Buletin Jum’at FKM, Jum’at, 3 Juli 2009 No. 1201030709 HUKUM PIDANA / SANKSI TERHADAP KEJAHATAN “Uqubat” (sanksi terhadap kejahatan) disyari’atkan oleh Alloh swt untuk mencegah manusia dari tindak kejahatan. Allah berfirman: א א Dan dalam (hukum) qishash itu (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertaqwa. (QS. Al Baqarah : 179) Maksudnya, disyari’atkan (hukum) qishash bagi kalian yakni membunuh si pembunuh di dalamnya terdapat hikmah yang sangat besar, yaitu menjaga jiwa. Sebab, jika si pembunuh mengetahui akan dibunuh lagi maka ia akan merasa takut untuk melakukan pembunuhan. Itu sebabnya, di dalam qishas ada jaminan hidup bagi jiwa manusia. Pada galibnya, jiwa orang berakal mengetahui apabila ia membunuh akan dibunuh lagi, maka ia tidak akan melakukan pembunuhan. Dengan demikian, ‘uqubat berfungsi sebagai zawajir (pencegahan). Disebut sebagai zawajir, karena dapat mencegah manusia dari tindak kejahatan. Kejahatan adalah perbuatan-perbuatan tercela (al-qabih). Tercela (al qabih) sendiri adalah apa yang dicela oleh syar’i (Allah). Suatu perbuatan tidak dianggap sebagai kejahatan kecuali jika ditetapkan oleh syara’ bahwa perbuatan itu tercela. Ketika syara’ telah menetapkan bahwa perbuatan itu tercela, maka sudah pasti perbuatan itu disebut kejahatan, tanpa memandang lagi tingkat tercelanya. Artinya, tidak lagi dilihat besar kecilnya kejahatan. Syara’ telah menetapkan perbuatan tercela sebagai dosa (dzunub) yang harus dikenai sanksi. jadi, dosa itu subtansinya adalah kejahatan. Kejahatan bukanlah suatu yang fitri (ada dengan sendirinya) pada diri manusia. Kejahatan bukan pula “profesi” yang diusahakan oleh manusia. Kejahatan (jarimah) adalah tindakan melanggar peraturan, yang mengatur perbuatan-perbuatan manusia dalam hubungannya dengan Rabbnya, dengan dirinya sendiri, dan dengan manusia yang lain. Allah swt telah menciptakan manusia lengkap potensi kehidupannya, yakni berupa naluri-naluri dan kebutuhan jasmani. Naluri-naluri dan kebutuhan jasmani adalah potensi hidup manusia yang mendorongnya untuk melakukan pemenuhan terhadap kebutuhan jasmani dan nalurinya. Manusia, dalam menjalankan aktivitasnya yang muncul dari potensi hidup tadi adalah dalam rangka memenuhi kebutuhan jasmani dan nalurinya tadi. Perlu dipahami, bahwa membiarkan pemenuhan itu tanpa aturan akan mengantarkan pada kekacauan dan kegoncangan. Juga akan mengantarkan pada pemenuhan yang keliru, atau pemenuhan yang tercela. oleh karena itu, ketika Allah swt. mengatur perbuatan-perbuatan manusia, Allah juga telah mengatur pemenuhan terhadap naluri dan kebutuhan jasmani manusia dengan hukum. Syari’at islam telah menjelaskan hukum atas setiap peristiwa yang terjadi pada manusia. Itu sebabnya Allah swt. mensyari’atkan halal dan haram. Syara’ mengandung perintah dan larangan-Nya, dan Allah swt. meminta manusia untuk berbuat sesuai dengan apa yang diperintahkan Allah swt. dan menjauhi apa yang dilarang-Nya. Jika menyalahinya, maka manusia telah melakukan perbuatan tercela, yakni melakukan kejahatan. Berdasarkan hal ini, orangorang yang berdosa harus dikenai sanksi. Dengan demikian, manusia dituntut untuk mengerjakan apa yang diperintahkan Allah dan menjauhi larangan-Nya. Perintah dan larangan tidak akan berarti sama sekali jika tidak ada sanksi bagi orang yang melanggarnya. Syari’at islam menjelaskan bahwa bagi para pelanggar akan dikenai sanksi akhirat dan di dunia. Allah swt. akan menjatuhkan sanksi di akhirat bagi si pelanggar, dan Allah pula yang akan mengazabnya kelak di hari kiamat. Allah swt. berfirman: א א א א Orang-orang yang berdosa dikenal dengan tanda-tandanya, lalu dipegang ubun-ubun dan kaki mereka (QS. Ar- Rahman : 41) א א Dan orang-orang kafir, bagi mereka neraka jahanam. (QS. Al Fathir ; 36) א א א א א א א א א א א א א א א א Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, Lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, Maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu". (QS. At Taubah : 34-35) א א Dan Sesungguhnya bagi orang-orang yang durhaka benar-benar (disediakan) tempat kembali yang buruk, (yaitu) neraka Jahannam, yang mereka masuk ke dalamnya; Maka amat buruklah Jahannam itu sebagai tempat tinggal. (QS Shad : 55-56) Walaupun Allah Swt. telah menjanjikan azab bagi pelaku dosa, akan tetapi Allah memerintahkan kepada pelaku dosa untukberserah diri kepada Allah (bertaubat-peny). Karena mungkin saja Allah berkehendak untuk menjatuhkan sanksi atau mengampuni mereka. Allah swt. berfirman: א א Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. (QS. An Nisa : 48) Taubat mereka akan diterima berdasarkan keumuman dalil ini. Sanksi di dunia dilaksanakan oleh imam (khalifah) atau orang yang mewakilinya. Yaitu, diselenggarakan oleh negara dengan cara menegakkan hudud Allah, dan melaksanakan hukum-hukum jinayat, ta'jir dan mukhalafat. Sanksi di dunia bagi pelaku dosa atas dosa yang dikerjakannyadi dunia dapat menghapuskan sanksinya di akhirat. Hal itu karena, 'uqubat berfungsi sebagai zawajir (pencegah) dan jawabir (penebus). Keberadaan uqubat sebagai zawajir, karena mampu mencegah manusia dari perbuatan dosa dan tindakan pelanggaran. Keberadaan 'uqubat sebagai jawabir, karena 'uqubat dapat menembus sanksi akhirat. Sanksi akhirat bagi seorang muslim akan gugur oleh sanksi yang dijatuhkan oleh negara di dunia. Dalilnya adalah sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari dari 'Ubadah bin Shamit ra berkata: Kami bersama Rasulullah saw dalam suatu majelis dan beliau bersabda, "Kalian telah membai'atku untuk tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu, tidak mencuri, tidak berzina, kemudian, beliau membaca keseluruhan ayat tersebut. "Barangsiapa diantara kalian memenuhinya, maka pahalanya disisi Allah, dan barangsiapa mendapatkan dari hal itu sesuatu maka sanksinya adalah kifarat (denda) baginya, dan barangsiapa mendapatkan dari hal itu sesuatu, maka Allah akan menutupinya, mungkin mengampuni atau (mungkin) mengazab." Hadist ini menjelaskan bahwa sanksi dunia diperuntukkan untuk dosa tertentu, yakni sanksi yang dijatuhkan negara bagi pelaku dosa, dan ini akan menggugurkan sanksi akhirat. Untukm meraih hal itu, Mai'iz mengakui perzinaannya, kemudian ia dirajam hingga mati. Demikianlah pula Ghamidiyah wanita dari suku Juhainah mengaku berzina, lalu dirajam hingga mati. Rasulullah saw berkomentar tentang mereka:"sungguh ia telah bertaubat, seandainya dibagi antara 70 penduduk Madinah, sungguh akan tertutup semuanya." Mereka meminta negara agar menjatuhkan sanksi atas pelanggaran mereka di dunia, agar sanksi akhirat bagi mereka gugur. Oleh karena itu Ghamidiyyah berkata kepada Rasulullah saw, "Ya Rasulullah, sucikanlah aku!" Banyak diantara kaum muslimin yang bertaubat kepada Rasulullah saw. Mereka mengakui pelanggaran yang dilakukannya agar mereka dikenai had oleh Rasulullah saw sehingga mereka terbebas dari azab Allah di hari Akhir. Mereka rela menangggung sakitnya had dan qishash di dunia, karena takut azab akhirat. Oleh karena itu 'uqubat berfungsi sebagai zawajir (pencegah) dan jawabir (penebus). Sanksi negara yang dijatuhkan atas dosa-dosa dan kejahatan merupakan satusatunya metode untukmelaksanakan perintah dan larangan-Nya. Allah swt. Mensyari'atkan hukum-hukum, sekaligus mensyari'atkan hukum lain untuk melaksanakannya, yakni hukum-hukum 'uqubat. Syara' telah memerintahkan kaum muslimin untuk menjaga hartanya. Rasulullah saw bersabda: "Tidak halal harta seorang muslim kecuali dengan kerelaan dirinya" Sabda Rasulullah saw lainnya: "Sesungguhnya darah dan harta kalian terjaga (haram)." Untuk melaksanakan perintah Allah tersebut, Allah juga mensyari'atkan hukum potong tangan. Allah melarang perzinaan melalui firman-Nya: אא Jangan engkau mendekati zina (QS. Al Isra' 32) Allah juga mensyari'atkan (hukum) jilid dan rajam untuk melaksanakan hukuman bagi yang melanggar larangan Allah. Demikianlah, seluruh perintah dan larangan telah ditetapkan metode pelaksanaan sanksinya. Wallohu a’lam bisshowab.