Chapter II

advertisement
BAB II
URAIAN TEORITIS
2.1 Kerangka Teori
Fungsi teori dalam riset adalah membantu periset menerangkan fenomena
sosial atau fenomena alami yang menjadi pusat perhatiannya. Teori adalah
himpunan konstruk (konsep), definisi dan proposisi yang mengemukakan
pandangan sistematis tentang gejala dengan menjabarkan relasi di antara variabel,
untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut (Kriyantono, 2007: 45).
Adapun teori yang dianggap relevan dengan penelitian ini adalah:
2.1.1
Komunikasi
Istilah komunikasi berasal dari bahasa latin yaitu communicatio, yang
bersumber dari kata ‘communis’ yang berarti sama. Sama disini maksudnya
adalah sama makna. Maka komunikasi dapat terjadi apabila terdapat kesamaan
makna mengenai suatu pesan yangdisampaikan oleh komunikator dan diterima
oleh komunikan (Effendy, 2000: 9). Pandangan ini memandang komunikator
memiliki kekuatan yang kuat untuk mempengaruhi komunikan. Pesan yang
disampaikan komunikator akan diterima secara utuh komunikan. Pandangan ini
tidak memandang komunikan aktif, melainkan pasif.
Kata lain yang mirip dengan komunikasi adalah komunitas (community)
yang juga menekankan kesamaan atau kebersamaan. Komunitas merujuk pada
sekelompok orang yang berkumpul atau hidup bersama untuk mencapai tujuan
tertentu, dan mereka berbagi makna dan sikap. Komunitas bergantung pada
pengalaman dan emosi bersama, dan komunikasi berperan dan menjelaskan
kebersamaan itu (Mulyana, 2005: 42).
11
Universitas Sumatera Utara
Sejalan dengan apa yang disampaikan Sir Gerald Barry, communication
berasal dari kata “communicare” yang artinya “to talk together, confer, discourse,
and consult with another”. Lebih lanjut Barry mengemukakan, perkataan ini
masih ada hubungannya dengan kata “communitas” yang artinya, “not only
community but also fellowship and justice in men’s dealing with one other”.
Masih menurut Barry,
“Society is based on the possibility of men living and working together for
common ends in a word, on cooperation. Through communication man
share knowledge, information and experience, and thus understand
persuade, convert or control their fellows.”
Carl I.Hovland, seorang sarjana psikologi yang menaruh perhatian pada
perubahan sikap mendefinisikan komunikasi sebagai “proses di mana seseorang
(komunikator)
menyampaikan
perangsang-perangsang
(biasanya
lambang-
lambang dalam bentuk kata-kata) untuk mengubah tingkah laku orang lain
(komunikate) (dalam Purba, 2006: 29-30)
Definisi
yang
dibuat
oleh
kelompok
sarjana
komunikasi
yang
mengkhususkan diri pada studi komunikasi antarmanusia (human communication)
bahwa: “komunikasi adalah suatu transaksi, proses simbolik yang menghendaki
orang-orang mengatur lingkungannya dengan (1) membangun hubungan
antarsesama manusia (2) melalui pertukaran informasi (3) untuk menguatkan
sikap dan tingkah laku orang lain (4) serta berusaha mengubah sikap dan tingkah
laku itu” (Cangara, 2006:18-19). Beberapa definisi mengenai komunikasi di atas
menunjukkan bahwa komunikasi adalah sebuah proses pertukaran pesan bisa
berupa lambang maupun simbol dari komunikan kepada komunikator yang
bertujuan untuk membangun hubungan antara sesama manusia, bertukar informasi
hingga merubah tingkah laku.
Universitas Sumatera Utara
2.1.1.1 Unsur – Unsur Komunikasi
Dalam model komunikasi David K.Berlo (1960), unsur komunikasi terdiri
dari 4 proses utama yaitu SMRC (Source, Message, Channel dan Receiver).
Model tersebut ditunjukkan dalam gambar berikut :
Gambar 2.1
Model SMCR
SUMBER
PESAN
MEDIA
PENERIMA
EFEK
UMPAN BALIK
LINGKUNGAN
Sumber: Cangara, 2006: 22-23.
a. Sumber
Semua peristiwa komunikasi akan melibatkan sumber sebagai pembuat
atau pengirim informasi. Dalam komunikasi antarmanusia, sumber bias terdiri
dari satu orang, tetapi bisa juga dalam bentuk kelompok misalnya partai,
organisasi atau lembaga. Sumber juga sering dikatakan sebagai source, sender,
atau encoder.
b. Pesan
Pesan yang dimaksud dalam proses komunikasi adalah suatu yang
disampaikan pengirim kepada penerima, pesan dapat disampaikan dengan cara
tatap muka atau melalui media komunikasi. Isinya bisa berupa ilmu pengetahuan,
hiburan, informasi, nasihat atau propaganda. Pesan disampaikan melalui 2 cara,
yaitu verbal dan nonverbal. Bisa melalui tatap muka atau melalui sebuah media
Universitas Sumatera Utara
komunikasi Dalam bahasa Inggris pesan biasanya diterjemahkan dengan kata
message, content, atau information (Cangara, 2006: 23).
c. Media
Media yang dimaksud adalah alat yang digunakan untuk memindahkan
pesan dari sumber kepada penerima. Saluran komunikasi terdiri atas 3 bagian,
yaitu: lisan, tertulis, dan elektronik. Misal secara personal (komunikasi
interpersonal), maka media komunikasi yang digunakan adalah panca indra atau
bisa memakai media telepon, telegram, telepon genggam, yang bersifat pribadi.
Sedangkan komunikasi yang bersifat massa (komunikasi massa), dapat
menggunakan media cetak (koran, suratkabar, majalah, dan lain - lain) , dan
media elektoronik (TV, Radio). Untuk Internet, termasuk media yang fleksibel,
karena bisa bersifat pribadi dan bisa bersifat massa.
d. Penerima
Penerima adalah pihak yang menjadi sasaran pesan yang dikirm oleh
sumber. Penerima bisa terdiri dari satu orang atau lebih, bisa dalam bentuk
kelompok, partai atau negara. Penerima adalah elemen yang penting dalam
menjalankan sebuah proses komunikasi. Karena, penerima menjadi sasaran dari
komunikasi tersebut. Penerima dapat juga disebut sebagai publik, khalayak,
masyarakat, dan lain – lain.
e. Efek
Pengaruh atau efek adalah perbedaan antara apa yang dipikirkan,
dirasakan dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah menerima pesan.
Pengaruh ini bisa terjadi pada pengetahuan, sikap dan tingkah laku seseorang baik
Universitas Sumatera Utara
itu negatif atau positif (De Fleur, 1982). Karena itu, pengaruh bisa juga diartikan
perubahan atau penguatan keyakinan pada pengetahuan, sikap dan tindakan
seseorang sebagai akibat penerimaan pesan.
f. Umpan Balik
Ada yang beranggapan bahwa umpan balik sebenarnya adalah salah satu
bentuk daripada pengaruh yang berasal dari penerima. Akan tetapi sebenarnya
umpan balik bisa juga berasal dari unsur lain seperti pesan dan media, meski
pesan belum sampai pada penerima. Misal, kita sebagai seorang penulis
mengirimkan sebuah artikel kepada suatu media massa. Lalu, bisa saja kita artikel
kita ternyata bagus, namun ada beberapa hal yang harus diedit. Sehingga, pihak
media mengembalikan artikel kita untuk diedit ulang.
g. Lingkungan
Adalah sebuah situasi yang dapat mempengaruhi terjadinya suatu
komunikasi. Situasi Lingkungan terjadi karena adanya 4 faktor :
1. Lingkungan fisik(letak geografis dan jarak)
2. Lingkungan sosial budaya (adat istiadat, bahasa, budaya, status sosial)
3. Lingkungan
psikologis
(pertimbangan
kejiwaan
seseorang
ketika
menerima pesan)
4. Dimensi waktu (musim, pagi, siang, dan malam).
2.1.1.2 Fungsi Komunikasi
Menurut Effendy (1999: 8) fungsi komunikasi secara garis besar dapat
disimpulkan sebagai berikut:
a. Menyampaikan informasi (to inform).
b. Mengajarkan (to educate).
Universitas Sumatera Utara
c. Memperoleh hiburan (to entertain).
d. Membujuk (to persuade).
Pada fungsi komunikasi to inform (menyampaikan informasi), ditujukan
untuk menyampaikan informasi kepada khalayak atau publik yang dilakukan oleh
komunikator guna menjadikan khalayak atau publik atau komunikan dapat
menambah wawasan dan pengetahuan. Sedangkan fungsi to educate (mendidik),
dilakukan oleh komunikator untuk memberikan pendidikan dan pengetahuan yang
bermanfaat baik secara formal, non formal maupun informal sehingga mendorong
pembentukan watak dan pendidikan keterampilan serta kemahiran yang
diperlukan pada semua bidang kehidupan. Fungsi komunikasi to entertain
(menghibur), yaitu fungsi yang dilakukan oleh komunikator untuk memberikan
hiburan kepada khalayak atau publik atau komunikan. Dan fungsi terakhir adalah
To persuade (mempengaruhi) yaitu membujuk, mempengaruhi atau membentuk
suatu opini seseorang maupun publik, meyakinkan tentang informasi-informasi
yang diberikannya sehingga benar-benar mengetahui situasi yang terjadi di
lingkungannnya.
2.1.2
Proses Komunikasi
Komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada
komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu. Proses komunikasi
ada dua tahap yaitu Primer dan Sekunder.
a. Proses Komunikasi Secara Primer
Universitas Sumatera Utara
Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pikiran dan
atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang
(symbol) sebagai media, bahasa, kial (gesture), isyarat, gambar, warna, dan
sebagainya. Dalam proses komunikasi, media yang paling banyak digunakan
adalah bahasa, karena mampu menterjemahkan pikiran seseorang kepada orang
lain dalam bentuk ide, informasi atau opini.
Kata-kata mengandung dua jenis pengertian:
1.
Denotatif yaitu, kata-kata yang memiliki arti sebagaimana tercantum
dalam kamus atau sebenarnya (dictionary meaning).
2.
Konotatif yaitu, kata-kata yang memiliki arti emosional atau mengandung
penilaian tertentu / kiasan (emotional or evaluate meaning).
Bahasa memegang peranan penting dalam proses komunikasi. Wilbur
Schramm, ahli komunikasi dalam karyanya “Communication research in the
USA” menyebutkan bahwa komunikasi akan berhasil apabila pesan yang
disampaikan oleh komunikator sesuai dengan kerangka acuan (frame of
reference), paduan pengalaman dan pengertian (collection of experiences and
meanings) yang pernah diperoleh komunikan (Effendy, 2003: 11-12).
b. Proses Komunikasi Secara Sekunder
Proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh
seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media
kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama dipakai karena relatif
jauh atau jumlahnya banyak. Sarana itu, surat, telepon, fax, koran, majalah, radio,
Universitas Sumatera Utara
TV, film, e-mail, internet dan lain-lain karena komunikan sebagai sasarannya
berada di tempat yang relatif jauh.
Proses komunikasi sekunder merupakan sambungan dari komunikasi
primer untuk menembus dimensi ruang dan waktu, maka dalam menata lambanglambang untuk memformulasikan isi pesan komunikasi, komunikator harus
memperhitungkan ciri-ciri atau sifat media yang akan digunakan. Penentuan
media yang akan digunakan sebagai hasil pilihan dari sekian banyak alternatif
perlu didasari pertimbangan siapa komunikan yang akan dituju. Komunikan
media surat, poster atau papan pengumuman akan berbeda dengan komunikan
surat kabar, radio, televisi, film, atau media lainnya. Setiap media memiliki ciri
atau sifat tertentu yang efektif dan efisien untuk dipergunakan bagi penyampaian
suatu pesan tertentu pula (Effendy, 2003:16).
2.1.3
Hambatan Komunikasi
Proses komunikasi yang berlangsung di antara individu tidak selalu
berlangsung mulus dan lancar. Adakalanya pesan yang akan disampaikan tersebut
mendapat hambatan sebelum sampai kepada komunikan. Hambatan-hambatan
tersebut bisa disebabkan karena beberapa faktor, antara lain:
1. Hambatan Sosio-Antro-Psikologis
a. Hambatan Sosiologis
Masyarakat terdiri dari berbagai golongan dan lapisan yang menimbulkan
perbedaan dalam status sosial, agama, ideologi, tingkat pendidikan dan
sebagainya, yang kesemuanya dapat menjadi hambatan bagi kelancaran
komunikasi.
Universitas Sumatera Utara
b. Hambatan Antropologis
Dalam melancarkan komunikasi, seorang komunikator tidak akan berhasil
apabila ia tidak mengenal siapa komunikannya. “siapa” di sini bukan namanya,
melainkan ras apa, bangsa apa dan suku apa. Dalam hal ini, komunikator harus
mengenal
kebudayaan,
gaya
hidup,
norma
kehidupan
serta
kebiasaan
komunikannya.
c. Hambatan Psikologis
Faktor psikologis seringkali menjadi hambatan dalam komunikasi. Hal ini
umumnya disebabkan komunikator tidak mengkaji diri komunikan sebelum
melancarkan komunikasi. Komunikasi sulit berhasil apabila komunikan sedang
sedih, bingung, marah, kecewa, kesal dan lain sebagainya (Effendy, 1986 : 13).
2. Hambatan Semantis
Hambatan semantis meliputi bahasa yang digunakan oleh komunikator
dalam menyampaikan pikiran dan perasaannya kepada komunikan. Demi
kelancaran komunikasi, komunikator harus benar-benar memperhatikan gangguan
semantis ini, sebab kesalahan dalam ucapan maupun tulisan dapat menimbulkan
salah pengertian (misunderstanding) dan salah tafsir (misinterpretation) yang
pada akhirnya dapat menimbulkan salah komunikasi (misunderstanding)
(Effendy, 1986 :14).
3. Hambatan Mekanis
Hambatan mekanis kita jumpai pada media yang dipergunakan dalam
melancarkan komunikasi. Seperti suara telepon yang berisik, ketikan huruf yang
rusak pada media cetak, atau gambar kabur di layar televisi.
4. Hambatan Ekologis
Universitas Sumatera Utara
Hambatan ekologis terjadi disebabkan oleh gangguan lingkungan terhadap
berlangsungnya komunikasi. Contohnya adalah suara riuh orang-orang ramai atau
kebisingan lalu lintas, suara hujan atau petir, suara pesawat terbang dan lain-lain
saat sedang berkomunikasi (Effendy, 1986 :16).
2.1.4
Komunikasi Antarbudaya
Komunikasi antarbudaya sendiri dapat dipahami sebagai pernyataan diri
antar pribadi yang paling efektif antara dua orang yang saling berbeda latar
belakang budaya. Dalam rangka memahami kajian komunikasi antarbudaya maka
kita mengenal beberapa asumsi, yaitu: proses komunikasi antarbudaya sama
seperti proses komunikasi lainnya, yakni suatu proses yang interaktif dan
transaksional serta dinamis (Liliweri, 2004: 24).
Mengutip pendapat Habermas, bahwa dalam setiap proses komunikasi
(apapun bentuknya) selalu ada fakta dari semua situasi yang tersembunyi di balik
para partisipan komunikasi. Menurutnya, beberapa kunci iklim komunikasi dapat
ditunjukkan oleh karakteristik antara lain; suasana yang menggambarkan derajat
kebebasan, suasana di mana tidak ada lagi tekanan kekuasaan terhadap peserta
komunikasi, prinsip keterbukaan bagi semua, suasana yang mampu memberikan
komunikator dan komunikan untuk dapat membedakan antara minat pribadi dan
minat kelompok. Dari sini bisa disimpulkan bahwa iklim komunikasi
antarabudaya tergantung pada 3 dimensi, yakni perasaan positif, pengetahuan
tentang komunikan, dan perilaku komunikator (Liliweri, 2004: 48).
Ketika komunikasi terjadi antara orang-orang berbeda bangsa, kelompok
ras atau komunitas bahasa, komunikasi tersebut disebut komunikasi antar budaya.
Komunikasi antarbudaya pada dasarnya mengkaji bagaimana budaya berpengaruh
Universitas Sumatera Utara
terhadap aktivitas komunikasi: apa makna pesan verbal dan non verbal menurut
budaya-budaya yang bersangkutan, apa yang layak dikomunikasikan, bagaimana
cara
mengkomunikasikannya
(verbal
dan
nonverbal)
dan
kapan
mengkomunikasikanya.
Atas dasar uraian di
atas, beberapa asumsi komunikasi antarbudaya
didasarkan atas hal-hal berikut:
1.
Komunikasi antarbudaya dimulai dengan anggapan dasar bahwa ada
perbedaan persepsi antara komunikator dengan komunikan.
2.
Dalam komunikasi antarbudaya terkandung isi dan relasi antarpribadi.
3.
Gaya personal mempengaruhi komunikasi antarpribadi.
4.
Komunikasi antarbudaya bertujuan mengurangi tingkat ketidakpastian.
5.
Komunikasi berpusat pada kebudayaan.
6.
Efektifitas antarbudaya merupakan tujuan komunikasi antarbudaya
Pengaruh budaya atau individu dan masalah-masalah penyandian dan
penyadian pesan tertulis pada gambar berikut:
Gambar 2.2
Model Komunikasi Antarbudaya
B
A
C
Sumber: (Mulyana, 2006: 21)
Universitas Sumatera Utara
Tiga budaya diwakili dalam model ini oleh tiga kelompok bentuk
geometric yang terlukis. Budaya A dan budaya B relatif serupa dan masingmasing diwakili oleh suatu segi empat dan suatu segi delapan tidak beraturan yang
hampir menyerupai. Segi empat budaya C sangat berbeda dari budaya A dan
budaya B. Perbedaan yang lebih besar ini tampak pada bentuk melingkar budaya
C dan jarak fisiknya dari budaya A dan budaya B.
Dalam setiap budayanya ada bentuk lain yang agak serupa dengan bentuk
budaya lain. Ini menunjukkan individu telah dibentuk oleh budaya. Bentuk
individu sedikit berbeda dari bentuk yang telah mempengaruhinya. Ini
menunjukkan dua hal. Hal pertama, ada pengaruh-pengaruh lain di samping
budaya yang membentuk individunya. Kedua, meskipun budaya merupakan
kekuatan dominan yang mempengaruhi individu, orang-orang dalam suatu budaya
yang mempunyai sifat-sifat yang berbeda.
Penyandian-penyandian balik pesan antarbudaya dilakukan oleh panahpanah yang menghubungkan budaya-budaya itu. Panah-panah ini menunjukkan
pengiriman pesan dari budaya-budaya yang satu kebudayaan lainnya. Ketika suatu
pesan meninggalkan budaya di mana ia disandi, pesan itu mengandung makna
yang dihendaki oleh penyandi (encoder). Ini ditunjukkan oleh panah yang
meninggalkan suatu budaya yang mengandung pola yang sama seperti pola yang
ada dalam individu penyandi. Ketika suatu pesan itu mengalami suatu perubahan
dalam arti pengaruh budaya penyandi balik (decoder) telah menjadi bagian dari
makna pesan. Makna yang terkandung dalam pesan yang asli telah berubah
selama fase penyandian balik dalam komunikasi antarbudaya, oleh karena
Universitas Sumatera Utara
mengandung makna-makna budaya yang sama seperti yang dimiliki encoder
(Mulyana, 2006: 21-22).
Model tersebut menunjukkan bahwa bisa terdapat banyak ragam
perbedaan budaya dalam komunikasi antarbudaya. Komunikasi antarbudaya
terjadi dalam situasi yang berkisar dari interaksi-interaksi antara orang-orang yang
berbeda ranah budaya secara ekstrim hingga interaksi-interaksi antara orang-orang
yang mempunyai budaya dominan yang sama tetapi mempunyai subkultur atau
subkelompok berbeda.
2.1.4.1 Prinsip-prinsip Komunikasi AntarBudaya
Komunikasi antar budaya sebagai proses komunikasi memiliki beberapa
prinsip. Prinsip – prinsip komunikasi antarbudaya sebagai berikut:
a. Relativitas Bahasa. Gagasan umum bahwa bahasa mempengaruhi pemikiran
dan perilaku paling banyak disuarakan oleh para antropologis linguistik.
Pada akhir tahun 1920-an dan di sepanjang tahun 1930-an, dirumuskan bahwa
karakteristik bahasa mempengaruhi proses kognitif kita. Dan karena bahasabahasa di dunia sangat berbeda-beda dalam hal karakteristik semantik dan
strukturnya, tampaknya masuk akal untuk mengatakan bahwa orang yang
menggunakan bahasa yang berbeda juga akan berbeda dalam cara mereka
memandang dan berpikir tentang dunia .
b. Bahasa sebagai cermin budaya. Bahasa mencerminkan budaya. Makin besar
perbedaan budaya, makin perbedaan komunikasi baik dalam bahasa maupun
dalam isyarat – isyarat nonverbal. Makin besar perbedaan antara budaya (dan,
karenanya, makin besar perbedaan komunikasi), makin sulit komunikasi
dilakukan. Kesulitan ini dapat mengakibatkan, misalnya, lebih banyak
Universitas Sumatera Utara
kesalahan komunikasi, lebih banyak kesalahan kalimat, lebih besar
kemungkinan salah paham, makin banyak salah persepsi, dan makin banyak
potong kompas (bypassing).
c. Mengurangi Ketidakpastian. Makin besar perbedaan antarbudaya, makin
besarlah ketidakpastian dan ambiguitas dalam komunikasi. Banyak dari
komunikasi kita berusaha mengurangi ketidakpastian ini sehingga kita dapat
lebih baik menguraikan, memprediksi dan menjelaskan perilaku orang lain.
Karena letidakpastian dan ambiguitas yang lebih besar ini, diperlukan lebih
banyak waktu dan upaya untuk mengurangi ketidakpastian dan untuk
berkomunikasi secara lebih bermakna.
d. Kesadaran diri dan perbedaan antarbudaya. Makin besar perbedaan
antarbudaya, makin besar kesadaran diri (mindfulness) para partisipan selama
komunikasi. Ini mempunyai konsekuensi positif dan negatif. Positifnya,
kesadaran diri ini barangkali membuat kita lebih waspada. ini mencegah kita
mengatakan hal-hal yang mungkin terasa tidak peka atau tidak patut.
Negatifnya, ini membuat kita terlalu berhati-hati, tidak spontan dan kurang
percaya diri.
e. Interaksi awal dan perbedaan antarbudaya. Perbedaan antarbudaya terutama
penting dalam
interaksi awal dan secara berangsur berkurang tingkat
kepentingannya ketika hubungan menjadi lebih akrab. Walaupun selalu
terdapat kemungkinan salah
persepsi dan salah menilai orang lain,
kemungkinan ini khususnya besar dalam situasi komunikasi antarbudaya.
f. Memaksimalkan hasil interaksi. Dalam komunikasi antarbudaya terdapat
tindakan-tindakan yang berusaha memaksimalkan hasil interaksi. Tiga
Universitas Sumatera Utara
konsekuensi mengisyaratkan implikasi yang penting bagi komunikasi
antarbudaya. Pertama, orang akan berintraksi dengan orang lain yang mereka
perkirakan akan memberikan hasil positif. Kedua, bila mendapatkan hasil
yang positif, maka pelaku komunikasi terus melibatkan diri dan meningkatkan
komunikasi. Bila memperoleh hasil negatif, maka pelaku mulai menarik diri
dan mengurangi komunikasi. Ketiga, pelaku membuat prediksi tentang
perilaku mana yang akan menghasilkan hasil positif. Pelaku akan mencoba
memprediksi hasil dari, misalnya, pilihan topik, posisi yang diambil, perilaku
nonverbal yang ditunjukkan, dan sebagainya. Pelaku komunikasi kemudian
melakukan apa yang menurutnya akan memberikan hasil positif dan berusaha
tidak melakukan apa yang menurutnya akan memberikan hasil negatif
(Devito, 1997: 479-488).
Prinsip – prinsip proses komunikasi antarbudaya menunjukkan bahwa ada
beberapa elemen penting dalam komunikasi antarbudaya antara lain adalah
penggunaan bahasa. Bahasa yang sama akan memudahkan proses komunikasi
antarbudaya yang terjadi. Contoh pada Indonesia dengan berbagai macam budaya
dan bahasa daerah, untuk mengurangi resiko dalam proses komunikasi maka
pemerintah menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Penggunaan
bahasa daerah digunakan hanya pada acara budaya atau daerah tertentu saja.
2.1.4.2 Fungsi-fungsi Komunikasi Antar Budaya
Komunikasi antarbudaya merupakan salah satu bagian dari ilmu
komunikasi. Setiap bagian dalam ilmu komunikasi memiliki fungsi dalam
komunikasi termasuk komunikasi antar budaya. Berikut beberapa fungsi dari
komunikasi antarbudaya:
Universitas Sumatera Utara
1. Fungsi Pribadi
Fungsi pribadi komunikasi antar budaya adalah fungsi-fungsi komunikasi
antarbudaya yang ditunjukkan melalui perilaku komunikasi yang bersumber dari
seorang individu.
a. Menyatakan identitas sosial.
Proses komunikasi antarbudaya terdapat beberapa perilaku komunikasi
individu yang digunakan untuk menyatakan identitas
sosial. Perilaku itu
dinyatakan melalui tindakan ber bahasa baik secara verbal dan nonverbal. Dari
perilaku berbahasa itulah dapat diketahui identitas diri maupun sosial, misalnya
dapat diketahui asal-usul
suku bangsa, agama, maupun tingkat
pendidikan
seseorang.
b. Menyatakan integrasi sosial.
Inti konsep integrasi sosial adalah menerima kesatuan dan persatuan antar
pribadi , antar kelompok namun tetap mengakui perbedaan-perbedaan yang
dimiliki oleh setiap unsur. Perlu dipahami bahwa salah satu tujuan komunikasi
adalah memberikan makna yang sama atas pesan yang dibagi antara komunikator
dan komunikan. Dalam kasus komunikasi antarbudaya yang melibatkan
perbedaan budaya antar komunikator dengan komunikan, maka integrasi sosial
merupakan tujuan utama komunikasi.
c. Menambah pengetahuan.
Seringkali komunikasi antarbudaya menambah pengetahuan bersama,
saling mempelajari kebudayaan masing-masing (Liliweri, 2003: 11-12).
2. Fungsi Sosial
Universitas Sumatera Utara
Fungsi sosial komunikasi antar budaya adalah fungsi-fungsi komunikasi
antar budaya yang berguna bagi masyarakat sekitar, antara lain:
a. Pengawasan
Praktek komunikasi antarbudaya di antara komunikator dan komunikan
yang berbada kebudayaan berfungsi saling mengawasi. Setiap proses komunikasi
antarbudaya fungsi ini bermanfaat untuk menginformasikan "perkembangan"
tentang lingkungan . Fungsi ini lebih banyak dilakukan oleh media massa yang
menyebarlusakan secara rutin perkembangan peristiwa yang terjadi di sekitar kita
meskipun peristiwa itu terjadi dalam sebuah konteks kebudayaan yang berbeda.
b. Menjembatani
Proses komunikasi antarbudaya, maka fungsi komunikasi yang dilakukan
antara dua orang yang berbeda budaya itu merupakan jembatan atas perbedaan di
antara mereka. Fungsi menjembatani itu dapat terkontrol melalui pesan-pesan
yang mereka pertukarkan, keduanya saling menjelaskan perbedaan tafsir atas
sebuah pesan sehingga menghasilkan makna yang sama. Fungsi ini dijalankan
pula oleh pelbagai konteks komunikasi termasuk komunikasi massa .
c. Sosialisasi Nilai
Fungsi
sosialisasi merupakan
fungsi
untuk
mengajarkan
dan
memperkenalkan nilai-nilai kebudayaan suatu masyarakat kepada masyarakat
lain.
d. Menghibur
Universitas Sumatera Utara
Fungsi menghibur juga sering tampil dalam proses komunikasi
antarbudaya. Misalnya menonton tarian dari kebudayaan lain. Hiburan tersebut
termasuk dalam kategori hiburan antarbudaya (Liliweri, 2003: 36-42).
2.1.4.3 Hambatan Komunikasi Antar Budaya
Hambatan komunikasi (communication barrier) dalam komunikasi
antarbudaya (intercultural communication) mempunyai bentuk seperti sebuah
gunung es yang terbenam di dalam air. Di mana hambatan komunikasi yang ada
terbagi dua menjadi yang di atas air (above waterline) dan di bawah air (below
waterline). Faktor-faktor hambatan komunikasi antarbudaya yang berada di
bawah air (below waterline) adalah faktor-faktor yang membentuk perilaku atau
sikap seseorang, hambatan semacam ini cukup sulit untuk dilihat atau
diperhatikan. Jenis-jenis hambatan semacam ini adalah:
a. Persepsi (perceptions).
b. Norma (norms).
c. Stereotip (stereotypes).
d. Filosofi bisnis (business philosophy).
e. Aturan (rules)
f.
Jaringan (networks).
g. Nilai (values).
h. Grup cabang (subcultures group) (Samovar, Larry Et, 1981: 6-17).
Terdapat 9 (sembilan) jenis hambatan komunikasi antar budaya yang
berada di atas air (above waterline). Hambatan komunikasi semacam ini lebih
mudah untuk dilihat karena hambatan-hambatan ini banyak yang berbentuk fisik.
Hambatan-hambatan tersebut adalah:
Universitas Sumatera Utara
1. Fisik (physical). Hambatan komunikasi semacam ini berasal dari hambatan
waktu, lingkungan, kebutuhan diri dan juga media fisik.
2. Budaya (cultural). Hambatan ini berasal dari etnis yang berbeda, agama dan
juga perbedaan sosial yang ada antara budaya yang satu dengan yang lainnya.
3. Persepsi (perceptual). Jenis hambatan ini muncul dikarenakan setiap orang
memiliki persepsi yang berbeda-beda mengenai suatu hal. Sehingga untuk
mengartikan sesuatu setiap budaya akan mempunyai pemikiran yang berbedabeda.
4. Motivasi (motivational). Hambatan semacam ini berkaitan dengan tingkat
motivasi dari pendengar, maksudnya adalah apakah pendengar yang menerima
pesan ingin menerima pesan tersebut atau apakah pendengar tersebut sedang
malas dan tidak punya motivasi sehingga dapat menjadi hambatan
komunikasi.
5. Pengalaman (Experiential). Pengalaman adalah jenis hambatan yang terjadi
karena setiap individu tidak memiliki pengalaman hidup yang sama sehingga
setiap individu mempunyai persepsi dan juga konsep yang berbeda-beda
dalam melihat sesuatu.
6. Emosi (emotional). Hal ini berkaitan dengan emosi atau perasaan pribadi dari
pendengar. Apabila emosi pendengar sedang buruk maka hambatan
komunikasi yang terjadi akan semakin besar dan sulit untuk dilalui.
7. Bahasa (linguistic). Hambatan komunikasi yang berikut ini terjadi apabila
pengirim pesan (sender) dan penerima pesan (receiver) menggunakan bahasa
yang berbeda atau penggunaan kata-kata yang tidak dimengerti oleh penerima
pesan.
Universitas Sumatera Utara
8. Nonverbal. Hambatan nonverbal adalah hambatan komunikasi yang tidak
berbentuk kata-kata tetapi dapat menjadi hambatan komunikasi. Contohnya
adalah wajah marah yang dibuat oleh penerima pesan (receiver) ketika
pengirim pesan (sender) melakukan komunikasi. Wajah marah yang dibuat
tersebut dapat menjadi penghambat komunikasi karena mungkin saja pengirim
pesan akan merasa tidak maksimal atau takut untuk mengirimkan pesan
kepada penerima pesan.
9. Kompetisi (competition). Hambatan semacam ini muncul apabila penerima
pesan sedang melakukan kegiatan lain sambil mendengarkan. Contohnya
adalah menerima telepon selular sambil menyetir, karena melakukan 2 (dua)
kegiatan sekaligus maka penerima pesan tidak akan mendengarkan pesan yang
disampaikan melalui telepon selularnya secara maksimal (Chaney & Martin,
2004, p. 11 – 12).
Peneliti akan menggunakan hambatan fisik sebagai variabel penelitian.
Pemilihan ini didasarkan pada hambatan fisik mudah untuk dilihat dan diamati.
Hambatan fisik bersifat lebih nyata untuk diteliti dibandingkan dengan di bawah
air (above waterline).
2.1.5
Etnis Tionghoa
Kata Tionghoa telah digunakan dalam surat setia kepada tentara Nippon.
Tionghoa atau tionghwa, adalah istilah yang dibuat sendiri oleh orang keturunan
Cina di Indonesia, yang berasal dari kata zhonghua dalam Bahasa Mandarin.
Zhonghua dalam dialek Hokkian dilafalkan sebagai Tionghoa.
Wacana Cung Hwa setidaknya sudah dimulai sejak tahun 1880, yaitu
adanya keinginan dari orang-orang di Cina untuk terbebas dari kekuasaan dinasti
Universitas Sumatera Utara
kerajaan dan membentuk suatu negara yang lebih demokratis dan kuat. Wacana
ini sampai terdengar oleh orang asal Cina yang bermukim di Hindia Belanda yang
ketika itu dinamakan Orang Cina.
Sekelompok orang asal Cina yang anak-anaknya lahir di Hindia Belanda,
merasa perlu mempelajari kebudayaan dan bahasanya. Pada tahun 1900, mereka
mendirikan sekolah di Hindia Belanda, di bawah naungan suatu badan yang
dinamakan "Tjung Hwa Hwei Kwan", yang bila lafalnya di Indonesiakan menjadi
Tiong Hoa Hwe Kwan (THHK). THHK dalam perjalanannya bukan saja
memberikan pendidikan bahasa dan kebudayaan Cina, tapi juga menumbuhkan
rasa persatuan orang-orang Tionghoa di Hindia Belanda, seiring dengan
perubahan istilah "Cina" menjadi "Tionghoa" di Hindia Belanda.
Suku bangsa Tionghoa (biasa disebut juga Cina) di Indonesia adalah salah
satu etnis di Indonesia. Biasanya mereka menyebut dirinya dengan istilah
Tenglang (Hokkien), Tengnang (Tiochiu) atau Thongnyin (Hakka). Dalam bahasa
Mandarin mereka disebut Tangren (Hanzi: 唐人, "orang Tang"). Hal ini sesuai
dengan kenyataan bahwa orang Tionghoa-Indonesia mayoritas berasal dari Cina
selatan yang menyebut diri mereka sebagai orang Tang, sementara orang Cina
utara menyebut diri mereka sebagai orang Han (Hanzi: 漢人, hanyu pinyin:
hanren, "orang Han").
Leluhur orang Tionghoa-Indonesia berimigrasi secara bergelombang sejak
ribuan tahun yang lalu melalui kegiatan perniagaan. Peran mereka beberapa kali
muncul dalam sejarah Indonesia, bahkan sebelum Republik Indonesia
dideklarasikan dan terbentuk. Catatan-catatan dari Cina menyatakan bahwa
kerajaan-kerajaan kuno di Nusantara telah berhubungan erat dengan dinasti-
Universitas Sumatera Utara
dinasti yang berkuasa di Cina. Faktor inilah yang kemudian menyuburkan
perdagangan dan lalu lintas barang maupun manusia dari Cina ke Nusantara dan
sebaliknya.
Setelah
negara
Indonesia
merdeka,
orang
Tionghoa
yang
berkewarganegaraan Indonesia digolongkan sebagai salah satu suku dalam
lingkup nasional Indonesia, sesuai Pasal 2 UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang
Kewarganegaraan Republik Indonesia yang berbunyi :
“Yang menjadi Warga Negara Indonesia adalah orang-orang bangsa
Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan
undang-undang sebagai warga Negara”.
Pasal ini mengatur secara jelas mengenai Kewarganegaraan di Indonesia.
Undang – undang kewarganegaraan ini lahir untuk menghindari konflik di
kemudian hari.
2.2
Model Teoritis
Pada penelitian ini peneliti menggunakan model teoritis sebagai berikut:
Gambar 2.3
Model Teoritis
Etnis
Tionghoa
Etnis
Pribumi
- Fungsi
Komunikasi
antarbudaya.
- Hambatan Komunikasi
antarbudaya
Universitas Sumatera Utara
2.3
Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan penjabaran lebih lanjut tentang konsep
yang telah dikelompokkan dalam kerangka konsep. Definisi operasional adalah
suatu petunjuk pelaksanaan mengenai cara-cara untuk mengukur suatu variabel.
Dengan kata lain, definisi operasional adalah suatu informasi ilmiah yang amat
membantu peneliti lain yang ingin menggunakan variabel yang sama
(Singarimbun, 2011:46).
Tabel 2.1
Operasional Variabel
Variabel
Teoritis
Karakteristik
Responden
Fungsi
Komunikasi
AntarBudaya
Variabel Operasional
Definisi Operasional
-
Etnis Pribumi
-
-
Etnis Tionghoa
-
Penduduk bukan keturunan
yang berdomisili di perumahan
Katelia Indah Kecamatan
Medan Johor.
Penduduk keturunan tiongkok
yang telah hidup berabad-abad
lamanya di bumi nusantara
khususnya
di
perumahan
Katelia Indah Kecamatan
Medan Johor.
Fungsi Pribadi :
-
Menyatakan
Sosial.
Identitas
-
-
Menyatakan
sosial.
integrasi
-
-
Menambah
pengetahuan.
Fungsi Sosial :
-
Pengawasan
-
Menjembatani
-
-
Diketahui asal-usul
suku
bangsa, agama, maupun tingkat
pendidikan.
Menerima
kesatuan
dan
persatuan antar pribadi , antar
kelompok
namun
tetap
mengakui
perbedaanperbedaan yang dimiliki oleh
setiap unsur.
Menambah
pengetahuan
bersama, saling mempelajari
kebudayaan masing-masing.
Mengawasi budaya satu sama
lain.
Jembatan antara dua budaya
yang berbeda
Universitas Sumatera Utara
-
Sosialisasi Nilai
-
Hambatan
Komunikasi
Antar Budaya
Mengajarkan
dan
memperkenalkan
nilai-nilai
kebudayaan suatu masyarakat
kepada masyarakat lain.
Hiburan budaya
Menghibur
10. Fisik
11. Hambatan Budaya
12. Persepsi
13. Motivasi
14. Pengalaman
19. Hambatan waktu, lingkungan,
kebutuhan diri, dan juga media
fisik.
20. Etnis yang berbeda, agama,
dan juga perbedaan sosial yang
ada antara budaya yang satu
dengan yang lainnya.
21. Jenis hambatan ini muncul
dikarenakan
setiap
orang
memiliki
persepsi
yang
berbeda-beda mengenai suatu
hal.
22. Hambatan
semacam
ini
berkaitan
dengan
tingkat
motivasi dari pendengar.
23. Jenis hambatan yang terjadi
karena setiap individu tidak
memiliki pengalaman hidup
yang sama.
24. Emosi atau perasaan pribadi
dari pendengar.
15. Emosi
16. Bahasa
17. Nonverbal
18. Kompetisi
25. Pengirim pesan (sender) dan
penerima pesan (receiver)
menggunakan bahasa yang
berbeda.
26. Hambatan komunikasi yang
tidak berbentuk kata-kata.
27. Penerima
pesan
sedang
melakukan
kegiatan
lain
sambil mendengarkan
Universitas Sumatera Utara
Download