9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka Penelitian yang

advertisement
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Pustaka
Penelitian yang berjudul Evaluasi Kualitas Kinerja Widyaiswara dalam Upaya
Peningkatan Kompetensi Pegawai Negeri Sipil (studi kasus: Badan Pendidikan dan
Pelatihan Provinsi Bali) ini belum pernah dilakukan sebelumnya, oleh karena itu
peneliti mencoba mengambil beberapa contoh penelitian yang hampir memiliki tema
yang sama.
Pertama adalah Jurnal Peran Diklat Dalam Peningkatan Kualitas SDM di
Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Jawa Tengah oleh Dra. Heti Lestari, M.S dan
Dra. Dyah Lituhayu, M.Si. Jurnal ini meneliti faktor apa saja yang menjadi
pendorong dan penghambat dalam peningkatan kualitas SDM di BKD Provinsi Jaawa
Tengah serta meneliti seberapa besar peran Diklat dalam peningkatan kualitas SDM
di BKD Provinsi Jawa Tengah
Hasil penelitian ini yang pertama adalah Keberadaan dan penyelenggaraan
lembaga diklat dirasakan sangat memiliki peran penting dalam menciptakan sumber
daya manusia yang lebih baik. Namun pada kenyataannya penyelenggaraan diklat
hanya sebagai syarat yang harus diikuti sebagai tuntutan organisasi. Pemberiaan
materi dan metode-metode diklat harus lebih diperbaiki itu dapat dilihat dari
banyaknya keluhan peserta Diklat yang mengatakan cara mengajarnya masih dengan
cara lama sehingga terkesan membosankan. Oleh karena itu dalam memberikan diklat
10
tidak dilakukan asal-asalan serta harus melalui prosedur yang ada dan metode yang
diajarkan sudah direncanakan terlebih dahulu.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi peningkatan kualitas SDM yaitu;
Profesionalisme memiliki beberapa faktor penunjang diantaranya ketrampilan,
keahlian, pengetahuan, kemampuan, dan kemauan. Dari ke lima faktor penunjang itu
jika dikaitkan satu sama lain dapat meningkatkan kualitas diri seseorang dan satu
dengan yang lain saling berhubungan. Oleh sebab itu adanya profesiolisme pegawai
dapat meningkatkan kualitas SDM khusunya di Badan Kepegawaian Daerah Profinsi
Jawa Tengah. (2) Disiplin dapat mendorong seseorang untuk dapat bekerja sesuai
dengan apa yang menjadi tugas pokoknya, sehinggga didalam proses pekerjaannya
dapat juga meningkatkan kualitas dalam dirinya untuk lebih baik. Kemudian faktor
penghambat dalam peningkatan kualitas SDM yaitu bekerjasama dimana bekerjasama
menjadi kendala seseorang untuk dapat meningkatkan kemampuannya karena mereka
tidak nyaman dengan orang-orang sekitar tempat kerja. Kendala yang sering muncul
salah satunya adalah pembagian tugas yang dirasa kurang adil antara pegawai sati
dengan yang lain, sehingga timbul kecemburan diantara pegawai tersebut, sehingga
kerjasama tim yang seharusnya terjalin menjadi kurang bersahabat.
Selanjutnya yang kedua adalah Jurnal Analisis Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Kinerja Widyaiswara oleh Suwanto dan Marsudi. Jurnal ini meneliti
tentang Bagaimana pengaruh rekrutmen, seleksi, motivasi, serta pendidikan dan
pelatihan terhadap kinerja widyaiswara di lingkungan Direktorat Jenderal Pendidikan
Dasar dan Menengah.
11
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, penelitian ini secara ringkas
dapat disimpulkan sebagai berikut: Secara parsial, hasil perhitungan menunjukkan
terdapat pengaruh dari rekrutmen terhadap kinerja widyaiswara, terdapat pengaruh
seleksi terhadap kinerja widyaiswara, Motivasi mempunyai pengaruh terhadap kinerja
widyaiswara dan Pendidikan dan pelatihan juga mempunyai pengaruh terhadap
kinerja widyaiswara. Secara bersama-sama rekrutmen, seleksi, motivasi, serta
pendidikan dan pelatihan mempunyai pengaruh terhadap kinerja widyaiswara. Hal ini
ditunjukkan oleh persamaan regresi = 125,83 + 0,07X1 + 0,02X2 + 0,02X3 +
0,000037X4. Persamaan ini menggambarkan bahwa setiap pengembangan pada
program rekrutmen, seleksi, motivasi, serta pendidikan dan latihan, dapat diikuti oleh
peningkatan kinerja widyaiswara.
Adanya pengaruh rekrutmen, seleksi, pendidikan dan pelatihan, serta motivasi
baik secara parsial maupun secara bersama-sama sudah dapat diduga sebelumnya
seperti yang dituangkan dalam hipotesis penelitian. Rekrutmen, seleksi, motivasi,
serta pendidikan dan pelatihan, baik secara parsial maupun secara bersama-sama
mempunyai pengaruh terhadap kinerja widyaiswara di lingkungan Direktorat Jenderal
Pendidikan Dasar dan Menengah Depdiknas. Motivasi mempunyai pengaruh yang
paling tinggi terhadap kinerja widyaiswara di lingkungan Direktorat Jenderal
Pendidikan Dasar dan Menengah Depdiknas, di antara variabel lainnya (rekrutmen,
seleksi, serta pendidikan dan pelatihan).
Penelitian terdahulu yang ketiga merupakan jurnal yang berjudul Evaluasi
Kinerja Manajemen Sumber Daya Manusia PT. Bank XYZ dengan Human Resource
12
Scorecard. Jurnal tersebut ditulis oleh Yos Indra Mardatillah. Jurnal ini memiliki
tujuan penelitian untuk melakukan evaluasi kinerja dari karyawan yang terdapat di
perusahaan tersebut sesuai dengan struktur organisasi. Penelitian ini tergolong
penelitian kuantitaif dengan menggunakan data Main Goal of Position (Target Utama
Jabatan) & Activity Detail (Rincian Aktivitas), job decription (deskripsi pekerjaan)
Job Specification (Spesifikasi Pekerjaan) pada masing-masing jabatan di perusahaan
sesuai dengan struktur organisasi perusahaan. Data yang dibutuhakan diperoleh
melalui observasi, form isian dan wawancara dengan pihak perusahaan yang dapat
dilihat pada. Variabel yang diukur dalam penelitian ini adalah kinerja SDM dengan
menggunakan kuesioner Job Performance Scorecard dengan indikator-indikator
pengukuran yang terdiri atas indikator lagging dan indikator leading untuk masingmasing jabatan di perusahaan yang telah ditetapkan oleh perusahaan sesuai dengan
aktivitas dan job description pada suatu jabatan.
Hasil dari penelitian ini adalah 16.67% kinerja karyawan sangat baik, 44.44%
kinerja karyawan baik dan 38.89% kinerja karyawan berada pada tingkat rata-rata.
Penelitian ini memberikan usulan kepada pihak perusahaan khususnya manajemen
SDM dalam melakukan penilaian kinerja. Berdasarkan indikator lagging dan
indikator leading yang memperhatikan keseimbangan antara usaha dan pencapaian
target, dapat dilakukan perbaikan dan peningkatan kinerja kedalam strategi
perusahaan dalam meningkatkan produktivitas perusahaan pada umumnya dan
peningkatan kinerja SDM pada khususnya. Hal ini berbeda dengan penilaian kinerja
SDM yang berlangsung di perusahaan yang tertuang dalam MK yang hanya melihat
13
output dari pekerjaan SDM yaitu target yang dicapai. Dengan menerapkan HRSc,
diharapkan dapat meningkatkan kinerja manajemen SDM PT. Bank XYZ sehingga
tujuan, visi dan misi organisasi tercapai. Peningkatan kinerja secara organisasi dapat
dilakukan melalui pengawasan pelaksanaan tata kelola perusahaan yang menegaskan
hubungan dan kerjasama dalam organisasi yang dituangkan dalam suatu struktur
organisasi
Perbedaan penelitian Evaluasi Kualitas Kinerja Widyaiswara dalam Upaya
Peningkatan Kompetensi Pegawai Negeri Sipil terhadap penelitian-penelitian yang
telah dilakukan sebelumnya ialah yang pertama terletak dari studi kasusnya.
Penelitian ini melakukan studi kasus di Badan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat)
Provinsi Bali, sedangkan tiga penelitian diatas dilakukan di BKD Provinsi Jawa
Timur, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, serta pada salah satu
bank di Medan, Sumatera Utara. Perbedaan selanjutnya yaitu penelitian ini lebih
mengevaluasi bagaimana kualitas kinerja dari Widyaiswara serta mencari hambat dan
tantangan Widyaiswara di Badan Diklat Provinsi Bali, Sedangkan pada penelitian
yang pertama diatas lebih memfokuskan seberapa besar peran Diklat dalam
peningkatan kualitas SDM di BKD Provinsi Jawa Tengah. Terhadap penelitian yang
kedua diatas terdapat perbedaan bahwa penelitian ini memfokuskan pada pengaruh
rekrutmen, seleksi, motivasi, serta pendidikan dan pelatihan terhadap kinerja
widyaiswara di lingkungan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.
Selanjutnya pada penelitian ketiga melakukan evaluasi kinerja SDM dengan melalui
14
Human Resource Scorecard yang digunakan untuk menghitung usaha dan pencapaian
target yang dilakukan oleh SDM.
Persamaan yang dimilki oleh ketiga penelitian ini adalah bahwa penelitian ini
memiliki tema penelitian yang sama yaitu bertemakan tentang Diklat. Selain hal
tersebut ketiga penelitian ini juga sama-sama ingin meneliti apa yang menjadi
penghambat dan yang mempengaruhi sistem Diklat dalam peningkatan kualitas
Sumber Daya Manusia.
Penelitian terdahulu yang berhasil dirangkum oleh peneliti dapat dilihat
bahwa penelitian terhadap kualitas kinerja ataupun kompetensi Widyaiswara sangat
penting dilakukan. Hal tersebut akan berbanding lurus dengan kompetensi Pegawai
Negeri Sipil yang dihasilkan dari menjalani program kediklatan, namun pada
kenyataannya masih sangat jarang dan sulit dijumpai penelitian yang meneliti tentang
Widyaiswara. Hal tersebut sangat penting untuk dilakukan dimana dapat digunakan
sebagai bahan evaluasi dari kualitas kinerja Widyaiswara tersebut. Penelitian yang
berjudul Evaluasi Kualitas kinerja Widyaiswara dalam Upaya Peningkatan
Kompetensi Pegawai Negeri Sipil (Studi Kasus: Badan Pendidikan dan Pelatihan
Provinsi Bali) ini peneliti sangat berharap dapat memberikan masukan yang baik
kepada para Widyaiswara dalam program kediklatan yang terlaksanakan di Badan
Diklat Provinsi Bali
15
2.2 Kerangka Konsep
Dalam Ilmu Administrasi Negara pelayanan sektor publik merupakan hal
yang utama dan harus diwujudkan. Dalam perkembangannya munculah beberapa
paradigma yang dikatakan dapat membangun birokrasi kearah yang lebih baik.
adapun paradigma tersebut adalah OPA (Old Public Administration), NPM (New
Public Management) , dan NPS (New Public Service). Dalam paradigma OPA yang
dapat
dipelajari
adalah
untuk
membangun
birokrasi
diperlukan
sebuah
profesionalitas, penggunaan prinsip keilmuan hubungan impersonal, penerapan aturan
yang tegas, sikap netral dan prilaku yang mendorong efisiensi dan efektivitas
(Woodrow Wilson).
Dalam paradigma NPM dikatakan bahwa pembangunan birokrasi harus
memperhatikan mekanisme pasar, harus lebih responsive terhadap kebutuhan
pelanggan, kemudian harus bersifat mengarahkan (steering) dari pada menjalankan
sendiri (rowing), memberdayakan para pelaksana agar lebih kreatif dan menekankan
budaya organisasi yang lebih fleksibel, inovatif berjiwa wirausaha dan pencapaian
hasil (Rosenbloom & Kravchuck, 2005). Paradigma yang selanjutnya adalah
paradigma NPS dimana dijelaskan bahwa pembangunan birokrasi harus melibatkan
warga masyarakat, mereka harus rakyat sebagai warga masyarakat bukan sebagai
pelanggan sehingga dapat saling membagi otoritas dan melonggarkan kendali serta
percaya terhadap keefektifan kolaborasi ( King & Stivers, 1998)
Peningkatan kualitas kinerja sumber daya manusia agar lebih memiliki
pencapaian yang baik merupakan salah satu tujuan yang ingin dicapai dengan
16
paradigma NPM. Penelitian ini merupakan penelitian yang meneliti evaluasi dari
kualitas tenaga pengajar Widyaiswara dilingkungan kediklatan. Setelah melakukan
evaluasi tersebut diharapkan mampu meningkatkan kualitas dari Widyaiswara yang
dimiliki. Dengan menggunakan evaluasi kualitas kinerja dalam manajemen sumber
daya manusia diharapkan dapat menciptakan sumberdaya manusia yang efektif dan
efisien.
Oleh karena itu dalam penelitian ini akan dijelaskan teori yang digunakan
terkait dengan penelitian yang berjudul Evaluasi Kualitas Kinerja Widyaiswara
Dalam Upaya Peningkatan Kompetensi Pegawai Negeri Sipil. Selain itu peneliti juga
akan memberikan beberapa definisi konsep yang memiliki keterkaitan dengan
penelitian ini.
2.2.1
Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen sumber daya manusia adalah suatu proses menangani berbagai
masalah pada ruang lingkup karyawan, pegawai, buruh, manajer dan tenaga kerja
lainnya untuk dapat menunjang aktivitas organisasi atau perusahaan demi mencapai
tujuan yang telah ditentukan. Bagian atau unit yang biasanya mengurusi sumber daya
manusia adalah departemen sumber daya manusia atau dalam bahasa inggris disebut
HRD (Human Resource Department). Manajemen sumber daya manusia juga
menyangkut desain sistem perencanaan, penyusunan karyawan, pengembangan
karyawan, pengelolaan karier, evaluasi kinerja, kompensasi karyawan dan hubungan
ketenagakerjaan yang baik. Manajemen sumber daya manusia melibatkan semua
17
keputusan dan praktik manajemen yang mepengaruhi secara langsung sumber daya
manusianya.
Menurut Schuler, et al. (1992) mengartikan bahwa manajemen sumber daya
manusia merupakan pengakuan bahwa pentingnya tenaga kerja organisasi sebagai
sumber daya manusia yang sangat penting dalam memberi kontribusi bagi tujuantujuan organisasi dan menggunakan beberapa fungsi dan kegiatan untuk memastikan
SDM tersebut digunakan secara efektif dan adil bagi kepentingan individu, organisasi
dan masyarakat.
Menurut Henry Simamora (1997), manajemen sumber daya manusia adalah
sebagai pendayagunaan, pengembangan, penilaian, pemberian balasan jasa dan
pengelolaan terhadap individu anggota organisasi atau kelompok bekerja. Manajemen
sumber daya manusia juga menyangkut desain dan implementasi sistem perencanaan,
penyusunan personalia, pengembangan karyawan, pengeloaan karir, evaluasi kerja,
kompensasi karyawan dan hubungan perburuhan yang mulus.
Menurut Dessler (1997) manajemen sumber daya manusia merupakan suatu
kebijakan dan praktik yang dibutuhkan seseorang yang menjalankan aspek atau
sumberdaya manusia dari posisi seorang manajemen, meliputi perekrutan,
penyaringan, pelatihan, pengimbalan dan penilaian.
Definisi yang dikemukakan oleh beberapa para ahli tersebut diatas
menunjukan demikian pentingnya manajemen sumber daya manusia dalam setiap
perusahaan atau instansi pemerintahan demi melakukan pengembangan terhadap
sumber daya manusia yang dimiliki. Dalam penelitian ini proses pendidikan dan
18
pelatihan sangat memerlukan manajemen sumber daya manusia yang baik. Setiap
kegiatan Diklat yang telah terlaksanakan harus dilaksanakan sebuah kegiatan evaluasi
akan sangat penting untuk kualitas Widyaiswara sangat perlu dilakukan
pengembangan yang lebih demi meningkatkan kompetensi dari Pegawai Negeri Sipil
yang telah menempuh program pendidikan dan pelatihan. Widyaiswara juga
diharapkan mampu meningkatkan angka kreditnya demi peningkatan kualitas
kinerjanya dalam memberikan pendidikan dan pelatihan kepada para Pegawai Negeri
Sipil yang menjalankan program Diklat.
A. Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia memiliki beberapa fungsi yang wajib dilaksanakan
untuk dapat meningkatkan kualitas dari sebuah organisasi atau perusahaan. Adapun
fungsi-fungsi tersebut adalah;
1. Perencanaan (planning)
Perencanaan adalah kegiatan memperkirakan atau menggambarkan di muka
tentang keadaan tenaga kerja, agar sesuai dengan kebutuhan organisasi secara
efektif dan efisien, dalam membantu terwujudnya tujuan. Perencanaan ini
untuk menetapkan program kepegawaian. Program kepegawaian ini meliputi
pengorganisasian, pengarahan, pengendalian, pengadaan, pengembangan,
kompensasi, integrasi, pemeliharaan, kedisiplinan dan pemberhentian
pegawai.
19
2. Pengorganisasian (organizing)
Kegiatan untuk mengatur pegawai dengan menetapkan pembagian kerja,
hubungan kerja, delegasi wewenang, integrasi, dan koordinasi, dalam bentuk
bagan organisasi. Organisasi hanya merupakan alat untuk mencapai tujuan.
Organisasi yang baik akan membantu terwujudnya tujuan secara efektif.
3. Pengarahan dan Pengadaan (directing & procurement)
Pengarahan adalah kegiatan memberi petunjuk kepada pegawai, agar mau
kerja sama dan bekerja efektif serta efisien dalam membantu tercapainya
tujuan organisasi. Pengarahan dilakukan oleh pemimpin yang dengan
kepemimpinannya akan memberi arahan kepada pegawai agar dapat
mengerjakan semua tugasnya dengan baik. sedangka pengadaan adalah proses
penarikan, seleksi, penempatan, orientasi dan induksi untuk mendapatkan
pegawai yang sesuai kebutuhan organisaso.
4. Pengendalian (controlling)
Pengendalian adalah kegiatan mengendalikan pegawai agar mentaati
peraturan organisasi dan bekerja sesuai dengan rencana. Bila terdapat
penyimpangan atau kesalahan diadakan tindakan perbaikan dan atau
penyempurnaan. Pengendalian pegawai meliputi kehadiran, kedisplinan,
perilaku kerja sama, dan menjaga situasi lingkungan pekerjaannya.
5. Pengembangan (development)
Pengembangan adalah proses peningkatan keterampilan teknis, teoritis,
konseptual, dan moral pegawai melalui pendidikan dan pelatihan. Pendidikan
20
dan pelatihan yang diberikan, hendaknya sesuai dengan kebutuhan pekerjaan
masa kini maupun yang akan datang. Menurut Husnan (1990) Arti dari
pengembangan
SDM
merupakan
usaha-usaha
untuk
meningkatkan
keterampilan maupun pengetahuan umum bagi SDM agar pelaksanaan
pencapaian tujuan lebih efisien. SDM dikembangkan dengan tujuan untuk
meningkatkan kualitas profesionalisme dan keterampilan para karyawan
dalam melaksanakan tugas dan fungsinya secara optimal.
6. Kompensasi (compensation)
Kompensasi adalah pemberian balas jasa langsung (direct) dan tidak langsung
(indirect) berupa uang atau barang kepada pegawai sebagai imbalan jasa yang
diberikan kepada organisasi. Prinsip kompensasi adalah adil dan layak. Adil
diartikan sesuai dengan prestasi kerja, sedangkan layak diartikan dapat
memenuhi kebutuhan primer serta berpedoman pada batas upah minimum
pemerintah dan berdasarkan internal dan eksternal konsistensi.
7. Pengintegrasian (integration)
Pengintegrasian adalah kegiatan untuk mempersatukan kepentingan organisasi
dan kebutuhan pegawai, agar tercipta kerja sama yang serasi dan saling
menguntungkan.
Di
satu
pihak
organisasi
memperoleh
keberhasilan/keuntungan, sedangkan di lain pihak pegawai dapat memenuhi
kebutuhan dari hasil pekerjaannya. Pengintegrasian merupakan hal yang
penting dan cukup sulit dalam manajemen sumber daya manusia, karena
mempersatukan dua kepentingan yang berbeda.
21
8. Pemeliharaan (maintenance)
Pemeliharaan adalah kegiatan untuk memelihara atau meningkatkan kondisi
fisik, mental dan loyalitas pegawai, agar mereka tetap mau bekerja sama
sampai pensiun. Pemeliharaan yang baik dilakukan dengan program
kesejahteraan dengan berdasarkan kebutuhan sebagian besar pegawai, serta
berpedoman kepada internal dan eksternal konsistensi.
9. Kedisiplinan
Kedisiplinan merupakan salah satu fungsi manajemen sumber daya manusia
yang penting dan merupakan kunci terwujudnya tujuan, karena tanpa adanya
disiplin, maka sulit mewujudkan tujuan yang maksimal. Kedisiplinan
merupakan keingingan dan kesadaran untuk mentaati peraturan organisasi dan
norma sosial.
10. Pemberhentian (separation)
Pemberhentian adalah putusnya hubungan kerja seorang pegawai dari suatu
organisasi. Pemberhentian ini disebabkan oleh keinginan pegawai, keinginan
organisasi, berakhirnya kontrak kerja, pensiun, atau sebab lainnya. Penerapan
fungsi manajemen dengan sebaik-baiknya dalam mengelola pegawai, akan
mempermudah mewujudkan tujuan dan keberhasilan organisasi.
22
B. Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia
1. Tujuan Sosial
Tujuan sosial manajemen sumber daya manusia adalah agar organisasi atau
perusahaan bertanggungjawab secara sosial dan etis terhadap keutuhan dan
tantangan masyarakat dengan meminimalkan dampak negatifnya.
2. Tujuan Organisasional
Tujuan organisasional adalah sasaran formal yang dibuat untuk membantu
organisasi mencapai tujuannya.
3. Tujuan Fungsional
Tujuan fungsional adalah tujuan untuk mempertahankan kontribusi
departemensumber daya manusia pada tingkat yang sesuai dengan kebutuhan
organisasi.
4. Tujuan Individual
Tujuan individual adalah tujuan pribadi dari tiap anggota organisasi atau
perusahaan yang hendak mencapai melalui aktivitasnya dalam organisasi.
Penelitian ini sangat memiliki keterkaitan dengan fungsi dan tujuan dari
manajemen sumber daya manusia yaitu fungsi pengembangan. Untuk mendapatkan
kualitas Widyaiswara yang baik haruslah dilaksanakan sebuah evaluasi kinerja yang
baik serta harus mengikuti pelatihan dan pendidikan kewidyaiswaraan untuk
pengembangan kualitas kinerja dari Widyaiswara itu sendiri.
Setiap proses pengembangan tersebut Widyaiswara harus berpedoman dengan
aturan yang telah berlaku didalam PERMENPAN nomor 14 tahun 2009 tentang
23
jabatan fungsional Widyaiswara dan angka kreditnya. Selain hal tersebut dalam upaya
peningkatan kompetensi dari pegawai negeri sipil, Widyaiswara juga dituntut untuk
lebih aktif dalam pengembangan metode pendidikan dan pelatihan kepada pegawai
negeri sipil.
C. Evaluasi Kualitas Kinerja
Evaluasi kualitas kinerja merupakan salah satu metode atau sebuah proses
penilaian dan pelaksanaan tugas seseorang atau sekelompok orang dalam suatu
organisasi sesuai dengan standar kinerja atau tujuan yang ditetapkan lebih dahulu.
Menurut Panggabean (2002) sebuah penilaian prestasi kinerja atau evaluasi kinerja
bertujuan untuk memahami prestasi kerja seseorang. Dalam prosesnya diperlukan
berbagai kegiatan yang berkaitan yaitu identifikasi, observasi, pengukuran dan
pengembangan hasil kerja karyawan dalam sebuah organisasi.
Evaluasi
kinerja
menurut
Leon
C.
Menggison
(1981:310)
dalam
Mangkunegara (2000:69) bahwa penilaian prestasi kerja (Performance Appraisal)
adalah suatu proses yang digunakan pimpinan untuk menentukkan apakah seorang
karyawan melakukan pekerjaannya sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya.
Selanjutnya pendapat dari Andrew E. Sikula (1981:2005) yang dikutip oleh
Mangkunegara (2000:69) mengemukakan bahwa penilaian pegawai merupakan
evaluasi yang sistematis dari pekerjaan pegawai dan potensi yang dapat
dikembangkan. Penilaian dalam proses penafsiran atau penentuan nilai, kualitas atau
status dari beberapa obyek orang ataupun sesuatu (barang).
24
Dapat disimpulkan bahwa evaluasi kinerja atau evaluasi kualitas kinerja
merupakan suatu proses yang dilaksanakan untuk mengukur pegawai apakah sudah
melaksanakan sesuai dengan tugasnya atau tidak. Apabila masih belum sesuai maka
dapat dilaksanakan pengembangan untuk meningkatkan kualitas kinerja yang dimiliki
oleh pegawai tersebut.
C.1 Maanfaat Hasil Evalusi Kinerja
1. Peningkatan kinerja
2. Pengembangan SDM
3. Pemberian kompensasi
4. Program peningkatan produktivitas
5. Program kepegawaian
6. Menghindari perlakuan diskriminasi
C.2 Tujuan Evaluasi Kinerja
Informasi yang dihasilkan oleh sistem penilaian prestasi kerja dapat
digunakan untuk mengembangkan pribadi anggota-anggota organisasi, yang
meliputi:
1. Mengukuhkan Dan Menopang Prestasi Kerja. Umpan balik prestasi kerja
(performance feedback) merupakan kebutuhan pengembangan yang utama
karena hampir semua karyawan ingin mengetahui hasil penilaian yang
dilakukan.
25
2. Meningkatkan Prestasi Kerja. Tujuan penilaian prestasi kerja juga untuk
memberikan pedoman kepada karyawan bagi peningkatan prestasi kerja di
masa yang akan datang.
3. Menentukan Tujuan-Tujuan Progresi Karir. Penilaian prestasi kerja juga akan
memberikan informasi kepada karyawan yang dapat digunakan sebagai dasar
pembahasan tujuan dan rencana karir jangka panjang.
4. Menentukan Kebutuhan-Kebutuhan Pelatihan. Penilaian prestasi kerja
individu dapat memaparkan kumpulan data untuk digunakan sebagai sumber
analisis dan identifikasi kebutuhan pelatihan.
C.3 Unsur-Unsur Evaluasi Kualitas Kinerja
Penentuan unsur-unsur evaluasi kualitas kinerja dilakukan dengan beberapa
tahap, yang pertama adalah tahap identifikasi dimana untuk menentukan unsurunsur apa saja yang akan dinilai sesuai dengan PERMENPAN No. 14 tahun 2009
tentang jabatan fungsional Widyaiswara dan angka kreditnya. Selanjutnya adalah
tahap observasi dimana peneliti akan mengamati secara langsung terhadap kualitas
Widyaiswara dengan mengamati rekapitulasi evaluasi tenaga pengajar dan jumlah
angka kredit yang dimiliki oleh setiap Widyaiswara. Dalam kedua tahap tersebut
peneliti menentukan beberapa unsur yang akan dievaluasi, adapun unsur-unsur
tersebut adalah:
1. Kompetensi
Kompetensi
adalah
kemampuan
melaksanakan
tugas
berdasarkan
pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki setiap individu. Menurut Robert
26
A. Roe (2001:73) kompetensi dapat digambarkan sebagai kemampuan untuk
melaksanakan satu tugas atau peran. Adapun indikator kompetensi adalah
pengetahuan, ketrampilan-ketrampilan, sikap-sikap dan nilai-nilai pribadi, dan
kemampuan untuk membangun pengetahuan dan keterampilan yang
didasarkan pada pengalaman dan pembelajaran yang dilakukan. Kompetensi
yang dimaksud disini adalah tentang kemampuan atau upaya yang dilakukan
dari Widyaiswara itu sendiri dalam menjalakankan tugasnya sesuai dengan
PERMENPAN No. 14 tahun 2009.
2. Kedisiplinan
Disiplin adalah sikap kejiwaan seseorang atau kelompok yang senantiasa
berkehendak untuk mengikuti atau mematuhi segala peraturan yang telah
ditentukan. Kedisiplinan dapat dilakukan dengan latihan antara lain dengan
bekerja menghargai waktu dan biaya akan memberikan pengaruh yang positif
terhadap produktivitas kerja pegawai. Dalam unsur kedisiplinan ini yang
diteliti adalah tentang kedisiplinan dari para Widyaiswara itu sendiri. Apakah
widyaiswara yang bertugas di Badan Diklat Provinsi Bali disiplin terhadap
tugas pokok mereka atau tidak.
3. Pendidikan formal dan non-formal
Pendidikan formal dari masing-masing Widyaiswara dan pendidikan
nonformal atau dalam hal ini kegiatan kediklatan dan lain sebagainya bagi
Widyaiswara merupakan hal yang penting untuk diteliti.
27
4. Kecakapan
Kecakapan yang diteliti dalam hal ini adalah kecakapan dari Widyaiswara
terhadap kemampuan dalam memberikan pendidikan dan pelatihan kepada
peserta diklat didepan kelas seperti kemampuan menggunakan fasilitas seperti
LCD, Laptop dan lain sebagainya.
5. Integritas
Unsur integritas merupakan unsur yang sangat penting dalam hal evaluasi
kualitas kinerja. Dimana dalam unsur ini akan diteliti apakah Widyaiswara
telah melaksanakan kewajibannya yang sesuai dengan aturan yang berlaku.
6. Kepemimpinan
Menurut
Tead;
Terry;
Hoyt
(dalam
Kartono,
2003) Pengertian
Kepemimpinan yaitu kegiatan atau seni mempengaruhi orang lain agar mau
bekerjasama yang didasarkan pada kemampuan orang tersebut untuk
membimbing orang lain dalam mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan
kelompok. Unsur kepemimpinan merupakan unsur yang diteliti tentang
bagaimana sikap kepemimpinan dan profesionalitas dari Widyaiswara itu
sendiri.
7. Pengalaman Mengajar
Pengalaman
mengajar
atau
jam
terbang
dari
Widyaiswara
sangat
mempengaruhi kualitas kinerja dari Widyaiswara itu sendiri. Widyasiwara
yang telah lama mengajar dikegiatan kediklatan tentu lebih memiliki
28
pengalaman yang baik dalam menghadapi berbagai masalah didunia
kediklatan.
Tahap ketiga adalah tahap pengukuran, dalam tahap ini peneliti akan
mewawancarai Widyaiswara dan peserta yang pernah menjalankan kegiatan
kediklatan pada tahun 2012 dan 2013 khususnya pada Diklat kepemimpinan dengan
menggunakan unsur-unsur diatas. Selanjutnya tahap terakhir peneliti akan melakukan
tahap pengembangan apabila masih terdapat ketidak sesuaian dengan harapan yang
ingin dicapai.
2.2.2
Konsep Yang Terkait
A. Konsep Kebijakan
Kebijakan merupakan sebuah rangkaian – rangkaian konsep dan asas yang
menjadi sebuah pedoman dan dasar sebuah rencana dalam pelaksanaan suatu
pekerjaan, kepemimpinan dan cara bertindak. Kebijakan sangat berbeda dengan
peraturan atau hukum, jika hukum dapat bersifat untuk memaksa atau melarang suatu
prilaku, maka kebijakan hanya menjadi pedoman tindakan yang paling mungkin
memperoleh hasil yang diinginkan. Kebijakan juga sangat berkaitan dengan proses
pembuatan keputusan-keputusan yang penting dalam sebuah organisasi termasuk
identifikasi sebuah program atau pengeluaran dan pemilihan keputusan berdasarkan
dampaknya.
Ada beberapa pendapat dari beberapa para ahli yang memiliki pandangan
terhadap kebijakan, menurut James E. Anderson (1978) Kebijakan merupakan prilaku
dari sejumlah aktor (pejabat, kelompok, instansi pemerintahan) atau serangkaian
29
aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu. Menurut Prof. Heinz Eulau dan Kenneth
Pewitt (1973) kebijakan adalah sebuah ketetapan yang berlaku, dicirikan oleh
perilaku yang konsisten dan berulang baik dari yang membuat atau yang
melaksanakan kebijakan tersebut. Menurut Titmuss (1974) mendefinisikan kebijakan
sebagai prinsip-prinsip yang mengatur tindakan dan diarahkan pada tujuam tertentu
dan menurut Edi Suharto (2008:7) menyatakan bahwa kebijakan adalah suatu
ketetapan yang memuat prinsip-prinsip untuk mengarahkan cara bertindak yang
dibuat secara terencana dan konsisten dalam mencapai tujuan tertentu.
Kebijakan juga memiliki ciri-ciri khusus yang dapat dilihat seperti apa yang
telah kemukakan oleh David Easton dimana kebijakan dapat dirumuskan oleh orangorang yang memiliki wewenang dalam suatu sistem politik yakni oleh tetua adat, para
ketua suku, para eksekutif, para legislator, para hakim, para administrator, para
monarki dan lain sebagainya. Menurut David Easton mereka inilah yang dalam
kesehariannya terlibat dalam urusan politik. Orang-orang yang wewenang dalam
sistem politik tersebut juga berhak mengambil tindakan-tindakan tertentu sepanjang
tindakan tersebut berada dalam batas-batas peran dan kewenangan mereka.
Definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kebijakan merupakan
sebuah konsep yang menjadi sebuah pedoman dalam melaksanakan sebuah rencana
suatu pelaksanaan kegiatan. Kebijakan dibuat oleh orang-orang yang berwenang dan
memiliki hak atas peran dan kewenangannya untuk merumuskan suatu ketetapan
yang terencana dan konsisten dalam mencapai tujuannya.
30
Kualitas kinerja Widyaiswara merupakan kebijakan teknis di bidang
pendidikan dan pelatihan sumber daya aparatur. Hasil atau produk dari kebijakan ini
adalah PERMENPAN Nomor 14 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional
Widyaiswara dan Angka Kreditnya.
A.1 Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 14 Tahun
2009
Kebijakan yang dirumuskan oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara ini
merupakan tergolong tipe kebijakan distributif dimana kebijakan tersebut
dimaksudkan
untuk
meningkatkan
atau
mendorong
Widyaiswara
untuk
meningkatkan kualitasnya. Dalam kebijakan tersebut telah dijelaskan secara jelas
bahwa Widyaiswara memiliki tugas dan fungsi yang sangat penting bagi
peningkatan kompetensi Pegawai Negeri Sipil. Kebijakan yang dikeluarkan oleh
Menteri
Pendayagunaan
Aparatur
Negara
Republik
Indonesia
ini
juga
mengisyaratkan jabatan fungsional Widyaiswara untuk tetap meningkatkan
kualitasnya dalam mendidik dan melatih sesuai dengan kompetensi yang telah
ditentukan. Setiap Widyaiswara juga diwajibkan mengejar angka kreditnya yang
didapat dari setiap kegiatan atau dari nilai akumulasi kegiatan yang digunakan
sebagai penilaian kinerja Widyaiswara.
Dalam pasal 6 dan 8 PERMENPAN no. 14 tahun 2009 dijelaskan hal-hal
pokok apa saja yang menjadi rincian unsur kegiatan Widyaiswara yang dinilai,
dengan berpedoman terhadap hal tersebut peneliti dapat melakukan evaluasi
31
kualitas kinerja Widyaiswara yang berada di Badan Pendidkan dan Pelatihan
Provinsi Bali.
B. Pengertian Widyaiswara
Profesi Widyaiswara merupakan profesi yang mulia dan menjadi ujung
tombak pembinaan SDM aparat pemerintah. Bahkan ada yang mengungkapkan
bahwa Widyaiswara secara harfiah artinya adalah pembawa kebenaran (atau suara
yang baik, dari kata widya=baik, dan iswara=suara), sehingga diharapkan para
Widyaiswara dapat menjadi suara kebenaran bagi para Pegawai Negeri Sipil,
mengajarkan nilai-nilai luhur yang harus dimiliki seorang Pegawai Negeri Sipil agar
menjadi Pegawai Negeri Sipil yang profesional, jujur, berakhalak mulia dan mau
melayani masyarakat tanpa pamrih.
Sesuai dengan aturan yang dibuat oleh Lembaga Administrasi Negara (LAN)
No. 1 tahun 2006 tentang petunjuk teknis jabatan fungsional Widyaiswara dan angka
kreditnya, Widyaiswara adalah Pegawai Negeri Sipil yang diangkat sebagai pejabat
fungsional oleh pejabat yang berwenang dengan tugas, tanggung jawab, wewenang
untuk mendidik, mengajar, dan/atau melatih Pegawai Negeri Sipil pada lembaga
pendidikan dan pelatihan (diklat) pemerintah. Tugas utama seorang Widyaiswara
merupakan sebagai fasilitator dalam proses belajar mengajar yang diselenggarakan
oleh satuan unit organisasi di pemerintah pusat dan daerah. Tentu saja unit organisasi
tersebut bertugas mengelola Diklat serta mengembangkan SDM (sumber daya
manusia) dimana dalam hal ini unit organisasi tersebut ialah Badan Pendidikan dan
Pelatihan.
32
B.1 Dasar Hukum
1. Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang Diklat Pegawai Negeri
Sipil;
2. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2006 tentang Tunjangan Jabatan
Fungsional Widyaiswara;
3. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (PERMENPAN)
Nomor 14 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Widyaiswara dan Angka
Kreditnya;
4. Peraturan Bersama Kepala Lembaga Administrasi Negara (LAN) dan Kepala
Badan Kepegawaian Negara (BKN) Nomor 1 Tahun 2010 dan Nomor 2
Tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Widyaiswara
dan Angka Kreditnya;
5. Peraturan
Kepala
LAN
Nomor
9
Tahun
2005
tentang
Pedoman
Penyelenggaraan Diklat KeWidyaiswaraan Berjenjang;
6. Peraturan Kepala LAN Nomor 10 Tahun 2005 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Diklat Calon Widyaiswara;
7. Peraturan Kepala LAN Nomor 1 Tahun 2006 tentang Petunjuk Teknis Jabatan
Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya;
8. Peraturan Kepala LAN Nomor 2 Tahun 2006 tentang Pedoman Tata Kerja dan
Tata Cara Tim Penilai Angka Kredit Jabatan Fungsional Widyaiswara;
9. Peraturan Kepala LAN Nomor 3 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Orasi
Ilmiah Widyaiswara;
33
10. Peraturan
Kepala
LAN
Nomor
4
Tahun
2006
tentang
Pedoman
Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Kewidyaiswaraan Substansi
Diklat Kepemimpinan Tingkat III;
11. Peraturan
Kepala
LAN
Nomor
5
Tahun
2006
tentang
Pedoman
Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Kewidyaiswaraan Substansi
Diklat.
B.2 Pencalonan dan Pengangkatan Widyaiswara
Widyaiswara dapat dicalonkan secara internal dan diangkat oleh pejabat yang
berwenang dengan penempatan dalam lingkungan instansi dari pejabat yang
mengangkat
melalui
surat
rekomendasi
yang diterbitkan
oleh
Lembaga
Administrasi Negara. Dalam PERMENPAN No. 14 tahun 2009 Widyaiswara dapat
diangkat melalui dua cara yaitu dengan pengangkatan dari Pegawai Negeri Sipil
dan kemudian diangkat untuk pertama kali dalam jabatan Widyaiswara, serta
pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dari jabatan lain ke jabatan Widyaiswara. Hal
tersebut telah dijelaskan dalam pasal 25 dan 26 dalam PERMENPAN No. 14 tahun
2009.
B.2.1 Pasal 25 PERMENPAN No. 14 Tahun 2009
1. Pegawai Negeri Sipil yang diangkat untuk pertama kali dalam jabatan
Widyaiswara harus memenuhi syarat:
a. berijazah paling rendah sarjana (S-1)/Diploma IV sesuai kualifikasi
yang ditentukan;
b. pangkat paling rendah Penata Muda golongan ruang III/a;
34
c. setiap unsur penilaian prestasi kerja atau pelaksanaan pekerjaan dalam
Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP-3) rata-rata harus
bernilai baik dalam 1 (satu) tahun terakhir.
2. Kualifikasi pendidikan untuk jabatan Widyaiswara sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a ditetapkan oleh instansi Pembina.
3. Pengangkatan Widyaiswara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
pengangkatan
yang dilakukan
untuk
mengisi
lowongan
formasi
Widyaiswara dari CPNS.
4. Pegawai Negeri Sipil yang diangkat untuk pertama kali dalam jabatan
Widyaiswara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling lama 3 (tiga)
tahun setelah diangkat sebagai Widyaiswara harus mengikuti dan lulus
Diklat Fungsional Kewidyaiswaraan yang ditentukan oleh Instansi
Pembina.
5. Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), yang tidak
lulus Diklat Fungsional Kewidyaiswaraan diberhentikan dari jabatan
Widyaiswara.
B.2.2 Pasal 26 PERMENPAN No. 14 Tahun 2009
1. Pengangkatan PNS dari jabatan lain ke dalam jabatan Widyaiswara harus
memenuhi syarat:
a. pada saat pengangkatan sebagai Widyaiswara usia paling tinggi 50
(lima puluh) tahun;
35
b. berijazah paling rendah sarjana (S-1)/Diploma IV sesuai kualifikasi
yang ditentukan;
c. pangkat paling rendah Penata Muda golongan ruang III/a;
d. telah mengikuti dan lulus Diklat Fungsional Kewidyaiswaraan yang
ditentukan oleh Instansi Pembina;
e. telah mendapat rekomendasi pengangkatan dalam jabatan Widyaiswara
dan rekomendasi Penetapan Angka Kredit awal yang ditetapkan oleh
Kepala LAN selaku Pimpinan Instansi Pembina;
f. sehat jasmani dan rohani dan dibuktikan dengan surat keterangan sehat
(general check-up/medical record) yang dikeluarkan oleh rumah sakit
yang ditunjuk oleh pemerintah; dan
g. setiap unsur penilaian prestasi kerja atau pelaksanaan pekerjaan dalam
DP-3 rata-rata harus bernilai baik dalam 1 (satu) tahun terakhir.
2. Pangkat yang ditetapkan bagi PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah sama dengan pangkat yang dimilikinya.
3. Jenjang jabatan Widyaiswara ditetapkan sesuai dengan jumlah angka kredit
yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit
setelah mendapatkan rekomendasi dari Instansi Pembina.
4. Jumlah angka kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dari
unsur utama dan unsur penunjang.
5. Pengalaman dalam menduduki jabatan struktural dan/atau jabatan
fungsional lainnya yang dapat diberikan nilai angka kredit adalah jabatan
36
struktural dan/atau jabatan fungsional lainnya yang terkait dengan bidang
tugas pengajaran yang akan dilaksanakan.
6. Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
dan ayat (3) adalah bagi PNS yang menduduki Jabatan Struktural Eselon II
dan Eselon I, sehat jasmani dan rokhani serta lulus uji kompetensi untuk
memenuhi formasi Widyaiswara yang melaksanakan tugas pokok pada
Diklatpim Tingkat II dan Tingkat I.
7. Pelaksanaan Uji kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (6)
dilakukan oleh instansi terkait yaitu Lembaga Administrasi Negara,
Kementerian
Negara
Pendayagunaan
Aparatur
Negara,
Badan
Kepegawaian Negara dan Instansi Pengusul/ Pengguna.
8. Pengajuan pengangkatan pejabat Struktural Eselon I dan Eselon II
sebagaimana dimaksud pada ayat (6) selambat-lambatnya 9 (sembilan)
bulan sebelum yang bersangkutan mencapai batas usia pensiun dari jabatan
strukturalnya, dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Tiga bulan setelah diajukan oleh pejabat pembina kepegawaian, paling
lambat 3 (tiga) bulan rekomendasi dapat atau tidaknya Pegawai
Negeri
Sipil
diangkat
sebagai
Widyaiswara
dari
Lembaga
Administrasi Negara.
b. Setelah mendapat rekomendasi paling lambat 3(tiga) bulan harus telah
diajukan kepada Pejabat yang berwenang mengangkat.
37
9. Pedoman pengangkatan dan penetapan angka kredit untuk penetapan
jenjang jabatan Widyaiswara sebagaimana dimaksud pada ayat (6)
ditetapkan oleh Instansi Pembina.
B.3 Tugas dan Kewajiban Widyaiswara
1. Melakukan analisis kebutuhan diklat
2. Menyusun kurikulum diklat
3. Menyusun bahan ajar
4. Menyusun GBPP/SAP/Transparansi
5. Menyusun modul diklat
6. Menyusun tes hasil belajar
7. Melakukan tatap muka di depan kelas diklat
8. Memberikan tutorial dalam Diklat Jarak Jauh
9. Mengelola program diklat sebagai penanggung jawab dalam program
Diklat
10. Mengelola program diklat sebagai anggota dalam program Diklat
11. Membimbing peserta diklat dalam penulisan kertas kerja
12. Membimbing peserta diklat dalam praktik kerja lapangan
13. Menjadi fasilitator / moderator / narasumber dalam seminar /
lokakarya / diskusi atau yang sejenis
14. Memberikan konsultansi penyelenggaraan diklat
15. Melakukan evaluasi program diklat
16. Mengawasi pelaksanaan ujian
38
17. Memeriksa jawaban ujian
18. Melaksanakan kegiatan pengembangan profesi, dan penunjang tugas
Widyaiswara
B.4 Jenjang Jabatan Widyaiswara
1. Widyaiswara Utama (Pembina Utama Madya Gol. IV/d - Pembina Utama
Gol. IV/e)
2. Widyaiswara Madya (Pembina Gol. IV/a - Pembina Utama Muda Gol.
IV/c)
3. Widyaiswara Muda (Penata Gol. III/c - Penata Tk. I Gol. III/d)
4. Widyaiswara Pertama (Penata Muda Gol. III/a - Penata Muda Tk. I Gol.
III/b)
B.5 Pemberhentian dari Jabatan Widyaiswara
1. Pemberhentian sementara
Widyaiswara dibebaskan sementara dari jabatannya apabila:
a) Dalam jenjang Widyaiswara Pertama sampai dengan Widyaiswara
Utama Gol. IV/d tidak dapat mengumpulkan Angka Kredit minimal
untuk kenaikan pangkat/jabatan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun
sejak pengangkatan/kenaikan jabatan terakhir.
b) Tidak dapat mengumpulkan Angka Kredit minimal 25 dalam satu
tahun bagi Widyaiswara Utama Gol. IV/e.
c) Dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang dan berat, diberhentikan
sementara sebagai Pegawai Negeri Sipil, ditugaskan penuh di luar
39
Jabatan Widyaiswara, menjalani cuti di luar tanggungan negara, dan
tugas belajar lebih dari 6 (enam) bulan.
2. Pemberhentian dari jabatan Widyaiswara
Widyaiswara diberhentikan dari jabatannya, apabila:
a) Dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak dibebaskan sementara tidak
dapat mengumpulkan Angka Kredit minimal yang ditentukan untuk
kenaikan pangkat setingkat lebih tinggi.
b) Dijatuhi hukuman disiplin tingkat berat dan telah mempunyai
kekuatan hukum tetap, kecuali hukuman disiplin berat berupa
penurunan pangkat.
3. Pengangkatan kembali
Widyaiswara yang telah selesai menjalani pembebasan sementara dapat
diangkat kembali dalam Jabatan Widyaiswara.
C. Pengertian Pegawai Negeri Sipil
Pegawai negeri adalah pegawai yang telah memenuhi syarat yang ditentukan,
diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri,
atau diserahi tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku. Berdasarkan UU nomor 8 tahun 1974 yang telah mengalami
beberapa perubahan dalam UU no. 43 tahun 1999 tentang pokok-pokok kepegawaian
bawha pegawai negeri terdiri dari beberapa jenis yaitu Pegawai Negeri Sipil, Anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia, Anggota Tentara Nasional Indonesia .
40
Pegawai Negeri Sipil terdiri dari dua jenis yaitu Pegawai Negeri Sipil pusat dan
Pegawai Negeri Sipil daerah.
Pegawai Negeri Sipil pusat ialah:
1. Pegawai Negeri Sipil yang gajinya dibebankan pada Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN) dan bekerja pada Departemen, Lembaga Non
Departemen, Kesekretariatan Lembaga tertinggi/Tinggi Negara, dan
kepaniteraan pengadilan.
2. Pegawai Negeri Sipil pusat yang bekerja pada perusahaan jawatan.
3. Pegawai pegeri sipil pusat yang diperbantukan atau dipekerjakan pada
daerah otonom.
4. Pegawai Negeri Sipil pusat yang berdasarkan suatu peraturan perundangundangan diperbantukan atau dipekerjakan pada badan lain, seperti
perusahaan umum, yayasan, dan lain-lain.
5. Pegawai Negeri Sipil pusat yang menyelenggarakan tugas negara lain,
seperti hakim pada pengadilan negeri, pengadilan tinggi, dan lain-lain.
Sedangkan Pegawai Negeri Sipil daerah adalah Pegawai Negeri Sipil yang
bekerja di daerah otonom seperti daerah provinsi/kabupaten/kota dan gajinya
dibebankan
pada Anggaran
Pendapatan
dan
Belanja
Daerah (APBD)
dan
dipekerjakan pada pemerintah daerah maupun dipekerjakan di luar instansi induknya.
Jabatan Pegawai Negeri Sipil dibagi menjadi dua bagian yaitu jabatan
struktural dan jabatan fungsional. Jabatan struktural adalah suatu kedudukan yang
41
menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak seorang Pegawai Negeri
Sipil dalam rangka memimpin suatu satuan organisasi negara.
A. Jabatan struktural di Pegawai Negeri Sipil pusat adalah:
1. Sekretaris Jenderal
2. Direktur Jenderal
3. Kepala Biro
4. Staf Ahli
B. Jabatan struktural di Pegawai Negeri Sipil daerah adalah:
1. Sekretaris daerah
2. Kepala dinas/badan/kantor
3. Kepala bagian
4. Kepala bidang
5. Kepala seksi
6. Camat
7. Sekretaris camat
8. Lurah
9. Sekretaris lurah
Jabatan fungsional menurut Keputusan Presiden Nomor 87 Tahun 1999
tentang Rumpun Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil adalah kedudukan yang
menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seorang Pegawai Negeri
Sipil dalam suatu satuan organisasi yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan
pada keahlian/dan atau keterampilan tertentu serta bersifat mandiri. Pangkat Pegawai
42
Negeri Sipil dalam jabatan fungsional berorientasi pada prestasi kerja, sehingga
tujuan untuk mewujudkan Pegawai Negeri Sipil sebagai aparatur negara yang
berdaya guna dan berhasil guna dalam melaksanakan tugas umum pemerintahan dan
pembangunan dapat dicapai. Ada banyak Pegawai Negeri Sipil yang berada pada
jabatan fungsional salah satunya ialah Widyaiswara.
Seluruh Pegawai Negeri Sipil diwajibkan untuk mengabdi kepada negara dan
memberikan pelayanan yang jujur, adil dan bertanggung jawab kepada seluruh
masyarakat. Dalam memberikan pelayanan yang baik tersebut Pegawai Negeri Sipil
dituntut unuk memenuhi standar kompetensi yang sudah ditetapkan. Dalam UU
nomor 43 tahun1999 tentang perubahan atas UU nomor 8 tahun 1974 tentang pokokpokok kepegawaian bahwa untuk mencapai daya guna dan hasil yang sebesarbesarnya diadakan pengaturan dan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan jabatan
Pegawai Negeri Sipil yang bertujuan untuk meningkatkan pengabdian, mutu,
keahlian, kemampuan dan keterampilan dari Pegawai Negeri Sipil tersebut.
C.1 Kompetensi Pegawai Negeri Sipil
Kata kompetensi memiliki pengertian menyoroti aspek dan penekanan yang
relatif
berbeda.
Kompetensi
memiliki
pengertian
yang
sama
dengan capability (kemampuan). Seseorang yang berkompeten adalah yang memiliki
kemampuan, pengetahuan dan keahlian untuk melakukan sesuatu secara efisien dan
efektif.
43
Menurut Covey, Roger dan Rabecca Meril (1994), kompetensi mencakup :
1. Kompetensi Teknis, yaitu pengetahuan dan keahlian untuk mencapai hasil
yang telah disepakati, kemampuan untuk memikirkan persoalan dan
mencari alternative baru.
2. Kompetensi konseptual adalah kemampuan melihat gambar besar, untuk
menguji berbagai pengandaian dan mengubah perspektif.
3. Kompetensi untuk hidup dalam ketergantungan
kemampuan, guna
berinteraksi secara efektif dengan orang lain, termasuk kemampuan
mendengar, berkomunikasi, mendapat alternatif lain kemampuan untuk
melihat dan beroprasi secara efektif dalam organisasi atau system yang
utuh.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang Diklat
Jabatan Pegawai Negeri Sipil, bahwa kompetensi adalah kemampuan dan
karakteristik yang dimiliki oleh seorang Pegawai Negeri Sipil berupa pengetahuan,
keterampilan dan sikap perilaku yang diperlukan dalam melaksanakan tugas
jabatannya.
Dalam konteks penyelenggaraan Sistem Administrasi Negara Kesatuan
Republik Indonesia, kompetensi dikelompokkan atas 4 jenis, yaitu (SANKRI, 2003
:75-76) :
1. Kompetensi Teknik (technical competence) yaitu kompetensi mengenai
bidang yang menjadi tugas pokok organisasi. Definisi yang sama dimuat
dalam PP no 101/2000 tentang Diklat Jabatan Pegawai Negeri Sipil,
44
bahwa kompetensi teknis adalah kemampuan Pegawai Negeri sipil dalam
bidang teknis tertentu untuk pelaksanaan tugas masing-masing. Bagi
Pegawai Negeri Sipil yang belum memenuhi persyaratan kompetensi
jabatan perlu mengikuti Diklat teknis yang berkaitan dengan persyaratan
kompetensi jabatan masing-masing.
2. Kompetensi Manajerial (managerial competence) adalah kompetensi yang
berhubungan dengan berbagai kemampuan manajerial yang dibutuhkan
dalam menangani tugas organisasi. Kompetensi manajerial meliputi
kemampuan
menerapkan
konsep
dan
teknik
perencanaan,
pengorganisasian, pengendalian dan evaluasi kinerja unit organisasi, juga
kemampuan
dalam
melaksanakan
prinsip good
governance dalam
manajemen pemerintahan dan pembangunan termasuk bagaimana
mendayagunakan
kemanfaatan
sumberdaya
pembangunan
untuk
mendukung kelancaran pelaksanaan tugas.
3. Kompetensi Sosial (Social Competence), yaitu kemampuan melakukan
komunikasi yang dibutuhkan oleh organisasi dalam pelaksanaan tugas
pokoknya. Kompetensi sosial dapat terlihat di lingkungan internal seperti
memotivasi SDM dan atau peran serta masyarakat guna meningkatkan
produktivitas kerja, atau yang berkaitan dengan lingkungan eksternal
seperti melaksanakan pola kemitraan, kolaborasi dan pengembangan
jaringan kerja dengan berbagai lembaga dalam rangka meningkatkan citra
dan kinerja organisasi, termasuk bagaimana menunjukkan kepekaan
45
terhadap hak asasi manusia, nilai-nilai sosial budaya dan sikap tanggap
terhadap aspirasi dan dinamika masyarakat
4. Kompetensi intelektual/Strategik (intellectual / strategic competence),
yaitu kemampuan untuk berpikir secara strategic dengan visi jauh ke
depan. Kompetensi intelektual ini meliputi kemampuan merumuskan visi,
misi, dan strategi dalam rangka mencapai tujuan organisasi sebagai bagian
integral dari pembangunan Nasional, merumuskan dan memberi masukan
untuk pemecahan masalah dan pengambilan keputusan yang logis dan
sistematis,
juga
pembangunan
kemampuan
yang
relevan
dalam
dalam
hal
memahami
upaya
paradigma
mewujudkan good
governance dan mencapai tujuan berbangsa dan bernegara, serta
kemampuan dalam menjelaskan kedudukan, tugas, fungsi organisasi
instansi dalam hubungannya dengan Sistem Administrasi Negara
Republik Indonesia.
Pegawai Negeri Sipil sangat dituntut untuk memiliki kompetensi yang tinggi
karena hal tersebut akan sangat berpengaruh pada tugas pokok dari Pegawai Negeri
Sipil tersebut yaitu memberikan memberikan pelayanan kepada seluruh elemen
masyarakat. Apabila Pegawai Negeri Sipil tidak memiliki kompetensi maka dapat
dibayangkan banyak Pegawai Negeri Sipil akan bekerja sangat lambat, tidak
maksimal, tidak efisien serta hasilnya tidak akan sesuai dengan standar oprasional
prosedur (SOP) yang telah ditentukan. Kompetensi Pegawai Negeri Sipil ini
berkaitan dengan kemampuan berupa pengetahuan, keterampilan, kecakapan, sikap
46
dan perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas pokok, fungsi kewenangan
dan tanggungjawab yang diamanatkan kepadanya.
Dalam upaya mewujudkan reformasi birokrasi dan meningkatkan kompetensi
Pegawai Negeri Sipil ditempuh melalui :
1. Penataan kembali kelembagaan/organisasi, Sumber Daya Manusia Aparatur
dan tatalaksana (manajemen) pemerintahan dengan ukuran yang pas (right
sizing) sesuai dengan tujuan, urhensi, visi dan misi yang diemban.
2. Peningkatan kapasitas dan kapabilitas para birokrat (PNS) dalam perumusan
kebijakan, pemberian pelayanan dan pemberdayaan masyarakat. Peningkatan
kapasitas dan kapabilitas atau kompetensi Pegawai Negeri Sipil diupayakan
dengan cara :
a) Pendidikan Formal, yakni dengan penugasan para Pegawai Negeri
Sipil untuk mengikuti jenjang pendidikan tinggi S1, S2, dan S3, serta
pemberian ijin belajar jenjang S1, S2, dan S3.
b) Pendidikan dan Pelatihan Jabatan yang dipersyaratkan, yakni
Diklatpim Tingkat IV, Diklatpim Tingkat III, Diklatpim Tingkat II,
dan Diklatpim Tingkat I.
c) Pendidikan dan Pelatihan Fungsional bagi Pegawai Negeri Sipil yang
dipersiapkan untuk menduduki jabatan fungsional.
d) Pendidikan dan Pelatihan Teknis, untuk memenuhi kebutuhan keahlian
para Pegawai Negeri Sipil di bidang teknis tertentu.
47
e) Pemberian kemampuan melalui pengalaman (Tour of duty) para
Pegawai Negeri Sipil.
3. Perbaikan sistem tata kelola (manajemen) urusan pemerintahan dan pelayanan
masyarakat dengan mengoptimalkan penggunaan teknologi informasi dan
komunikasi. Dimana sekarang ini hamper semua instansi/organisasi perangkat
daerah sudah memiliki web site, sehingga berbagai informasi/kebijakan bisa
diakses oleh masyarakat;
4. Perbaikan
sistem
reward
and
punishment.
Sistem reward dengan
menerapkan equal work for equal pay atau pemberian gaji yang layak sesuai
dengan tingkat kedudukannya dalam organisasi. Pemberian hukuman bagi
yang melakukan pelanggaran sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 53
Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil
5. Perbaikan etika dan moralitas Pegawai Negeri Sipil sebagaimana diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korp
dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil, dan meningkatkan pengawasan
(pengawasan internal, pengawasan eksternal, pengawasan masyarakat).
48
2.3 Kerangka Pemikiran
Gambar 2.1
Kerangka pemikiran
Badan Pendidikan dan
Pelatihan Provinsi Bali
Manajemen Sumber
Daya Manusia
PERMENPAN
No. 14 Tahun
2009
Widyaiswara
Diklat
Pegawai Negeri Sipil
Struktural
Fungsional
Evaluasi Kualitas Kinerja
Widyaiswara
Teknis
1. Kompetensi
2. Kedisiplinan
3. Pendidikan formal
dan non-formal
4. Kecakapan
5. Integritas
6. Kepemimpinan
7. Pengalaman
Mengajar
49
Dalam upaya menciptakan reformasi birokrasi, seluruh Pegawai Negeri Sipil
pasti dituntut untuk memiliki kompetensi yang lebih baik dengan cara memberikan
pendidikan dan pelatihan kepada seluruh Pegawai Negeri Sipil. Kegiatan pendidikan
dan pelatihan tersebut dilaksanakan oleh Lembaga Fungsional Pemerintah yang
bernama Badan Pendidikan dan Pelatihan. Badan Pendidikan dan Pelatihan memiliki
tugas utama untuk meningkatkan kompetensi dan kualitas sumber daya manusia
dalam sistem pemerintahan. Kegiatan pendidikan dan pelatihan Pegawai Negeri Sipil
tidak jauh terlepas dari peran utama Widyaiswara. Widyaiswara memiliki tugas
utama mendidik dan melatih Pegawai Negeri Sipil untuk meningkatkan kompetensi
dari Pegawai Negeri Sipil tersebut. Dalam menjalankan tugasnya tersebut
Widyaiswara juga diwajibkan untuk terus mengembangkan kualitas kinerjanya yang
dimana sudah tertera dalam PERMENPAN No. 14 tahun 2009 tentang Jabatan
Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya.
Pendidikan dan pelatihan Pegawai Negeri Sipil diberlakukan kepada para
Pegawai Negeri Sipil baik dalam jabatan Struktural maupun jabatan Fungsional.
Kemudian akan dilakukan sebuah evaluasi kualitas kinerja dari para Widyaiswara
yang telah memberikan pendidikan dan pelatihan terhadap para Pegawai Negeri Sipil
yang dalam penelitian ini lebih memfokuskan pada Pegawai Negeri Sipil yang
memiliki jabatan Struktural. Evaluasi tersebut akan dilihat dari beberapa variable
penilaiannya yaitu kompetensi, pendidikan formal dan non-formal, kecakapan,
Integritas, kepemimpinan, pengalaman mengajar.
Download