PERAN KGPAA PAKU ALAM VIII DALAM PERSATUAN PANAHAN

advertisement
PERAN K.G.P.A.A PAKU ALAM VIII DALAM PERSATUAN PANAHAN SELURUH
INDONESIA (PERPANI) TAHUN 1953-1977
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Yogyakarta
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Guna Memperoleh Gelar
Sarjana Sastra
Oleh:
NETI MUFAIQOH
11407141038
PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH
JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2015
MOTTO
Orang mukmin yang kuat adalah lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah dari pada
orang mukmin yang lemah. (Rasulullah S.A.W) dari H.R. Abu Hurairah r.a.
Keterbatasan bukanlah halangan untuk melakukan yang terbaik, karena
keterbatasan yang membuatku bangkit dan kuat. (NM)
Tidak ada yang lebih pantas selain-Nya yang mampu aku andalkan dan aku
harapkan.
v
PERSEMBAHAN
Skripsi ini ku persembahkan untuk kedua orang tuaku:
Bapak Muhidun, dan Ibu Uhtiyatun.
vi
ABSTRAK
PERAN K.G.P.A.A PAKU ALAM VIII DALAM PERSATUAN PANAHAN
SELURUH INDONESIA (PERPANI) TAHUN 1953-1977
Oleh: Neti Mufaiqoh
NIM 11407141038
Pasca merdeka, Indonesia mulai berpartisipasi dan mengambil peranannya
dalam pergaulan dunia melalui olahraga. Olahraga sebagai character building
menjadi hal yang digalakan pemerintah untuk membangun karakter bangsa. Sri
Paku Alam VIII yang merupakan Wakil Kepala Daerah Yogyakarta mendampingi
Hamengku Buwono IX. Sebagai seorang kepala kadipaten Pakualaman Paku
Alam VIII tertarik dengan olahraga khususnya panahan, bahkan Ia adalah tokoh
pendiri Persatuan Panahan Seluruh Indonesia (Perpani). Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui riwayat hidup K.G.P.A.A Paku Alam VIII, awal mula
ketertarikan K.G.P.A.A Paku Alam VIII terhadap olahraga khususnya panahan
dan mengetahui upaya K.G.P.A.A. Paku Alam VIII dalam mengembangkan
Perpani tahun 1953-1977.
Penelitian ini menggunakan metode sejarah kritis. Metode yang digunakan
melalui langkah-langkah sebagai berikut: Pertama, heuristik yaitu menghimpun
jejak-jejak masa lampau atau sering disebut sumber sejarah. Kedua, kritik sumber
yaitu kegiatan meneliti sumber-sumber secara autentitas dan kredibilitas. Ketiga,
interpretasi yaitu langkah menetapkan fakta sejarah dan saling hubungan antar
fakta-fakta sejarah yang diperoleh setelah sumber diseleksi secara autentitas dan
kredibilitasnya. Keempat, historiografi yaitu penyampaian sintesis yang diperoleh
dalam bentuk penulisan sejarah.
Hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa (1) Sri Paku
Alam VIII lahir di lingkungan puro Pakualaman, dan naik tahta menggantikan
ayahnya Paku Alam VII, ia memiliki peranan sebagai tokoh olahraga panahan.
(2) Ketertarikan Sri Paku Alam VIII pada panahan bermula dari hobinya bermain
panahan tradisional Jemparingan gaya Mataraman bersama kerabat dan abdi
dalem. Dorongan untuk berolahraga juga datang dari ibunya Retno Puwoso dan
kakeknya Paku Buwono X. (3) Pada tahun 1953 Paku Alam VIII mendirikan
Persatuan Panahan Seluruh Indonesia (Perpani) dan Mardisoro. Upaya Paku
Alam VIII untuk mengembangkan Perpani yaitu memperjuangkan olahraga
panahan sebagai pertandingan resmi yang diperlombakan dalam PON,
mengembangkan olahraga panahan di kalangan masyarakat dan mendaftarkan
Perpani sebagai anggota persatuan panahan Internasional FITA.
Kata Kunci: Peran, K.G.P.A.A Paku Alam VIII, Perpani.
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah S.W.T berkat limpahan dan rahmat-Nya
sehingga penyusunan Skripsi yang berjudul “Peran K.G.P.A.A Paku Alam VIII
dalam Persatuan Panahan Seluruh Indonesia (Perpani) Tahun 1953-1977” disusun
sebagai salah satu persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Sastra di
Universitas Negeri Yogyakarta. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari
bimbingan, bantuan, dan saran dari berbagai pihak. Atas segala hormat, ketulusan
dan keikhlasan dari pihak–pihak yang telah memberi bantuannya, penulis
mengucapkan terimakasih. Tidak lupa juga saya ucapakan terimakasih kepada:
1. H.Y. Agus Murdiyastomo, M. Hum, Selaku pembimbing skripsi dan
Ketua Prodi Ilmu Sejarah yang selalu memberikan arahan, masukan
dan bimbingan dalam menyusun skripsi hingga selesai.
2. Prof. Dr. Ajat Sudrajat, M, Ag. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial
UNY sekaligus dosen Ilmu Sejarah yang banyak membantu kelancaran
skripsi ini.
3. Mudji Hartono, M.Hum, selaku narasumber yang memberikan kritik
dan saran terhadap perbaikan skripsi hingga selesai.
4. Danar Widiyanta, M. Hum. Selaku penasehat akademik yang selalu
memberi motivasi dan bimbingan.
5. Dosen-dosen Ilmu Sejarah yang telah memberi bimbingan selama
studi.
viii
6. KPH Anglingkusumo, yang telah meluangkan waktunya dan
memperlihatkan koleksinya.
7. KPH Indrokusumo, Selaku Putera Sri Paku Alam VIII dan juga
pengurus KONI DIY, yang telah meluangkan waktu dan membagi
kisah hidupnya.
8. Bapak Darmodipuro, serta ibu yang telah menyambut kami dan
meluangkan waktunya.
9. Bapak Soekarto, yang telah bersedia memberikan bantuannya.
10. Bapak Rimawan selaku ketua, pengurus Mardisoro Periode 2015, yang
telah menunjukan koleksi busur dan panah Sri Paku Alam VIII, serta
memberi banyak informasi kepada penulis serta mengundang untuk
melihat Jemparingan secara langsung di Kestalan Puro Pakualaman.
11. Petugas perpustakaan Pakualaman, Perpustakaan Daerah, Sonobudoyo,
Vredeburg, Kolege Ignatius, Jogja Library Centre, Badan Arsip Dan
Perpustakaan Daerah Yogyakarta, Perpustakaan Sanata Dharma,
Perpustakaan FIB UGM, perpustakaan UGM,
perpustakaan UNY,
perpus FIS, dan petugas Lab Sejarah UNY.
12. Keluarga besar bapak ibu, kakak-kakakku, Rahmad Mustalib, Siti
Baroroh, Agus Sahro, Resti Hidayah, Denis Mudlofar dua adik kecilku
Nita Nurlisa Dan Aziz Muslim, serta ponakan-ponakanku yang cerdas
dan lucu Nia Kharin Saqina, Raihan Muzaki, Mohammad Nauval
Azka Bara, Hasna, Raga Rizal Arifin Dan Raisyah El Mustalib. Serta
ix
kakak iparku, Mas Syarifuddin Joyo Pranolo, Mbak Gotin, Mbak Umi
Hani, dan Mas Rudi.
13. Rumah sekaligus keluarga keduaku lorong cinta B.3 yang sudah setia
menemani dan tumbuh bersama.
14. Ririn Mawaddah, Primastuti Nur Malinda, Desi Ambar, dkk.
15. Keluarga Ilmu Sejarah A09 2011, B09 2011, serta kakak dan rekanrekan Ilmu Sejarah yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.
16. Kawan-kawan EKSPRESI yang sedikit banyak membentuk karakter
dan membuka pola pikir yang baru.
17. Terimakasih juga kepada Kyai ku, Raden Aldion Priambada yang
selalu mendukung, memberi kritik dan saran bagi penulis, sehingga
dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
18. Semua pihak yang telah membantu proses penyelesaian skripsi ini.
Oleh karena itu, penulis menyadari pentingnya dukungan dan bantuan dari pihakpihak tersebut. Penulis sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna
sehingga, kritik serta saran yang membangun sangat diharapkan demi perbaikan
karya ilmiah sejarah ini.
Yogyakarta,16 Desember 2015
Neti Mufaiqoh
NIM. 11407141038
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ....................................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................................... iii
PERNYATAAN ........................................................................................................... iv
MOTTO ......................................................................................................................... v
PERSEMBAHAN .......................................................................................................... vi
ABSTRAK ..................................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ................................................................................................... viii
DAFTAR ISI .................................................................................................................. x
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................................. xii
DAFTAR SINGKATAN ............................................................................................... xiii
DAFTAR ISTILAH ....................................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
A. Latar belakang .............................................................................................. 1
B. Rumusan masalah ........................................................................................ 6
C. Tujuan masalah ............................................................................................ 6
D. Manfaat penelitian ....................................................................................... 7
E. Kajian pustaka .............................................................................................. 8
F. Historiografi yang relevan ........................................................................... 11
G. Metode penelitian dan pendekatan penelitian .............................................. 13
H. Sistematika pembahasan .............................................................................. 24
BAB II. RIWAYAT HIDUP K.G.P.A.A PAKU ALAM VIII ...................................... 26
A. Latar Belakang dan Silsilah keluarga .......................................................... 26
1. Pengaruh Keluarga Terhadap Pribadi Paku Alam VIII ......................... 28
xi
2. Masa Kanak-Kanak. ............................................................................... 33
3. Pendidikan.............................................................................................. 34
B. Paku Alam VIII Naik Tahta Hingga Kekuasaan Jepang ............................... 36
C. Menjadi Wakil Kepala Daerah Yogyakarta .................................................. 40
BAB III. K.G.P.A.A PAKU ALAM VIII DAN OLAHRAGA
............................. 44
A. Kondisi Keolahragaan di Indonesia Pascakemerdekaan .............................. 44
B. Ketertarikan Sri Paku Alam VIII pada Dunia Olahraga .............................. 53
C. Peran Dalam Keolahragaan di Indonesia ..................................................... 56
1.Lahirnya PON ........................................................................................... 57
2. Olympiade Games dan Peranan Sri Paku Alam VIII ............................... 63
3.Asian Games dan Peranan Sri Paku Alam VIII ........................................ 66
BAB
IV.
PERKEMBANGAN
PERSATUAN
PANAHAN
SELURUH
INDONESIA (PERPANI) Tahun 1953-1977 ............................................... 70
A. Panahan Sebagai Olahraga Tradisional di Yogyakarta ................................. 70
B. Berdirinya Perpani ......................................................................................... 75
C. Perkembangan Perpani di Indonesia ............................................................. 80
D. Bergabung dengan Federation Internationale de’tir A Lar’c (FITA) ......... 86
BAB V. KESIMPULAN ................................................................................................ 91
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 94
LAMPIRAN ................................................................................................................... 99
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Undangan dari Persatuan Panahan Seluruh Indonesia tahun 19 Juli
1953 .......................................................................................................... 99
Lampiran 2. Peraturan Pertandingan Panahan tahun 1953 ................................................. 100
Lampiran 3. Seleksi Panahan Regu Untuk Jawa Timur 19 Mei 1957 .......................... 102
Lampiran 4. Surat Sekretaris Umum Perpani kepada Komisaris Perpani Seluruh
Indonesia tentang seleksi perlombaan panahan seluruh Indonesia
pada tanggal 31 Mei dan 5 Juni 1962 di Jakarta. .................................... 103
Lampiran 5. Sasaran bidikan Jemparingan dan panahan .............................................. 105
Lampiran 6. Koleksi anak panah dan Busur Paku Alam VIII di Puro Pakualaman. .... 106
Lampiran 7. K.G.P.A.A. Paku Alam VIII Bermain Jemparingan Bersama Kerabat
dan Abdi Dalem. ....................................................................................... 107
Lampiran 8. Foto K.G.P.A.A Paku Alam VIII ............................................................. 108
Lampiran 9. Foto Penulis dan Narasumber dengan Bapak Rimawan, foto bawah
KPH Anglingkusumo ................................................................................ 109
Lampiran 10.Daftar Nama Peserta AGF di Tokyo tahun 1958 ..................................... 110
Lampiran 11.Daftar Nama Peserta AGF di Jakarta tahun 1962 .................................... 112
xiii
DAFTAR SINGKATAN
AGF
: Asian Games Federation
AMS
: Alegemene Middlebare School
DAGI
: Dewan Asian Game Indonesia
Departemen P.P &K : Departemen Pendidikan & Kebudayaan
DORI
: Dewan Olahraga Indonesia
FITA
: Federation Internationale de’tir A Lar’c
Ganefo
: Games Of the New Emerging Forces
Gelora
: Gerakan Olahraga
GNAS
: Grand National Archery Society
HB IX
: Hamengku Buwono IX
HBS
: Hogre Boarding School
IOC
: International Olympic Committee
ISI
: Ikatan Sport Indonesia
KAA
: Konferensi Asia Afrika
Keppres
: Keputusan Presiden
Kogor
: Komando Gerakan Olahraga
KOI
: Komite Olympiade Indonesia
KORI
: Komite Olympiade Republik Indonesia
P.P
: Persatuan Panahan
P.A VIII
: Paku Alam
PD
: Perang Dunia
Perpani
: Persatuan Panahan Indonesia
POM
: Pekan Olahraga Mahasiswa
PON
: Pekan Olahraga Nasional
xiv
Porda
: Pekan Olahraga Daerah
PORI
: Persatuan Olahraga Republik Indonesia
PSSI
: Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia
TC
: Training Centre/Pemusatan Latihan.
xv
DAFTAR ISTILAH
Agresi
:
Penyerangan dari negara satu terhadap negara lain.
Cucuk
:
Orang yang bertugas mengambil anak panah serta
melaporkan hasil sasaran kepada bambang.
De facto
:
Kenyataan yang terjadi; pada hakikatnya
De jure
:
Berdasarkan hukum yang berlaku.
Ekshibisi
:
Tontonan, peragaan, pameran.
Gubernemen
:
Pemerintah (dalam masa penjajahan Belanda)
In de kos
:
Menumpangkan seseorang tinggal dan makan dengan
membayar; memondokkan
Jawatan
:
Bagian dari departemen atau pemerintah daerah yang
mengurus (menyelenggarakan) suatu tugas atau pekerjaan
yang luas lingkungannya.
Jemparingan
:
Jenis permainan olahraga yang menggunakan panah dan
busur, namun pemainnya mengenakan pakaian adat jawa.
Pemanah tradisional disebut dengan bambang.
Jumenengan
:
Penobatan.
Jung
:
Satuan hitung yang mengunakan ukuran kepala rumah
tangga, 1 jung terdri dari 4 keluarga (biasanya sekitar 600
kaki persegi).
Lustrum
:
Peringatan yang dilakukan pada masa lima tahun.
National
:
Suatu cita-cita atau gerakan pada masa era Soekarno yang
xvi
building
digunakan untuk pembangunan nasional bangsa yang baru
saja merdeka. Salah satunya dalam skripsi ini adalah
olahraga
sebagai
pembangunan
Nasioanal
(National
Building) bagi bangsa.
Ngoko
:
Tingkatan bahasa yang terendah dalam bahasa Jawa yang
dipakai untuk berbicara dengan orang yang sudah akrab,
dengan orang yang lebih rendah kedudukannya, atau dengan
orang yang lebih muda
Politik Etis
:
Politik etis adalah kebijakan yang dikeluarkan oleh
pemerintahan kolonial Belanda untuk mengembangkan
penghidupan ekonomi masyarakat Hindia Belanda pada
tahun 1901 dengan pengembangan di bidang pendidikan,
imigrasi, dan irigasi.
Priyayi
:
Anggota kelas pejabat pegawai kerajaan. Harfiah berarti
para yayi yang artinya adik-adik raja.
Pergantian
:
kabinet
Perubahan atau perombakan yang dilakukan dalam tubuh
kabinet guna memperbaiki kualitas dari sebuah struktur
kabinet.
Romusha
:
Orang-orang yang dipaksa bekerja berat pada zaman
pendudukan Jepang; pekerja paksa.
Sandang 4
:
Tembakan 4 anak panah sekaligus yang mengenai sasaran
dalam satu rambahan/seri.
Sepasaran
:
Peringatan lima hari bagi seorang bayi di Jawa.
xvii
Top organisasi
:
Orang-orang yang berada dalam struktur kepengurusan dari
masing-masing cabang olahraga/ induk organisasi.
training centre
:
Sebuah taktik yang digunakan untuk memusatkan pelatihan
bersama bagi seluruh atlet agar dapat terpantau dan mampu
berlatih bersama.
Wiyosan
:
Upacara hari ulang tahun raja
xviii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pakualaman merupakan negara yang “mardiko”, yaitu memiliki hak untuk
mengatur dan mengurus wilayahnya sendiri. Sejak adanya kontrak politik pada
tahun 1813, Kasultanan Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman menjalankan
pemerintahan dengan wilayahnya masing-masing. Pakualaman dipimpin oleh
seorang K.G.P.A.A Paku Alam, sedangkan Kasultanan Yogyakarta dipimpin oleh
Sultan Hamengku Buwono.
Jepang mulai menginvansi Hindia Belanda Tahun 1942 kemudian Jepang
menduduki Hindia Belanda serta mengusir keberadaan Belanda dari tanah jajahan.
Jepang
memberlakukan
larangan
penggunaan
bahasa
belanda,
serta
menghancurkan bangunan- bangunan dan patung- patung peninggalan penjajahan
untuk menghilangkan pengaruh Belanda.1 Kemudian Jepang mengganti dengan
lagu- lagu, bahasa jepang, serta slogan- slogan yang menunjukan keagungan
bangsa Jepang. Kebudayaan Jepang mulai menggantikan pengaruh Belanda di
tanah air tahun 1942-1945. Selain Bahasa dan kebudayaan Jepang, diajarkan pula
latihan militer serta permainan-permainan ketagakasan yang melatih fisik
1
M.C. Ricklef, Sejarah Indonesia Moderen, (1200-2008), (Jakarta: P.T.
Serambi Ilmu Semesta, 2008), hlm. 425.
1
2
misalnya Kyoreng, latihan baris-berbaris, Kendo, Taiso, dan keterampilan
menggunakan bayonet.2
Pakualaman dipimpin oleh Sri Paduka Paku Alam VIII saat Jepang
menginvasi Hindia Belanda. Paku Alam VIII memutuskan untuk menyatakan
bergabung dengan kasultanan Yogyakarta untuk memperkuat kedudukan
Kasultanan
Yogyakarta
dan
Pakualaman.
Tanda-tanda
integrasi
antara
Pakualaman dengan Kasultanan Yogyakarta merupakan salah satu bentuk
kesadaran Paku Alam VIII atas rasa nasionalisme yang sudah muncul di Hindia
Belanda pada awal abad ke XIX agar terjadinya kesatuan dan persatuan dapat
tercapai.3
Penyatuan Pakualaman dan Kasultanan Yogyakarta menjadi Yogyakarta,
telah dikehendaki oleh K.G.P.A.A Paku Alam VIII dan Hamengku Buwono IX,
untuk menyatukan dua kerajaan yang sempat pecah. Penyatuan kembali dua
kerajaan ini semakin terlihat ketika K.G.P.A.A Paku Alam VIII dan Sultan
Hamengku Buwana IX megirimkan surat pernyataan untuk bergabung dengan RI
secara bersamaan. Bergabungnya Yogyakarta menjadi satu dengan RI membuat
kerjasama antara Sultan dan K.G.P.A.A Paku Alam VIII ini semakin berjalan
baik, dalam membina dan menata Yogyakarta4.
2
Margono, Sejarah Olahraga, Dikatat Kuliah, (Yogyakarta: Universitas
Negeri Yogyakarta, 2001), hlm. 45.
3
S. Maimoen, dkk, Takhta Untuk Rakyat Celah-celah Kehidupan Sultan
Hamengku Bowono IX, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2011), hlm. 313
4
Ibid., hlm.311-312.
3
Kedua pemimpin ini bersinergi dalam menjalankan tugas dan pembagian
kekuasaan di Yogyakarta dimulai saat masa penjajahan Jepang hingga Hamengku
Buwono IX wafat. Sinergitas ini terlihat terutama ketika Hamengku Buwana IX
turut aktif dalam pemerintahan pusat, sehingga urusan dalam Yogyakarta
dijalankan oleh K.G.P.A.A Paku Alam VIII.
Pascaperang dunia II dengan dikalahkannya pasukan Jerman oleh sekutu,
berdampak pada adanya peralihan paradigma dalam persaingan dunia.
Kesepakatan universal menyatakan bahwa tolok ukur kejayaan suatu bangsa dapat
dilihat dari keikutsertaan dan prestasi suatu negara dalam ajang perhelatan
olympiade moderen dunia. Olympiade moderen ini memiliki semboyan universal
Citius, Latius, Fortius yakni mencerminkan gerakan peradaban manusia untuk
berlomba-lomba dalam kebaikan, keunggulan dan kejayaan.5 Oleh karena itu,
pascaperang dunia II banyak negara-negara dunia yang turut serta mengikuti
olahraga tingkat dunia tersebut.
Olahraga merupakan salah satu hasil budaya yang dihasilkan
manusia,
artinya tidak dapat disebut kegiatan olahraga, jika tidak ada faktor manusia yang
berperan secara ragawi atau pribadi melakukan aktivitas olahraga itu. 6 Melalui
olahraga pula suatu negara dapat menunjukan pengaruhnya terhadap negaranegara lain. Diawal kemerdekaan, paradigma olahraga di Indonesia merupakan
alat untuk mewujudkan eksistensi dan partisipasi bangsa Indonesia dimata dunia.
5
Agus Kristiyanto, Pembangunan Olahraga: Untuk Kesejahteraan Rakyat
dan Kejayaan Bangsa, (Surakarta : Yuma Pustaka, 2012), hlm. xvii
6
Santosa Giriwijoyo dan Didik Zafar Sidik, Ilmu Faal Olahraga :Fisiologi
Olahraga. (Bandung : Remaja Rosdakarya Offset, 2013), hlm. 36
4
Olahraga juga digunakan pemerintah sebagai Nation and Character
Building. Sesuai dengan semangat zaman yang dibangun pemerintah saat itu.
Penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional (PON) digunakan sebagai alat
pemersatu bangsa yang saat itu baru merdeka, maka lahirlah PON I pada tahun
1948 di Solo. Meskipun dalam pelaksanaannya masih banyak pertentangan politik
namun pelaksanaan PON I ini masih tetap berlanjut dan mendapat perhatian
masyarakat Indonesia yang cukup banyak.7
Di awal tahun 1950-an olahraga telah mengalami perluasan makna. olahraga
yang awalnya adalah sebuah upaya untuk menjaga kesehatan jasmani kemudian
berubah menjadi ajang persaingan antar negara.8 Pergeseran makna itulah maka,
pemerintah baik lokal maupun nasional terus memperbaiki dan mengembangkan
prestasi keolahragaan baik nasional maupun internasional. Melalui beberapa
kebijakan dan usaha-usaha pembangunan khususnya olahraga, pemerintah
berusaha mewujudkan Indonesia yang sehat melalui beberapa tindakan yang
diperlukan saat itu. Misalnya, pembangunan stadion, pemenuhan fasilitas, dan
upaya memperbaiki kualitas atlet melalui pembinaan dan penggojlokan.
K.G.P.A.A Paku Alam VIII memiliki pribadi yang sederhana.9 Ia memilih
untuk turun ke masyarakat dengan menjadi seorang pegawai di kantor agraria
setelah ia tamat sekolah. Ia juga dikenal hobi berolahraga, panahan merupakan
Lihat Tugas Tri Wahyono, “Aspek Politik Dalam Olahraga: Studi Kasus
tentang Penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional (PON) I di Solo 1948”,
Patrawidya, Vol. VIII No. 2 Juni 2007, hlm. 3.
7
Aulia Rahman, “Olahraga Dan Identitas Nasional: Pencak Silat Di Indonesia
Tahun 1950-1970”, Tesis, (Yogyakarta: UGM, 2002), hlm 30.
8
9
Djoko Dwiyanto, Puro Pakualaman: Sejarah Kontribusi dan Nilai
Kejuangannya, (Yogyakarta: Paradigma Indonesia, 2009), hlm. 87.
5
salah satu olahraga yang digemarinya, bahkan ia dijuluki Bramastro yaitu nama
busur panah yang dimiliki. Kecintaannya dalam bidang olahraga terutama
panahan telah membawanya untuk berkontribusi mengembangkan olahraga di
Indonesia.
Tercatat bahwa P.A VIII pernah menjabat sebagai ketua organisasi olahraga
seperti Komite Olimpiade Indonesia (KOI), dan mendirikan Persatuan Panahan
Seluruh Indonesia (Perpani) pada tahun 1953. Sebagai wakil kepala daerah, Paku
Alam VIII juga mendukung aktivitas olahraga lain yang muncul di Yogyakarta
misalnya olahraga pacuan kuda, pencak silat, dan anggar. Ia mampu membagi
waktunya dengan baik, ketika menjadi seorang wakil kepala daerah Yogyakarta,
ataupun saat menjadi ketua umum Perpani.
Upaya K.G.P.A.A Paku Alam VIII dalam mengembangkan Perpani sangat
gencar. Ia adalah salah satu tokoh yang mengusulkan jika olahraga panahan
menjadi salah satu cabang olahraga yang di perlombakan dalam Pekan Olahraga
Nasional (PON) mengingat saat itu panahan merupakan cabang olahraga yang
berstatus ekshibisi dalam PON I tahun 1948. Pada akhirnya atas perjuangannya,
panahan kemudian diperlombakan dalam penyelenggaraan PON.
Perpani bergabung dengan organisasi panahan Internasional Federation
Internationale de tir A Lar’c (FITA) tahun 1959 untuk mengembangkan potensi
dan prestasi. Diperlombamakannya ronde memanah di PON dan keaggotaannya
dalam FITA adalah awal perjalanan perkembangan Perpani di Indonesia untuk
mencapai cita- cita olahraga sebagai character building bangsa Indonesia seperti
yang dicita-citakan pada masanya. Sebagai seorang pemimpin ia banyak
6
melakukan upaya-upaya untuk memajukan olahraga panahan di Indonesia hingga
taraf Internasional.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, dapat dirumuskan
beberapa permasalahan yang dijadikan sebagai dasar penelitian yaitu:
1. Bagaimana riwayat hidup K.G.P.A.A Paku Alam VIII?
2. Bagaimana awal mula ketertarikan K.G.P.A.A Paku Alam VIII dalam
bidang olahraga khusunya olahraga panahan?
3. Bagaimana upaya yang dilakukan K.G.P.A.A Paku Alam VIII untuk
mengembangkan organisasi Perpani tahun 1953-1977?
C.
Tujuan Penelitian
Penelitian berjudul “Peran K.G.P.A.A Paku Alam VIII dalam Persatuan
Panahan Seluruh Indonesia (Perpani) Tahun 1953-1977” bertujuan untuk :
1. Tujuan Umum
a. Melatih dan menguji daya kritis, anilisis, dan intelektual dalam
menuliskan sebuah penelitian ilmiah sejarah yang sesuai dengan
metodologi sejarah.
b. penelitian ini juga bertujuan untuk menambah khasanah kepenulisan
sejarah, terutama sejarah olahraga.
c. Memperoleh gelar Sarjana Sastra Universitas Negeri Yogyakarta.
2. Tujuan khusus
7
a. Mengetahui riwayat hidup K.G.P.A.A Paku Alam VIII.
b. Mengetahui awal mula ketertarikan K.G.P.A.A Paku Alam VIII terhadap
olahraga khususnya panahan.
c. Mengetahui upaya K.G.P.A.A. Paku Alam VIII dalam mengembangkan
Perpani tahun 1953-1977.
D.
Manfaat Penelitian
1. Bagi Pembaca
a. Pembaca dapat mengetahui bagaimana riwayat hidup K.G.P.A.A
Paku Alam VIII.
b. Memperoleh pengetahuan tentang awal mula ketertarikan K.G.P.A.A
Paku Alam VIII terhadap olahraga khususnya panahan.
c. Menambah wawasan terkait upaya K.G.P.A.A Paku Alam VIII dalam
mengembangkan organisasi Perpani tahun 1953-1977.
2. Bagi Penulis
a. Menambah wawasan bagi penulis mengenai topik penelitian secara
lebih mendalam.
b. Melatih kemampuan penulis dalam rangka penerapan metodologi
sejarah dalam merekonstruksi peristiwa sejarah.
c. Menambah pengetahuan tentang K.G.P.A.A Paku Alam VIII, yang
memiliki andil cukup besar dalam olahraga khusunya panahan dan
Perpani.
8
E.
Kajian Pustaka
Kajian Pustaka merupakan telaah terhadap pustaka atau literatur yang
menjadi landasan pemikiran dalam penelitian.10 Mengingat minimnya pustaka
yang membahas mengenai peran Paku Alam VIII dalam bidang olahraga, terlebih
megenai peranannya dalam panahan. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan
beberapa
pustaka.
Pustaka
yang
Pertama,
buku
dari
Soedarisman
Poerwokoesoemo, berjudul Kadipaten Pakualaman terbitan UGM press, buku ini
berisi tentang riwayat hidup raja-raja di Pakualaman dimulai dengan Paku Alam I
hingga Paku Alam VII. Soedarsiman Poerwokesoemo menjelaskan bagaimana
kondisi sosial dan politik Pakualaman di masing-masing masa pemerintahan raja
Pakualaman.
Buku Kadipaten Pakualaman ini terbatas membahas mengenai pemerintahan
masa Paku Alam VII. Namun, buku ini menjelaskan bagaimana asal usul Sri Paku
Alam VIII yang merupakan putera Paku Alam VII dengan seorang puteri dari
kasunanan Surakarta yaitu Retno Puwoso. Pernikahan tersebut berdampak pada
adanya pengaruh kebudayaan keraton Surakarta yang dibawa Retno Puwoso
terhadap Puro Pakualaman. Perbedaan kebudayaan dari ayah dan Ibu inilah yang
akan dilihat dalam sikap dan perilaku Sri Paduka Paku Alam VIII, yang
dibesarkan dalam asuhan seorang putri keraton Solo dan dibesarkan di lingkungan
puro Pakualaman.
10
Tim Prodi Ilmu Sejarah, Pedoman penulisan Tugas Akhir Ilmu Sejarah,
(Yogyakarta: Prodi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri
Yogyakarta, 2013), hlm. 6
9
Kedua, diktat kuliah karya Margono berjudul Sejarah Olahraga, terbitan
Universitas Negeri Yogyakarta tahun 2001. Diktat ini menjelaskan mengenai
perjalanan sejarah olahraga secara umum yang berkembang dibeberapa negara,di
dunia misalnya, Mesir, Yunani, Romawi, Persia dan beberapa negara di Asia.
Pelatihan jasmani di masing-masing negara sudah nampak terlihat. Pelatihan
jasmani yang diajarkan biasanya melatih ketangkasan berperang, memanah,
beladiri, dan berenang. Romawi dan Athena merupakan cikal bakal adanya
Olympiade di dunia. Olympiade merupakan salah satu event Pan Helenic Games
(Suatu pekan/ pesta olahraga dan seni baik yang bertaraf lokal, regional), yang
dilaksankan oleh bangsa hellen/hellos yaitu bangsa yang menempati wilayah
yunani pada saat itu.11 Pekan olahraga yang termasuk dalam Pan Helenic Games
yaitu, Olympic, Pythia, Isthmia, dan Nemea. Diantara keempat tersebut, Olympic
adalah pekan olahraga yang termashur hingga saat ini.
Margono menjelaskan bahwa perkembagan olahraga di Indonesia dimulai
sejak masa Pra Sejarah, yaitu pendidikan jasmani yang berkembang di masyarakat
primitif. Pengajaran jasmani ini bertujuan untuk menggalang kekuatan dan
kesadaran kelompok, misalnya saja renang, dayung lari, gulat, dan tari-tarian.
Perkembangan olahraga masa Kerajaan Hindu Budha bertujuan untuk bertapa dan
menyucikan diri, sedangkan pada masa Islam olahraga digunakan untuk bela diri
dan kebugaran jasmani. Margono juga menjelaskan mengenai perkembangan
olahraga di Indonesia hingga muncul, PON, Asian Games, dan Olympiade.
11
Margono, op.cit.,hlm. 12
10
Salah satu buku yang menjelaskan secara singkat tentang peranan Paku Alam
VIII dalam bidang Olahraga adalah buku yang ditulis oleh Djoko Dwiyanto yang
berjudul Puro Pakualaman: Sejarah, Kontribusi, dan Nilai Kejuangannya. Buku
ini juga menjelaskan megenai kiprah Sri Paku Alam VIII di berbagai bidang
penghargaan dan salah satunya dalam bidang keolahragaan terutama panahan.
Bahkan tercatat juga pada tahun 1951 Paku Alam VIII memimpin delegasi
Indonesia ke Asian Games di New Delhi India, selain itu Beliau pun mewakili
Indonesia dalam pertandingan panahan di Swedia pada tahun 1967. Selain itu
dijelaskan pula jika Sri Paku Alam VIII turut aktif dalam pelaksanaan Pekan
Olahraga Nasional (PON) di Indonesia.12
Meskipun dalam buku karya Djoko Dwiyanto tidak terlalu banyak
menjelaskan mengenai kronologis dan prestasi namun daftar ini membantu rekam
jejak Paku alam VIII semasa hidupnya. Keempat yaitu buku karya Husdarta
berjudul Sejarah dan Filsafat Olahraga, menerangkan bahwa
kondisi
keolahragaan masa kemerdekaan dan Orde Baru yang mengalami perubahan
posisi olahraga dalam berbagai bidang salah satunya hubungan olahraga dengan
politik. Karena Olahraga adalah bagian integral dari dunia sosial13 sehingga
olahraga dipengaruhi oleh sosial, politik dan ekonomi masyarakat.
Kelima, yaitu artikel dari Tugas Tri wahyono berjudul “Aspek Politik Dalam
Olahraga: Studi Kasus tentang Penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional (PON)
12
Djoko Dwiyanto, op.cit., hlm. 88-89.
13
Husdarta, Sejarah dan Filsafat Olahraga, (Bandung: Alfabeta, 2010), hlm.
110.
11
I di Solo 1948”. Menjelaskan bahwa Penyelenggaraan PON yang pertama dilatar
belakangi oleh semangat bangsa Indonesia untuk berpartisipasi dalam masyaraka
di pergaulan dunia yaitu Olympiade London tahun 1951. Tugas Tri Wahyono
dalam artikelnya menjelaskan bahwa rasa kekecewaan bangsa Indonesia terhadap
dunia olahraga di Indonesia, memberikan semangat bagi setiap top organisasi
untuk menyelenggarakan Pekan Olahraga Nasional dan menumbuhkan semangat
olahraga dikalangan masyarakat.
F.
Historiografi Yang Relevan
Historiografi yang relevan digunakan untuk membantu seorang sejarawan
dalam melakukan penelitian. Historiografi yang relevan merupakan hasil
penelitian yang bersifat ilmiah dan memiliki kajian ataupun tema yang serupa,
tujuannya agar tidak terjadi plagiarism suatu karya. Oleh karena itu penelitian ini
menggunakan beberapa karya Ilmiah berupa skripsi, tesis, maupun disertasi, yaitu:
Pertama, Skripsi oleh Dewi Bauti Mahasiswa Pendidikan Sejarah Universitas
Negeri Yogyakarta tahun 2012 berjudul Peranan Sri Paku Alam VIII Pada Masa
Agresi Militer Belanda II di Yogyakarta Tahun 1948-1949. Skripsi ini
menjelaskan mengenai bagaimana peranan seorang Sri Paku Alam VIII ketika
terjadi Agresi militer Belanda II di Yogyakarta. Bab kedua, skripsi ini
menjelaskan mengenai bagaimana kondisi politik, sosial, dan ekonomi
Yogyakarta pascakemerdekaan Indonesia. Sri Paku Alam VIII dengan posisinya
sebagai wakil dari Sri Sultan HB IX, Ia turut berperan dalam Agresi Militer
Belanda II di Yogyakarta.
12
Penelitian berjudul Peranan Sri Paku Alam VIII Pada Masa Agresi Militer
Belanda II di Yogyakarta Tahun 1948-1949 dianggap relevan karena memiliki
kesamaan subjek penelitian yaitu Peranan Sri Paku Alam VIII dalam suatu
bidang. Perbedaannya yaitu pada fokus permasalahan yang di teliti, skripsi Bauti
membahas mengenai peran Paku Alam VIII dalam bidang militer sedangkan
penelitian ini akan membahas mengenai peranan Sri Paku Alam VIII dalam
bidang olahraga khususnya olahraga panahan.
Kedua, yaitu tesis tahun 2012 yang berjudul “Pesta Olahraga Asia (Asian
Games IV) Tahun 1962 di Jakarta: Motivasi Dan Capaiannya” Universitas
Indonesia. Tesis yang ditulis oleh Amin Rahayu ini membahas mengenai
persiapan Indonesia sebagai tuan rumah Asian Games IV di Jakarta.
Penyelenggaraan Asian Games IV di Jakarta memiliki unsur politik dan sosial
yang ingin dicapai oleh Indonesia dimata dunia.
Skripsi ini menjelaskan pula bagaimana upaya pemerintah dalam kondisi
perekonomian yang serba sulit, Indonesia dengan segala pro dan kontranya
menyambut event tersebut. Kesamaan dari skripsi ini yaitu sama-sama membahas
tema sejarah olaharaga. Dijelaskan pula peranan seorang Soekarno sebagai kepala
negara dalam mempersiapakan Asian games IV di Jakarta.
Beberapa keputusan dan peraturan dikeluarkan demi kelancaran pelaksanaan
Asian Games misalnya pembentukan Dewan Asian Games Indonesia (DAGI),
pembuatan Gelora Bung Karno. persiapan Asian games tersebut melibatkan
semua pihak mulai dari militer sebagai pengamanan, para pengusaha dan
masyarakat sebagai pendonor dana pembangunan. Semua unsur dilibatkan dalam
13
persiapan penyelenggaraan Asian Games IV di Jakarta, termasuk salah satunya
Paku Alam VIII dan HB IX terlibat dalam pembangunan dan persiapan tersebut
setelah pelaksanaan Asian Games di Jakarta.
G.
Metode Penelitian dan Pendekatan Penelitian
1. Metode Penelitian
Penelitian dalam skripsi ini menggunakan metode penelitian historis. Metode
historis merupakan salah satu penyeledikan dengan metode pemecahan yang
ilmiah dari perspektif historis, keempat tahap tersebut yaitu:
a. Heuristik
Heuristik berasal dari bahasa yunani heuriskein yang artinya menemukan
sumber-sumber sejarah.14 Heuristik merupakan kegiatan menghimpun jejak-jejak
masa lalu yang dikenal dengan data sejarah. Data yang dikumpulkan harus sesuai
dengan jenis sejarah yang ditulis.15 Data sejarah atau sumber sejarah tersebut dapat
berupa arsip, buku, dan tulisan yang berhubungan dengan tema yang dipilih.
Heuristik mempunyai tujuan yakni agar kerangka pemahaman yang didapat
berdasarkan pada sumber-sumber yang relevan bisa disusun jelas, lengkap dan
menyeluruh.16
14
Hugiono dan Poerwantana, Pengantar Ilmu Sejarah, (Jakarta: Rineka Cipta,
1992), hlm. 30.
15
Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2013),
hlm. 90.
16
Helius Sjamsudin, Metodelogi Sejarah, (Yogyakarta: Ombak, 2007), hlm.89.
14
Pelaksanaan heuristik seorang sejarawan yang hendak melakukan penelitian
sejarah harus memiliki bekal pengetahuan sejarah yang cukup. Selain itu,
sejarawan juga dituntut untuk mengetahui dan membedakan sumber-sumber
sejarah yang dibutuhkan. Pencarian sumber dapat dilakukan di perpustakaan,
museum, surat kabar, atau pusat-pusat kajian sejarah. Terdapat dua jenis sumber
yang dapat digunakan :
1) Sumber Primer
Menurut Louis Gottschalk sumber primer adalah kesaksian dari seorang
dengan mata kepalanya sendiri yaitu saksi dengan panca indera atau alat mekanis
(yang juga bisa menghasilkan rekaman yang bisa di indera)17, sumber primer
adalah sumber yang secara langsung ditulis dan didapat melalui orang pertama
atau orang yang mengalami peristiwa tersebut. Sumber primer untuk penelitian ini
adalah:
a) Arsip Pakualaman, No. berisi tentang Catatan hasil Olympiade
Melbourne dan Permohonan Mahasiswa UGM untuk menyiarkan hasil
pertandingan Melbourne.
b) Arsip Pakualaman No.656, berisi tentang hasil latihan dan
pertimbangan dari masing-masing Top Organisasi.
c) Arsip Puro Pakualaman No. 650, Surat dari Panitia Pacuan Kuda
kepada Sri Pakualam VIII wakil kepala daerah Yogyakarta tentang
permohonan piala untuk perlombaan Pacuan Kuda.
d) Arsip Puro Pakualaman No. 655, Surat dari Persatuan Panahan
Seluruh Indonesia No. 6/ Perpani/ 57 kepada Sri Pakualam VIII selaku
ketua Perpani mengenai usul pengiriman 8 orang ke PON IV/57 di
Makasar.
e) Arsip Puro Pakualaman No., Surat No.03/ Pengda/ 75 dari Pengda
PERPANI DIY kepada ketua P.K.P Mardisara Pura Pakualaman
Yogyakarta tanggal 21 Januari 1975 tentang kompetisi panahan dalam
rangka Lustrum L.P.P”
17
Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah: Pengantar Metode Sejarah, Terj.
Nugroho Notosusanto, Understanding History: A Primer Historical Method,
(Jakarta: UI Press, 1985), hlm. 32.
15
Selain menggunakan Sumber primer untuk lebih memahami bagaimana
kondisi dan seluk beluk Paku Alam VIII dan organisasi Perpani. Pengumpulan
sumber juga dilakukan dengan menggunakan metode sejarah lisan dengan cara
wawancara dengan beberapa narasumber:
1. KPH
Anglingkusumo
(Putra
Paku
Alam
VIII
dengan
KRAy
(Putera
Paku
Alam
VIII
dengan
KRAy
Retnoningrum)
2. KPH.
Indrokusumo
Purnomoningrum)
3. Darmodipuro (Mantan Kepala DSLJR DIY dan Ayah Asuh Perpani)
4. Sri Sukamtini (Mantan Atlet menembak)
5. Ir.Rimawan Sestrodirjo (Mantan Atlet Jemparingan sekaligus ketua
Mardisoro tahun 2015)
6. Soekarto (Mantan Atlet sekaligus Pelatih Perpani era Paku Alam VIII).
2)
Sumber Sekunder
Sumber sekunder adalah kesaksian seseorang yang bukan merupakan saksi
mata yakni seorang yang tidak hadir pada waktu peristiwa terjadi yang digunakan
dalam penelitian skripsi ini adalah buku-buku, jurnal, surat kabar yang relevan
dengan tema penelitian. Sumber sekunder seperti yang tercantum dalam daftar
pustaka, yang diperoleh melalui heuristik dari pelbagai perpustakaan, museum,
dan cagar budaya.
Djoko Dwiyanto, Puro Pakualaman Sejarah, Kontribusi & Nilai
Kejuangannya, Yogyakarta : Paradigma Indonesia, 2009.
16
Margono, Sejarah Olahraga, Diktat Kuliah, Yogyakarta: Universitas
Negeri Yogyakarta, 2001.
Soedarisman Poerkoesoemo, Kadipaten Pakualaman, Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press, 1985.
Tugas Tri Wahyono, “Aspek Politik Dalam Olahraga : Studi Kasus
tentang Penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional (PON) I di Solo
1948”, Patrawidya, Vol. VIII No. 2 Juni 2007.
b. Kritik Sumber
Kritik sumber adalah suatu proses pengujian dan analisis secara kritis dan
obyektif agar dapat dibuktikan kebenaran dan kelalaian dari sumber-sumber yang
berhasil dikumpulkan. Kritik sumber sering diartikan juga sebagai upaya untuk
mencari dan memilah sumber-sumber yang sudah didapat dalam proses heuristik
untuk menilai apakah sumber tersebut laik dan sesuai untuk digunakan dalam
penulisan, sehingga karya sejarah dapat dipertanggungjawabkan. Terdapat dua
jenis kritik sumber yang bisa dilakukan yaitu:
1) Kritik Ekstern
Kritik ekstern merupakan pemeriksaaan atas catatan atau peninggalan untuk
mendapatkan informasi dari suatu sumber. Kritik ekstern difokuskan untuk
menguji sumber pada segi luar sumber atau keadaan fisik sumber. Tujuan dari
kritik ekstern adalah untuk mengetahui apakah sumber pada suatu waktu sejak
awal mulanya sumber itu telah diubah atau tidak.18
Pada saat melakukan kritik ekstern kondisi arsip perlu mendapat perhatian
utama. Misalnya dengan melihat kertas pada arsip seperti kondisi arsip yang rusak
18
Helius Sjamsudin, op. cit., hlm. 134.
17
dan sedikit berlubang akibat usia arsip yang sudah tua. Selain itu kritik eksteren
juga digunakan untuk menilai keabsahan sumber, misalnya jenis kertas, tinta, gaya
tulisan, bahasa, dan kalimat untuk mengetahui otentitas sumber.19
2) Kritik Interen
Kritik intern merupakan kritik terhadap isi sumber yang bertujuan untuk
membuktikan apakah kesaksian dan pernyataan sumber dapat diandalkan atau
tidak. Kritik intern digunakan untuk mengetahui validitas isi sumber.20 Louis
Gottschalk menyatakan jika untuk memeriksa kredibilitas sebuah informasi
sejarah yang didapatkan, seorang sejarawan pertamakali memeriksa seperangkat
unsur yang relevan bagi suatu topik atau persoalan yang ada dalam pikirannya.
Unsur-unsur yang tidak memiliki konteks atau tidak cocok dalam hipotesa maka
nilai dari unsur-unsur topik tersebut diragukan kredibilitasnya.21 Ada beberapa
cara untuk melakukan krtik sumber atau kredibilitas terhadap sumber/ informasi
yang sudah diperoleh, yaitu dengan menggunakan hipotesis introgatif, pencarian
terhadap detail khusus daripada kesaksian, identifikasi terhadap pengarang dan
beberapa cara lainnya.
c. Interpretasi (Penafsiran)
Interpretasi menurut KBBI, yaitu pemberian kesan, pendapat, atau pandangan
teoritis terhadap sesuatu atau bisa disebut juga dengan tafsir22. Interpretasi
19
Kuntowijoyo, op.cit., hlm. 77.
20
Ibid., hlm. 78.
21
Louis Gottschalk, op.cit., hlm.112
22
Hasan Alwi, dkk, Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga. (Jakarta:
Balai Pustaka, 2000), hlm. 439.
18
merupakan bagian dari metode yang digunakan dalam penulisan sejarah.
Interpretasi dilakuakan setelah sumber-sumber ditemukan atau diperoleh. Setelah
sumber diverifikasi atau dipilah dan dipilih, maka untuk membentuk suatu
peristiwa yang utuh dibutuhkan interpretasi atau penafsiran dari sumber-sumber
sejarah yang sudah diperoleh. Interpretasi juga digunakan sebagai alat untuk
membunyikan fakta sejarah.
d. Historiografi (Penulisan Sejarah)
Historiografi adalah langkah terakhir dalam penulisan karya sejarah.
Historiografi merupakan kegiatan menyampaikan sintesis dari penelitian, yang
ditulis secara kronologis melalui tahapan tahapan di atas. Setelah melakukan
analisa serta sintesis, hasil penelitian tersebut diwujudkan dalam bentuk tulisan
karya sejarah.
2. Pendekatan Penelitian
Kuntowijoyo menyatakan terdapat dua macam biografi yaitu Potrayal
(Potrait), dan Scientific (ilmiah) yang masing-masing mempunyai metodologi
sendiri. Biografi disebut portrayal bila hanya mencoba memahami termasuk
dalam kategori ini biografi (politik, bisnis, seni, olahraga, dan sebagainya.23
Begitu juga dengan penelitian sejarah berjudul “peranan K.G.P.A.A Paku Alam
VIII dalam Persatuan Panahan Seluruh Indonesia (Perpani) Tahun 1953-1977”
termasuk kedalam biografi portrayal yaitu peranan seorang tokoh (K.G.P.A.A.
Paku Alam VIII) dalam bidang olahraga (Perpani). Dalam penulisan biografi
23
Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah Edisi kedua, (Yogyakarta: Tiara Wacana,
2003), hlm. 208.
19
seharusnya mengandung empat hal, yaitu : 1) kepribadian tokohnya 2), kekuatan
social yang mendukung, 3) lukisan sejarah zamannya dan 4) keberuntungan dan
kesempatan yang datang.24
Sartono Kartodirdjo, memahami dan mendalami kepribadian seseorang
dituntut pegetahuan mengenai latar belakang lingkungan sosio-kultural di mana
tokoh itu dibesarkan, bagaimana proses pendidikan formal dan informal yang
dialami, watak-watak orang di sekitarnya. Oleh karena itu dalam penulisan sejarah
ini diperlukan pendekatan ilmu-ilmu bantu lainnya, agar mampu mendalami
bagaimana peranan Paku Alam VIII dalam keolahragaan di Indonesia secara
mendalam. Pendekatan yang digunakan yaitu:
1. Pendekatan Politik
Pendekatan Politikologis menyoroti struktur kekuasaan, jenis kepemimpinan,
hierarki sosial, pertentangan kekuasaan, dan lain sebagainya.25 Selain itu beberapa
unsur yang senantiasa dijumpai dalam proses gejala politik ialah kepemimpinan,
otoritas, ideologi, organisasi dan sebagainya.26 Penelitian ini menggunakan
beberapa pendekatan politik tersebut. Teori yang digunakan yaitu Teori Partisipasi
politik, dari Hutington dan Nelson.
Hutington dan Nelson menjelaskan partisipasi politik merupakan kegiatan
warganegara yang bertindak sebagai pribadi yang dimaksudkan untuk
24
Ibid., hlm. 206.
25
Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi
Sejarah,(Yogyakarta: Ombak, 2014), hlm. 5.
26
Ibid., hlm, 170.
20
mepengaruhi pembuatan keputusan pemerintah27. Penulis memposisikan Paku
Alam VIII (perwakilan Indonesia dalam perpani dan KOI) sebagai masyarakat,
sedangakn IOC dan FITA sebagai pemerintahannya. Teori politik ini akan
membantu penelitian untuk melihat apa yang mendasari Paku Alam VIII
mendirikan Perpani dan Mardisoro.
Sitepu juga menjelaskan bahwa Hutington dan Nelson menyatakan
partisipasi politik juga bisa bersifat universal atau kolektif terorganisir ataupun
secara spontan secara damai, kekerasan, legal atau illegal28 Partisipasi politik
terbagi menjadi 4 bentuk yaitu 1) kegiatan pemilihan yang mencakup pemberian
suara, memberikan sumbangan untuk kampanye bekerja dalam kegiatan pemilihan
mencari dukungan bagi seorang calon atau setiap tindakan yang bertujuan
mempengaruhi hasil pemilihan.2) Lobbying yang mencakup upaya-upaya, baik
perorangan maupun kelompok untuk menghubungi pejabat-pejabat pemerintah
atau pemimpin-pemimpin politik dengan maksud mempengaruhi keputusankeputusan yang akan diambil, 3) kegiatan organisasi, menyangkut kegitan sebagai
anggota pejabat suatu organisasi yang tujuan utamanya mempengaruhi
pengambilan keputusan pemerintah, 4) mencari koneksi (contacting), yaitu
tindakan perorangan yang ditujukan terhadap pejabat –pejabat pemerintah dan
27
P. Anthonius Sitepu, Teori-teori Politik, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012),
hlm. 94.
28
Ibid.
21
biasanya dengan maksud memperoleh manfaat bagi seseorang atau beberapa
orang.29
Teori tersebut berfungsi sebagai ilmu bantu untuk melihat bagaimana
kedudukan Sri Pakualam VIII sebagai teknokrat sekaligus top organisasi di
Perpani. Pendekatan politik partisipatif ini digunakan untuk melihat yang
dilakukan oleh individu (P.A VIII), maupun kelompok (Perpani/bangsa Indonesia)
dalam keterlibatannya di pelaksanaan event olahraga nasional maupun
internasional tahun 1953-1977.
2.Pendekatan Sosiologi
Pendekatan sosiologi dalam penelitian ini menggunakan teori strukturalisfungsionalis dari Redcliffe-Brown. Pendekatan struktural-fungsionalis terinspirasi
dari Durkheim, menurut Durkheim fenomena sosial harus melalui dua pendekatan
pokok yang berbeda yaitu pendekatan fungsional dan pendekatan hitoris. Analisis
fungional berusaha untuk menjawab pertanyaan mengapa suatu item-item sosial
tertentu mempunyai konsekuensi tertentu terhadap operasi keseluruhan sistem
sosial, sedangkan analisis historis berusaha menjawab mengenai mengapa harus
hal-hal tersebut bukan hal yang lain.30 R-B menjelaskan strukturalis-fungsionalis
adalah kontribusi yang dimainkan oleh sebuah item sosial atau sebuah institusi
29
Soeharno, Diktat Kuliah Sosiologi Politik, (Yogyakarta: UNY, 2011),
hlm.26.
30
Amri Marzali , Antropologi Indonesia, vol. XXI, no. 52, 1997, hlm. 33–43.
Diperoleh dari http://journal.ui.ac.id/index.php/jai/article/viewFile/3558/2829
22
sosial, atau terhadap sebuah kemantapan suatu sruktur sosial.31 Oleh karena itu
teori strukturalis fungsionalis akan membantu dalam penelitian sejarah ini,
terutama untuk meganalisis struktur organisasi keolahragaan yang berdampak
pada pengambilan kebijakan individu maupun lembaga/ organisasi.
3. Pendekatan Psikologi
Dipandang dari segi penulisan, biografi menuntut kemahiran dalam
merangkai bahasa dan retorika tertentu, pada intinya penulisan sejarah Biografi
lebih merupakan seni daripada ilmu.32 Biografi yang baik yaitu yang mampu
membangkitkan inspirasi kepada pembaca dan menyelami mentalitas seseorang
tokoh. Dibutuhkan analisis psikologis dan sering pula psikoanalisis, agar segi
emosional, moral, dan rasionalnya lebih tampil.33 Begitu juga dengan penelitian
ini, menggunakan teori Motivasi.
Penelitian ini akan melihat apa yang
memotivasi K.G.P.A.A. Paku Alam VIII tertarik pada dunia olahraga khususnya
Panahan.
Para ahli menjelaskan mengenai Minat, menurut Suryobroto ia mengatakan
jika “Minat sebagai kecenderungan dalam diri Individu untuk tertarik pada suatu
objek atau menyenangi suatu objek. Timbulnya minat terhadap suatu objek ini
ditandai dengan adany rasa senang atau tertarik. Adi boleh dikatakan orang yang
berminat terhadap sesuatu maka seseorang tersebut akan merasa senang atau
31
Ibid., hlm.129.
32
Sartono Kartodirdjo, op. cit., hlm.86.
33
Ibid. hlm. 87.
23
tertarik terhadap obyek yg diminati tersebut.”34 Suryobroto menjelaskan
menyatakan jika minat adalah pemusatan tenaga psikis yang tertuju pada suatu
objek serta banyak sedikitnya keuatan yang menyatakan minat sebagai suatu
pemusatan perhatian yang tidak disengaja yang terlahir dengan penuh kemauan
dan trgantung dari bakat dan lingkungan.35 Karena minat tidak dapat diukur secara
langsung maka unsur-unsur atau factor yang menyebabkan tibulnya minat tersebut
diangkat untuk mengungkap minat seseorang. Dalam factor yang menyebabkan
timbulnya minat tersebut.
Menurut Crow ada beberapa factor yang mempengaruhi minat:
1) The Factor Inner Urge: Rangsangan yang datang dari lingkungan
yang sesuai dengan keinginan atau kebutuhan seseorang akan mudah
menimbulkan minat. Missal kecenderungan terhadap belajar, dalam hal
ini hasrat ingin tahu terhadap ilmu pengetahuan.
2) the factor of social Motive : minat seseorang terhadap obyek atau
sesuatu hal. Disamping itu juga dipenaruhi oleh factor dari dalam diri
manusia dan oleh motif sosial, missal seorang minat terhadap status
sosial tinggi.
3) Emosional Factor: fakor perasaan dan emosi36
Selain minat diperlukan juga teori motivasi untuk mengetahui apa yang
mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Dalam hal ini adalah motivasi Sri
Paku Alam VIII dalam mengembangkan olaraga panahan. Menurut Abraham
Maslow “mengemukakan kebutuhan manusia berdasarkan suatu hierarki
kebutuhan dari kebutuhan yang paling rendah hingga kebutuhan yang paling
tinggi” urutan kadar pentingnya kebutuhan yaitu sebagai berikut:
“Bab II Kajian Teori”, eprints.uny.ac.id/99117/BAB2-06208244053.Pdf.,
diakses pada 21 Desember 2015.
34
35
Ibid.
36
Ibid.
24
1).Kebutuhan fisiologis (rasa lapar, rasa haus, dan sebagainya)
2).Kebutuhan rasa aman
3).Kebutuhan akan rasa cinta dan rasa memiliki 9berafiliasi dengan
orang lain, diterima, memiliki”
4).Kebutuhan akan penghargaan (berprestasi, berkompetensi dan
mendapatkan dukungan serta pengakuan)
5).Kebutuhan aktualisasi diri (kebutuhan kognitif mengetahui,
memahami, dan menjelajahi;kebutuhan estetik.37
Dari penjelasan di atas maka “minat” dan “teori motivasi” akan
digunakan sebagai pisau analisis untuk mengetahui dan mengungkap apa yang
memotivasi seseorang dalam memilih minat dan melakukan tindakan tertentu.
Dalam hal ini adalah motivasi dari K.G.P.A.A. Paku Alam VIII dalam
olahraga panahan sehingga mendirikan Persatuan Panahan Seluruh Indonesia
dan Mardisoro.
H. Sistematika Pembahasan
Penelitian Sejarah Berjudul K.G.P.A.A Paku Alam VIII Dalam Persatuan
Panahan Seluruh Indonesia (Perpani) Tahun 1953-1977 memiliki lima Bab
pembahasan. Dimana setiap Bab akan dijelaskan garis besar isi dari masingmasing bab. Berikut Sistematika Pembahasan :
Bab I Pendahuluan, Bab pendahuluan berisi latar belakang, rumusan masalah
tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian pustaka, historiografi yang relevan,
metode penelitian dan pendekatan penelitian, dan terakhir sistematika penulisan.
Bab II Riwayat Hidup K.G.P.A.A Sri Paku Alam VIII, Bab II akan
membahas mengenai riwayat hidup K.G.P.A.A Sri Paku Alam VIII. Sebuah
penulisan Biografi terdapat dua jenis biografi yang sudah di jelaskan diatas.
37
Ibid.
25
Sebelum melihat peranan K.G.P.A.A Sri Paku Alam VIII dalam Perastuan
Panahan Indonesia (Perpani), akan lebih mudah untuk memahami jika mengenal
Paku Alam VIII mulai dari asal-usul dan latar belakang keluarga, riwayat
pendidikan, serta aktivitas Paku Alam VIII ketika ia menggantikan ayahnya
K.G.P.A.A. Paku Alam VII.
Bab III K.G.P.A.A Paku Alam VIII Dan Bidang Olahraga, Setelah
memahami asal-usul dan riwayat K.G.P.A.A. Paku Alam VIII maka dalam bab III
ini penulis lebih membahas mengenai bagaiamana awal mula Paku Alam VIII
tertarik menggeluti bidang olahraga khususnya olahraga panahan. BAB III terdiri
atas empat sub bab yaitu a) Kondisi Keolahragaan di Indonesia pasca
kemerdekaan b) Awal mula tertaik bidang olahraga, c) Peran dalam Keolahragaan
di Indonesia.
Bab IV Perkembangan Persatuan Panahan Seluruh Indonesia (Perpani), Bab
ini akan menjelaskan perkembangan Organisasi Panahan Indonesi (Perpani) yang
berdiri atas prakarsa dari K.G.P.A.A Paku Alam VIII. Bab ini akan membahas
bagaimana perkembangan organiasi Olahraga Perpani, mulai dari panahan
tradisional, berdirinya Perpani dan perkembangan Perpani di Indonesia, hingga
bergabungnya Perpani dalam organisasi panahan internasional FITA.
Bab V Kesimpulan, dalam Skripsi ini akan berisi tentang simpulan dari
penjabaran setiap bab yang terdapat dalam penelitian sejarah yang dilakukan.
Selain itu, kesimpulan berisi tentang benang merah dari hasil penelitian dalam hal
ini khususnya penelitian sejarah Biografi berjudul “K.G.P.A.A Paku Alam VIII
Dalam Persatuan Panahan Seluruh Indonesia (Perpani) Tahun 1953-1977 ”.
BAB II
RIWAYAT HIDUP K.G.P.A.A SRI PAKU ALAM VIII
A.
Latar Belakang dan Silsilah Keluarga
Kedudukan Pakualaman dalam pemerintahan di Yogyakarta sama halnya
dengan kadipaten Mangkunegaran yang berada di Solo. Kadipaten Pakualaman
merupakan wilayah yang dibentuk melalui perjanjian politik antara penguasa lokal
(yang dipimpin oleh Sultan Hamengku Buwono III) dengan pemerintahan Inggris,
(yang diwakili oleh Raffless) pada tanggal 28 Desember 1811. Perjanjian itu
menyebutkan bahwa tanah yang akan diberikan kepada Pangeran Notokusumo
adalah Grobogan. Berdasarkan pasal 3 tahun 1813 yang tertulis dalam politik
kontrak tersebut menyebutkan bahwa tanah yang diberikan kepada Notokusumo
ditambah dengan tanah yang berada diwilayah distrik Parakan di Klaten. Luas
tanah distrik tersebut sebesar 100 jung yang terbagi beberapa daerah, dan sebagian
dibangun di Klaten.1
Politik kontrak tersebut juga menyatakan bahwa “Pangeran Notokusumo,
(Paku Alam) sudah masuk dalam dinas gubermen Inggris, dan Sri Sultan berjanji
tidak akan mengganggu keluarga serta pengikut-pengikutnya”, Politik kontrak ini
juga ditandatangani oleh gubernemen Jendral Raffles dan Sri Sultan Hamengku
Buwono III dan disahkan oleh Raad van Indie pada tanggal 2 Oktober 1813.2
1
S. Ilmi Albiladiyah, Puro Pakualaman Selayang Pandang, (Yogyakarta:
Badan Kepariwisataan, 1984), hlm. 9.
2
Soedarisman Poerwokoesoemo, Kadipaten Pakualaman, (Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press, 1985), hlm.146-147.
26
27
Hasil dari penandatanganan kontrak tersebut salah satunya berisi tentang
diangkatnya Pangeran Notokusumo menjadi Sri Paku Alam I, yang dilaksanakan
pada tanggal 29 Juni 1812. Kemudian dikukuhkan lagi melalui politik kontrak
yang ditandatangani oleh Crawfurd (Minister Pakualaman Inggris untuk
Yogyakarta) dan Sri Paku Alam I (Notokusumo) yang saat itu sudah ditetapkan
sebagai kepala kadipaten Pakualaman. Politik kontrak ini dilakukan pada tanggal
17 Maret 1813 di Yogyakarta.
Selama itulah akhirnya kadipaten Pakualaman merupakan wilayah yang
lepas dari kasultanan Yogyakarta dan memiliki kewenangan atas wilayahnya.
Selama perjalanan kadipaten ini dipimpin oleh Kepala pemimpin yang disebut
dengan Paku Alam, menurut silsilah, Pakualaman dan Kasultanan masih memiliki
hubungan darah bahkan Notokusumo (Sri Paku Alam I) merupakan putera dari
Hamengku Buwono I. Banyak tokoh-tokoh besar yang lahir dari keluarga
Pakualaman, wilayahnya yang tidak terlalu luas dan perhatian terhadap
pendidikan yang cukup tinggi, membuat keturunan dan kerabat Paku Alam bisa
mengenyam pendidikan.
Abad ke 19 ketika politik etis (irigasi, transmigrasi dan edukasi) diterapkan di
Hindia Belanda. Politik etis tersebut juga dirasakan di wilayah Yogyakarta.
Akibat politik etis tersebut maka mulai bermunculan sekolah-sekolah partikelir di
Pakualaman misalnya Surjengyuritan Lor, Padmosoekarnan, dan sekolah ongko
loro.3 Perkembangan dan perhatian terhadap pendidikan di Pakualaman mulai
terlihat pada masa kepemerintahan Paku Alam V. Hal ini dapat dilihat dengan
Ninda Purnama Sari, “Perkembangan Sekolah Partikelir Pakualaman 18921942” , Skripsi, (Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta, 2012), hlm. 55-56.
3
28
banyaknya keluarga Pakualaman yang mengenyam pendidikan bahkan sampai ke
Negeri Belanda, dan lahir cendikia-cendikia dari keluarga Pakualaman.
1. Pengaruh Keluarga terhadap Pribadi Paku Alam VIII
Ibu dari BRMH Surarjaningrat (Paku Alam VII) yaitu Gusti Timur, ia
merupakan keturunan dari Gusti Kanjeng dengan Sri Paku Paku Alam III. Gusti
Timur tidak bisa meneruskan tahta ayahnya Sri Paku Alam III, karena dalam
sejarah Pakualaman belum pernah ada pewaris tahta Pakualaman yang berasal
dari kaum perempuan. Akhirnya Gusti Timur dinikahkan dengan putera Sri Paku
Alam V yang bernama KPH Notokusumo. Gusti Kanjeng, ibunda Gusti Timur
berharap dari perkawinan tersebut dapat
lahir seorang putera mahkota yang
nantinya akan meneruskan tahta dari Paku Alam VI. Perkawinan tersebut lahir
seorang putera mahkota yang diberinama BRMH Surarjaningrat atau sering
disebut dengan BRMH Surarjo.4
Dirunut dengan menggunakan silsilah, maka Paku Alam VII merupakan
keturunan langsung dari Panembahan Senopati (Pendiri Kerajaan Mataram),
keturunan
langsung Sultan
Hamengku
Buwono
I (Pendiri
Kasultanan
Yogyakarta), Keturunan dari Sri Sultan Hamengku Buwono II (putera dari
Hamengkubuwono I dan kakak dari Sri Paku Alam I), dan keturunan langsung
dari Sri Paku Alam I (Putera Sri Sultan Hamengku Buwono I).5
Latar belakang dari kedua orangtuanya yang membentuk pribadi Paku Alam
VII. Menurut Gedenkscrhift “25 jarig bestuursjubileum ZH Paku Alam VII”,
4
Soedarisman Poerwokoesoemo, Ibid., hlm.270
5
Ibid., hlm.273.
29
menjelasakan bahwa salah satu cita-cita Sri Paku Alam VI adalah untuk
memberikan pendidikan secara barat kepada puteranya, sehingga BRMH Surarja
sejak masih muda telah dikanalkan dengan kebudayaan barat dari segala seginya.
BRMH Surarjo menunjukan kegemaran belajar dan mencari Ilmu
pengetahuan.6 Semasa studi Ia tergolong murid yang cerdas, ia dan temannya
berharap bisa menjadi satu dengan anak-anak yang bersekolah di Erste (European,
Lagere School) yaitu sekolah yang mayoritas muridnya adalah orang-orang Eropa.
Ia kecewa karena nyatanya ia justru didaftarkan di Derde (Europeesche Lagere
School) di Bintaran. Tidak hanya itu BRMH Surarjo juga di-Indekost-kan pada
seorang Belanda sehingga ia bisa mempelajari dan mengenal kebudayaan Barat.7
Selama tinggal bersama dengan orang Belanda ia cepat menyerap pelajaran
dan kebudayaan. Ia belajar bahasa Prancis dan mampu mengejar kekurangankekurangannya. Akhirnya pada tahun 1899 BRMH Surarja masuk sekolah HBS di
Semarang, ia berencana setelah lulus akan melanjutkan ke universitas di Eropa
untuk mendapatkan gelar.8 Namun BRMH Surarjo saat itu masih menempuh
pendidikan di Gymnasium Willem III Afdeeling B9 di Jakarta dan ia harus
P.A.A Kusumoyudo , Gedenkschrift “25 Jarig bestuursjubileum ZH Paku
Alam VII”,(Jakarta, tt), hlm. 35. PAA Kusumoyudo merupakan anggota Raad
van Nederlansch Indie, lebih lanjut lihat Soedarisman Poerwokoesoemo,
Kadipaten Pakualaman, terbitan UGM Press.1985 hlm. 274.
6
7
Ibid., hlm. 276.
8
Ibid.
9
Gymnasium Willem III afdeeling B adalah sekolah latihan bagi calon-calon
BB Belanda. Lihat Soedarisman Poerwokusumo, op.cit. hlm.277.
30
mengurungkan niatnya untuk melanjutkan pendidikanya kerena ia harus
menggantikan ayahnya yang mangkat.
Saat ayahandanya meninggal dunia Surarjo masih kanak-kanak sehingga
berdasarkan Koninklijk Besluit (Keputusan Raja) tanggal 21 September 1866
(Staatsblad van Nederlandsch-Indië/ Lembaran Negara Hindia-Belanda 1866 no.
127) membentuk empat departemen pemerintahan umum yang bekerja sesuai
dengan fungsinya, sehingga gubermen Belanda menghendaki adanya dewan
Perwalian Kadipaten Pakualaman. Dewan Perwalian Kadipaten Pakualaman
diketuai oleh Residen Yogyakarta R.J Couperus10, dan yang duduk di kursi
anggota yaitu K.P.H Sastraningrat11, K.P.H Notodirojo12, F. C. H. van Andel
(Asisten
Residen
Kulon
Progo)
dan
C.Canne
Sekretaris
Karesidenan
Yogyakarta.13 Selain itu Gusti Timur juga menjadi wali dari anakanya tersebut.
Gusti Timur menjalankan Pemerintahan perwalian di Pakualaman selama lebih
kurang 41/2 tahun. Kemudian Setelah Surarjo
dewasa, Ia jumenengan
pada
tanggal 17 Desember 1906.
BRMH Surarjo dalam hidupnya ia tertarik dengan seni, terutama kesenian
tradisional. Paku Alam VII, ia sering mengadakan pertunjukan- pertunjukan
wayang, tari dan gamelan pada hari-hari tertentu di istananya untuk
10
Djoko Dwiyanto, Puro Pakualaman Sejarah Kontribusi dan Nilai
Kejuangannya, (Yogyakarta: Paradigma Indonesia, 2009), hlm. 72.
11
KPH. Sastraningrat adalah Putera Sri Paku Alam III, sekaligus ayah Nyi
Hajar Dewantara.
12
KPH Notodirojo adalah Putera Paku Alam V, sekaligus adik dari Paku
Alam VI.
13
Djoko Dwiyanto, Ibid., hlm. 73.
31
mempertahankan kebudayaan jawa. Pertunjukan kebudayaan tersebut terbuka
untuk siapapun bagi yang ingin melihat. Selain itu banyak terjadi perubahan yang
ia lakukan baik dalam pemerintahan maupun dalam segi pembaharuan bangunan.
Keadaan Internal istana misalnya Keadaan Pangreh Praja dan Pamong Desa sudah
nampak menjadi lebih baik karena penghasilan mereka sudah dapat disesuaikan
dengan keadaan Pangreh Praja dan Pamong Desa diluar Kadipaten Pakualaman.
Pembangunan Infrastruktur ekonomi dan sosial di bangun seperti jembatan,
gedung-gedung pemerintahan, irigasi dan perbaikan jalan. Selain itu perombakan
bangunan lama menjadi baru pun dilakukan dimasa Paku Alam VII.
Pembongkaran dan pemugaran Gedung “Purwono” dan diganti dengan gedung
yang diberi nama “Purworetno” dan penutupan kolam-kolom kuno.14 Semasa
pemerintahan Paku Alam VII banyak modernisasi yang terjadi pada masa itu.
2.
Gusti Raden Ayu Retno Purwoso
BRAj Retno Puwoso merupakan Ibunda dari Paku Alam VIII sekaligus
permaisuri dari Paku Alam VII. BRAj Retno Puwoso merupakan puteri dari
Sunan Paku Buwono X dari selir Bendara Raden Ayu Retnopurnomo. Sejak kecil
ia telah melakukan tindakan tindakan kontroversial yang menunjukan keberanian
dan kecerdasannya. Salah satu tindakannya yaitu berbicara ngoko kepada
ayahandanya. Meskipun anak kandung sendiri akan tetapi adat keraton saat itu
tidak mengizinkan siapapun berbicara ngoko kepada Raja.15 BRAj Retno Puwoso
14
Soedarisman Poerwokoesoemo, op.cit., hlm. 291.
15
Ibid,. hlm. 356-357.
32
atas prakarsa ayahandanya ia menikah dengan Paku Alam VII pada Selasa Pon
21 Besar Je 1838 bertepatan dengan 5 Januari 1909.16 Pilihan ini disarankan oleh
Kyai agar kelak mendapatkan keturunan pertama seorang laki-laki yang bisa
meneruskan tahta.17 Sebagai seorang permaisuri, meskipun ia hidup berada di
dalam istana Ia mampu bergaul dengan Orang Belanda dan pikiran-pikiran barat,
bahkan putera dan puteri Paku Alam VII dengan Retno Puwoso disekolahkan di
sekolah Belanda dan bergaul dengan anak-anak Belanda. Mereka juga diberi
pendidikan secara teratur dan disiplin.18 Baik dari pakaian maupun tingkah laku
tidak ada yang menyangka jika mereka adalah putera-puteri dari Kepala
Kadipaten Pakualaman.19
BRAj Retno Puwoso meyandang gelar Gusti Bendara Raden Ayu (GBRAy)
Paku Alam VII atau sering disebut dengan Gusti Hadipati. Untuk pertamakalinya
dalam sejarah seorang permaisuri Pakualaman berasal dari Putri seorang Sunan
Paku Buwono. Gusti Hadipati semakin hari menunjukan pribadi yang kuat.
Keberadaannya berpengaruh besar terhadap Pakualaman terutama dalam bidang
kebudayaan, selepas menikah Gusti Hadipati membawa kebudayaan keraton
Surakarta ke Pakualaman. Perubahan-perubahan besar bahkan membawa Puro
Pakualaman semakin mirip dengan keraton Kasunanan Surakarta dari pada
16
Ibid,. hlm. 297
17
Ibid.
18
Djoko Dwiyanto, op.cit., hlm.73.
19
Soedarisman Poerwokoesoemo, op.cit., hlm.289
33
Kasultanan Yogyakarta.20 Gusti Hadipati juga berpengaruh besar dalam kebijakan
politik yang krusial pada masa pemerintahan Adipati Paku Alam VIII yang
merupakan putera sulungnya.21 Pengalaman selama 27 tahun menemani Paku
Alam VII sangat berperan dalam membimbing dan memberikan nasihat kepada
anaknya di masa-masa awal Paku Alam VIII memimpin Pakualaman.
B. Masa Kanak-kanak
Pernikahan antara Sri Paduka Paku Alam VII dengan Gusti Retno Puwoso
melahirkan seorang anak laki-laki pada hari Ahad Pon 29 Mulud Be 1840 atau
tanggal 10 April 1910 M. Anak tersebut kemudian di beri nama Gusti Raden Mas
Haryo Sularso Kunto Suratno.
Paku Buwono ayahanda GBRAy Retno Puwoso sekaligus kakek dari Paku
Alam VIII pernah menjenguk cucunya saat sepasaran (berusia lima hari). Ia
menimang dan berdoa “Koe tak pujekake besuk bisa nganggo songsong gilap lan
muga-muga aku (Paku Buwono X) bisa menangi”.22 Paku Buwono X berharap
agar kelak cucunya dapat memegang tampuk kekuasaan di Pakualaman
menggantikan menantunya Paku Alam VII.
20
Soedarisman Poerwokoesoemo, Peranan Beberapa Tokoh Wanita di Puro
Pakualaman Yoyakarta. (Yogyakarta: Lembaga Javanologi, 1987), hlm.27.
Dhani Kurniawan, “Adipati Paku Alam VIII :Pejabat Gubernur Daerah
Istimewa Yogyakarta Tahun 1988-1998”, Skripsi,(Yogyakarta: UNY, 2015), hlm.
44.
21
Artinya: “Saya doakan semoga engkau kelak bisa menjadi Kepala
Kadipaten Pakualaman dan semoga saya bisa menyaksikannya”. Diterangkan pula
bahwa songsong atau payung emas adalah lambang dari seoarang raja.
22
34
Pada tanggal 4 September 1936, di usianya yang ke 26 tahun Gusti Raden
Mas Haryo Sularso Kunto Suratno23 mendapat gelar Kanjeng Gusti Adipati Aryo
Prabu Suryodilogo. Setengah tahun kemudian pada tanggal 12 April 1937 ia
dinobatkan menjadi K.G.P.A.A Paku Alam VIII.24 Penobatan ini dihadiri oleh
Perwakilan gubernur Hindia Belanda untuk Yogyakarta.
1. Pendidikan
Pakualaman merupakan Kadipaten yang terkenal dengan tempat lahirnya
elite modern Indonesia. Kesadaran akan pentingnya mengikuti perkembangan
zaman pada saat itu, agar Pakualaman mampu menjalankan peranannya dalam
masyarakat jawa, sehingga melalui pendidikan dan moderniasasi merupakan
langkah yang diambil untuk mencapai hal tersebut. Intelektualisasi di lingkungan
keluarga Pakualaman dimulai pada masa Paku Alam V (1878-1900). Begitu pula
dengan kerabat dan keturunan-keturunannya, termasuk GRMH Sularso Kunto
Suratno. Sebagai calon penerus dari Pakualaman maka ia diberi pendidikan Eropa
oleh ayahnya.
Dimasa kecilnya GRMH Sularso Kunto Suratno, disekolahkan di Neutrale
Europeesche Lagere School Yogyakarta Christelijke. Pada sekolah tersebut Ia
sempat menjalin kontak dengan putera-putera Sultan Hamengku Buwono VIII,
akan tetapi saat itu Ia belum mengenal akrab GRM Dorojaton (Nama Kecil Sultan
Hamengku Buwono IX). ELS merupakan sekolah tingkat dasar yang mulanya
24
S. Ilmi Albiladiyah, Puro Pakualaman Selayang Pandang, (Yogyakarta:
Badan Kepariwisataan,1984), hlm. 67
35
ditujukan kepada anak keturunan Belanda. Secara kualitas ELS oleh Pemerintah
kolonial diusahakan sama dengan sekolah yang ada di Eropa.25 Setelah lulus dari
ELS, Soelarso Koento Soeratno melanjutkan studinya ke MULO, dan
menyelesaikan pendidikan di MULO pada tahun 1925. Selepas lulus dari MULO
ia melanjutkan pendidikan di AMS-B26, kemudian pada tahun 1931 Ia berencana
untuk melanjutkan sekolah militer namun permintaannya tersebut ditolak oleh
Gubernur Jendral Belanda,27 karena khawatir ketika lulus dari sekolah militer
terebut, ia akan menjadi pemberontak. Akhirnya ia tetap melanjutkan pendidikan
di AMS-B. Semasa mengenyam pendidikan Ia sempat melanjutkan pendidikan ke
Recht Hoogeschool28 di Jakarta yang setara dengan perguruan tinggi. Namun Pada
tahun 1932, BRH Solelarso Kunto Suratno berhenti, Ia diminta
kembali ke
25
S. Nasution, Sejarah Pendidikan Indonesia, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001),
hlm. 90-91.
26
Alegemene Middlebare School (AMS) merupakan sekolah lanjutan dari
Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) yang didirikan atas tuntutan dari
tokoh-tokoh Indonesia agar pemerintahan Belanda mendirikan sekolah menengah
untuk kalangan pribumi. Saat itu sekolah HBS sudah terlebih dahulu lahir, namun
HBS hanya diperuntukan bagi anak-anak belanda, meskipun ada dari kalangan
pribumi pun berasal dari kalangan bangsawan dan priyayi karena biaya
pendidikan HBS yang mahal (f.15) dan sulitnya prasyarat sekolah HBS, yaitu
mewajibkan bahasa Prancis bagi seluruh siswanya. Kemudian atas desakan kaum
terpelajar terutama Boedi Oetomo, maka AMS pertama kali didirikan di Indonesia
tahun 1919. AMS memliki 2 jenis penjurusan yaitu AMS A lebih mengutamakan
sastra dan sejarah, dan AMS B yang memusatkan studi pada ilmu eksak misalnya
matematika, fisika, kimia, kosmografi, gambar garis dan bahasa Jerman. Lihat S.
Nasution, Sejarah Pendidikan Indonesia,(Jakarta: Bumi Aksara, 2001), hlm. 137141.
27
Djoko Dwiyanto, op.cit., hlm.87
28
Recht Hoogeschool (RHS), adalah sekolah tinggi hukum dengan lama
studi empat tahun. RHS pertama kali dibuka pada 28 Oktober 1924 di Jakarta,
namun pada 8 Maret 1942 RHS ditutup.
36
Yogyakarta. Setelah pulang kemudian ia bekerja di bidang agraria, ini bertujuan
agar ia bisa lebih dekat dengan rakyatnya.29 Selama hidupnya Sri Paku Alam VIII
merupakan pribadi yang sederhana, bahkan saat
usia belia Ia diminta untuk
membaur dengan masyarakat.
2. Paku Alam VIII Naik Tahta Hingga Kekuasaan Jepang
Paku Alam VIII naik tahta pada tanggal 13 April 1937 menggantikan ayahnya
Sri Paku Alam VII yang mangkat pada tanggal 16 Februari 1937. Ketika Ayahnya
meninggal KPH Soeryodilogo30 sedang berada di Eropa menghadiri perkawinan
putri mahkota Belanda Juliana dengan Pangeran Bernard, sehingga ia tidak bisa
menghadiri pemakaman ayahandanya Sri Paku Alam VII.
Tahun 1937, Paku Alam VIII baru menjadi pemimpin Pakualaman
menggantikan ayahnya. Di tahun yang sama Hindia Belanda diambil alih dari
Inggris oleh pemerintahan Belanda. Tahun 1939 dunia sedang mengalami
peperangan, Jerman, Tiongkok, dan Jepang berperang melawan sekutu (Inggris,
Pransis, dan Amerika). Lima tahun kemudian kehadiran Jepang telah mengusik
kedudukan Belanda di Indonesia. Keberadaan Kadipaten Pakualaman maupun
Kasultanan Yogyakarta saat itu dijadikan sasaran adu domba oleh pemerintah
Jepang. Adu domba ini bertujuan untuk memecah kekuatan dari dua pihak agar
kedua kesultanan dan kadipaten menjadi lemah. Jepang mengambil alih
29
Tim Penyusun, Buku Panduan Jumeneng Dalem K.G.P.A.A Paku Alam IX,
(Yogyakarta: Pakualaman, 1999), hlm. 25
30
Soeryodilogo, merupakan gelar dari Putera mahkota yang kelak akan
menjadi KGPAA Paku Alam VIII.
37
pemerintahan Indonesia dari Belanda pada tanggal 8 Maret 1942. Akan tetapi
kehadiran Jepang di Hindia Belanda justru membuat Paku Alam VIII dan
Hamengku Buwono IX semakin menunjukan sinergitasnya. Agar tidak mudah
terpecah, kedua pemimpin ini memutuskan untuk berkantor bersama di kepatihan,
serta mengambil kebijakan yang kompak untuk mengatur strategi.31
Dimasa pemerintahan Jepang segalanya terasa sulit, hal ini disebabkan
karena kondisi saat itu Jepang sedang menghadapi perang Pasifik, sehingga
membutuhkan biaya dan tenaga perang yang banyak. Selama menduduki wilayah
di Indonesia, dari masa ke masa bentuk penjajahan semakin hari semakin
berkembang sesuai dengan perkembangan perang pada saat itu. Ketika Jepang
masih memiliki banyak kapal, tugas pemerintah yaitu untuk memastikan agar
memenuhi kebutuhan perang. Selanjutnya pada tahun 1943-1944 kebijaksanaan
eksploitasi berubah menjadi usaha agar pasukan-pasukan bersenjata selatan dapat
berswasembada. Pada tahun 1944-1945 Jawa mulai mempersiapkan pasukan
beladirinya, pemerintah mengusahakan pemerintahaan autarki regional dan
pengumpulan makanan setempat.32
Jepang menggunakan semua sumber daya yang berada di Jepang maupun
wilayah yang ia jajah untuk keperluan peperangan. Hal ini berdampak pada
kondisi sosial masyarakat Indonesia. Banyak kemiskinan melanda Indonesia
karena seluruh makanan dan hasil pertanian harus disetorkan kepada pemerintah
Surono AS, “Sri Paduka Paku Alam VIII”, dalam Apa &Siapa Orang
Yogyakarta Edisi 1995, (Semarang: Citra Almamater, 1995), hlm. 111.
31
32
Akira Nagazumi dkk, Pemberontakan Indonesia di Masa Pendudukan
Jepang, (Jakarta: Yayasan Obor, 1988), hlm. 8.
38
Jepang sebagai bahan makanan bagi tentara perang. Pendidikan dipusatkan pada
kegiatan militer dan mengumpulkan bahan-bahan perang misalnya dilaksanakan
kerja bakti mengumpulkan batu dan latihan baris berbaris. Kegiatan politik di
Indonesia terhenti, hal ini karena organisasi politik dilarang berkembang untuk
menghambat munculnya rasa nasionalisme.
Kegiatan dan gerakan-gerakan politik dilarang pada masa pendudukan
jepang, namun Jepang mendirikan pembangunan yang bertujuan untuk
mendapatkan bantuan militer dari Indonesia seperti PETA, Heiho, Romusha
dengan cara merekrut pribumi dan memberi latihan-latihan militer. Ketika Jepang
masuk ke Indonesia, beberapa wilayah masih menggunakan sistem feodalisme.
Tahun ke 1944-1945 di Jawa sendiri terdapat 4 kekuasaan Jawa yang masih ada
misalnya
Kasusnanan
Surakarta,
Kadipaten
Mangkunegaran,
Kasultanan
Yogyakarta dan Kadiapaten Pakualaman. Sistem-sistem kerajaan pada waktu
Jepang mengeluarkan kebijakan yaitu pemerintahakan lokal memerintahkan agar
patuh terhadap Jepang. Ketika Jepang meminta untuk mengumpulkan sumber
daya manusia untuk dijadikan romusha, Sultan Hamengku Buwono IX dan Paku
Alam VIII, tidak rela penduduknya dikirim keluar kota untuk di jadikan romusha.
Pemerintah Jepang pada saat itu merekrut sebanyak mungkin penduduk Jawa
sebagai tenaga kerja. Tenaga kerja yang direkrut terutama laki-laki yang berbadan
sehat, hal tersebut guna meningkatkan produksi perang. Mereka juga dibekali
latihan-latihan militer, seperti latihan fisik, dan latihan baris-berbaris. Selain itu,
Jepang juga mengajarkan bela diri khas Jepang seperti Sumo dan Kido. Latihan-
39
latihan ini diajarkan kepada anggota PETA yang terdiri atas orang-orang Jepang
dan kaum pribumi agar siap menjadi tentara perang bagi Jepang.
Menjelang Proklamasi kemerdekaan, 17 Agustus 1945 hubungan antara
pakualaman dan kasultanan Yogyakarta semakin baik. Kedua belah pihak (Paku
Alam VIII dan Sultan Hamengku Buawana IX) mengajak Kadipaten
Mangkunegaran dan Kasunanan Surakarta untuk menjalin diplomasi politik antar
empat kerajaan agar memiliki sikap politik yang sama dalam mendukung para
pejuang kemerdekaan. Hamengku Buwana IX kemudian mengutus Paku Alam
VIII untuk menyampaikan amanah tersebut. Ia menyampaikan amanah dari Sri
Sultan Hamengku Buwono IX kepada dua kerajaan tersebut sambil panahan
disuatu tempat antara Sragen dan Mantingan.33
Pendudukan Jepang di Indonesia tidak berlangsung lama, setelah Hirosima
dan Nagasaki di Bom oleh sekutu, Jepang menyerah tanpa syarat, dan kesempatan
ini dimanfaatkan oleh kaum nasionalis dan pemuda untuk mendesak Soekarno
dan Hatta memproklamirkan Indonesia menjadi negara yang merdeka. Kedudukan
Jepang saat itu sudah menyerah namun Jepang masih berkewajiban untuk
menjaga dan mengamankan wilayah sebelum kedatangan sekutu ke Indonesia.
Kemerdekaan Indonesia tidak serta merta mudah untuk di capai, bahkan sempat
terjadi perlawanan dari kaum nasionalis dengan pihak Jepang. Di Yogyakarta
sendiri perlawanan rakyat Jogja terjadi di Kotabaru, dimana saat itu terjadi
33
KPH Wijoyokusumo, dalam Disukusi Forum Peduli Daerah Istimewa
Yogyakarta, di rumah H. Salim Purnomo, Jl. Lowanu Yogyakarta, 1995. Ditulis
dalam Artikel oleh Heru Wahyukusmoyo, Mengenal Riwayat &Falsafah Hidup
Paku Alam VIII, (Yogyakarta: Seminar Pengusulan Gelar Pahlawan Nasional
Paku Alam VIII, 2015), hlm. 4.
40
perebutan gudang senjata antara rakyat Jogja dan tentara Jepang. Sultan
Hamengkubuwono IX dan Paku Alam VIII sebagai orang yang berpengaruh di
Yogyakarta memberikan semangat dukungannya kepada kaum nasionalis agar
Indonesia dapat segera mendapat kemerdekaannya.
3. Menjadi Wakil Kepala Daerah Yogyakarta
Dengan terbitnya Amanat 5 September 1945 yang ditanda tangani secara
sendiri-sendiri oleh kedua pihak, Kasultanan Yogyakarta dan Kadipaten
Pakualaman, disusul amanat yang ditandatangani secara
bersama-sama, lalu
lahirlah amanat 30 Oktober 1945 yang bersisi tentang jalannya pemerintahan
Yogyakarta diserahkan melalui Dewan Perwakilan Rakyat (Sistem Demokrasi)
serta lahirnya UU. No. 3/1950 yang menyatakan dengan tegas bahwa Daerah
Istimewa Yogyakarta terdiri dari wilayah kesultanan Yogyakarta dan Kadipaten
Pakualaman. 34
Kota Yogyakarta dinyatakan dalam Maklumat No. 28 Tahun 1946,
kabupaten luar kota kadipaten Pakualaman masih disebut kabupaten Adikarto.
Baru pada tahun 1951 berdasarkan undang-undang No. 15 tahun 1951 kabupaten
Adikarto yang beribukota di Wates dijadikan satu dengan kabupaten Kulon Progo
yang merupakan wilayah Kasultanan Yogyakarta yang beribukota di Sentolo
(Sebelumnya di Pengasih). Penyatuan kasultanan dan Pakualaman menjadi satu
dan termasuk Negara Kesatuan Republik Indonesia memang dikehendaki oleh
kedua pemimpin negeri tersebut. Namun Secara adat Sri Sultan Hamengku
34
Ibid., hlm.4.
41
Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII tetap sebagai pemimpin keraton Yogyakarta
dan puro Pakualaman .35
Yogyakarta, dipimpin oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paduka
Paku Alam VIII menjalankan pemerintahaan secara bersama-sama, mereka saling
mendukung dan mengisi satu sama lain. Peranan mereka sama pentingnya, hal ini
terlihat ketika Sri Sultan Hamengkubuwana IX menduduki jabatan Menteri
Negara dalam kabinet Syahrir III RI pada tahun 1946, ketika Sri Sultan
Hamengku Buwono IX harus mengurus kondisi keamanan di Indonesia, sehingga
urusan rumah Tangga DIY diurus oleh Sri Paku Alam VIII. Kedudukan Sri Paku
Alam VIII selaku Wakil Kepala daerah memegang segala urusan yang berada di
lingkungan Yogyakarta namun tidak terlepas dari persetujuan Sri Sultan
Hamengkubuwana IX Selaku Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta.
Selama mengurus DIY menemani Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Sri
Paku Alam VIII juga merupakan tokoh yang berperan dalam pelaksanaan
Pemilihan Umum pertama di Indonesia yang diselenggarakan dalam rangka
pemilihan DPD dan DPR tahun 1955 di Yogyakarta. Pemilihan tersebut berjalan
baik dan demokratis. Ia juga aktif dalam dunia kesehatan sehingga ia pernah
menjadi ketua Palang Merah Indonesia (PMI). Selain itu Ia juga aktif dalam
perkembangan olahraga di Indonesia, khususnya olahraga panahan yang menjadi
hobinya.
Pada Oktober 1988, Hamengku Buwono IX mangkat dan selang beberapa
waktu pascameninggalnya Sultan Hamengkubuwana IX, Sri Paduka Paku Alam
35
S. Ilmi Albiladiyah, loc.cit, hlm. 99
42
VIII mendapat surat keputusan dari presiden Soeharto mengenai pengangkatannya
sebagai pejabat gubernur dengan masa jabatan sepanjang usia. Paku Alam VIII
menjadi pejabat Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta.36 Paku Alam VIII tetap
konsisten dengan kedudukan Kadipaten Pakualaman di Yogyakarta. Paku Alam
VIII adalah sosok yang konsisten terhadap aturan konstitusi maupun aturan adat,
hal ini ditunjukan secara tegas bahwa dirinya adalah tetap wakil gubernur DIY
sampai wafat, jabatan sementara (PJS Gubernur DIY) adalah tekhnis
administrative, yang harus ditaati dan tidak pernah mau dinaikan jabatannya
sebagai Gubernur ketika Hamengku Buwono IX wafat, suatu saat ketika jabatan
wakil gubernur akan diisi pejabat struktural Ia menjawab secara Diplomatis:
“bahwa posisi yang kosong adalah Gubernur DIY bukan wakil Gubernur DIY,
posisi saya adalah tetap wakil Gubernur DIY karena posisi gubernur DIY adalah
hak politik kesultanan Yogyakarta.37
Selama menjalankan pemerintahan di Yogyakarta, ia dibantu oleh DPR,
DPD, DPRD Yogyakarta. Ia pernah memberikan gagasan-gagasan yang cukup
gemilang, Ia juga sangat baik dalam menjalin hubungan dengan pemerintah pusat
dan dikenal sebagai pemimpin yang menjaga tali silaturahmi antara pemerintah
daerah. Sri Paduka Paku Alam VIII juga sering menyelenggarakan pertandingan
panahan untuk mempererat hubungan antara pemimpin dan rakyatnya. Bahkan
pertandingan panahan ini dilakukan hampir disemua kabupaten yang ada di
36
Krisna Bayu Adji, Buku Pintar Raja-Raja Jawa Dari Kalingga Hingga
Kasultanan Yogyakarta Mengungkap Sejarah dan Biografi Para Raja
Berdasarkan Fakta terbaru, (Yogyakarta: Araska), hlm. 202.
37
Ibid., hlm. 5.
43
Yogyakarta yaitu Bantul, Sleman, Kulon Progo dan Gunung Kidul yang dilakukan
secara bergiliran.38
38
Soekarto, wawancara di Yogyakarta tanggal 24 Juni 2015.
BAB III
K.G.P.A.A PAKU ALAM VIII DAN OLAHRAGA
A.
Kondisi Keolahragaan di Indonesia Paska Kemerdekaan
Tahun 1945-1950an merupakan kondisi sulit yang harus dihadapi Indonesia.
Kondisi sosial politik dan ekonomi saat itu mengalami pergolakan hingga akhir
tahun 1950an, hal ini karena di awal kemerdekaan Indonesia mengalami beberapa
kali pergantian kabinet. Disisi lain muncul agresi militer Belanda serta muncul
pemberontakan-pemberontakan di beberapa wilayah di Indonesia yang berdampak
pada seluruh aspek kehidupan masyarakat Indonesia termasuk perkembangan
olahraga di Yogyakarta.
Kondisi olahraga saat itu mengalami pasang surut, karena pada saat itu
kehidupan olahraga tidak dapat lepas dari kebijakan politik pemerintah. Pidato
kenegaraannya tahun 1957, Soekarno menyampaikan pidato yang berjudul “Suatu
Tahun Ketentuan”. Pidato tersebut menegaskan bahwa Indonesia berada pada
tahap national building, yaitu revolusi ke dua yang sebelumnya Indonesia
mengalami revolusi yang berbuah kemerdekaan.1 Oleh karena itu poisisi
keolahragaan menjadi strategis dalam mewujudkan character building
di
Indonesia. Soekarno pernah menjelaskan dalam amanatnya yang disampaikan
pada tanggal 9 April 1961 di Sasana Gembira, Bandung: jika olahraga adalah alat
1
Brigitta Isworo Laksmi &Primastuti Handayani, MF. Siregar Matahari
Olahraga Indonesia, (Jakarta: Kompas Gramedia. 2008), hlm 70-71.
44
45
untuk menuju 3 tujuan revolusi Indonesia yaitu: negara kesatuan yang kuat,
masyarakat yang adil dan makmur, dan tata dunia baru.2
Indonesia berada di bawah pendudukan Belanda periode awal abad ke XX
hingga akhir tahun 1942. Semasa Pemerintahan Belanda nampak diskriminasi
terjadi pada kaum pribumi dalam menikmati fasilitas olahraga, misalnya
pemisahan penggunaan kolam renang bagi golongan pribumi dengan kaum elit
Eropa.3 Penyebab diskriminasi dan pemisahan penggunaan fasilitas olahraga di
Hindia Belanda, hal ini karena ketakutan pemerintah Belanda jika semangat
gotong royong dan kerjasama antar tim “persatuan” akan muncul dikalangan
pribumi. Hal tersebut tidak dikehendaki pemerintahan Belanda saat itu, hingga
pada akhirnya pribumi dilarang untuk melakukan aktivitas keolahragaan.
Diskriminasi penggunaan fasilitas olahraga bagi pribumi tidak menjadi
halangan bagi bond-bond untuk berolahraga. Munculnya semangat olahraga
ditandai dengan lahirnya ikatan olahraga yang pertama yaitu Persatuan Sepakbola
Seluruh Indonesia (PSSI) pada 29 April 1930. Organisasi ini berkedudukan di
Yogyakarta, diketuai oleh Ir. Suratin. Pada mulanya PSSI hanya terdiri atas 6
anggota yaitu Yogyakarta, Solo, Madiun, Bandung, Jakarta, dan Surabaya.
Namun pada tahun 1941, anggota PSSI sudah memiliki anggota sebanyak 40 kota
yang tersebar di Seluruh Jawa dan luar Jawa. Oleh karena itu, untuk
mempermudah mengorganisasi persatuan olahraga di masing masing wilayah
2
Ibid., hlm. 87.
3
Ibid., hlm. 70.
46
maka dibuatlah konsul-konsul diluar ibukota seperti Medan, Padang, dan
Makassar.4
Perkembangan olahraga mulai diperhatikan pada masa penjajahan Jepang
namun saat itu kegiatan olahraga diperuntukan bagi kepentingan militer, olahragaolahraga asal Jepang seperti Judo, Kido, dan Sumo mulai diajarkan di masyarakat.
Pembelajaran dan latihan-latihan olahraga bagi kepentingan militer ini bertujuan
untuk mengolah kecakapan dan ketangkasan serta kerjasama.5 Salah satu cikal
bakal atau perkumpulan yang mengajarkan ketahanan fisik adalah kepanduan.
Kepanduan merupakan perkumpulan sebuah organisasi yang digunakan sebagai
sarana untuk mempersatukan dan menggalang kekuatan di kalangan pemuda.
Kepanduan semakin berkembang di Indonesia pada masa Jepang seperti
Kepanduan Bangsa Indonesia (KBI), Surya Wirawan, Hisbul Wathan (HW) dll.
Demikian pula peranan olahraga dari bermacam-macam cabang mulai dibina dan
diorganisasi terutama sebagai alat untuk mendukung pergerakan Nasional.6
Pascakemerdekaan kondisi organisasi-organisasi olahraga tidak begitu
menunjukan kemajuan secara signifikan. Kemerdekaan bangsa Indonesia sudah
diakui secara defacto dan dejure oleh beberapa negara seperti Mesir, Palestina,dan
Vatican. Namun, kemerdekaan Indonesia yang baru lahir ini belum dikenal oleh
masyarakat dunia. Oleh sebab itu, Indonesia melakukan beberapa upaya untuk
4
Ibid., hlm.18.
Made Pramono, “Dasar-Dasar Ilmu Olahraga (Suatu Pengantar)”, Jurnal
Filsafat, (Agustus Jilid 34, No. 2), hlm. 140.
5
Jumiatiningsih “ Keikutsertaan Indonesia Di Arena Olympiade 1952-2000”,
Skripsi, (Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada, 2002), hlm. 17.
6
47
mendapatkan pengakuan dalam pergaulan interanasional. Langkah awal yang
dilakukan yaitu bergabungnya Indonesia dalam organisasi Perserikatan BangsaBangsa pada 27 September 1950,7 Indonesia bergabung menjadi anggota PBB
yang ke 60. Diterimanya Indonesia menjadi Anggota PBB maka Indonesia
memiliki kedudukan yang sama dengan negara-negara lainnya. Tidak hanya itu
hal tersebut juga merupakan upaya Indonesia untuk menciptakan perdamaian
dunia. Di tahun yang sama Indonesia juga menjadi tuan rumah penyelengara
konfrensi Asia-Afrika pada tahun 1950 yang dihadiri oleh negara-negara dari Asia
dan Afrika.
Upaya Indonesia untuk memperkenalkan diri dalam pergaulan dunia sudah
dilakukan, baik dari bidang diplomasi, politik, kerjasama pedagangan serta keikut
sertaan Indonesia dalam olahraga, Setelah Perang Dunia ke II ada perpindahan
paradigma di dunia yaitu dari peperangan dan persaingan dominasi militer ke
paradigma “pertandiangan Olympiade” untuk menunjukan prestasi olahraga suatu
negara. Semboyan dari Olympiade yang berbunyi, Altius, Litius, Fortius
menunjukan perubahan paradigma dunia. Selain itu, Olympiade Games membawa
misi perdamaian hal ini dapat dilihat dari lambang yang terdapat pada Bendera
Olympiade yang terdri atas 5 buah lingkaran terdiri atas warna biru, kuning,
hitam,hijau dan merah. Lingkaran tersebut mewakili dari lima benua di dunia, biru
Ginanjar Kartasasmita, dkk. “30 Tahun Indonesia Merdeka , tahun 19501964”, (Jakarta: P.T. Jayakarta Agung Offset), hlm. 51.
7
48
untuk Benua Eropa, kuning untuk Benua Asia, hitam untuk Afrika, hijau untuk
Australia dan merah untuk Amerika.8
Langkah awal partisipasi Indonesia dalam perhelatan Olympiade yaitu ketika
Indonesia mendapat undangan tahun 1948 dari Olympiade London XIV sebagai
peninjau. Ketika Indonesia ingin turut berpartisipasi dalam ajang olympiade
internasional tersebut nyatanya paspor Indonesia tidak diakui. Hal tersebut karena
Indonesia merupakan negara yang masih baru dan dunia belum mengakui
kemerdekaannya. Indonesia dapat ikut dalam ajang tersebut dengan syarat
Indonesia bergabung dengan kontingen dari Belanda.9 Alasan lain atas penolakan
tersebut disebabkan karena Indonesia belum resmi menjadi anggota International
Olympic Comitte (IOC) yang merupakan syarat keikutsertaan Olympic games.
Kekecewaan bangsa Indonesia atas penolakan tersebut justru memberikan
semangat bagi bangsa Indonesia untuk menyelenggarakan pertandingan olahraga
di dalam negeri.
Pelaksanaan Pekan olahraga Nasional yang pertama ini hanya diikuti sebatas
pulau jawa saja, meskipun begitu PON I Surakarta berlangsung cukup meriah dan
berhasil. Berbagai cabang olahraga dipertandingkan dalam PON I. Semangat
olahraga semakin memuncak dengan keikutsertaan Indonesia pada Asian Games
di New Delhi tahun 1951, bangsa Indonesia memiliki kesempatan untuk
8
C. J. Stolk, Indonesia Langkah Pertama Ke Olympiade XV Helsinki 1952,
(Bandung: Badan Penerbitan G.Kolff & Co.,1952), hlm. 95.
Tugas Tri Wahyono “Aspek Politik Dalam Olahraga: Studi Kasus tentang
Penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional (PON I) di Solo 1948”, dalam
Patrawidya, (Vol.8, No. 2, Juni 2007), hlm. 2.
9
49
memperkenalkan dirinya kepada negara-negara tetangga, dan peristiwa ini
amatlah penting bagi bangsa Indonesia. Tidak hanya bagi para penggemar
olahraga tapi juga bagi seluruh bangsa Indonesia yaitu untuk menjunjung tinggi
kehormatan negara dan dunia keolahragaan. Indonesia mempersiapan diri untuk
keikutsertaanya persiapan yang dilakukan diantaranya dengan mengadakan
pemilihan atlet yang berasal dari penggemar olahraga yang mungkin dapat
dikirimkan ke Asian Games dan dengan selanjutnya di bina dalam training centre.
Komite Olympiade Indonesia, Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia
(PSSI) dan Persatuan Atletik seluruh Indonesia (PASI),10 masing-masing dari
top-organisasi yang bersangkutan berusaha agar dapat mengirimkan wakil-wakil
Indonesia ke ajang Asian games. Kemudian diadakan pertandingan- pertandingan
seleksi. atletik dan sepakbola didaerah-daerah yang diakhiri dengan pertandinganpertandingan pemilihan seluruh Indonesia di Jakarta dan Bandung dengan
memberikan bukti cukup bahwa para pemimpin PSSI dan PASI benar-benar
menyelenggarakan persiapan-persiapan secara teratur dan sistematis menurut
suatu rencana tertentu pula.
Diadakan
pertandingan
pemilihan
terakhir
menunjukan
hasil
yang
menggembirakan meskipun organisasi PASI dan PSSI boleh dikatakan saat itu
masih muda, organisasi-organisasi tersebut didukung oleh para anggotanya dan
karena taatnya para atlet dan pemain sepakbola di dalam memenuhi panggilan
masing-masing. Usaha dan keinginan top-organisasi Indonesia
mengingat
10
masing-masing
top-organiasi
C. J. Stolk.op.cit., hlm. 105.
mengalami
sangat keras,
kesulitan
keuangan,
50
penyelenggaraan pertandingan seleksi dari seluruh Indonesia membutuhkan biaya
yang tidak sedikit, meskipun begitu proses seleksi tersebut dapat terlaksana.
Usaha mempersiapkan diri keikutsertaan Indonesia, Pemerintah yaitu
Kementrian Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan adalah pihak yang
membiayai penyelenggaraan training centre (TC), bagi para atlet yang akan di
kirimkan ke pertandingan. Pertandingan-pertandingan PASI di Bandung maupun
pengirimannya ke India. Setelah pertandingan-pertandingan selesai, dapat dipilih
sejumlah atlet dan pemain sepakbola dan diserahkan kepada Komite Olympiade
Indonesia (KOI) untuk selanjutnya dilatih dan disaring. Selepas keikut sertaan
Indonesia dalam Asian Games, maka hal ini kemudian memicu Indonesia untuk
memulai mempersiapkan kembali keikutsertaannya di ajang Internasional. Salah
satu event olahraga Internasional terbesar di dunia yaitu Olimpiade Games yang
pesertanya berasal dari negara-negara dunia.
Pada tanggal 15 Juni 1952 Indonesia mengirimkan rombongan yang
mewakili Indonesia ke Olympiade ke XV di Helsinki. Keikutsertaan tersebut
merupakan pengalaman pertama kalinya bagi Indonesia untuk memperkenalkan
dirinya di hadapan 72 negara dunia. Ajang tersebut di ikuti oleh 5800 pemudapemudi dari berbagai negara, selama 16 hari rombongan Indonesia bertemu dan
mendapat pengalaman dari pertandingan-pertandingan yang dilaksanakan saat
itu.11 Hal ini penting bagi bangsa Indonesia, dengan begitu Indonesia mampu
memperbaiki kondisi olahraga di Indonesia ketika melihat ketertingaalan yang
dialami.
11
Ibid., hlm.145
51
Berdasarkan pidato yang disampaikan oleh Menteri Olahraga A.Halim serta
Sri Sultan Hamengku Buwono IX saat pelepasan dan pemberangkatan rombongan
menyampaikan jika keikut sertaan Indonesia dalam ajang internasional tersebut
diharapkan mampu membawa nama baik bagi Indonesia, atau setidaknya atlet
Indonesia bisa belajar dan kemudian bisa membagikan pengalamannya demi
perbaikan dunia olahraga di Indonesia.12 Dalam Olympiade Games tahun 1952 di
Helsinki, Indonesia hanya mengirimkan tiga atlet, hal ini karena hanya 3 atlet saja
yang dirasa siap dan memenuhi syarat mengikuti Olympiade Helsinki. Atlet
tersebut yaitu dari atlet Peloncat Tinggi (Sudarmodjo), Perenang Gaya Dada
(Suharko) dan Atlet Angkat Besi Kelas Ringan (Thio Ging Hwie)
Selain factor kesiapan dan kemampuan, sedikitnya perwakilan atlet dari
Indonesia ke Olympiade, disebabkan karena kendala pembiayaan serta
kemampuan Indonesia yang dirasa belum siap. Hal ini dapat dilihat ketika masa
penyeleksian dari masing-masing top organisasi. Indonesia hanya
mampu
mengirimkan 3 atlet yang memenuhi syarat ke Olympiade Helsinki.13 Akan tetapi,
setelah Indonesia mengikuti event olahraga internasional yaitu Olympiade tingkat
dunia, Indonesia mendapatkan pembelajaran karena ketertinggalannya dari
bangsa-bangsa di dunia, seperti Eropa dan Amerika, bahkan di tingkat Asia seperti
Tiongkok dsb. Ketertinggalan tersebut terlihat dari beberapa ketersediaan fasilitas
olahraga dan pelayanan keolaragaan yang kurang memenuhi. Melihat hal tersebut
12
Ibid., hlm. 139-141
13
Arsip Pakualaman No. 656, tentang hasil latihan dan pertimbangan dari
masing-masing Top Organisasi.
52
kemudian Indonesia mendatangkan pelatih dari luar negeri untuk melatih atlet
Indonesia guna memperbaiki kualitas atlet.14 Pascakemerdekaan Indonesia
mencoba untuk menjunjung nama bangsa serta memberikan efek positif bagi
bangsa Indonesia saat menghadapi kejuaraan dunia.
Belajar dari pengalaman keikutsertaan Indonesia pada Olympiade Helsinki
tahun 1952, maka untuk menghadapi Olympiade games ke XVI di Melbourne,
Komite Olympiade Indonesia (KOI) sebagai lembaga yang mengurus segala
persiapan olahraga skala Internasional15 membuat panduan bagi seluruh cabang
olahraga pada tanggal 16 Maret 1955.16 Panduan ini dibentuk akibat adanya
kekurangan dana di masing-masing top-oraganisasi cabang olahraga (cabor).
Pedoman ini terutama ditujukan kepada setiap top-organisasi, hal ini karena toporganisasi merupakan pihak yang paling bertanggung jawab atas semua yang
terjadi dimasing-masing organisasi olahraga yang dikelolanya. Laporan teknis ini
di bagikan kepada seluruh cabor agar masing-masing mengadakan seleksi untuk
diambil atlet terbaik sehingga bisa menjadi team perwakilan Inodonesia mengikuti
Olympiade Melbourne. Sempat terjadi ketegangan di dalam top-organisasi
mengenai pendanaan dimasing-masing top-organisasi.
14
KPH Indrokusumo, Wawancara di KOI Pusat Yogyakarta, 16 Juni 2015.
15
Margono, op.cit., hlm. 49
16
Arsip Puro Pakualaman, Nomor.636 tentang laporan teknis KOI bagi toporganisasi dalam pengiriman ke Olympiade XVI Di Melbourne. Tertanggal 16
Maret 1955.
53
B.
Ketertarikan Sri Paku Alam VIII Pada Dunia Olahraga
Sri paduka Paku Alam VIII, hidup dan merasakan tiga zaman yang berbeda
yaitu zaman penjajahan Belanda, Pendudukan Jepang dan Masa Kemerdekaan
hingga Reformasi.17 Sri Paduka Paku Alam VIII, semasa kecil ia pernah menderita
tifus18, proses penyembuhan kondisi kesehatannya lambat sehingga dokter yang
merawatnya menyarankan agar Sri Paduka Paku Alam VIII menjalani olahraga
untuk membantu memulihkan kondisi kesehatannya. Mendengar saran dokter,
akhirnya ia mencoba semua bidang olahraga. Sepak bola, tenis, berkuda dan
panahan adalah olahraga yang disenangi dibandingkan olahraga lainnya. Bahkan
suatu ketika saat Ia bermain sepakbola ia pernah menempati posisi peyerang
tengah.
Paku Alam VIII juga senang dengan olahraga berkuda, biasanya ia berkuda
di Kestalan Puro Pakualaman yang berada di sayap barat bangunan Puro
Pakualaman.19 Ia pernah berkata jika berkuda merupakan the king of sport, karena
harus menyatu dengan kuda yang ditunggangi. Berkuda bukanlah hal yang mudah
Ia sering terjatuh saat sedang berlatih kuda. Pernah suatu ketika Paku Alam VIII
17
Djoko Dwiyanto, Puro Pakualaman: Sejarah, Kontribusi dan Nilai
Kejuangannya, (Yogyakarta: Paradigma Indonesia, 2009) hlm. 89.
18
Tifus adalah penyakit usus yg cepat menular (disertai demam dng ruam-ruam
pd tubuh dan gangguan atas kesadaran diri)
19
Atika Soerjodilogo, dalam Warnasari Sistem Budaya Kadipaten Pakualaman
Yogyakarta, (Jakarta: Trah Pakualaman Hudyana, tt), hlm. 67-68
54
jatuh dan menyebabkan kakinya cidera sehingga ia merasa kesakitan saat
mengenakan sepatu bola (saat itu masih terbuat dari bahan kulit).
Pascacidera PA VIII lebih sering memanah, kecintaannya pada memanah,
tidak lepas dari filosofi-filosofi yang melekat dalam panahan tersebut. Salah
satunya adalah filosofi yang ada dalam cerita Srikandi, terutama filosofi dalam
adegan Srikandi harus memanah saudaranya sendiri yang berarti harus melawan
hawa nafsunya serta harus mampu berfikir jernih.20 Filosofi-filosofi tersebut juga
dibutuhkan saat melakukan olahraga memanah, karena memanah harus
mengandalkan ketenangan hati dan jiwa dalam kondisi apapun.
Paku Alam VIII sangat menyenangi olahraga panahan yang merupakan
olahraga ketangkasan. Semasa berada di Puro Pakualaman, Ia sering melakukan
olahraga memanah tradisional jemparingan. Olahraga tersebut pemanah biasanya
memiliki nama panggilan tersendiri yang diambil dari nama busur milik pemanah.
Begitu juga dengan Sri Paku Alam VIII, Ia sering dijuluki Bramastro, nama
tersebut merupakan nama yang diberikan oleh ibundanya Gusti Kanjeng Raden
Ayu Retno Puwoso/ Gusti Hadipati, yang diambil dari nama busurnya.
Kecintaannya pada olahraga panahan ini juga tidak lepas dari peranan Paku
Buwono X (kakeknya). Mereka menyarankan agar olahraga yang dipilih adalah
olahraga panahan hal ini karena panahan minim akan resiko cidera, dibandingkan
dengan berkuda ataupun sepakbola21. Bahkan hingga ia menjadi pejabat daerah
20
KPH Indrokusumo, Wawancara di KOI Pusat Yogyakarta, op.cit.
21
Ibid.
55
Yogyakarta Ia masih sering menekuni hobinya tersebut dengan mengunjungi
latihan-latihan panahan yang diadakan.
Sri Paduka Paku Alam VIII biadanya berlatih memanah di kestalan yaitu
bekas lapangan kuda milik Puro Pakualaman, bersama dengan kerabat dan
beberapa abdi dalem Puro Pakualaman, turut serta dalam latihan tersebut.22
Bahkan Paku Buwono X sering berkunjung dan menengok cucunya saat berlatih
maupun saat bertanding. Sri Paduka Paku Buwono X sendiri memiliki perhatian
pula terhadap bidang olahraga. Paku Buwono X pada masa pemerintahannya di
Surakarta, Ia membangun sarana dan prasarana untuk memajukan olahraga. Tahun
1932, Ia membangun stadion Sriwedari yang dirancang oleh Mr. Zeylman yang
merupakan stadion pertama di Indonesia yang dapat digunakan siang dan malam
karena telah dipasangi lampu di menara-menara,23 stadion ini diresmikan pada
tahun 1933.
Tujuan pembangunan stadion Sriwedari agar kerabat keraton dan masyarakat
pribumi dapat menggunakan untuk berolahraga. Masa itu orang-orang Belanda
mendiskriminasi orang-orang pribumi.24 Orang-orang Belanda mengekslusifkan
diri dalam pelayanan fasilitas termasuk fasilitas olahraga. Oleh karena itu,Paku
Buwono X membangun stadion agar dapat memenuhi kebutuhan olahraga bagi
22
Lihat lampiran foto Sri Paduka Paku Alam VIII berlatih Jemparingan
bersama dengan kerabat dan Abdi dalem, hlm. 110
23
Purwadi,dkk, Sri Susuhan Pakubuwono X: Perjuangan, Jasa &
Pengabdiannya untuk Nusa Bangsa.(Jakarta: Bangun Bangsa, 2009), hlm.312.
Renanto Yogi,”Pembangunan Bidang Olahraga di Praja Mangkunegaran
Masa Mangkunegaran VII (1916-1944)”, Skripsi, (Solo: Universitas Negeri
Sebelas Maret, 2010), hlm. 48
24
56
rakyatnya, serta keinginan menjadikan kota Solo sebagai kota yang bertaraf
nasional. Maka tidak heran jika kecintaan Paku Buwono X akan olahraga
menurun pada cucunya.
C.
Peran Dalam Keolahragaan di Indonesia
Kehidupan politik dan ekonomi Indonesia masih megalami fluktuatif dan
tidak stabil pascamerdeka. Organisasi-organisasi ataupun perkumpulan olahraga
yang sudah ada sejak zaman penjajahan belanda. Mereka mulai melakukan
aktivitasnya kembali setelah mengalami intimidasi dan pembatasan berorganisasi
masa pendudukan Jepang.
Organisasi-organisasi keolahrgaan mulai muncul ketika belanda masih
memegang kekuasaan di Hindia Belanda. Organiasi persatuan olahraga bangsa
Indonesia bergabung menjadi satu federasi yang dinamakan Ikatan Sport
Indonesia (ISI) yang diketuai oleh Sutardjo Kartohadikusumo.25 ISI merupakan
satu-satunya perserikatan olahraga yang aktif membimbing/ menghimpun
persatuan-persatuan olahraga Indonesia dan bersifat nasional. ISI yang
membawahi beberapa cabor seperti PSSI, IPSI, dan cabang olahraga lainnya,
organisasi-organisasi olahraga ini di batasi ruang gerak bahkan tidak sempat
berkembang masa pendudukan Jepang karena kekurangan biaya dan waktu,
mengingat penduduk dipaksa untuk latihan militer, baris-berbaris dan rodi. Belum
lagi kewajiban untuk menyerahkan bahan makanan untuk dikumpulkan dan
disetorkan guna memenuhi kebutuhan militer saat itu dalam menghadapi perang
25
C. J. Stolk., op.cit., hlm. 96
57
dunia II. Organisasi olahraga yang sudah muncul di masa Jepang sempat mati dan
tidak bisa mengembangankan diri, baru setelah Indonesia merdeka organisasiorganisasi keolahraaan kembali muncul.
Organisasi-organisasi mulai bermunculan dan mulai berkembang lagi
setelah Indonesia merdeka. Kondisi perpolitikan dan ekonomi saat itu belum
stabil, namun olahraga pada saat itu mendapat perhatian dari peresiden Soekarno.
Tahun 1948, pada saat itu muncul inisiatif untuk membuat ajang olahraga di
Indonesia (kemudian dikenal dengan Pekan Olahraga Nasional/PON) yang
bertujuan untuk menyatukan bangsa Indonesia. Ditahun yang sama Sultan
Hamengku Buwono IX menjadi menteri pertahanan di dalam pemerintahan
Soekarno, sehingga perhatiannya terpusat pada lingkup nasional maupun
internasional, namun disisi lain Ia juga merupakan Kepala Daerah Yogyakarta.
Aktivitasnya yang sangat padat di pemerintahan pusat, sehingga kondisi
Yogyakarta diserahkan kepada wakilnya sekaligus Pamannya yaitu Paku Alam
VIII.
Selama Paku Alam VIII mengurus keperluan rumah tangga Yogyakarta, Ia
berkoordinasi dalam masalah pemerintahan, Sri Sultan Hamengku Buwono IX
dan Paku Alam VIII juga aktif dalam berbagai bidang olahraga. Hamengku
Buwono IX sejak muda hobi bermain sepakbola, maka Sri Paku Alam VIII
banyak berperan dalam pembangunan olahraga panahan di Indonesia.
1. Lahirnya PON.
Pekan Olahraga Nasional pertama kali diadakan dikota Surakarta yang
dilaksanakan tanggal 8-12 September 1948. Hampir seluruh perlombaan dari
58
semua cabang olahraga (atletik, sepakbola, tenis, demonstrasi, pencak, dll)
dipertandingkan dalam pekan olahraga tersebut. Sebelumnya Indonesia juga
pernah menyelenggarakan kongres olahraga yang menghasilkan keputusan antara
lain: membentuk satu-satunya badan yang akan dimintakan peresmiannya dari
pemerintah untuk mengatur dan memusatkan seluruh urusan olahraga dari seluruh
Indonesia. Muncul tiga usulan nama saat pembentukan badan olahraga tersebut
yaitu Gelanggang Olahraga (Gelora), Ikatan Sport Indonesia (ISI) dan Persatuan
Olahraga Republik Indonesia (PORI), dan berdasarkan undian kongres, nama
PORI dipilih sebagai nama badan olahraga Indonesia.
Pada waktu malam reuni yang dilangsungkan di Pendopo Karesidanan
Surakarta (dalam Kepatihan) juga diresmikan bahwa PORI yang baru terbentuk
adalah satu-satunya badan yang meliputi semua bagian-bagian olahraga. Dilantik
pula P.J.M. Presiden suatu panitia bernama KORI (Komite Olympiade Republik
Indonesia) yang berkewajiban mengurus segala sesuatu yang berhubungan dengan
olympiade diluar dan didalam negeri, panitia tersebut diketuai oleh Sri Sultan
Hamengku Buwono IX.26 Tujuan dibentuknya KOI yaitu untuk mempersatukan
seluruh gerakan cabang olahraga didalam satu pertemuan besar yang diadakan
setiap dua tahun sekali.
Penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional juga dimaksudkan sebagai suatu
latihan untuk menyelenggarakan olympiade apabila Indonesia pada suatu waktu
mendapatkan giliran untuk menjadi tuan rumah olympiade. Setelah mengadakan
kongres, maka Indonesia berniat untuk mengikuti olympiade XIV di London.
26
Ibid., hlm. 96-97.
59
Akan tetapi, Indonesia harus menggagalkan niatnya terebut karena Indonesia tidak
memenuhi persyaratan, rasa kecewa tersebut justru muncul inisiatif untuk
menyelenggarakan perlombaan olahraga sendiri. Maka lahirlah Pekan Olahraga
Nasional di Solo pada September 1948 yang mendapat sambutan luar biasa dari
seluruh lapisan masyarakat. Tidak kurang dari 600 orang pengikut dan officialnya
(pengurus dan sebagainya) datang di Solo, hampir seluruh Kabinet di Yogyakarta
presiden dan wakil presiden hadir pada upacara pembukaan, PON juga dihadiri
oleh beberapa wakil dari luar negeri, di antaranya W.Cochran
(Amerika),
Chitcley (Australia) dan P.Bihin (Belgia) yang waktu itu menjabat anggota
Komisi Tiga Negara (KTN), dari PBB di Indonesia.
Penyelenggaraan PON I tersebut menghabiskan dana sebesar Rp. 1.500.000,
biaya ditanggung penuh oleh pemerintah RI (Kementrian Pembangunan dan
Pemuda). Tidak kurang pula dari 40.000 penonton tiap hari yang mengunjungi
perlombaan sepak bola, dan atletik. Kesuksesan penyelenggaraan PON I ini
memberikan harapan bagi pencinta olahraga terhadap penyelenggaraan PON
berikutnya, dan berharap agar dikemudian hari akan mendapat kedudukan yang
semestinya didalam masyarakat Indonesia.27
Pada Desember 1948 pecah agresi militer belanda, sehingga rencana
menyelenggarakan PON II dalam tahun 1950 tidak dapat diselenggarakan
meskipun gencatan senjata telah tercapai di tahun 1949. Pascaagresi tersebut para
penggagas dan top organisasi Olahraga berusaha memulihkan kembali kondisi
kelahragaan pada saat itu hingga diselenggarakan Kongres PORI di Yogyakarta
27
Ibid., hlm, 98
60
tanggal 22- 25 Desember 1949 yang membahas mengenai kelanjutan PON II,
namun kongres tersebut belum dapat mengambil keputusan tentang PON II dalam
tahun 1950.
Setelah penyusunan kembali serta penyempurnaan organisasi- organisasi
olahraga yang terbesar seperti sepak bola dan atletik tercapai dengan kongres
masing- masing dalam bulan September 1950, sedang cabang olahraga lainnya
usaha semacam itu mencapai tingkatan yang sama, seperti tennis, renang, bulu
tangkis, angkat besi dan lain lain, maka atas inisiatif PSSI dan PASI diambil
keputusan oleh PORI untuk melangsungkan PON II dalam tahun 1953 di Jakarta.
Pemilihan penyelenggaraan pada bulan September tahun 1953 merupakan
langkah yang tepat. Hal ini karena masih tersisa semangat keolahragaan sejak
ikutnya Indonesia dalam Asian Games di New Delhi, pada Maret 1951. Semangat
keolahragaan Indonesia juga memuncak pula dalam menghadapi Olympiade
Helsinki tahun 1952, selain itu hubungan Indonesia dengan negara-negara lain
dilapangan olahraga juga mulai nampak sehingga memberi dorongan kepada
Indonesia.
Olahraga pada saat itu mulai menunjukan kepentingannya, terlebih ketika
mulai ada perhelatan olahraga internasional. Upaya yang dilakukan pemerintah
untuk memajukan olahraga Indonesia pada saat itu yaitu dengan membentuk KOI
(Komite Olympiade Indonesia). Berdasarakan AD/ART tujuan didirikan KOI
yaitu menyebarkan dan mempropagandakan cita-cita gerakan olympiade di
Indonesia, memajukan tiap jenis olahraga, dan mengambil langkah-langkah yang
perlu untuk memberi pimpinan dan tuntunan kepada olah-raga amateur dalam
61
garis-garis yang benar. Selain itu juga bertujuan untuk membantu tiap organisasi
olahraga dalam usahanya untuk mengembangkan gerakannya. dan tujuan terakhir
yaitu menjamin kelangsungan PON tiap empat tahun.28
PON II sempat mengalami penundaan karena adanya agresi Militer Belanda.
Hal
tersebut
menghalangi
pemerintah
dan
organisasi
olahraga
untuk
mempersiapakan diri menyambut PON II, yang akan diselengarakan di Jakarta.
Persiapan-persiapan yang dilakukan dalam meghadapi event olahraga nasional itu
memberi pekerjaan rumah bagi tiap top organisasi untuk mempersiakan atletnya.
Bagi panitia pelaksana ini merupakan pembuktian jika Indonesia mampu
menyelenggarakan event keolahragaan secara nasional.
Dalam rangka mempersiapkan PON II di Jakarta, maka dibentuklah sebuah
gerakan yang bernama Yayasan Stadion Nasional yang menjalankan dan
merencanakan pembangunan-pembangunan stadion untuk memperbaiki kualitas
dan fasilitas olahraga di Indonesia. Proyek pertama yang harus diselesaikan oleh
yayasan ini adalah pembangunan Stadion Ikada yang akan digunakan dalam PON
II sekaligus Asian Games 1962. Pembangunan stadion tersebut terbilang sulit hal
ini karena panitia hanya di beri tenggang waktu 4 bulan untuk menyelesaikan
proyek ini.29
Yayasan ini bertugas untuk membangun stadion-stadion yang ada di
Indonesia agar atlet Indonesia dapat mengikuti olympiade internasional maka
28
Arsip Puro Pakualaman No. 635 tentang Anggaran Dasar dari Komite
Olympiade Indonesia kepada Sri Paku Alam VIII tentang anggaran KOI tahun
1956.
29
C. J. Stolk.op.cit., hlm.108
62
dibutuhkan pula fasilitas yang hampir serupa dengan apa yang terima oleh atletatlet yang ada di negara belahan Eropa. Proyek pembangunan stadion Ikada,
merupakan tugas yang berat bagi panitia Yayasan Stadion, mengingat ekonomi
Indonesia yang sulit, sedangkan panitia hanya diberi waktu 4 bulan saja untuk
menyelesaikan pembangunan tersebut. Pembangunan lapangan Ikada menelan
biaya besar sehingga dilakukan pemungutan dan sumbangan dari warga untuk
menutup biaya-biaya tersebut.
Jika di negara-negara lain pekan olahraga (olympic week) itu diselenggarakan
oleh Komite Olympiade Nasional maka PON I dan II diselenggarakan oleh PORI.
Keunikan penyelenggaraan PON I dan II ini yaitu biasanya dinegara lain hanya
ada dua macam organisasi olahraga yang mengurus segala kebutuhan olahraga,
yaitu organisasi tiap tiap otonom cabang olahraga dan Komite Olympiade
Nasional sebagai badan koordinasi antara organisasi-organisasi otonom.
Sedangakan di Indonesia memiliki 3 macam organisasi yaitu organisasi otonom
itu, tiap cabang-cabang Olahraga ( PSSI, PASI, PELTI, dll), PORI sebagai badan
koordinasi dan KOI sebagai koordinator untuk meluaskan kiprah di luar negeri.
PON dalam perkembangannnya, selain untuk menciptakan kesatuan dan
persatuan juga ditujukan untuk melihat potensi-potensi anak negeri yang bisa
dikirimkan ke perlombaan olahraga internasional seperti, Asian Games, dan
Olympide games. Penyusunan agenda olahraga dapat dilaksanakan secara
berurutan. Penyelenggaraan PON di Indonesia memiliki nilai tambah karena
memiliki fungsi nyata sebagai nation and character building30.
30
C. J. Stolk, op.cit., hlm. 73.
63
Sri Paku Alam VIII yang saat itu menjabat sebagai salah satu official
organisasi olahraga panahan, Ia turut aktif dalam pelaksanaan PON di Indonesia.
Mulai dari pelaksanaan PON I hingga PON ke IX Tahun 1977. Tahun 1948 saat
itu Ia menjadi wakil kepala daerah Istimewa Yogyakarta, selain disibukkan
dengan kegiatan rumah tangga DIY, Ia juga menjadi salah satu tokoh yang
membantu dalam pelaksanaan PON I di Surakarta.
2. Olympiade Games dan Peranan Sri Paku Alam VIII
Olympiade games merupakan salah satu pesta olahraga ternama di dunia.
Olympiade yang lahir di Yunani ini kemudian digalakan kembali oleh seorang
tokoh bernama Baron Pierre de Coubertis. ia berinisiatif mendirikan I.O.C
(International Olympic Comitte) tahun 1894 untuk memperlacar kegiatan
Olympiade.
Organisasi
ini bertujuan untuk
mengembangkan permainan
olympiade, serta olympiade dapat diselengarakan dalam waktu tertentu dan tetap.
olympiade juga digunakan untuk menjaga perdamaian dunia serta membantu
hubungan antar negara yang harmonis melalui cabang olahraga. Oleh karena itu di
Indonesia sendiri, cita-cita dari olympiade mewakili apa yang di cita-citakan
bangsa Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang 1945, berisi
tentang adanya menciptakan perdamaian dunia. Mengingat saat itu dunia sedang
mengalami krisis perdamaian setelah Perang Dunia I dan II.
Negeri yang berhasrat mengirimkan wakil-wakilnya dalam olimpiade
diharuskan membentuk Komite Olympiade Nasional terlebih dahulu. Hingga
64
tahun 1950, I.O.C. telah mempunyai 65 anggota yang mewakili 45 negara31 Oleh
karena itu, agar mampu ikut serta dalam menjaga perdamaian dunia melalui
cabang olahraga maka Indonesia berusaha memenuhi syarat untuk menjadi
angggota I.O.C tersebut. Diantaranya yaitu mendirikan KOI, yang bertugas untuk
mengkoordinasi penyelenggaraan dan pengawasan olympiade di Indonesia.
Pada tanggal 4 Maret 1952, Indonesia menerima kawat dari Komite
Olympiade Internasional di Lausanne (Swiss), kawat tersebut berisi mengenai di
terimanya Indonesia menjadi anggota IOC, dan berisi pula undangan dari I.O.C
kepada Indonesia untuk mengikuti Olympic Games tahun 1952 yang
diselenggarakan pada Akhir Juli hingga September di Helsinki. Kawat tersebut
merupakan jawaban dari permintaan KOI supaya Indonesia dapat mengirimkan
perwakilannya dalam Olympiade Helsinki yang disampaikan oleh wakil-wakil
Indonesia pada akhir Februari tahun 1952.32 Beberapa top- organisasai juga
mendapat undangan jawatan dari Komite Olympiade Internasional untuk
mengunjungi Kongres Olahraga Internasional di Helsinki.
Pada Minggu 15 juni 1952, diberangkatkan rombongan Olympiade Indonesia
ke Helsinki yang terdiri dari tiga orang atlet dan rombongan officials diantaranya
Maladi (Sekretaris Umum KOI), telah lebih dahulu berangkat pada perjalananya
ke Amerika dan Eropa Barat. Keberangkatan Rombongan disertai dengan upacara
di lapangan terbang Kemayoran yang dihadiri oleh ribuan rakyat, nampak
31
Ibid., hlm. 103.
32
Olahraga, (edisi 1, 5 Januari, 1954), hlm. 88.
65
antaranya beberapa anggota kabinet, anggota-anggota parlemen, dan pembesarpembesar sipil dan militer konsul Finlandia.
Sepanjang jalan rombongan mendapat sambutan hangat dari penduduk. dan
barisan musik kepolisian negara yang memainkan lagu Mars PON. Sebelum
keberangkatan para rombongan atlet diberikan pesan- pesan dari beberapa tokoh
seperti Hamengku Buwono IX, Nyonya Sumaji (Mewakili seluruh top-organisasi)
dan menteri P.P&K Dr. Bader Djohan. Perluasan semangat dan informasi ini juga
tidak terlepas dari peranan Radio Republik Indonesia (RRI) dan surat kabar.
Selama pertandingan Olympiade di dunia berlangsung, maka setiap pukul 21.30
waktu Jawa, RRI menyiarkan laporan pertandingan dari Olympic Stadion di
Helsinki oleh Maladi melalui pemancar Radio Naderland Wereld Omroep yang
bergelombang 19.71 meter.
Peranan dari RRI terutama sebagai lembaga penyiaran yang dimiliki oleh
negara. RRI merupakan alat untuk meyiarkan segala informasi mengenai kabar
Indonesia, RRI juga menyiarkan hasil olympiade Melbourne tahun 1957 kesegala
penjuru Indonesia.33 Disiarkannya keikutsertaan Indonesia dalam ajang olahraga
dunia, oleh RRI, pemberitaan ini mendapat respon dari kalangan mahasiswa
Yogyakarta. Salah satunya mahasiswa Universitas Gadjah Mada,berdasarkan surat
permohonan yang dikirimkan untuk Sri Paduka Paku Alam VIII (selaku wakil
dari pemerintah Yogyakarta sekaligus menjabat sebagai ketua KOI), mereka
meminta izin untuk pemutaran hasil olympiade Melbourne tahun 1957 di UGM.
33
Arsip Pakualaman, No. 637 tentang Laporan Radio Republik Indonesia
Yogyakarta di Melbourne, Australia serta kiprah Indonesia dalam Olympiade
tangal 30 November- 1 Desember 1956.
66
Tujuan dalam surat tersebut yaitu untuk menyulutkan api semangat disemua
kalangan termasuk mahasiswa.34 Hal ini dilakukan agar semangat pemuda dapat
dikobarkan keseluruh penjuru Indonesia.
3. Asian Games dan Peranan Sri Paku Alam VIII
Sebuah titik awal bagi bangsa Indonesia dalam sejarah keolahragaan
Indonesia, setelah kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, ialah ikut sertanya
Indonesia di Asian Games atau Asiade yang diselenggarakan di New Delhi India
yang berlangsung pada bulan Maret 1951 sebagai negara yang merdeka.
Keinginan untuk mengikuti perhelatan dunia sudah muncul sejak berdirinya
persatuan sepakbola kebangsaan, yaitu PSSI (Persatuan Sepakbola Seluruh
Indonesia) pada tahun 1930.35 Hasrat dan keinginan bangsa Indonesia untuk
terlibat
dalam dunia sepakbola internasional sudah ada, namun belum bisa
tercapai karena status Indonesia yang saat itu masih sebagai kolonie. Pun seperti
diuraikan dalam asal mula berkembangnya olahraga di Indonesia, setelah
berdirinya Republik Indonesia, hasrat untuk turut dalam Olympiade di London
dalam tahun 1948 sudah besar, namun karena sesuatu hal maka cita-cita tersebut
belum bisa diwujudkan.
Keikutsertaan Indonesia dalam Asian Games di New Delhi tahun 1951,
terbentuklah kesempatan bagi Indonesia untuk memperkenalkan dirinya kepada
34
Arsip Puro Pakualaman, No.638 Catatan hasil Olympiade Melbourne dan
Permohonan Mahasiswa UGM untuk menyiarkan hasil pertandingan Melbourne.
35
Tugas Triwahyono, op.cit., hlm. 13.
67
para penggemar olahraga dengan negara-negara tetangga. Peristiwa ini amatlah
penting bagi bangsa Indonesia, tidak hanya bagi para penggemar olahraga namun
juga bagi seluruh bangsa Indonesia. Tujuannya yaitu untuk menjunjung tinggi
kehormatan negara dan olahraga bangsa Indonesia, maka sebelum berangkat ke
Olympiade se-Asia, diadakan persiapan-persiapan dengan cara mengadakan
seleksi diantara penggemar olahraga yang mungkin dapat dikirimkan ke Asian
Games.
Dr, Bahder Djohan, yang menjabat sebagai menteri Kementrian
Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan (P.P. dan K) mempersiapkan diri dalam
pembiayaan penyelenggaraan training centre. Untuk mempersiapkan pengiriman
Tim Nasional Sepakbola ke India.
Sri Paku Alam VIII sangat teliti dan tekun ketika menjalankan tugas.
Beberapa kali Sri Paku Alam VIII bersama Maladi dikirim menjadi delegasi
Indonesia dalam rapat Asian Games Federation Officials Tokyo. Diantaranya
yaitu pada tahun 1952, bersama dengan Maladi dan A. Halim. Ia mengikuti rapat
Asian Games Federation Official Tokyo, Pada Mei 1952 di Tokyo, Jepang.36
bahkan suatu ketika saat ia di beri wewenang untuk menjadi delegasi ke New
Delhi dalam rapat AGF Official di New Delhi India, Ia bersama Maladi dan Dr.
A. Halim diminta oleh Soekarno untuk memperjuangkan dan membawa Asian
Games ke Indonesia dalam rapat AGF Official tahun 1952. Berkat lobi dan
pendapat yang disampaikan oleh Maladi, dan Paku Alam VIII, dan Dr. A. Halim
Lihat lampiran tentang Official Report 3rd Asian Games Tokyo, 1958.
(Jakarta: Dittop AD, 1962), Vol. I, hlm. 14. Dalam Amin Rahayu, “Pesta
Olahraga (Asian Games IV) Tahun 1962 Di Jakarta :Motivasi dan Capaiannya”,
Tesis, (Depok :Universitas Indonesia, 2012), hlm.114
36
68
akhirnya Indonesia berhasil menjadi tuan rumah Asian Games IV menyingkirkan
kandidat lain seperti Pakistan37 dan negara-negara Asia lainnya.
Setelah Indonesia dapat mewujudkan mimpinya yaitu menjadi tuan rumah
perhelatan kejuaran olahraga Internasional di Asia. Indonesia mempersiapkan diri
dengan membentuk panitia-panitia persiapan Asian Games Di Jakarta. Soekarno
sebagai presiden saat itu memberlakukan keputusan presiden serta perundangundangan khusus untuk persiapan Asian Games IV di Jakarta. Sebelumnya Sultan
Hamengku Buwono IX dan SRI Paku Alam VIII juga memiliki peranan penting
dalam pelaksanaan kegiatan olahraga di Indonesia. Pada 28 September 1952,
ketika Indonesia mulai mempersiapkan segala seuatu yang berhubungan dengan
pelaksanaan Asian Games IV Tahun 1962. Indonesia sebagai tuan rumah
menginginkan pelaksaaan Asian Games IV berjalan lancar dan tidak
mempermalukan Indonesia di hadapan dunia, maka presiden Soekarno
membentuk Dewan Anggota Asian Games Indonesia (DAGI) yang bertugas untuk
mempersiapkan segala keperluan Asian Games IV tahun 196238.
Melalui Keputusan Presiden RI no 131 tahun 1959 pada tanggal 11 Mei
195939, yang berisi pelantikan berbagai pengurus dan Anggota dewan Asian
Games IV Jakarta. Sri Paku Alam VIII didaulat menjadi wakil anggota pengurus
Perpani. Selain ia juga diberi amanah oleh Menteri Maladi untuk menjadi
37
Brigitta Isworo Laksmi &Primastuti Handayani, op.cit., hlm. 81
38
Ibid., hlm. 83.
Amin Rahayu, “Pesta Olahraga Asia (Asian Games IV) Tahun 1962 Di
Jakarta: Motivasi Dan Capaiannya”, Tesis, (Depok: Universitas Indonesia, 2012),
hlm. 147
39
69
Executive President dalam The Organizing Committee, Ia didampingi oleh
Brigadir Genderal Dr. Soemarno Sosroatmodjo sebagai wakil presiden.40
40
Undang-undangan pengakatan Paku Alam VIII sebagai panitia Asian
Games IV. dalam Amin Rahayu, “Pesta Olahraga Asia (Asian Games IV) Tahun
1962 DI Jakarta: Motivasi Dan Capaiannya”, Tesis, (Depok: Universitas
Indonesia, 2012), hlm. 174.
BAB IV
PERKEMBANGAN PERSATUAN PANAHAN SELURUH INDONESIA
(PERPANI) TAHUN 1953-1977
A.
Panahan Sebagai Olahraga Tradisional Di Yogyakarta
Panahan atau dalam bahasa Inggris disebut dengan archery adalah suatu
kegiatan menggunakan busur panah untuk menembak anak panah. Olahraga
panahan adalah suatu cabang olahraga yang menggunakan busur panah dan anak
panah dalam pengaplikasiannya, anak panah dilepaskan melalui lintasan tertentu
menuju sasaran pada jarak tertentu.1 Orang-orang di setiap bagian dunia telah
menggunakan busur untuk berburu dan perang.
Panahan sendiri memiliki peran penting baik dalam sejarah maupun legenda.
Arkeolog memperkirakan bahwa busur sudah digunakan sejak 50.000 tahun yang
lalu. Sejarah mencatat bahwa orang Mesir, sekitar 5.000 SM menemukan jika
panah lebih efektif dari pada katapel dan tombak untuk digunakan dalam
peperangan. Pengetahuan ini memungkinkan bagi orang Mesir untuk terbebas dari
dominasi Persia. Bahkan di negara Eropa seperti Inggris selama tiga ratus tahun
yaitu abad ke 13 hingga abad ke 16, praktik memanah merupakan hal yang wajib.2
Panahan diperkenalkan sebagai olahraga pada 1790, dan baru tahun 1844
kejuaraan pertama kali diselenggarakan oleh Grand National Archery Society
(GNAS) salah satu klub yang terkenal di kepulauan Inggris.3 Sejak saat itu
1
I Wayan Artanayasa, Panahan, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2014), hlm.1.
2
Jhon. H Show, Individual Sport For Men, (Philadelpia, London: W.B.
Sounders Company, 1950), hlm. 27.
70
71
mulailah panahan dikenal dan mulai diperlombakan di beberapa wilayah bagian
eropa maupun dunia.
Kehadiran panah dan busur di Indonesia belum ada yang bisa memastikan
namun di Jawa dua jenis alat ini sudah dikenal sejak leluhur terdahulu, seperti
yang digambarkan dalam cerita-cerita pewayangan. Busur dan panah dalam cerita
pewayangan berfungsi sebagai senjata dan pusaka. Sama halnya dengan keris,
trisula dan tombak, panah dan busur merupakan senjata dari orang-orang yang
dianggap memiliki kekuatan sakti, misalnya saja Srikandi, Arjuna, dan beberapa
tokoh pewayangan lainnya yang menjadikan busur dan panah sebagai pusakanya.
Oleh karena itu, dua alat ini sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Jawa.
Selain sebagai pusaka arti dari sebuah busur dan panah sendiri merupakan
olahraga yang digunakan bagi raja-raja untuk berburu dan melatih olah jiwa,
sedangkan bagi masyarakat, panah dan busur digunakan sebagai alat pertahanan
diri dari musuh. Olahraga tidak lepas dari kebutuhan jasmani dan rohani seorang
manusia. Keterkaitan antara olahraga dan agama memiliki hubungan satu sama
lain. Beberapa agama juga mengatur bagaimana hubungan antara ruhani dan
jasmani. Hindu dan Budha mengenal apa yang dinamakan bertapa yang berfungsi
untuk menyucikan diri. Agama islam yang masuk sesudahnya merupakan religi
yang dianut oleh mayoritas masyarakat Jawa, Islam menganjurkan untuk
melakukan tiga olahraga seperti panahan, berenang dan berkuda. Beberapa
kerajaan Islam seperti Kasulatanan Yogyakarta dan Kadipaten Mangkuneragaan
dan Kadipaten Pakualaman juga mengenal olahraga tersebut. Di Yogyakarta
3
Ibid.
72
Terdapat olahraga panahan tradisional yang sering disebut dengan Jemparingan
gaya mataraman. Jemparingan adalah sejenis latihan fisik yang menggunakan
busur yang terbuat dari bambu dan senar khusus yang kuat, kemudian di
bentangkan. Cara memainkannya yaitu dengan sikap bersila dan mengenakan
pakaian tradisional Jawa.4
Pemanah disebut sebagai bambang sedangkan orang yang mengambil anak
panah disebut dengan cucuk. Para bambang 5ini duduk bersila menghadap sasaran
yang serupa orang-orangan dengan jarak 30-35 M. Objek bidikan yang berbentuk
orang-orangan terbuat dari jerami yang diikat dan dibalut dengan kain kemudian
diberi warna merah untuk kepala, dan putih untuk badan. Bidikan ini panjangnya
sekitar 15 cm6. Jika anak panah mengenai sasaran tepat di kepala, maka mendapat
poin 3 sedangkan jika mengenai badan yang berwarna putih, maka mendapat poin
1.7 Jemparingan atau olahraga panahan tradisional sering dimainkan oleh Sri
Paduka Paku Alam VIII, bahkan Ia terkenal mahir membidik, biasanya ia
memanah dengan kerabat-kerabat dan abdi dalem puro Pakualaman.8
4
Rimawan Sestrodirjo, wawancara bertempat di Puro Pakualaman,
Yogyakarta, 25 Agustus 2015.
5
Bambang dalam bahasa Jawa berarti kesatria, atau pribadi yang memiliki
budi pekerti luhur , welas asih dan suka menolong. Bambang merupakan sebuatan
bagi pemanah dalam olahraga panahan tradisional. Nama bambang juga
disebutkan bagi para atlet pemanah. Lihat lampiran 2. Tentang peraturan
pertandingan panahan tahun 1953. hlm. 100
6
Lihat lampiran 5, wong-wongan sasaran panahan Jemparingan, hlm.
7
Rimawan Sestrodirjo, loc.cit.
8
Soekarto, wawancara bertempat di Perumahan RSUD Yogyakarta, 24 Juni
2015.
73
Sebagai seorang yang tinggal di lingkungan Kadipaten Pakualaman, budayabudaya jawa sedikit banyak merasuk dalam dirinya. Seperti yang sudah dijelaskan
diatas Paku Alam VIII menyukai panahan sejak masih kecil. Kecintaannya
terhadap panahan tradisional akhirnya menuntun Paku Alam VIII untuk
mendirikan perkumpulan panahan di Puro Pakualaman dengan nama Mardisoro.
Mardisoro diambil dari bahasa jawa yang berasal dari kata Mardi dan Soro, Mardi
yang berarti mendidik sedangkan Soro artinya panah9. Sama seperti organisasi
pada umumnya, organisasi ini juga memiliki struktur keoraganisasian. Sri Paku
Alam VIII membentuk sebuah pengurus yang membantunya dalam menjalankan
dan mengembangkan perkumpulan Panahan tradisional Mardisoro tahun 1953.
Sri Paku Alam VIII memberikan sumbangsih yang sangat besar bagi
perkembangan panahan, mulai dari pendanaan, penyedia alat alat, pelatihan dan
menyelenggarakan perlombaan serta latihan bersama anggota-anggota Mardisoro
secara langsung. Keterlibatan Paku Alam VIII merupakan upaya untuk
mengembangkan panahan sehingga memberi semangat bagi para anggota
Mardisoro. Pada perkembangannya, jemparingan gaya mataraman yang selama
ini hanya sebatas hobi atau untuk melestarikan budaya, mulai dimainkan di
kalangan masyarakat secara luas.
Jemparingan memiliki peraturan yang berbeda dengan perlombaan panahan
dalam Ronde Tradisional dalam PON. Jemparingan ini menggunakan alat-alat
sederhana yang terbuat dari bambu, senar yang kuat dan anak panah yang terbuat
dari kayu berujung besi, dan untuk penyeimbang biasanya digunakan bulu ayam
9
Rimawan Sestrodirjo, loc.cit.
74
atau mentok, namun pada perkembangnnya anak panah terbuat dari fiber dan
penyeimbang dari bulu sintetis. Perlombaan Jemparingan memiliki trofi bergilir
yang diberi nama trofi Bramastro. Trofi ini konon hanya diberikan kepada para
pemanah sejati yang mampu menembak 4 anak panah menancap pada sasaran
dalam satu seri/ satu rambahan, fenomena ini disebut sandang 4. Selama kurun
waktu 40 Tahun10 belum ada yang mampu melakukan 4 sandang ini kembali.
PON pertama kali diselenggarakan di Surakarta tahun 1948. Sebanyak 9
cabang olahraga yang berasal dari 8 komisaris olahraga yaitu sepak bola,
basketball & berenang, atletik, bola keranjang, panahan, tenis, bulu tangkis,
pencak/silat, dan gerak jalan diperlombakan dalam PON I di Surakarta. Olahraga
panahan sudah diperlombakan namun masih terbatas permainan tradisional atau
dengan peralatan sederhana dan sebatas ekshebisi.11 Meskipun saat itu belum lahir
himpunan olahraga panahan di Indonesia, namun cikal bakal organisasi tersebut
mulai muncul setelah pelaksanaan PON yang ke II.
Sri Paku Alam VIII memberikan posisi tawarnya dalam mengembangkan
Panahan di Yogyakarta, Ia sangat gemar dengan panahan hingga kecintaannya
dalam
panahan
membawanya
menjadi
pendiri
organisasi
panahan
nasional.berawal ketika dalam perjalanan dinasnya Ia menyempatkan untuk
menanyakan apakah ada club panahan diwilayah yang ia kunjungi. Dalam
10
Tolok ukur hitungan 40 tahun yaitu terhitung sejak wawancara dilakukan
yaitu tertanggal 27 Agustus 2015, jadi kira-kira terakhir kali orang yang bisa
melakukan sandang 4 di tahun 1970-an. Dimasa-masa terakhir Sri Paku Alam
VIII menjadi ketua Perpani.
11
C. J. Stolk, Indonesia Langkah Pertama Ke Olympiade XV Helsinki 1952,
(Bandung: Badan Penerbitan G.Kolff & Co.,1952), hlm. 103.
75
perjalanan Ia mengunjungi klub-klub panahan , nyatanya di setiap daerah
memiliki gaya dan cara memanah sendiri-sendiri, misal gaya memanah tradisional
yang ditemui diwilayah Sumbawa. Para koboi menunggang kuda dan membawa
anak panah dan menembak sasaran dengan posisi diatas kuda yang berlari. Gaya
permainan tersebut sangat berbeda dengan apa yang ada di mataraman atau di
bagian Indonesia lainnya. Melihat fenomena tersebut akhirnya Paku Alam VIII
memunculkan ide untuk membuka panahan ronde tradisonal. Maka tidak heran
jika perlombaan Panahan Tradisonal sudah ada terlebih dahulu sebelum adanya
lomba panahan yang terdapat dalam PON.
Pada perkembangannya Jemparingan di Yogyakarta dijadikan salah satu
tradisi yang diselenggarakan dan diperlombakan sebagai peringatan hari lahir rajaraja (Wiyosan) di Yogyakarta. Saat ini perlombaan Jemparingan dilakukan setiap
Sabtu Pahingan untuk memeriahkan wiyosan, merupakan hari lahir dari Sri Paku
Alam IX.
B. Berdirinya Perpani
Kondisi sosial dan politik yang berkecamuk setelah Indonesia merdeka hal
ini akibat adanya agresi militer Belanda dan beberapa pemberontakan yang terjadi
di sebagian wilayah Indonesia sangat menyita perhatian pemerintah dan
masyarakat pada saat itu. Belum lagi ditambah dengan kondisi ekonomi yang
memprihatinkan, membuat masyarakat lebih mementingkan perihal pokok hidup
dari pada permasalahan yang bersifat sekunder atau tersier seperti olahraga.
Peminat olahraga di masyarakat saat itu masih sedikit mengingat peralatan
76
olahraga yang mahal dan harus diimpor dari luar negeri untuk medapatkannya.
Akan tetapi, lambat laun olahraga mulai memberikan peranannya terhadap bangsa
Indonesia. Terutama dalam hal membangun character building bangsa Indonesia
yang saat itu baru saja merdeka. Top organisasi olahraga di Indonesia berusaha
sekuat tenaga agar mampu bersaing dan memperbaiki kondisi Indonesia melalui
prestasi olahraga, meskipun pada kenyataannya organisasi olahraga saat itu juga
mengalami keterbatasan dana.
Sri Paduka Paku Alam VIII yang berada dalam struktur keorganisasian PORI
yaitu komisaris bidang panahan, berusaha membuka jalan yang lebih lebar untuk
mengembangkan olahraga panahan. Maka Sri Paduka Paku Alam VIII, pada
tanggal 12 Juli 1953 mendirikan persatuan olahraga panahan dengan nama
Persatuan Panahan Seluruh Indonesia (Perpani) di Yogyakarta,12
tidak lama
setelah lahirnya perkumpulan panahan tradisional Mardisoro. Pembentukan
Perpani juga berperan sebagai penyatu seluruh jenis panahan tradisional yang ada
di Indonesia.
Diawal pembentukannya, Perpani hanya memiliki lima anggota yaitu hanya
beranggotakan dari wilayah Surabaya, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jakarta,
Madiun. Pada tahun yang sama ketika agenda PON III akan dilaksanakan yaitu
pada 19 Juli 1953, ada surat permohonan dari perkumpulan panahan dari
Yogyakarta atas keterlambatan pengiriman bambang. Beberapa perkumpulan
panahan di Yogyakarta saat itu sudah lahir diantaranya yaitu seperti Mardisoro
(P.P Puro Pakualaman), P.P Judhobargo (Judhonegaran), P.P Palguno (Kota
12
I Wayan Artanayasa, op.cit., hlm.2
77
Gede), P.P Nawunghargo (Pawirotaman), dan P.P Sorotomo (Wates). Perwakilanperwakilan tersebut untuk menghadiri acara ceramah yang diselenggarakan oleh
panitia PON III untuk wilayah daerah Yogyakarta.13 Seperti yang sudah dijelaskan
diatas, pengajuan nama-nama bambang sering menggunakan nama busur dan
panah dari masing-masing bambang yang biasanya diambil dari nama bunga,
atau nama gending jawa seperti koncar, kondang14 . Seperti dalam surat undangan
ceramah tersebut, penulisan nama perwakilan dari masing-masing P.P di
Yogyakarta tertulis pula nama panggilan saat dilapangan misal perwakilan dari
P.P Mawunghargo (Pawirotaman) 3 bambang yang mewakilinya yaitu, Sdr.
Dirdjosudigdo (Tjunduk), Sdr. Suhardi (Rimong), dan Sdr. Prawirohardjono
(Candi).15
Sebagai seorang yang berpengaruh di Yogyakarta selain Sri Sultan Hamengku
Buwono IX, Sri Paduka Paku Alam VIII sering berperan sebagai guru sekaligus
menularkan hobi panahan kepada bawahannya. Perkembangan olahraga panahan
juga terjadi dikalangan guru-guru sekolah, gerakan dilakukan melalui guru-guru
terutama dikota madya di Yogyakarta.
perlombaan yang dilaksanakan
Paku Alam VIII selalu membuat
bagi sekolah-sekolah yang berada di lima
Kabupaten di Yogyakarta secara bergiliran. P.A VIII turun langsung untuk
dankoordinasi pejabat setempat untuk memastikan jalannya acara tersebut . Cara
Sri Paduka Paku Alam VIII mengembangkan panahan mula- mula dilaksanakan
13
Arsip Puro Pakualaman, Nomor Arsip 625 tentang delegasi mengikuti
ceramah PON III.
14
Soekarto, loc.cit.
15
Arsip Puro Pakualaman Nomor 625, op.cit.
78
di Puro Pakualaman selanjutnya diadakan di daerah tingakat II dalam daerah
tingkat II ini dilimpahkan kepada Bupati yang kemudian dilanjutkan kepada dinas
P&K yang mengajarkan kepada peserta yang mayoritas adalah guru-guru
sekolah.16
Selain munculkan sebuah tradisi baru serta peraturan yang tidak tertulis bagi
pegawai kantor pemerintahan. Jika setiap kepala bidang setidaknya menjadi ayah
asuh dari beberapa bidang olahraga, pemilihan ini juga disesuaikan dengan
ketertarikan dan juga kemampuan setiap orang. Misalnya saja Darmodipuro yang
merupakan kepala Bidang Dinas Sarana Lalulintas Jalan Raya(DSLJR) wilayah
Yogyakarta, Ia diminta untuk menjadi ayah asuh olahraga panahan. Bahkan
hingga tahun1970-an hanya sedikit orang-orang yang tertarik olahraga hal ini
karena mahalnya peralatan olahraga dan minimnya kesejahteraan masyarakat
Indonesia saat itu. Tidak hanya panahan namun peralatan olahraga lain seperti
menembak, namun cabang olahraga lainnya pun terbilang mahal,17 sehingga
kehidupan olahraga pada masa Sri Paku Alam VIII mampu berjalan dan
terorganisir dan dapat dipantau oleh ayah asuh masing-masing bidang olahraga.
Darah atlet Sri Paku alam VIII menurun kepada putera dan puterinya.
Beberapa puteranya juga tertarik dengan olahraga diantaranya, Anglingkusumo,
Retno Rukmini, dan Indrokusumo yang tertaik dengan olahraga panahan dan
menembak. Hobi Paku Alam VIII juga ditularkan kepada karyawan dan pejabat
16
Soekarto, Loc.cit.
17
Darmodipuro, wawancara di Kediaman Bapak Darmodipuro,
2015.
16 Juni
79
kota madya di Yogyakarta. Sekitar 30-50 orang yang terdiri dari atlet, peerangkat
pemerintahan dan warga hampir setiap hari mereka mengikuti latihan olahraga.
Semangat Sri Paduka Paku Alam VIII sangat tinggi sehingga ia menyempatkan
diri untuk hadir dalam latihan tersebut.
Hari Jumat merupakan hari Krida,
sehingga ketika berangkat atau sepulang dari pekerjaannya Ia mampir untuk
melihat panahan. Kedudukan PA VIII yang juga sebagai Pembina panahan di
DIY didukung oleh bupati dan walikota.
Sebagai ajang silaturahmi P.A VIII
mengadakan kompetisi bergilir bagi kabupaten yang ada di Yogyakarta, sehingga
silaturahmi antara bupati/walikota dengan gubernur (Sri Paku Alam VIII) dapat
terjalin. Tidak hanya pejabat pemerintahan guru-guru pun dilibatkan dalam .
Dalam acara tersebut biasanya dihadiri penilik (kepala dinas P&K).18
Tidak hanya menggalakan panahan di kalangan sekolah terutama guru-guru,
dan pegawai pemerintahan. Sri Paku Alam VIII juga memperhatikan fasilitas dan
sarana prasarana guna mendukung berjalannya panahan. Selain menyediakan dan
memfasilitasi masyarakat agar gemar memanah, Sri Paduka Paku Alam juga
memiliki keahlian dalam memperbaiki peralatan panahannya sendiri. Bahkan saat
memantau latihan-latihan panahan Ia sering membantu memperbaiki peralatan
panahan anak didiknya, khususunya putri-putri.19 Perhatian Paku Alam VIII
sangat tinggi hal ini dapat dilihat ketika atlet Panahan Yogyakarta mendapat juara
dalam kejurnas. Bantuan nyata juga diberikan oleh Paku Alam VIII terhadap
perkembangan Perpani. Ia memberi fasilitas transportasi yang berkapasitas 30-an
18
Sri Sukamtini, wawancara di kediaman bapak Darmodipuro, 6 Juni 2015.
19
Soekarto, loc.cit.
80
orang20 yang digunakan untuk mempermudah akes transportasi bagi atlet-atlet
panahan
C.
Perkembangan Perpani Di Indonesia
Dibandingkan dengan organisasi olahraga lainnya, Perpani bisa dibilang
organisasi yang masih muda, jika PSSI sudah terlihat cikal bakalnya dimasa
penjajahan Belanda, maka Perpani ini mulai muncul ketika Indonesia Merdeka,
dimana saat itu semangat persatuan dan kesatuan sangat terlihat jelas. Sri Paku
Alam VIII sebagai ketua umum Perpani melakukan berbagai usaha, sebagai upaya
untuk membawa Panahan agar semakin berkembang. Di Yogyakarta sendiri, Ia
memasukan olahraga panahan sebagai olahraga yang bisa digemari oleh semua
kalangan. Ia memberikan batuan berupa dana, bimbingan dan juga dukungan.21
Ditangan Ia Perpani berkembang dengan pesat, beberapa penghargaan dan
prestasi mampu Ia raih, dalam masa jabatannya yaitu dari tahun 1953-1977.
Dalam kurun waktu tersebut Perpani telah mengikuti beberapa perlombaan
baik tingkat daerah (porda), nasional (PON), maupun internasional (Olympiade
ataupun
perlombaan
FITA).
Di
Indonesia,
perjuangan
Perpani
untuk
diperlombakan dan diakui resmi sebagai cabang olahraga Nasional pun
membutuhkan waktu sekian tahun agar perlombaan panahan bisa dipertandingkan
didalam PON.
Sri Paku Alam VIII dalam membina dan mengelola perpani beserta organisasi
panahan di masing-masing koordinator wilayah (korwil) Perpani diseluruh
20
Ibid.
21
Ibid.
81
Indonesia. P.A. VIII berusaha menyempatkan diri untuk melihat perkembangan
perpani ataupun panahan disetiap daerah yang ia kunjungi. Misalnya saja saat Ia
perjalanan dinas ke wilayah Sumatera, selain menjalankan tugas sebagai wakil
kepala daerah (Wakapeda) Yogyakarta, ia juga memantau perkembangan
panahan. PA VIII dikenal sebagai pribadi yang sedikit bicara namun banyak
berbuat. Selain mampu memanah Ia juga mampu memperbaiki peralatan
panahannya sendiri yang rusak, bahkan Ia juga sering membantu para atlet puteri
untuk memperbaiki panah.22
Terjadi reorganisasi pengurus K.O.I Pada tahun 1956, Sri Paku Alam VIII
terpilih menjadi ketua KOI. Saat itu kinerja KOI terganggu akibat adanya
kekosongan kekuasan K.O.I akibat pengunduran diri A. Halim dari ketua KOI.
Maka kekosongan ini kemudian segera diatasi dengan munculnya kabar
terbentuknya pengurus baru KOI. Pengurus baru tersebut berisi orang-orang yang
akan menggantikan jajaran pengurus K.O.I lama. Sri Paku Alam VIII di daulat
menjadi ketua K.O.I dan Maladi menjadi Wakil Ketua K.O.I. Besar harapan
masyarakat dengan adanya reorganisasai yang terjadi di K.O.I Masyarakat
berharap besar ada perubahan yang terjadi pada masa pemerintahan Sri Paku
Alam VIII dan Maladi. Majalah Olahraga dua mingguan tersebut memaparkan
mengenai harapan warga khususnya pecinta olahraga untuk menanti adanya
perubahan dalam dunia olahraga di Indonesia. Paku Alam VIII menjadi ketua
Umum K.O.I yaitu periode 1956-1957.23
22
Ibid.
23
Olahraga (edisi 6, 25 Februari 1956), hlm. 3.
82
Pengurus harian K.O.I melaksanakan rapat tanggal 8 Maret 1957 di Jakarta,
rapat tersebut menghasilkan keputusan jika Panahan termasuk dalam perebutan
kejuaran daerah maupun perseorangan namun dengan catatan jika cabang
olahraga tersebut akan diikuti sekurang-kurangnya 4 wilayah propinsi yang ikut
serta dalam acara tersebut. Berdasarkan hasil keputusan rapat K.O.I tersebut maka
saat pengurus cabang seleksi Jawa Timur yang ketuai oleh R.J Moenjani meminta
agar Sri Paduka Paku Alam VIII segera memberikan perintah kepada Perpani
Jawa Tengah, Jawa Barat dan Jakarta Raya untuk segera melakukan seleksi dan
mengirimkan perwakilannya ke ajang PON IV tahun 1957 di Makasar. Sri Paduka
Paku Alam VIII juga meminta untuk memperhatikan pula wilayah-wilayah timur
Indonesia seperti Kalimantan, Sumatera Utara, Maluku agar olahraga panahan
mampu menjadi olahraga yang diakui Nasional sama seperti olahraga yang
lainnya. Maka Perpani harus mengusahakan agar Perpani mampu memenuhi
syarat yang di berikan oleh K.O.I.24 Melihat PON IV diikuti oleh beberapa
wilayah di Indonesia, sehingga pascapertandingan PON IV Makassar Panahan
resmi menjadi olahraga yang dipertandingkan Nasional khusunya dalam PON.
Diakuinya Panahan sebagai olahraga nasional, Perpani semakin memperlihatkan
prestasinya.
Tidak berselang lama Perpani menunjukan prestasinya, beberapa kejuaraan
diraih oleh para atlet panahan Indonesia yaitu tahun 1959, diadakanlah kejuaraan
24
Lihat Arsip Pakualaman No. 655, Surat dari Persatuan Panahan Seluruh
Indonesia N0. 6/ Perpani/57 kepada Sri Paku Alam VIII selaku Ketua Persatuan
Panahan Seluruh Indonesia mengenai usul pengiriman 8 orang PON IV Di
Makassar.
83
Nasional I di Surabaya,yang merupakan salah satu wilayah dengan perkembangan
pesat dalam olahraga panahan. Hal ini dapat dilihat dari partisipasi klub panahan
di Surabaya yang selalu mengadakan pertandingan panahan. Selain itu beberapa
perlombaan maupun seleksi pertandingan juga
diselenggarakan di Surabaya
seperti yang tercantum dalam surat edaran bagi seluruh korwil perpani yang ada di
Yogyakarta.
Olahraga panahan semakin menunjukan perkembangannya, ketika di tahun
1975 Kelompok Panahan Tradisional Mardisoro diundang oleh Pengda PERPANI
DIY untuk mengikuti perlombaan panahan untuk memperingati Lustrum25 L.P.P
di Yogyakarta yang diselenggarakan pada
21 Januari 1975, perlombaan ini
dilaksanakan di lapangan kolombo Yogyakarta, (sebelah timur kolam renang
Kolombo/ Demangan). Perlombaan tersebut diikuti oleh beberapa klub panahan
yang berada di Yogyakarta dengan cabang yang dilombakan yaitu jarak 50 M, 40
M, dan 30 M.26
Selain Panahan Sri Paku Alam VIII juga turut aktif dalam mengembangkan
keolahragaan di Yogyakarta misalnya pacuan kuda, anggar dan olahraga lainnya.
Misalnya saja dalam olahraga pacuan kuda, selain sebagai teknokrat PA VIII
juga tertarik dengan olahraga, sehingga ia sering diminta memberikan
kontribusinya berupa trofi kepada para atlet atau pemenang yang berprestasi.
25
Lustrum adalah peringatan lima tahunan.
26
Lihat Arsip Puro Pakualaman No. 658, tentang Surat No. 03/Pengda/75
berisi undangan dari Pengda untuk kompetisi panahan dalam rangka Lustrum
L.P.P.
84
Sehingga akan menimbulkan prestise bagi pemenangnya.27 Olahraga pacuan
tersebut diselenggarakan pada tanggal 26,27, 28 September 1958. Selain itu Sri
Paduka Paku Alam VIII juga diminta untuk menjadi ketua kehormatan/ juri pada
perlombaan pacuan kuda pertama kali di selenggarakan di Yogyakarta.
Perkembangan panahan mulai terlihat di wilayah Indonesia terutama di
beberapa wilayah bagian seperti Jawa Barat, dan Surabaya. Namun sayang baru
wilayah-wilayah jawa saja yang mengalami perkembangan.
Panahan sudah
menjadi olahraga yang terorganisir Pada tahun 1959 di Surabaya. Terorganisirnya
olahraga panahan di Surabaya, maka semakin mudah pula untuk mengkoordinir
para atlet berbakat maupun anggota untuk melakukan kerja organisasi dalam hal
pemenuhan kebutuhan latihan.
Pada PON ke V yang diselenggarakan di Bandung tahun 1961,
menggambarkan perkembangan dari korwil tiap provinsi. Koran Kedaulatan
Rakyat terbitan Oktober 1961 mencatat mengenai hasil akhir pertandingan dari
masing-masig kategori perlombaan panahan. Dalam kategori panahan putri
berdiri, panahan jawa tengah belum menunjukan hasilnya. Hal ini terbukti dari
perolehan juara di dominasi oleh Jawa Barat dan dari Jawa Timur. Atlet panahan
Retno Sumilir dan Liem Kim Liang masing-masing menempati posisi 1, dan 2
dengan perolehan 1071 biji dan 1063 biji, dan posisi ke tiga diraih oleh Rochmah
(Jawa Barat, dengan perolehan 975 biji). Sedangkan untuk kategori panahan
tunggal putera berdiri Achmad Tarmidi (Jawa Timur, 1306 biji), Hidajat Hadiah
27
Lihat Arsip Puro Pakualaman No. 650. Surat dari panitia pacuan kuda
kepada sri paku alam viii tentang permohonan trofiuntuk perlombaan pacuan
kuda.
85
(Jawa Barat, 1304 biji), dan Ajum Bahrumsyah (Jawa Timur, 1264 biji). Regu
Puteri Berdiri diperoleh dari sang tuan rumah Jawa Barat, dengan angka 2701 biji,
dan peringkat ke 2 Jawa Timur, dengan 2565 biji. Sedangkan untuk regu putera
berasal dari Jawa Barat dengan angka 2803 biji, juara 2, Jawa Timur 3073 biji
dan ke tiga dari Jawa Tengah dengan angka 2912 biji.28
Dari hasil juara PON V tahun 1961 di Bandung dapat dilihat jika Jawa
Tengah mengalami kemerosotan dalam hal prestasi, sedangkan Jawa Timur yaitu
wilayah yang memiliki perhatian yang besar akan olahraga panahan menunjukan
presatsinya dengan membawa juara paling banyak dalam perlombaan panahan
PON ke V. Jawa Barat sebagai tuan rumah menunjukan presatasinya dengan
menduduki posisi kedua perolehan juara panahan dalam PON V. Penurunan
prestasi atlet klub panahan Jawa tengah tidak ada yang tahu pasti apa yang
melatarbelakangi kemerosotan tersebut, namun Sri Paduka Paku Alam VIII pada
tahun-tahun tersebut mulai disibukan dengan persiapan Asian Games IV di
Jakarta sehingga berpeluang besar jika perhatiannya lebih terfokus pada persiapan
Asian Games tahun 1962.
Perpani mengikuti dan menyelenggarakan perlombaan tingkat daerah maupun
nasional, maka dari pengalam tersebut di tahun 1963 Perpani menciptakan ronde
panahan baru yaitu ronde Perpani
yang memiliki peraturan permainan yang
disesuaikan dengan peraturan FITA namun perbedaannya terletak pada peralatan
dan perlengkapan yang digunakan, ronde Perpani menggunakan alat-alat yang
berasal dari buatan Indonesia. Pada saat itu peralatan olahraga sangat sedikit
28
Kedaulatan Rakyat, Edisi selasa kliwon, 31 Oktober 1961.
86
orang yang memiliki peralatan olahraga hal ini karena beberapa peralatan
terutama panahan ronde internasional menggunakan peralatan yang diimport dari
luar negeri.29
D.
Bergabung dengan Federation Internationale de’tir A Lar’c (FITA)
Ketika perkembangan olahraga di Indonesia sudah dirasa cukup dan
mampu, setiap top organisasi olahraga menginginkan pencapaian prestasi yang
terbaik, sehingga muncul cita-cita baru. Begitu pula Perpani, organisasi ini ingin
meluaskan prestasinya di ranah Internasioal, sehingga Perpani memutuskan untuk
bergabung menjadi anggota FITA pada tahun 1959, setelah sebelumnya panahan
sudah mulai memantapkan diri di Indonesia melalui perlombaan panahan tingkat
propinsi dan Nasional.
Bergabungnya perpani menjadi anggota FITA maka peluang untuk
meningkatkan prestasi semakin terbuka, agar mampu mengharumkan nama
bangsa dengan mempersembahkan medali bagi Indonesia. Sri Paduka Paku Alam
VIII dalam membina atlet-atletnya sangat tegas dan perhatian, terutama dalam hal
membina psikis atlet maupun teknik permainan panahan. Dalam dunia olahraga
seorang coach atau pelatih tidak hanya mampu mengajarkan perihal teknis, namun
juga mampu membimbing dan membina psikologis sang atlet. Tidak semua
pelatih mampu melakukan hal itu, namun Sri Paku Alam VIII memiliki
kemampuan tersebut, Ia mampu membimbing psikologis atlet panahan sebelum
bertanding. Selain itu, Sri Paku Alam VIII juga mengeluarkan kebijakan berupa
29
Darmodipuro, op.cit.,
87
peraturan-peraturan permainan panahan di Indonesia yang sudah disesuaikan
dengan kondisi di Indonesia sehingga Sri Paduka Paku Alam VIII membuat
perlombaan baru yaitu panahan ronde Perpani, yaitu permainan panahan yang
disesuaikan dengan fisiologis fisik orang Indonesia dan ketersediaan bahan baku
alat. Bahkan Sri Paku Alam VIII salah satu peraturan permainan panahan ronde
Perpani yaitu peralatan yang digunakan berasal dari buatan dalam negeri. Hal ini
dilakukan untuk mensiasati kendala yang terjadi karena sulit dan mahalnya
mendapatkan peralatan panahan, sehingga dengan begitu Perpani dapat dimainkan
oleh semua kalangan.
Penyesuaian penggunaan peraturan dalam Panahan ronde Perpani juga
disesuaikan dengan peraturan panahan FITA, hal ini merupakan strategi Sri Paku
Alam VIII. Ia menyesuaikan peraturan serupa dengan yang di pertandingan
dalam perlombaan panahan Internasional agar atlet panahan Indonesia sudah
terbiasa dengan tata cara permainan yang ada pada pertandingan internasional
sehingga prestasi yang lebih baik dapat dicapai. Tidak hanya peraturan,
penggunaan peralatan, panahan juga disesuaikan dengan kondisi cuaca dan
fisiologis orang Indonesia. Muncul beberapa kategori/ronde dalam perlombaan
panahan di Indonesia, yaitu Recurve, Compound, Standar Bow, panahan ronde
Perpani, dan ronde tradisional.
Selain pengorganisasian yang baik, ditambah dengan kepemimpinan yang
cakap, sehingga Sri Paduka Paku Alam VIII mampu membawa Perpani dalam
masa keemasannya. Kiprah Indonesia di dunia olahraga Internasional dimulai
setelah bergabungnya Perpani dengan FITA. Indonesia mulai diundang untuk
88
menghadiri kongres dan mengikuti perlombaan panahan dipertandingan panahan
dunia, seperti tahun 1959 lima tahun keikut sertaan Perpani dalam FITA, Perpani
diundang untuk menghadiri kongres FITA yang diadakan setiap satu tahun sekali.
Di tahun 1958, kongres dilaksanakan di Bruccel, sedangkan untuk tanggal 5
Agustus 1959, diselenggarakan kongres FITA di Stocholm. Indonesia
mengirimkan R.J. Moedjanto sebagai delegasi Indonesia, posisi Indonesia saat itu
diberi kehormatan untuk menjadi observer.30
Keikutsertaan atlet panahan dalam ajang Internasional, diantaranya pada
pertandingan panahan Internasional di Swedia tahun 1965. Sri Paku Alam VIII
yang saat itu mewakili Indonesia untuk mengikuti lomba panahan Internasional
bersama putra dan putrinya KPH Anglingkusumo, dan BRAj Retna Rukmini
beserta atlet panahan putera-puteri Jawa Barat dalam kejuaraan panah di Vesteras,
Swedia.31 Keikutsertaan putera dan Puteri Sri Paku Alam VIII di Swedia tersebut
tidak serta merta, namun juga melalui tahap penilaian dan pemantauan hasil
prestasi. Mengingat BRM Anglingkusumo adalah seorang atlet panah dan
menembak. BRM Anglingkusumo adalah salah satu Atlet yang terpilih untuk
dikirim dalam perlombaan Panahan Internasional di Swedia setelah melalui
Robert J. Rhode ,History of the Federation International De Tir A L’Arc
Volume 1 1931-1961,( U.S.A : Mahomet, ILL U.S.A, 1981), hlm.478
30
31
Surono As,“Sri Paduka Paku Alam VIII”, dalam Apa & Siapa Orang
Yogyakarta Edisi 1995, (Semarang: Citra Almamater, 1995), hlm. 111
89
serangkaian seleksi dan penilaian prestasi. Ia juga sempat mengikuti training
selama 3 bulan di Jakarta sebelum diberangkatkan.32
Setibanya Sri Paku Alam VIII beserta rombongan, selama dua minggu di
Swedia terdapat pengalaman menarik yang dialami Sri Paduka Paku Alam VIII
dengan puterinya Retna Rukmini, karena penampilan BRAj Retna Rukmini yang
memiliki rambut panjang dan berwarna hitam, sehingga membuat Retno setiap
latihan menjadi tidak konsentrasi sehingga Sri Paku Alam VIII memutuskan agar
Retno batal untuk mengikuti perlombaan.33
Berkat usaha yang dilakukan Sri Paduka Paku Alam VIII, pada tahun 1977
Sri Paduka Paku Alam VIII purna tugas. Selama kurang lebih hampir 2 dekade
Paku Alam VIII memimpin Perpani, beberapa prestasi di raih oleh olahraga
panahan seperti pada pertanidngan Hasil
Olympiade Games tahun 1976 di
Montreal-Kanada Pemanah puteri Leane Suniar berhasil menempati urutan ke 9
atlit panahan dunia. Selain itu pada tahun 1978, yaitu olahraga panahan
dipertandingkan dalam cabang olahraga yang di perlombakan dalam Asian
Games, dan pada saat itu juga Indonesia di regu Tim Putera yang diwakili oleh
Donald Pandiangan, Adjidji Adang Siddak, dan Jubadjati mampu meperoleh
perunggu dengan meraih peringkat dua dalam pertandingan Asian Games
Bangkok tahun 1978. Dalam sejarah olahraga panahan ketika Indonesia mampu
menempati posisi ketiga dalam pertandingan olympiade dunia pada tahun 1988 di
32
KPH. Anglingkusumo, Di Museum Pakualaman, tanggal 2 September
2015.
33
Surono AS, op.cit, hlm. 111
90
Korea Selatan. Tim panahan puteri yaitu Nurfitriyana S. Lantang, Kusuma
Wardani, dan Lilies Handayani atau sering disebut dengan 3 Srikandi yang
memberikan medali pertama bagi Indonesia.
BAB V
KESIMPULAN
Berakhirnya Perang Dunia II, berdampak pada adanya perubahan
paradigma dunia, yaitu dari persaingan militer ke persaingan dalam perhelatan
Olympiade Modern. Adanya semboyan Olympiade membuat seluruh dunia
berlomba-lomba dalam perhelatan Olympiade, tidak terkecuali Indonesia yang
baru saja merdeka. Indonesia menggunakan olahraga untuk menyatukan bangsa
Indonesia serta sebagai character building bangsa Indonesia. Bangkitnya dunia
olahraga di Indonesia, di tandai dengan lahirnya Pekan Olahraga Nasional I di
Surakarta.
Paku Alam VIII lahir dan besar dalam lingkungan puro Pakualaman. Ia
bersekolah di AMS B, dan sempat melanjutkan sekolah di Rechtshooge School
namun ia berhenti karena harus menggantikan ayahnya KGPAA Paku Alam VII
yang mangkat. Pascamerdeka, Yogyakarta menyatakan dukungan dan menyatakan
diri bergabung dengan Indonesia. Maka, oleh Soekarno Hamengku Buwono IX
diangkat menjadi gubernur sedangkan Paku Alam VIII sebagai wakil gubernur.
Hamengku Buwono IX yang saat itu juga menjabat sebagai menteri pertahanan
dan berperan dipemerintahan pusat sehingga urusan rumah tangga Yogyakarta
dilakukan oleh Paku Alam VIII.
Paku Alam VIII sebagai wakil kepala daerah Istimewa Yogyakarta, Ia
turut aktif dalam berbagai bidang mulai dari pemerintahan, Palang Merah
Indonesia (PMI) dan olahraga. Ketertarikannya pada olahraga bermula ketika ia
harus memulihkan kondisi tubuhnya pascasakit, dorongan untuk berolahraga juga
91
92
datang dari ibunya Retno Puwoso dan kakeknya Paku Buwono X yang juga
tertarik dengan olahraga.
Peranan Paku Alam VIII pada olahraga diawali dengan peranan dalam
PON, partisipasi tersebut berdampak terhadap perkembangan Olahraga di
Indonesia. Bahkan Paku Alam VIII juga pernah menduduki posisi penting dalam
struktur organisasi keolahragaan di Indonesia yaitu sebagai ketua (Komite
Olympiade Indonesia) KOI menggantikan Dr. A.Halim. Paku Alam VIII juga
sering mendapat amanah untuk mengemban tugas sebagai delegasi mewakili
Indonesia di perhelatan olahraga, seperti mewakili Indonesia dalam Asian Games
Federation di Tokyo, mewakili Indonesia pada pertandingan panahan di Swedia
dan menjadi ketua komisaris olahraga panahan dalam Persatuan Olahraga
Republik Indonesia (PORI).
Seiring dengan peranan Paku Alam VIII dalam olahraga di Indonesia, Sri
Paduka Paku Alam VIII juga memiliki ketertarikan khusus, terhadap olahraga
panahan. Panahan adalah salah satu persatuan olahraga yang lahir setelah PON I.
Paku Alam VIII mendirikan organisasi olahraga panahan yang diberi nama
Persatuan Panahan Seluruh Indonesia (Perpani) yang lahir di Yogyakarta.
Lahirnya Perpani merupakan keinginan Paku Alam VIII untuk mengaharumkan
nama Indonesia di dunia Internasional. Dilingkungan puro Pakualaman, PA VIII
juga mendirikan perkumpulan panahan tradisional yang diberi nama Mardisoro.
Mardisoro didirikan sebagai wadah bagi masyarakat dalam melestarikan budaya
jawa khususnya Jemparingan di Puro Pakualaman.
93
Upaya Paku Alam VIII dalam mengembangkan Perpani di Indonesia yaitu
dengan memperjuangkan olahraga panahan menjadi pertandingan resmi dalam
PON. Setelah diakuinya panahan dalam pertandingan resmi PON oleh KOI, maka
cita-cita Paku Alam VIII yaitu membawa Perpani di tingkat Internasional. Paku
Alam VIII mendaftarkan Perpani dalam perkumpulan panahan Internasional
FITA. Keanggotaan Perpani dalam FITA membuka lebar peluang bagi Perpani
untuk meningkatkan kwalitas atlet maupun memberi wawasan kepada Perpani
dalam mengembangkan panahan di Indonesia. Selama Paku Alam VIII menjabat
sebagai ketua Perpani maka lahir pula ronde tradisional dalam pertandingan
panahan PON.
Paku Alam VIII pun membuat sebuah budaya baru untuk mengembangkan
panahan di kalangan masyarakat luas, khususnya Yogyakarta. Sebagai wakil
kepala daearah Yogyakarta Ia juga menjadikan panahan sebagai sarana
bersilaturahmi dengan walikota maupun pejabat pemerintah yang ada di provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Selain itu, salah satu cara Paku Alam VIII
mengembangkan panahan di Yogyakarta, yaitu memberikan amanah kepada
orang-orang yang menjabat di pemerintahannya untuk memegang atau menjadi
ayah asuh dari salah satu cabang olahraga, sehingga olahraga di Yogyakarta
berkembang pesat khususnya olahraga panahan.
DAFTAR PUSTAKA
Arsip :
Arsip Puro Pakualaman, No Arsip 625 tentang delegasi mengikuti ceramah PON
III.
Arsip Puro Pakualaman,No. 638 berisi Catatan hasil Olympiade Melbourne dan
Permohonan Mahasiswa UGM untuk menyiarkan hasil pertandingan
Melbourne.
Arsip Puro Pakualaman No. 650, berisi tentang Surat dari panitia pacuan kuda
kepada Sri Paku Alam VIII tentang permohonan tropi untuk perlombaan
pacuan kuda.
Arsip Puro Pakualaman No. 652, berisi tentang surat balasan dari persatuan
panahan Indonesia Mataram atas surat undangan dari panitia PON III DIY
berupa daftar nama yang akan mengikuti ceramah yang diadakan panitia
PON III DIY.
Arsip Puro Pakualaman No.653, berisi tentang peraturan permainan panahan
tahun 1953.
Arsip Puro Pakualaman No. 654, berisi tentang seleksi panahan regu Jawa Timur
tahun 19 Mei1957.
Arsip Puro Pakualaman No. 655, berisi tentang Surat dari Persatuan Panahan
Seluruh Indonesia No. 6/ Perpani/57 kepada Sri Paku Alam VIII selaku
KetuaPersatuan Panahan Seluruh Indonesia mengenai usul pengiriman 8
orang PON IV Di Makasar.
Arsip Puro Pakualaman No. 656, berisi hasil latihan dan pertimbangan dari
masing-masing Top Organisasi.
Arsip Puro Pakualaman No. 657, berisi tentang Surat Sekretaris Umum Perpani
kepada Komisaris Perpani seluruh Indonesia tentang seleksi perlombaan
panahan seluruh Indonesia pada tanggal 31 Mei dan 5 Juni 1962 di Jakarta.
Arsip Puro Pakualaman No. 658, tentang Surat No. 03/Pengda/75 berisi undangan
dari Pengda untuk kompetisi panahan dalam rangka Lustrum L.P.P.
94
95
Buku dan artikel
Agus Kristiyanto, Pembangunan Olahraga: Untuk Kesejahteraan Rakyat dan
Kejayaan Bangsa, Surakarta : Yuma Pustaka, 2012.
Anthonius, Sitepu P., Teori-teori Politik, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012.
Atika Sorjodilogo, Warnasari Sistem Budaya Kadipaten Pakualaman Yogyakarta,
Jakarta: Trah Pakualaman Hudyana, tt.
Brigitta Isworo Laksmi &Primastuti Handayani, MF. Siregar Matahari Olahraga
Indonesia, Jakarta: Kompas Gramedia. 2008.
Djoko Dwiyanto, Puro Pakualaman: Sejarah, Kontribusi
Kejuangannya, Yogyakarta: Paradigma Indonesia, 2009.
dan
Nilai
Doni Judian, Ensiklopedia Raja-Raja Mataram, Yogyakarta: Gita Nagari, 2010.
Ginanjar Kartasasmita, dkk, 30 Tahun Indonesia Merdeka, tahun 1950-1964,
Jakarta: P.T Jayakarta Agung Offset, 1981.
Gottschalk, Louis, “Understanding History: A Primer Historical
Method”.a.b.,”Mengerti Sejarah”, ter. Nugroho Notosusanto, Jakarta: UI
Press, 1985.
Hall Calvin S. & Gardiner Lindzey, Teori-Teori Psikodinamik (Klinis),Ed. A.
Supratiknya, Yogyakarta: Kanisius, 1993.
Hasan Alwi, dkk, Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga. Jakarta: Balai
Pustaka, 2000.
Helius Sjamsudin, Metodelogi Sejarah, Yogyakarta: Ombak, 2007.
Hugiono dan Poerwantana, Pengantar Ilmu Sejarah, Jakarta: Rineka Cipta, 1992.
Husdarta, Sejarah dan Filsafat Olahraga,Bandung: Alfabeta, 2010.
I Wayan Artanayasa, Panahan, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2014.
Ilmi Albiladiyah S., Puro Pakualaman Selayang Pandang, Yogyakarta: Badan
Kepariwisataan, 1984.
Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta: Tiara Wacana, 2013.
96
Made Pramono, “Dasar- Dasar Ilmu Olahraga (Suatu Pengantar)”, Jurnal Filsafat,
Agustus Jilid 34, No. 2.
Maimoen, S. dkk, Takhta Untuk Rakyat Celah-celah Kehidupan Sultan Hamenku
Bowono IX, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2011.
Margono, Sejarah Olahraga, Dikatat Kuliah, (Yogyakarta: Universitas Negeri
Yogyakarta, 2001)
Moedjanto, Kesultanan Yogyakarta & Kadipaten Pakualaman,Yogyakarta:
Penerbit Kanisius, 1994.
Nagazumi, Akira dkk, Pemberontakan Indonesia di Masa Pendudukan Jepang,
Jakarta: Yayasan Obor, 1988.
Nasution, S., Sejarah Pendidikan Indonesia, Jakarta: Bumi Aksara, 2001.
Purwadi,dkk, Sri Susuhan Pakubuwono X: Perjuangan, Jasa& Pengabdiannya
untuk Nusa Bangsa.Jakarta: Bangun Bangsa, 2009.
Ricklefs, M.C. Sejarah Indonesia Moderen (1200-2008), Jakarta: PT. Serambi
Ilmu Semesta, 2008.
Robert, Rhode J, ,History of the Federation Internastional De Tir A L’Arc Volume
1 1931-1961,U.S.A : Mahomet, ILL U.S.A, 1981.
Santosa Giriwijoyo dan Didik Zafar Sidik, Ilmu Faal Olahraga :Fisiologi
Olahraga, Bandung: Remaja Rosdakarya Offset, 2013.
Sartono
Kartodirdjo,
Pendekatan
Ilmu
Sosial
Dalam
Metodologi
Sejarah,Yogyakarta: Ombak, 2014.
Show Jhon. H, Individual Sport For Men, Philadelpia, London: W.B. Sounders
Company, 1950.
Singgih Dirgagunarsa, Pengantar Psikologi,Jakarata: Mutiara, 1978.
Soedarisman Poerwokoesoemo, Kadipaten Pakualaman,Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press, 1985.
_______, Peranan Beberapa Tokoh Wanita di Puro Pakualaman Yoyakarta.
Yogyakarta: Lembaga Javanologi, 1987.
97
Stolk, C. J. Indonesia Langkah Pertama Ke Olympiade XV Helsinki 1952,
Bandung: Badan Penerbitan G.Kolff & Co.,1952.
Surono AS, Apa & Siapa Orang Yogyakarta Edisi 1995,Semarang: Citra
Almamater, 1995.
Tim Penyusun, Buku Panduan Jumeneng Dalem K.G.P.A.A Paku Alam IX,
Yogyakarta: Pakualaman, 1999.
Tim Prodi Ilmu Sejarah, Pedoman penulisan Tugas Akhir Ilmu Sejarah,
Yogyakarta: Prodi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri
Yogyakarta, 2013.
Tugas Tri Wahyono, “Aspek Politik Dalam Olahraga: Studi Kasus tentang
Penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional (PON) I di Solo
1948”,Patrawidya, Vol. VIII No. 2 Juni 2007
Skripsi dan Tesis
Amin Rahayu, “Pesta Olahraga (Asian Games IV) Tahun 1962 Di Jakarta:
Motivasi dan Capaiannya”, Tesis Magister, Depok :Universitas Indonesia,
2012.
Aulia Rahman, “Olahraga Dan Identitas Nasional : Pencak Silat Di Indonesia
Tahun 1950-1970”, Tesis, Yogyakarta: UGM, 2002.
Dhani Kurniawan, “Adipati Paku Alam VIII :Pejabat Gubernur Daerah Istimewa
Yogyakarta Tahun 1988-1998”, Skripsi,Yogyakarta: UNY, 2015.
Jumiatiningsih “Keikutsertaan Indonesia Di Arena Olympiade 1952-2000”,
Skripsi,Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada, 2002.
Ninda Purnama Sari, “Perkembangan Sekolah Partikelir Pakualaman 1892-1942”
, Skripsi,Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta, 2012.
Surat Kabar
Kedaulatan Rakyat, Edisi selasa kliwon, 31 November 1961.
Olahraga, edisi 1, 5 Januari 1954.
, edisi 6, 25 Februari 1956.
98
Daftar Responden
1
Darmodipuro
Tempat
Tanggal Lahir
Tahun 1928
2
Sri Sukamtini
Tahun 1935
3
KPH
Indrokusumo
4
Soekarto
Yogyakarta,
Anak bungsu
17
Agustus (ke 8 ) dari
1950
Paku Alam
VIII dengan
Retnoningrum
Tahun 1955
Atlet panahan/
pengurus
perpani
5
Rimawan
Sestrodirjo
6
KPH
Anglingkusumo
No
Nama
Pekerjaaan
Dulu
Sekarang
Kepala Dinas
Sarana Lalu
Pensiunan
Lintas dan
Jalan Raya
Atlet
Ibu rumah
Menembak
tangga
Pengurus
KONI Kota
Yogyakarta
Pensiunan
Yogyakarta,
Atlet panahan Ketua
10 November Tradisional
Mardisoro
1960.
tahun 2015
Pelatih
panahan
tradisional
18
Januari Putera
Sri Pengelola
1944.
Paku
Alam Museum
VIII, sekaligus Pakualaman
atlet
menembak
dan panahan
Alamat
Kompleks
Mandala
Krida, Sleman,
Yogyakarta
Komleks
Mandala
Krida, Sleman,
Yogyakarta
Yogyakarta
Perumahan
Wirosaban,
Sorosutan,
Umbul Harjo,
Yogyakarta
Mantrijeron
MJ 3/853,
Yogyakarta
55143
Jalan
Haryowinatan
6, Yogyakarta
99
Lampiran 1. Surat Undangan dari Persatuan Panahan Indonesia tahun 19 Juli 1953
Sumber : Arsip Puro Pakualaman no. 652.
100
Lampiran 2. Peraturan Pertandingan Panahan tahun 1953
101
Sumber : Arsip Puro Pakualaman No. 653.
102
Lampiran 3. Seleksi Panahan Regu Untuk Jawa Timur 19 Mei 1957
Sumber : Arsip Puro Pakualaman No. 654
103
Lampiran 4. Surat Sekretaris Umum Perpani kepada Komisaris Perpani seluruh
Indonesia tentang seleksi perlombaan panahan seluruh Indonesia pada
tanggal 31 Mei dan 5 Juni 1962 di Jakarta.
Sumber: Arsip Paku Pakualaman No. 657
104
Transkrip dari Lampiran 4.
Pimpinan “PERPANI”
Dln. Dr. Sutomo 7: Tlp :1206
No. :27/perp/IV/62
Lamp:--Hal :Perlombaan seleksi
Panahan se Indonesia
Jogjakarta :4 April 1962
Jth. Sdr.2 Komisaris “PERPANI”
di Daerah2 diseluruh INDONESIA
Salam Keolahragaan:
1. Dengan ini diberitahukan bahwa antara tanggal 31 Mei dan 5 Juni 62 di
Jakarta akan dilangsungkan perlombaan seleksi Besar Panahan Seluruh
Indonesia, baik dengan tim duduk maupun dengan berdiri.
2. Seluruh perlombaan seleksi itu disamping untuk memperebutkan kejuaraan
Indonesia tahun 1962. Lebih-lebih diperuntukan untuk mencari dan dan
menentukan pemanah2 terbaik guna pembentukan regu2 Nasional panahan
dalam Asian Games IV jaditu.
3. Dalam hubungan inilah maka, pimpinan PERPANI menganjurkan agar Bond2
giat melatih diri mengadakan seleksi2 Intern untuk dapat mengirimkan
regu2nya yang representatip keseleksi jad itu
Adapun peraturan2 yang dipakau adalah :
Peraturan: panahan Nasional dari Perpani untuk sikap duduk Double
FITA Round untuk sikap berdiri.
4. Kemudian dianjurkan agar regu2 Bond membawa panji masing2.
5. Untuk memperlancar kegiatan segala sesuatunya, maka segala surat menyurat
langsung dialamatkan kepada:
Sdr Dalow Komandan Staf Komando Pelaksana Perlombaan Panahan
Asian Games ke IV Djl. Mataram no.4 Kebayoran Baru.
(Soal-soal Jumlah peserta, biaja, dll) sedang tindasan2 surat2 diharap dikirim
kepada Sekretaris Pimpinan Perpani.
6. Demikianlah agar menjadi maklum dan dapat diteruskan kepada bond2
panahan duduk atau panahan berdiri didaerah sdr.
TINDASAN kepada:
1.Sdr. Pimpinan KOGOR pusat di Jakarta
2 “ “ Pimpinan KOGOR daerah
3. “ “ komandan staf Komando
Pelaksana perlombaan Panahan AG-IV Jakarta
(1-2, menjadi maklum dan mendapat
bantuan serta fasilitas).
3. Seperlunja).
Pimpinan “PERPANI”
Sekretaris Umum
(Atmodiningrat)
105
Lampiran 5. Sasaran bidikan Jemparingan dan panahan
Foto 1. Wong-Wongan (Sasaran panahan tradisional Jemparingan gaya Mataraman)
Foto 2. Sasaran Bidikan Panahan.
106
lampiran 6. Foto Koleksi anak panah dan Busur K.G.P.A.A Paku Alam VIII di Puro
Pakualaman.
Sumber: Koleksi Puro Pakualaman
107
Lampiran 7. K.G.P.A.A. Paku Alam VIII bermain jemparingan bersama dengan abdi
dalem dan kerabat.
Sumber: Foto Koleksi Puro Pakualaman
108
Lampiran 8. Foto K.G.P.A.A Paku Alam VIII
Sumber: Koleksi Puro Pakualaman
109
Lampiran 9. Foto Penulis dan Narasumber atas Bapak Rimawan Bawah Angling
Kusumo
Sumber: Dok. Pribadi. Foto KPH Anglingkusumo sedang meperagakan
bermain panah dengan peralatan panahan Compound.
110
Lampiran 10. Daftar Nama Peserta AGF di Tokyo tahun 1958
ASIAN GAMES FEDERATION OFFICIALS TOKYO-MAY,1958
HONORARY PRESIDENTS
H.H. Maharajadhiraj Yadvindra Singh Mahendra Bahadur of Patiala (India)
Hon. Jorge B. Vargas (Philipines)
EXECUTIVE COMITTE
: Dr. Ryotaro Azuma (Japan)
: Mr. G. Sondhi (India)
Mr. Gunsun Ho (China)
Honorary Secretary-Treasurer : Mr. Fumio Takashima (Japan)
Members
: Mr. Kyawmin (Burma)
Prof. Sang Beck Lee (Korea)
Mr. A. de. O. Sales (Hongkong)
Wing Cdr. H.A. Soofi (Pakistan)
President
Vice President
COUNCIL MAMBERS
Afghanistan
:
Burma
Cambodia
Ceylon (Srilangka)
:
:
:
Hongkong
India
:
:
Indonesia
Iran
:
:
Israel
:
Japan
:
Korea
:
Malaya
:
Nepal
:
North Borneo
:
Pakistan
:
Mr. Sardar Mohd Faruq Siraj, Dr. Mohd Omar
Wardack, Mr. Sakui Damishjoe
Mr. Kyaw Min, U Paing, Col. Min Sein
Mr. Chuop-Hell
Commodore G.R.M. de Mel, Mr. P. Julian Grero,
Mr. Walter Jayasooriya
Mr. A. de O. Sales, Mr. O.R. Sadick
Mr. Ashwini Kumar, Mr. G.D. Sondhi, Mr. Moinul
Haq.
Prince Paku Alam, Mr. R. Maladi, Dr. A. Halim
General Dr, Izadpanah, Mr. Ahmad Rouholiman,
Mr. A.M. Bakhtiar
Mr. Yosef Yakutieli, Mr. H. Glovinsky, Mr. Ben
Dror.
Dr. Ryataro Azuma, Mr. Masaji Tabata, Mr. Fumio
Takashima
Prof. Sang Beck Lee, Mr. Walter Jhung, Mr. Paul.
J.C. Hyen
Col. Sir Henry Hau Shik Lee, Mr. S.N. Yong, Mr.
K. Aryaduray
Gen. Nara Shamsher Jung Bahadur Rana, Mr. Hora
Prasad Joshi
Mr. G.S. Kler, Mr. J.B. Atkinson, Mr. Philip Lee
Tau Sang
Mr. Zafar Ali, Wing Cdr. H.A. Soofi, Mr. A. Hasnat
111
Philipinnes
Singapore
Taiwan
Thailand
:
:
:
:
Vietnam
:
Mr. Antonio de Las Alas, R. Regino R. Ylanan
Mr. C.C. Tan, Mr. A.T. Rajah, Mr. B.L. Dunsford
Mr. Gunsun Hoh, Mr. S.S. Kwan, Mr. L.K. Kiang
Mr. Laung Sukhum Nayapradit, Mr. Svasti
Lekyananda, Mr. Kong Visudharomn
Mr. Huynh-Xuan-Canh, Mr. Nguyen-Phuoc-Vong,
Mr. Nguyen-Van Kinh.
Sumber: Amin Rahayu, “Pesta Olahraga (Asian Games IV) Tahun 1962 Di Jakarta:
Motivasi dan Capaiannya”, Tesis, Depok :Universitas Indonesia, 2012.
Lihat lampiran 30a. hlm. 225.
112
Lampiran 11. Daftar Nama Peserta AGF di Jakarta tahun 1962
ASIAN GAMES FEDERATION OFFICIALS JAKARTA-AUSGUST,1962
HONORARY PRESIDENTS
H.H. Maharajadhiraj Yadvindra Singh Mahendra Bahadur of Patiala (India)
Hon. Jorge B. Vargas (Philipines), Dr. Ryotora Azuma (Japan)
EXECUTIVE COMITTE
President
(Indonesia)
Vice President
: H.H. Sultan Hamengku Buwono IX
Honorary Secretary-Treasurer
Members
: Mr. G.D Sondhi (India)
General Dr. Izadpanah (Iran)
: Mr. Mr. R. Maladi.(Indonesia)
: Mr. Fumio Takashima (Japan), Mr. A.
de. O. Sales (Hongkong), Mr. Antonio
de Las Alas (Philipinnes), Mr. Gunsun
Toh (Taiwan), Mr. Sardar Mohd
Faruq Siraj (afganistan)
COUNCIL MAMBERS
Afghanistan
: Mr. Sardar Mohd Faruq Siraj, Mr. Mahmud Hakim,
Mr. Abdul Wahab, Mr. Wahid Etemadi
Burma
: Mr. Kyaw Min, U Paing, Col. Min Sein Joshi
Cambodia
: Mr. Khouw You Heng, Mr. Pok Sam An, Mr. Pin
Tuy, Mr. Sisowath Essaro
Ceylon (Srilangka)
: Mr. Chanmugan, Mr. Osman, Rear Admiral De Mell,
Mr. P. Julian Grero.
Hongkong
: Mr. A. de O. Sales, Mr. R.M.S. Leung, Mr. C.K. Woo
India
: Mr. G.D. Sondhi, Mr. Moinul Haq. Mr. S.S. Majithia,
Mr. Ashwini Kumar
Indonesia
: Mr. R. Maladi, Sultan Hamengku Buwono IX, Prince
Paku Alam VIII
113
Iran
: General Dr, Izadpanah, Mr. Ahmad Rouholiman
Israel
: Mr. Yosef Yekou Tieli, Mr. H. Glovinsky, Mr. Ben
Dror.
Japan
: Mr. Juichi Tsushima, Mr. Fumio Takashima, Mr.
Masaji Tabata,
Korea
: Prof. Sang Beck Lee, Mr. Walter Jhung, Mr. Gho
Tong Tak
Malaya
: Mr. Lim Kee Siong, Mr. Tiong Poh Nian, Mr. Oh
Boon Tat, Mr. K. Aryaduray, Mr. S. Kwok Seng
Nepal
: Gen. Nara Shamsher Jung Bahadur Rana, Mr. Hora
Prasad Joshi
North Borneo
: Mr. G.S. Kler, Mr. Tan Tya Shu
Pakistan
: Mr.
Philipinnes
: Mr. Antonio de Las Alas, Mr. Amborosio Padila, Mr.
Zafar Ali, Wing Cdr. H.A. Soofi, Mr.
Mesbahuddin, Mr. A.B. Awan
Serafin Aquino, Mr. J.B Vargas
Singapore
: Mr. A.T. Rajah, Mr. Goh Cheye Hin, Mr. B.L.
Dunsford, Mr. Chew Keng Ban
Taiwan
: Mr. Gunsun Hoh, Mr. S.S. Kwan, Mr. Teng Chuan
Hai
Thailand
: Mr.
Vietnam
: Mr. Huynh-Xuan-Canh, Mr. Nguyen-Phuoc-Vong,
Laung Sukhum Nayapradit,
Lekyananda, Mr. Kong Visudharomn
Mr.
Svasti
Mr. Cao Xuan Vy, Mr. Nguyen- Ahouch Van Kinh.
: Mr. H.C.Lau, Mr. Joseph Lee
Sarawak
:
Sumber: Amin Rahayu, “Pesta Olahraga (Asian Games IV) Tahun 1962 Di Jakarta:
Motivasi dan Capaiannya”, Tesis, Depok :Universitas Indonesia, 2012.
Lihat lampiran 31b. hlm. 226.
Download