DM - Universitas Sumatera Utara

advertisement
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Diabetes mellitus (DM) merupakan masalah utama pada beberapa negara
dan berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan
peningkatan angka insidensi dan prevalensi DM tipe 2 di seluruh penjuru dunia.
DM tipe 2 merupakan tipe yang paling sering dijumpai, yaitu 90% dari
keseluruhan tipe DM. Prevalensinya secara global diperkirakan 2.8% pada tahun
2000 dan 4.4% pada tahun 2030. Jumlah penderitanya diperkirakan 171 juta orang
pada tahun 2000 dan meningkat menjadi 366 juta penderita pada tahun 2030. Pria
lebih sering menderita diabetes dibanding wanita.1
WHO memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari
8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Laporan hasil
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 oleh Departemen Kesehatan,
menunjukkan bahwa prevalensi DM di daerah urban di Indonesia untuk usia di
atas 15 tahun sebesar 5,7%. Prevalensi terkecil terdapat di Papua sebesar 1,7%
dan terbesar di Maluku Utara dan Kalimantan Barat yang mencapai 11,1%.2
DM merupakan penyakit menahun yang diderita seumur hidup. Dalam
perkembangannya, DM dapat mengakibatkan beberapa masalah komplikasi. Salah
satunya terjadinya gangguan fungsi hati. Terdapat suatu hubungan yang nyata
antara diabetes dan liver injury.1 Hati memegang peranan yang penting dalam
pengaturan keseimbangan karbohidrat. Hati menggunakan glukosa sebagai bahan
bakarnya dan memiliki kemampuan dalam menyimpan glukosa dalam bentuk
Universitas Sumatera Utara
2
glikogen dan juga mensintesa glukosa menjadi sumber non-karbohidrat. Regulasi
inilah yang menyebabkan pasien dengan gangguan metabolik, khususnya DM,
mudah terganggu fungsi hatinya3. Akumulasi dari glikogen hepatoseluler
menyebabkan hepatomegali dan gangguan enzim hati pada pasien DM yang tidak
terkontrol. Pada keadaan hiperglikemi, akan terjadi penumpukan glikogen
intraseluler di hepatosit yang menyebabkan peningkatan sintesa glikogen,
akibatnya terjadi peningkatan aminotransferase, dengan atau tanpa sedikit
peningkatan alkalin phospatase. Semua gangguan parameter biokimia ini dan
hepatomegali ditemukan dapat kembali normal pada pasien dengan kadar gula
yang terkontrol.1
Penyakit hati merupakan penyebab kematian yang penting pada DM tipe
2. Penelitian pada suatu populasi oleh Verona Diabetes Study menyatakan bahwa
sirosis merupakan penyebab kematian nomor empat dan 4,4 % - nya terkait
dengan diabetes. Pada studi prospektif yang lain didapatkan 12,5% kematian
pasien sirosis terkait dengan diabetes5.
Estimasi lain dilakukan di Amerika Serikat bahwa penyakit hati
merupakan penyebab kematian pertama di sana. Kriptogenik sirosis yang didapati
pada pasien dengan DM, ternyata merupakan penyebab ketiga indikasi untuk
transplantasi hati di Amerika. Beberapa spektrum penyakit hati lain juga didapati
pada pasien DM tipe 2, antara lain : non alcoholic fatty liver disease (NAFLD),
karsinoma hepatoseluler, gagal hati akut. Bahkan hepatitis C juga diduga terkait
dengan diabetes walaupun hubungan ini belum dapat dijelaskan. Dengan
demikian, pasien dengan diabetes mellitus memiliki prevalensi penyakit hati yang
tinggi dan pasien dengan penyakit hati memiliki prevalensi diabetes yang tinggi.5
Universitas Sumatera Utara
3
Tes fungsi hati digunakan secara umum pada praktik klinis untuk
menskrining penyakit hati, memonitor progresi penyakit hati dan monitoring efek
obat-obatan yang hepatotoksik. Pemeriksaan fungsi hati yang sering dipakai
adalah serum aminotransferase, alkalin phosphatase, albumin dan waktu
prothrombin. Seseorang dengan DM tipe 2 memiliki insidensi yang lebih tinggi
pada fungsi hati yang abnormal dibanding seseorang tanpa diabetes.6
Peningkatan ringan dari nilai transaminase yang kronik menggambarkan
terjadinya resistensi insulin.
Serum amino transferase seperti alanine
aminotransferase (ALT) dan aspartate aminotransferase (AST) mengindikasikan
konsentrasi enzim intraseluler hepatik yang ada di sirkulasi aliran darah. Ini
merupakan penanda primer hepatocellular injury sebagai skrining NASH.
Akumulasi lemak atau steatosis dapat juga mengganggu fungsi hati, lebih dikenal
dengan istilah non-alcoholic fatty liver disease (NAFLD). Sekitar 40-70% pasien
dengan DM terkena NALFD.7 NALFD merupakan suatu kondisi dengan
peningkatan fungsi hati yang kemudian dapat berkembang menjadi penyakit hati
menahun4 steatosis baik yang mikrovaskular maupun makrovaskular dapat
berkembang menjadi fibrosis dan sirosis yang disebut dengan
non-alcoholic
steatohepatitis (NASH). NASH merupakan penyebab utama penyakit hati
terminal dan juga penyebab terjadinya penyakit kardiovaskular pada pasien DM
tipe 2. Sudha (2012) menemukan bahwa pasien DM dengan NAFLD memiliki
nilai alanine aminotransferase (ALT) dan alkaline phosphatase (ALP) yang lebih
tinggi secara signifikan dibandingkan dengan pasien DM tanpa NAFLD.4
Gamma glutamyl transpeptidase (GGT) merupakan marker yang tidak
spesifik pada DM tipe 2. Karena GGT meningkat pada diabetes dan nilainya
Universitas Sumatera Utara
4
meningkat seiring meningkatnya BMI, maka diduga ini menjadi marker lain dari
resistensi insulin. Untuk melihat apakah GGT dapat memprediksi perkembangan
DM tipe 2, Perry dkk (1998) melakukan sebuah studi prospektif pada 7.457 pasien
nondiabetik selama 12 tahun. Didapatkan peningkatan GGT pada 194 pasien yang
kemudian terkena DM tipe 2 dibanding peserta lain yang tidak terkena DM (20.9
vs. 15.3 units/l, P < 0.0001).8
Studi lain melakukan pengukuran albumin, total bilirubin, AST, ALT,
ALP,GGT dan konsentrasi serum asam kolik dan asam chenodeoxycholic. Dari
175 pasien DM tipe 2 yang rawat jalan didapati 57%-nya memiliki setidaknya
satu fungsi hati yang abnormal; 27% memiliki setidaknya dua tes yang abnormal.
Kebanyakan pasien DM tipe 2 ini memiliki peningkatan ALT dan GGT.
Sedangkan pasien DM tipe 1 kebanyakan memiliki nilai bilirubin yang tinggi.
Namun, peningkatan fungsi hati ini jarang sekali lebih dari dua kali lipat nilai
normalnya.7
Walaupun banyak penelitian menyatakan bahwa fungsi hati terlibat dalam
perkembangan diabetes, namun belum ada studi yang lebih jauh menunjukkan
enzim manakah yang terbai sebagai penanda perkembangan diabetes.1,3,4,5 Lebih
jauh lagi, telah diketahui bahwa enzim hati ini merupakan indikator atau prediktor
yang lebih baik untuk perkembangan diabetes dibanding dengan melihat faktor
resiko DM seperti adiposit, inflamasi, resistensi insulin, dsb.7
Berdasarkan uraian diatas peneliti ingin melihat beberapa serum enzim
hati terhadap perkembangan diabetes dengan membandingkan variabel fungsi
hati pada pasien DM tipe 2 dan pasien non DM di RSUP H. Adam Malik Medan.
Universitas Sumatera Utara
5
1.2
Rumusan Masalah
Apakah
terdapat perbedaan kadar fungsi hati pada pasien DM tipe 2
dibandingkan pasien non DM.
1.3
Hipotesis Penelitian
Terdapat perbedaan kadar fungsi hati pada pasien DM tipe 2 dibandingkan pasien
non DM.
1.4
Tujuan Penelitian
1.4.1
Tujuan Umum
Mencari perbedaan fungsi hati pada pasien DM tipe 2 dibandingkan dengan
pasien non DM.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui karakteristik pasien DM tipe 2 di RSUP HAM Medan
2. Menilai ada tidaknya hubungan durasi DM tipe 2 dan IMT dengan kadar
fungsi hati
1.5
Manfaat penelitian
1. Mengetahui jenis pemeriksaan fungsi hati yang berbeda pada pasien DM
tipe 2 dibandingkan pasien non DM.
2. Mendapatkan karakteristik pasien DM tipe 2 di RSUP HAM Medan.
3. Mengetahui hubungan antara durasi DM tipe 2 dan IMT dengan kadar
fungsi hati
1.6. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian dilakukan di RSUP H.Adam Malik Medan pada bagian
Endokrinologi Departemen Penyakit Dalam dan bagian Patologi Klinik FK-USU/
RSUP HAM pada pasien DM tipe 2.
Universitas Sumatera Utara
Download