MK Transduser. Modul 2. Pengkondisian Sinyal Modul 2. Pengkondisian Sinyal. Beragam transduser diperlukan untuk konversi besaran umum menjadi besaran listrik. Tetapi ini pun belum cukup, biasanya sinyal yang berasal dari ransduser belum layak untuk ditampilkan pada display, disimpan dalam media tertentu atau diproses lebih lanjut, sehingga diperlukan rangkaian pengkondisi sinyal. Pengkondisi sinyal digunakan untuk mengubah sinyal listrik ke bentuk dan level yang sesuai dengan elemen-elemen yang lain dalam sistem instrumentasi atau kendali. Modul ini hanya fokus pada konversi analog, di mana output dikondisikan tetap dalam bentuk sinyal analog. 2.1. Prinsip Pengkondisian Sinyal. Sebuah transduser mengukur suatu variabel dinamik dengan mengkonversinya ke dalam sinyal elektrik. Untuk mengembangkan transduser seperti ini, banyak dipengaruhi oleh kondisi alam sehingga hanya ada beberapa tipe yang dapat digunakan untuk mendapatkan hasil yang sesuai. Efek pengkondisi sinyal sering dinyatakan dengan fungsi alihnya (transfer function). Dengan istilah ini kita menghubungkan efek yang ditimbulkan dengan sinyal input. Jadi, sebuah amplifier sederhana mempunyai fungsi alih dari beberapa konstanta yang, ketika dikalikan dengan tegangan input, memberikan tegangan output. 2.1.1 Perubahan Level Sinyal Metode paling sederhana dari pengkondisi sinyal adalah pengubahan level sinyal. Contoh yang paling umum adalah untuk penguatkan atau pelemahkan level tegangan. Secara umum, aplikasi kontrol proses dihasilkan dalam variasi sinyal frekuensi rendah secara lambat di mana amplifier respon d-c atau frekuensi rendah bisa dipakai. Suatu faktor penting dalam pemilihan sebuah amplifier adalah impedansi input yang amplifier tawarkan kepada transduser (atau elemen-elemen lain yang menjadi input). 2.1.2 Linierisasi Linierisasi bisa dihasilkan oleh sebuah amplifier yang gainnya sebuah fungsi level tegangan untuk melinierkan semua variasi tegangan input ke tegangan output. Misalnya, sering terjadi pada sebuah transduser di mana outputnya adalah eksponensial berkenaan dengan ‘11 1 Tranduser Ir. Eko Ihsanto, M.Eng Pusat Pengembangan Bahan Ajar Universitas Mercu Buana MK Transduser. Modul 2. Pengkondisian Sinyal variabel dinamik. Pada Gambar 2.1 dapat dilihat sebuah contoh yang dimaksud di mana tegangan transduser diasumsikan eksponensial terhadap intensitas cahaya I. Bisa dituliskan sebagai VI = V0e-αt+ (2.1) Di mana VI = tegangan output pada intensitas I V0 = tegangan intensitas zero α = konstanta eksponensial I = intensitas cahaya Untuk melinierkan sinyal ini digunakan amplifier yang outputnya bervariasi secara logaritma terhadap input VA = K.ln(VIN) (2-2) Di mana VA = tegangan output amplifier K = konstanta kalibrasi VIN = tegangan input amplifier = VI [dalam Pers. (2.1)] Dengan substitusi Persamaan (2.1) ke Persamaan (2.2) di mana VIN= VI diperoleh VA = K.ln(V0) - αKI (2-3) Gambar 2.1 Pengkondisi sinyal yang baik dapat menghasilkan tegangan output yang berubah secara linier terhadap intensitas cahaya. Output amplifier berubah secara linier dengan intensitas tetapi dengan offset K.lnV0 dan faktor skala dari αK seperti diperlihatkan pada Gambar 2.1. Untuk mengeliminasi offset dan menyediakan kalibrasi yang diinginkan dari tegangan versus intensitas dapat digunakan pengkondisi sinyal. ‘11 2 Tranduser Ir. Eko Ihsanto, M.Eng Pusat Pengembangan Bahan Ajar Universitas Mercu Buana MK Transduser. Modul 2. Pengkondisian Sinyal 2.1.3 Konversi Sering kali, pengkondisi sinyal digunakan untuk mengkonversi suatu tipe variasi elektrik kepada tipe lainnya. Sehingga, satu kelas besar dari transduser menyediakan perubahan tahanan dalam variabe dinamik. Dalam kasus ini, perlu dibuat sebuah rangkaian untuk mengkonversi perubahan tahanan ini baik ke tegangan maupun arus. Secara umum ini dipenuhi oleh jembatan-jembatan bila perubahan sebagian tahanan adalah kecil dan/atau dengan amplifier-amplifier yang gainnya berubah terhadap tahanan. 2.1.4 Filter dan Penyesuai Impedansi Sering sinyal-sinyal gangguan dari daya yang besar muncul dalam lingkungan industri, seperti sinyal-sinyal frekuensi saluran standar 60 Hz dan 400 Hz. Transien start motor juga dapat mengakibatkan pulsa-pulsa dan sinyal-sinyal yang tidak diperlukan lainnya dalam loop kontrol proses. Dalam banyak kasus, perlu digunakan high pass, low pass dan notch filter untuk mengurangi sinyal- sinyal yang tidak diinginkan dari loop. Filter seperti ini dapat dipenuhi oleh filter pasif yang hanya menggunakan resistor, kapasitor, induktor, atau filter aktif, menggunakan gain dan feedback. Penyesuai impednsi adalah sebuah elemen penting dari pengkondisi sinyal ketika impedansi internal transduser atau impedansi saluran dapat mengakibatkan error dalam pengukuran variabel dinamik. Baik jaringan aktif maupun pasif juga dipakai untuk menghasilkan penyesuai seperti ini. 2.2. Rangkaian Jembatan. Rangkaian jembatan terutama digunakan sebagai sebuah alat pengukur perubahan tahanan yang akurat. Rangkaian seperti ini terutama berguna bila perubahan fraksional dalam impedansi sangat kecil. Rangkaian potensiometerik juga bisa digunakan untuk mengukur tegangan dengan akurasi yang baik dan impedansi sangat tinggi. 2.2.1. Jembatan Wheatstone Rangkaian jembatan adalah rangkaian pasif yang digunakan untuk mengukur impedansi dengan teknik penyesuaian potensial. Dalam rangkaian ini, seperangkat impedansi yang telah diketahui secara akurat diatur nilaianya dalam hubungannya terhadap satu yang belum diketahui sampai suatu kondisi yang ada di mana perbedaan potensial antara dua titik dalam rangkaian adalah nol, yaitu seimbang. Kondisi ini menetapkan sebuah persamaan yang digunakan untuk menemukan impedansi yang tidak diketahui berkenaan dengan nilai- ‘11 3 Tranduser Ir. Eko Ihsanto, M.Eng Pusat Pengembangan Bahan Ajar Universitas Mercu Buana MK Transduser. Modul 2. Pengkondisian Sinyal nilai yang diketahui. Rangkaian jembatan yang paling sederhana dan paling umum adalah jembatan dc Wheatstone seperti diperlihatkan pada Gambar 2.2. Rangkaian ini digunakan dalam aplikasi pengkondisi sinyal di mana transduser mengubah tahanan dengan perubahan variabel dinamik. Beberapa modifikasi dari jembatan dasar ini juga dipakai untuk aplikasi spesifik lainnya. Pada Gambar 2.2 obyek yang diberi label D adalah detektor seimbang yang digunakan untuk membandingkan potensial titik a dan b dari rangkaian. Dalam aplikasi paling modern detektor seimbang adalah amplifier diferensial impedansi input sangat tinggi. Dalam beberapa kasus, Galvanometer yang sensitif dengan impedansi yang relatif rendah bisa digunakan, khususnya untuk kalibrasi atau instrumen- instrumen pengukuran tunggal. Untuk analisis awal kita, anggap impedansi detektor seimbang adalah tak hingga, yaitu rangkaian terbuka. Gambar 2.2 Jembatan Wheatstone dc. Dalam kasus ini beda potensial, ∆V antara titik a dan b, adalah ∆V = Va - Vb (2-4) Di mana Va = potensial titik a terhadap c Vb = potensial titik b terhadap c Nilai Va dan Vb sekarang dapat dicari dengan memperhatikan bahwa Va adalah hanya tegangan sumber, V, dibagi antara R1 dan R3 (2.5) Dengan cara yang sama Vb adalah tegangan yang terbagi diberikan oleh (2.6) Di mana ‘11 4 Tranduser Ir. Eko Ihsanto, M.Eng Pusat Pengembangan Bahan Ajar Universitas Mercu Buana MK Transduser. Modul 2. Pengkondisian Sinyal V = tegangan sumber jembatan R1,R2,R3,R4 = resistor-resistor jembatan seperti diberikan oleh Gambar 2.2. Jika sekarang kita kombinasikan Persamaan (2.4), (2.5) dan (2.6), beda tegangan atau offset tegangan, dapat ditulis (2.7) Setelah manipulasi dan penyederhanaan, persamaan ini berkurang menjadi (2.8) Persamaan (2.8) tsb memperlihatkan bagaimana beda potensial melalui detektor adalah fungsi dari tegangan sumber dan nilai resistor. Karena tampilan yang berbeda dalam numerator Persamaan (2.8), jelas bahwa kombinasi khusus dari resistor dapat ditemukan yang akan menghasilkan perbedaan nol dan tegangan nol melewati detektor, yaitu, seimbang. Jelas, kombinasi ini, dari pemeriksaan Persamaan (2.8), adalah R3R2 = R1R4 (2-9) Persamaan (2.9) mengindikasikan bahwa kapan saja sebuah jembatan Wheatstone dipasang dan resistor diatur untuk keseimbangan pada detektor, nilai-nilai resistor harus memenuhi persamaan yang diindikasikan. Tidak masalah jika tegangan sumber berubah, kondisi seimbang dipertahankan. Persamaan (2.8) dan (2.9) menekankan aplikasi jembatan Wheatstone untuk aplikasi kontrol proses yang menggunakan detektor impedansi input tinggi. 2.2.2. Detektor Galvanometer. Penggunaan sebuah galvanometer sebagai detektor seimbang dalam rangkaian jembatan memeperkenalkan beberapa perbedaaan dalam perhitungannya karena tahanan detektor bisa rendah dan harus menentukan offset jembatan sebagai offset arus. Jika jembatan diseimbangkan, Persamaan (2.9) masih mendefinisikan hubungan antara resistorresistor dalam lengan-lengan jembatan. Persamaan (2.8) harus dimodifikasi untuk membolehkan penentuan arus yang digambarkan dengan galvanometer jika kondisi seimbang tidak muncul. Mungkin cara yng paling mudah untuk menentukan arus offset adalah pertama menemukan rangkaian ekivalen Thevenin antara titik a dan b dari jembatan (seperti digambarkan dalam rangkaian Gambar 2.2 dengan galvanometer yang dihilangkan). Tegangan Thevenin dengan sederhana adalah perbedaan tegangan rangkaian ‘11 5 Tranduser Ir. Eko Ihsanto, M.Eng Pusat Pengembangan Bahan Ajar Universitas Mercu Buana MK Transduser. Modul 2. Pengkondisian Sinyal antara titik a dan b dari rangkaian. Tapi Persamaan (2.5) adalah tegangan rangkaian terbuka, sehingga, (2.10) Tahanan Theveniun diperoleh dengan mengganti tegangan sumber dengan tahanan dalam dan menghitung tahanan antara terminal a dan b dari rangkaian. Kita dapat menasumsikan bahwa tahanan dalam dapat diabaikan dibandingkan dengan tahanan-tahanan lengan jembatan. Tahanan Thevenin yang terlihat pada titik a da b dari jembatan adalah (2.11) Rangkaian ekivalen Thevenin untuk jembatan memudahkan kita untuk menentukan arus yang melalui galvanometer dengan tahanan dalam R G seperti diperlihatkan pada Gambar 2.3. Sehingga, arus offset adalah (2.12) Menggunakan persamaan ini bersamaan dengan Persamaan (2-9) menetapkan respons jembatan Wheatstone ketika digunakan sebuah detektor seimbang galvanometer. Gambar 2.3 galvanometer untuk detektor seimbang dengan rangkaian Thevenin. 2.2.3. Kabel Kompensator. Kabel atau Lead Kompensator ditunjukkan pada Gambar 2.4, di sini kita lihat bahwa R4, yang dianggap sebagai transduser, dipindahkan ke tempat yang jauh dengan kabel lead (1), (2), dan (3). Kabel (3) adalah lead daya dan tiadak berpengaruh pada kondisi seimbang jembatan. Perhatikan bahwa jika kabel (2) mengubah tahanan karena pengaruh-pengaruh palsu, ini mengenalkan perubahan tersebut kepada kaki R4 dari jembatan. Kabel (1) terbuka terhadap lingkungan yang sama dan berubah dengan jumlah yang sama tetapi dalam kaki R3 dari jembatan. Secara efektif, R3 dan R4 kedua-duanya diubah secara identik, sehungga Persamaan (2.9) memperlihatkan bahwa tidak terjadi perubahan dalam jembatan seimbang. Tipe kompensasi ini sering dipakai di mana rangkaian jembatan harus digunakan ‘11 6 Tranduser Ir. Eko Ihsanto, M.Eng Pusat Pengembangan Bahan Ajar Universitas Mercu Buana MK Transduser. Modul 2. Pengkondisian Sinyal dengan lead yang panjang ke elemen aktif dari jembatan. Gambar 2.4 untuk aplikasi transduser jarak jauh sebuah sistem kompensasi digunakan untuk menghindari error dari tahanan lead. 2.2.4 Jembatan Seimbang Arus. Gambar 2.5 jembatan seimbang arus Prinsip dasar dari jembatan seimbang arus diperlihatkan pada Gambar 2.5. Di sini, jembatan Wheatstone standar dimodifikasi dengan memecah salah satu resistor lengan kepada dua, R4 dan R5. arus I diberikan pada jembatan melalui pertemuan antara R4 dan R5 seperti yang ditunjukkan. Sekarang kita menetapkan bahwa besarnya tahanan-tahanan jembatan adala sedemikian sehingga arus terutama mengalir melalui R5. ini dapat disediakan oleh beberapa syarat. Paling tidak harus terpenuhi R4 >> R5 (2-13) Sering kali, jika detektor seimbang impedansi tinggi digunakan, maka batasan dari Persamaan (2.13) menjadi (R2 + R4) >> R5 ‘11 7 Tranduser Ir. Eko Ihsanto, M.Eng Pusat Pengembangan Bahan Ajar Universitas Mercu Buana (2-14) MK Transduser. Modul 2. Pengkondisian Sinyal Dengan asumsi bahwa baik Persamaan (2.13) ataupun (2.14) adalah terpenuhi, tegangan pada titik b adalah penjumlahan dari tegangan sumber yang terbagi ditambah jatuh tegangan melelui R5 dari arus I. (2.15) Tegangan pada titik a masih diberikan oleh Persamaan (2.5). Jadi tegangan offset jembatan deberikan oleh ∆V = Va - Vb atau (2.16) Persamaan ini menunjukkan bahwa kondisi seimbang dicapai dengan mengatur besar dan polaritas arus I sehingga IR5 sama dengan beda tegangan dari dua suku pertama. Jika salah satu tahanan jembatan berubah, jembatan dapat diseimbangkan dengan perubahan arus I. Dalam cara ini, secara elektronis jembatan diseimbangkan dari sumber arus yang sesuai. Dalam kebanyakan aplikasi jembatan diseimbangkan pada bebrapa set nominal dari tahanan dengan arus nol. Perubahan satu resistor jembatan terdeteksi sebagai sinyal offset jembatan yang digunakan untuk memberikan arus penyeimbang ulang. 2.2.5. Pengukuran Tegangan menggunakan Jembatan Sebuah rangkaian jembatan juga berguana untuk mengukur tegangan kecil pada impedansi yang sangat besar. Ini dapat dilakukan dengan menggunakan baik jembatan Wheatston konnvensional ataupun jembatan seimbang arus. Tipe pengukuran ini dilakukan dengan meletakkan tegangan yang diukur secara seri dengan detektor seimbang, sepaerti diperlihatkan pada Gambar 2.6. berikut ini, Gambar 2.6 Menggunakan jembatan Whwatstone dasar untuk pengukuran tegangan ‘11 8 Tranduser Ir. Eko Ihsanto, M.Eng Pusat Pengembangan Bahan Ajar Universitas Mercu Buana MK Transduser. Modul 2. Pengkondisian Sinyal Detektor seimbang merespon tegangan antara titik c dan b. Dalam keadaan ini, Vb diberikan oleh Persamaan (2.6) dan Vc oleh Persamaan (2.17) Vc = Vx + Va (2.17) Di mana Va diberikan oleh Persamaan (2.5), dan Vx adalah tegangan yang diukur. Tegangan yang muncul melalui detektor seimbang adalah ∆V = Vc - Vb = Vx + Va - Vb (2.18) Kondisi seimbang didapat saat ∆V = 0; selanjutnya, tidak ada arus yang mengalir melalui tegangan yang tidak diketahui tersebut jika kondisi seimbang demikian telah diperoleh. Sehingga, pengukuran Vx dapat dibuat dengan variasi resistor- resistor jembatan untuk menghasilkan keadaan seimbang dengan Vx dalam rangkaian dan menyelesaikan Vx dengan menggunakan kondisi seimbang (2.18) Analisis serupa yang menggunakan sebuah jembatan seimbang arus dan resistor- resistor jembatan tertentu memberikan kondisi seimbang yang dapat memberi penyelesaian untuk Vx dalam hubungannya dengan arus penyebab seimbang I. (2.19) jika resistor-resistor tertentu dipilih untuk menyeimbangkan jembatan dengan I=0 saat Vx=0, lalu dua suku tengah dalam Persamaan (2.13) hilang akan memberikan hubungan yang sangat sederhana antara Vx dan arus penyeimbang Vx - IR5 = 0 (2.20) 2.2.6. Jembatan AC. Konsep jembatan yang dijelaskan dalam bagian ini dapat dipakai untuk penyesuaian impedansi secara umum seperti tahanan-tahanan. Dalam keadaan ini, jembatan direpresentasikan seperti dalam Gambar 2.7 dan memakai sebuah eksitasi ac, biasanya sebuah sinyal tegangan gelombang sinus. Analisa tingkah laku jembatan pada dasarnya sama seperti pada cara sebelumnya tetapi tahanan diganti impedansi. Kemudian tegangan offset jembatan direpresentasikan sebagai (2.20) ‘11 9 Tranduser Ir. Eko Ihsanto, M.Eng Pusat Pengembangan Bahan Ajar Universitas Mercu Buana MK Transduser. Modul 2. Pengkondisian Sinyal Di mana E = tegangan eksitasi gelombang Z1, Z2, Z3,Z4 = impedansi jembatan Kondisi seimbang ditetapkan seperti sebelumnya dengan sebuah tegangan zero offset ∆V=0. Dari Persamaan (2.21) kondisi ini dijumpai jika impedansi memenuhi hubungan Z3 Z2 = Z 1 Z4 (2.21) Perhatikan bahwa kondisi ini sama seperti Persamaan (2-9) untuk jembatan resistif. Gambar 2.7 Sebuah jembatan AC yang umum Dalam beberapa kasus, sistem deteksi seimbang adalah amat sensitif terhadap pergeseran fase sinyal. Dalam hal ini, perlu untuk memberikan sebuah kondisi seimbang dari kedua sinyal inphase dan quadrature (keluaran fase 900) sebelum Persamaan (2.22) dipakai. 2.3. Penguat Operasional. Secara umum, aplikasi dari IC memerlukan datasheet yang terkait penggunaannya, termasuk fungsi masing-masng pin, spesifikasi dan batasannya, sebelum dapat diaplikasikan untuk masalah khusus. Terpisah dari IC-IC yang dikhususkan ada juga tipe dari amplifier yang mendapatkan aplikasi yang luas seperti blok pembentuk dari aplikasi pengkondisi sinyal. Peralatan ini, disebut Penguat Operasional (op amp). Awalnya dibuat dari tabung, kemudian transistor diskrit, dan sekarang integrated circuit. Meski banyak jalur dari op amp dengan bermacam spesifikasi khusus dari beberapa pabrik, semuanya memiliki karakteristik umum dalam operasi yang dapat dipakai dalam rancangan dasar berkaitan dengan op amp umum. ‘11 10 Tranduser Ir. Eko Ihsanto, M.Eng Pusat Pengembangan Bahan Ajar Universitas Mercu Buana MK Transduser. Modul 2. Pengkondisian Sinyal 2.3.1 Karakteristik Op Amp Dengan sendirinya, op amp adalah amplifier elektronik yang sangat sederhana dan nampak tak berguna. Dalam Gambar 2.8.a kita dapat lihat simbol standar dari op amp dengan penandaan input (+) dan input (-), dan output. Input (+) juga disebut input noniverting (tidak membalik) dan (-)input inverting (membalik). Hubungan dari input op amp dan output sungguh sangat sederhana, seperti yang terlihat dengan menganggap dari deskripsi idealnya. 2.3.2. OP Amp Ideal. Untuk menjelaskan respon dari op amp ideal, kita menamai V1 tegangan pada input (+), V2 tegangan pada terminal input (-), dan V0 tegangan output. Idealnya, jika V1-V2 adalah positif (V1>V2), maka V0 saturasi positif. Jika V1- V2 adalah negatif (V2>V1), maka V0 saturasi negatif seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.8.b. Input (-) disebut input inverting. Jika tegangan dalam input ini adalah lebih positif dibandingkan pada input (+), output saturasi negatif. Amplifier ideal ini mempunyai gain tak terbatas karena perbedaan yang sangat kecil antara V1 dan V2 hasilnya adalah output saturasi. Karakteristik lain dari op amp adalah (1) impedansi tak terhingga antar inputinputnya dan (2) impedansi output zero. Pada dasarnya, op amp adalah peralatan yang mempunyai hanya dua keadaan output, +Vsat dan -Vsat. Dalam prakteknya, komponen ini selalu digunakan dengan umpan balik dari output ke input. Umpan balik seperti ini menghasilkan implementasi dari berbagai hubungan khusus antara tegangan input dan output. (a) (b) Gambar 2.8 Op amp. (a) Simbol. (b) Karakteristik ideal dari sebuah op amp ‘11 11 Tranduser Ir. Eko Ihsanto, M.Eng Pusat Pengembangan Bahan Ajar Universitas Mercu Buana MK Transduser. Modul 2. Pengkondisian Sinyal 2.3.3. Penguat Pembalik Ideal. Untuk melihat bagaimana op amp digunakan, perhatikan rangkaian pada Gambar 2.9. Di gambar ini resistor R2 digunakan untuk umpan balik output ke input inverting dari op amp dan R1 menghubungkan tegangan input Vin dengan titik yang sama ini. Hubungan bersama disebut titik penjumlahan (summing point). Dapat dilihat bahwa dengan tanpa umpanbalik dan (+) digroundkan, Vin>0 menjadikan output saturasi negatif, sedangkan Vin<0 menjadikan output saturasi positif. Dengan umpanbalik, output menyesuaikan dengan tegangan sedemikian hingga: 1. Tegangan summing point sama dengan level input (+) op amp, dalam keadaan ini adalah nol/zero. 2. Tidak ada aliran arus melalui terminal-terminal input op amp karena anggapan impedansi tak hingga. Dalam keadaan ini, jumlah dari arus pada summing point harus nol. I1 +I2 = 0 (2.22) Karena tegangan pada summing point dianggap nol, kita mempunyai (2.23) dari Persamaan (2-25), kita dapat menuliskan respon rangkaian sebagai (2.24) Jadi, rangkaian pada Gambar 2.9 adalah Penguat Pembalik dengan gain R2/R1 yang digeser 1800 dalam fase (terbalik) dari input. Alat ini juga merupakan peredam dengan menjadikan R2 < R1. Gambar 2.9. Penguat Pembalik. ‘11 12 Tranduser Ir. Eko Ihsanto, M.Eng Pusat Pengembangan Bahan Ajar Universitas Mercu Buana MK Transduser. Modul 2. Pengkondisian Sinyal 2.3.4. Efek Non-Ideal. Analisis dari rangkaian op amp dengan respon nonideal dilakukan dengan memperhatikan parameter berikut: 1. Gain open loop berhingga. Op amp yang sebenarnya mempunyai gain tegangan seperti ditunjukkan oleh respons amplifier dalam Gambar 2.10.a. Gain tegangan dinyatakan sebagai perubahan dalam tegangan output, ∆Vo, dihasilkan dengan perubahan dalam tegangan input differensial ∆[V1- V2]. 2. Impedansi input berhingga. Op amp yang sebenarnya mempunyai impedansi input dan, sebagai konsekuensi, tegangan berhingga dan arus melalui terminal input. 3. Impedansi output tidak nol. Op amp yang sebenarnya mempunyai impedansi output tidak nol, meskipun impedansi output rendah ini a) Karakteristik nonideal op amp khsusunya hanya beberapa ohm. b) Efek nonideal Gambar 2.10. Tipe-tipe efek nonideal dalam analisis op amp dan rangkaian Dalam aplikasi modern efek nonideal ini dapat diabaikan dalam desian rangkaian op amp. Contohnya, anggap rangkaian dari Gambar 2.10.b di mana impedansi berhingga dan gain dari op amp adalah sudah termasuk. Kita dapat menggunakan analisis rangkaian standar umtuk menemukan hubungan antara tegangan input dan output untuk rangkaian ini. Penjumlahan arus pada titik penjumlan diberikan I1 + I2 + Is = 0 (2.25) Kemudian, masing-masing arus dapat diidentifikasi dalam kaitannya dengan parameterparameter rangkaian untuk memberikan (2.26) Akhirnya, dengan mengkombinasikan persamaan-persamaan di atas, kita cari ‘11 13 Tranduser Ir. Eko Ihsanto, M.Eng Pusat Pengembangan Bahan Ajar Universitas Mercu Buana MK Transduser. Modul 2. Pengkondisian Sinyal (2.27) Di mana (2.28) Jika kita anggap bahwa µ sangat kecil bila dibandingkan dengan kesatuan, maka Persamaan (2.27) terduksi ke keadaan ideal yang diberikan oleh Persamaan (2.26). Tentu, jika nilai khusus untuk IC op amp dipilih untuk satu keadaan di mana R2/R1 = 100, kita dapat tunjukkan bahwa µ<<1. Contohnya, biasnya, IC op amp untuk kegunaan umum menunjukkan A = 200.000 Z0 = 75 Ω Zin = 2 MΩ Jika digunakan tahanan umpan balik R2=100kΩ dan mensubstitusikan nilai di atas ke dalam Persamaan (2.28), didapatkan µ = 0,0005 yang menunjukkan bahwa gain untuk persamaan (2.27) berbeda dari yang ideal dengan hanya 0,05%. Tentu saja, cara ini hanya satu contoh dari banyak rangkaian op amp yang digunakan, tetapi sebetulnya dalam semua kasus analisis yang sama menunjukkan bahwa karakteristik ideal dapat diasumsikan. 2.3.5 Spesifikasi Op Amp Ada karakteristik-karakteristik lain dari op amp dibandingkan yang diberikan dalam bagian sebelumnya yang masuk dalam aplikasi desain. Karakteristik-karakteristik ini diberikan dalam spesifikasi untuk op amp khusus bersama dengan gain open loop dan impedansi input dan output yang dijelaskan sebelumnya. Beberapa karakteristik tersebut adalah: Tegangan offset input. Dalam banyak kasus, tegangan output op amp tidak boleh nol ketika tegangan pada input adalah nol. Tegangan yang harus diterapkan dalam terminal input untuk menggerakkan output ke nol adalah tegangan offset input. Arus offset input. Seperti tegangan offset bisa diperlukan melalui input untuk menzero-kan tegangan output, sehingga arus jala bisa diperlukan melalui input untuk men-zero-kan tegangan output. Arus yang demikian dijadikan acuan sebagai arus offset input. Ini diambil sebagai perbedaan dua arus input. ‘11 Arus bias input. Ini adalah rata-rata dari dua arus input yang diperlukan untuk 14 Tranduser Ir. Eko Ihsanto, M.Eng Pusat Pengembangan Bahan Ajar Universitas Mercu Buana MK Transduser. Modul 2. Pengkondisian Sinyal menggerakkan tegangan output ke nol. Slew rate. Jika tegangan diterapkan dengan cepat ke input dari op amp, output akan saturasi ke maksimum. Untuk input step slew rate adalah kecepatan di mana output berubah ke nilai saturasi. Ini khususnya dinyatakan sebagai tegangan per mikrosecond (V/µs). Bandwith frekuensi gain satuan. Respons frekuensi dari op amp khusus disefinisikan dengan bode plot dari gain tegangan open loop dengan frekuensi. Plot seperti ini sangat penting untuk rancangan rangkaian yang berhubungan dengan sinyal a-c. Adalah diluar jangkauan dari tulisan ini untuk menjelaskan detail dari desain seperti ini yang memakai bode plot. 2.4. Rangkaian Op Amp dalam Instrumentasi. Setelah op amp menjadi terkenal pada kerja individu dalam kontrol proses dan teknologi instrumentasi, banyak macam rangkaian dikembangkan dengan aplikasi langsung dalam bidang ini. Secara umum, lebih mudah untuk mengembangkan sebuah rangkaian untuk pelayanan khusus menggunakan op amp dibandingkan komponen-komponen diskrit; dengan pengembangan biaya rendah, IC op amp, juga adalah suatu desain yang praktis. Mungkin salah satu kerugian besar adalah diperlukannya sumber daya bipolar untuk op amp. Bagian ini menghadirkan sejumlah rangkaian khusus dan karakteristik dasarnya bersama dengan trurunan dari respons rangkaian dengan asumsi op amp ideal. 2.4.1 Pengikut Tegangan (Voltage Follower) Pada Gambar 2.11, kita lihat sebuah rangkaian op amp yang mempunyai gain satuan dan impedansi input sangat tinggi. Pada dasarnya impedansi input ini adalah impedansi input dari op amp itu sendiri yang dapt lebih besar dari 100 MΩ. Output tegangan mengikuti input lebih dari range yang ditentukan dengan output tegangan saturasi plus dan minus. Output arus dibatasi sampai arus hubung singkat dari op amp, dan impedansi output khususnya kurang dari 100 Ω. Dalam banyak hal sebuah pabrik akan memasarkan sebuah pengikut tegangan op amp yang umpan baliknya disediakan secara internal. Unit seperti ini biasanya secara khusus didisain untuk impedansi input yang sangat tinggi. Pengikut tegangan gain satuan pada dasarnya adalah sebuah transformer impedansi dalam indera pengkonversi sebuah tegangan pada impedansi tinggi ke tegangan yang sama pada impedansi rendah. ‘11 15 Tranduser Ir. Eko Ihsanto, M.Eng Pusat Pengembangan Bahan Ajar Universitas Mercu Buana MK Transduser. Modul 2. Pengkondisian Sinyal Gambar 2.11. Sebuah pengikut tegangan op amp. Rangkaian ini mempunyai impedansi input yang sangat tinggi; sekitar 106-1011 Ω, tergantung pada op amp tersebut. Rangkaian ini berguna sebagai sebuah transformer impedansi. 2.4.2 Amplifier Membalik (Inverting Amplifier) Rangkaian untuk amplifier ditunjukkan dalam Gambar 2.9. Impedansi input dari rangkaian ini pada dasarnya sama dengan R1, yaitu tahanan input. Pada umumnya, tahanan ini tidak besar, dan karena itu impedansi input tidak besar. Penguat Penjumlah (Summing Amplifier) Modifikasi yang umum dari inverting amplifier adalah sebuah amplifier yang menjumlahkan atau menambahkan dua atau lebih tegangan yang diterapkan. Rangkaian ini ditunjukkan dalam Gambar 2.12 untuk kasus penjumlahan dua tegangan input. Fungsi transfer amplifier ini diberikan oleh (2.29) Penjumlahan dapat diberi skala dengan pemilihan tahanan yang tepat. Contohnya, jika kita membuat R1 = R2 = R3, maka outputnya adalah hanya jumlah (terbalik) dari V1 dan V2. Ratarata dapat dicari dengan menjadikan R1 = R3 dan R2 = R1/2. Gambar 2.12 Summing amplifier ‘11 16 Tranduser Ir. Eko Ihsanto, M.Eng Pusat Pengembangan Bahan Ajar Universitas Mercu Buana MK Transduser. Modul 2. Pengkondisian Sinyal 2.4.3 Penguat Tidak Membalik (Non inverting Amplifier) Sebuah amplifier noninverting dapat dikonstruksi dari sebuah op amp seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.13. Gain rangkaian ini dicari dengan menjumlahkan arus-arus pada summing point S, dan menggunakan kenyataan bahwa tegangan summing point adalah Vin sehingga tidak ada beda tegangan yang muncul melalui terminal-terminal input. I1 + I2 = 0 (2.30) Di mana I1 = arus melalui R1 I2 = arus melalui R2 Tapi arus-arus ini dapat dicari dari hukum Ohm sedemikian sehingga persamaan ini menjadi (2.31) Persamaan (2.31) menunjukkan bahwa noninverting ampifier mempunyai gain yang tergantung pada rasio resistor umpan balik R2 dan resistor ground R1, tapi gain ini tidak pernah dapat digunakan untuk pelemahan tegangan. Kita catat pula bahwa karena input diambil secara langsung ke input noninverting dari op amp, impedansi input adalah sangat tinggi karena secara efektif sama dengan impedansi input op amp. Gambar 2.13. Noninverting amplifier 2.4.4 Amplifier Diferensial Sering kali, dalam instrumentasi yang dihubungkan dengan kontrol proses, diperlukan amplifikasi tegangan diferensial, misalnya untuk rangkaian jembatan. Sebuah ampifier diferensial dibuat dengan mengguanakan sebuah op amp seperti ditunjukkan dalam Gambar ‘11 17 Tranduser Ir. Eko Ihsanto, M.Eng Pusat Pengembangan Bahan Ajar Universitas Mercu Buana MK Transduser. Modul 2. Pengkondisian Sinyal 2.14.a. Analisis rangkaian ini menunjukkan bahwa tegangan output diberikan oleh (2.32) Rangkaian ini mempunyai gain atau atenuasi variabel yang diberikan oleh rasio R2 dan R1 dan merespons diferensial dalam input tegangan sebagaimana diperlukan. Adalah sangat penting bahwa resistor dalam Gambar 2.14.a yang diindikasikan mempunyai nilai yang sama secara hati-hati disesuaikan dengan tolakan yang pasti (assure rejetion) dari tegangan bersama ke kedua input. Kerugian yang signifikan dari rangkaian ini adalah bahwa impedansi input pada masing-masing terminal input adalah tidak besar, menjadi R1 + R2 pada input V2 dan R1 pada input V1. Untuk memakai rangkaian ini saat diinginkan amplifikasi diferensial impedansi input yang tinggi, pengikut tegangan bisa dipakai sebelum masing-masing input seperti diperlihatkan pada Gambar 2.14.b. Rangkaian ini memberikan gain yang serbaguna, amplifier diferensial impedansi input yang tinggi untuk penggunaan dalam sistem-sistem instrumentasi. Gambar 2.14 Amplifier diferensial. (atas) Amplifier Diferensial (bawah) Amplifier Instrumentasi. 2.4.5 Konverter Tegangan ke Arus Karena sinyal-sinyal dalam kontrol proses paling sering ditransmisikan sebagai arus, khususnya 4-20 mA, maka perlu untuk memakai sebuah konverter linier tegangan ke arus. ‘11 18 Tranduser Ir. Eko Ihsanto, M.Eng Pusat Pengembangan Bahan Ajar Universitas Mercu Buana MK Transduser. Modul 2. Pengkondisian Sinyal Rangkaian seperti ini harus mampu memasukkan arus ke sejumlah beban yang berbeda tanpa mengubah karateristik-karateristik transfer tegangan ke arus. Sebuah rangkaian op amp untuk memberikan fungsi ini diperlihatkan pada Gambar 2.15. Analisis rangkaian ini menunjukkan bahwa hubungan antara arus dan tegangan diberikan oleh (2.33) asalkan tahanan-tahanan yang dipilih sehingga R1(R3 + R5) = R2R4 (2.34) rangkaian dapat mengirimkan arus ke salah satu arah, sebagimana diperlukan oleh sebuah aplikasi khusus. Tahanan beban maksimum dan arus maksimum adalah berhubungan dan ditentukan oleh kondisi bahwa output amplifier adalah saturasi dalam tegangan. Analisis rangkaian ini menunjukkan bahwa saat tegangan output op amp mencapai saturasi tahanan beban maksimum dan arus maksimum dihubungkan oleh (2.35) Di mana, RML = tahanan beban maksimum VSAT = tegangan saturasi op amp IM = arus maksimum Persamaan (2.35) menunjukkan bahwa tahanan beban maksimum adalah selalu kurang dari VSAT/IM. Tahanan beban minimum adalah nol. Gambar 2.15. Konverter Tegangan ke Arus ‘11 19 Tranduser Ir. Eko Ihsanto, M.Eng Pusat Pengembangan Bahan Ajar Universitas Mercu Buana MK Transduser. Modul 2. Pengkondisian Sinyal 2.5.6 Konverter Arus ke Tegangan Pada ujung penerima dari sistem trasnsmisi sinyal kontrol proses kita sering perlu untuk mengubah arus kembali ke tegangan. Ini paling mudah dilakukan dengan rangkaian yang diperlihatkan pada Gambar 2.16. Rangkaian ini menyediakan suatu tegangan output yang diberikan oleh Vout = IR (2.36) asalkan tegangan saturasi op amp tidak tecapai. Resistor R pada terminal noninverting dipakai untuk memberikan stabilitas temperatur pada konfigurasi. Gambar 2.16. Konverter arus ke tegangan 2.5.8 Integrator Rangkaian op amp biasa yang terakhir yang menjadi pertimbangan adalah integrator. Konfigurasi ini, diperlihatkan pada Gambar 2.17, terdiri dari sebuah resistor input dan kapasitor umpan balik. Dengan menggunakan analisis ideal kita dapat mejumlahkan arus pada summing point sebagai (2.37) yang dapat diselesaikan dengan mengintegrasikan keduanya sehingga respons rangkaian adalah (2.38) yang ini menunjukkan bahwa tegangan output berubah-ubah sebagai integral dari tegangan input dengan faktor skala 1/RC. Rangkaian ini digunakan dalam banyak kasus di mana dinginkan integrasi dari output transduser. Fungsi-fungsi lain juga dapat diimplementasikan, seperti sebuah tegangan ramp linier. Jika tegangan input adalah konstan, Vin = K, maka peersamaan (2.38) menjadi ‘11 20 Tranduser Ir. Eko Ihsanto, M.Eng Pusat Pengembangan Bahan Ajar Universitas Mercu Buana MK Transduser. Modul 2. Pengkondisian Sinyal (2.39) yang merupakan ramp linier, kemiringan negatif K/RC. Bebrapa mekanisme reset melalui pengosongan kapasitor harus diberikan karena jika tidak Vout akat naik sampai nilai saturasi output dan tetap pada keadaan itu. Gambar 2.17. Rangkaian integrator. Sebuah saklar dapat diletakkan seri dengan kapasitor untuk mereset integrator. 2.5.9 Linierisasi Op amp memberikan peranan divais yang sangat efektif untuk linierisasi peralatan. Secara umum, ini dicapai dengan menempatkan elemen nonlinier dalam loop umpan balik dari op amp sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 2.18. Penjumlahan arus memberikan bahwa (2.40) Dimana Vin R = tegangan input = tahanan input F(Vout) = perubahan nonlinier arus dengan tegangan Gambar 2.18. Amplifier nonlinier dibuat dengan menempatkan elemen nonlinier dalam umpan balik dari op amp. ‘11 21 Tranduser Ir. Eko Ihsanto, M.Eng Pusat Pengembangan Bahan Ajar Universitas Mercu Buana MK Transduser. Modul 2. Pengkondisian Sinyal Sekarang jika Persamaan (2.40) diselesaikan untuk Vout kita dapatkan (2.41) Di mana Jadi, sebagai sebuah contoh, jika sebuah dioda diletakkan dalam umpan balik seperti diperlihatkan pada Gambar 2.19, maka fungsi F(Vout) adalah eksponensial F(Vout) = Fo.exp(αVout) (2.42) Di mana F0 = konstanta amplitudo α = konstanta eksponensial Invers dari fungsi ini adalah logaritma dan Persamaan (2-40) demikian menjadi (2.43) yang merupakan sebuah amplifier logaritmik. Jenis umpan balik yeng berbeda dapat menghasilkan amplifier yang hanya meratakan variasi linier atau menyediakan operasi-operasi yang ditentukan seperti amplifier logaritmik. Gambar 2.19 Saat sebuah dioda ditempatkan pada umpan balik sebuah op amp, sebuah amplifier nonlinier dibentuk yang outputnya adalah proporsional dengan ln input. ‘11 22 Tranduser Ir. Eko Ihsanto, M.Eng Pusat Pengembangan Bahan Ajar Universitas Mercu Buana