7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Kebisingan a

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka
1. Kebisingan
a. Definisi kebisingan
Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang
bersumber dari alat-alat reproduksi dan atau alat-alat kerja yang pada
tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran (Anizar,
2009). Pengaruh gangguan kebisingan tergantung kepada intensitas
dari frekuensi nada. Misalnya: frekuensi yang lebih tinggi akan lebih
mengganggu daripada frekuensi rendah (Soeripto, 2009)
Kebisingan diartikan sebagai semua suara/bunyi yang tidak
dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau
alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan
pendengaran. Intensitas atau arus energi per satuan biasanya
dinyatakan dalam satuan logaritmis yang disebut decibel (dB) dengan
membandingkan kekuatan standar 0,0002 dine (dyne)/cm2 yaitu
kekuatan bunyi dengan frekuensi 3000 Hz yang tepat didengar telinga
normal (Suma'mur, 2009).
Dengan
demikian
dapat
disimpulkan
bahwa
kebisingan
merupakan semua suara/bunyi yang tidak dikehendaki pada tingkat
tertentu dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada pekerja.
7
8
b. Jenis kebisingan
Menurut Anizar (2009) Ada beberapa jenis kebisingan antara lain:
1) Kebisingan menetap berkelanjutan tanpa terputus-putus dengan
spektrum frekuensi yang lebar, misalnya bising mesin, kipas angin,
dapur pijar, dan lain-lain.
2) Kebisingan menetap berkelanjutan dengan spektrum frekuensi
tipis, misalnya bising gergaji sirkuler, katup gas, dan lain-lain.
3) Kebisingan terputus-putus, misalnya bising lalu lintas dan suara
pesawat terbang di bandara.
4) Kebisingan impulsif, seperti bising pukulan palu, tembakan bedil
atau meriam, dan ledakan.
Menurut Soeripto, (2009) jenis-jenis kebisingan yang sering ditemukan
ditempat kerja adalah:
1) Kebisingan kontinyu dengan spektrum frekuensi luas (steady state,
wide band noise), misalnya suara yang ditimbulkan olehkipas
angin.
2) Kebisingan kontinyudengan spektrum frekuensi sempit (steady
state, narrow band noise), misalnya suara yang ditimbulkan oleh
gergaji sirkuler dan katup gas;
3) Kebisingan terputus-putus (intermitten), misalnya suara lalu lintas,
suara kapal terbang dilapangan udara.
4) Kebisingan impulsif (impact or impulsive noise), misalnya suara
tembakan atau meriam;
9
5) Kebisingan impulsif berulang, misalnya suara yang ditimbulkan
mesin tempa.
c. Intensitas kebisingan
Intensitas kebisingan adalah arus energi per satuan luas yang
dinyatakan dalam satuan desibel (dB), dengan membandingkannya
dengan kekuatan dasar 0,0002 dyne/cm2 yaitu kekuatan dari bunyi
dengan frekuensi 1000 Hz yang tepat dapat didengar oleh manusia
normal (Suma’mur, 2009). Tabel berikut adalah skala intensitas
kebisingan yang dikelompokkan berdasarkan sumber kebisingan.
Tabel 2.1.
Skala Intensitas Kebisingan dan Sumbernya
SKALA
INTENSITAS
SUMBER KEBISINGAN
(dB)
Kerusakan alat
120
Batas dengar tertinggi
pendengaran
Menyebabkan tuli
100 – 110
Halilintar, meriam, mesin uap,
mesin turbin pesawat udara di
Bandara
Sangat hiruk
80 – 90
Hiruk pikuk jalan raya,
perusahaan sangat gaduh, peluit
polisi
Kuat
60 – 70
Kantor bising, jalanan pada
umumnya, radio, perusahaan
Sedang
40 – 50
Rumah gaduh, kantor pada
umumnya, percakapan kuat,
radio perlahan
Tenang
20 – 30
Rumah tenang, kantor
perorangan, Auditorium,
percakapan
Sangat tenang
10 – 20
Suara daun berbisik (batas)
Sumber: Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (HIPERKES)
Suma'mur (2009)
10
d. Sumber bising pesawat terbang.
Sumber utama dari kebisingan pesawat terbang adalah mesin jet
primer, ditimbulkan terutama oleh bergeraknya bagian mesin pesawat
seperti kipas angin, Compresor dan sudu-sudu turbin. Bising
Compresor dan kipas angin diteruskan ke arah depan mesin,
sedangkan bising dari sudu turbin diteruskan ke arah belakang.
Kebisingan Primary jet dibangkitkan oleh percampuran dari gas
buang yang berkecepatan tinggi dari mesin bersama udara diam yang
ada di sekelilingnya, Fan exhaust juga menimbulkan bising tetapi
kebisingan yang berarti pada saat kebisingan Primary jet kalah oleh
kebisingan fan exhaust. Ini menandakan bahwa kecepatan Fan Exhaust
lebih rendah dari Kecepatan Primary Jet. Sumber bising yang paling
dominan selama lepas landas adalah Primary Jet, tetapi pada saat
mendarat sumber bising ganti dari suara mesin. Telah banyak usaha
untuk mengurangi kebisingan pesawat jet, antara lain dengan membuat
knalpot, Exhaust gelombang, knalpot dengan banyak saluran keluar,
gigi-gigi yang dipasang di depan mulut knalpot, tetapi semua ada
batasnya dalam mengurangi kebisingan. Suara dari pesawat turbin jet
tetap masih merupakan masalah lingkungan. Cara terbaik untuk
mengurangi kebisingan mesin dan kebisingan Primary jet adalah
dengan mengurangi kecepatan Primary jet yang ternyata yang paling
efektif (Moran dan Sahpiro, 2000).
11
Gambar 1. Sumber Kebisingan Turbo Fan, (Moran dan Sahpiro, 2000)
e. Pencegahan dan pengendalian kebisingan
Kebisingan merupakan sumber bahaya dari faktor fisika di tempat
kerja, yang sumber bahaya tersebut perlu dikendalikan agar tercipta
lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman dan produktif bagi tenaga
kerja. Menurut Anizar (2009) kebisingan dapat dicegah dan
dikendalikan dengan beberapa cara yaitu:
1) Pengendalian suara pada sumber
Memodifikasi sumber adalah solusi yang paling tepat.
Kebisingan berasal dari sumber dan jika suara yang dihasilkan bisa
dikurangi atau bahkan dihilangkan maka tidak ada yang perlu
dikhawatirkan lagi dalam hal pemantauan pada penghubung dan
penerima, tetapi dalam hal memodifikasi sumber, banyak hal yang
perlu diperhatikan dan ini tidaklah mudah tetapi bukan tidak
mungkin juga. Pengontrolan suara dapat dilakukan dengan
12
berbagai cara antara lain: menutup sumber (mengisolir sumber
kebisingan), mengubah desain peredam suara pada sumber,
menurunkan tingkat kebisingan pada sumber pemilihan dan
pemasaran mesin dengan tingkat kebisingan rendah, pemeliharaan
dan pelumasan mesin-mesin dengan teratur, penggunaan bahanbahan peredam suara, menyekat sumber bising, membuat
perubahan pada peralatan yang sudah ada, serta mengganti proses
sehingga peralatan dengan suara yang lebih kecil dapat digunakan
2) Pengendalian suara pada penghubung
Dalam berbagai situasi dan kondisi misalnya jika peralatan
sudah ada maka tidak mungkin lagi untuk memodifikasi mesin
yang merupakan sumber suara. Hal yang dapat dilakukan adalah
mengubah jalur penerus gelombang suarayang ada antara sumber
suara dan penerima atau pendengar. Cara tersebut diantaranya
memindahkan sumber jauh dari pendengar serta menambah
peredam suara pada jalur yang dilaluinya sehingga lebih banyak
suara yang diserap ketika suara merambat ke pendengar.
3) Pengendalian suara pada penerima
Penerima suara adalah telinga manusia dapat dilakukan dengan
pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) untuk mengendalikan suara
yang diterima. Jika semua usaha yang dilakukan untuk mengurangi
intensitas suara tidak berhasil ditempat yang harus ada manusia
maka tinggal beberapa cara saja, tetapi jika tingkat suara tersebut
13
sangat tinggi dan tidak bisa dikurangi lagi maka satu-satunya cara
adalah
tidak
meletakkan
manusia
di
area
tersebut
dan
menggunakan remote control untuk mengoperasikan mesin yang
ada.
f. Pengendalian kebisingan di bandara
Menurut Anizar (2009), ada enam hal penting yang perlu diperhatikan
agar supaya pengendalian kebisingan di bandara lebih efektif adalah
sebagai berikut:
1) Identifikasi masalah kebisingan di bandara.
2) Menentukan tingkat kebisingan yang diterima oleh karyawan dan
penduduk sekitar bandara.
3) Menentukan sumber bising.
4) Data yang ada ditempuh langkah penyesuaian kondisi operasional
atau melakukan perawatan atau pemeliharaan mesin pesawat
terbang sehingga suara yang timbul dapat dikurangi.
5) Usaha
lain
dalam
pengendalian
dapat
dilakukan
dengan
menambahkan bahan-bahan penyerap suara atau penghalang suara
lainnya tergantung situasi dan kondisi daerah bising.
6) Jika semua usaha pengendalian secara teknis teknis belum berhasil
menurunkan
tingkat
bising
maka
alternatif
lain
adalah
pengendalian secara administratif yaitu dengan cara pengaturan
pola kerja pada pekerja dikaitkan dengan penerimaan tingkat
kebisingan
14
g. Alat pengukur kebisingan
Menurut Anizar (2009) ada 2 cara untuk mengukur tingkat kebisingan
di tempat kerja, yaitu:
1) Alat pembaca langsung
Alat pembaca langsung disebut juga sound level meter yang
bereaksi terhadap suara atau bunyi, mendekati kepekaan telinga
manusia. Alat ini dipakai untuk mengukur tingkat kebisingan pada
saat tertentu. Biasanya alat ini digunakan untuk mengidentifikasi
tempat-tempat yang tingkat kebisingannya lebih tinggi dari aturan
batas maksimum yakni 80 dBA. Alat ini terdiri dari microphone,
alat penunjuk elektronik, amplifier, 3 skala pengukuran A, B, C.
a) Skala pengukuran A: untuk memperlihatkan perbedaan
kepekaan yang besar pada frekuensi rendah dan tinggi yang
menyerupai reaksi telinga untuk intensitas rendah.
b) Skala pengukuran B: untuk memperlihatkan kepekaan telinga
untuk bunyi dengan intensitas sedang.
c) Skala pengukuran C: untuk skala dengan intensitas tinggi.
Ada 2 (dua) jenis sound level meter yang sering digunakan
yaitu:
a) Pocket sound level meter type 2205, tipe ini dapat untuk
pengukuran pada skala A, B, C.
15
b) Precision sound level meter type 2203, tipe ini lebih besar dari
tipe 2205 dan dapat untuk pengukuran yang lebih teliti
disamping dapat dilengkapi dengan filter untuk frekuensi.
2) Dosimeter personal
Dosimeter adalah alat yang dipakai untuk mengukur tingkat
kebisingan yang dialami pekerja selama shiftnya. Alat ini dipakai
untuk shift dengan lama kerja 8 jam, 10 jam, 12 jam atau
berapapun lamanya. Dosimeter dipasang pada sabuk pinggang dan
sebuah microphone kecil dipasang dekat telinga. Dosimeter
mengukur jumlah bunyi yang didengar pekerja.
Sound level meter dan dosimeter akan memberikan hasil
berupa angka yang dapat dibandingkan dengan aturan batas
maksimum 85 dB untuk shift selama 8 jam per hari, 40 jam per
minggu batas akan lebih rendah untuk waktu kerja yang lebih
lama.
Desibel diukur pada skala khusus, yang disebut skala
logaritma, dimana setiap penambahan intensitas suara berlipat dua.
Berarti peningkatan dari 90 dB ke 93 dB berarti suaranya empat
kali lebih keras daripada 90 dB. Hal ini untuk diingat karena
peningkatan kecil pada desibel berarti peningkatan volume suara
dan makin parahnya kerusakan yang dapat diakibatkan pada
telinga.
16
2. Pengkuran Kebisingan Bandara
Pengukuran kebisingan Bandara Berdasarkan Direktorat Jenderal
Perhubungan Udara, 2007 sebagai berikut:
a. Pra-Pengukuran
1) Ukur Back Ground Noise Level
2) Kalibrasi peralatan
3) Cari informasi tentang kondisi cuaca, kerena pengukuran harus
dilakukan dalam kondisi cuaca cukup cerah.
4) Pastikan tidak terdapat penghalang sekeliling microphone, seperti
gedung/bangunan,pohon besar, radar, dsb. Jarak antara microphone
dengan penghalang minimum 30 m.
b. Pengukuran
Cari informasi mengenai kondisi penerbangan di bandar udara tersebut
(data penerbangan) :
1)
Melalui petugas, menara pengawas lalu lintas udara dapat
diperoleh data penerbangan, atau
2)
Melalui pengelola bandar udara dapat diperoleh data jadwal
penerbangan
Dari data-data tersebut di atas dapat diketahui mengenai:
1) Lintasan penerbangan (fight path), termasuk didalamnya arak
Kate-of dan Landing.
2) Operasional bandar udara,termasuk didalamnya:
a) Jam operasi bandar udara
17
b) Waktu-waktu sibuk
Selain data-data tersebut di atas, perlu pula diketahui mengenai:
1) Kondisi geografis bandar udara, termasuk di dalamnya:
2) Waktu musim penghujan dan waktu musim kemarau
3) penggunaan lahan di sekitar bandar udara, terutama daerah
perumahan yang dilalui lintasan pesawat terbang.
4) Dana yang tersedia untuk pengukuran karena akan menentukan
jumlah titik pengukuran dan lamanya pemantauan
Dengan data –data tersebut dapat ditentukan:
1) Kapan pengukuran dilakukan
Mengingat Indonesia beriklim tropis dengan 2 (dua)
musim, sebaiknya pengukuran dilakukan 2 (dua) kali dalam
setahun yaitu, sekali pada saat musim penghujan dan sekali
pada saat musim kemarau.
Lamanya waktu untuk sekali pengukuran sedikitnya 1 (Satu)
minggu dilakukan sepanjang
jam operasi bandar udara.
Khusus untuk bandar udara embarkasi haji ditambah dengan 1
(Satu) minggu pada musim haji.
2) Tempat alat ukur harus diletakkan
Alat ukur/monitor kebisingan diletakkan terutama pada
lokasi-lokasi pemukiman yang dilalui lintasan pesawat (flight
path). Jumlah microphone yang diperlukan untuk monitor
kebisingan tergantung pada:keadaan geografis bandar udara,
18
operasional bandar udara: jam operasi bandar udara, jam sibuk
bandar udara, jalur lintasan pesawat, serta dana yang tersedia
untuk pelaksanaan pengukuran.
3) Siapkan tabel untuk mencatat peristiwa suara, antara lain
meliputi lokasi pengukuran, waktu terjadinya suara, sumber
suara,
jenis
pesawat,
perusahaan
penerbangan,
nomor
penerbangan, serta moda operasi: take off, landing, over- flight,
dsb.
4) Pelaksanaan pengukuran
a) Pisahkan suara kebisingan pesawat dari suara-suara lain
(back ground noise)
b) Lihat, tentukan, dan catat dalam tabel yang telah disiapkan
sebelumnya (lihat butir 4 diatas) mengenai
:tingkat
kebisingan tertinggi dari sumber suara yang bersangkutan
(noise peak level), waktu terjadinya kebisingan/suara, mode
operasi: take off, landing, over, flight, dsb. serta data yang
diperoleh digunakan untuk melengkapi data kebisingan
yang terekam di analyser setelah dipindahkan ke komputer
untuk pemrosesan data.
c. Pasca – Pengukuran
Lakukan pemilihan dan penyusunan data:
1) Pisahkan suara pesawat dari suara sumber –sumber lainnya.
2) Ambil hanya data suara kebisingan pesawat, dimana:
19
Aircraft
= Noise – Back Ground Noise
= n d B (A)- 10 d B (A)
3) Tujuh pedoman yang dapat digunakan untuk penghitungan
a) Noise Level biasa dinyatakan dalam dB (A) Sound
Pressure dinyatakan dalam dB
b) Penjumlahan Db
Kalau L1 , L 2,.........; Ln adalah nilai Db dari sumber
suara P 1, P2,..........;Pn.
Maka
:
L1 + L2 +...........+ Ln =10 log (p1 +p2 +........+ pn)
PO
Dimana Po = Reference of power
Jadi
L = 10 Log (10L1/10 + 10 L2/10+.......+10Ln/10)
c) Kalau P1 =P2= ........=Pn
Maka :
Contoh :
L1 = 70 dB
L2 = 80 dB
L1 + L2 +......+ Ln = L =L1 + 10
log n
20
Maka : L = L1 + L2
= 10 log (10 70/10 + 10 80/10)
=10 log (107 + 108 )
=10 log 107 (1 + 10)
=10 log 107 + 10 log 11
=70 + 10,4
=80,4 dB
d) Pengukuran dB (dipakai untuk merevisi hasil monitoring
kebisingan)
L1-12 =L1 =10 Log ( 10 L1/10_10 L2/10))
Catatan:
Analyser tidak dapat membedakan sumber suara sehingga
suara dari berbagai sumber terekam secara otomatis,
misalnya:
L1 =suara mobil melintas
L2 =suara pesawat take-off
L3 =suara pesawat melintas
L4 =suara mobil melintas
Dst s.d LN
e) Suara pesawat sebenarnya adalah nilai dB yang diperoleh
dikurangi nilai dB dari Back Ground Noise dapat
diketahui dengan mencatat nilai dB di analyser pada saat
tidak ada pesawat.
21
f) WECPNL
Satuan perkiraan kebisingan pesawat udara adalah
WECPNL (Weighted Equivalent Continuous Perceived
Noise Level).
Pengukuran WECPNL dilakukan untuk :
1) Kondisi saat ini
2) Perkiraan Kondisi 5 (lima) tahun yang akan datang
g) Titik-titik pengukuran :
1) “Take-Off Noise’’ :
Pada titik di perpanjangan sumbu ruway yang berjarak
6500 m dari posisi start take- off.
2) “Approach Noise’’ :
Pada titik di perpanjangan sumbu ruway yang berjarak
2000 m dari ruway threshold.
3) “Lateral Noise” :
Pada titik berjarak 450 m sejajar sumbu runway atau
perpanjangan sumbu runway, dimana kebisingan
maksimum pada waktu take off terjadi
4) Perhitungan WECPNL
WECPNL =dB (A) + 10 Log N-27
Yaitu:
dB (A) = rata-rata tingkat kebisingan dalam 1 (satu) hari
pengukuran (24 jam).
N = N1 + 3 N2 + 10 (N3+N4)
22
Dimana :
N =Jumlah event (kedatangan dan keberangkatan pesawat)
dalam 1(satu) hari (24 jam)
N1=Jumlah event pada periode jam 07.00-19.00
N2=Jumlah event pada periode jam 19.00-22.00
N3= Jumlah event pada periode jam 22.00-24.00
N4= Jumlah event pada periode jam 00.00-07.00
3. Gangguan Pendengaran Akibat Kebisingan
a. Pengertian gangguan pendengaran
Gangguan
pendengaran
adalah
perubahan
pada
tingkat
pendengaran yang berakibat kesulitan dalam melaksanakan
kehidupan normal, biasanya dalam hal memahami pembicaraan
(Buchari, 2007).
b. Anatomi dan Fungsi telinga
Menurut Sunarto, (2004) telinga terdiri dari 3 bagian yakni
bagian luar, tengah, dan dalam. Bagian luar dan tengah berperan
penting dalam pengumpulan serta pengiriman suara. Sedangkan
telinga bagian dalam memiliki mekanisme agar tubuh tetap
seimbang dan bertanggung jawab untuk mengubah gelombang
suara menjadi gelombang listrik.
Melalui
lubang
telinga,
suara
yang
masuk
akan
menggetarkan selaput kaca pendengaran dalam rongga telinga.
Getaran ini akan menggerakkan tulang-tulang
pendengaran
23
sampai ke tulang sanggurdi. Cairan dalam rumah siput (cochlea)
pun ikut bergetar. Gerakan cairan ini membuat sel-sel rambut
terangsang. Rangsangan inilah yang ditangkap saraf pendengaran
yang akhirnya diteruskan ke otak. Manusia normal mampu
mendengar suara berfrekuensi 20-20.000 Hz (satuan suara
berdasarkan perhitungan jumlah getaran sumber bunyi per detik)
dengan intensitas atau tingkat kekerasan di bawah 80 desibel
(dB). Bunyi di atas 80 dB kalau terus menerus dan dipaksakan
bisa merusak pendengaran karena bisa mematikan fungsi sel-sel
rambut dalam sistem pendengaran. Gejala awal seringkali tidak
dirasakan kecuali telinga berdengung, kemudian diikuti oleh
menurunnya pendengaran (Meyer, 2012)
Gambar 2. Anatomi Telinga
24
c. Proses terjadinya gangguan mendengar
Pengaruh bising terhadap kesehatan tergantung pada:
intensitas, frekuensi, lama paparan, jenis bising dan sensitivitas
individu (Karvanen dan Mikheev, 1986; passchier, 2000).
Intensitas bising yang tinggi lebih mengganggu dibanding
intensitas bising yang rendah. Bising hilang timbul lebih
mengganggu dibanding bising kontinyu. Diantara bising hilang
timbul
traffic noise, maka bising pesawat
udara lebih
mengganggu dibanding bising lalu lintas dan bising kereta api.
Bising kereta api memberi pengaruh paling lemah. Lama paparan
diperkirakan memberi dampak yang signifikan apabila periode
paparan lebih dari 1 tahun. Dilaporkan pula pada beberapa kasus
wanita lebih sensitif dibandingkan pria dalam merespons bising
(Melamed et al, 1992; Passchier dan Passchier, 2000)
Suatu bunyi bisa diinterpretasikan sebagai bising melalui
serangkaian jalur pendengaran. Pertama bunyi ditangkap oleh
auris eksterna, kemudian bunyi akan menggetarkan gendang
telinga. Lewat malleus yang terikat pada gendang telinga getaran
akan ditransmisikan oleh ossikula auditiva ke lempeng kaki
stapes pada jendela oval auris interna. Pada auris media terjadi
penguatan bunyi karena assikula auditiva bekerja sebagai sistem
toas dan meningkatkan getaran sebanyak setengahnya. Selain itu
semua energi bunyi yang jatuh pada gendang telinga yang
25
berdiameter besar dikosentrasikan pada jendela oval yang
berdiameter kecil sehingga memperkuat gendang dengan suatu
faktor kurang lebih 15 kali. Getaran ini kemudian diteruskan ke
koklea (Ganong, 2003)
Getaran ditransmisikan oleh basis stapes ke kompartemen
atas koklea, dari sini getaran ditransmisikan ke membran basiler
dan melewati kompartemen bawah gelombang menuju ke jendela
bulat. Gerakan naik turun dari membran basiler menekuk rambutrambut dalam sel-sel organ korti. Kondisi ini menyebabkan
pembangkitan impuls saraf menjadi meningkat sel-sel rambut
bagian dalam dan bagian luar berbeda dalam hal sensitivitasnya
terhadap getaran. Perbedaan ini membentuk dasar diskriminasi
penyaringan bunyi. Pola getaran pada membra basiler bervariasi
sesuai tinggi nada bunyi memungkinkan tinggi nada dapat
dibedakan. Nada suara tinggi menyebabkan getaran bagian basal
membran sedangkan nada suara rendah menyebabkan semua
membran bergetar (Ganong, 2003).
Serabut saraf dari organ korti mempunyai korpus sel-selnya
pada ganglion spiral berdekatan dengan koklea. Impuls saraf
menjalar melalui nervus cochlearis yang bersatu dengan nervus
vestibularis, kemudian akan bersinaps di nucleus dorsalis dan
ventralis di nucleus tersebut, selanjutnya akan dibawa secara
ascenderen ke kolikulus inferior yang berhubungan dengan reflek
26
mendengar. Saat melintas secara ascenderen tersebut impuls
dibawa oleh lemniscus lateralis yang serabutny ada yang
menyilang garis tengah. Selanjutnya dari kolikulus inferior
impuls dibawa ke bagian thalamus yaitu corpus geniculatum
mediale melalui brachium coliculi inferior.
Selanjutnya impuls saraf melalui Radiatio auditiva berakhir
di Gyrus Temporalis tranversus Heshl yang terletak pada lobus
temporalis. Gyrus tersebut disebut juga area 41 dan 42 Broadman
yang merupakan pusat pendengaran primer. Pusat pendengaran
inilah impuls yang datang akan dianalisis sebagai bunyi. Bunyi
tersebut kemudian akan diinterpretasikan oleh persepsi individu
sebagai suara yang tidak mengganggu atau sifatnya mengganggu
yang dikenal sebagai bising (Ganong, 2003).
d. Efek-efek klinis
Menurut Ganong, (2003) ciri-ciri kehilangan pendengaran
yang ditimbulkan paparan bising akibat kerja sebagai berikut:
1) Ada gangguan pendengaran telinga dalam, dengan super
posisi konduksi dan rekruitmen udara dan tulang.
2) Kehilangan pendengaran bilateral dan sedikit banyak
simetris.
3) Kehilangan mulai pada frekuensi 4.000 Hz. Pada stadium
ini ada takik berbentuk V yang khas pada audiogram.
Kondisi ini bersifat laten (satu-satunya kesulitan adalah
27
adalam
mendengarkan
bisikan),
dan
identifikasi
memerlukan prosedur deteksi yang sistematik. Setelah
periode paparan lebih lanjut, kehilangan pendengaran
memburuk dan meluas ke rentang frekuensi yang lebih
lebar, dan gangguanya menjadi nyata. Bila paparan lebih
lanjut
tidak
dihentikan,
kehilangan
pendengaran
memburuk dan dapat menyebabkan tuli.
4) Begitu terjadi ketulian, kelainan akan permanen dan stabil
meskipun bahaya akustik sudah dijauhkan.
e. Klasifikasi gangguan pendengaran
Menurut Meyer, (2012) gangguan pendengaran dibagi atas:
1) Tuli konduktif: Gangguan terjadi pada telinga luar dan
tengah
2) Tuli saraf: Gangguan terjadi pada telinga dalam (cochlea
dan akustikus) Ciri dari tuli saraf yaitu ketidak sesuaian
suara
percakapan,
tinitus,
umumnya
gangguan
pendengaran terhadap suara frekuensi tinggi, dan suara
yang ada disekeliling menimbulkan kesulitan saat
mendengar. Kebisingan dapat menyebabkan terjadinya
tuli
saraf,
karena
terpapar
bahaya
kebisingan
mengakibatkan ketulian melalui destruksi sel-sel rambut
pada ochlea.
28
3) Tuli campuran: Gangguan terjadi pada telinga luar, tengah
dan dalam adalah sebagai berikut:
a) Jika peningkatan ambang dengar
antara 0-<25dB,
masih normal
b) Jika peningkatan ambang dengar antara 26-40 dB,
disebut tuli ringan
c) Jika peningkatan ambang dengar antara 41-60 dB,
disebut tuli sedang
d) Jika peningkatan ambang dengar antara 61-90 dB,
disebut tuli berat
e) Jika peningkatan ambang dengar > 90 dB , disebut tuli
sangat berat
f. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Gangguan Pendengaran
Akibat Kebisingan
Kerentanan suatu individu terhadap bising dipengaruhi
beberapa faktor yaitu umur, jenis kelamin, ras, genetik,
tekanan darah, kadar kolesterol yang tinggi, serta merokok.
1) Umur
Umur merupakan faktor yang cukup berpengaruh terhadap
kerentanan pada gangguan pendengaran akibat bising.
Pada orang usia yang lebih tua akan menurun pula ambang
reflek akustik. Reflek akustik berfungsi memberikan
perlindungan terhadap rangsangan bising yang berlebihan.
29
Pada orang tua membutuhkan rangsangan bising yang
lebih tinggi untuk menimbulkan reflek akustik dibanding
pada orang yang lebih muda. Musisi profesional yang
berumur 60 tahun mengalami gangguan pendengaran yang
signifikan pada frekuensi 4000 Hz dan 6000 Hz dibanding
yang berusia 30-39 tahun (Emmerich, 2008).
2) Jenis Kelamin
Gangguan pendengaran yang terjadi pada laki-laki
ambangnya lebih tinggi dibanding pada perempuan
(Kähäri dkk, 2003 a). Kejadian gangguan pendengaran pun
presentasenya lebih tinggi pada laki-laki dibanding
perempuan. Hal ini mungkin disebabkan oleh laki-laki
memainkan alat musik lebih keras dibanding pada
perempuan serta adanya perbedaan hormonal (Juman dkk,
2004).
3) Paparan zat ototoksik
Merokok salah satu zat yang paling sering ditemui dan
memberikan efek ototoksik pada fungsi sel rambut dan
menimbulkan nicotine-like receptors pada sel rambut.
Secara tidak langsung merokok mempengaruhi suplai
pembuluh darah ke koklea. Tembakau mengandung
hidrogen sianida dan bahan asfiksian yang dapat
mengganggu fungsi stria vaskularis bila terpapar dengan
30
jumlah yang besar (European Agency for Safety and
Health at work, 2009).
4. Alat Pelindung Pendengaran
Cara terbaik untuk perlindungan pendengaran adalah dengan
pengendalian secara tehnis (engineering control) pada sumber suara.
Kenyataaannya, bahwa pengendalian secara teknis ini tidak selalu
dapat dilaksanakan. Sedang pengendalian secara administratif
biasanaya akan mengalami kesulitan. Oleh karenanya pemakaian alat
pelindung merupakan cara utama yang harus dilakukan, apabila cara
lain tidak mungkin atau sulit dilaksanakan.
Ada 2 jenis alat
pelindung telinga yaitu:
a. Ear plug (Sumbat telinga)
Sumbat telinga yang baik dapat menahan suara dengan
frekuensi tertentu saja, sedang frekuensi untuk bicara biasa
(komunikasi) tidak terganggu. Kelemahan sumbat telinga antara
lain:ukuran tidak tepat dengan ukuran lubang telinga pemakai,
serta kadang-kadang lubang telinga kanan tidak sama dengan
lubang telinga kiri. Daya lindung (attenuasi) 25-30 dB.
Kebocoran sedikit saja dapat mengurangi attenuasi sampai 15 dB.
b. Ear muff (tutup telinga)
Mempunyai daya redam:
1) Pada frekuensi biasa (+4.000 Hz) : 25-30 dB.
2) Pada frekuensi 2000-4000 Hz sampai 42 dB (25-45 dB)
31
Untuk keadaan khusus dapat dikombinasikan anatara tutup
telinga dengan sumbat telinga sehingga daya attenuasinya dapat
lebih tinggi, tapi tidak dapat mencapai lebih dari 50 dB karena
hantaran suara melalui tulang kepala masih ada.
5. Masa Kerja
Menurut
Balai
Pustaka
Departemen
Pendidikan
dan
Kebudayaan (1991) menyatakan bahwa, masa kerja (lama bekerja)
merupakan
pengalaman
individu
yang
akan
menentukan
pertumbuhan dalam pekerjaan dan jabatan. Menurut kamus besar
bahasa Indonesia (1984), pengalaman kerja didefinisikan sebagai
suatu kegiatan atau proses yang pernah dialami oleh seseorang ketika
mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya Siagian (2008)
menyatakan bahwa, masa kerja menunjukkan berapa lama seseorang
bekerja pada masing-masing pekerjaan atau jabatan.
Kreitner dan Kinicki (2004) menyatakan bahwa, masa kerja
yang lama akan cenderung membuat seorang petugasi lebih merasa
betah dalam suatu organisasi, hal ini disebabkan diantaranya karena
telah beradaptasi dengan lingkungannya yang cukup lama sehingga
seorang pegawai akan merasa nyaman dengan pekerjaannya.
Penyebab lain juga dikarenakan adanya kebijakan dari instansi atau
perusahaan mengenai jaminan hidup dihari tua.
32
B. Hubungan Penggunaan Alat Pelindung Telinga dan Masa Kerja
dengan Gangguan Telinga pada Pekerja
Bising yang terjadi di bandara disebabkan oleh aktivitas
penerbangan pesawat udara dan hal tersebut sangat mengganggu
kesehatan dari pekerja terutama terhadap sistem pendengaran jika
pekerja
terpapar kebisingan yang berlebih tanpa menggunakan alat
pelindung telinga maka telinga akan mengalami kerusakan baik
sementara muaupun permanen. Hal ini terjadi karena suatu bunyi bisa
diinterpretasikan sebagai bising melalui serangkaian jalur pendengaran.
Pertama bunyi ditangkap oleh auris eksterna, kemudian bunyi akan
menggetarkan gendang telinga. Melalui malleus yang terikat pada
gendang telinga getaran akan ditransmisikan oleh ossikula auditiva ke
lempeng kaki stapes pada jendela oval auris interna. Pada auris media
terjadi penguatan bunyi karena assikula auditiva bekerja sebagai sistem
toas dan meningkatkan getaran sebanyak setengahnya.
Jika bunyi diarea Bandara di >85 dB terus menerus dan dipaksakan
akan merusak pendengaran karena mematikan fungsi sel-sel rambut
dalam system pendengaran. Gejala awal sering kali tidak dirasakan
kecuali telinga berdengung, kemudian diikuti oleh menurunnya
pendengaran adapun gangguan yang yang disebabkan kebisingan yaitu
tuli ringan dan tuli berat. Maka untuk mengurangi paparan kebisingan
pesawat udara
di bandara seharusnya pekerja mematuhi prosedur
33
penggunaan alat pelindung telinga baik menggunakan Ear Plug dan Ear
Muff.
Tidak hanya kebisingan yang menyebabkan gangguan pendengaran
pada pekerja di bandara, ada faktor penting yang menyebabkan gangguan
pendengaran yaitu faktor internal meliputi: umur, jenis kelamin,
keturunan dan sensetifitas individu, untuk faktor eksternal meliputi:
paparan zat ototosik kecelakaan dan infeksi.
34
C. Kerangka Berpikir
Kebisingan :
Intensitas
Jenis Kebisingan
Lama Paparan
Peggunaan APD
Telinga:
Ear Flug
Ear Muff
Faktor Internal:
Faktor Internal
Umur
Jenis Kelamin
Keturunan
Sensitivitas Individu
Gangguan
Pendengaran
Tuli Berat
Tuli Ringan
Normal
Gambar. 3 Kerangka Berpikir
Faktor Eksternal:
Paparan Zat Ototosik
Kecelakaan
Infeksi
35
D. Hipotesis
1. Ada hubungan
penggunaan alat pelindung pendengaran dengan
gangguan pendengaran pada karyawan yang terpapar bising di
Bandara
2. Ada hubungan masa kerja dengan gangguan pendengaran pada
karyawan yang terpapar bising di Bandara
3. Ada hubungan penggunaan alat pelindung pendengaran dan masa
kerja dengan gangguan pendengaran pada karyawan yang terpapar
bising di Bandara
Download