KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji dan syukur

advertisement
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT serta
shalawat dan salam penulis sampaikan kepada Rasulullah SAW karena dengan rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul ”GANGGUAN
OBSESIF KOMPULSIF”.
Penulis menyadari sepenuhnya, dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
sempurna, tetapi penulis mencoba untuk memberikan yang terbaik dengan segala
keterbatasan yang penulis miliki. Terselesaikannya makalah ini tidak lepas dari bantuan
dan dorongan banyak pihak. Untuk itu dalam kesempatan kali ini, penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. dr. Suponco Eddi Wahyono, Sp. KJ, MARS selaku Pembimbing Medik yang telah
meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan saran, nasehat, dan semangat
untuk menyelesaikan makalah ini. Terima kasih penulis sampaikan, dengan segala
kerendahan hati, saya doakan semoga kebaikan dan bimbingan selama ini diterima oleh
Allah SWT dan semoga selalu dilimpahkan berkah, rahmat, dan hidayah-Nya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan makalah ini, kesalahan dan
kekurangan tidak dapat dihindari, baik dari segi materi maupun bahasa yang disajikan.
Oleh karena hal tersebut penulis memohon maaf atas segala kekurangan dan kekhilafan
yang tidak disengaja. Semoga makalah ini dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis dan
pembaca, dalam memberikan sumbangan dan perkembangan ilmu pengetahuan di dunia
kedokteran. Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan guna
memperoleh hasil yang lebih baik di dalam penyempurnaan makalah ini dari cara
penulisan hingga isi dan pembahasannya.
Subang, Mei 2015
Penulis
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Gangguan obsesif-kompulsif merupakan gangguan kepribadian cemas atau takut
yang ditandai oleh pola terjebak dengan keteraturan yang sangat kuat, perfeksionisme,
dan kontrol mental serta interpersonal dengan mengorbankan fleksibilitas, keterbukaan
dan efisiensi. Obsesif kompulsif ditandai dengan adanya obsesi dan kompulsi.
Menurut Durand & Barlow, 2005, dalam Intisari Psikiatri Abnormal, Obsesi adalah
pikiran-pikiran,
bayangan-bayangan
atau
dorongan-dorongan
intrusive
dan
kebanyakan tidak masuk akal yang dicoba ditolak atau dieliminasi oleh individu.
Sedangkan kompulsi adalah pikiran-pikiran atau tindakan-tindakan yang digunakan
untuk menekan obsesi dan membuat individu merasa lega. Gangguan obsesif
kompulsif dapat dianggap sebagai gangguan yang menyebabkan ketidakberdayaan,
karena obsesi dapat menghabiskan waktu dan menganggu rutinitas normal seseorang,
fungsi pekerjaan, aktivitas sosial yang biasanya, atau hubungan dengan teman atau
anggota keluarga.
Menurut APA & Taylor, gangguan obsesif-kompulsif dialami 2% sampai 3%
masyarakat umum pada suatu saat dalam kehidupan mereka. Menurut Skoog, suatu
studi di Swedia menemukan bahwa meskipun kebanyakan pasien OCD menunjukkan
perbaikan, banyak juga yang terus berlanjut mempunyai gejala gangguan hidup ini
sepanjang hidup mereka. DSM IV membuat diagnosis gangguan obsesif kompulsif
bila orang terganggu oleh obsesi atau kompulsi yang berulang, atau keduanya
sedemikian rupa sehingga menyebabkan distress yang nyata, memakan waktu lebih
dari satu jam dalam sehari, atau secara signifikan menganggu hal-hal rutin yang
normal, menganggu fungsi kerja atau sosial.
Menurut Jenike, et all, sebagaimana dikutip oleh Durand & Barlow (2006)
mengatakan bahwa obsesi yang paling banyak dijumpai dalam sampel 100 pasien
adalah kontaminasi (55%), impuls agresif (50%), seks (32%), ketakutan somatis
(35%), dan need for symmetry (37%). Enam puluh persen sampel memperlihatkan
obsesi multiple atau majemuk.
Oleh karena hal tersebut diatas, maka makalah ini bertujuan untuk memberi
tambahan pengetahuan mengenai Gangguan Obsesif-Kompulsif mulai dari definisi,
epidemiologi, etiologi, diagnosis, diagnosis banding, gejala klinis, penanganan, dan
2
prognosis. Disamping itu, makalah ini juga disusun untuk memenuhi tugas
kepaniteraan klinik kesehatan jiwa Rumah Sakit Umum Daerah Subang, periode 20
April 2015 – 22 Mei 2015, dengan memfokuskan pada salah satu topik klinis, yaitu
Gangguan Obsesif Kompulsif (OCD).
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Gangguan Obsesif kompulsif (Obsessive Compulsive Disorder) adalah gangguan
kecemasan yang ditandai oleh pikiran-pikiran obsesif yang persisten dan disertai
tindakan kompulsif.1 Kondisi dimana individu tidak mampu mengontrol dari pikiranpikirannya yang menjadi obsesi yang sebenarnya tidak diharapkannya dan mengulang
beberapa kali perbuatan tertentu untuk dapat mengontrol pikirannya tersebut untuk
menurunkan tingkat kecemasannya.2 Gangguan Obsesif-kompulsif membutuhkan
adanya obsesi atau kompulsi yang merupakan sumber gangguan atau kerusakan yang
signifikan dan bukan karena gangguan mental lainnya.3 Gangguan obsesif kompulsif
diklasifikasikan dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fourth
Edition, Text Revision (DSM-IV-TR) sebagai gangguan kecemasan.4
Obsesi adalah hal yang mengganggu, berulang, ide-ide yang tidak diinginkan,
pikiran, atau impuls yang sulit untuk diberhentikan meskipun mengganggu alam sadar
mereka. Kompulsi merupakan perilaku yang dilakukan berulang, baik yang dapat
diamati ataupun secara mental, yang dilakukan untuk mengurangi kecemasan yang
ditimbulkan oleh obsesi. Beberapa penelitian besar menemukan bahwa obsesi yang
tersering adalah pikirang tentang kontaminasi, dan kompulsi tersering adalah tindakan
“memeriksa” sesuatu. Namun, sebagian besar individu dengan gangguan ini memiliki
multipel obsesi dan kompulsi dari waktu ke waktu.5
Penderita mengetahui bahwa perbuatan dan pikirannya itu tidak masuk akal, tidak
pada tempatnya atau tidak sesuai dengan keadaan, tetapi ia tidak dapat
menghilangkannya dan juga ia tidak mengerti mengapa ia mempunyai dorongan yang
begitu kuat untuk berbuat dan berpikir demikian.2
B. EPIDEMIOLOGI
Setelah diyakini langka, gangguan obsesif kompulsif memiliki prevalensi seumur
hidup sebesar 2,5% dalam studi ECA (Epidemiological Catchment Area). Perkiraan
terbaru tentang prevalensi seumur hidup umumnya berada pada kisaran 1,7-4%. 4
Penelitian ECA menemukan bahwa gangguan Obsesif Kompulsif adalah gangguan
4
kejiwaan yang tersering keempat (setelah fobia, gangguan penggunaan narkoba dan
gangguan depresif mayor).5
Diperkirakan bahwa sekitar 1 dari 100 orang dewasa atau antara 2 hingga 3 juta
orang dewasa di Amerika Serikat saat ini menderita gangguan Obsesif Kompulsif. Ini
kira-kira adalah jumlah yang sama orang yang tinggal di kota Houston, Texas. Ada
juga setidaknya 1 dari 200.000 atau 500.000 anak-anak dan remaja yang menderita
gangguan Obsesif Kompulsif. Ini adalah jumlah yang sama dengan anak-anak yang
menderita diabetes. Itu berarti ada empat atau lima anak dengan gangguan Obsesif
Kompulsif kemungkinan terdaftar di setiap sekolah dasar. Mulai dari sekolah
menengah sedang sampai atas, mungkin ada 20 siswa yang sedang berjuang dengan
tantangan yang disebabkan oleh Gangguan Obsesif Kompulsif. Gangguan Obsesif
kompulsif menyerang laki-laki, perempuan dan anak-anak dari semua ras dan latar
belakang yang sama.6 Umur rata-rata onset dari gangguan obsesif kompulsif berkisar
22 sampai 36 tahun, dengan hanya sekitar 15% dari pasien yang menderita berumur
lebih dari 35 tahun.8 Dalam studi ECA, tingkat prevalensi gangguan obsesif-kompulsif
menunjukkan angka kejadian lebih tinggi pada wanita dibandingkan dengan pria.3
Pada beberapa pasien, gangguan ini dimulai pada masa pubertas atau sebelumnya,
timbulnya gangguan obsesif-kompulsif saat remaja umumnya terjadi pada laki-laki.
Pasien lain dapat memiliki onset dikemudian hari, misalnya, setelah kehamilan,
keguguran, atau selama proses melahirkan. Biasanya pasien dengan gangguan obsesif
kompulsif mengunjungi 3 sampai 4 dokter dan menghabiskan waktu lebih dari 9 tahun
untuk mencari pengobatan sebelum akhirnya didiagnosis dengan benar.8 Pasien juga
mungkin merasa malu untuk mengunjungi seorang dokter, atau mungkin tidak
menyadari bahwa bantuan tersedia, sehingga jeda waktu dari onset gejala menuju ke
diagnosis yang benar adalah 17 tahun.7
C.
ETIOLOGI
1. Aspek Biologis
a. Neurotransmitter
Sistem serotoninergik
Banyak penelitian yang dilakukan untuk mendukung hipotesis tentang terlibatnya
disregulasi serotonin terhadap munculnya gejala obsesi dan kompulsif pada
penyakit ini. Banyak data yang menunjukkan bahwa obat serotonergik lebih efektif
dibandingkan dengan obat lain yang juga mempengaruhi sistem neurotransmitter,
tetapi apakah serotonin terlibat sebagai penyebab terjadinya gangguan obsesif
kompulsif masih belum jelas. Fungsi serotonin di otak ditentukan oleh lokasi
5
sistem proyeksinya. Proyeksi pada konteks frontal diperlukan untuk pengaturan
mood, proyeksi pada ganglia basalis bertanggung jawab pada gangguan obsesi
kompulsi.9
Sistem Noradrenergik
Bukti saat ini masih kurang tentang adanya disfungsi sistem noradrenergik
dalam terjadinya gangguan obsesif kompulsif.3
b. Sistem Neuroimunologi
Beberapa pakar berpendapat bahwa ada hubungan positif antara infeksi
streptokokus dan gangguan obsesif kompulsif. Infeksi Streptokokus β-Hemolitikus
grup A dapat menyebabkan demam rematik, dan sekitar 10-30% pasien juga
mengalami Syndenham’s chorea dan Gangguan Obsesif Kompulsif.9 Genetik juga
diduga berpengaruh untuk terjadinya gangguan obsesif – kompulsif dimana
ditemukan perbedaan yang bermakna antara kembar monozigot dan dizigot.11
2. Psikologis
Gangguan obsesif kompulsif menyetarakan pikiran dengan tindakan atau
aktifitas tertentu yang dipresentasikan oleh pikiran tersebut. Ini disebut “thoughtaction fusion” (fusi pikiran dan tindakan). Fusi antara pikiran dan tindakan ini
dapat disebabkan oleh sikap-sikap tanggung jawab yang berlebih-lebihan yang
menyebabkan timbulnya rasa bersalah seperti yang berkembang selama masa
kanak-kanak, dimana pikiran jahat diasosiasikan dengan niat jahat.10
3. Faktor Psikososial
Gangguan obsesif-kompulsif bisa disebabkan karena regresi dari fase anal
dalam perkembangannya. Mekanisme pertahanan psikologis mungkin memegang
peranan pada beberapa manifestasi pada gangguan obsesif-kompulsif. Regresi
perasaan marah terhadap seseorang mungkin menjadi alasan timbulnya pikiran
berulang untuk menyakiti orang tersebut. Mekanisme pertahanan psikologis
mungkin memegang peranan pada beberapa manifestasi gangguan obsesif –
kompulsif. Regresi perasaan marah terhadap seseorang mungkin menjadi alasan
timbulnya pikiran berulang untuk menyakiti orang tersebut.10,11
D. GEJALA KLINIS
Gejala dari Obsesif Kompulsif ditandai dengan pengulangan pikiran dan tindakan
sedikitnya 4 kali untuk satu kompulsi dalam sehari dan berlangsung selama 1 sampai 2
minggu selanjutnya. Gejala utama obsesif-kompulsif harus memenuhi kriteria sebagai
berikut: 9,10
1
Perilaku dan pikiran yang muncul tersebut disadari sepenuhnya oleh individu atau
didasarkan pada impuls dalam dirinya sendiri. Individu juga menyadari bahwa
6
perilakunya itu tidak rasional, namun tetap dilakukan untuk mengurangi
kecemasan.12
4. Beberapa perilaku yang muncul disadari oleh oleh individu dan berusaha melawan
kebiasaan dan pikiran-pikiran rasa cemas tersebut sekuat tenaga, namun tidak
berhasil
5. Pikiran dan tindakan tersebut tidak memberikan perasaan lega, rasa puas atau
kesenangan, melainkan disebabkan oleh rasa khawatir secara berlebihan dan
mengurangi stres yang dirasakannya.
6. Obsesi (pikiran) dan kompulsi (perilaku) sifatnya berulang-ulang secara terusmenerus dalam beberapa kali setiap harinya.
Individu yang beresiko mengalami gangguan obsesif-kompulsif adalah; 12

Individu yang mengalami permasalahan dalam keluarga dari broken home,
kesalahan atau kehilangan masa kanak-kanaknya. (teori ini masih dianggap lemah

namun masih dapat diperhitungkan).
Faktor neurobiologi dapat berupa kerusakan pada lobus frontalis, ganglia basalis

dan singulum.
Individu yang memilki intensitas stressyang tinggi - Riwayat gangguan kecemasan
- Depresi - Individu yang mengalami gangguan seksual.
7
Tabel 1. Klasifikasi Obsesi dan Kompulsif 11
E.
DIAGNOSIS
Diagnosis gangguan kobsesif kompulsif didasarkan pada gambaran klinisnya. Tidak
seperti pasien psikotik, pasien dengan gangguan obsesif kompulsif biasanya
menunjukkan wawasan dan menyadari bahwa perilaku mereka tidak normal atau tidak
logis.8
8
Sebagai bagian dari kriteria diagnostik untuk Gangguan Obsesif Kompulsif,
Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fourth Edition, Text Revision
(DSM-IV-TR) memberikan kemudahan bagi para klinisi untuk mendiagnosis
gangguan obsesif kompulsif pada pasien yang umumnya tidak sadar akan obsesi

berlebihan dan kompulsinya.9
Kriteria obsesif menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders,
Fourth Edition, Text Revision (DSM-IV-TR) harus memenuhi 4 kriteria dibawah ini.

Pikiran berulang dan terus-menerus, impuls, atau gambaran yang dialami di
beberapa waktu selama gangguan yang bersifat mengganggu dan tidak sesuai dan
menyebabkan kecemasan dan penderitaan. Orang dengan gangguan ini menyadari
kualitas patologis dari pikiran-pikiran yang tidak diinginkan ini (seperti ketakutan
untuk menyakiti anak-anak mereka) dan tidak akan terjadi pada mereka, tetapi
pikiran ini sangat mengganggu dan sulit untuk berdiskusi dengan orang lain.

Pikiran, impuls, atau gambar tidak hanya kekhawatiran yang berlebihan tentang
masalah kehidupan nyata.

Pasien mencoba untuk menekan atau mengabaikan pikiran seperti itu atau untuk
menetralisirnya dengan beberapa pemikiran lain atau tindakan.

Orang tersebut mengakui bahwa pikiran obsesional, impuls, atau gambaran adalah
produk dari pikiran sendiri (tidak dipaksakan dari luar, seperti dalam penyisipan
pikiran).

Kriteria Kompulsif menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders,
Fourth Edition, Text Revision (DSM-IV-TR) harus memenuhi 2 kriteria dibawah ini.

Individu melakukan perilaku berulang (misalnya, mencuci tangan, pemesanan,
memeriksa) atau tindakan mental (misalnya, berdoa, menghitung, mengulang katakata diam-diam) dalam menanggapi sebuah obsesi atau menurut aturan yang harus
diterapkan secara kaku. Perilaku tersebut bukan akibat efek fisiologis langsung dari
suatu zat atau kondisi medis umum.

Perilaku atau tindakan mental ditujukan untuk mencegah atau mengurangi
gangguan atau mencegah suatu peristiwa atau situasi yang dicemaskan. Namun,
perilaku atau tindakan mental yang dilakukan baik tidak terhubung pada cara yang
realistis dengan apa yang mereka buat untuk mentralisir atau cegah atau jelas
berlebihan.
9

Pada beberapa poin selama gangguan, pasien mengakui bahwa obsesi atau kompulsi
itu berlebihan atau tidak masuk akal (walaupun ini tidak berlaku untuk anak-anak).

Obsesi atau kompulsi itu menimbulkan penderitaan, yang memakan waktu
(berlangsung >1 jam/hari), atau secara signifikan mengganggu rutinitas normal
seseorang, fungsi pekerjaan atau akademis, atau kegiatan sosial biasanya atau
hubungan dengan orang lain.

Jika gangguan Axis I lainnya muncul, isi dari obsesi atau kompulsi tersebut tidak
terbatas pada itu saja.

Gangguan ini tidak terjadi karena pengaruh langsung zat psikotik atau kondisi medis
tertentu.

Spesifikasi tambahan "dengan tilikan rendah" dibuat bagi seorang dengan gangguan
obsesif kompulsif jika, untuk dalam suatu jangka waktu episode, orang tersebut tidak
mengenali bahwa gejala itu berlebihan atau tidak masuk akal.
Menurut PPDGJ-III untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala-gejala obsesif atau
tindakan kompulsif, atau kedua-duanya harus ada hampir setiap hari selama
sedikitnya dua minggu berturut-turut. Hal tersebut merupakan sumber penderitaan
(distress) atau mengganggu aktivitas penderita. Gejala-gejala obsesif harus
mencakup hal-hal berikut:15
a. Harus disadari sebagai pikiran atau impuls diri sendiri.
b. Setidaknya ada satu pikiran atau tindakan yang tidak berhasil dilawan, meskipun
ada lainnya yang tidak lagi dilawan oleh penderita.
c. Pikiran untuk melakukan tindakan tersebut diatas bukan merupakan hal yang
memberi kepuasan atau kesenangan (sekedar perasaan lega dari ketegangan atau
anxietas, tidak dianggap sebagai kesenangan seperti dimaksud diatas).
d. Gagasan, bayangan pikiran, atau impuls tersebut harus merupakan pengulangan
yang tidak menyenangkan.
Ada kaitan erat antara gejala obsesif, terutama pikiran obsesif dengan depresi.
Penderita gangguan obsesif kompulsif sering kali juga menunjukan gejala depresi dan
sebaliknya penderita gangguan depresi berulang dapat menunjukkan pikiran-pikiran
obsesif selama episode depresinya. Dalam berbagai situasi dari kedua hal tersebut,
meningkat atau menurunnya gejala depresi umumnya diikuti secara paralel dengan
perubahan gejala obsesif.15
10
Diagnosis gangguan obsesif kompulsif ditegakkan hanya bila tidak ada gangguan
depresi pada saat gejala obsesif kompulsif tersebut timbul. Bila dari keduanya tidak ada
yang menonjol, maka lebih baik menganggap depresi sebagai diagnosis yang primer.
Pada gangguan menahun, maka prioritas diberikan pada gejala yang paling bertahan
saat gejala yang lain menghilang.15
Meskipun pikiran obsesional dan tindakan kompulsif lazimnya terjadi bersama-sama,
akan bermanfaat jika kita dapat menentukan gejala mana yang lebih dominan pada
beberapa individu, karena keadaannya mungkin akan responsif terhadap pengobatan
yang berlainan.
1. Predominan Pikiran Obsesional atau Pengulangan (F42.0)
Keadaan ini dapat berupa gagasan, bayangan mental (mental images) atau
dorongan untuk berbuat. Meskipun isi pikiran tersebut berbeda-beda, tetapi
umumnya hampir selalu menyebabkan distres. Kadang-kadang berupa pikirapikiran yang tidak ada habisnya untuk dipertimbangkan. Ketidakmampuan untuk
mengambil keputusan atas berbagai alternatif tersebut merupakan unsur penting
dalam banyak pengulangan obsesional lainnya dan sering kali disertai
ketidakmampuan untuk mengambil keputusan mengenai hal-hal kecil tetapi perlu
dalam kehidupan sehari-hari.
2. Predominan Tindakan Kompulsif [Obsessional Ritual] (F42.1)
Mayoritas tindakan kompulsif berkaitan dengan kebersihan (khususnya
mencuci tangan), memeriksa berulang untuk menyakinkan bahwa suatu situasi
yang dianggapnya berpotensi bahaya tidak dibiarkan terjadi, atau masalah kerapian
dan keteraturan. Perilaku ini dilandasi perasan takut terhadap bahaya yang
mengancam dirinya atau yang bersumber dari dirinya, dan tindakan ritual yang
dilakukan merupakan ikhtiar simbolik atau sia-sia untuk menghindari bahaya
tersebut. Tindakan ritual kompulsif tersebut bisa menyita banyak waktu sampai
beberapa jam setiap hari dan kadang-kadang disertai ketidakmampuan mengambil
keputusan dan kelambanan yang mencolok.
3. Campuran Tindakan dan Pikiran Obsesional (F42.2)
Kebanyakan dari pasien obsesif-kompulsif memperlihatkan unsur dari baik
pikiran yang obsesional maupun tindakan (perbuatan) yang kompulsif. Subkategori
ini harus digunakan bilamana keduanya secara seimbang sama menonjol, yang
sering kali memang demikian, tetapi kalau salah satu memang jelas lebih dominan,
sebaiknya ditanyakan dalam satu kategori yang lebih spesifik, karena pikiran dan
tindakan dapat menunjukkan respon yang berbeda terhadap pengobatan yang
berbeda.
11
4. Gangguan Obsesif-Kompulsif Lainnya (F42.8)
5. Gangguan Obsesif-Kompulsif YTT (F42.9)
F. DIAGNOSIS BANDING
Untuk membedakan gangguan obsesif-kompulsif dengan gangguan depresif
mungkin sulit, karena gejala-gejala dari kedua jenis tersebut sering kali terjadi
bersamaan. Dalam suatu episode akut dari gangguan, maka harus diutamakan gejalagejala yang timbul lebih dahulu; apabila kedua jenis ada tetapi tidak ada yang
menonjol, maka biasanya yang terbaik adalah untuk menganggap depresi sebagai
diagnosis yang primer. Pada gangguan yang kronis, maka prioritas diberikan pada
gejala yang paling sering bertahan saat gejala yang lain menghilang.15
G. PENANGANAN
1. Psikoterapi
Penanganan psikoterapi untuk gangguan obsesif kompulsif umumnya diberikan
hampir sama dengan gangguan kecemasan lainnya. Psikoterapi suportif jelas memiliki
bagiannya, khususnya untuk pasien gangguan bosesif kompulsif yang walaupun
gejalanya memiliki berbagai derajat keparahan adalah mampu untuk bekerja dan
membuat penysuaian sosial.9,10 Tujuan Psikoterapi Suportif adalah:2
1 Menguatkan daya than mental yang ada
7. Mengembangkan mekanisme yang baru dan yang lebih
baik
untuk
mempertahankan kontrol diri
8. Mengembalikan keseimbangan adaptif
Cara-cara psikoterapi suportif antara lain sebagai berikut:2
1 Ventilasi atau (psiko) kataris
9. Persuasi atau bujukan
10. Sugesti
11. Penjaminan kembali (reassurance)
12. Bimbingan dan penyuluhan
13. Terapi kerja
14. Hipno-terapi dan narkoterapi
15. Psikoterapi kelompok
16. Terapi perilaku
Ada beberapa faktor gangguan obsesif kompulsif sangat sulit untuk disembuhkan,
penderita gangguan obsesif
(penyimpangan
perilaku)
kompulsif kesulitan mengidentifikasi kesalahan
dalam
mempersepsi
tindakannya
sebagai
bentuk
penyimpangan perilaku yang tidak normal. Individu beranggapan bahwa ia normalnormal saja walaupun perilakunya itu diketahui pasti sangat menganggunya. Baginya,
perilaku kompulsif tidak salah dengan perilakunya tapi bertujuan untuk memastikan
segala sesuatunya berjalan dengan baik-baik saja. Faktor lain adalah kesalahan dalam
12
penyampaian informasi mengenai kondisi yang dialami oleh individu oleh praktisi
secara tidak tepat dapat membuat individu merasa enggan untuk mengikuti terapi. 9
2. Psikofarmaka
Obat-obat Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI) bekerja terutama pada
terminal akson presinaptik dengan menghambat ambilan kembali serotonin.
Penghambatan ambilan kembali serotonin diakibatkan oleh ikatan obat (misalnya:
fluoxetine) pada transporter ambilan kembali yang spesifik, sehinggga tidak ada lagi
neurotransmitter serotonin yang dapat berkaitan dengan transporter. Hal tersebut akan
menyebabkan serotonin bertahan lebih lama di celah sinaps. Pengguanaan Selective
Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI) terutama ditujukan untuk memperbaiki perilaku
stereotipik, perilaku melukai diri sendiri, resisten terhadap perubahan hal-hal rutin, dan
ritual obsesif dengan ansietas yang tinggi. Salah satu alasan utama pemilihan obat-obat
penghambat reuptake serotonin yang selektif adalah kemampuan terapi. Efek samping
yang dapat terjadi akibat pemberian fluexetine adalah nausea, disfungsi seksual, nyeri
kepala, dan mulut kering. Toleransi SSRI yang relatif baik disebabkan oleh karena
sifat selektivitasnya. Obat SSRI tidak banyak berinteraksi dengan reseptor
neurotransmitter lainnya. Tindakan terapi ditujukan untuk mengatasi gejala-gejala
disruptif, dan dimulai dengan fluexetine dosis 10 mg/hari dengan pengamatan.
Perbaikan paling nyata dijumpai pada gangguan obsesif dan gejala cemas.13,14
Trisiklik (Tricyclics)
Obat jenis trisiklik berupa clomipramine (Anafranil). Trisiklik merupakan obat-obatan
lama dibandingkan SSRIs dan bekerja sama baiknya dengan SSRIs. Pemberian obat
ini dimulai dengan dosis rendah. Beberapa efek pemberian jenis obat ini adalah
peningkatan berat badan, mulut kering, pusing dan perasaan mengantuk.13
Monoamine oxidase inhibitors (MAOIs).
Jenis obat ini adalah phenelzine (Nardil), tranylcypromine (Parnate) dan isocarboxazid
(Marplan).Pemberian MAOIs harus diikuti pantangan makanan yang berkeju atau
anggur merah, penggunaan pil KB, obat penghilang rasa sakit (seperti Advil, Motrin,
Tylenol), obat alergi dan jenis suplemen. Kontradiksi dengan MOAIs dapat
H.
mengakibatkan tekanan darah tinggi.13
PROGNOSIS
Suatu prognosis yang buruk dinyatakan oleh mengolah (bukannya menahan) pada
kompulsi, onset pada masa anak-anak, kompulsi yang aneh perlu perawatan di rumah
sakit, gangguan depresi berat yang menyertai, kepercayaan, waham, adanya gagasan
yang terlalu dipegang (overvalued) yaitu penerimaan obsesi dan kompulsi dan adanya
13
gangguan keperibadian. Prognosis yang baik ditandai oleh penyesuaian sosial dan
pekerjaan yang baik, adanya peristiwa pencetus, dan suatu sifat gejala yang episodik.9
BAB III
KESIMPULAN
Gangguan obsesif kompulsif adalah gangguan cemas, dimana pikiran seseorang
dipenuhi oleh gagasan-gagasan yang menetap dan tidak terkontrol, dan ia dipaksa untuk
melakukan tindakan tertentu berulang-ulang, sehingga menimbulkan stress dan
mengganggu fungsinya dalam kehidupan sehari-hari. Prevalensi penderita gangguan ini
adalah sekitar 2-3% dari populasi, dengan jumlah penderita perempuan lebih banyak
daripada laki-laki. Penyebab gangguan obsesif kompulsif antara lain dipengaruhi oleh
aspek biologis, psikologis, dan aspek sosial.2
Untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala-gejala obsesif atau tindakan kompulsif,
atau kedua-duanya harus ada hampir setiap hari selama sedikitnya dua minggu berturut14
turut. Diagnosis gangguan obsesif kompulsif ditegakkan hanya bila tidak ada gangguan
depresi pada saat gejala obsesif kompulsif tersebut timbul. Bila dari keduanya tidak ada
yang menonjol, maka lebih baik menganggap depresi sebagai diagnosis yang primer. Pada
gangguan menahun, maka prioritas diberikan pada gejala yang paling bertahan saat gejala
yang lain menghilang.9
Gejala dari Obsesif Kompulsif ditandai dengan pengulangan pikiran dan tindakan
sedikitnya 4 kali untuk satu kompulsi dalam sehari dan berlangsung selama 1 sampai 2
minggu selanjutnya. Penanganan pasien dengan gangguan obsesif kompulsif dapat berupa
psikoterapi dan psikofarmakologi. Prognosis pasien gangguan obsesif kompulsif dapat baik
dan buruk. Prognosis buruk bila terjadi pada usia anak-anak, terdapat depresi berat serta
adanya kepercayaan waham. Sedangkan baik bila penyesuian sosial dan pekerjaan yang
baik, adanya peristiwa pencetus, dan suatu sifat gejala yang episodik. 10
DAFTAR PUSTAKA
1. Ko
Soo
Meng.
Obsessive
Compulsive
Disorder.
2006.
Available
from:
www.med.nus.edu.sg/pcm/book/14.pdf.
2. Maramis WF. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University
Press.2009.h 290-6.
3. Benjamin J, Virginia A. Kaplan & Sadock's Comprehensive Textbook of Psychiatry.
Seventh Edition. Lippincott Williams & Wilkins Publishers. 2000. p 2569-2580.
4. William M Greenberg. Obsessive Compulsive Disorder. [ updated 2011 December 29;
cited
2012
January
25].
Available
from
:
http://emedicine.medscape.com/article/1934139-overview
5. Jerald Kay, Allan Tasman. Obsessive Compulsive Disorder. Wiley Essential Of
Psychiatry.British Library Cataloguing. 2006.
15
6. S. Wilhelm, G. S. Steketee’s. “Cognitive Therapy for Obsessive- Compulsive
Disorder: A Guide for Professionals”.2006. Available from : www.newharbinger.com
7. D J Stein. Obsessive Compulsive Disorder. The Lancet. Vol 360. USA: Lancet
Publshing Group.2002. p 397-405.
8. Michael A J. Obsessive Compulsive Disorder. The new england journal of medicine.
Inggris : Department of Psychiatry, Massa- chusetts General Hospital. 2004.
9. Sadock VA. Kaplan dan Sadock Synopsis Sciences/ Clinical. Tenth Edition. New York:
Lippincott Williams dan Wilkins. 2007. p 604
10. Kaplan, Harold I MD,dkk. Gangguan Obsesif Kompulsif. Ilmu pengetahuan perilaku
psikiatri klinis, Jilid 2, edisi Ketujuh, Hal 40-41
11. Sa’adi Y. PSIKOLOGI ABNORMAL Obsesif Kompulsif. Madiun : Fakultas Ilmu
Pendidikan IKIP PGRI. 2010.
12. Novedica.
Obsessive
Compulsive
Disorder.
2010.
Available
from:
http://noel4.student.umm.ac.id/2010/09/23/obsessive-compulsive-disorder-ocd/
13. Maslim Rusdi. Panduan Praktis Penggunaan Obat Psikotropik. Edisi Ketiga. Jakarta:
PT Nuh Jaya ; 2000. P.47-51
14. Laurenc B, Keith P, Donald B, Iain B. Pharmacotherapy of Asthma. Goodman &
Gilman’s Manual of Pharmacology and Therapeutics. United States of America : The
McGraw-Hills Company. 2008. p 286-295
15. Maslim R. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III.
Jakarta: PT Nuh Jaya;2001.p.76-77.
MAKALAH
GANGGUAN OBSESIF KOMPULSIF
NAMA PEMBIMBING :
dr. Suponco Eddi W, Sp.KJ, MARS
16
DISUSUN OLEH
Azisah Soraya Azis (1102010044)
Bertahriyanti (1102010047)
Dewi Ratna Sari (1102010072)
Muthia Ayu Aztari (1102010190)
Nidya Febrina (1102010206)
BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA
RSUD SUBANG
PERIODE 20 APRIL 2015 – 22 MEI 2015
17
Download