BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Kebisingan a. Definisi kebisingan Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat reproduksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran (Anizar, 2009). Pengaruh gangguan kebisingan tergantung kepada intensitas dari frekuensi nada. Misalnya: frekuensi yang lebih tinggi akan lebih mengganggu daripada frekuensi rendah (Soeripto, 2009) Kebisingan diartikan sebagai semua suara/bunyi yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran. Intensitas atau arus energi per satuan biasanya dinyatakan dalam satuan logaritmis yang disebut decibel (dB) dengan membandingkan kekuatan standar 0,0002 dine (dyne)/cm2 yaitu kekuatan bunyi dengan frekuensi 3000 Hz yang tepat didengar telinga normal (Suma'mur, 2009). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kebisingan merupakan semua suara/bunyi yang tidak dikehendaki pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada pekerja. 7 8 b. Jenis kebisingan Menurut Anizar (2009) Ada beberapa jenis kebisingan antara lain: 1) Kebisingan menetap berkelanjutan tanpa terputus-putus dengan spektrum frekuensi yang lebar, misalnya bising mesin, kipas angin, dapur pijar, dan lain-lain. 2) Kebisingan menetap berkelanjutan dengan spektrum frekuensi tipis, misalnya bising gergaji sirkuler, katup gas, dan lain-lain. 3) Kebisingan terputus-putus, misalnya bising lalu lintas dan suara pesawat terbang di bandara. 4) Kebisingan impulsif, seperti bising pukulan palu, tembakan bedil atau meriam, dan ledakan. Menurut Soeripto, (2009) jenis-jenis kebisingan yang sering ditemukan ditempat kerja adalah: 1) Kebisingan kontinyu dengan spektrum frekuensi luas (steady state, wide band noise), misalnya suara yang ditimbulkan olehkipas angin. 2) Kebisingan kontinyudengan spektrum frekuensi sempit (steady state, narrow band noise), misalnya suara yang ditimbulkan oleh gergaji sirkuler dan katup gas; 3) Kebisingan terputus-putus (intermitten), misalnya suara lalu lintas, suara kapal terbang dilapangan udara. 4) Kebisingan impulsif (impact or impulsive noise), misalnya suara tembakan atau meriam; 9 5) Kebisingan impulsif berulang, misalnya suara yang ditimbulkan mesin tempa. c. Intensitas kebisingan Intensitas kebisingan adalah arus energi per satuan luas yang dinyatakan dalam satuan desibel (dB), dengan membandingkannya dengan kekuatan dasar 0,0002 dyne/cm2 yaitu kekuatan dari bunyi dengan frekuensi 1000 Hz yang tepat dapat didengar oleh manusia normal (Suma’mur, 2009). Tabel berikut adalah skala intensitas kebisingan yang dikelompokkan berdasarkan sumber kebisingan. Tabel 2.1. Skala Intensitas Kebisingan dan Sumbernya SKALA INTENSITAS SUMBER KEBISINGAN (dB) Kerusakan alat 120 Batas dengar tertinggi pendengaran Menyebabkan tuli 100 – 110 Halilintar, meriam, mesin uap, mesin turbin pesawat udara di Bandara Sangat hiruk 80 – 90 Hiruk pikuk jalan raya, perusahaan sangat gaduh, peluit polisi Kuat 60 – 70 Kantor bising, jalanan pada umumnya, radio, perusahaan Sedang 40 – 50 Rumah gaduh, kantor pada umumnya, percakapan kuat, radio perlahan Tenang 20 – 30 Rumah tenang, kantor perorangan, Auditorium, percakapan Sangat tenang 10 – 20 Suara daun berbisik (batas) Sumber: Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (HIPERKES) Suma'mur (2009) 10 d. Sumber bising pesawat terbang. Sumber utama dari kebisingan pesawat terbang adalah mesin jet primer, ditimbulkan terutama oleh bergeraknya bagian mesin pesawat seperti kipas angin, Compresor dan sudu-sudu turbin. Bising Compresor dan kipas angin diteruskan ke arah depan mesin, sedangkan bising dari sudu turbin diteruskan ke arah belakang. Kebisingan Primary jet dibangkitkan oleh percampuran dari gas buang yang berkecepatan tinggi dari mesin bersama udara diam yang ada di sekelilingnya, Fan exhaust juga menimbulkan bising tetapi kebisingan yang berarti pada saat kebisingan Primary jet kalah oleh kebisingan fan exhaust. Ini menandakan bahwa kecepatan Fan Exhaust lebih rendah dari Kecepatan Primary Jet. Sumber bising yang paling dominan selama lepas landas adalah Primary Jet, tetapi pada saat mendarat sumber bising ganti dari suara mesin. Telah banyak usaha untuk mengurangi kebisingan pesawat jet, antara lain dengan membuat knalpot, Exhaust gelombang, knalpot dengan banyak saluran keluar, gigi-gigi yang dipasang di depan mulut knalpot, tetapi semua ada batasnya dalam mengurangi kebisingan. Suara dari pesawat turbin jet tetap masih merupakan masalah lingkungan. Cara terbaik untuk mengurangi kebisingan mesin dan kebisingan Primary jet adalah dengan mengurangi kecepatan Primary jet yang ternyata yang paling efektif (Moran dan Sahpiro, 2000). 11 Gambar 1. Sumber Kebisingan Turbo Fan, (Moran dan Sahpiro, 2000) e. Pencegahan dan pengendalian kebisingan Kebisingan merupakan sumber bahaya dari faktor fisika di tempat kerja, yang sumber bahaya tersebut perlu dikendalikan agar tercipta lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman dan produktif bagi tenaga kerja. Menurut Anizar (2009) kebisingan dapat dicegah dan dikendalikan dengan beberapa cara yaitu: 1) Pengendalian suara pada sumber Memodifikasi sumber adalah solusi yang paling tepat. Kebisingan berasal dari sumber dan jika suara yang dihasilkan bisa dikurangi atau bahkan dihilangkan maka tidak ada yang perlu dikhawatirkan lagi dalam hal pemantauan pada penghubung dan penerima, tetapi dalam hal memodifikasi sumber, banyak hal yang perlu diperhatikan dan ini tidaklah mudah tetapi bukan tidak mungkin juga. Pengontrolan suara dapat dilakukan dengan 12 berbagai cara antara lain: menutup sumber (mengisolir sumber kebisingan), mengubah desain peredam suara pada sumber, menurunkan tingkat kebisingan pada sumber pemilihan dan pemasaran mesin dengan tingkat kebisingan rendah, pemeliharaan dan pelumasan mesin-mesin dengan teratur, penggunaan bahanbahan peredam suara, menyekat sumber bising, membuat perubahan pada peralatan yang sudah ada, serta mengganti proses sehingga peralatan dengan suara yang lebih kecil dapat digunakan 2) Pengendalian suara pada penghubung Dalam berbagai situasi dan kondisi misalnya jika peralatan sudah ada maka tidak mungkin lagi untuk memodifikasi mesin yang merupakan sumber suara. Hal yang dapat dilakukan adalah mengubah jalur penerus gelombang suarayang ada antara sumber suara dan penerima atau pendengar. Cara tersebut diantaranya memindahkan sumber jauh dari pendengar serta menambah peredam suara pada jalur yang dilaluinya sehingga lebih banyak suara yang diserap ketika suara merambat ke pendengar. 3) Pengendalian suara pada penerima Penerima suara adalah telinga manusia dapat dilakukan dengan pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) untuk mengendalikan suara yang diterima. Jika semua usaha yang dilakukan untuk mengurangi intensitas suara tidak berhasil ditempat yang harus ada manusia maka tinggal beberapa cara saja, tetapi jika tingkat suara tersebut 13 sangat tinggi dan tidak bisa dikurangi lagi maka satu-satunya cara adalah tidak meletakkan manusia di area tersebut dan menggunakan remote control untuk mengoperasikan mesin yang ada. f. Pengendalian kebisingan di bandara Menurut Anizar (2009), ada enam hal penting yang perlu diperhatikan agar supaya pengendalian kebisingan di bandara lebih efektif adalah sebagai berikut: 1) Identifikasi masalah kebisingan di bandara. 2) Menentukan tingkat kebisingan yang diterima oleh karyawan dan penduduk sekitar bandara. 3) Menentukan sumber bising. 4) Data yang ada ditempuh langkah penyesuaian kondisi operasional atau melakukan perawatan atau pemeliharaan mesin pesawat terbang sehingga suara yang timbul dapat dikurangi. 5) Usaha lain dalam pengendalian dapat dilakukan dengan menambahkan bahan-bahan penyerap suara atau penghalang suara lainnya tergantung situasi dan kondisi daerah bising. 6) Jika semua usaha pengendalian secara teknis teknis belum berhasil menurunkan tingkat bising maka alternatif lain adalah pengendalian secara administratif yaitu dengan cara pengaturan pola kerja pada pekerja dikaitkan dengan penerimaan tingkat kebisingan 14 g. Alat pengukur kebisingan Menurut Anizar (2009) ada 2 cara untuk mengukur tingkat kebisingan di tempat kerja, yaitu: 1) Alat pembaca langsung Alat pembaca langsung disebut juga sound level meter yang bereaksi terhadap suara atau bunyi, mendekati kepekaan telinga manusia. Alat ini dipakai untuk mengukur tingkat kebisingan pada saat tertentu. Biasanya alat ini digunakan untuk mengidentifikasi tempat-tempat yang tingkat kebisingannya lebih tinggi dari aturan batas maksimum yakni 80 dBA. Alat ini terdiri dari microphone, alat penunjuk elektronik, amplifier, 3 skala pengukuran A, B, C. a) Skala pengukuran A: untuk memperlihatkan perbedaan kepekaan yang besar pada frekuensi rendah dan tinggi yang menyerupai reaksi telinga untuk intensitas rendah. b) Skala pengukuran B: untuk memperlihatkan kepekaan telinga untuk bunyi dengan intensitas sedang. c) Skala pengukuran C: untuk skala dengan intensitas tinggi. Ada 2 (dua) jenis sound level meter yang sering digunakan yaitu: a) Pocket sound level meter type 2205, tipe ini dapat untuk pengukuran pada skala A, B, C. 15 b) Precision sound level meter type 2203, tipe ini lebih besar dari tipe 2205 dan dapat untuk pengukuran yang lebih teliti disamping dapat dilengkapi dengan filter untuk frekuensi. 2) Dosimeter personal Dosimeter adalah alat yang dipakai untuk mengukur tingkat kebisingan yang dialami pekerja selama shiftnya. Alat ini dipakai untuk shift dengan lama kerja 8 jam, 10 jam, 12 jam atau berapapun lamanya. Dosimeter dipasang pada sabuk pinggang dan sebuah microphone kecil dipasang dekat telinga. Dosimeter mengukur jumlah bunyi yang didengar pekerja. Sound level meter dan dosimeter akan memberikan hasil berupa angka yang dapat dibandingkan dengan aturan batas maksimum 85 dB untuk shift selama 8 jam per hari, 40 jam per minggu batas akan lebih rendah untuk waktu kerja yang lebih lama. Desibel diukur pada skala khusus, yang disebut skala logaritma, dimana setiap penambahan intensitas suara berlipat dua. Berarti peningkatan dari 90 dB ke 93 dB berarti suaranya empat kali lebih keras daripada 90 dB. Hal ini untuk diingat karena peningkatan kecil pada desibel berarti peningkatan volume suara dan makin parahnya kerusakan yang dapat diakibatkan pada telinga. 16 2. Pengkuran Kebisingan Bandara Pengukuran kebisingan Bandara Berdasarkan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, 2007 sebagai berikut: a. Pra-Pengukuran 1) Ukur Back Ground Noise Level 2) Kalibrasi peralatan 3) Cari informasi tentang kondisi cuaca, kerena pengukuran harus dilakukan dalam kondisi cuaca cukup cerah. 4) Pastikan tidak terdapat penghalang sekeliling microphone, seperti gedung/bangunan,pohon besar, radar, dsb. Jarak antara microphone dengan penghalang minimum 30 m. b. Pengukuran Cari informasi mengenai kondisi penerbangan di bandar udara tersebut (data penerbangan) : 1) Melalui petugas, menara pengawas lalu lintas udara dapat diperoleh data penerbangan, atau 2) Melalui pengelola bandar udara dapat diperoleh data jadwal penerbangan Dari data-data tersebut di atas dapat diketahui mengenai: 1) Lintasan penerbangan (fight path), termasuk didalamnya arak Kate-of dan Landing. 2) Operasional bandar udara,termasuk didalamnya: a) Jam operasi bandar udara 17 b) Waktu-waktu sibuk Selain data-data tersebut di atas, perlu pula diketahui mengenai: 1) Kondisi geografis bandar udara, termasuk di dalamnya: 2) Waktu musim penghujan dan waktu musim kemarau 3) penggunaan lahan di sekitar bandar udara, terutama daerah perumahan yang dilalui lintasan pesawat terbang. 4) Dana yang tersedia untuk pengukuran karena akan menentukan jumlah titik pengukuran dan lamanya pemantauan Dengan data –data tersebut dapat ditentukan: 1) Kapan pengukuran dilakukan Mengingat Indonesia beriklim tropis dengan 2 (dua) musim, sebaiknya pengukuran dilakukan 2 (dua) kali dalam setahun yaitu, sekali pada saat musim penghujan dan sekali pada saat musim kemarau. Lamanya waktu untuk sekali pengukuran sedikitnya 1 (Satu) minggu dilakukan sepanjang jam operasi bandar udara. Khusus untuk bandar udara embarkasi haji ditambah dengan 1 (Satu) minggu pada musim haji. 2) Tempat alat ukur harus diletakkan Alat ukur/monitor kebisingan diletakkan terutama pada lokasi-lokasi pemukiman yang dilalui lintasan pesawat (flight path). Jumlah microphone yang diperlukan untuk monitor kebisingan tergantung pada:keadaan geografis bandar udara, 18 operasional bandar udara: jam operasi bandar udara, jam sibuk bandar udara, jalur lintasan pesawat, serta dana yang tersedia untuk pelaksanaan pengukuran. 3) Siapkan tabel untuk mencatat peristiwa suara, antara lain meliputi lokasi pengukuran, waktu terjadinya suara, sumber suara, jenis pesawat, perusahaan penerbangan, nomor penerbangan, serta moda operasi: take off, landing, over- flight, dsb. 4) Pelaksanaan pengukuran a) Pisahkan suara kebisingan pesawat dari suara-suara lain (back ground noise) b) Lihat, tentukan, dan catat dalam tabel yang telah disiapkan sebelumnya (lihat butir 4 diatas) mengenai :tingkat kebisingan tertinggi dari sumber suara yang bersangkutan (noise peak level), waktu terjadinya kebisingan/suara, mode operasi: take off, landing, over, flight, dsb. serta data yang diperoleh digunakan untuk melengkapi data kebisingan yang terekam di analyser setelah dipindahkan ke komputer untuk pemrosesan data. c. Pasca – Pengukuran Lakukan pemilihan dan penyusunan data: 1) Pisahkan suara pesawat dari suara sumber –sumber lainnya. 2) Ambil hanya data suara kebisingan pesawat, dimana: 19 Aircraft = Noise – Back Ground Noise = n d B (A)- 10 d B (A) 3) Tujuh pedoman yang dapat digunakan untuk penghitungan a) Noise Level biasa dinyatakan dalam dB (A) Sound Pressure dinyatakan dalam dB b) Penjumlahan Db Kalau L1 , L 2,.........; Ln adalah nilai Db dari sumber suara P 1, P2,..........;Pn. Maka : L1 + L2 +...........+ Ln =10 log (p1 +p2 +........+ pn) PO Dimana Po = Reference of power Jadi L = 10 Log (10L1/10 + 10 L2/10+.......+10Ln/10) c) Kalau P1 =P2= ........=Pn Maka : Contoh : L1 = 70 dB L2 = 80 dB L1 + L2 +......+ Ln = L =L1 + 10 log n 20 Maka : L = L1 + L2 = 10 log (10 70/10 + 10 80/10) =10 log (107 + 108 ) =10 log 107 (1 + 10) =10 log 107 + 10 log 11 =70 + 10,4 =80,4 dB d) Pengukuran dB (dipakai untuk merevisi hasil monitoring kebisingan) L1-12 =L1 =10 Log ( 10 L1/10_10 L2/10)) Catatan: Analyser tidak dapat membedakan sumber suara sehingga suara dari berbagai sumber terekam secara otomatis, misalnya: L1 =suara mobil melintas L2 =suara pesawat take-off L3 =suara pesawat melintas L4 =suara mobil melintas Dst s.d LN e) Suara pesawat sebenarnya adalah nilai dB yang diperoleh dikurangi nilai dB dari Back Ground Noise dapat diketahui dengan mencatat nilai dB di analyser pada saat tidak ada pesawat. 21 f) WECPNL Satuan perkiraan kebisingan pesawat udara adalah WECPNL (Weighted Equivalent Continuous Perceived Noise Level). Pengukuran WECPNL dilakukan untuk : 1) Kondisi saat ini 2) Perkiraan Kondisi 5 (lima) tahun yang akan datang g) Titik-titik pengukuran : 1) “Take-Off Noise’’ : Pada titik di perpanjangan sumbu ruway yang berjarak 6500 m dari posisi start take- off. 2) “Approach Noise’’ : Pada titik di perpanjangan sumbu ruway yang berjarak 2000 m dari ruway threshold. 3) “Lateral Noise” : Pada titik berjarak 450 m sejajar sumbu runway atau perpanjangan sumbu runway, dimana kebisingan maksimum pada waktu take off terjadi 4) Perhitungan WECPNL WECPNL =dB (A) + 10 Log N-27 Yaitu: dB (A) = rata-rata tingkat kebisingan dalam 1 (satu) hari pengukuran (24 jam). N = N1 + 3 N2 + 10 (N3+N4) 22 Dimana : N =Jumlah event (kedatangan dan keberangkatan pesawat) dalam 1(satu) hari (24 jam) N1=Jumlah event pada periode jam 07.00-19.00 N2=Jumlah event pada periode jam 19.00-22.00 N3= Jumlah event pada periode jam 22.00-24.00 N4= Jumlah event pada periode jam 00.00-07.00 3. Gangguan Pendengaran Akibat Kebisingan a. Pengertian gangguan pendengaran Gangguan pendengaran adalah perubahan pada tingkat pendengaran yang berakibat kesulitan dalam melaksanakan kehidupan normal, biasanya dalam hal memahami pembicaraan (Buchari, 2007). b. Anatomi dan Fungsi telinga Menurut Sunarto, (2004) telinga terdiri dari 3 bagian yakni bagian luar, tengah, dan dalam. Bagian luar dan tengah berperan penting dalam pengumpulan serta pengiriman suara. Sedangkan telinga bagian dalam memiliki mekanisme agar tubuh tetap seimbang dan bertanggung jawab untuk mengubah gelombang suara menjadi gelombang listrik. Melalui lubang telinga, suara yang masuk akan menggetarkan selaput kaca pendengaran dalam rongga telinga. Getaran ini akan menggerakkan tulang-tulang pendengaran 23 sampai ke tulang sanggurdi. Cairan dalam rumah siput (cochlea) pun ikut bergetar. Gerakan cairan ini membuat sel-sel rambut terangsang. Rangsangan inilah yang ditangkap saraf pendengaran yang akhirnya diteruskan ke otak. Manusia normal mampu mendengar suara berfrekuensi 20-20.000 Hz (satuan suara berdasarkan perhitungan jumlah getaran sumber bunyi per detik) dengan intensitas atau tingkat kekerasan di bawah 80 desibel (dB). Bunyi di atas 80 dB kalau terus menerus dan dipaksakan bisa merusak pendengaran karena bisa mematikan fungsi sel-sel rambut dalam sistem pendengaran. Gejala awal seringkali tidak dirasakan kecuali telinga berdengung, kemudian diikuti oleh menurunnya pendengaran (Meyer, 2012) Gambar 2. Anatomi Telinga 24 c. Proses terjadinya gangguan mendengar Pengaruh bising terhadap kesehatan tergantung pada: intensitas, frekuensi, lama paparan, jenis bising dan sensitivitas individu (Karvanen dan Mikheev, 1986; passchier, 2000). Intensitas bising yang tinggi lebih mengganggu dibanding intensitas bising yang rendah. Bising hilang timbul lebih mengganggu dibanding bising kontinyu. Diantara bising hilang timbul traffic noise, maka bising pesawat udara lebih mengganggu dibanding bising lalu lintas dan bising kereta api. Bising kereta api memberi pengaruh paling lemah. Lama paparan diperkirakan memberi dampak yang signifikan apabila periode paparan lebih dari 1 tahun. Dilaporkan pula pada beberapa kasus wanita lebih sensitif dibandingkan pria dalam merespons bising (Melamed et al, 1992; Passchier dan Passchier, 2000) Suatu bunyi bisa diinterpretasikan sebagai bising melalui serangkaian jalur pendengaran. Pertama bunyi ditangkap oleh auris eksterna, kemudian bunyi akan menggetarkan gendang telinga. Lewat malleus yang terikat pada gendang telinga getaran akan ditransmisikan oleh ossikula auditiva ke lempeng kaki stapes pada jendela oval auris interna. Pada auris media terjadi penguatan bunyi karena assikula auditiva bekerja sebagai sistem toas dan meningkatkan getaran sebanyak setengahnya. Selain itu semua energi bunyi yang jatuh pada gendang telinga yang 25 berdiameter besar dikosentrasikan pada jendela oval yang berdiameter kecil sehingga memperkuat gendang dengan suatu faktor kurang lebih 15 kali. Getaran ini kemudian diteruskan ke koklea (Ganong, 2003) Getaran ditransmisikan oleh basis stapes ke kompartemen atas koklea, dari sini getaran ditransmisikan ke membran basiler dan melewati kompartemen bawah gelombang menuju ke jendela bulat. Gerakan naik turun dari membran basiler menekuk rambutrambut dalam sel-sel organ korti. Kondisi ini menyebabkan pembangkitan impuls saraf menjadi meningkat sel-sel rambut bagian dalam dan bagian luar berbeda dalam hal sensitivitasnya terhadap getaran. Perbedaan ini membentuk dasar diskriminasi penyaringan bunyi. Pola getaran pada membra basiler bervariasi sesuai tinggi nada bunyi memungkinkan tinggi nada dapat dibedakan. Nada suara tinggi menyebabkan getaran bagian basal membran sedangkan nada suara rendah menyebabkan semua membran bergetar (Ganong, 2003). Serabut saraf dari organ korti mempunyai korpus sel-selnya pada ganglion spiral berdekatan dengan koklea. Impuls saraf menjalar melalui nervus cochlearis yang bersatu dengan nervus vestibularis, kemudian akan bersinaps di nucleus dorsalis dan ventralis di nucleus tersebut, selanjutnya akan dibawa secara ascenderen ke kolikulus inferior yang berhubungan dengan reflek 26 mendengar. Saat melintas secara ascenderen tersebut impuls dibawa oleh lemniscus lateralis yang serabutny ada yang menyilang garis tengah. Selanjutnya dari kolikulus inferior impuls dibawa ke bagian thalamus yaitu corpus geniculatum mediale melalui brachium coliculi inferior. Selanjutnya impuls saraf melalui Radiatio auditiva berakhir di Gyrus Temporalis tranversus Heshl yang terletak pada lobus temporalis. Gyrus tersebut disebut juga area 41 dan 42 Broadman yang merupakan pusat pendengaran primer. Pusat pendengaran inilah impuls yang datang akan dianalisis sebagai bunyi. Bunyi tersebut kemudian akan diinterpretasikan oleh persepsi individu sebagai suara yang tidak mengganggu atau sifatnya mengganggu yang dikenal sebagai bising (Ganong, 2003). d. Efek-efek klinis Menurut Ganong, (2003) ciri-ciri kehilangan pendengaran yang ditimbulkan paparan bising akibat kerja sebagai berikut: 1) Ada gangguan pendengaran telinga dalam, dengan super posisi konduksi dan rekruitmen udara dan tulang. 2) Kehilangan pendengaran bilateral dan sedikit banyak simetris. 3) Kehilangan mulai pada frekuensi 4.000 Hz. Pada stadium ini ada takik berbentuk V yang khas pada audiogram. Kondisi ini bersifat laten (satu-satunya kesulitan adalah 27 adalam mendengarkan bisikan), dan identifikasi memerlukan prosedur deteksi yang sistematik. Setelah periode paparan lebih lanjut, kehilangan pendengaran memburuk dan meluas ke rentang frekuensi yang lebih lebar, dan gangguanya menjadi nyata. Bila paparan lebih lanjut tidak dihentikan, kehilangan pendengaran memburuk dan dapat menyebabkan tuli. 4) Begitu terjadi ketulian, kelainan akan permanen dan stabil meskipun bahaya akustik sudah dijauhkan. e. Klasifikasi gangguan pendengaran Menurut Meyer, (2012) gangguan pendengaran dibagi atas: 1) Tuli konduktif: Gangguan terjadi pada telinga luar dan tengah 2) Tuli saraf: Gangguan terjadi pada telinga dalam (cochlea dan akustikus) Ciri dari tuli saraf yaitu ketidak sesuaian suara percakapan, tinitus, umumnya gangguan pendengaran terhadap suara frekuensi tinggi, dan suara yang ada disekeliling menimbulkan kesulitan saat mendengar. Kebisingan dapat menyebabkan terjadinya tuli saraf, karena terpapar bahaya kebisingan mengakibatkan ketulian melalui destruksi sel-sel rambut pada ochlea. 28 3) Tuli campuran: Gangguan terjadi pada telinga luar, tengah dan dalam adalah sebagai berikut: a) Jika peningkatan ambang dengar antara 0-<25dB, masih normal b) Jika peningkatan ambang dengar antara 26-40 dB, disebut tuli ringan c) Jika peningkatan ambang dengar antara 41-60 dB, disebut tuli sedang d) Jika peningkatan ambang dengar antara 61-90 dB, disebut tuli berat e) Jika peningkatan ambang dengar > 90 dB , disebut tuli sangat berat f. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Gangguan Pendengaran Akibat Kebisingan Kerentanan suatu individu terhadap bising dipengaruhi beberapa faktor yaitu umur, jenis kelamin, ras, genetik, tekanan darah, kadar kolesterol yang tinggi, serta merokok. 1) Umur Umur merupakan faktor yang cukup berpengaruh terhadap kerentanan pada gangguan pendengaran akibat bising. Pada orang usia yang lebih tua akan menurun pula ambang reflek akustik. Reflek akustik berfungsi memberikan perlindungan terhadap rangsangan bising yang berlebihan. 29 Pada orang tua membutuhkan rangsangan bising yang lebih tinggi untuk menimbulkan reflek akustik dibanding pada orang yang lebih muda. Musisi profesional yang berumur 60 tahun mengalami gangguan pendengaran yang signifikan pada frekuensi 4000 Hz dan 6000 Hz dibanding yang berusia 30-39 tahun (Emmerich, 2008). 2) Jenis Kelamin Gangguan pendengaran yang terjadi pada laki-laki ambangnya lebih tinggi dibanding pada perempuan (Kähäri dkk, 2003 a). Kejadian gangguan pendengaran pun presentasenya lebih tinggi pada laki-laki dibanding perempuan. Hal ini mungkin disebabkan oleh laki-laki memainkan alat musik lebih keras dibanding pada perempuan serta adanya perbedaan hormonal (Juman dkk, 2004). 3) Paparan zat ototoksik Merokok salah satu zat yang paling sering ditemui dan memberikan efek ototoksik pada fungsi sel rambut dan menimbulkan nicotine-like receptors pada sel rambut. Secara tidak langsung merokok mempengaruhi suplai pembuluh darah ke koklea. Tembakau mengandung hidrogen sianida dan bahan asfiksian yang dapat mengganggu fungsi stria vaskularis bila terpapar dengan 30 jumlah yang besar (European Agency for Safety and Health at work, 2009). 4. Alat Pelindung Pendengaran Cara terbaik untuk perlindungan pendengaran adalah dengan pengendalian secara tehnis (engineering control) pada sumber suara. Kenyataaannya, bahwa pengendalian secara teknis ini tidak selalu dapat dilaksanakan. Sedang pengendalian secara administratif biasanaya akan mengalami kesulitan. Oleh karenanya pemakaian alat pelindung merupakan cara utama yang harus dilakukan, apabila cara lain tidak mungkin atau sulit dilaksanakan. Ada 2 jenis alat pelindung telinga yaitu: a. Ear plug (Sumbat telinga) Sumbat telinga yang baik dapat menahan suara dengan frekuensi tertentu saja, sedang frekuensi untuk bicara biasa (komunikasi) tidak terganggu. Kelemahan sumbat telinga antara lain:ukuran tidak tepat dengan ukuran lubang telinga pemakai, serta kadang-kadang lubang telinga kanan tidak sama dengan lubang telinga kiri. Daya lindung (attenuasi) 25-30 dB. Kebocoran sedikit saja dapat mengurangi attenuasi sampai 15 dB. b. Ear muff (tutup telinga) Mempunyai daya redam: 1) Pada frekuensi biasa (+4.000 Hz) : 25-30 dB. 2) Pada frekuensi 2000-4000 Hz sampai 42 dB (25-45 dB) 31 Untuk keadaan khusus dapat dikombinasikan anatara tutup telinga dengan sumbat telinga sehingga daya attenuasinya dapat lebih tinggi, tapi tidak dapat mencapai lebih dari 50 dB karena hantaran suara melalui tulang kepala masih ada. 5. Masa Kerja Menurut Balai Pustaka Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1991) menyatakan bahwa, masa kerja (lama bekerja) merupakan pengalaman individu yang akan menentukan pertumbuhan dalam pekerjaan dan jabatan. Menurut kamus besar bahasa Indonesia (1984), pengalaman kerja didefinisikan sebagai suatu kegiatan atau proses yang pernah dialami oleh seseorang ketika mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya Siagian (2008) menyatakan bahwa, masa kerja menunjukkan berapa lama seseorang bekerja pada masing-masing pekerjaan atau jabatan. Kreitner dan Kinicki (2004) menyatakan bahwa, masa kerja yang lama akan cenderung membuat seorang petugasi lebih merasa betah dalam suatu organisasi, hal ini disebabkan diantaranya karena telah beradaptasi dengan lingkungannya yang cukup lama sehingga seorang pegawai akan merasa nyaman dengan pekerjaannya. Penyebab lain juga dikarenakan adanya kebijakan dari instansi atau perusahaan mengenai jaminan hidup dihari tua. 32 B. Hubungan Penggunaan Alat Pelindung Telinga dan Masa Kerja dengan Gangguan Telinga pada Pekerja Bising yang terjadi di bandara disebabkan oleh aktivitas penerbangan pesawat udara dan hal tersebut sangat mengganggu kesehatan dari pekerja terutama terhadap sistem pendengaran jika pekerja terpapar kebisingan yang berlebih tanpa menggunakan alat pelindung telinga maka telinga akan mengalami kerusakan baik sementara muaupun permanen. Hal ini terjadi karena suatu bunyi bisa diinterpretasikan sebagai bising melalui serangkaian jalur pendengaran. Pertama bunyi ditangkap oleh auris eksterna, kemudian bunyi akan menggetarkan gendang telinga. Melalui malleus yang terikat pada gendang telinga getaran akan ditransmisikan oleh ossikula auditiva ke lempeng kaki stapes pada jendela oval auris interna. Pada auris media terjadi penguatan bunyi karena assikula auditiva bekerja sebagai sistem toas dan meningkatkan getaran sebanyak setengahnya. Jika bunyi diarea Bandara di >85 dB terus menerus dan dipaksakan akan merusak pendengaran karena mematikan fungsi sel-sel rambut dalam system pendengaran. Gejala awal sering kali tidak dirasakan kecuali telinga berdengung, kemudian diikuti oleh menurunnya pendengaran adapun gangguan yang yang disebabkan kebisingan yaitu tuli ringan dan tuli berat. Maka untuk mengurangi paparan kebisingan pesawat udara di bandara seharusnya pekerja mematuhi prosedur 33 penggunaan alat pelindung telinga baik menggunakan Ear Plug dan Ear Muff. Tidak hanya kebisingan yang menyebabkan gangguan pendengaran pada pekerja di bandara, ada faktor penting yang menyebabkan gangguan pendengaran yaitu faktor internal meliputi: umur, jenis kelamin, keturunan dan sensetifitas individu, untuk faktor eksternal meliputi: paparan zat ototosik kecelakaan dan infeksi. 34 C. Kerangka Berpikir Kebisingan : Intensitas Jenis Kebisingan Lama Paparan Peggunaan APD Telinga: Ear Flug Ear Muff Faktor Internal: Faktor Internal Umur Jenis Kelamin Keturunan Sensitivitas Individu Gangguan Pendengaran Tuli Berat Tuli Ringan Normal Gambar. 3 Kerangka Berpikir Faktor Eksternal: Paparan Zat Ototosik Kecelakaan Infeksi 35 D. Hipotesis 1. Ada hubungan penggunaan alat pelindung pendengaran dengan gangguan pendengaran pada karyawan yang terpapar bising di Bandara 2. Ada hubungan masa kerja dengan gangguan pendengaran pada karyawan yang terpapar bising di Bandara 3. Ada hubungan penggunaan alat pelindung pendengaran dan masa kerja dengan gangguan pendengaran pada karyawan yang terpapar bising di Bandara