BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Semakin disadari

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Semakin disadari dewasa ini sumber daya pesisir dan laut merupakan
kekayaan alam yang tidak ternilai harganya, disamping tidak semua negara
memilikinya, juga tidak mampu untuk mengelolakannya serta tidak juga dijadikan
sebagai sumbermata pencaharian utama bagi masyarakatnya. Begitu juga Indonesia
yang terkenal sebagai negara maritim belum bisa untuk mengelola sumberdaya
pesisirnya dengan baik. Sementara Sumatera Utara menurut data dari Bappeda
Sumatera utara, memiliki garis pantai sepanjang 545 Km di kawasan pantai timur.
Kawasan ini memiliki potensi lestari beberapa jenis ikan diperairan pantai timur
terdiri dari : ikan pelagis 126.500 ton/tahun, ikan demersal 110.000 ton/tahun, ikan
karang 6.800 ton/tahun dan udang 20.000 ton/tahun. Wilayah pesisir timur terdiri
dari 7 Kabupaten/Kota, yaitu: Kabupaten Langkat, Kota Medan, Kota Tanjung
Balai, Kabupaten Asahan, Kabupaten Labuhan Batu, Kabupaten Deli Serdang dan
Kabupaten Serdang Bedagai. Luas wilayah kecamatan pesisir dibagian timur
Sumatra utara adalah 43.133.44 km² yang terdiri dari 35 kecamatan pesisir dengan
jumlah desa sebanyak 436 desa. Dipantai timur Sumatra Utara hanya terdapat 6
(enam) pulau-pulau kecil. (Bappede Sumatra utara dan PKSPLIPB, 2002)
Adapun wilayah pesisir didefenisikan sebagai wilayah peralihan antara
ekosistem darat dan laut yang saling berinteraksi, dimana kearah laut 12 mil dari
garis pantai dan sepertiga dari wilayah laut untuk Kabupaten/kota kearah darat
hingga batas administrasi Kabupaten/kota (Kepmen DKP No. 10/Men/2003).
Universitas Sumatera Utara
Potensi-potensi yang ada diwilayah pesisir laut dan cukup beragam dan
masih terbuka peluangnya untuk dikembangkan namun harus dipertimbangkan
pembangunan yang berwawasan lingkungan atau sustainable development.
Eksplorasi dan eksploitasi secara besar-besaran dengan tanpa mempertimbangkan
daya dukung atau kapasitas keberlanjutan (potensi lestari) dari ekosistem pesisir dan
laut dalam pengelolaan pesisir dan laut mengakibatkan degradasi kapasitas sumber
daya pesisir dan lautan, baik pemanfaatannya dari sisi ekonomi, keamanan terhadap
bencana alam maupun kelestarian lingkungan.
Untuk
mencapai tujuan yang diharapkan pemerintah Indonesia bekerja sama dengan Asian
Development Bank mengembangkan proyek pengelolaan sumber daya pesisir dan
laut (Marine and Coastal Resources management projeck) melalui pendekatn
pengelolaan wilayah pesisir terpadu dan menerapkan kegiatan-kegiatan kongkrit
yang berbasis masyarakat didaerah yang menjadi prioritas.
Alicodra (2005) menyebutkan, bahwa kebijakan pengelolaan kawasan pesisir
secara terpadu, mencangkup pemanfaatan dan penguasaan sumberdaya pesisir.
Pemanfaatan sumberdaya pesisir meliputi sumberdaya alam hayati dan non hayati.
Jasa-jasa lingkungan pesisir/sumber daya binaan atau buatan, dan tanah-tanah
timbul. Dalam hal penguasaan sumberdaya pesisir, harus dilaksanakan berdasarkan
peraturan perundangan yang berlakunya hak ulayat dan masyarakat adat, hak
pengelolaan perairan, dan berdasarkan kebiasaan serta hukum adat setempat.
Potensi wilayah pesisir Timur dan Barat Sumatra Utara sampai saat ini
belum dikelola secara optimal, dimana pengelolaan yang telah dilakukan selama ini
masih bersifat eksploitatif, sektioral dan tumpang tindih. Oleh karena itu dalam
jangka menengah dan jangka panjang perlu dilakukan re-orientasi kebijaksanaan
Universitas Sumatera Utara
dalam mengelola dan pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir. Penyusunan rencana
Strategis, Rencana Aksi, Rencana Pengelolaan dan Rencana Zonasi adalah sebagai
salah satu dokumen perencanaan wilayah pesisir merupakan tahap awal dan
reorientasi pengelolaan kawasan pesisir dan laut. Rencana yang tersusun merupakan
acuaan dalam pendayagunaan dan pengelolaan kawasan pesisir yang berkelanjutan
(Sustainaible). Sehingga diperlukan untuk menciptakan suatu kondisi yang dapat
memfasilitasi kegiatan pembangunan masyarakat dan peninggkatan kinerja
pemerintah serta demi meningkatnya kesejahteraan masyarakat dengan tetap
melestarikan sumberdaya pesisir.
Dengan memandang bahwa pengelolan kawasaan pesisir dan laut disuatu
wilayah merupakan bagiaan yang terintegrasi dengan kawasaan pesisir dan lautan
nasional,
maka
Propinsi/Kabupaten/kota
juga
mempunyai
peranan
dalam
pengelolaan kawasaan pesisir dan laut guna memanfaatkannya secara optimal dan
berkesinambungan dengan adanya pemeliharaan yang tepat sasaran. Kewenangan
yang dimiliki oleh daerah sebagai mana dalam Undang-undang No.32 tahun 2004
yaitu propinsi sebesar 12 mil dari garis pantai, sedangkan Kabupaten/Kota sepertiga
dari wilayah propinsi atau sebesar 4 mil dari garis pantai, maka akan dilakukan
penelitiaan pengelolaan pesisir dan laut di Desa Silo Baru, Kecamatan Air Joman,
Kabupaten Asahan yang mana penelitiaan ini akan memfokuskan pada upaya
pemanfaatan potensi sumberdaya pesisir dan laut yang telah dilakukan,
permasalahan-permasalahan yang ada serta strategi kebijakan yang dilakukan dalam
menompang dan menggerakkan perekonomiaan di Desa Silo Baru Kabupaten
Ashan.
Universitas Sumatera Utara
2. PERUMUSAN MASALAH
Indonesia merupakan salah satu Negara yang mempunyai sumberdaya pesisir
dan laut serta keanekaragaman hayati laut tropis yang terkaya didunia. Akan tetapi
pemanfaatan kekayaan alam itu untuk pertumbuhan ekonomi, ekologi dan sosial,
tetapi permasalahaan ini mengalami tekanan over eksploitasi yang semakin berat.
Sehingga laju degradasi sumberdaya kelautan telah mencapai tingkat yang
mengkhawatirkan yang menimbulkan kerusakan hutan mangrove dan terumbu
karang, kekurangan stok ikan dan kepunahan berbagai keanekaragaman hayati laut
di Indonesia. Untuk mengatasi permasalahan tersebut tentunya perlu dicarikan
penyelesaian yaitu pengelolaan kawasaan pesisir dan laut yang berkesinambungan
dan berkelanjutan. Adapun yang menjadi perumusan masalah penelitian ini adalah :
1. Apa-apa saja pengelolaan kawasaan pesisir dan laut yang ada di Desa Silo
Baru, Kecamatan Air Joman Kabupaten Asahan?
2. Sejauh mana permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan kawasaan
pesisir dan laut yang berkelanjutan.
3. Sejauh mana strategi pengelolaan kawasan pesisir dan laut dalam
meningkatkan pendapatan masyarakat.
3. LOKASI PENELITIAAN.
Adapun yang menjadi lokasi peneliaan ini mencangkup wilayah administrasi
Kabupaten Asahan yaitu Desa Silo Baru Kecamatan Air Joman. Adapun yang
menjadi alasan peneliti
memilih tempat ini adalah karena Desa Silo Baru
Universitas Sumatera Utara
merupakan wilayah di pesisir laut Sumatera utara yang mana daerah kawasaan
pesisir dan laut masih banyak yang belum mendapat perhatian dalam pengelolaan
kawasaan pesisir dan laut yang bekembang selama ini.
4. TUJUAAN PENELITIAAN DAN MANFAAT PENELITIAAN
Adapun tujuaan penelitiaan ini adalah untuk menganalisa kebijakaan dalam
pengelolaan kawasaaan pesisir dan laut desa Silo Baru, Kecamatan Air Joman,
Kabupaten Asahan, serta penelitiaan ini nantinya dapat menjadi bahan acuaan dari
pemerintah dalam menyusun kebijakan yang efektif dalam pengelolaan kawasaan
pesisir yang berbasiskan masyarakat demi terciptanya masyarakat yang sejahtera.
Manfaat penelitiaan ada dua yaitu manfaat ilmiah dan manfaat praktis.
Secara ilmiah penelitiaan ini nantinya dapat memperkaya kepustakaan mengenai
pengelolaan kawasaan pesisir dan laut secara berkesianmbungan. Sementara
maanfaat praktis dari penelitiaan ini adalah :
1. Hasil penelitiaan ini
nantinya dapat mengidentifikasikan kebijakan,
permasalahan serta langkah-langkah apa yang diperlukan dalam pengelolaan
kawasaan pesisir dan laut desa Silo Baru, Kecamatan Air Joman, Kabupaten
Asahan maupun di tempat lain nantinya.
2. hasil penelitian ini dapat memberikan masukan bagi pemerintah dan
masyarakat dalam mengelola kawasaan pesisir dan laut yang berkelanjutan.
3. dan hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan berupa pemikiran yang
berkenan dalam pengelolaan kawasan pesisir dan laut yang berkelanjutan.
5. TINJAUAN PUSTAKA
Universitas Sumatera Utara
Perariran pesisir adalah daerah pertemuaan darat dan laut, dengan batas darat
dapat meliputi bagiaan daratan, baik kering maupun terendam air yang masih
mendapat pengarauh sifat-sifat air laut, seperti pasang surut, dan instrusi air laut.
Kearah laut, pearairan pesisir mencangkup bagian batas terluar dari daerah paparan
benua yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi didarat, seperti
sedimentasi dan aliran air tawar.
Defenisi wilayah seperti diatas memberikan suatu pengertiaan bahwa
ekosistem perairan pesisir merupakan ekosisitem yang dinamis dan mempunyai
kekayaan habitat yang beragam, didarat maupun di laut serta salingberinteraksi.
Selain mempunyai potensi yang besar wilayah pesisir juga merupakan ekosisitem
yang mudah terkena dampak kegiatan manusia. Umumnya kegiatan pembangunan
secara langsung maupun tidak langsung berdampak merugikan terhadap ekosisitem
perairan pesisir (Dahuri, 1996).
Menurut Dahuri (1996) hingga saat ini masih belum ada defenisi wilayah
pesisir yang baku yang digunakan dalam menjeleskan apa itu wilayah pesisir.
Namun demikian, terdapat kesepakatan umum didunia bahwa wilayah pesisir adalah
suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan. Apabila ditinjau dari garis pantai
(coast line), maka wilayah pesisir mempunyai dua macam batas yaitu batas yang
sejajar garis pantai (long shore) dan batas yang tegak lurus garis pantai (cross
shore). Untuk kepentingan pengelolaan, btas kearah darat suatu wilayah pesisir
ditetapkan dalam dua macam yaitu wilayah perencanaan (planning zone) dan batas
untuk wilayah pengaturan atau pengelolaan kesehariaan. Batas wilayah perencanaan
sebaiknya meliputi seluruh daerah dataran dimana terdapat kegiatan manusia seperti
pembangunan yang dapat menimbulkan dampak terhadap llingkungan dan
Universitas Sumatera Utara
sumberdaya diwilayah pesisir dan laut, sehingga batas wilayah perencanaan lebih
luas dari wilayah pengaturan pengelolaan kawasan pesisir dan laut.
Secara umum, wilayah pesisir dapat didefinisikan sebagai wilayah pertemuan
antara ekosistem darat, ekosistem laut, dan ekosistem udara yang saling bertemu
dalam suatu keseimbangan yang rentan. Departemen Kelautan dan Perikanan dalam
rancangan undang-undang pengelolaan wilayah pesisir terpadu mendefinisikan
wilayah pesisir sebagai kawasan peralihan yang menghubungkan ekosistem darat
dan ekosistem laut yang terletak antara batas sempadan ke arah darat sejauh pasang
tertinggi dan ke arah laut sejauh pengaruh aktivitas dari daratan.
Pengelolaan kawasan pesisir dan laut secara berkelanjutan merupakan acuaan
dalam pengelolaan kawasaan pesisir dan laut. (DKP 2003 dalam Alikodra, 2005)
menyebutkan bahwa kibijakan pengelolaan kawasan pesisir secara terpadu,
mencangkup pemanfaatan dan penguasaan sumberdaya alam hayati dan non hayati,
jasa-jasa lingkungan pesisir, sumberdaya binaan/buatan, tanah-tanah yang timbul.
Dalam hal pengusaan sumberdaya wilayah pesisir harus dilaksanakan berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, hak ulayat masyarakat tempatan, hak
pengelolaan perairan dan berdasarkan kebiasaan secara hukum setempat.
Indonesia dalam pengelolan kawasaan pesisir dan laut telah mendapatkan
bantuaan dari ADB sejak tahun 2002/2003 dimana melalui DKP Indonesia telah
mengembangkan program-program pengembangan kawasan pesisir dan laut dengan
nama MCMRP. Dimana program ini terpokus kepada penguatan kapasitas daerah,
karena pada dasarnya lemahnya pengelolan sumberdaya pesisir dan laut adalah
sangat ditentukan oleh Capacity Building daerah yang menjadi ujung tombak
Universitas Sumatera Utara
pengelolaan. Hal ini dikembangkan dengan pengembangan hirarki perencanaan
pegelolaan wilayah pesisir terpadau, yang meliputi :
1. Rencana strategi Pengelolaan Wilayah Pesisir; berperan dalam menentukan
visi/wawasan misi pengelolaan.
2. Rencana Zonasi, berperan dalam penglokasiaan ruang, memilih kegiatan
yang sinergis dalam ruang dan kegiatan yang tidak sinerdiruang lain dan
pengendalian ruang laut sesuai tata cara yang ditetapkan.
3. Rencana
Pengelolaan;
berperan
untuk
menuntun
pengelolaan
atau
pemanfaatan sumberdaya diwilayah prioritas sesuai dengan karakteristiknya.
4. Rencana aksi; berperan nemnuntun penetapan dan pelaksanaan kegiatan
sebagai upaya mewujudkan rencana pengelolaan, serta mencapai tujuaan dan
sasaran dari pengelolaan kawasaan pesisir dan laut.
Pesisir dan laut selama ini masih dimasukkan dalam doktrin “milik bersama:
(common property) sehingga sering terjadi ajang perebutan bagi pihak-pihak yang
ingin mendapatkan keuntungan dari sumberdaya pesisir dan laut. Seperti apa yang
dinyatakan G.Hardin dalam Tragedy of The Commons dimana kebebasan untuk
mengunakan alam pada semua orang akan membawa kita ke malapetaka (Hardin,
1968). Salah satu sifat yan nenonjol dari sumberdaya yang bersifat Common
Property adalah tidak terdefinisinya hak kepemilikan sehingga menimbulkan gejala
yang disebut disspated resource rent, yaitu hilangnya rente sumberdaya yang
semestinya diperoleh dari pengelolaan sumberdaya yang optimal. (Fauzi, 2005). Hal
tersebut sejalan dengan yang disampaika oleh Francis T.Christy ahli perikana pada
departemen FAO menyatakan ada empat akibat buruk dari penerapan doktrin “milik
bersama” tesebut yakni 1. pemborosan sumberdaya alam secara pisik. 2. inefisiensi
Universitas Sumatera Utara
secara ekonomi, 3. kemiskinan nelayan, 4. konflik antara penguna sumberdaya alam.
Christy nenawarkan solusinya dengan penerapan pengunaan wilayah pada perikanan
(Territorial use Ringhts in fisheries).
Pengelolaan sumberdaya pesisir yang neotradisional salah satu yang
dilakukan oleh pemerintah. Pengelolaan sumberdaya perikanan oleh pemerintah
adalah pengelolaan sumberdaya dengan pemerintah sebagai pemegang kuasa dan
wewenang dalam memanfaatkan sumberdaya seperti hak akses, hak memanfaatkan,
hak mengatur, hak ekslusif, dan hak mengalihkan. Perlunya pemerintah terlibat
dalam
pengelolaan
sumberdaya
pesisir
dalah
dalam
rangka
kepentingan
kesejahteraan masyarakat yang diwujudkan dengan tiga fungsi utama yaitu fungsi
alokasi, fungsi distribusi dan fungsi stabilisasi. Menurut Buck 1996 dalam Fauzi
(2005) paling tidak ada empat kategori kebijakan umum (public), yaitu :
1. Kebijakan distributive
2. Kebijakan pengaturan kompetensi
3. Kebijakan pengaturan perlindungan
4. Kebijakan redistributif
Dari keempat kebijakan tersebut kebijakan distributive dan redistributif
adalah kebijakan yang sangat controversial. Kehendak pemerintah untuk
melaksanakan kebijakan seringkali mendapat tantangan besar sejak perencanaan
hingga pelaksanaanya. Hakikat kebijakan distributive dan redistributif adalah adanya
tindakan diskriminatif dari pemerintah yang biasanya dalam bentuk berpihak atau
melindungi yang lemah dan yang kecil. Jentoft 1989 dalam Fauzi (2005)
mengatakan bahwa pemerintah harus terlibat atau campur tangan dalam pengelolaan
sumberdaya perikanan karena tiga alasan berikut ini :
Universitas Sumatera Utara
1. Pemerintah ikut mengelola sumberdaya perikanan karena alasan
efesiensi. Hal ini berarti keikut sertaan dalam mengelola sumberdaya
perikanan mengendalikan upaya penangkapan sehingga tidak terjadi
kelebihan kapasitas yang berakhir pada inefisiensi.
2. Pemerintah terlibat dalam pengelolaan sumberdaya perikanan supaya
keadan dapat diwujudkan. Jika pemerintah tidak ikut campur tangan,
nelayan yang kuat dan besar akan mengambil manfaat secara berlebihan
dan membiyarkan masyarakat nelayan kecil dalam kemiskinan dan
kemelaratan. Jika tidak ada aksi pemerintah yang dilakukan secara
alternative dalam membantu nelayan kecil, kondisi ketimpangan akan
terus berlanjut.
3. Keterlibatan pemerintah diperlukan dalam hal mengelola suberdaya
perikanan karena alas an administrasi. Disisi lain, asumsi dan fakta
menyatakan bahwa hanya permerintah yang berhak menjalankan
administrasi dengan oteritas dan kemampuannya.
Salah satu pendekatan pembangunan yang dilakukan untuk pengelolaan
lingkungan hidup adalah pembangunan berkelanjutan. Istilah pembangunan
berkelanjutan telah memasuki pembendaharaan kata para ahli serta masyarakat
setelah diterbitkannya laporan mengenai pembangunan dan lingkungan serta
sumberdaya alam kawasan pesisir. Selanjutnya siregar (2004) juga menjelaskan ada
3 aset dalam pembangunan berkelanjutan yaitu sumberdaya alam, manusia, dan
infrastruktur
Salah satu unsur penting dalam pembangunan yang berkelanjutan adalah
partisipasi masyarakat dan desentralisasi pengelolaan. Implementasi dari adanya
Universitas Sumatera Utara
partisipasi masyarakat dalam pembangunan pengelolaan kawasan peisir dan laut
adalah pengelolaan kawasan pesisir yang berbasiskan masyarakat. Pengelolaan
sumberdaya pesisir dan laut berbasiskan masyarakat dapat didefenisikan sebagai
suatu proses pemberian wewenag, tanggung jawab dan kesempatan kepada
masyarakat untuk mengelola sumberdaya perikanan sendiri dengan terlebih dahulu
mendefenisikan kebutuhan dan keinginan, tujuan serta aspirasinya (Nikijuluw,
2002). Dua komponen penting keberhailan pengelolaan berbasis masyarakat adalah :
Konsensus yang jelas dari tiga pelaku utama, yaitu pemerintah, masyarakat pesisir,
dan peneliti (social, ekonomi, dan sumberdaya)
Pemahaman yang mendalam dari masing-masing pelaku utama akan peran
dan tanggung jawabnya dalam mengimplementasikan program pengelolaan
berbasiskan masyarakat (Dahuri,2003). Secara garis besar, ada lima prinsip dasar
yang penting dilaksanakan dalam pengelolaan berbasis masyarakt (COREMAP
LIPI, 2001 dalam Dahuri 2003) yaitu : 1) pemberdayaan, 2) pemerataan akses dan
peluang, 3) ramah lingkungan dan lestari, 4) pengakuan terhadap pengetahuan dan
kearifan tradisional, dan 5) kesetaraan jender.
Dalam prakteknya pengelolaan berbasis masyarakat dapat dikategorikan
dalam dua kelompok, yaitu tradisional dan neo-tradisional (Dahuri, 2003).
Pengelolaan berbasis masyarakat tradisional umumnya berdasarkan adat dan tradisi
yang lazim atau telah ada dimasyarakat sejak lama. Misalnya sasi di Maluku
(Elikisia, 2000), pengelolaan perairan pesisir Desa Tanjung Berari Biak dan
Panglima laot di Aceh (Nikijuluw), aturan-aturan baru yang ditetapkan oleh
masyarakat sendiri ataupun difasilitasi oleh pemerintah atau LSM. Dalam beberapa
kasus, program yang bersifat kegiatan proyek hanya mampu menghasilkan
Universitas Sumatera Utara
tumpukan laporan proyek yang tidak memberikan pemecahan masalah bagi
masyarakat pesisir yang ada dilapangan.
Secara mendasar pengelolan kawasaan pesisir harus mampu memecahkan
dua persoalaan utama secara luas telah diketahui khalayak umum : 1) masalah
sumberdaya hayati (misalnya tangkapan lebih), penggunaan alat tanggkap yang
tidak ramah lingkungan, kerusakan ekosistem secara konflik antar nelayan
tradisional dan industri perikanan modern dan 2) masalah lingkungan yang
mempengaruhi kesehatan keanekaragaman hayati daerah pembesaran sumberdaya
perikanan, penurunan kualitas air, pencemearan dsb).
Pengelolan berbasiskan masyarakat dapat terlaksana jika masyarakat lokal
mampu memanfaatkan potensi alam, budaya dan infrastruktur yang ada. Oleh karena
itu, masyarakat perlu memahami dan sadar akan potensi kendala yang berkaitan
dengan pengelolan sumberdaya laut mereka. Penyadaran dan pemberdayaan
masyarakat dalam rangka pengelolaan sumberdaya masyarakat dapat dilaksanakan
lewat lima tingkatan :
1) meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan memberikan alternative
usaha yang secara ekonomis menguntungkan dan tidak merusak lingkungan.
2) Memberi msayarakat akses terhadap informasi sumberdaya alam, pesisir dan
pelindungan hokum yang baik.
3) Menumbuhkan
dan
meningkatkan
kesadaran
masyarakat
akan
arti
pelestariaan ekosisitem pesisir dan laut.
4) Menumbuhkan dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam menjaga dan
melestarikan ekosisitem pesisir dan laut.
Universitas Sumatera Utara
5) Meningkatkan kemampuaan masyarakat dalam mengelola dan melestarikan
ekosisitem laut.
Selanjutnya Fauzi (2005) telah mengidentifikasi beberapa kelemahan dan
keunggulan pengelolan pesisir berbasiskan masyarakat antara lian
Adapun kelemahan adalah :
1) tidak mengatasi masalah interkomunitas,
2) bersifat lokal.
3) Mudah dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal.
4) Sulit mencapai skala ekonomi dan tingginya biaya institusional.
Sedangkan keunggulan dari pengelolaan kawasaan pesisir berbasiskan
masyarakat adalah
1) Sesuai dengan aspirasi dan budaya masyarakat lokal (nelayan).
2) Diterima oleh masyarakat lokal.
3) Pengawasaan yang dilakukan dengan mudah.
Pengelolaan wilayah pesisir terpadu dinyatakan sebagai proses pemanfaatan
sumberdaya pesisir dan lautan serta ruang dengan mengindahkan aspek konservasi
dan berkelanjutan. Adapun konteks keterpaduaan meliputi dimensi sektor ekologis,
hirarki pemerintahan, antar bangsa dan Negara, dan disiplin ilmu (Cincin-Sain dan
Knecht, 1998; Key dan Alder, 1999 dalam fauzi 2005). Pengelolaan wilayah pesisir
secara terpadu penting dilakukan mengingat banyaknya kegiatan-kegiatan yang
dapat diimlementasikan, sehingga perlu dirumuskan suatu konsep penataan ruang
(Strategic plan) serta berbagai pilihan objek pembangunan yang serasi. Dalam
konteks ini maka keterpaduaan pengelolaan wilayah pesisir sekurang-kurangnya
mengandung 3 dimensi antara lain : sektoral, bidang ilmu dan keterkaitan ekologis.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Edi Susilo dalam Kusnadi (2004) ada beberapa pengertiaan
mengenai pembangunan berkelanjutan antara lain:
•
Pembangunan
berkelanjutan
dalam
terminology
sebagai
pembangunan yang tidak pernah punah (development that lasts).
Pembangunan yang memaksimumkan kualitas kehidupan generasi
yang akan dating.
•
Menurut WCED, 1997. pewmbangunan berkelanjutan (Sustainabel
Development) adalah suatu system pembanguna untuk memenuhi
kebutuhan saat ini, tanpa menurunkan atau merusak kemampuaan
generasi-generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhaan dan
aspirasi hidupnya.
Sementara menurut Yance (2005) konsep pembangunan berkelanjutan tidak
hanya memanfaatkan sumberdaya alam pesisir saja atau pembangunan infrastruktur
saja tetapi yang harus dieperhatika adalah aspek pemeliharaan (maintenance) yang
selama ini selalu terabaikan. Hal ini sangat beralasan karena pengelolaan kawasan
pesisir yang selama ini kita lihat hanya sebagai suatu program yang hanya dilakukan
disaat pertamanya saja.
Permasalahan Wilayah Pesisir
Potensi dan permasalahan wilayah pesisir telah banyak dikemukakan oleh
para pakar kelautan dan pesisir. Isu – isu permasalah wilayah pesisir secara global
berdasarkan hasil kajian di berbagai wilayah pesisir di dunia dikemukakan oleh
Robert Kay (1999). Pokok permasalahan dalam pengelolaan wilayah pesisir
menurutnya adalah sebagai berikut : pertumbuhan penduduk khususnya di negara
Universitas Sumatera Utara
miskin dan berkembang, pemanfaatan wilayah pesisir, dampak lingkungan dari
kegiatan manusia dan kelemahan administratif. Permasalah wilayah pesisir yang
dikemukakan oleh Rohmin Dahuri (2001) merupakan permasalah umum wilayah
pesisir yang banyak dijumpai di Indonesia. Dikemukakan bahwa permasalah
wilayah pesisir meliputi : pencemaran, kerusakan habitat pantai, pemanfaatan
sumberdaya yang berlebihan, abrasi pantai, konversi kawasan lindung dan bencana
alam. Permasalah-permasalahn tersebut sebagian besar diakibatkan oleh aktifitas
kegiatan manusia baik yang tinggal dalam kawasan maupun yang berada di luar
kawasan.
Konsep pengelolaan wilayah pesisir berbeda dengan konsep pengelolaan
sumberdaya di wilayah pesisir yang mengelola semua orang dan segala sesuatu yang
ada di wilayah pesisir. Contoh dari pengelolaan yang berbeda dengan pengelolaan
wilayah pesisir adalah; pengelolaan perikanan, pengelolaan hutan pantai, pendidikan
dan kesehatan dimana contoh-contoh tersebut tidak melihat wilayah pesisir sebagai
target. Yang paling utama dari konsep pengelolaan wilayah pesisir adalah fokus
pada karakteristik wilayah dari pesisir itu sendiri, dimana inti dari konsep
pengelolaan wilayah pesisir adalah kombinasi dari pembangunan adaptif,
terintegrasi, lingkungan, ekonomi dan sistem sosial. Selanjutnya konsep pengelolaan
wilayah pesisir didalam filosofinya mengenal prinsip keseimbangan antara
pembangunan dan konservasi. Pembangunan berkelanjutan yang didasarkan pada
prinsip-prinsip lingkungan juga memasukkan
konsep keseimbangan ketergantungan waktu dan keadilan sosial.
Paradigma Pembangunan Berkelanjutan
Universitas Sumatera Utara
Pembangunan berkelanjutan (sustainable development) menjadi paradigma
utama dalam khasanah dunia pengelolaan wilayah pesisir pada akhir abad 20
(Kay,1999). Young dalam fauzi (2005) memperkenalkan sejumlah tema yang
mendasari konsep berkelanjutan yaitu; integritas lingkungan, efisiensi ekonomi, dan
keadilan sosial
Kekuatan Pembangunan Kekuatan Konservasi
1. Bahwa
instrumen
ekonomi
lingkungan
telah
menjadi
instrumen
pengambilan keputusan, yang memasukkan parameter lingkungan untuk
melihat kedepan melalui analisis biaya manfaat;
2. Didalam pembangunan berkelanjutan issue lingkungan seperti konservasi
keanekaragaman hayati menjadi perhatian utama dalam pengambilan
keputusan;
3. Dalam pembangunan berkelanjutan sangat memperhatikan kualitas hidup
manusia pada saat sekarang dan masa yang akan datang.
Dalam pengelolaan wilayah pesisir, kata integrasi menjadi begitu penting.
Beberapa kelompok integrasi yang harus dilakukan di dalam pengelolaan wilayah
pesisir (Cicin-Sain, 1993) adalah: Integrasi antar sektor di wilayah pesisir, integrasi
antar kawasan perairan dan daratan di dalam zonasi pesisir, integrasi antar pengelola
tingkat pemerintahan, integrasi antar negara, dan integrasi antar berbagai disiplin
ilmu.
Pemanfaatan dan pengembangan potensi sumberdaya perairan pantai dan
laut menjadi paradigma baru pembangunan di masa sekarang yang harus
Universitas Sumatera Utara
dilaksanakan secara rasional dan berkelanjutan. Kebijakan ini sangat realistis karena
didukung oleh fakta adanya potensi sumberdaya laut dan pantai yang masih cukup
besar peluang untuk
pengembangan
eksploitasi
dibidang perikanan
baik
penangkapan maupuan usaha budidaya ikan.
6. Metode Penelitian
Penelitian yang akan dilakukan ini bersifat deskriptif yang bertujuan untuk
menggambarkan secara terperinci tentang bagaimana pengelolaan sumber daya
pesisir dan laut oleh masyarakat Desa Silo Baru. Data yang dikumpulkan adalah
tentang kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan sumber daya pesisir.
6.1 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang dilakukan di lapangan diperoleh melalui teknik berikut ini :
a. Penelusuran Data
Penelusuran data sekunder dipergunakan untuk memperoleh data atau
informasi yang berkaitan dengan jenis, bentuk, dan kegiatan dalam pengelolaan
wilayah pesisir. Data tersebut akan diperoleh dari kepala Desa dan dokumendokumen yang berkaitan dengan data penelitian dilapangan.
b. Teknik Wawancara
Wawancara mendalam (deepth interview) dilakukan secara tatap muka (face
to face) sebagai sebuah dialog atau percakapan. Wawancara dilakukan pada
informan pangkal, informan kunci dan informan biasa. Informan pangkal adalah
orang yang pertama kali dijumpai di lapangan. Informan kunci adalah orang-orang
Universitas Sumatera Utara
yang memiliki pengetahuan yang luas terhadap masalah yang diteliti. Dalam hal ini
informan kuncinya bisa saja masyarakat setempat lokasi penelitian, pedagang,
pengusaha, organisasi masyarakat sipil seperti LSM, BPD. Sedangkan informan
biasa adalah para penduduk wilayah penelitian. Dari mereka diperoleh informasi
yang berkaitan dengan pengelolaan kawasan pesisir dan laut pada lokasi penelitian.
c. Teknik Pengamatan
Teknik pengamatan dilakukan untuk memahami fenomena-fenomena yang
ada pada lokasi penelitian. Dari pengamatan diperoleh data pendukung yang
berkaitan dengan identifikasi sosial ekonomi dan budaya serta praktek-praktek yang
dilakukan
sehubungan
dengan
pengelolaan
sumber
daya
pesisir
yang
berkesinambungan.
6.2 Analisa Data
Analisis data merupakan sebuah pengkajiaan didalam data yang mana data
tersebut mencangkup prilaku, objek atau pengetahuan masyarakat dalam
pengelolaan kawasan pesisir dan laut yang diperoleh dilapangan. Adapun tahap
analisa data dipergunakan setelah penelitian selesai dilakukan dilapangan dan data
yang diperlukan terkumpul. Dalam penelitiaan ini penulis mencoba untuk bersikap
objektif terhadap data yang diperoleh. Dan tahap akhir dari penulisan skripsi ini
maka penulis akan melakukan pengkategorian data, sehingga dapat dibagi dalam
kategori-kategori dengan tujuan agar dapat terlihat perbedaan data primer dan data
sekunder. Kemudiaan data akan dideskripsikan demi pencapaiaan tujuan penelitian
dan penulisan Skripsi ini nantinya.
Universitas Sumatera Utara
Download