kawasan terpadu dengan morfologi budaya betawi di setubabakan

advertisement
KAWASAN TERPADU DENGAN
MORFOLOGI BUDAYA BETAWI DI
SETUBABAKAN
Prabaswara S.G, Noegroho , Yanita Milla
Universitas Bina Nusantara, Jl. K.H. Syahdan No. 9, Kemanggisan, Jakarta Barat 11480, telp/fax
(62-21) 5345830/5300244, [email protected]
Abstract
The tribe of Betawi is inhabiting the city for a long time. Jakarta as place for a
numerous tribe in indonesia and Betawi tribe is the first existing tribe in Jakarta needed
a preservation place that new in the city. Integrated development elections in
setubabakan because this area had heritage betawi building that conserved and living
together in one area that dont have betawi culture morphology. Methods done by means
of observations and interview. The result are RW 5 needs Integrated area with the
betawi culture morpholgy in setubabakan (PSG).
Abstrak
Suku Betawi merupakan Suku yang mendiami kota Jakarta sejak lama,. Dewasa ini
Jakarta sebagai tempat berkumpulnya berbagai suku yang ada di indonesia dan Suku betawi
merupakan suku yang sudah ada pertama kali ini mengalami aktifitas bersama, menjadikan
suku betawi membutuhkan tempat pelestarian yang baru di suatu tempat di kota Jakarta ini.
Pemilihan pembangunan terpadu di Setubabakan karena wilayah ini memiliki cagar
bangunan betawi yang dilestarikan, namun berdampingan dengan wilayah hunian warga yang
tidak mempunyai pendekatan morfologi betawi itu sendiri . Metode yang dilakukan dalam
pengumpulan data antara lain dengan observasi, literatur, wawancara.. Hasil analisa diketahui
bahwa RW 5 ini membutuhkan perancangan terpadu dengan morfologi budaya betawi. (PSG).
Kata Kunci: Pemukiman Kumuh, Pembangunan kembali ,Setubabakan Kampung Pulo, Budaya
Betawi.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Suku Betawi terdiri dari beberapa etnis yang bergabung dalam satu daerah sehingga membentuk
kebudayaan sendiri yaitu Budaya Betawi. Suku Betawi berasal dari hasil kawin-mawin
antaretnis dan bangsa di masa lalu. Secara biologis, mereka yang mengaku sebagai orang
Betawi adalah keturunan kaum berdarah campuran aneka suku dan bangsa yang didatangkan
oleh Belanda ke Batavia. Apa yang disebut dengan orang atau suku Betawi sebenarnya terhitung
pendatang baru di Jakarta
1
Setu Babakan atau Danau Babakan terletak di Srengseng Sawah, kecamatan Jagakarsa,
Kotamadya Jakarta Selatan, Indonesia. Terletak di dekat Depok yang berfungsi sebagai pusat
Perkampungan Suku Betawi, suatu area yang diperuntukkan untuk pelestarian warisan budaya
Jakarta, yaitu budaya asli Betawi. fungsi utamanya sebagai penampung air resapan untuk
selatan jakarta, Penetapan Setu-Babakan sebagai kawasan Cagar Budaya Betawi sebenarnya
sudah direncanakan sejak tahun 1996. Sebelum itu, Pemerintah DKI Jakarta juga pernah
berencana menetapkan kawasan Condet, Jakarta Timur, sebagai Cagar Budaya Betawi, namun
urung (batal) dilakukan karena seiring perjalanan waktu perkampungan tersebut semakin luntur
dari nuansa budaya Betawi-nya. Melalui SK Gubernur No. 9 tahun 2000 dipilihlah
perkampungan Setu Babakan sebagai kawasan Cagar Budaya Betawi. (Sumber : Dinas Tata
Kota Jakarta, 2013)
Permasalahan
Dalam kawasan setubabakan, terdapat beberapa fungsi bangunan yang digunakan untuk
memenuhi fungsi utama dalam pembentukan pelestarian kawasan perkampungan budaya
betawi. Fungsi-fungsi bangunan tersebut dibuat dengan bertujuan dapat mengenalkan budaya
betawi ke masyarakat umum yang ingin mngetehaui budaya betawi itu sendiri ada berbagai
macam ragam dan ciri ke-aktifitasannya. Namun, kenyataan yang didapatkan adalah, kawasan
hunian tersebut tidak ada pendekatan budaya betawi dari segi bangunan dan tata ruangnya, dan
kondisi dalam tapak yang diolah terlihat hanya kawasan cagar bangunan saja yang mengikuti
morfologi budaya betawi.
Definisi
Morfologi
Morfologi dalam menurut sabari,2005 adalah sebuah kota yang akan selalu mengalami
perkembangan dari waktu ke waktu,perkembangan tersebut akan menyangkut aspek politik,
sosial, budaya,teknologi, ekonomi dan fisikSehingga pembahasan tentang kotasedikitnya dapat
dilihat dari beberapa pendekatan seperti ekologi, ekonomi,sistem kegiatan, ekologi faktorial dan
morfologi.
Menurut Alvares 2002, Pendekatan morfologi memberikan kesempatanuntuk melihat fisik kota
dengan konsepsi yang lebih komplit sebagai tempat yangditransformasikan bagi kehidupan
yang lebih manusiawi, sehingga kota adalahsebuah tatanan yang chaotic richness, sebuah
collage dan sebuah dialektikaakibat perbedaan atau pemisahan antara lama dengan baru. Kota
bukanlahsebuah dialek akibat perbedaan atau pemisahan antara lama dan baru, tetapiyang satu
diikat bersama dengan yang lain. Oleh karena itu, Morfologi merupakan proses perkembangan
dalam aspek politik, sosial, teknologi, ekonomi ataupun budaya dalam suatu daerah dan
2
morfologi merupakan bentuk dan wujud ciri karakteristik suatu kota dengan manusia
didalamnya. Dihubungkan dengan morfologi budaya betawi maka mempelajari kondisi fisik
rumah adat betawi dan kondisi non fisik yaitu aktifitas dan kegiatan bermukim budaya betawi.
Pembangunan terpadu/Mixed use development
Kawasan terpadu memiliki arti luas yaitu setiap perkotaan, pinggir kota, pembangunan desa
atau bahkan suatu area yang menggabungkan fungsi pemukiman, komersial budaya,
kelembagaan. dimana mereka berfungsi secara baik secara fisik dan fungsional terintegrasi dan
yang menyediakan akses pejalan kaki dengan beberapa elemen pelengkap yang saling
terhubung satu sama lain. (Perancangan Tata Urban, Danisworo)
Waterfront
Definisi Waterfrontdalam Bahasa Indonesiasecara harafiah adalah daerah tepi laut, bagian
kotayang berbatasan dengan air, daerah pelabuhan(Echols, 2003). Sedangkan, urban waterfront
mempunyaiarti suatu lingkungan perkotaan yang berada ditepi atau dekat wilayah perairan,
misalnya lokasi diarea pelabuhan besar di kota metropolitan (Wrenn,1983). Dari kedua
pengertian tersebut maka definisiwaterfront adalah suatu daerah atau area yang terletakdi
dekat/berbatasan dengan kawasan perairan dimanaterdapat satu atau beberapa kegiatan dan
aktivitas
Teori yang Berkaitan
Hamid Shirvani
Menurut Hamid Shirvani, terdapat delapan macam elemen yang membentuk sebuah kota
terutama pusat kota. yakni
tata guna lahan
bentuk dan kelompok bangunan
ruang terbuka
parkir dan sirkulasi
tanda-tanda (signage)
jalur pejalan kaki
pendukung kegiatan
preservasi
Figure/ ground
Teori ini dapat dipahami melalui pola perkotaan dengan hubungan antara bentuk yang dibangun
(building mass) dan ruang terbuka (open space) Analisis Figure/ ground adalah alat yang baik
untuk:
1. Mengidentifikasi sebuah tekstur dan pola-pola tata ruang perkotaan (urban fabric);
2. Mengidentifikasi masalah keteraturan massa/ ruang perkotaan
Gambar 2.1 Figure/Ground
Sumber :Buku Perancangangan Kota, Figure / Ground (1987)
3
Pendekatan figure ground adalah suatu bentuk usaha untuk memanipulasi atau mengolah pola
eksisting figure ground dengan cara penambahan, pengurangan, atau pengubahan pola
geometris dan juga merupakan bentuk analisa hubungan antara massa bangunan dengan ruang
terbuka.
a. Urban solid
b. Urban void
Tiga prinsip open space dalam
fokus kota:
1. Open space adalah ruang terbuka yang lebih berarti dari pada sesuatu yang kosong saja.
2. Open space dibentuk secara organis atau teknis oleh benda-benda yang membatasinya.
3. Open space dapat dilihat dari aspek fungsional public space dan semi public space.
Figure ground dibedakan menjadi 2 yaitu : Figure Ground berskala besar dan kecil,
Figure ground skala makro besar
Dalam skala makro besar, figure ground memperhatikan kota keseluruhan. Artinya sebuah
kawasan kota yang kecil dalam skala ini menjadi tidak terlalu penting.
Figure ground skala makro kecil
Dalam skala makro kecil, biasanya yang diperhatikan adalah sebuah figure ground kota dengan
fokus pada satu kawasan saja. Artinya pada skala ini kota secara keseluruhan tidak terlalu
penting. Karena gambar figure ground secara makro kecil berfokus pada ciri khas testur dan
masalah tekstur sebuah kawasan secara mendalam
Teori Linkage
Merupakan analisis rupa perkotaan melalui pergerakan dan aktivitas yang
dapat menegaskan hubungan dalam suatu tata ruang perkotaan. Teori ini
menjelaskan hubungan solid-voids dalam sistem pergerakan dan antar kawasan
dalam suatu “urban fabrics” yang kenyataannya diwujudkan berupa jalan, jalur
pedestrian atau ruang terbuka lainnya.
Linkage ini tidak hanya membentuk ruang luar tetapi juga membentuk struktur
kota karena akhirnya diwujudkan dalam jaringan jalan, pola pergerakan dan
sirkulasi. Sehingga sebenarnya bahasan tentang sistem linkage ini sangat erat
kaitannya dengan struktur ruang kota. Dalam kawasan tapak yang akan diolah, linkage
berfungsi untuk menghubungkan 3 kawasan yang ada dalam tapak, dan mengatur pola jalur
pedestrian yang ada dalam kawasan sehingga membentuk elemen garis berupa jalan, pejalan
kaki dan ruang terbuka.
Morfologi budaya tradisional betawi
Budaya Betawi.
Morfologi Budaya Betawi adalah perkembangan budaya betawi dari segi fisik dan non fisik dari
masa ke masa, oleh karena itu, morfologi budaya betawi menampilkan kegiatan dan filosofi
budaya yang ada dalam suku betawi dalam segi arsitektural hingga budaya yaitu seni tari,
pencaksilat, keseharian, dan tradisi lainnya. Hal ini bertujuan untuk mengetahui filosofi dan
tradisi yang sudah ada secara turun temurun yang ada dalam budaya betawi sehingga proses
perancangan kawasan terpadu yang akan dilakukan itdak melenceng dan tetap mengacu kepada
kebudayaan suku betawi itu sendiri, dalam morfologi budaya betawi, dapat diketahui bahwa
dalam segi non fisik memperlihatkan tradisi tari-tarian dan kebudayaan seperti pencak silat dan
ondel-ondel yang ada dalam kegiatan mereka. Hal ini tidak terlepas dari ragam etnis yang lahir
dalam budaya betawi itu sendiri, setiap etnis biasanya mempengaruhi setiap perayaan etnis
Betawi
4
Arsitektur Betawi
Pembagian Wilayah dan Karakter Rumah
Berdasarkan kesamaan unsur budayanya, Betawi meliputi Betawi pesisir, Betawi tengah dan
Betawi pinggir.
Betawi pesisir.
Betawi tengah/kota
Betawi pinggir dan udik
B. Tipologi Bentuk Rumah Betawi
Rumah Betawi secara umum mempunyai bentuk yang terbuka, antara lain tidak ada bentukan
atau peraturan khusus yang terdapat dalam Rumah betawi. Arsitektur Rumah Betawi
dikelompokan dalam 3 Jenis yaitu Rumah Gudang, Rumah Joglo, Rumah Bapang.
Rumah Joglo
- Bentuk atap Joglo berbentuk Limas terpasung dengan ketinggian yang menjulang. Bagian
atasnya mendatar dengan miring kearah empat sisi.
- Denah secara keseluruhan berbentuk bujur sangkar walaupun tidak mengikat.
- Bagian depan adalah ruangan luas tanpa sekat
Rumah Gudang
- Atap Rumah Gudang berbentuk perisai atau pelana.
- Struktur atap tersusun dari kerangka kuda-kuda penuh dari depan dan belakang.
- Bagian depan diberi tambahan topi dak atau markis.
Rumah Kebaya
Rumah ini diberi nama kebaya karena mempunyai beberapa pasang atap dan apabila dilihat dari
samping terlihat lipatan menyerupai lipatan kebaya. Bentuk kebaya/ bapang tidak penuh ettapi
hanya berada ditengah bagian rumah saja. dibagian depan dan belakang diberi erusan berupa
srondoyan.
METODE PENELITIAN
Pendekatan Penelitian
Dalam bab 3 ini, saya selaku penulis akan menjelaskan seputar metode penelitian yang akan
saya pakai. Metode Penelitian yang akan saya pakai nanti berhubungan dengan tema dan topik
yang saya pilih, yaitu pendekatan kultur budaya betawi. Penelitian saya berkaitan dengan
hubungan antara perilaku sosial masyarakat warga perkampungan pelestarian budaya betawi
dengan warga Cagar budaya setubabakan. Perilaku sosial tersebut terhubung dengan ragam jenis
arsitektur yang ada pada tempat proyek saya. Penelitian ini berkaitan dengan sosio-arsitektur
yaitu hubungan antara perilaku masyarakat dengan bangunan yang mereka pakai kesehariannya.
Penelitian ini cenderung kepada perilaku masyarakat dan aktifitas keseharian masyarakat maka
dalam mengumpulkan data harus melakukan studi lapangan, survei dan observasi langsung ke
lapangan.
Dalam penelitian terdapat 2 metode penelitian, yaitu pendekatan kualitatif dan pendekatan
kuantitatif. Pendekatan kualitatif adalah suatu pendekatan dalam melakukan penelitian yang
berorientasikan pada gejala-gejala yang bersifat ilmiah dan mendasar atau bersifat kealamiahan
serta tidak bisa dilakukan di laboratorium melainkan harus terjun ke lapangan. ( Bandung,
Muhammad Nazir, Metode Penelitian ). Sedangkan metode kuantitatif adalah penelitian ilmiah
yang secara sistematis terhadap bagian-bagian dan fenomena serta hubungan-hubungannya.
5
Tujuan penelitian kuantitatif adalah mengembangkan dan menggunakan model-model
sistematis.
Dalam penelitian ini pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan secara kualitatif dimana
peneliti terjun ke lapangan dan mengumpulkan data serta menganalisa data tersebut berdasarkan
perilaku sosial dan budaya serta ciri arsitektural
Teknik Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan melakukan studi langsung ke
lapangan dengan cara mengambil data-data yang dapat diperoleh di lapangan dan merumuskan
data tersebut menjadi suatu analisa dan hipotesis yang berkaitan dengan topik atau proyek yang
akan dirancang..
- Mencari data terkait aspek kepemilikan tanah
- Mencari data terkait perilaku budaya betawi. (survey)
- Mencari data terkait bangunan adat betawi.
Tahap-Tahap Penelitian
a. Tahap Persiapan
Melakukan semua pengumpulan data-data yang terkait dengan proyek, topik, dan tema yang
berhubungan dengan proyek yang akan dibangun seperti
- data topografi tapak
- data studi banding
b. Tahap Penelitian
- Melakukan studi ke lapangan dengan meneliti tingkah dan perilaku masyarakat kawasan
pelestarian budaya betawi dan cagar budaya tersebut
- Melakukan studi ke lapangan dengan meneliti masalah dan keadaan yang ada pada kawasan
setubabakan sekarang ini dan dihubungkan dengan keadaan tapak yang akan diolah.
c. Tahap Penyajian Hasil Analisa
Hasil yang diperoleh dalam penelitian tersebut akan disajikan dalam tabel data dan bentuk
zoning bangunan yang akan dibangun dan sirkulasi yang akan dibangun sesuai dengan data-data
yang ada
HASIL DAN BAHASAN
Pembangunan kembali atau redevelopment di fokuskan kepada penzoningan yang didasari oleh
filosofi budaya bermukim dan tinggal warga betawi yang ada di tapak yang saya olah. sesuai
dengan analisadan penelitian budaya betawi yang saya olah, maka muncul zoning ruang yang
baru. yang terdiri dari area berkumpul yang bersifat open space, yang digunakan warga betawi
untuk berinteraksi satu sama lain, sesuai dengan kebiasaan dan sifat mereka dalam melakukan
kegiatan sehari-hari. memiliki arah rumah yang terfokuskan kepada satu titik, yaitu air.
dikarenakan warga setubabakan merupakan warga betawi pinggiran yang mempunya filosofi
rumahnya menghadap ke air atau danau ataupun laut. penzoningan antara kawasan hunian
dengan cagar bangunan dan komersil lebih diteraturkan. agar memiliki keseragaman dalam
kawasan yang saya olah, tidak seperti sebelum kawasan ini diolah yaitu bangunan yang
memiliki arsitektural betawinya minim cenderung mengarah ke bangunan modern yang tidak
memiliki zoning pemukiman betawi sama sekali. terdapat balai kumpul dimana dapat digunakan
sebagai area potong kerbau, sunatan, panjat pinang dan perayaan warga betawi lainnya.
6
SIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan yang diambil adalah, kawasan setubabakan merupakan kawasan yang tepat untuk
digunakan sebagai kawasan wisata budaya betawi, terlihat dari sejarah dan kondisi geografis
setubabakan dimana terdapat danau yang digunakan sebagai dasar filosofi masyarakat betawi
pinggiran dimana warga mengikuti alur sungai atau danau sebagai tempat mereka tinggal (
sumber, Cokorda Gede Alit Semarajaya,2012,Identifikasi Pola Permukiman Tradisional
Kampung Budaya Betawi Setu Babakan). Dengan perkembangan jaman, maka mulai
tergeserlah budaya betawi yang tinggal didalam kawasan setubabakan itu sendiri. terlihat dari
data analisa yang sudah dijelaskan bahwa keadaan setubabakan sekarang mulai timbul banyak
masalah dari segi program ruang dan bentuk tipologi arsitekturalnya. permasalahan yang ada
dalam tapak dengan kondisi ini, membutuhkan penyelesaian rancangan berdaarkan teori yang
saya ambil yaitu: Figure/Ground, Hamid Shirvani Penyelesaian tersebut disesuaikan dengan
aspek non-fisik dimana terlihat pada kebudayaan dan aktifitas yang dilakukan oleh warga
betawi dalam menjalani kehidupannya. Hasil yang diperoleh adalah beberapa fungsi ruang
bangunan yang baru dengan pendekatan bentuk bangunan kontekstual budaya betawi.
Kesimpulan kedua setelah melakukan penelitian dan sintesa kawasan, maka terdapat 6 tahapan
dalam merancang kawasan terpadu dengan morfologi budaya betawi di setubabakan itu sendiri
1
2
3
7
6
5
1. Tahapan Pertama meliputi kawasan tapak yang akan diolah tersebut dijadikan meniadi 1
bentuk massa dan bangunan dengan fungsi yang berbeda.
2. Tahapan kedua akan dilakukan pengklasifikasian kawasan sesuai analisa Tata Guna Lahan,
oleh karena itu terdapat 3 Tata Guna Lahan yang ada dalam perancangan kawasan Tapak
tersebut.
3. Tahapan ketiga didalam kawasan Hunian, akan melakukan perubahan pola yang tidak teratur
menjadi pola grid sesuai dengan teori Hamid Shirvani. Kesimpulan ini berdasarkan Analisa
Tata Guna Lahan.
4. Tahapan keempat, didalam didalam kawasan Hunian, akan melakukan perubahan sesuai
dengan elemen Void Figure/Ground. Kesimpulan ini berdasarkan Analisa Tata Guna Lahan.
5. Tahapan Kelima, Sudah mendapatkan program zoning yang terakhir. terdapat elemen-elemen
pembentuk kawaasn yang sudah menempati area tapak yang akan dirancang. Zoning ini
berdasarkan 3 teori yaitu ; Hamid shirvani, Figure/Ground
6. Tahapan Keenam, menambah elemen open space, dimana dibutuhkan untuk sirkulasi dan
pendukung aktifitas dalam kawasan tapak yang akan saya rancang. Elemen Open space itu
sendiri berdasarkan teori Hamid Shirvani. Dan menambah beberapa elemen pembantu
seperti budidaya ikan sebagai aktifitas penunjang keseharian warga kampung setubabakan.
No
1
Struktur
Atap
Keterangan
- Bapang
- Joglo
- Gudang
2.
Paseban
Bagian depan bangunan
betawi yang
terbentuktanpa dinding.
Terbuat dari kayu atau
papan yang biasanya
terbuat dari pohon nangka
3.
Langkan
Bagian tepi paseban, dan
memiliki motif yang
bervariasi, yang biasanya
memiliki motif gigi
balang.
8
Gambar
4.
Tapang
Tapang adalah bale-bale
bambu yang digunakan
sebagai tempat bersantai
5.
Jendela Jejake
Jendela intip dan tidak
mempunyai daun jendela
6.
Jendela Krepyak
Saran yang ditampilkan dalam analisa adalah mengembalikan kawasan wisata budaya dan
kampung permukiman budaya betawi di setubabakan dapat kembali muncul dan tidak lekang
oleh waktu. karena sesuai dengan morfologi budaya betawi dimana perubahan muncul dalam
perkembangan material yang ada namun bentuk dan tipologi budaya betawi tersebut tidak akan
berubah.
9
REFERENSI
1.
Buku:
- Breen ann and Rigby Dick, 1994, Waterfront-Cities Reclaim Their Edge,
- Broadbent, Geoffrey 1990: Emerging Concepts in Urban Space Design, Van Nostrand
Reinhold (International), London New York
- Derrida, J 1982: Margins of Philosophy, trans Alan Bass, University of Chicago Press,
Chicago
- Danisworo, 2003, Diktat Teori Perancangan Urban, Program
- Doni Swadarma & Yunus Aryanto2011, Rumah Etnik Betawi
2.
Jurnal:
- Aldin Meidani Algatia dan Achmad Syarief, MSD, PhD, 2012, Rancangan Panel
Informasi Interaktif Mengenai Bangunan Cagar Budaya di Kota Bandung
- Alexander Sastrawan, Hendra Rahman, 2006, Pola Penataan Zona, Massa, dan Ruang
Terbuka Pada Perumahan Waterfront
- Muhammad Syaiful Moechtar, Sang Made Sarwadana, Cokorda Gede Alit
Semarajaya,2012,Identifikasi Pola Permukiman Tradisional Kampung Budaya Betawi
Setu Babakan, Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa,Kota Administrasi
Jakarta Selatan, Provinsi DKI Jakarta
- Sutiyono, 2008,Pemberdayaan Masyarakat Desa Dalam Pelaksanaan Program Desa
Wisata di Daerah Istimewa Yogyakarta
- Tajuk Panarung Andriani S.Kusni , Cagar Budaya
3.
Website:
www.dinaspariwisata.blogspot.com
www.dinaspariwisataYogyakarta.blogspot.com
RIWAYAT PENULIS
10
11
Download