SMF. ILMU KESEHATAN MATA RSD dr. SOEBANDI JEMBER

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
DAKRIOSISTITIS
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Madya
di SMF. Ilmu Kesehatan Mata RSD dr.Soebandi Jember
Oleh:
Divi Mardiana, S.Ked
NIM. 052010101008
Roza Insanilhusna, S.Ked
NIM. 062010101057
Pembimbing:
dr.Bagas Kumoro, Sp.M
SMF. ILMU KESEHATAN MATA RSD dr. SOEBANDI JEMBER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER
NOPEMBER 2010
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem lakrimal terdiri dari dua bagian, yaitu sistem sekresi yang berupa
kelenjar lakrimal dan sistem ekskresi yang terdiri dari punctum lakrimal,
kanalikuli lakrimal, sakus lakrimal, duktus nasolakrimal, dan meatus inferior.8
Sistem eksresi lakrimal cenderung mudah terjadi infeksi dan inflamasi karena
berbagai sebab. Membran mukosa pada saluran ini terdiri dari dua permukaan
yang saling bersinggungan, yaitu mukosa konjungtiva dan mukosa nasal, di mana
pada keadaan normal pun sudah terdapat koloni bakteri. Tujuan fungsional dari
sistem ekskresi lakrimal adalah mengalirkan air mata dari kelenjar air mata
menuju ke cavum nasal. Tersumbatnya aliran air mata secara patologis
menyebabkan terjadinya peradangan pada sakus lakrimal yang biasa disebut
dengan dakriosistitis.6
Dakriosistitis dapat berlangsung secara akut maupun kronis. Dakriosistitis
akut ditandai dengan nyeri yang muncul secara tiba-tiba dan kemerahan pada
regio kantus medial, sedangkan pada inflamasi maupun infeksi kronis dari sakus
lakrimal ditandai dengan adanya epifora, yaitu rasa nyeri yang hebat di bagian
sakus lakrimal dan disertai dengan demam. Selain dakriosistitis akut dan kronis,
ada juga dakriosistitis kongenital yang merupakan bentuk khusus dari
dakriosistitis. Patofisiologinya berhubungan erat dengan proses embriogenesis
dari sistem eksresi lakrimal.6
Dakriosistitis umumnya terjadi pada dua kategori usia, yaitu anak-anak
dan orang dewasa di atas 40 tahun dengan puncak insidensi pada usia 60 hingga
70 tahun. Dakriosistitis pada bayi yang baru lahir jarang terjadi, hanya sekitar 1%
dari jumlah kelahiran yang ada. Kebanyakan penelitian menyebutkan bahwa
sekitar 70-83% kasus dakriosistitis dialami oleh wanita, sedangkan pada
dakriosistitis kongenital jumlahnya hampir sama antara laki-laki dan perempuan.6
1
1.2 Rumusan Masalah
a. Apakah yang dimaksud dengan dakriosistitis ?
b. Bagaimana persebaran penyakit dakriosistitis ?
b. Apa saja bentuk (jenis) dakriosistitis ?
c. Apakah yang menjadi penyebab dakriosistitis ?
d. Bagaimanakah patofisiologi terjadinya dakriosistitis ?
e. Gejala apa sajakah yang muncul pada orang yang menderita dakriosistitis ?
f. Pemeriksaan apa saja yang bisa dilakukan untuk menegakkan diagnosis
dakriosistitis ?
g. Terapi apa saja yang bisa diberikan untuk mengobati dakriosistitis
h. Bagaimana komplikasi dan prognosis dakriosistitis ?
1.3 Tujuan
Tujuan penulisan refrat ini adalah untuk mengetahui tentang dakriosistitis,
epidemiologi, jenis-jenis dakriosistitis, penyebab, patofisiologi, gejala klinis yang
muncul, pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis, terapi,
komplikasi, dan prognosis dari dakriosistitis.
2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Sistem Lakrimalis
Sistem lakrimal terdiri dari dua bagian, yaitu sistem sekresi yang berupa
kelenjar lakrimalis dan sistem ekskresi yang terdiri dari punctum lakrimalis,
kanalis lakrimalis, sakus lakrimalis, duktus nasolakrimalis, dan meatus inferior.8
Kelenjar lakrimalis terletak pada bagian lateral atas mata yang disebut dengan
fossa lakrimalis. Bagian utama kelenjar ini bentuk dan ukuranya mirip dengan biji
almond, yang terhubung dengan suatu penonjolan kecil yang meluas hingga ke
bagian posterior dari palpebra superior. Dari kelenjar ini, air mata diproduksi dan
kemudian dialirkan melalui 8-12 duktus kecil yang mengarah ke bagian lateral
dari fornix konjungtiva superior dan di sini air mata akan disebar ke seluruh
permukaan bola mata oleh kedipan kelopak mata.5
Gambar 1. Kelenjar Lakrimalis dan Sistem Drainase
Sumber: Clinical Anatomy, A Revision and Applied Anatomy for Clinical
Students Eleventh Edition
3
Selanjutnya, air mata akan dialirkan ke dua kanalis lakrimalis, superior
dan inferior, kemudian menuju ke punctum lakrimalis yang terlihat sebagai
penonjolan kecil pada kantus medial. Setelah itu, air mata akan mengalir ke
dalam sakus lakrimalis yang terlihat sebagai cekungan kecil pada permukaan
orbita. Dari sini, air mata akan mengalir ke duktus nasolakrimalis dan bermuara
pada meatus nasal bagian inferior. Dalam keadaan normal, duktus ini memiliki
panjang sekitar 12 mm dan berada pada sebuah saluran pada dinding medial
orbita.5
2.2 Definisi
Dakriosistitis adalah peradangan pada sakus lakrimalis akibat adanya
obstruksi pada duktus nasolakrimalis. Obstruksi pada anak-anak biasanya akibat
tidak terbukanya membran nasolakrimal, sedangkan pada orang dewasa akibat
adanya penekanan pada salurannya, misal adanya polip hidung.1,2,3,6,8
2.3 Epidemiologi
Penyakit ini sering ditemukan pada anak-anak atau orang dewasa di atas
40 tahun, terutama perempuan
2,6,8
dengan puncak insidensi pada usia 60 hingga
70 tahun.6 Dakriosistitis pada bayi yang baru lahir jarang terjadi, hanya sekitar 1%
dari jumlah kelahiran yang ada dan jumlahnya hampir sama antara laki-laki dan
perempuan.6 Jarang ditemukan pada orang dewasa usia pertengahan kecuali bila
didahului dengan infeksi jamur.8
2.4 Klasifikasi
Berdasarkan perjalanan penyakitnya, dakriosistitis dibedakan menjadi 3
(tiga) jenis 6, yaitu:
a. Akut
Pasien dapat menunjukkan morbiditasnya yang berat namun jarang
menimbulkan kematian. Morbiditas yang terjadi berhubungan dengan abses pada
sakus lakrimalis dan penyebaran infeksinya.
4
b. Kronis
Morbiditas utamanya berhubungan dengan lakrimasi kronis yang berlebihan
dan terjadinya infeksi dan peradangan pada konjungtiva.
c. Kongenital
Merupakan penyakit yang sangat serius sebab morbiditas dan mortalitasnya
juga sangat tinggi. Jika tidak ditangani secara adekuat, dapat menimbulkan
selulitis orbita, abses otak, meningitis, sepsis, hingga kematian. Dakriosistitis
kongenital dapat berhubungan dengan amniotocele, di mana pada kasus yang
berat dapat menyebabkan obstruksi jalan napas. Dakriosistitis kongenital yang
indolen sangat sulit didiagnosis dan biasanya hanya ditandai dengan lakrimasi
kronis, ambliopia, dan kegagalan perkembangan.
Gambar 2. Dakriosistitis Akut
Sumber: http://www.emedicine.com/
5
Gambar 3. Dakriosistitis Kongenital
Sumber: http://www.emedicine.com/
2.5 Faktor Predisposisi Dan Etiologi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya obstruksi duktus
nasolakrimalis 12:
 Terdapat benda yang menutupi lumen duktus, seperti pengendapan kalsium,
atau koloni jamur yang mengelilingi suatu korpus alienum.
 Terjadi striktur atau kongesti pada dinding duktus.
 Penekanan dari luar oleh karena terjadi fraktur atau adanya tumor pada sinus
maksilaris.
 Obstruksi akibat adanya deviasi septum atau polip.
Dakriosistitis dapat disebabkan oleh bakteri Gram positif maupun Gram
negatif. Bakteri Gram positif Staphylococcus aureus merupakan penyebab utama
terjadinya infeksi pada dakriosistitis akut, sedangkan Coagulase NegativeStaphylococcus merupakan penyebab utama terjadinya infeksi pada dakriosistitis
kronis. Selain itu, dari golongan bakteri Gram negatif, Pseudomonas sp. juga
merupakan penyebab terbanyak terjadinya dakriosistitis akut dan kronis.4
Literatur lain menyebutkan bahwa dakriosistitis akut pada anak-anak
sering disebabkan oleh Haemophylus influenzae, sedangkan pada orang dewasa
sering disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan Streptococcus β-haemolyticus.
6
Pada literatur ini, juga disebutkan bahwa dakriosistitis kronis sering disebabkan
oleh Streptococcus pneumoniae.2
2.6 Patofisiologi
Awal terjadinya peradangan pada sakus lakrimalis adalah adanya obstruksi
pada duktus nasolakrimalis. Obstruksi duktus nasolakrimalis pada anak-anak
biasanya akibat tidak terbukanya membran nasolakrimal, sedangkan pada orang
dewasa akibat adanya penekanan pada salurannya, misal adanya polip hidung.8
Obstruksi pada duktus nasolakrimalis ini dapat menimbulkan penumpukan
air mata, debris epitel, dan cairan mukus sakus lakrimalis yang merupakan media
pertumbuhan yang baik untuk pertumbuhan bakteri.2
Ada 3 tahapan terbentuknya sekret pada dakriosistitis. Hal ini dapat
diketahui dengan melakukan pemijatan pada sakus lakrimalis 12. Tahapan-tahapan
tersebut antara lain:

Tahap obstruksi
Pada tahap ini, baru saja terjadi obstruksi pada sakus lakrimalis, sehingga
yang keluar hanyalah air mata yang berlebihan.

Tahap Infeksi
Pada tahap ini, yang keluar adalah cairan yang bersifat mukus,
mukopurulen, atau purulent tergantung pada organisme penyebabnya.

Tahap Sikatrik
Pada tahap ini sudah tidak ada regurgitasi air mata maupun pus lagi. Hal
ini dikarenakan sekret yang terbentuk tertahan di dalam sakus sehingga
membentuk suatu kista.
2.7 Gejala Klinis
Gejala umum pada penyakit ini adalah keluarnya air mata dan kotoran.
Pada dakriosistitis akut, pasien akan mengeluh nyeri di daerah kantus medial
(epifora) yang menyebar ke daerah dahi, orbita sebelah dalam dan gigi bagian
depan. Sakus lakrimalis akan terlihat edema, lunak dan hiperemi yang menyebar
7
sampai ke kelopak mata dan pasien juga mengalami demam. Jika sakus lakrimalis
ditekan, maka yang keluar adalah sekret mukopurulen.2,8
Pada dakriosistitis kronis gejala klinis yang dominan adalah lakrimasi
yang berlebihan terutama bila terkena angin. Dapat disertai tanda-tanda inflamasi
yang ringan, namun jarang disertai nyeri. Bila kantung air mata ditekan akan
keluar sekret yang mukoid dengan pus di daerah punctum lakrimal dan palpebra
yang melekat satu dengan lainnya.2,8
Pada dakriosistitis kongenital biasanya ibu pasien akan mengeluh mata
pasien merah pada satu sisi, bengkak pada daerah pangkal hidung dan keluar air
mata diikuti dengan keluarnya nanah terus-menerus. Bila bagian yang bengkak
tersebut ditekan pasien akan merasa kesakitan (epifora).13
2.8 Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis dakriosistitis dibutuhkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis dapat dilakukan
dengan cara autoanamnesis dan heteroanamnesis. Setelah itu, dilakukan
pemeriksaan fisik. Jika, dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik masih belum
bisa dipastikan penyakitnya, maka boleh dilakukan pemeriksaan penunjang.
Beberapa pemeriksaan fisik yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui
ada tidaknya obstruksi serta letak dan penyebab obstruksi. Pemeriksaan fisik yang
digunakan untuk memeriksa ada tidaknya obstruksi pada duktus nasolakrimalis
adalah dye dissapearence test, fluorescein clearance test dan John's dye test.
Ketiga pemeriksaan ini menggunakan zat warna fluorescein 2% sebagai indikator.
Sedangkan untuk memeriksa letak obstruksinya dapat digunakan probing test dan
anel test. 6,7,12
Dye dissapearance test (DDT) dilakukan dengan meneteskan zat warna
fluorescein 2% pada kedua mata, masing-masing 1 tetes. Kemudian permukaan
kedua mata dilihat dengan slit lamp. Jika ada obstruksi pada salah satu mata akan
memperlihatkan gambaran seperti di bawah ini.7
8
Gambar 4. Terdapat obstruksi pada duktus nasolakrimalis kiri
Sumber: http://www.djo.harvard.edu
Fluorescein clearance test dilakukan untuk melihat fungsi saluran ekskresi
lakrimal. Uji ini dilakukan dengan meneteskan zat warna fluorescein 2% pada
mata yang dicurigai mengalami obstruksi pada duktus nasolakrimalisnya. Setelah
itu pasien diminta berkedip beberapa kali dan pada akhir menit ke-6 pasien
diminta untuk beringus (bersin) dan menyekanya dengan tissue. Jika pada tissue
didapati zat warna, berarti duktus nasolakrimalis tidak mengalami obstruksi.7,12
Jones dye test juga dilakukan untuk melihat kelainan fungsi saluran
ekskresi lakrimal. Uji ini terbagi menjadi dua yaitu Jones Test I dan Jones Test II.
Pada Jones Test I, mata pasien yang dicurigai mengalami obstruksi pada duktus
nasolakrimalisnya ditetesi zat warna fluorescein 2% sebanyak 1-2 tetes.
Kemudian kapas yang sudah ditetesi pantokain dimasukkan ke meatus nasal
inferior dan ditunggu selama 3 menit. Jika kapas yang dikeluarkan berwarna hijau
berarti tidak ada obstruksi pada duktus nasolakrimalisnya. Pada Jones Test II,
caranya hampir sama dengan Jones test I, akan tetapi jika pada menit ke-5 tidak
didapatkan kapas dengan bercak berwarna hijau maka dilakukan irigasi pada
sakus lakrimalisnya. Bila setelah 2 menit didapatkan zat warna hijau pada kapas,
maka dapat dipastikan fungsi sistem lakrimalnya dalam keadaan baik. Bila lebih
dari 2 menit atau bahkan tidak ada zat warna hijau pada kapas sama sekali setelah
dilakukan irigasi, maka dapat dikatakan bahwa fungsi sistem lakrimalnya sedang
terganggu. 6,7,12
9
Gambar 5. Irigasi mata setelah ditetesi fluorescein pada Jones dye test II
Sumber: http://drlaurasanders.com/topics/102-Evaluation/
Anel test merupakan suatu pemeriksaan untuk menilai fungsi ekskresi air
mata ke dalam rongga hidung. Tes ini dikatakan positif bila ada reaksi menelan.
Hal ini menunjukkan bahwa fungsi sistem ekskresi lakrimal normal. Pemeriksaan
lainnya adalah probing test. Probing test bertujuan untuk menentukan letak
obstruksi pada saluran ekskresi air mata dengan cara memasukkan sonde ke dalam
saluran air mata. Pada tes ini, punctum lakrimal dilebarkan dengan dilator,
kemudian probe dimasukkan ke dalam sackus lakrimal. Jika probe yang bisa
masuk panjangnya lebi dari 8 mm berarti kanalis dalam keadaan normal, tapi jika
yang masuk kurang 8 mm berarti ada obstruksi.7,12
Gambar 6. Anel Test
Sumber: Manual for Eye Examination and Diagnosis 7th Edition
Pemeriksaan penunjang juga memiliki peranan penting dalan penegakkan
diagnosis dakriosistitis. CT scan sangat berguna untuk mencari tahu penyebab
10
obstruksi pada dakriosistitis terutama akibat adanya suatu massa atau keganasan.
Dacryocystography (DCG) dan dacryoscintigraphy sangat berguna untuk
mendeteksi adanya kelainan anatomi pada sistem drainase lakrimal.6
Gambar 7. Probing Test
Sumber: Manual for Eye Examination and Diagnosis 7th Edition
2.9 Diagnosis Banding3
a. Selulitis Orbita
Selulitis orbita merupakan peradangan supuratif jaringan ikat longgar
intraorbita di belakang septum orbita. Selulitis orbita akan memberikan gejala
demam, mata merah, kelopak sangat edema dan kemotik, mata proptosis, atau
eksoftalmus diplopia, sakit terutama bila digerakkan, dan tajam penglihatan
menurun bila terjadi penyakit neuritis retrobulbar. Pada retina terlihat tanda stasis
pembuluh vena dengan edema papil. 3
b. Hordeolum
Hordeolum merupakan peradangan supuratif kelenjar kelopak mata. Dikenal
bentuk hordeolum internum dan eksternum. Horedeolum eksternum merupakan
infeksi pada kelenjar Zeiss atau Moll. Hordeolum internum merupakan infeksi
kelenjar Meibom yang terletak di dalam tarsus. Gejalanya berupa kelopak yang
bengkak dengan rasa sakit dan mengganjal, merah dan nyeri bila ditekan.
Hordeolum eksternum atau radang kelenjar Zeis atau Moll akan menunjukkan
penonjolan terutama ke daerah kulit kelopak. 3
11
2.10 Terapi
Pengobatan dakriosistitis pada anak (neonatus) dapat dilakukan dengan
masase kantong air mata ke arah pangkal hidung. Dapat juga diberikan antibiotik
amoxicillin/clavulanate atau cefaclor 20-40 mg/kgBB/hari dibagi dalam tiga dosis
dan dapat pula diberikan antibiotik topikal dalam bentuk tetes (moxifloxacin
0,5% atau azithromycin 1%) 17 atau menggunakan sulfonamid 4-5 kali sehari 8.
Pada orang dewasa, dakriosistitis akut dapat diterapi dengan melakukan
kompres hangat pada daerah sakus yang terkena dalam frekuensi yang cukup
sering
8,17
. Amoxicillin dan chepalosporine (cephalexin 500mg p.o. tiap 6 jam)
juga merupakan pilihan antibiotik sistemik yang baik untuk orang dewasa
17
.
Untuk mengatasi nyeri dan radang, dapat diberikan analgesik oral (acetaminofen
atau ibuprofen), bila perlu dilakukan perawatan di rumah sakit dengan pemberian
antibiotik secara intravena, seperti cefazoline tiap 8 jam 17. Bila terjadi abses dapat
dilakukan insisi dan drainase 8. Dakriosistitis kronis pada orang dewasa dapat
diterapi dengan cara melakukan irigasi dengan antibiotik. Sumbatan duktus
nasolakrimal dapat diperbaiki dengan cara pembedahan jika sudah tidak radang
lagi.
Penatalaksaan
dakriosistitis
dengan
pembedahan
bertujuan
untuk
mengurangi angka rekurensi. Prosedur pembedahan yang sering dilakukan pada
dakriosistitis adalah dacryocystorhinostomy (DCR). Di mana pada DCR ini dibuat
suatu hubungan langsung antara sistem drainase lakrimal dengan cavum nasal
dengan cara melakukan bypass pada kantung air mata. Dulu, DCR merupakan
prosedur bedah eksternal dengan pendekatan melalui kulit di dekat pangkal
hidung. Saat ini, banyak dokter telah menggunakan teknik endonasal dengan
menggunakan scalpel bergagang panjang atau laser.17
12
Gambar 8. Teknik Dakriosistorinostomi Eksternal
Sumber: Orbit, Eyelid, and Lacrimal System, American Academy of
Ophtalmology
Dakriosistorinostomi
internal
memiliki
beberapa
keuntungan
jika
dibandingkan dengan dakriosistorinostomi eksternal. Adapun keuntungannya
yaitu, (1) trauma minimal dan tidak ada luka di daerah wajah karena operasi
dilakukan tanpa insisi kulit dan eksisi tulang, (2) lebih sedikit gangguan pada
fungsi pompa lakrimal, karena operasi merestorasi pasase air mata fisiologis tanpa
membuat sistem drainase bypass, dan (3) lebih sederhana, mudah, dan cepat (ratarata hanya 12,5 menit). 19
Kontraindikasi pelaksanaan DCR ada 2 macam, yaitu kontraindikasi
absolut dan kontraindikasi relatif
12
. Kontraindikasi relatif dilakukannya DCR
adalah usia yang ekstrim (bayi atau orang tua di atas 70 tahun) dan adanya
mucocele atau fistula lakrimalis. Beberapa keadaan yang menjadi kontraindikasi
absolut antara lain:
13



Kelainan pada kantong air mata :
-
Keganasan pada kantong air mata.
-
Dakriosistitis spesifik, seperti TB dan sifilis
Kelainan pada hidung :
-
Keganasan pada hidung
-
Rhinitis spesifik, seperti rhinoskleroma
-
Rhinitis atopik
Kelainan pada tulang hidung, seperti periostitis
Gambar 9. Teknik Dakriosistorinostomi Internal
Sumber: Orbit, Eyelid, and Lacrimal System, American Academy of
Ophtalmology
2.11 Komplikasi
Dakriosistitis yang tidak diobati dapat menyebabkan pecahnya kantong air
mata sehingga membentuk fistel. Bisa juga terkadi abses kelopak mata, ulkus,
bahkan selulitis orbita.8
14
Komplikasi juga bisa muncul setelah dilakukannya DCR. Komplikasi
tersebut di antaranya adalah perdarahan pascaoperasi, nyeri transien pada segmen
superior os.maxilla, hematoma subkutaneus periorbita, infeksi dan sikatrik
pascaoperasi yang tampak jelas.19
2.12 Prognosis
Dakriosistitis sangat sensitif terhadap antibiotika namun masih berpotensi
terjadi kekambuhan jika obstruksi duktus nasolakrimalis tidak ditangani secara
tepat, sehingga prognosisnya adalah dubia ad malam. Akan tetapi, jika dilakukan
pembedahan
baik
itu
dengan
dakriosistorinostomi
eksternal
atau
dakriosistorinostomi internal, kekambuhan sangat jarang terjadi sehingga
prognosisnya dubia ad bonam. 15
15
BAB 3. KESIMPULAN
Dakriosistitis adalah suatu infeksi pada kantong air mata (sakus
lakrimalis). Dakriosistitis terbagi atas akut dan kronik. Bentuk spesial dari
inflamasi pada saccus lacrimalis adalah dakriosistitis kongenital, dimana
patofisiologinya terkait erat dengan embryogenesis sistem eksresi lakrimal. Pada
orang dewasa, perempuan lebih sering terkena dakriosistitis. Umumnya
dakriosistitis mengenai umur lebih dari 40 tahun, dan tertinggi pada usia 60-70
tahun.
Pada dakriosistitis kongenital, kanalisasi yang tidak lengkap dari duktus
nasolakrimalis memiliki peran yang penting dari pathogenesis yang terjadi.
Obstruksi dari bagian bawah duktus nasolakrimalis seringkali ditemukan pada
orang dewasa yang terkena dakriosistitis. Bakteri aerob dan anaerob bisa
didapatkan pada kultur dari anak-anak dan orang dewasa dengan dakriosistitis.
Infeksi menyebabkan nyeri di daerah sekitar kantong air mata yang
tampak merah dan membengkak. Mata menjadi merah dan berair serta
mengeluarkan nanah. Selain itu, penderita juga mengalami demam. Jika infeksi
yang ringan atau berulang berlangsung lama maka sebagian besar gejala mungkin
menghilang hanya pembengkakan ringan yang menetap.
Dakriosistitis akut biasanya berespons terhadap antibiotika sistemik yang
memadai, dan bentuk kronis sering dapat dipertahankan dengan tetesan
antibiotika. Kompres dengan menggunakan desinfektan juga berpengaruh positif
terhadap gangguan klinis. Meskipun begitu, menghilangkan obstruksi adalah
penyembuhan satu-satunya.
16
DAFTAR PUSTAKA
1. AAO. 2007. Orbit, Eyelid, and Lacrimal System. Singapore:American
Academy of Ophtalmology.
2. Anonim. 2006. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF. Ilmu Penyakit
Mata Ed.III. Surabaya: Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo.
3. Bahar, Ardiansyah. 2009. Dakriosistitis. [serial online].
http://arbaa-
fivone.blogspot.com/2009/03/dakrisistitis.html. [17 November 2010].
4. Barathi, Ramakrishnan, Maneksha, Shivakumar, Nithya dan Mittal. 2007.
Comparative Bacteriology of Acute and Chronic Dacryocystitis. [serial
online]. http://www.eye.com/. [7 November 2010].
5. Ellis, Harold. 2006. Clinical Anatomy, A Revision and Applied Anatomy
for Clinical Students Eleventh Edition. Massachusetts, USA : Blackwell
Publishing, Inc .
6. Gilliland,
G.D.
2009.
Dacryocystitis.
[serial
online].
http://www.emedicine.com/. [7 November 2010].
7. Ilyas, Sidharta. 2006. Dasar-Teknik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit
Mata Edisi Kedua. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
8. Ilyas, Sidharta. 2008. Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
9. Kaneshiro,
N.K.
2010.
Blocked
Tear
Duct.
[serial
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001016.htm.
online].
[24
November 2010]
17
10. Kassir,
Kari.
2007.
Dacryocystitis.
[serial
online].
http://www.doctorofusc.com/condition/document/237309.htm.
[24
November 2010]
11. Leitman, M.W. 2007. Manual for Eye Examination and Diagnosis Seventh
Edition. Massachusetts, USA : Blackwell Publishing, Inc .
12. Mamoun, Tarek. 2009. Chronic Dacryocystitis. [serial online]. http://
eyescure.com/Default.aspx?ID=84. [20 November 2010]
13. Mamoun, Tarek. 2009. Congenital Dacryocystitis. [serial online].
http://eyescure.com/Default.aspx?ID=83. [20 November 2010].
14. Mamoun,
Tarek.
2009.
Acute
Dacryocystitis.
[serial
online].
http://eyescure.com/Default.aspx?ID=85. [20 November 2010].
15. O'Brien,
Terrence
P.
2009.
Dacryocystitis.
[serial
online].
http://www.mdguidelines.com/dacryocystitis.htm. [13 November 2010]
16. Sanders, Laura. ____. Cosmetic Facial and Eye Plastic Surgery
Evaluation.
[serial
online].
http://drlaurasanders.com/topics/102-
Evaluation/. [11 November 2010]
17. Sowka, J.W., Gurwood, A.S., dan Kabat, A.G. 2010. Review of
Optometry, The Handbook of Occular Disease Management Twelfth
Edition. [serial online]. http://www.revoptom.com/. [9 November 2010]
18. Yohai, Robert. ____. Cosmetic and Reconstructive of The Eyelids, Orbits,
and
Tear
Ducts.
[serial
online].
http://www.dryohai.com/102-
Evaluation.htm. [10 November 2010]
19. Yuliani, Putri. 2009. Pendekatan Sederhana dan Evolusional Untuk
Merekanalisasi
Obstruksi
Duktus
Nasolakrimalis.
[serial
online].
18
http://www.scribd.com/doc/37289785/Journal-Reading-RekanalisasiObstruksi-Sistem-Lakrimalis#. [15 November 2010]
20. Zulvikar.
2009.
Dakriosistitis.
[serial
online].
http://zulvikar.web.id/dakriosistitis/. [2 November 2010]
19
Download