaluasi kognitif Radiologi konvensional Tujuan tatalaksana 1. Mampu berkomunikasi untuk dapat mengekpresikan keinginan, pikiran dan perasaannya secara oral/verbal dan non oral (melalui isyarat, tulisan atau simbol) 2. Mampu melaksanakan AKS, seperti merawat diri sendiri, aktivitas makan, defakasi.miksi, mandi, berdandan dan berpakaian 19 3. Mobilitas : kemandirian dalam ambuulasi, kemandirian sebagian dalam ambulasi, ketrgantungan total dalam ambulasi 4. Berjalan di dalam rumah, menggunakan kursi roda di luar rumah, mampu berjalan di tempat latihan dengan banuan orang lain, dan dengan kursi roda pada lokasi lain, menggunakan kursi roda untuk semua aktivitas. Tatalaksana 1. Edukasi Edukasi keluarga dan lingkungan mengenai penanganan dalam hal interaksi keluarga dengan penderita (bayi/anak), serta lingkungan yang sesuai untuk anak tersebut. 2. Terapi disfungsi motorik Kombinasi berbagai bentuk teknik fasilitas dengan latihan aktifitas motorik fungsional sesuai tahap perkembangan mulai dari kontrol kepala hingga berjalan untuk motorik kasar. Stimulasi gerakan dan ketrampilan tangan sesuai tahapan perkembangan yang sudah/belum dicapai Metode : inhibisa, fasilitas, stimulasi 3. Casting/splint dan ortosis/ortotik dan prostetik Resting atau night splint, untuk memelihara ROM, misalnya pada ankle (mencegah plantar fleksi) dan pada pergelangan tangan atau jari tangan untuk stabilisasi AFO (Ankle Foot Orthosis), untuk kontrol spastik equinus dan hiperekstensi lutut saat ” stance phase” HIP abduction arthosis, untuk mencegah kontraktur adduktor panggul dan dipasang juga pada pasca operasi adductor panggul 4. Tatalaksana gangguan wicara Stimulasi bahasa Stimulasi sesuai tingkat perkembangan Stimulasi perbendaharaan kata – kata 5. Manajemen feeding dan drooling serta gangguan manelan 6. Terapi psikososial dan edukasional 7. Medikamentosa dengan obat antipastisitas Baclofen Injeksi Botox 20 8. Operasi Dilakukan oleh ahli bedah orthopedic pada kondisi : Terjadi deformitas kontraktur yang mengganggu aktivitas vokasiobal dan perawatan diri Komplikasi Kontraktur – deformitas muskuloskeletal Skoliosis Sublksasi/dislokasi panggul Infeksi perbafasan Obstipasi Infeksi fraktur urinarius 21