ANALISIS FAKTOR MARKETING MIX TERHADAP KEPUTUSAN

advertisement
ANALISIS FAKTOR MARKETING MIX TERHADAP KEPUTUSAN
PEMBELIAN SUSU FORMULA BALITA PADA PASAR SWALAYAN DI
KOTA YOGYAKARTA
Skripsi
Untuk memenuhi sebagian persyaratan
guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian
di Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret
Jurusan/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis
Oleh :
NOVITA PRASETYAWATI
H 0306082
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
i
HALAMAN PENGESAHAN
ANALISIS FAKTOR MARKETING MIX TERHADAP KEPUTUSAN
PEMBELIAN SUSU FORMULA BALITA PADA PASAR SWALAYAN DI
KOTA YOGYAKARTA
yang dipersiapkan dan disusun oleh Oleh :
Novita Prasetyawati
H 0306082
telah dipertahankan di depan Dewan Penguji
pada tanggal :
Dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Susunan Dewan Penguji
Ketua
Anggota I
Anggota II
Ir. Heru Irianto, MM.
NIP : 19630514 199202 1 001
Ir. Sugiharti Mulya H., MP.
NIP : 19650626 199003 2 001
Dr. Ir. Sri Marwanti, MS.
NIP : 19590709 198303 2 001
Surakarta,
April 2010
Mengetahui,
Universitas Sebelas Maret
Fakultas Pertanian
Dekan
Prof. Dr. Ir. H. Suntoro, MS.
NIP. 19551217 198203 1 003
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat, karunia, hidayah serta kemudahan-Nya sehingga penulis
dapat melaksanakan penelitian dan menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan
lancar. Skripsi yang berjudul Analisis Faktor Marketing Mix Terhadap
Keputusan Pembelian Susu Formula Balita pada Pasar Swalayan di Kota
Yogyakarta ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh
derajat Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Univesitas Sebelas Maret
Surakarta.
Pelaksanaan penelitian serta penyusunan skripsi ini dapat terlaksana dengan
lancar berkat dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Suntoro, MS selaku Dekan Fakultas Pertanian UNS
Surakarta.
2. Bapak Ir. Agustono, MSi selaku Ketua Jurusan/Program Studi Sosial Ekonomi
Pertanian/Agrobisnis Fakultas Pertanian UNS Surakarta.
3. Ibu Ir. Sugiharti Mulya Handayani, MP. selaku Ketua Komisi Sarjana
Jurusan/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis Fakultas
Pertanian UNS Surakarta sekaligus Pembimbing Pendamping.
4. Bapak Ir. Heru Irianto, MM. Pembimbing Utama yang telah memberikan
pengarahan, nasehat, dan petunjuk selama proses belajar dan penyusunan
skripsi di Fakultas Petanian.
5. Ibu Dr. Ir. Sri Marwanti, MS. selaku Dosen Penguji Tamu yang telah
memberikan pengarahan, nasehat, dan petunjuk selama proses belajar dan
penyusunan skripsi di Fakultas Petanian.
6. Bapak Ir. Suprapto selaku Pembimbing Akademik.
7. Seluruh Dosen Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta yang
telah memberikan ilmu dan pengetahuan yang bermanfaat bagi penulis.
8. Seluruh Karyawan Fakultas Pertanian UNS Surakarta yang telah memberikan
bantuan.
9. Orang tua tersayang : Bapak Supriyono dan Ibu Sri Hartini.
iii
10. Big Sister Palupi Ekasari.
11. Yoga Rike Meysiana.
12. Andryana Damayanti, Roma, Caca, Yuli, Luthfia, Yuani, Uswah, Arif, Yeni,
Pandan, Indah, Enur, Dhea, Devi, Leni, Lukman, Riska
13. Segenap pihak di Supermarket Progo, Pamella 5 Swalayan, Sang Surya
Swalayan, Mirota dan Gardena.
14. Bapak Niko
15. Teman-teman Agrobisnis 2006 yang telah banyak membantu, baik secara
langsung maupun tidak langsung.
16. Semua pihak yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu, terimakasih atas
semua bantuannya.
Penulis menyadari bahwa penulisan Skripsi ini jauh dari kesempurnaan,
untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan karya ilmiah ini.
Akhir kata semoga Skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya
dan pembaca pada umumnya.
Surakarta,
April 2010
Penulis
iv
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
i
HALAMAN PENGESAHAN
ii
KATA PENGANTAR
iii
DAFTAR ISI
v
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
ix
DAFTAR LAMPIRAN
x
RINGKASAN
xi
SUMMARY
xii
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Perumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Kegunaan Penelitian
1
3
4
4
II. LANDASAN TEORI
A. Penelitian Terdahulu
B. Tinjauan Pustaka
1. Susu Formula Balita
2. Pemasaran
3. Bauran Pemasaran (Marketing Mix)
4. Perilaku Konsumen
5. Keputusan Pembelian
6. Pasar Swalayan
C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah
D. Pembatasan Masalah
E. Asumsi
F. Hipotesis
G. Definisi Operasional
6
7
7
9
10
11
13
14
15
19
19
19
20
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Dasar Penelitian
B. Metode Penentuan Sampel
1. Metode Penentuan Daerah dan Lokasi Penelitian
2. Metode Pengambilan Sampel
C. Jenis dan Sumber Data
D. Teknik Pengumpulan Data
E. Metode Analisis Data
22
22
22
24
25
26
27
IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN
v
A. Keadaan Geografis
B. Keadaan Penduduk
1. Pertumbuhan Penduduk
2. Keadaan Penduduk Menurut Jenis Kelamin
3. Keadaan Penduduk Menurut Umur
4. Keadaan Penduduk Menurut Pendidikan
5. Keadaan Penduduk Menurut Lapangan Usaha
C. Keadaan Perekonomian
31
33
32
33
34
37
38
39
V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Responden
1. Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin
2. Karakteristik Responden Menurut Kelompok Umur
3. Karakteristik Responden Menurut Tingkat Pendidikan
4. Karakteristik Responden Menurut Mata Pencaharian
5. Karakteristik Respoden Menurut Pendapatan Rumah Tangga
6. Karakteristik Responden Menurut Jumlah Anggota Keluarga
B. Konsumsi Susu Formula Balita
C. Analisis Faktor-faktor Marketing Mix
D. Pembuktian Hipotesis
D. Pembahasan
41
41
41
42
43
43
44
44
47
53
54
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
B. Saran
58
58
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vi
DAFTAR TABEL
Nomor
Tabel 1. 1.
Judul
Halaman
Jumlah Balita di Kota Yogyakarta Tahun 2006-2008 ....................... 2
Tabel 3. 1.
Jumlah Pasar Swalayan di Kota Yogyakarta Tahun 2006-2008 ....... 22
Tabel 3. 2.
Sampel Supermarket di Kota Yogyakarta Berdasarkan
Pembagian Wilayah ........................................................................... 24
Tabel 3. 3.
Jumlah Responden pada Masing-masing Supermarket ..................... 25
Tabel 4. 1.
Pertumbuhan Penduduk Kota Yogyakarta Tahun 1971-2005 ........... 32
Tabel 4. 2.
Jumlah Penduduk Kota Yogyakarta Menurut Jenis Kelamin dan
Kepadatan Penduduk di Kota Yogyakarta Tahun 2008 .................... 33
Tabel 4. 3.
Penduduk Kota Yogyakarta Menurut Kelompok Umur dan Jenis
Kelamin Tahun 2008 ......................................................................... 35
Tabel 4. 4.
Jumlah Penduduk Umur 5 Tahun Keatas Menurut Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan dan Jenis Kelamin di Kota
Yogyakarta Tahun 2008 .................................................................... 37
Tabel 4. 5.
Banyaknya Penduduk Umur 15 Tahun Keatas yang Bekerja
Menurut Jenis Kelamin dan Lapangan Usaha ................................... 38
Tabel 4. 6.
Banyak Pasar Swalayan dan Pasar Tradisional di Kota
Yogyakarta Tahun 2006-2008 ........................................................... 39
Tabel 5. 1.
Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin ............................. 41
Tabel 5. 2.
Karakteristik Responden Menurut Umur .......................................... 41
Tabel 5. 3.
Karakteristik Responden Menurut Tingkat Pendidikan .................... 42
Tabel 5. 4.
Karakteristik Responden Menurut Mata Pencaharian ....................... 43
Tabel 5. 5.
Karakteristik Responden Menurut Pendapatan Rumah Tangga........ 43
Tabel 5. 6.
Karakteristik Responden Menurut Jumlah Anggota Keluarga.......... 44
Tabel 5. 7.
Sebaran Susu Formula Balita yang Sering Dibeli Responden .......... 45
Tabel 5. 8.
Sebaran Volume Kemasan Susu Formula Balita yang Sering
Dibeli Konsumen ............................................................................... 46
Tabel 5. 9.
Sebaran Susu Formula Balita yang Dikonsumsi Balita..................... 46
Tabel 5. 10.
KMO (Kaiser Meyer Olkin) Measures of Sampling Adequacy
and Bartlett's Test .............................................................................. 48
Tabel 5. 11.
Hasil Perhitungan Analisis Faktor .................................................... 49
Tabel 5. 12.
Communalities ................................................................................... 50
Tabel 5. 13.
Angka Eigenvalue dan Proporsi Varians dari Tiap Faktor................ 51
Tabel 5. 14.
Nilai Factor Loading untuk Tiap-tiap Variabel ................................ 52
vii
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Judul
Gambar 1. Model Perilaku Konsumen Menurut Kotler
Halaman
16
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Pendekatan Masalah
18
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Lampiran 1. Identitas Responden
Judul
Lampiran 2. Data Penilaian Konsumen terhadap Variabel Marketing Mix
Lampiran 3. Data Pendukung Terkait Penggunaan Produk
Lampiran 4. Hasil Analisis Faktor
Lampiran 5. Kuisioner Penelitian
Lampiran 6. Surat Izin Penelitian
Lampiran 7. Peta Kota Yogyakarta
Lampiran 8. Foto Susu Formula Balita di Lima Supermarket
x
RINGKASAN
Novita Prasetyawati. H0306082. 2010. Analisis Faktor Marketing Mix
Terhadap Keputusan Pembelian Susu Formula Balita Pada Pasar Swalayan Di
Kota Yogyakarta. Di bawah bimbingan Ir. Heru Irianto, MM. dan Ir. Sugiharti
Mulya Handayani, MP. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji faktor-faktor yang
dipertimbangkan konsumen dalam membeli susu formula balita pada pasar
swalayan di Kota Yogyakarta dan mengkaji variabel yang dominan
dipertimbangkan konsumen dalam membeli susu formula balita pada pasar
swalayan di Kota Yogyakarta.
Metode dasar dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif.
Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara purposive. Metode pengambilan
sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah judgement sampling, dimana
peneliti berada di tempat penelitian untuk melakukan penyebaran kuesioner
ataupun wawancara. Jumlah sampel yang diambil adalah 100 orang pembeli (97
orang perempuan dan 3 orang laki-laki) yang didasarkan pada ukuran sampel
untuk analisis faktor sedikitnya adalah 4 atau 5 kali jumlah variabel yang diteliti.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder dengan teknik pengumpulan data secara observasi, wawancara, dan
pencatatan. Metode analisis data dengan menggunakan analisis faktor. Analisis
faktor adalah suatu analisis yang digunakan untuk mereduksi, meringkas dari
banyak variabel menjadi beberapa faktor. Analisis faktor menggunakan data yang
berasal dari pendapat responden terhadap 15 variabel susu formula balita yang
diamati.
Hasil analisis faktor menunjukkan bahwa ada 5 faktor yang menjadi
pertimbangan konsumen dalam membeli susu formula balita pada pasar swalayan
di Kota Yogyakarta (Progo, Pamella 5 Swalayan, Sang Surya Swalayan, Mirota
dan Gardena). Kelima faktor tersebut berdasarkan prioritasnya adalah faktor iklan
(20,79%), faktor pelayanan (11,42), faktor promosi (9,88%), faktor produk
(9,34%), dan faktor harga (8,15%). Variabel-variabel yang dominan
dipertimbangkan konsumen dalam membeli susu formula balita pada pasar
swalayan di Kota Yogyakarta untuk faktor iklan adalah variabel gambar kemasan
(factor loading 0,764), faktor tempat adalah variabel ketersediaan susu formula
balita di pasar swalayan (factor loading 0,788), faktor promosi adalah variabel
pemberian bonus isi (factor loading 0,725), faktor kandungan gizi adalah variabel
kandungan gizi (factor loading 0,764), dan faktor produk adalah variabel harga
susu formula balita (factor loading 0,713).
xi
SUMMARY
Novita Prasetyawati. H0306082. 2010. Analyse of Marketing Mix Factors
to Powder Milk Formula for Infants Consumers Purchasing Decision in
Swalayan Market in Yogyakarta City. Under Ir. Heru Irianto, MM. and Ir.
Sugiharti Mulya Handayani, MP. as advisors. Agriculture Faculty of Sebelas
Maret University, Surakarta.
The aims of this research are to study the factors that is considered by
consumers in buying powder milk formula for infants in swalayan market in
Yogyakarta City, and to study the dominant variables which considered by the
powder milk formula for infants consumers swalayan market in Yogyakarta City.
The basic method of this research is used descriptive method. Location
research selected by purposive method. Consumer’s sample method that used in
this research is judgement sampling, with distributing quisioner or interview. The
researcher takes 100 (97 women and 3 men) samples of buyer, based on the size
of sample for analysis factors at least four or five times of total research variable.
Data resources of this research are primary and secondary data. The data collected
with the interview, observation, and record keeping. Data analysis used is factors
analyse method. Factor analysis is an analysis that used to reduce, shorten from
many variables become some factors. Factors analyse used data from the
statement of responden to concerning the 15 powder milk formula for infants
variables.
The result of factor analysis indicates that there are five factors that
become the consumers consideration in purchasing of powder milk formula for
infants in swalayan market in Yogyakarta City. Based on the priority, the factors
are advertisement factor (20,79%), service factor (11,42), promotion factor
(9,88%), product factor (9,34%), and price factor (8,15%). While the most
considered variable by consumers in buying powder milk formula for infants in
swalayan market at Yogyakarta City from each factors are package design
variable for advertisement factor (factor loading 0,764), availability in swalayan
market variable for place factor (factor loading 0,788), gift giving variable for
promotion factor (factor loading 0,725), nutrition content variable for nutrition
content factor (factor loading 0,764), and price variable for product factor (factor
loading 0,713).
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi. Bayi harus diberikan ASI
eksklusif untuk 6 bulan pertama. Namun karena beberapa hal, kadang para ibu
tidak dapat memberikan ASI. Tasya (2008) mengemukakan alasan-alasan ibu
tidak dapat memberikan ASI, diantaranya adalah rendahnya pengetahuan para
ibu mengenai manfaat ASI dan cara menyusui yang benar, kurangnya
pelayanan konseling laktasi dan dukungan dari petugas kesehatan, persepsipersepsi sosial-budaya yang menentang pemberian ASI, pemasaran agresif
oleh perusahaan-perusahaan formula, dan yang paling utama adalah kondisi
yang kurang memadai bagi para ibu yang bekerja. Menurut BPS Kota
Yogyakarta (2009: 37, 41) di Kota Yogyakarta pada tahun 2008 terdapat
140.871 jiwa penduduk perempuan usia produktif (15-45 tahun). Rentang usia
ini merupakan masa perempuan hamil dan menyusui pada umumnya, padahal
64,7%-nya yaitu sebanyak 91.154 jiwa wanita di Kota Yogyakarta merupakan
wanita pekerja dengan waktu untuk memberikan ASI bagi bayinya yang
terbatas.
Karena alasan-alasan tersebut, sebagian besar ibu memberi susu formula
balita sebagai pengganti ASI bagi bayinya. Susu formula balita merupakan
salah satu produk yang dihasilkan oleh industri-industri pengolahan susu.
Industri pengolahan susu menggunakan susu murni yang merupakan produk
pertanian subsektor peternakan sebagai bahan baku. Industri pengolahan susu
formula balita mempunyai peran yang strategis dalam upaya penyediaan
kecukupan gizi bagi balita di Indonesia.
Berdasarkan Susenas Kota Yogyakarta tahun 2005, rata-rata pengeluaran
per kapita untuk sub golongan makanan telur dan susu di Kota Yogyakarta
adalah sebesar Rp 15.799,00, dengan rata-rata persentase pengeluaran per
kapita tiap bulan untuk produk susu secara umum sebesar 3,6% dan untuk
susu formula balita sebesar 2,6%. Berdasarkan Survei Demografi Kesehatan
Indonesia (SDKI) 2002, cakupan pemberian susu formula meningkat 3 kali
1
lipat dalam kurun waktu antara 1997 sebesar 10,8% menjadi 32,4% pada
tahun 2002.
Tabel 1. 1. Jumlah Balita di Kota Yogyakarta Tahun 2004-2008
Tahun
2004
2005
2006
2007
2008
Laki-laki
13.679
13.603
13.795
14.044
14.074
Jumlah Balita (jiwa)
Perempuan
14.365
14.554
14.519
14.781
14.821
Total
28.044
28.157
28.314
28.825
28.895
Sumber : Baban Pusat Statistik Kota Yogyakarta
Berdasarkan Tabel 1. 1. di atas, jumlah balita di Kota Yogyakarta tahun
2004-2008 hanya mengalami sedikit peningkatan, padahal saat ini banyak
sekali merek susu formula balita yang beredar di pasaran. Hal tersebut
menyebabkan semakin ketatnya persaingan bisnis perusahaan-perusahaan susu
formula balita.
Faktor bauran pemasaran yang terdiri atas produk, harga, saluran
distribusi, dan promosi merupakan faktor penting dalam keputusan pembelian
konsumen. Produsen susu formula balita harus mampu mengendalikan dan
mengkoordinir empat elemen bauran pemasaran ini agar dapat mengetahui
respon pasar sasaran yang diinginkan oleh perusahaan dan mempengaruhi
reaksi para pembeli atau konsumen. Menurut Machfoedz (2005: 20), untuk
berhasil, perusahaan harus bekerja lebih baik daripada pesaingnya dalam
menciptakan kepuasan konsumen sasaran, karena itu strategi pemasaran harus
disesuaikan dengan kebutuhan konsumen dan strategi pesaing. Perusahaan
secara konstan membandingkan nilai kepuasan konsumen yang disampaikan
melalui produk, harga, saluran dan promosi dengan nilai dan kepuasan yang
dipenuhi oleh pesaing.
Susu formula balita banyak dijual di pasar swalayan. Sebagian
konsumen susu formula balita membeli susu formula balita di pasar swalayan,
dan sebagian yang lain membeli di apotik atau toko. Kota Yogyakarta yang
terdiri dari 14 kecamatan merupakan salah satu kota besar yang ada di
Indonesia yang memiliki cukup banyak pasar swalayan.
Perilaku konsumen menjadi masukan bagi pemasar produk susu formula
balita untuk mengembangkan strategi pemasaran, maka perusahaan harus
mempunyai strategi pemasaran yang mampu mempengaruhi konsumen yang
menjadi target market-nya, sehingga penentuan segmentasi pasar, pemilihan
pasar sasaran, dan kemudian positioning sebagai pedoman dari strategi bauran
pemasaran menjadi penting untuk diperhatikan dengan baik. Hal inilah yang
mendorong peneliti mengadakan suatu penelitian dengan judul ‘Analisis
Faktor Marketing Mix terhadap Keputusan Pembelian Susu Formula Balita
pada Pasar Swalayan di Kota Yogyakarta’.
B. Perumusan Masalah
Dewasa ini susu formula balita telah menjadi konsumsi pokok bagi
sebagian balita di Indonesia tidak terkecuali di Kota Yogyakarta. Pembeli susu
formula balita saat ini lebih selektif dalam memilih produk susu formula
balita, karena semakin banyaknya merek, kandungan gizi, rasa, dan atribut
produk susu formula balita lain yang ada di pasaran. Untuk memenangkan
persaingan bisnis, produsen atau pemasar susu formula balita dituntut harus
mampu memberikan kepuasan kepada konsumennya. Salah satu cara untuk
memenuhi kepuasan konsumen adalah dengan cara mengidentifikasi faktorfaktor marketing mix (bauran pemasaran) yang terdiri dari produk, harga,
promosi dan distribusi yang dipertimbangkan oleh konsumen dalam
mengambil keputusan pembelian susu formula balita khususnya pada pasar
swalayan di Kota Yogyakarta.
Perusahaan
sebaiknya
mengetahui
variabel-variabel
yang
dipertimbangkan konsumen pasar swalayan dalam mengambil keputusan
pembelian susu formula balita. Pengetahuan tentang hal ini sangat diperlukan
oleh produsen atau pemasar sebagai sumber informasi untuk menyusun
strategi pemasaran yang tepat sehingga dapat menarik dan memberikan
kepuasan bagi pelanggannya khususnya bagi konsumen susu formula balita di
pasar swalayan di Kota Yogyakarta.
Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang dapat dirumuskan
sebagai berikut:
1. Apa saja faktor bauran pemasaran (marketing mix) yang dipertimbangkan
konsumen dalam membeli susu formula balita pada pasar swalayan di
Kota Yogyakarta?
2. Variabel apakah yang paling berperan (dominan) pada setiap faktor bauran
pemasaran (marketing mix) yang dipertimbangkan konsumen dalam
membeli susu formula balita pada pasar swalayan di Kota Yogyakarta?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian yang akan dilakukan
adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui faktor-faktor bauran pemasaran (marketing mix) yang
dipertimbangkan konsumen dalam membeli susu formula balita pada pasar
swalayan di Kota Yogyakarta.
2. Mengetahui variabel yang paling berperan (dominan) pada setiap faktor
bauran pemasaran (marketing mix) yang dipertimbangkan konsumen
dalam membeli susu formula balita pada pasar swalayan di Kota
Yogyakarta.
D. Kegunaan Penelitian
1. Bagi peneliti, penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan
merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di
Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Bagi produsen dan pemasar, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat
untuk memberikan wawasan dan pertimbangan mengenai faktor marketing
mix yang berpengaruh terhadap perilaku konsumen dalam keputusan
pembelian sehingga dapat dijadikan dasar untuk menyusun strategi
pemasaran.
3. Bagi akademisi dan peminat masalah pemasaran, penelitian ini diharapkan
dapat memberikan tambahan informasi, wawasan, pengetahuan, referensi
serta pembanding dalam penyusunan penelitian serupa.
4. Bagi konsumen, penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan
dan memberi informasi dalam memilih susu formula balita formula balita
di pasar swalayan, khususnya di Kota Yogyakarta.
II. LANDASAN TEORI
Penelitian Terdahulu
Pada hasil penelitian Irianto (1997: 62), dengan judul Analisis Faktorfaktor Marketing Mix yang Dipertimbangkan oleh Konsumen dalam Membuat
Keputusan Pembelian Susu Bubuk Formula untuk Bayi di Kodya Surakarta,
konsumen dalam membuat keputusan pembelian susu formula 67,2%
mempertimbangkan faktor-faktor marketing mix yang diteliti, dan sisanya
32,8% memperhatikan faktor lain yang tidak tercakup dalam variabel
penelitian. Dengan menggunakan alat analisis faktor, ternyata dari 20 variabel
yang dipelajari, diekstrak menjadi 6 faktor inti yang didasarkan atas
eigenvalue lebih besar sama dengan 1,000. Dari 6 faktor inti tersebut
kemudian dikelompokkan variabel-variabel berdasarkan faktor loading 0,500
yang dapat diurutkan berdasarkan dari total varian masing-masing faktor
sebagai berikut : faktor produk dengan share terhadap pertimbangan
keputusan sebesar 32,5%, faktor kemasan 9,7%, faktor promosi 7,4%, faktor
distribusi di supermarket dan toko 6,6%, faktor distribusi di apotik dan toko
obat 5,7% dan faktor harga 5,2%.
Berdasarkan penelitian Widjaya (2008: 55), Analisis Faktor Marketing
Mix Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen Buah Jeruk pada Pasar
Swalayan di Surakarta, faktor-faktor yang dipertimbangkan konsumen dalam
membeli buah jeruk pada pasar swalayan di Surakarta adalah rasa, warna,
kandungan gizi, kebersihan kulit, ukuran, kesegaran, aroma, ketebalan daging
buah, harga, promosi, kenyamanan, pelayanan, penataan, dan ketersediaan di
pasar swalayan. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini
dikelompokkan menjadi 4 faktor inti yaitu faktor produk (22,89%), faktor
tempat (15,60%), faktor harga (9,44%), dan faktor promosi (7,16%). Variabelvariabel yang dominan dipertimbangkan konsumen dalam membeli buah jeruk
di pasar swalayan di Surakarta untuk tiap-tiap faktor adalah variabel rasa,
variabel kenyamanan, variabel harga, dan variabel promosi.
6
Pada hasil penelitian Damayanti (2009: 69) dengan judul Analisis
Faktor Marketing Mix terhadap Keputusan Pembelian Minyak Goreng pada
Pasar Swalayan di Kota Surakarta, faktor-faktor yang dipertimbangkan
konsumen dalam membeli minyak goreng di pasar swalayan di Kota Surakarta
dimulai dari faktor yang memberikan pengaruh paling besar adalah : faktor
produk, faktor tampilan produk, faktor tempat, faktor harga, faktor promosi
dan faktor kemasan. Variabel-variabel yang dominan dipertimbangkan
konsumen dalam membeli minyak goreng di pasar swalayan di Kota Surakarta
untuk tiap-tiap faktor adalah : variabel keamanan minyak goreng, variabel
kejernihan minyak goreng, variabel ketersediaan minyak goreng di pasar
swalayan, variabel harga, variabel iklan minyak goreng di media dan variabel
jenis kemasan.
Berdasarkan hasil dari keempat penelitian tersebut dapat disimpulkan
semua faktor yang tercakup dalam bauran pemasaran dipertimbangkan oleh
konsumen dalam mengambil keputusan pembeliannya. Terdapat hubungan
positif antara variabel-variabel dalam bauran pemasaran dengan keputusan
pembelian konsumen. Proses pengambilan keputusan konsumen tersebut
melalui beberapa tahap dimana nantinya konsumen akan mengevaluasi merek
secara rinci dan komprehensif. Perusahaan perlu menganalisis hal tersebut
untuk dapat menetapkan strategi pemasaran yang paling tepat dan
menguntungkan baginya.
Tinjauan Pustaka
1. Susu Formula Balita
Sebenarnya, semua susu formula untuk bayi yang beredar di pasaran
memiliki kandungan gizi tertentu yang diupayakan mendekati komposisi
ASI dengan kandungan sesuai standar yang ditetapkan WHO sebagai
badan kesehatan dunia. Selain itu, kadar kandungan gizinya pun
disesuaikan dengan kemampuan pencernaan bayi, tidak boleh lebih tinggi
ataupun lebih rendah. Kebutuhan zat gizi bayi berbeda sesuai kelompok
usia. Kandungan gizi susu formula untuk bayi di bawah 6 bulan lebih
spesial karena secara alami usus bayi belum mampu mencerna nutrien
susu dengan baik. Masih rentannya bayi dalam kelompok usia ini
membuat susu yang dikonsumsinya pun dibagi lagi secara spesifik. Di
antaranya susu untuk bayi yang lahir cukup umur, susu untuk bayi yang
lahir kurang umur ataupun yang lahir cukup umur namun dengan berat
badan lahir rendah (BBLR). Untuk bayi 6 bulan ke bawah yang lahir
kurang bulan atau cukup bulan tapi dengan BBLR, komposisi nutriennya
diformulasikan lebih rendah dari susu formula untuk bayi enam bulan ke
bawah
yang
cukup
umur.
Pembedaan
ini
dimaksudkan
untuk
menyesuaikan kondisi bayi yang daya serapnya terhadap nutrien masih
belum optimal, terutama ginjalnya (Nakita, 2006).
Pemberian susu formula diindikasikan untuk bayi yang karena
sesuatu hal tidak mendapat ASI atau sebagai tambahan bila ASI jumlahnya
tidak mencukupi. Penggunaan susu formula balita ini sebaiknya dengan
meminta
nasihat
petugas
kesehatan
yang
berkompeten
agar
penggunaannya tepat. Secara umum, susu formula dapat dikelompokkan
menjadi :
1. Susu formula awal, yaitu susu formula untuk bayi umur 0-6 bulan
2. Susu formula lanjutan yaitu untuk bayi berumur 6-12 bulan
3. Susu formula growing up untuk anak berusia di atas 1 tahun
4. Susu formula khusus, antara lain susu formula premature, susu rendah
atau bebas laktosa, susu formula kedelai, susu formula hipoalergenik
dan lain-lain
(Nasar, et al., 2005: 12).
Pemilihan susu formula balita bagi anak harus dilakukan secara
cermat dan teliti. Prinsip pemilihan susu yang tepat dan baik untuk anak
adalah susu yang sesuai dan bisa diterima sistem tubuh anak.
Pertimbangan utama pemilihan susu bukan terletak pada susu apa yang
disukai anak. Meskipun susu tersebut disukai anak, tetapi bila
menimbulkan banyak gangguan fungsi dan sistem tubuh maka akan
menimbulkan banyak masalah kesehatan bagi anak. Apapun merek susu
formula balita sesuai usia anak selama tidak menimbulkan gangguan
fungsi tubuh adalah susu yang terbaik untuk anak. Susu formula yang baik
harus tidak menimbulkan gangguan saluran pencernaan seperti diare,
muntah, atau kesulitan buang air besar serta gangguan lain seperti batuk,
sesak nafas, gangguan kulit dan lainnya. Penerimaan tubuh setiap anak
terhadap susu sangat berbeda Gangguan akibat ketidakcocokan susu
formula balita bisa timbul karena reaksi cepat atau timbulnya gejala
kurang dari 8 jam (Piogama, 2008).
2. Pemasaran
Pemasaran adalah suatu proses sosial yang melibatkan kegiatankegiatan
penting
yang
memungkinkan
individu
dan
perusahaan
mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui pertukaran
dengan pihak lain dan untuk mengembangkan hubungan pertukaran.
Kondisi yang diperlukan untuk pertukaran hanya dapat dipenuhi apabila
kedua pihak atau beberapa spesialis pertukaran sukses melakukan
beberapa pekerjaan. Ini mencakup pengidentifikasian calon mitra,
pertukaran,
pengembangan
tawaran,
pengkomunikasian
informasi,
pengiriman produk dan pengumpulan pembayaran
(Boyd, et al., 2000: 4-5).
Pemasaran
adalah
semua
kegiatan
yang
bertujuan
untuk
memperlancar arus barang atau jasa dari produsen ke konsumen secara
paling efisien dengan maksud untuk menciptakan permintaan efektif.
Meskipun demikian setiap kegiatan tersebut harus dilakukan secara efisien
sehingga secara ekonomis akan dapat dipertanggungjawabkan. Dengan
demikian program peningkatan iklan yang dapat meningkatkan omzet
penjualan bilamana kegiatan ini tidak menambah keuntungan atau
tambahnya keuntungan tidak seimbang dengan jumlah biaya yang telah
dikeluarkan karena iklan-iklan yang dijalankan tersebut kurang menemui
sasaran, maka kegiatan ini merupakan kegiatan yang tidak efisien
(Nitisemito, 1993: 13)
Pemasaran adalah semua kegiatan manusia yang dilakukan dalam
hubungannya dengan pasar. Pemasaran berarti bekerja dengan pasar guna
mewujudkan
pertukaran
potensial
untuk
kepentingan
memuaskan
kebutuhan dan keinginan manusia. Jika satu pihak lebih aktif dalam
mengusahakan terjadinya pertukaran dibandingkan pihak lainnya, pihak
pertama dinamakan pihak pemasar dan pihak kedua sebagai prospek
(calon pembeli). Pemasar adalah seseorang yang mencari sumber daya dari
orang lain dan bersedia menawarkan sesuatu yang bernilai sebagai
imbalannya. Pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial dengan
mana perorangan atau kelompok memperoleh yang mereka butuhkan dan
yang mereka inginkan melalui pembuatan dan pertukaran produk dan nilai
dengan pihak lain (Kotler, 1999: 12-13).
3. Bauran Pemasaran (Marketing mix)
Perpaduan empat
elemen pokok
yang mencakup program
pemasaran perusahaan disebut bauran pemasaran. Bauran pemasaran ialah
rangkaian sarana pemasaran taktis terpadu yang dapat dikendalikan
(produk, harga, tempat, dan promosi) untuk mengetahui respon pasar
sasaran yang diinginkan oleh perusahaan. Desain, implementasi, dan
evaluasi bauran pemasaran mencakup berbagai upaya pemasaran. Empat
elemen bauran pemasaran adalah :
a. Produk
Mengelola bahan produk meliputi perencanaan dan pengembangan
barang dan atau jasa dengan baik untuk dipasarkan oleh perusahaan.
Strategi diperlukan untuk mengubah produk yang ada dengan
menambahkannya dengan yang baru, dan melakukan upaya untuk
penganekaragaman produk yang dihasilkan. Keputusan strategis juga
diperlukan berkenaan dengan merek, kemasan, dan berbagai ciri
produk.
b. Harga
Manajemen harus menetapkan harga pokok yang tepat untuk produk.
Selanjutnya, manajemen juga harus menetapkan strategi yang
berhubungan dengan diskon, harga transport, dan banyak lagi harga
yang berhubungan dengan berbagai faktor.
c. Distribusi
Meskipun perantara pemasaran, terutama grosir dan pengecer,
merupakan faktor lingkungan yang tidak mudah dikendalikan,
eksekutif harus bersikap leluasa ketika bekerja dengan mereka. Tugas
manajemen adalah menyeleksi dan mengelola saluran perdagangan
agar produk dapat sampai kepada pasar yang sesuai pada waktu yang
tepat, dan mengembangkan sistem distribusi untuk menangani dan
mengirim produk secara fisik melalui saluran tersebut.
d. Promosi
Manajemen perlu menginformasikan dan menyampaikan persuasi
kepada pasar tentang produk perushaan. Periklanan, personal selling,
promosi penjualan, dan publikasi merupakan aktivitas promosi secara
luas.
(Machfoedz, 2005: 17-18)
Marketing Mix (bauran pemasaran) merupakan kombinasi variabel
atau kegiatan yang merupakan inti dari sistem pemasaran, variabel mana
yang dapat dikendalikan oleh perusahaan untuk mempengaruhi reaksi para
pembeli atau konsumen. Jadi marketing mix terdiri dari himpunan variabel
yang dapat dikendalikan dan digunakan oleh perusahaan untuk
mempengaruhi tanggapan konsumen dalam pasar sasarannya. Perusahaan
tidak hanya sekedar memiliki kombinasi kegiatan yang terbaik saja, akan
tetapi dapat mengkoordinir berbagai variabel marketing mix tersebut,
untuk melaksanakan program pemasaran yang efektif. Variabel marketing
mix (bauran pemasaran) tersebut yaitu produk, harga, distribusi, dan
promosi (Assauri, 1992: 180-181).
4. Perilaku Konsumen
Perilaku konsumen merupakan proses seorang pelanggan dalam
membuat keputusan membeli, juga untuk menggunakan dan membuang
barang-barang dan jasa yang dibeli, juga termasuk faktor-faktor yang
mempengaruhi keputusan pembelian dan penggunaan produk. Perilaku
konsumen menggambarkan bagaimana konsumen membuat keputusankeputusan pembelian dan bagaimana menggunakan dan mengatur
pembelian barang atau jasa (Lamb, et al., 2000: 188).
Perilaku konsumen terdiri dari semua tindakan konsumen untuk
memperoleh, menggunakan dan membuang barang atau jasa. Beberapa
perilaku konsumen adalah: membeli sebuah produk atau jasa, memberikan
informasi dari mulut ke mulut tentang sebuah produk atau jasa kepada
orang lain, membuang sebuah produk, dan mengumpulkan informasi
sebelum melakukan pembelian. Sebelum bertindak, seseorang seringkali
mengembangkan
keinginan
berperilaku
berdasarkan
kemungkinan
tindakan yang dilakukan. Keinginan berperilaku dapat didefinisikan
sebagai keinginan untuk berperilaku menurut cara tertentu dalam rangka
memiliki, membuang, dan menggunakan produk atau jasa
(Mowen dan Michael, 2002: 322)
Perilaku membeli oleh konsumen sangat dipengaruhi oleh faktorfaktor kebudayaan, sosial, pribadi dan psikologis.
a. Faktor Kebudayaan
Faktor-faktor kebudayaan berpengaruh luas dan mendalam perilaku
konsumen. Kebudayaan adalah faktor penentu keinginan dan perilaku
seseorang yang paling mendasar.
b. Faktor Sosial
Perilaku seseorang juga dipengaruhi faktor-faktor sosial seperti
kelompok referensi keluarga, status dan peranan sosial.
c. Faktor Pribadi
Keputusan seorang pembeli dipengaruhi oleh ciri-ciri kepribadiannya,
termasuk usia dan daur hidupnya, pekerjaan, kondisi ekonomi, gaya
hidup, kepribadian dan konsep diri
d. Faktor Psikologis
Pilihan membeli seseorang dipengaruhi oleh empat faktor psikologis
utama yaitu motivasi, persepsi, belajar, serta kepercayaan dan sikap.
(Kotler, 1999: 231-245).
5. Keputusan Pembelian
Proses pengambilan keputusan konsumen tidak bisa terjadi dengan
sendirinya, sebaliknya masalah kebudayaan, sosial, individu, dan
psikologis secara kuat mempengaruhi proses keputusan tersebut. Mereka
memiliki pengaruh dari waktu konsumen menerima rangsangan melalui
perilaku pasca pembelian. Faktor budaya yang termasuk di dalamnya
adalah budaya dan nilai, sub-budaya dan kelas sosial, secara luas
mempengaruhi
pengambilan
keputusan
konsumen.
Faktor
sosial
menunjukkan interaksi sosial antara konsumen dan mempengaruhi
sekelompok orang. Faktor individu termasuk jenis kelamin, umur,
keluarga dan daur hidup keluarga, pribadi, konsep hidup serta gaya hidup
adalah unik pada setiap individu dan memerankan aturan utama pada
produk dan jasa yang diinginkan konsumen. Faktor psikologis menentukan
bagaimana menerima dan berinteraksi dengan lingkungannya dan
pengaruh pada keputusan yang akan diambil oleh konsumen yang di
dalamnya terdiri dari persepsi, motivasi, pembelajaran, keyakinan dan
sikap (Lamb, et al., 2000: 201).
Tahapan untuk mencapai keputusan membeli dilakukan oleh
konsumen melalui beberapa tahapan yang meliputi mengenali kebutuhan,
evaluasi alternatif, keputusan membeli, dan perilaku setelah pembelian.
Proses pembelian bermula jauh sebelum seseorang membeli suatu produk
dan berlangsung lama sesudahnya. Ini mendorong produsen atau pemasar
untuk berfokus pada seluruh proses pembelian daripada sekedar pada
proses pembelian (Machfoedz, 2005: 44)
Keputusan seorang konsumen untuk mengubah, menangguhkan,
atau membatalkan keputusan membeli banyak dipengaruhi oleh pandangan
resiko seseorang. Banyak pembelian yang melibatkan resiko yang akan
ditanggungnya. Para konsumen sama sekali tidak memperoleh kepastian
akibat dari pembelian yang akan dilakukannya. Hal ini menyebabkan
tingkat kecemasan tertentu pada pembeli. Besar kecilnya resiko yang
ditanggapi seseorang adalah berbeda-beda sesuai dengan besar uang yang
dibelanjakan, banyak ciri yang tidak pasti, dan tingkat kepercayaan diri
konsumen. Seorang konsumen mengembangkan kebiasaan tertentu untuk
mengurangi
resiko,
seperti
membatalkan
keputusan, menghimpun
informasi dari teman-teman, dan memilih sebuah merek nasional dan ada
jaminan. Pemasar harus memahami faktor-faktor yang menyebabkan
timbulnya perasaan negatif dalam diri konsumen dan menyediakan
informasi dan pendukung lainnya yang akan mengurangi perasaan ini
(Kotler, 1999: 267).
6. Pasar Swalayan
Supermarket adalah toko besar dengan pelayanan swalayan yang
menjual berbagai macam produk baik berupa makanan, minuman, maupun
produk-produk lain. Metode eceran supermarket selain menjual secara
eceran produk sebagai tersebut di atas, juga diterapkan pada penjualan
bahan bangunan, produk perkantoran dan grosir. Untuk menarik lebih
banyak konsumen, supermarket berupaya meningkatkan fasilitas dan
pelayanan, seperti lokasi yang lebih strategis, desain ruangan yang lebih
nyaman, waktu belanja yang lebih lama, jumlah kasir yang memadai, dan
pengiriman barang (Machfoedz, 2005: 163).
Supermarket adalah sebuah toko yang menjual segala kebutuhan
sehari-hari. Barang barang yang dijual di supermarket biasanya adalah
barang barang kebutuhan sehari-hari. Selain supermarket dikenal pula
minimarket, dan hypermarket. Perbedaan istilah minimarket, supermarket
dan hypermarket adalah di format, ukuran dan fasilitas yang diberikan.
Contohnya :
a. minimarket berukuran kecil (100 m2 sampai 999 m2)
b. supermarket berukuran sedang (1.000 m2 sampai 4.999 m2)
c. hypermarket berukuran besar (5.000 m2 ke atas)
Sebuah minimarket sebenarnya adalah semacam ”toko kelontong” atau
yang menjual segala macam barang dan makanan, namun tidak selengkap
dan sebesar sebuah supermarket. Berbeda dengan toko kelontong,
minimarket menerapkan sistem swalayan, dimana pembeli mengambil
sendiri barang yang ia butuhkan dari rak-rak dagangan dan membayarnya
di kasir. Sistem ini juga membantu agar pembeli tidak berhutang.
Hypermarket adalah supermarket yang besar termasuk lahan parkirnya
(Anonim, 2009).
Kerangka Teori Pendekatan Masalah
Globalisasi menyebabkan terjadinya persaingan yang ketat antara
pemasar produk yang sama. Salah satu produk yang memiliki banyak pesaing
adalah susu formula balita. Terdapat berbagai merek susu formula balita
dengan segala keunggulannya yang dipasarkan di pasar swalayan di Kota
Yogyakarta. Untuk memenangkan persaingan, perusahaan susu formula balita
perlu menetapkan strategi pemasaran yang tepat. Salah satu cara untuk
memahami kepuasan konsumen adalah dengan cara mengidentifikasikan
variabel-variabel dalam faktor-faktor bauran pemasaran (marketing mix) yang
dipertimbangkan oleh konsumen dalam pengambilan keputusan pembelian
susu formula balita khususnya pada pasar swalayan di Kota Yogyakarta.
Perpaduan empat elemen pokok yang mencakup program pemasaran
perusahaan disebut bauran pemasaran (marketing mix). Bauran pemasaran
ialah rangkaian sarana pemasaran taktis terpadu yang dapat dikendalikan
(produk, harga, tempat, dan promosi) untuk mengetahui respon pasar sasaran
yang diinginkan oleh perusahaan (Machfoedz, 2005: 17). Himpunan variabel
dari faktor produk susu formula balita terdiri dari merek (brand), rasa, jenis
kemasan, gambar kemasan, warna kemasan, kandungan gizi, dan volume
kemasan. Faktor harga terdiri dari variabel harga produk susu formula balita
tersebut. Himpunan variabel promosi terdiri dari variabel promosi pemberian
bonus isi, promosi pemberian hadiah, iklan di media cetak dan iklan di
televisi. Sedangkan himpunan variabel tempat atau distribusi terdiri dari
variabel ketersediaan susu formula balita di pasar swalayan, penataan produk
susu formula balita (display), dan kenyamanan di pasar swalayan. Dengan
memilah
pasar dalam
kelompok-kelompok konsumen
yang berbeda
kebutuhan, sifat, atau perilaku yang memerlukan pemilahan produk atau
bauran pemasaran perusahaan dapat melakukan segmentasi pasar yang untuk
selanjutnya dapat menentukan target pasar yang dituju.
Konsumen harus memperoleh informasi mengenai produk yang akan
dibelinya sehingga kebutuhannya dapat tercukupi dengan harga yang
terjangkau. Konsumen juga berusaha mencari alternatif pilihan produk yang
lain yang lebih menguntungkan baginya. Perilaku konsumen pasca pembelian
sangat penting bagi perusahaan. Perilaku konsumen dapat mempengaruhi
ucapan-ucapan mereka kepada pihak lain tentang produk perusahaan. Bagi
semua perusahaan, baik yang menjual produk maupun jasa, perilaku
konsumen pasca pembelian, akan menentukan minat konsumen untuk
membeli lagi produk perusahaan tersebut. Ada kemungkinan konsumen tidak
akan membeli produk perusahaan lagi setelah merasakan ketidaksesuaian
kualitas produk yang didapatkan dengan keinginan atau apa yang digambarkan
sebelumnya.
Kotler (1999: 230) mengemukakan model stimulus-respon perilaku
konsumen, dimana dalam proses keputusan pembeliannya, konsumen
memperhatikan rangsangan pemasaran, yaitu faktor produk, harga, tempat,
dan promosi, yang dapat digambarkan sebagai berikut :
Rangsangan dari Luar
Pemasaran Lingkungan
Produk
Ekonomi
Harga
Teknologi
Tempat
Politik
Promosi
Budaya
Kotak Hitam Konsumen
Ciri-ciri
Proses Keputusan
pembeli
Pembelian
Pengenalan
Masalah
↓
Pencarian
Informasi
Budaya
↓
Sosial
Perorangan
Evaluasi
Psikologis
↓
Keputusan Membeli
Pemilihan Produk
Pemilihan Merek
Pemilihan Penyalur
Waktu Pembelian
Jumlah Pembelian
Keputusan
↓
Perilaku Purna
beli
Gambar 2. 1. Model Perilaku Pembeli Menurut Kotler
Menurut
Hair
et
al.
dalam
Bonifatius
(2000:
15),
untuk
mengidentifikasikan struktur dari hubungan antar variabel dan menguji
korelasi antar variabel dari faktor marketing mix tersebut dilakukan dengan
menggunakan analisis faktor. Analisis faktor adalah nama generik dari metode
statistik multivariat yang tujuannya adalah untuk mendefinisikan struktur
mendasar pada matriks data. Analisis faktor yang digunakan memakai data
yang berasal dari pendapat responden terhadap atribut-atribut susu formula
balita. Dalam analisis faktor, variabel-variabel tidak diklasifikasikan sebagai
variabel dependen atau independen.
Sasaran dari analisis faktor adalah untuk memadatkan variabel-variabel
penelitian (yang jumlahnya lebih banyak) ke dalam sejumlah faktor (yang
jumlahnya lebih sedikit). Setiap faktor dianggap mewakili beberapa variabel
yang dikombinasikan secara linier. Faktor umum merupakan bauran
pemasaran (marketing mix) dan variabel-variabel yang diteliti adalah merek
susu formula balita (X1), rasa susu formula balita (X2), jenis kemasan (X3),
gambar kemasan (X4), warna kemasan (X5), kandungan gizi (X6), volume
kemasan (X7), harga (X8), promosi pemberian bonus isi (X9),
promosi
pemberian hadiah (X10), iklan susu formula balita di televisi (X11), iklan susu
formula balita di media cetak (X12), ketersediaan susu formula balita di pasar
swalayan (X13), penataan (display) susu formula balita di pasar swalayan
(X14), dan kenyamanan pasar swalayan (X15).
Dalam metode analisis faktor, untuk menentukan sekelompok variabel
layak sebagai faktor digunakan kriteria berdasarkan eigenvalue yaitu yang
lebih besar dari satu. Sedangkan sumbangan masing-masing faktor terhadap
pertimbangan keputusan pembelian dilihat dari nilai total varian masingmasing faktor. Untuk melihat peran masing-masing variabel dalam suatu
faktor dilihat dari besarnya factor loading variabel yang bersangkutan
(Hair et al. dalam Bonifatius, 2000: 17).
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dibuat skema kerangka
pemikiran pendekatan masalah sebagai berikut :
Perusahaan
Lingkungan sosial,
budaya, ekonomi,
teknologi, dan politik
Susu Formula Balita
Faktor bauran pemasaran
(susu formula balita) :
1. Produk (product)
a. Merek (brand) susu
formula balita
b. Rasa susu formula
balita
c. Jenis kemasan
d. Gambar kemasan
e. Warna kemasan
f. Kandungan Gizi
g. Volume kemasan
2. Harga (price) susu
formula balita
3. Promosi (promotion)
a. Promosi Pemberian
bonus isi
b. Promosi pemberian
hadiah
c. Iklan di televisi
d. Iklan di media cetak
4. Tempat (place)
a. Ketersediaan di
swalayan
b. Penataan produk
(display)
c. Kenyamanan di
swalayan
Proses Pengambilan Keputusan
Pembelian:
Pengenalan Kebutuhan
Pencarian Informasi
Evaluasi Alternatif
Keputusan Konsumen dalam
Membeli Susu Formula Balita
Perilaku Konsumen
Karakteristik
= Variabel yang tidak dianalisis
Gambar 2. 2. Kerangka Pemikiran Pendekatan Masalah
Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini, yang dikaji adalah faktor marketing mix terhadap
keputusan pembelian konsumen susu formula balita pada pasar swalayan
di Kota Yogyakarta.
Faktor-faktor yang dipertimbangkan konsumen dalam membeli susu formula
balita tercakup dalam marketing mix yaitu produk, harga, promosi, dan
tempat.
Responden adalah konsumen akhir yaitu konsumen penduduk Kota
Yogyakarta yang membeli susu formula balita untuk konsumsi sendiri atau
rumah tangga dimana pembelian dilakukan pada pasar swalayan di Kota
Yogyakarta.
Jenis pasar swalayan yang diamati adalah supermarket.
Asumsi
Pembeli (konsumen) susu formula balita di pasar swalayan di Kota
Yogyakarta merupakan pengambil keputusan dalam pembelian susu
formula balita yang mewakili rumah tangga.
Jumlah balita di tiap kecamatan di Kota Yogyakarta berbanding lurus dengan
jumlah pembelian susu formula balita oleh konsumen di pasar swalayan
masing-masing kecamatan.
Konsumen susu formula balita di suatu wilayah, membeli susu formula balita
di supermarket sampel di wilayah tersebut.
Hipotesis
Diduga faktor marketing mix (bauran pemasaran) susu formula balita yaitu
faktor produk, harga, tempat, dan promosi dipertimbangkan oleh
konsumen.
Diduga variabel yang dominan adalah variabel merek dari faktor produk.
Definisi Operasional
1. Marketing mix adalah kumpulan dari variabelvariabel pemasaran yang terdiri atas produk
(product), harga (price), tempat (place) dan promosi
(promotion) yang dapat dikendalikan pemasar untuk
merespon yang diinginkan pasar. Dalam hal ini
variabel yang diteliti adalah merek, rasa susu, jenis
kemasan,
gambar
kemasan,
warna
kemasan,
kandungan gizi, volume kemasan, harga, promosi
pemberian bonus isi, promosi pemberian hadiah,
iklan susu formula balita di televisi,
iklan susu
formula balita di media cetak, ketersediaan susu
formula balita di pasar swalayan, penataan (display)
susu formula balita di pasar swalayan, dan
kenyamanan pasar swalayan.
2. Susu formula balita adalah susu formula yang
dikonsumsi oleh anak berusia di bawah lima tahun.
3. Merek (brand) adalah tanda atau simbol yang
memberikan identitas pada produk susu formula
balita yang dapat berupa kata-kata, gambar atau
kombinasinya. Merek susu formula balita yang
berada di pasar swalayan di Kota Yogyakarta
diantaranya : Nutrilon, Enfagrow, SGM, Vitalac,
Dancow, Pediasure, Indomilk Biokids, Chil Mil,
Curcuma,
Bebelac,
Anchor
Boneeto,
Procal,
Sustagen, Similac, Prestine, Vitaplus dan lainnya.
4. Rasa susu formula balita adalah sensasi yang
diterima alat pengecap setelah mengkonsumsi susu
formula balita. Rasa susu formula balita yang dijual
di pasar swalayan di Kota Yogyakarta diantaranya
madu, original, strawberry, cokelat, kedelai, dan
vanila.
5. Jenis kemasan adalah jenis pelindung dari susu
formula balita. Jenis kemasan dari susu formula
balita yang ada di pasar swalayan di Kota
Yogyakarta yaitu kardus dan kaleng.
6. Gambar kemasan adalah serangkaian makna atau
kesan konsumen terhadap gambar yang ada pada
kemasan susu formula balita.
7. Warna kemasan adalah serangkaian makna atau
kesan konsumen terhadap warna kemasan susu
formula balita.
8. Kandungan gizi susu formula balita adalah lemak,
karbohidrat, protein AA, DHA, lactoferin, prebiotik,
FOS, GOS, lysin, linoleat, kolin, SA, EyQ, dan
senyawa organik lain yang terkandung dalam susu
formula balita.
9. Volume kemasan adalah serangkaian makna atau
kesan konsumen terhadap besar kecilnya kemasan
yang berdasarkan volume susu formula balita.
Volume susu formula balita yang berada di pasar
swalayan di Kota Yogyakarta umumnya terdiri dari
ukuran 120 gram, 150 gram, 180 gram, 200 gram,
300 gram, 350 gram, 400 gram, 500 gram, 600 gram,
700 gram, 750 gram, 800 gram dan 900 gram.
10.
Harga adalah
nilai produk susu formula balita yang diukur
dengan sejumlah uang dimana berdasarkan nilai
tersebut seseorang/perusahaan bersedia melepaskan
barang/jasa yang dimiliki kepada pihak lain.
11.
Promosi
adalah suatu upaya persuasi satu arah yang dibuat
untuk mengarahkan seseorang atau organisasi
kepada tindakan yang menciptakan pertukaran
dalam pemasaran. Variabel promosi yang diamati
pada penelitian ini meliputi promosi pemberian
bonus isi, promosi pemberian hadiah, iklan susu
formula balita di televisi, dan iklan susu formula
balita di media cetak.
12.
Ketersediaan
di pasar swalayan adalah serangkaian makna atau
kesan
konsumen
terhadap
kemudahan
untuk
mendapatkan susu formula balita di pasar swalayan
serta jumlah produk yang tersedia di pasar
swalayan
setiap
saat
apabila
konsumen
membutuhkan.
13.
Penataan
produk (display) adalah serangkaian makna atau
kesan konsumen terhadap tata letak produk susu
formula balita di pasar swalayan.
14.
Kenyamanan
di pasar swalayan adalah serangkaian makna atau
kesan konsumen terhadap tingkat kenyamanan
yang didapat oleh pembeli selama berada di pasar
swalayan yang menjual susu formula balita.
15.
Pasar
swalayan adalah pasar modern yang pelayanannya
dilakukan sendiri oleh konsumen/pembeli (self
service).
III. METODOLOGI PENELITIAN
E. Metode Dasar Penelitian
Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif. Metode deskriptif yaitu metode yang melukiskan secara sistematis
variabel demi variabel, satu demi satu secara aktual dan cermat
(Daniel, 2002: 113).
Penelitian deskriptif yang digunakan adalah metode survei. Metode
survei yaitu penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan
menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok
(Singarimbun dan Effendi, 1995: 3).
F. Metode Penentuan Sampel
1. Metode Penentuan Daerah dan Lokasi Penelitian
Daerah penelitian ditentukan secara purposive (sengaja) yaitu di
Kota Yogyakarta dengan pertimbangan bahwa Kota Yogyakarta
merupakan kota yang pariwisata, pendidikan dan pusat pertumbuhanya
berkembang sehingga memberikan peluang besar bagi wanita untuk
bekerja di luar rumah. Populasi dalam penelitian ini adalah konsumen
yang membeli susu formula balita pada pasar swalayan di Kota
Yogyakarta.
Penelitian ini dilaksanakan di pasar swalayan di Kota Yogyakarta.
Pasar swalayan dipilih sebagai lokasi penelitian karena pada umumnya
susu formula balita banyak dijual di pasar swalayan, konsumen menyukai
kepraktisan pasar swalayan karena pembeli dapat mengambil langsung
produk susu formula balita yang diinginkan dan tempatnya nyaman.
Di Kota Yogyakarta terdapat banyak pasar swalayan yang
menyediakan berbagai jenis barang kebutuhan masyarakat. Banyaknya
pasar swalayan di Kota Yogyakarta dapat dilihat pada Tabel 3. 1.
22
Tabel 3. 1. Jumlah Pasar Swalayan di Kota Yogyakarta Tahun 2006-2008
Tahun
2006
2007
2008
Pasar Swalayan
67
70
78
Sumber: Dinas Perindagkop dan UKM Kota Yogyakarta
Berdasarkan data dari Dinas Perindagkop dan UKM, Kota
Yogyakarta tahun 2006-2008 dapat dilihat bahwa jumlah pasar swalayan
di Kota Yogyakarta terus bertambah. Dengan adanya pasar, akan
memudahkan masyarakat dalam mendapatkan kebutuhannya sehari-hari
dengan berbagai pilihan produk yang tersedia. Dari data Dinas
Perindagkop dan UKM Kota Yogyakarta tahun 2008 diatas, terdapat 78
pasar swalayan yang terdiri dari supermarket dan minimarket, diantaranya
Pamella Swalayan, Mirota, Gardena, Ramai, Hero, Giant, Super Indo,
Maga Swalayan, WS Swalayan dan lain-lain.
Menurut BPS Kota Yogyakarta, wilayah Kota Yogyakarta terdiri
dari lima bagian kota, yaitu wilayah I, wilayah II, wilayah III, wilayah IV,
dan wilayah V. Pada tiap wilayah ini dipilih 1 sampel kecamatan. Dalam
penelitian ini, penentuan sampel kecamatan dilakukan secara purposive
sampling. Menurut Singarimbun dan Effendi (1995), purposive sampling
(sengaja)
merupakan
pengambilan
sampel
dengan
berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan tertentu sesuai dengan tujuan penelitian.
Pertimbangan yang diambil dalam penelitian ini yaitu kecamatan dengan
jumlah balita yang terbanyak di tiap wilayah.
Jenis pasar swalayan yang dipilih adalah supermarket karena
merek susu formula balita yang disediakan di supermarket lebih beragam
dan ketersediaannya lebih banyak daripada di minimarket sehingga lebih
banyak pembeli. Pada tiap sampel kecamatan dipilih 1 supermarket.
Penentuan sampel supermarket dilakukan dengan simple random sampling
dimana kesempatan semua supermarket di Kota Yogyakarta untuk
dijadikan supermarket sampel adalah sama. Supermarket yang dipilih yaitu
Progo, Pamella 5 Swalayan, Sang Surya Swalayan, Mirota dan Gardena.
Tabel 3. 2. Sampel Supermarket di Kota Yogyakarta Berdasarkan
Pembagian Wilayah
Kota
Yogyakarta
Wilayah I 1.
2.
3.
4.
5.
Kecamatan
Kecamatan Jetis
Kecamatan Gedongtengen
Kecamatan Ngampilan
Kecamatan Keraton
Kecamatan
Gondomanan
Wilayah II 6. Kecamatan Tegalrejo
Jumlah
Balita
1.328
956
768
829
3.103
1.996
Wilayah III 7. Kecamatan
Gondokusuman
4.139
8. Kecamatan Danurejan
9. Kecamatan Pakualaman
Wilayah IV 10. Kecamatan Umbulharjo
2.136
541
4.497
11. Kecamatan Kotagedhe
12. Kecamatan Mergangsan
Wilayah V 13. Kecamatan Wirobrajan
14. Kecamatan Mantrijeron
14
2.194
1995
2.336
2.077
Supermarket
Roma Swalayan
Maga Swalayan
1. Progo
2. Ramai
1. Mirota
2. Giant
1. Gardena
2. Super Indo
3. Elok Swalayan
Hero
Super Indo
1. Pamella 5
2. Daffa Swalayan
3. DNS Swalayan
WS Swalayan
1. Karuma
Swalayan
2. Mitra Swalayan
3. Pamela 1
4. Maga Swalayan
Sang Surya Swalayan
1. Damai Indah
Swalayan
2. Amanah
Swalayan
28.895
Sumber : Analisis Data Primer
Metode Pengambilan Sampel
Metode pengambilan sampel yang digunakan
dalam penelitian ini adalah judgement sampling,
dimana peneliti berada di tempat penelitian untuk
melakukan
penyebaran
kuesioner
ataupun
wawancara. Metode judgement sampling adalah
suatu teknik pengambilan sampel dari suatu
populasi yang diharapkan dapat memenuhi tujuan
riset, sehingga keterwakilannya terhadap populasi
dapat dipertanggungjawabkan (Churchill, 2005: 13).
Ukuran sampel untuk analisis faktor adalah
sedikitnya empat atau lima kali dari jumlah variabel
yang diteliti (Maholtra dalam Setyani, 2006: 24).
Variabel
yang
diamati
dalam
penelitian
ini
berjumlah 15 variabel dengan responden berjumlah
100, sehingga sudah sesuai dengan syarat jumlah
sampel minimal yang dibutuhkan dalam analisis
faktor
Pembagian responden pada masing-masing pasar swalayan sampel
diakukan berdasarkan jumlah balita tiap kecamatan tempat pasar swalayan
sampel berada. Jumlah responden dari tiap kecamatan ditentukan secara
proporsional, dengan rumus hitungan sebagai berikut :
Sampel tiap supermarket =
Jumlah balita di kecamatan sampel
Jumlah balita total di 5 kecamatan sampel
Pembagian responden pada masing-masing supermarket di tiap
kecamatan dapat dilihat pada Tabel 3. 3.
Tabel 3. 3. Jumlah Responden pada Masing-masing Kecamatan
Supermarket
Kecamatan
Jumlah Balita
Jumlah
Progo
Mirota
Gardena
Pamella 5 Swalayan
Sang Surya Swalayan
Jumlah
Gondomanan
Tegalrejo
Gondokusuman
Umbulharjo
Wirobrajan
3.103
1.996
4.139
4.497
2.336
16.071
Responden
19
12
26
28
15
100
Sumber : Analisis Data Primer
G. Jenis dan Sumber Data
Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
1. Data Primer
Data primer merupakan data yang didapat dari sumber pertama atau
sumber asli (langsung dari informan) (Rianse dan Abdi, 2008 : 212). Pada
penelitian ini data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan
menggunakan kuesioner. Sumber data primer dalam penelitian ini adalah
konsumen susu formula balita di pasar swalayan di Kota Yogyakarta.
Selain itu, data primer juga didapatkan melalui wawancara dengan pihak
berwenang di pasar swalayan.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang telah lebih dahulu dikumpulkan dan
dilaporkan oleh orang atau instansi di luar peneliti sendiri, walaupun yang
dikumpulkan itu sesungguhnya adalah data asli (Tika, 2006: 58). Data
sekunder diperoleh dari instansi atau lembaga yang terkait dengan
penelitian ini. Sumber dari data sekunder ini diperoleh dari Badan Pusat
Statistik Kota Yogyakarta, Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan
UKM Kota Yogyakarta, dan pasar swalayan terkait. Data tersebut adalah
keadaan umum daerah penelitian, keadaan perekonomian, keadaan
penduduk dan data-data lain yang berkaitan dengan penelitian ini.
H. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan antara lain:
1. Observasi
Teknik observasi adalah teknik pengumpulan data yang bersifat non
verbal. Sekalipun dasar utama daripada metode observasi adalah
penggunaan indera visual, tetapi dapat juga melibatkan indera-indera lain
seperti pendengaran, rabaan, dan penciuman (Slamet, 2006: 85-86).
2. Wawancara
Wawancara adalah tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih
secara langsung. Maksudnya ialah proses memperoleh data untuk tujuan
penelitian dengan cara tanya jawab tatap muka antara pewawancara
dengan responden (informan) (Susanto, 2006: 128). Kegiatan wawancara
dilakukan kepada konsumen yang sedang membeli susu formula balita di
pasar swalayan yang merupakan lokasi penelitian.
3. Pencatatan
Metode pencatatan adalah dengan cara mencatat data yang sudah
tersedia di sumber-sumber data (Rianse dan Abdi, 2008: 221). Metode ini
dilakukan dengan cara mencatat hasil wawancara pada kuisioner dan
mencatat data sekunder dari instansi atau lembaga yang mempunyai
keterkaitan dengan penelitian (BPS Kota Yogyakarta dan Desperindagkop
dan UKM Kota Yogyakarta.
I. Metode Analisis Data
1. Pengukuran Variabel
Pengukuran variabel dilakukan dengan menggunakan skala likert.
Skala likert disebut juga summated rating scale. Skala ini digunakan
karena memberi peluang kepada responden untuk mengekspresikan
perasaan mereka dalam bentuk persetujuan terhadap suatu pertanyaan.
Pertanyaan yang diberikan berjenjang mulai dari yang terendah sampai
tertinggi. Jumlah pilihannya biasanya tiga, lima, tujuh, sembilan, yang
jelas harus ganjil (Simamora, 2005: 23). Menurut Rianse dan Abdi (2008:
152-153), apabila menggunakan skala jenis ini, maka variabel yang diukur
dijabarkan menjadi sub variabel, kemudian sub variabel dijabarkan
menjadi indikator-indikator. Akhirnya indikator-indikator dapat dijadikan
titik tolak untuk membuat instrumen berupa pertanyaan yang akan dijawab
konsumen. Setiap jawaban dihubungkan dengan pertanyaan yang sifatnya
positif dan negatif. Skor yang digunakan biasanya berada pada rentang 15. Untuk pertanyaan positif, jika reponden memilih jawaban “sangat
setuju”, maka diberi skor 5, sedangkan untuk pertanyaan negatif jika
responden memilih jawaban “sangat setuju”, maka diberi skor 1
2. Analisis Faktor
Untuk menganalisis faktor-faktor yang dipertimbangkan konsumen
dalam pengambilan keputusan membeli susu formula balita digunakan
analisis faktor. Analisis faktor adalah salah satu metode statistik
multivariat yang mencoba menerangkan hubungan antar sejumlah peubah
yang saling independen antara satu dengan yang lain sehingga bisa dibuat
satu atau lebih kumpulan peubah yang lebih sedikit dari jumlah peubah
awal.
Analisis faktor bertujuan untuk mereduksi dimensi data dengan cara
menyatakan variabel asal sebagai kombinasi linear sejumlah faktor,
sehingga sejumlah faktor tersebut mampu menjelaskan sebesar mungkin
keragaman data yang dijelaskan oleh variabel asal. Analisis faktor juga
digunakan untuk mengetahui faktor-faktor dominan dalam menjelaskan
suatu masalah. Simamora (2005: 132) mengemukakan bahwa kombinasi
linier dari variabel-variabel input dinyatakan dengan persamaan:
Fj = b j1X s1 + b j2 X s2 + b jk X sk
dimana:
Fj
: Skor faktor ke-j
bj
: Koefisien skor faktor ke-j
Xsk
: Variabel ke-k yang telah distandarisasi
Variabel bauran pemasaran yang diamati adalah:
X1
: Merek susu formula balita
X2
: Rasa susu formula balita
X3
: Jenis kemasan susu formula balita
X4
: Gambar kemasan susu formula balita
X5
: Warna kemasan susu formula balita
X6
: Kandungan gizi susu formula balita
X7
: Volume kemasan susu formula balita
X8
: Harga susu formula balita
X9
:
X10
: Promosi pemberian hadiah
X11
: Iklan susu formula balita di televisi
X12
: Iklan susu formula balita di majalah
X13
: Ketersediaan susu formula balita di pasar swalayan
X14
: Penataan (display) susu formula balita di pasar swalayan
X15
: Kenyamanan pasar swalayan
Promosi pemberian bonus isi
Menurut Simamora (2005: 122-135) Konsep statistik yang
berhubungan dalam analisis faktor di antaranya :
a. Barlett’s Test of Sphericy : adalah tes statistik untuk menguji apakah
betul variabel-variabel yang dilibatkan berkorelasi. Hipotesis nol (Ho)
adalah tidak ada korelasi antar variabel, sedangkan hipotesis altenatif
(Ha) adalah terdapat korelasi antar variabel. Ha diterima apabila nilai
signifikan lebih kecil dari 0,05.
b. Correlation Matrix : adalah dasar dari matriks segitiga yang
menunjukkan korelasi sederhana antara semua pasangan variabel yang
sedang dianalisis. Nilai correlation matrix berkisar antara 0-1.
Semakin tinggi nilai correlation matrix, maka tingkat kemungkinan
salahnya semakin tinggi.
c. Communality : menyatakan varians setiap variabel yang dapat
dijelaskan oleh faktor. Communality biasanya digunakan untuk
menentukan apakah sebuah indikator baik atau tidak. Semakin tinggi
nilai communality maka indikator tersebut semakin reliabel.
d. Eigenvalue : adalah nilai yang mewakili total varian yang dijelaskan
oleh setiap faktor. Faktor yang nilai eigenvalue-nya 1 atau lebih
dianggap valid, sedangkan kurang dari satu dianggap tidak valid.
e. Factor Loading : adalah korelasi-korelasi sederhana antara variabelvariabel dan faktor-faktor. Factor loading dibawah 0,5 menunjukkan
indikasi korelasi yang lemah sedangkan factor loading diatas 0,5
menunjukkan indikasi korelasi yang kuat.
f. Rotated component matrix : melalui rotated component matrix dapat
diketahui besarnya korelasi tiap-tiap variabel dengan faktor yang
terbentuk.
g. Kaiser-Meyer-Olkin (KMO) Measure Sampling of Adequacy : Nilai
KMO berkisar antara 0 sampai 1. Apabila nilai indeks tinggi (0,5-1),
analisis faktor layak dilakukan, jika KMO di bawah 0,5 analisis faktor
tidak layak dilakukan.
Tahapan-tahapan dalam analisis faktor yang dikemukakan oleh Hair
et al. dalam Bonifatius (2000: 26) dapat diringkas sebagai berikut:
a. Membuat matrik korelasi
Pada tahap ini untuk memperoleh analisis faktor yang akurat, semua
variabel harus berkorelasi. Uji statistik yang digunakan adalah Barlett
Test of Sphericity/menggunakan Measure of Sampling Adequancy
(MSA).
b. Mencari/meringkas variabel menjadi faktor-faktor inti
Prosedur ini dilaksanakan agar dapat meringkas informasi yang
terkandung dalam variabel-variabel asli secara tepat. Faktor yang
ditetapkan berdasarkan nilai eigenvalue, yaitu yang bernilai di atas 1.
Eigenvalue menunjukkan varian yang dijelaskan oleh faktor. Dengan
cara ini diketahui faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam
pengambilan keputusan pembelian.
c. Melakukan rotasi untuk penyelesaian akhir
Rotasi faktor diperlukan untuk menyederhanakan matrik faktor
sehingga mudah untuk diinterpretasikan. Variabel dianggap paling
penting jika mempunyai factor loading tertinggi, sedangkan variabel
lain dapat dimasukkan dalam faktor jika kriteria signifikan. Dengan
cara ini diketahui variabel yang terkandung di dalam faktor dan
variabel yang paling dipertimbangkan dalam keputusan pembelian.
d. Menguji tingkat signifikansi dari factor loading dan menamai faktor.
Kriteria signifikansi yang diterapkan adalah signifikansi praktis
dimana factor loading diatas 0,5 adalah signifikan secara praktis.
Factor loading diatas 0,5 juga menunjukkan bahwa instrumen yang
dugunakan untuk mengukur variabel adalah valid. Variabel dengan
factor loading tertinggi dianggap lebih penting dan mempunyai
kontribusi terbesar untuk menamai faktor. Penamaan faktor biasa
dilakukan dengan melihat variabel-variabel yang diwakili oleh faktor.
Untuk tiap faktor dicari factor loading paling tinggi dari satu variabel.
IV. KONDISI DAERAH PENELITIAN
A. Keadaan Geografis
Kota Yogyakarta berada di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang
terletak antara 110º24’19” - 110º28’53” Bujur Timur dan antara 07º49’26” 7º15’24” Lintang Selatan. Jarak terjauh dari utara ke selatan di wilayah Kota
Yogyakarta kurang lebih 7,5 km dan jarak terjauh dari barat ke timur kurang
lebih 5,6 km.
Suhu udara rata-rata di Kota Yogyakarta adalah 26,11 ºC dengan
kelembaban tertinggi terjadi pada bulan Maret sebesar 85% dan yang terendah
pada bulan September sebesar 66%. Rata-rata curah hujan tertinggi selama
tahun 2008 terjadi pada bulan Februari sebesar 210,8 mm dan terendah pada
bulan Agustus sebesar 0 mm. Rata-rata hari hujan per bulan di Kota
Yogyakarta adalah 6,92 hari. Tekanan udara rata-rata di Kota Yogyakarta
adalah 1012,2 mb.
Kota Yogyakarta terletak di daerah dataran lereng aliran Gunung
Merapi yang memiliki kemiringan lahan yang relatif datar (0-2%). Batas
wilayah Kota Yogyakarta adalah sebagai berikut :
Sebelah Utara
: Kabupaten Sleman
Sebelah Timur
: Kabupaten Bantul dan Kabupaten Sleman
Sebelah Selatan
: Kabupaten Bantul
Sebelah Barat
: Kabupaten Bantul dan Kabupaten Sleman
Luas wilayah Kota Yogyakarta kurang lebih 32,50 km2 kurang lebih
1,02% dari luas wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kota
Yogyakarta terbagi menjadi 14 kecamatan yaitu Kecamatan Mantrijeron,
Kecamatan Kraton, Kecamatan Mergangsan, Kecamatan Umbulharjo,
Kecamatan Kotagede, Kecamatan Gondokusuman, Kecamatan Danurejan,
Kecamatan Pakualaman, Kecamatan Gondomanan, Kecamatan Ngampilan,
Kecamatan Wirobrajan, Kecamatan Gedongtengen, Kecamatan Jetis, dan
Kecamatan Tegalrejo serta terbagi menjadi 45 kelurahan, 617 RW dan 2.532
RT.
31
B. Keadaan Penduduk
Keadaan penduduk di Kota Yogyakarta meliputi pertumbuhan
penduduk, keadaan penduduk menurut umur dan jenis kelamin, keadaan
penduduk menurut tingkat pendidikan, dan keadaan penduduk menurut
lapangan usaha adalah sebagai berikut :
1. Pertumbuhan Penduduk
Kepadatan dan pertumbuhan penduduk Kota Yogyakarta tahun
1971-2005 berdasarkan data hasil sensus penduduk dan SUPAS adalah
sebagai berikut :
Tabel 4. 1. Pertumbuhan Penduduk Kota Yogyakarta Tahun 1971-2005
No.
Tahun
Jumlah
Penduduk
1.
2.
3.
4.
5.
6.
1971
1980
1990
1995*
2000
2005*
340.908
398.192
412.059
418.944
397.398
435.236
Kepadatan
Penduduk
(jiwa/km2)
10.489
12.252
12.679
12.891
12.228
13.392
Pertumbuhan
Penduduk (%)
0,90
1,72
0,35
0,33
-0,37
1,87
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Yogyakarta 2009
*) SUPAS
Berdasarkan Tabel 4. 1. dapat diketahui bahwa pada tahun 1971,
1980, 1990 dan 1995, jumlah penduduk Kota Yogyakarta terus mengalami
kenaikan dengan persentase pertumbuhan tertinggi pada tahun 1980, yaitu
sebesar 1,72% dan yang terendah pada tahun 1995, yaitu sebesar 0,33%.
Jumlah penduduk Kota Yogyakarta pada tahun 2000 mengalami
penurunan menjadi 397.398 jiwa dengan persentase pertumbuhan
penduduk yang negatif, yaitu -0,37%. Namun pada tahun 2005 jumlah
penduduk mengalami kenaikan yang cukup tajam menjadi 435.236 jiwa
dengan persentase pertumbuhan penduduk sebesar 1,87% dan kepadatan
penduduk 13.392 jiwa/km2.
Pertumbuhan penduduk dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti
kelahiran, kematian, emigrasi dan imigrasi. Jumlah penduduk yang
semakin
banyak
menyebabkan
jumlah
kebutuhan
akan
pemukiman/perumahan yang semakin meningkat. Semakin banyak jumlah
penduduk, maka faktor-faktor yang digunakan untuk pemenuhan
kebutuhan penduduk seperti makanan dan baju juga akan semakin banyak.
2. Keadaan Penduduk Menurut Jenis Kelamin
Jumlah penduduk di Kota Yogyakarta menurut jenis kelamin pada
masing-masing kecamatan adalah sebagai berikut :
Tabel 4. 2. Jumlah Penduduk Kota Yogyakarta Menurut Jenis Kelamin
dan Kepadatan Penduduk di Kota Yogyakarta Tahun 2008
No.
Kecamatan
Luas
(km2)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
Mantrijeron
Kraton
Mergangsan
Umbulharjo
Kotagede
Gondokusuman
Danurejan
Pakualaman
Gondomanan
Ngampilan
Wirobrajan
Gedongtengen
Jetis
Tegalrejo
Jumlah
2,61
1,40
2,31
8,12
3,07
3,99
1,10
0,63
1,12
0,82
1,76
0,96
1,70
2,91
32,50
Jenis Kelamin
Kepadatan
Jumlah penduduk
Laki-laki Perempuan
(jiwa/km2)
18.398 19.044
37.442 14.346
10.612 11.908
22.520 16.086
17.352 18.569
35.921 15.550
39.191 40.129
79.320
9.768
16.097 16.207
32.304 10.522
27.062 28.648
55.710 13.962
10.999 11.683
22.682 20.620
5.754
6014
11.768 18.679
7.398
8.595
15.993 14.279
9.537 10.695
20.232 24.673
15.856 15.248
31.104 17.673
9.708 10.714
20.422 21.273
15.019 15.442
30.461 17.918
20.244 20.792
41.036 14.102
223.227 233.688
456.915 16.389,36
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Yogyakarta 2009
Kepadatan penduduk yang tertinggi di Kota Yogyakarta adalah di
Kecamatan Ngampilan, yaitu sebesar 20.620 jiwa/km2. Penduduk
Kecamatan Ngampilan dibanding kecamatan yang lain sebenarnya relatif
sedikit, namun karena luas Kecamatan Ngampilan sempit, sehingga
kepadatan penduduknya tinggi. Sementara itu kepadatan penduduk
terendah di Kota Yogyakarta adalah di Kecamatan Umbulharjo, yaitu
sebesar 9.768 jiwa/km2. Penduduk Kecamatan Umbulharjo merupakan
yang paling banyak dibanding kecamatan lain di Kota Yogyakarta, namun
karena kecamatannya luas, maka kepadatan penduduknya kecil.
Berdasarkan Tabel 4. 2. dapat diketahui bahwa di Kota Yogyakarta
pada tahun 2008 jumlah penduduk jenis kelamin laki-laki lebih kecil dari
jumlah penduduk perempuan. Hal tersebut berlaku di 14 kecamatan di
Kota Yogyakarta. Dengan membandingkan jumlah penduduk pria dan
wanita, maka dapat diketahui angka sex ratio (SR) :
SR =
=
Jumlah penduduk laki - laki
x 100
Jumlah penduduk perempuan
223.227
x 100
233.688
= 95,52 (dibulatkan 96)
Dari perhitungan di atas dapat diketahui besarnya sex ratio adalah
95,52 (dibulatkan 96). Angka sex ratio sebesar 96 mengandung makna
bahwa perbandingan antara jumlah penduduk laki-laki dan perempuan
adalah 96 dan 100, artinya bahwa di Kota Yogyakarta setiap 100 orang
perempuan terdapat 96 orang laki-laki. Apabila jumlah penduduk
perempuan besar, maka kemungkinan bayi yang lahir juga akan semakin
besar. Tambahan kelahiran bayi yang semakin banyak akan menyebabkan
faktor-faktor yang digunakan untuk mencukupi kebutuhan bayi akan
semakin banyak, salah satunya susu formula balita.
3. Keadaan Penduduk Menurut Kelompok Umur
Menurut data Badan Pusat Statistik Yogyakarta tahun 2008,
keadaan penduduk Kota Yogyakarta menurut kelompok umur dan jenis
kelamin adalah sebagai berikut :
Tabel 4. 3. Penduduk Kota Yogyakarta Menurut Kelompok Umur dan
Jenis Kelamin Tahun 2008
No.
Tahun
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
0-4
5-9
10-14
15-19
20-24
25-29
30-34
35-39
40-44
45-49
50-54
55-59
60-64
65-69
70-74
75+
Jumlah
Jenis Kelamin
Laki-laki Perempuan
14.074
14.821
14.098
14.959
13.463
14.509
23.362
25.171
39.749
42.278
22.542
22.994
18.581
18.938
16.400
16.814
14.218
14.676
11.199
11.639
7.985
8.389
7.180
7.306
6.657
6.744
5.390
5.594
4.220
4.439
4.109
4.417
223.227
233.688
Jumlah Total
28.895
29.057
27.972
48.533
82.027
45.536
37.519
33.214
28.894
22.838
16.374
14.486
13.401
10.984
8.659
8.526
456.915
Persentase
(%)
6,32
6,36
6,12
10,62
17,95
9,97
8,21
7,27
6,32
4,99
3,58
3,17
2,93
2,40
1,90
1,87
100,00
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Yogyakarta 2009
Berdasarkan Tabel 4. 3. mengenai penduduk Kota Yogyakarta
menurut kelompok umur dan jenis kelamin tahun 2008, dapat diketahui
bahwa jumlah penduduk terbanyak yaitu sebesar 82.027 pada kelompok
umur 20-24 tahun, sedangkan jumlah penduduk terkecil yaitu sebesar
8.526 pada kelompok umur 75 tahun ke atas.
∑ usia non produktif = 28.895 + 29.057+ 27.972+ 13.401+ 10.984 +
8.659 + 8.526
= 127.494
∑ usia produktif
= 48.533 + 82.027 + 45.536 + 37.519 + 33.214 +
28.894 + 22.838 + 16.374 + 14.486
= 329.421
Σ non produktif
ABT (Angka Beban Tanggungan) =
x 100 %
Σ produktif
=
127.494
x 100 % = 38,70% (dibulatkan 39)
329.421
Angka beban tanggungan adalah perbandingan jumlah penduduk
yang tidak produktif dengan jumlah penduduk yang produktif selama 1
tahun. Tabel 4. 4. menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk Kota
Yogyakarta merupakan kelompok usia produktif yaitu sebesar 72,10%
(329.421 jiwa) dari total penduduk Kota Yogyakarta keseluruhan. Jumlah
kelompok usia non produktif (kelompok umur 0-4, 5-9, 10-14, 60-64, 6569, 70-74, dan 75 ke atas) yang lebih kecil dari kelompok usia produktif
menunjukkan bahwa beban tanggungan yang ditanggung kelompok
produktif terhadap kelompok usia non produktif lebih ringan. Angka
Beban Tanggungan (ABT) sebesar 39%, artinya setiap 100 orang usia
produktif menanggung 39 orang usia non produktif.
Kota Yogyakarta pada tahun 2008 terdapat 140.871 jiwa penduduk
perempuan usia produktif (15-45 tahun) dimana pada masa ini merupakan
masa perempuan pada umumnya hamil dan kemudian harus menyusui,
padahal 64,7%-nya yaitu sebanyak 91.154 jiwa perempuan di Kota
Yogyakarta merupakan wanita pekerja dengan waktu untuk memberikan
ASI bagi bayinya yang terbatas, sehingga sebagian besar para ibu
memberikan susu formula balita sebagai pengganti ASI.
Kelompok umur balita (< 5 tahun) di Kota Yogyakarta menempati
urutan ke-7 jumlah penduduk terbanyak dari 16 kelompok umur (28.895
jiwa).
Jumlah balita yang cukup banyak ini mengakibatkan semakin
banyaknya faktor-faktor yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan
balita, misalnya susu formula balita. Hal tersebut dapat menjadikan
pertimbangan bagi perusahaan susu formula balita dalam menetapkan
strategi pemasaran yang terdiri dari segmentasi pasar, targeting, dan
positioning. Menurut Kotler (1999: 231-245), umur yang merupakan
faktor pribadi mempengaruhi perilaku pembelian oleh konsumen.
4. Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
Menurut data BPS Kota Yogyakarta tahun 2008, jumlah penduduk
menurut tingkat pendidikan di Kota Yogyakarta adalah sebagai berikut :
Tabel 4. 4.
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Jumlah Penduduk Umur 5 Tahun Keatas Menurut Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan dan Jenis Kelamin di Kota
Yogyakarta Tahun 2008
Tingkat
Pendidikan
Tidak/belum
tamat SD
SD
SLTP
SLTA
SMK
Diploma I/II
Akademi/D III
PT/D IV
S2/S3
Jumlah
Laki-laki Perempuan
(jiwa)
(jiwa)
20.581
25.170
31.080
29.407
74.793
20.037
1.569
6.693
22.672
2.321
209.153
39.265
37.711
57.978
22.478
3.917
12.650
18.012
1.686
218.867
Jumlah
(jiwa)
45.670
70.195
66.985
133.200
42.503
5.436
19.218
40.790
4.023
428.020
Persentase
(%)
10,67
16,40
15,65
31,12
9,93
1,27
4,49
9,53
0,94
100,00
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Yogyakarta 2009
Berdasarkan Tabel 4. 4. dapat diketahui di Kota Yogyakarta,
jumlah penduduk tamatan SLTA merupakan yang terbanyak dibanding
tingkat pendidikan lain yaitu sebesar 133.200 jiwa atau 31,12% dari total
penduduk Kota Yogyakarta usia 5 tahun ke atas. Penduduk tamatan SD
menduduki posisi kedua, yaitu sebesar 70.195 jiwa, kemudian disusul
tamatan SMP sebesar 66.985 jiwa. Jumlah penduduk yang tidak/belum
tamat SD adalah sebesar 45.670 jiwa, jumlah tamatan SMK sebesar 42.503
jiwa dan tamatan Perguruan Tinggi sebesar 69.467 jiwa (16,20%).
Secara umum dapat dikatakan bahwa penduduk Kota Yogyakarta
memiliki pendidikan yang cukup tinggi, hal ini didukung dengan kualitas
pendidikan di Kota Yogyakarta yang baik, biaya hidup yang murah, serta
lingkungan yang cukup kondusif. Dengan pendidikan yang cukup tinggi
maka pengetahuan seseorang menjadi lebih luas, begitu juga pengetahuan
para konsumen susu formula balita di Kota Yogyakarta mengenai susu
formula balita yang dikonsumsi oleh balitanya setiap hari. Konsumen
harus selektif dalam memilih susu formula balita.
5. Keadaan Penduduk Menurut Lapangan Usaha
Berdasarkan data dari BPS Kota Yogyakarta tahun 2007, jumlah
penduduk di Kota Yogyakarta menurut lapangan usaha adalah sebagai
berikut :
Tabel 4. 5. Banyaknya Penduduk Usia 15 Tahun Keatas yang Bekerja
Menurut Jenis Kelamin dan Lapangan Usaha
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Lapangan Usaha
Laki-laki Perempuan Jumlah Persentase
(jiwa)
(jiwa)
(jiwa)
(%)
163
102
265
0,13
Pertanian Tanaman
Pangan
Perkebunan
21
Perikanan
53
Peternakan
95
Pertanian Lainnya
132
Industri Pengolahan
7.723
Perdagangan
28.279
Jasa
62.511
Angkutan
4.683
Lainnya
13.999
Jumlah
117.659
11
32
75
97
3.628
31.575
46.149
399
9.086
91.154
32
85
170
229
11.351
59.854
108.660
5.082
23.085
208.813
0,02
0,04
0,08
0,11
5,44
28,66
52,04
2,43
11,05
100,00
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Yogyakarta 2009
Berdasarkan Tabel 4. 5. dapat diketahui bahwa jumlah penduduk
yang bekerja pada lapangan usaha pertanian paling sedikit, karena lahan
pertanian di Kota Yogyakarta sempit. Sebesar 97,28% lahan di Kota
Yogyakarta dimanfaatkan sebagai lahan untuk kegiatan non pertanian,
sementara lahan yang digunakan untuk kegiatan pertanian hanya 2,72%.
Penduduk Kota Yogyakarta paling banyak bekerja di sektor jasa
yaitu sebanyak 108.660 jiwa atau 52,04% dari total penduduk usia lebih
dari 15 tahun yang bekerja (208.813 jiwa ). Penduduk yang bekerja di
sektor pertanian (pertanian tanaman pangan, perkebunan, perikanan,
peternakan, dan pertanian lainnya) jumlahnya sedikit, yaitu 781 jiwa atau
hanya 0,37% dari total penduduk usia lebih dari 15 tahun yang bekerja.
Hal tersebut dikarenakan sempitnya lahan di Kota Yogyakarta yang
digunakan untuk kegiatan pertanian.
Jenis pekerjaan mempengaruhi tingkat pendapatan yang diterima
seseorang. Tingkat pendapatan yang diterima akan mempengaruhi pola
konsumsi
seseorang,
semakin
tinggi
pendapatan
maka
proporsi
pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan semakin meningkat. Menurut
Kotler (1999: 231-245), pekerjaan yang merupakan faktor pribadi akan
mempengaruhi perilaku pembelian oleh konsumen.
C. Keadaan Perekonomian
Kota Yogyakarta selain menjadi kota wisata dan kota pelajar, saat ini
Kota Yogyakarta juga berkembang sebagai daerah perdagangan, industri dan
jasa. Hal ini ditunjukkan dengan adanya sarana perekonomian yang
mendukung. Salah satu sarana yang mendukung perekonomian di Kota
Yogyakarta adalah pasar. Kota Yogyakarta mempunyai pasar yang
mendukung perekonomian yang dibedakan menurut jenisnya sebagai berikut:
Tabel 4. 6. Banyak Pasar Swalayan dan Pasar Tradisional di Kota Yogyakarta
Tahun 2006-2008
Tahun
2006
2007
2008
Jenis Pasar
Pasar Tradisional
Pasar Swalayan
30
67
31
70
31
78
Sumber: Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UKM Kota
Yogyakarta 2008
Berdasarkan Tabel 4. 6. dapat diketahui bahwa Kota Yogyakarta
mempunyai 2 jenis pasar yaitu pasar swalayan dan pasar tradisional. Jumlah
pasar swalayan di Kota Yogyakarta jumlahnya lebih banyak daripada pasar
tradisional. Pertambahan jumlah pasar swalayan di Kota Yogyakarta dari
tahun 2006-2008 juga lebih banyak daripada pasar tradisional. Data mengenai
banyaknya pasar yang terdapat di Kota Yogyakarta dapat dapat membantu
para produsen dalam menentukan daerah pemasaran dan strategi pemasaran
yang baik di sekitar wilayah Kota Yogyakarta. Penduduk juga dapat dengan
lebih mudah mendapatkan barang-barang yang dibutuhkan di pasar.
Salah satu barang yang banyak dijual di pasar swalayan adalah susu
formula balita. Pada penelitian ini, peneliti menentukan lima pasar swalayan
yang menyediakan susu formula balita yang digunakan sebagai tempat
penelitian dengan jenis pasar swalayan yang diamati adalah supermarket.
Supermarket sampel dalam penelitian ini adalah Progo, Pamella 5 Swalayan,
Sang Surya Swalayan, Mirota dan Gardena.
V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Responden
1. Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin
Sampel pada penelitian ini adalah 100 responden yang terdiri dari
responden laki-laki dan responden perempuan dengan proporsi seperti pada
Tabel 5. 1.
Tabel 5. 1. Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
Responden
3
97
100
Persentase (%)
3
97
100
Sumber : Analisis Data Primer
Berdasarkan Tabel 5. 1. dapat diketahui bahwa jumlah responden
perempuan sebanyak 97 orang dan responden laki-laki sebanyak 3 orang.
Jumlah responden perempuan lebih banyak daripada laki-laki. Hal ini berarti
bahwa dari 100 responden, pengaturan konsumsi pangan rumah tangga
cenderung dilakukan oleh perempuan. Menurut Engel et al., (1994: 201),
keputusan pembelian kategori produk makanan lebih didominasi oleh
perempuan.
2. Karakteristik Responden Menurut Kelompok Umur
Kelompok umur dari konsumen sasaran sangat penting dalam
pemasaran. Tabel 5. 2. memperlihatkan karakteristik responden dari konsumen
susu formula balita di Kota Yogyakarta menurut kelompok umur.
Tabel 5. 2. Karakteristik Responden Menurut Kelompok Umur
Umur (Tahun)
Responden
Persentase (%)
21-25
18
18
26-30
27
27
31-35
22
22
36-40
23
23
41-45
8
8
46-50
2
2
Jumlah
100
100
Sumber : Analisis Data Primer
Berdasarkan Tabel 5. 2. dapat diketahui bahwa umur responden yang
paling banyak berkisar antara
Responden
sebanyak
45%
umur
41
26
-
30
tahun
(27%).
merupakan penduduk usia dewasa,
yaitu pada umur 20 - 30 tahun. Menurut Prasetijo dan John (2004: 195),
penduduk pada usia ini cenderung membelanjakan uangnya untuk produkproduk yang berkualitas. Lebih jauh Kotler (1999: 231-245) mengemukakan
bahwa umur yang termasuk dalam faktor pribadi akan mempengaruhi perilaku
pembelian oleh konsumen.
3. Karakteristik Responden Menurut Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan yang dimiliki responden dapat menggambarkan
pola berpikir responden dalam menilai produk susu formula balita. Konsumen
yang memiliki pendidikan lebih tinggi akan lebih responsif terhadap informasi.
Karakteristik responden menurut tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel
5. 3.
Tabel 5. 3. Karakteristik Responden Menurut Tingkat Pendidikan
Tingkat Pendidikan
SD
SMP
SMA/SMK
D1-D3
S1
S2/S3
Jumlah
Responden
1
8
44
20
26
1
100
Persentase (%)
1
8
44
20
26
1
100
Sumber : Analisis Data Primer
Tabel
5.
3.
menunjukkan
bahwa
sebagian
besar
responden
berpendidikan SMA/SMK yaitu sebanyak 44 responden dan berpendidikan S1
sebanyak 26 responden. Penduduk yang hanya tamat SD dan SLTP hanya
berjumlah 9 orang, berpendidikan D1-D3 (20 orang), dan berpendidikan S2 (1
orang). Pendidikan responden konsumen susu formula balita di pasar swalayan
di Kota Yogyakarta cukup tinggi. Konsumen yang mempunyai pendidikan
cukup tinggi, berarti konsumen tersebut mempunyai informasi dan
pengetahuan yang cukup luas terhadap hal-hal di sekelilingnya, termasuk
dalam hal pemilihan susu formula balita yang terbaik dan sesuai untuk
balitanya, sehingga akan mempengaruhi konsumen dalam keputusan
pembelian susu formula balita. Menurut Kotler (1999: 231-245), faktor
psikologis (pendidikan/belajar) mempengaruhi pilihan membeli seseorang.
4. Karakteristik Responden Menurut Mata Pencaharian
Karakteristik responden dengan beragam latar belakang mata
pencaharian dapat dilihat pada Tabel 5. 4.
Tabel 5. 4. Karakteristik Responden Menurut Mata Pencaharian
Mata Pencaharian
Ibu Rumah Tangga
Swasta
PNS
Wiraswasta
Jumlah
Responden
41
21
16
22
100
Persentase (%)
41
21
16
22
100
Sumber : Analisis Data Primer
Tabel 5. 4. menunjukkan bahwa lebih dari setengah responden adalah
wanita pekerja (59%) dan 41% adalah ibu rumah tangga. Jenis pekerjaan
seseorang akan mempengaruhi pendapatan yang mereka terima. Pendapatan
tersebut kemudian akan dipertimbangkan pada proses keputusan pembelian
dan pola konsumsinya yang selanjutnya akan mempengaruhi daya beli
konsumen terhadap susu formula balita. Menurut Kotler (1999: 231-245),
pekerjaan akan mempengaruhi perilaku pembelian oleh konsumen.
5. Karakteristik Responden Menurut Pendapatan Rumah Tangga
Pendapatan seseorang akan berpengaruh terhadap proses keputusan
pembelian. Karakteristik responden menurut pendapatan rumah tangga dapat
dilihat pada Tabel 5. 5.
Tabel 5. 5. Karakteristik Responden Menurut Pendapatan Rumah Tangga
Pendapatan ( Rupiah)
< 1.000.000
1.000.000 - 2.000.000
2.000.000 - 3.000.000
> 3.000.000
Jumlah
Sumber : Analisis data Primer
Responden
13
24
29
34
100
Persentase (%)
13
24
29
34
100
Tabel 5. 5. menunjukkan bahwa sebagian besar konsumen yaitu
sebanyak 34 responden mempunyai pendapatan rumah tangga di atas
Rp 3.000.000,00 kemudian disusul responden dengan pendapatan antara
Rp 2.000.000,00 - Rp 3.000.000,00 sebanyak 29 responden dan responden
dengan pendapatan antara Rp 1.000.000,00 - Rp 2.000.000,00 sebanyak 24
responden. Menurut BPS Kota Yogyakarta (2010), penduduk dengan golongan
pendapatan Rp 2.000.000,00 ke atas dapat digolongkan sebagai penduduk
golongan pendapatan menengah ke atas. Dari Tabel 5. 5. dapat diketahui
bahwa konsumen susu formula balita cenderung pada golongan pendapatan
menengah ke atas. Menurut Lamb et al. (2000: 201), keputusan pembelian
konsumen dipengaruhi faktor kebudayaan, sosial, individu dan psikologis.
Karakteristik pendapatan termasuk dalam faktor pribadi.
6. Karakteristik Responden Menurut Jumlah Anggota Keluarga
Jumlah anggota keluarga merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi proses keputusan pembelian, tidak terkecuali dalam proses
keputusan pembelian susu formula balita. Anggota keluarga pembeli dapat
memberikan pengaruh yang kuat terhadap perilaku pembelian konsumen.
Karakteristik responden menurut jumlah anggota keluarga dapat dilihat pada
Tabel 5. 6.
Tabel 5. 6. Karakteristik Responden Menurut Jumlah Anggota Keluarga
Jumlah Anggota Keluarga
(orang)
3
4
5
>5
Jumlah
Responden
31
44
22
3
100
Persentase (%)
31
44
22
3
100
Sumber : Analisis data Primer
Tabel 5. 6. menunjukkan bahwa sebagian besar konsumen susu
formula balita mempunyai jumlah anggota keluarga berjumlah 4 orang yaitu
sebesar 44%. Jumlah anggota keluarga mempengaruhi jumlah pengeluaran
rumah tangga. Semakin banyak jumlah anggota keluarga, maka akan semakin
besar pula pengeluarannya. Lebih jauh, menurut Prasetijo dan John (2005:
150), semakin banyak anggota keluarga maka budayanya akan cenderung
kolektif, sangat menentukan perilaku, pilihan produk, dan aktivitas pembelian.
B. Konsumsi Susu Formula Balita
Susu formula balita dikonsumsi oleh anak berusia di bawah lima tahun.
Susu formula balita biasanya dikonsumsi sebagai makanan tambahan dan
pelengkap maupun pengganti ASI. Menurut data hasil penelitian, terdapat 21
macam merek susu formula yang dikonsumsi oleh 100 responden di Kota
Yogyakarta.
Tabel 5. 7. Sebaran Merek Susu Formula Balita yang Sering Dibeli Responden
Merek Susu Formula Balita
1. Dancow
2. SGM
3. Nutrilon
4. Pediasure
5. Curcuma
6. Bebelac
7. S - 26
8. NAN
9. Sustagen
10. Promil
11. Lactogen
12. Chil Mil
13. Indomilk
14. Bendera 123
15. Promise Gold
16. Enfalac
17. Vitaplus
18. Vitalac
19. Enfagrow
20. Anchor Boneeto
21. Procal
Total
Produsen
Nestle
Sari Husada
Nutricia
Abbot
Soho
Nutricia
Wyeth
Nestle
Meadjohnson
Wyeth
Nestle
Morinaga
Indomilk
Frische Vlag
Wyeth
Meadjohnson
Sari Husada
Sari Husada
Meadjohnson
Fonterra
Wyeth
Jumlah Responden (%)
19
17
9
3
2
8
1
2
4
1
3
5
4
8
2
3
2
1
2
2
2
100
Sumber : Analisis Data Primer
Tabel 5. 7. menunjukkan bahwa terdapat 21 merek susu formula balita yang
dibeli oleh 100 responden. Responden paling banyak membeli susu formula balita
merek Dancow sebanyak 19 responden, kemudian disusul merek SGM sebanyak
17 responden, Nutrilon sebanyak 9 responden, Bendera sebanyak 8 responden dan
Bebelac sebanyak 8 responden. Susu formula balita yang dibeli responden pada
setiap merek disesuaikan dengan umur balita, misalnya susu formula merek
Bebelac tahap 2 untuk balita berusia 6-12 bulan.
Jenis kemasan susu formula balita yang ada di pasaran yaitu kemasan
kardus (box) dan kemasan kaleng (tin). Responden yang memilih kemasan kardus
adalah sebanyak 81 orang dan yang memilih kemasan kaleng adalah 19 orang.
Sebagian besar responden memilih kemasan kardus karena alasan kemasan kardus
harganya lebih ekonomis.
Volume kemasan susu formula balita yang dijual di pasar swalayan di Kota
Yogyakarta cukup beragam. Sebaran volume kemasan susu formula balita yang
sering dibeli oleh konsumen dapat dilihat pada Tabel 5. 8.
Tabel 5. 8. Sebaran Volume Kemasan Susu Formula Balita yang Sering Dibeli
Konsumen
Volume Kemasan (gram)
150
180
200
300
350
400
500
600
700
750
800
900
Total
Jumlah Responden (%)
4
1
1
4
2
31
3
4
1
5
23
21
100
Sumber : Analisis Data Primer
Responden yang paling banyak memilih volume kemasan susu formula
balita ukuran 400 gram (31 responden), kemudian disusul 800 gram (23
responden), dan 900 gram (21 responden). Dari Tabel 5. 8. menunjukkan bahwa
konsumen yang membeli susu formula balita dengan volume kecil cenderung
sedikit. Hal ini dikarenakan harga per gram susu formula balita volume kecil
apabila dibandingkan dengan volume besar dengan merek dan rasa yang sama
lebih mahal. Sebagai contoh di supermarket Progo, susu Vitaplus rasa cokelat
dengan volume 200 gram harganya Rp 26.320,00 (Rp 131,6/gram) dan volume
400 gram harganya Rp 50.075,00 (Rp 125,2/gram).
Tabel 5. 9. Sebaran Susu Formula Balita yang Dikonsumsi Balita
Usia Balita (tahun)
<1
1-3
>3
Jumlah Balita
5
67
31
103
Rata-rata Konsumsi (gram/bulan)
1762,50*
1021,21
1870,97**
Sumber : Analisis Data Primer
* Hanya 4 dari 5 balita usia di bawah 1 tahun yang minum susu formula balita
** Satu balita usia lebih dari 3 tahun tidak minum susu formula balita
Tabel 5. 9. menujukkan bahwa rata-rata konsumsi susu formula yang
tertinggi adalah pada umur balita lebih dari 3 tahun yaitu sebesar 1870,97 gram
per bulan. Kemudian bayi pada umur kurang dari 1 tahun rata-rata konsumsi per
bulannya 1762,50 gram. Umur bayi kurang dari 1 tahun yang mengkonsumsi susu
formula balita adalah 6 bulan, 11 bulan dan 2 balita umur 8 bulan. Tasya (2009)
mengemukakan bahwa menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia nomor 450/MENKES/SK/VI/2004 tahun 2004, pemberian ASI
sebaiknya diberikan paling tidak sampai usia 6 bulan pertama.
Dari hasil wawancara dengan 100 responden diketahui bahwa 51
responden memperoleh informasi mengenai susu formula balita dari televisi dan
media cetak (majalah, brosur, buku), sementara sisanya memperoleh informasi
dari sumber lain misalnya keluarga, teman, dokter dan bidan.
C. Analisis Faktor-faktor Marketing Mix
Analisis faktor dapat mengidentifikasikan struktur dari hubungan antar
variabel atau responden dengan menguji korelasi antar variabel ataupun antar
responden (Simamora, 2005:106). Data yang digunakan dalam analisis faktor
berasal dari pendapat responden mengenai atribut-atribut produk susu formula
balita. Analisis faktor digunakan untuk melihat seberapa besar sumbangan
(kontribusi) variabel-variabel yang terangkum dalam 4 faktor bauran pemasaran
(marketing mix) yang dipertimbangkan dalam mengambil keputusan pembelian
susu formula balita di pasar swalayan di Kota Yogyakarta. Menurut Assauri
(1992: 180-181), marketing mix (bauran pemasaran) merupakan kombinasi
variabel atau kegiatan yang merupakan inti dari sistem pemasaran, variabel mana
yang dapat dikendalikan oleh perusahaan untuk mempengaruhi reaksi para
pembeli atau konsumen.
Berdasarkan hal tersebut maka perlu dianalisis faktor-faktor yang
dipertimbangkan konsumen dalam membeli susu formula balita pada pasar
swalayan di Kota Yogyakarta. Faktor bauran pemasaran yang diteliti adalah
produk, harga, promosi dan tempat. Faktor produk yang diteliti adalah merek susu
formula balita (X1), rasa susu formula balita (X2), jenis kemasan (X3), gambar
kemasan (X4), warna kemasan (X5), kandungan gizi (X6), dan volume kemasan
(X7). Faktor harga yang diteliti terdiri dari harga (X8). Faktor promosi yang diteliti
terdiri dari variabel promosi pemberian bonus isi (X9), promosi pemberian hadiah
(X10), iklan susu formula balita di televisi (X11) dan iklan susu formula balita di
media cetak (X12). Faktor tempat yang diteliti terdiri dari variabel ketersediaan
susu formula balita di pasar swalayan (X13), penataan (display) susu formula
balita di pasar swalayan (X14) dan kenyamanan pasar swalayan (X15). Kelimabelas
variabel tersebut dianalisis menggunakan analisis faktor dengan bantuan program
komputer SPSS (Statistical Product and Service Solution) 17.
Kesimpulan tentang layak tidaknya analisis faktor dilakukan baru sah
secara statistik dengan menggunakan uji Kaiser-Meyer-Olkin (KMO) Measure of
Sampling Adequacy dan Bartlett Test of Sphericity. Analisis faktor dapat
dilakukan dengan persyaratan pokok yang harus dipenuhi yaitu nilai indeks KMO
tinggi, yaitu berkisar antara 0,5 sampai 1. Besarnya nilai KMO dapat dilihat pada
Tabel 5. 10.
Tabel 5. 10. KMO (Kaiser Meyer Olkin) Measures of Sampling Adequacy and
Bartlett's Test of Sphericity
KMO and Bartlett's Test
Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy.
Bartlett's Test of Sphericity
Approx. Chi-Square
Df
Sig.
Hasil Penelitian
0,630
288,939
105,000
0,000
Sumber : Analisis Data Primer
Berdasarkan hasil analisis dengan SPSS 17, diperoleh angka KMO
Measure of Sampling Adequacy sebesar 0,630 dengan signifikansi sebesar 0,000.
Angka 0,630 berada di atas 0,5 dan signifikansi 0,00 lebih kecil dari 0,05, maka
variabel dan data dapat terus dianalisis lebih lanjut. Menurut Simamora (2005:
123), apabila nilai KMO tinggi (berkisar antara 0,5 – 1), maka analisis faktor
layak dilakukan. Ketentuan tersebut berdasarkan pada kriteria (1) jika probabilitas
(sig) kurang dari 0,05, maka variabel dapat dianalisis lebih lanjut, (2) jika
probabilitas (sig) lebih dari 0,05, maka variabel tidak dapat dianalisis lebih lanjut.
Besarnya angka MSA ialah antara 0 - 1, jika digunakan dalam menentukan
penggabungan variabel ketentuannya sebagai berikut :
1. Jika MSA = 1, maka variabel tersebut dapat diprediksi tanpa kesalahan.
2. Jika MSA ≥ 0,5, maka variabel tersebut masih dapat diprediksi dan dapat
dianalisis lebih lanjut.
3. Jika MSA < 0,5, maka variabel tersebut tidak dapat diprediksi dan tidak dapat
dianalisis lebih lanjut sehingga variabel tersebut harus dikeluarkan.
Besarnya Measures of Sampling Adequacy (MSA) dapat dilihat pada tabel
anti images correlation matrices pada SPSS. Besarnya MSA masing-masing
variabel dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5. 11.
Tabel 5. 11. Hasil Perhitungan Analisis Faktor
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
Variabel – variabel
Merek susu formula balita
Rasa susu formula balita
Jenis kemasan susu formula balita
Gambar kemasan susu formula balita
Warna kemasan susu formula balita
Kandungan gizi susu formula balita
Volume kemasan susu formula balita
Harga susu formula balita
Promosi pemberian bonus isi
Promosi pemberian hadiah
MSA
0,406
0,626
0,614
0,626
0,645
0,665
0,501
0,551
0,466
0,513
0,784
0,653
0,559
0,745
0,771
Iklan susu formula balita di TV
Iklan susu formula balita di media cetak
Kenyamanan pasar swalayan
Penataan (display) susu formula balita di pasar swalayan
Kenyamanan pasar swalayan
Sumber : Analisis Data Primer
Berdasarkan Tabel 5. 11. di atas, maka variabel-variabel yang mempunyai
MSA lebih dari 0,5 adalah variabel rasa, jenis kemasan, gambar kemasan, warna,
kandungan gizi, volume kemasan, harga, promosi pemberian hadiah, iklan susu
formula balita di TV, iklan susu formula balita di media cetak, kenyamanan pasar
swalayan, penataan (display) susu formula balita di pasar swalayan, dan
kenyamanan pasar swalayan. Variabel merek dan promosi bonus isi memiliki
MSA kurang dari 0,5 sehingga tidak bisa dilakukan analisis lebih lanjut. Variabel
promosi pemberian bonus isi memiliki MSA kurang dari 0,5 karena dari 21
macam merek susu formula balita, yang menawarkan promosi pemberian bonus
isi hanya satu merek, yaitu merek Dancow dengan bonus isi 100 gram. Variabel
merek memiliki MSA kurang dari 0,5 karena kesalahan peneliti yang
mensejajarkan variabel merek dengan keempatbelas variabel lain. Keempatbelas
variabel yang lain sebenarnya merupakan ikon merek, yang menurut Moser (2006:
124) dianggap mewakili nilai, pesan dan kepribadian suatu merek.
Setelah menemukan variabel-variabel yang dapat dianalisis, maka
dilanjutkan dengan communalities. Communalities untuk tiap variabel dapat
dilihat pada Tabel 5. 12 berikut :
Tabel 5. 12. Communalities
Variabel
Rasa susu formula balita
Jenis kemasan susu formula balita
Gambar kemasan susu formula balita
Warna kemasan susu formula balita
Kandungan gizi susu formula balita
Volume kemasan susu formula balita
Initial
1,000
1,000
1,000
1,000
1,000
1,000
1,000
1,000
1,000
Extraction
0,664
0,555
0,620
0,663
0,619
0,603
0,572
0,578
0,504
Harga susu formula balita
1,000
1,000
1,000
1,000
Promosi pemberian hadiah
Iklan susu formula balita di TV
0,491
0,657
0,531
0,608
Iklan susu formula balita di media cetak
Kenyamanan pasar swalayan
Penataan (display) susu formula balita di pasar swalayan
Kenyamanan pasar swalayan
Sumber : Analisis Data Primer
Menurut Simamora (2005: 125) communalities menyatakan varian setiap
variabel yang dapat dijelaskan oleh faktor yang terbentuk. Dari nilai
communalities dapat diketahui hubungan antara variabel dengan faktor-faktor
yang nantinya terbentuk. Communalities untuk variabel rasa susu formula balita
nilainya 0,664 yang artinya sekitar 66,4 % variabel dari varian rasa susu formula
balita dapat dijelaskan oleh faktor yang akan terbentuk. Sedangkan untuk variabel
jenis kemasan nilainya 0,555 artinya sekitar 55,5 % variabel dari varian jenis
kemasan dapat dijelaskan oleh faktor yang akan terbentuk, begitu juga untuk
variabel-variabel yang lain. Semakin kecil communalities sebuah variabel, berarti
semakin lemah hubungannya dengan faktor yang terkait, dan semakin besar
communalities sebuah variabel, maka semakin kuat hubungannya dengan faktor
yang terbentuk.
Setelah diketahui nilai communalities, selanjutnya dapat dilihat pada nilai
eigenvalue. Kriteria suatu faktor dipertimbangkan oleh konsumen terhadap
keputusan dalam membeli susu formula balita pada pasar swalayan di Kota
Yogyakarta, dapat diketahui dengan melihat nilai eigenvalue dari suatu faktor.
Eigenvalue untuk faktor yang dipertimbangkan konsumen terhadap keputusan
pembelian susu formula balia harus lebih dari 1. Angka eigenvalue menunjukkan
kepentingan relatif masing-masing faktor yang terbentuk dalam menghitung
varian dari variabel-variabel penelitian yang dianalisis. Besarnya eigenvalue untuk
masing-masing faktor yang terbentuk dapat dilihat pada Tabel 5. 13.
Tabel 5. 13. Angka Eigenvalue dan Proporsi Varian dari Tiap Faktor
Faktor
1
Eigenvalue
3,119
Proporsi Varian
20,79%
2
3
4
5
Total
1,713
1,481
1,402
1,222
10,003
11,42%
9,88%
9,34%
8,15%
59,58%
Sumber : Analisis Data Primer
Tabel 5. 13. menunjukkan bahwa dari hasil penelitian terdapat 5 faktor
yang memiliki nilai eigenvalue lebih dari 1. Dengan demikian pada penelitian ini
terbentuk lima faktor yang menjadi pertimbangan konsumen dalam membeli susu
formula balita di pasar swalayan di Kota Yogyakarta. Faktor 1 mampu
menjelaskan 20,79% varian ke-15 variabel penelitian, faktor 2 mampu
menjelaskan 11,42% varian ke-15 variabel penelitian, faktor 3 mampu
menjelaskan 9,88% varian ke-15 variabel penelitian, faktor 4 mampu menjelaskan
9,34%varian ke-15 variabel penelitian, dan faktor 5 mampu menjelaskan 8,15%
varian ke-15 variabel penelitian. Jadi, total varian yang mampu dijelaskan
keenam faktor tersebut adalah 59,58 %. Hal ini berarti bahwa penelitian ini
mampu menjelaskan faktor yang menjadi pertimbangan konsumen dalam
membeli susu formula balita di pasar swalayan di Kota Yogyakarta sebesar 59,58
%, sedangkan sisanya 40,42% merupakan faktor lain yang tidak tercakup dalam
hasil analisis faktor. Faktor lain tersebut misalnya karakteristik konsumen itu
sendiri, lingkungan sosial, budaya, ekonomi, politik dan faktor-faktor lain.
Lima faktor yang dihasilkan tersebut merupakan kumpulan dari variabelvariabel yang merupakan unsur pembentuk faktor tersebut. Penamaan masingmasing faktor yang dipertimbangkan oleh konsumen susu formula balita di pasar
swalayan di Kota Yogyakarta didasarkan pada variabel-variabel yang menyusun
faktor tersebut.
Setelah diketahui lima faktor yang sesuai untuk menyederhanakan ke-15
variabel penelitian yang diteliti, maka dari analisis data dengan menggunakan
SPSS 17 diperoleh tabel rotated component matrix. Tabel ini menunjukkan
distribusi ke-15 variabel pada lima faktor yang terbentuk. Angka-angka yang
terdapat pada tabel rotated component matrix adalah factor loading yang
menunjukkan besarnya korelasi antara suatu variabel dengan masing-masing
faktor yang terbentuk. Factor loading memberikan informasi tentang variabel
mana yang berkorelasi signifikan dengan faktor tertentu. Informasi ini selanjutnya
dipakai untuk menginterpretasikan faktor secara subyektif. Proses penentuan
faktor dilakukan dengan melakukan perbandingan besarnya korelasi setiap baris
dengan melihat besar nilai korelasi pada setiap baris dengan melihat besar nilai
korelasi yang lebih besar dari 0,5.
Tabel 5. 14. menampilkan nilai factor loading tiap variabel yang sudah
dirotasikan dengan metode varimax yang merupakan salah satu metode rotasi
orthogonal.
Tabel 5. 14. Nilai Factor Loading untuk Tiap-tiap Variabel
Faktor Nama Faktor
1.
Iklan
2.
Tempat
3.
4.
Promosi
Kandungan
Gizi
Produk
5.
% of
Variabel yang Terlibat pada Factor
variance
Faktor Inti
Loading
20,79
Gambar Kemasan
0,764
Warna Kemasan
0,692
Iklan di Media Cetak
0,670
Jenis Kemasan
0,548
Iklan di TV
0,512
11,42
Ketersediaan
0,788
Penataan Produk
0,606
Kenyamanan Pasar
0,528
Swalayan
9,88
Promosi Pemberian Hadiah
0,725
9,34
Kandungan gizi
0,764
8,15
Harga
Rasa susu formula balita
0,713
0,519
Eigenvalue
3,119
1,713
1,481
1,402
1,222
Sumber : Analisis Data Primer
Dari hasil analisis faktor terlihat bahwa 15 variabel yang diteliti dapat
disederhanakan menjadi 12 variabel yang tercakup dalam 5 faktor marketing mix.
Faktor dengan total varian tertinggi merupakan faktor yang paling dominan.
Berdasarkan besarnya total varian, maka lima faktor yang dipertimbangkan
konsumen dalam keputusan pembelian susu formula balita dari yang paling
dominan adalah faktor iklan (total varian 20,79%), faktor tempat (total varian
11,42%), faktor promosi (total varian 9,88%), faktor kandungan gizi (total varian
9,34%), dan faktor produk (total varian 8,15%). Variabel volume kemasan dari
faktor produk tidak dimasukkan ke dalam faktor yang dipertimbangkan oleh
konsumen karena memiliki factor loading kurang dari 0,5 (0,408).
D. Pembuktian Hipotesis
1. Hipotesis Pertama
Hipotesis pertama menyebutkan bahwa faktor marketing mix (bauran
pemasaran) susu formula balita yaitu faktor produk, harga, tempat (distribusi),
dan promosi dipertimbangkan oleh konsumen. Sementara itu pada hasil
analisis menunjukkan bahwa terdapat 5 faktor yang dipertimbangkan
konsumen dalam keputusan pembelian susu formula balita, yang terdiri dari
faktor iklan (iklan di televisi, iklan di media cetak, gambar kemasan, warna
kemasan, dan jenis kemasan), tempat (ketersediaan susu formula balita,
penataan produk, kenyamanan pasar swalayan), promosi (pemberian hadiah),
kandungan gizi dan produk (harga dan rasa susu formula balita). Berdasarkan
hal tersebut maka berarti dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang pertama
diterima.
2. Hipotesis Kedua
Hipotesis kedua menyebutkan bahwa variabel yang dominan adalah
variabel merek dari faktor produk. Hasil analisis faktor menunjukkan bahwa
MSA untuk variabel merek kurang dari 0,5 (0,406), sehingga variabel merek
tidak dapat dianalisis lebih lanjut. Dari hasil analisis faktor dapat diketahui
bahwa variabel yang dominan adalah variabel gambar kemasan susu formula
balita (factor loading sebesar 0,764) dari faktor iklan (eigenvalue sebesar
3,119), dengan demikian hipotesis yang kedua ditolak.
E. Pembahasan
1. Faktor 1 (iklan)
Iklan merupakan faktor pertama yang dipertimbangkan konsumen
dalam membeli susu formula balita di pasar swalayan di Kota Yogyakarta.
Faktor iklan memiliki persentase total varian yang paling besar (20,79%) yang
artinya faktor ini merupakan faktor yang paling dipertimbangkan oleh
konsumen dalam membeli susu formula balita. Variabel-variabel yang
tercakup dalam faktor iklan adalah gambar kemasan, warna kemasan, iklan di
media cetak, jenis kemasan, dan iklan di TV. Pada faktor iklan, kemasan
(gambar dan warna) memegang peranan yang penting, dimana factor loading
untuk variabel gambar kemasan sebesar 0,764 dan factor loading untuk
variabel warna kemasan sebesar 0,692. Menurut Niappa (2007), kemasan
memiliki fungsi fisik, fungsi informasi dan fungsi penjualan. Gambar
kemasan, warna kemasan, dan jenis kemasan dinamai faktor iklan karena 3
variabel tersebut memiliki fungsi penjualan yang mampu membujuk
konsumen agar tertarik dan membeli produk. Sebagai sebuah pembujuk,
kemasan susu formula balita dituntut untuk tampil menarik secara visual di
hadapan konsumen. Gambar kemasan susu formula balita memiliki factor
loading yang tertinggi (0,764), yang artinya gambar kemasan merupakan
variabel yang paling berperan dari faktor iklan yang dipertimbangkan
konsumen dalam membeli susu formula balita.
Pirous (2007) mengemukakan bahwa keberhasilan pemasaran suatu
barang, tidak hanya ditentukan oleh mutu barang serta usaha promosi yang
dilakukan, tetapi juga dalam upaya yang sama oleh mutu dan penampilan
kemasan itu sendiri. Warna dan gambar kemasan adalah hal yang sangat
penting dalam komunikasi dengan konsumen. Grafis kemasan yang
diantaranya terdiri dari gambar dan warna harus dapat mengantarkan pesan
yang ingin disampaikan oleh produsen barang lewat kemasan yang diciptakan,
baik informasi mengenai isi maupun penjelasan mengenai cara pemakaian
produk tersebut. Lebih jauh, Suyanto (2005: 44) mengemukakan bahwa
kemasan harus menarik perhatian karena kemasan menggambarkan citra
merek.
Iklan susu formula balita di TV memiliki factor loading sebesar 0,512
dan iklan di media cetak memiliki faktor loading
sebesar 0,670. Iklan
memiliki peranan penting dalam proses pengambilan keputusan pembelian,
yaitu pada pencarian informasi. Menurut Kotler dan Susanto (2008: 252)
sumber informasi konsumen terdiri dari 4 kelompok, yaitu sumber komersial,
publik, pribadi, dan pengalaman. Konsumen menerima informasi mengenai
suatu produk paling banyak dari sumber komersial. Iklan termasuk dalam
sumber komersial. Sebagaimana diungkapan di depan bahwa 51 responden
dari 100 reponden memperoleh informasi mengenai susu formula balita dari
televisi dan media cetak (majalah, brosur, buku).
2. Faktor 2 (tempat)
Tempat merupakan faktor kedua yang dipertimbangkan konsumen
dalam membeli susu formula balita di pasar swalayan di Kota Yogyakarta.
Faktor tempat memiliki persentase total varian sebesar 11,42% yang artinya
faktor ini merupakan faktor yang dipertimbangkan oleh konsumen dalam
membeli susu formula balita. Faktor tempat terdiri dari variabel ketersediaan,
penataan produk, dan kenyamanan pasar swalayan. Faktor tempat menjadi
faktor yang dipertimbangkan oleh konsumen, karena terkait dengan kepuasan
yang diperoleh konsumen pada saat pembelian produk susu formula balita di
pasar swalayan.
Variabel yang paling (dominan) dipertimbangkan oleh konsumen dari
faktor pelayanan adalah ketersediaan susu formula balita di swalayan dengan
facor loading sebesar 0,788. Variabel ini paling dipertimbangkan oleh
konsumen karena konsumen tidak akan membeli susu formula balita di
swalayan yang tidak menyediakan merek susu formula balita yang diinginkan.
Dari kuisioner dapat diketahui bahwa 54 responden memilih membeli susu
formula balita di pasar swalayan karena ketersediaannya terjamin. Variabel
kedua yang dipertimbangkan konsumen dari faktor ini adalah penataan produk
(factor loading sebesar 0,606). Penataan produk dipertimbangkan oleh
konsumen terkait dengan kemudahan dalam mencari produk susu formula
balita pada rak-rak yang ada. Variabel ketiga yang dipertimbangkan konsumen
dari faktor ini adalah kenyamanan pasar swalayan (factor loading sebesar
0,528). Sebagian besar responden berpendapat bahwa pasar swalayan yang
nyaman adalah pasar swalayan yang bersih dan aman.
3. Faktor 3 (promosi)
Promosi merupakan faktor ketiga yang dipertimbangkan konsumen
dalam membeli susu formula balita di pasar swalayan di Kota Yogyakarta.
Faktor promosi memiliki persentase total varian sebesar 9,88%. Faktor
promosi terdiri dari variabel promosi pemberian hadiah. Dari hasil
pengamatan, dapat diketahui bahwa 11 merek dari 21 merek susu formula
balita yang dibeli responden di pasar swalayan di Kota Yogyakarta
memberikan promosi pemberian hadiah. Merek yang memberikan promosi
pemberian hadiah yaitu merek Dancow, SGM, Nutrilon, Curcuma, Sustagen,
Chil Mil, Indomilk Biokids, Bendera 123, Vitaplus, Vitalac, dan Anchor
Boneeto. Sebanyak 19% responden berpendapat bahwa promosi pemberian
hadiah pada susu formula balita sangat menarik, dan 41% berpendapat
menarik. Perusahaan susu formula balita biasanya memberikan hadiah yang
menarik bagi balita, misalnya Vitaplus memberikan hadiah tempat makan
dengan warna menarik dan gambar yang lucu, Bendera 123 memberikan
hadiah story book, Nutrilon memberikan hadiah tas bergambar kartun yang
disukai anak-anak, dan Vitalac memberikan hadiah tempat minum anak.
4. Faktor 4 (kandungan gizi)
Kandungan gizi merupakan faktor keempat yang dipertimbangkan
konsumen dalam membeli susu formula balita di pasar swalayan di Kota
Yogyakarta. Faktor kandungan gizi memiliki persentase total varian sebesar
9,34%. Kandungan gizi dipertimbangkan oleh konsumen karena gizi sangat
berguna bagi tumbuh kembang balita dan kebutuhan zat gizi balita berbeda
sesuai kelompok umur. Sebanyak 51% responden berpendapat bahwa
kandungan gizi susu formula balita yang biasa dikonsumsi balitanya sudah
lengkap. Menurut Kurniasih dan Solahuddin (2008), semua susu formula
untuk bayi yang beredar di pasaran memiliki kandungan gizi tertentu yang
sudah diupayakan mendekati komposisi ASI dengan kandungan sesuai standar
yang ditetapkan WHO sebagai badan kesehatan dunia.
5. Faktor 5 (produk)
Produk merupakan faktor kelima yang dipertimbangkan konsumen
dalam membeli susu formula balita di pasar swalayan di Kota Yogyakarta.
Faktor produk memiliki persentase total varian terkecil dibanding 4 faktor
yang lain yaitu sebesar 8,15%. Faktor produk terdiri dari variabel harga dan
rasa susu formula balita. Variabel pertama yang dipertimbangkan konsumen
dari faktor produk adalah harga susu formula balita (factor loading sebesar
0,713). Sebanyak 69% responden berpendapat bahwa harga susu formula
balita yang mereka beli adalah wajar. Faktor harga dipertimbangkan oleh
konsumen karena konsumen menyesuaikan antara pengeluaran dengan
pendapatan yang dimiliki, termasuk dalam pengeluaran untuk membeli susu
formula balita.
Variabel kedua yang dipertimbangkan konsumen dari faktor produk
adalah rasa susu formula balita (factor loading sebesar 0,512). Dari hasil
wawancara terdapat 6 rasa susu formula balita yang sering dibeli responden,
yaitu rasa cokelat, vanila, madu, strawbery, dan original, dimana 28 responden
memilih rasa cokelat, 22 responden memilih rasa madu, 22 responden memilih
rasa original, 4 responden memilih rasa strawbery dan 24 responden memilih
rasa vanila.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang telah dilakukan dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Hasil analisis faktor marketing mix yang dipertimbangkan konsumen dalam
membeli susu formula balita pada pasar swalayan di Kota Yogyakarta
menunjukkan persentase total varian sebanyak 59,58%. Hal ini berarti bahwa
konsumen dalam membuat keputusan pembelian susu formula balita 59,58%
mempertimbangkan faktor-faktor marketing mix yang diteliti, dan sisanya
sebanyak 48,42% mempertimbangkan faktor lain yang tidak tercakup dalam
variabel penelitian. Faktor-faktor marketing mix yang dipertimbangkan
konsumen dalam membeli susu formula balita di pasar swalayan di Kota
Yogyakarta dimulai dari faktor yang memberikan pengaruh paling besar
adalah: faktor iklan (eigenvalue sebesar 3,119), faktor tempat (eigenvalue
sebesar 1,713), faktor promosi (eigenvalue sebesar 1,481), faktor kandungan
gizi (eigenvalue sebesar 1,402), dan faktor produk (eigenvalue sebesar 1,222).
2. Variabel-variabel yang dominan dipertimbangkan konsumen dalam membeli
susu formula balita pada pasar swalayan di Kota Yogyakarta untuk faktor
iklan adalah variabel gambar kemasan (factor loading sebesar 0,764), faktor
tempat adalah variabel ketersediaan susu formula balita di pasar swalayan
(factor loading sebesar 0,788), faktor promosi adalah variabel pemberian
bonus isi (factor loading sebesar 0,725), faktor kandungan gizi adalah variabel
kandungan gizi (factor loading sebesar 0,764), dan faktor produk adalah
variabel harga susu formula balita (factor loading sebesar 0,713).
B. Saran
Saran yang dapat diajukan berdasarkan hasil penelitian dan analisis data
menggunakan analisis faktor adalah sebagai berikut :
1. Untuk faktor iklan dimana gambar kemasan sangat dominan dipertimbangkan
oleh konsumen dalam proses pembelian susu formula balita pada pasar
swalayan di Kota Yogyakarta, maka perusahaan susu formula balita
59
hendaknya meningkatkan keistimewaan kenampakan (visibility) kemasan,
dengan tidak melanggar ketentuan iklan susu formula balita dari BPOM
(Badan Pengawasan Obat dan Makanan).
2. Untuk faktor tempat, perusahaan hendaknya meningkatkan pelayanan melalui
penyediaan stok produk susu formula balita yang banyak meskipun hanya di
pasar swalayan yang kecil.
3. Untuk faktor promosi dengan variabel dominan promosi pemberian hadiah,
maka suatu perusahaan sebaiknya memberikan hadiah berupa barang yang
lebih menarik bagi balita, misalnya mainan dan memberikan promosi
potongan harga.
4. Untuk faktor kandungan gizi yang terdiri dari variabel kandungan gizi, maka
hendaknya perusahaan meningkatkan atau paling tidak mempertahankan
kualitas dan keanekaragaman gizi yang terkandung dalam susu formula balita,
dengan memperhatikan tingkat kebutuhan gizi dan umur sasaran.
5. Hasil analisis faktor marketing mix terhadap keputusan pembelian susu
formula balita pada pasar swalayan di Kota Yogyakarta menunjukkan
persentase total sebanyak 59,58%, yang berarti bahwa konsumen dalam
membuat
keputusan
pembelian
susu
formula
balita
59,58%
mempertimbangkan faktor-faktor marketing mix yang diteliti, sedangkan
sisanya sebesar 40,42% mempertimbangkan faktor lain yang tidak tercakup
dalam faktor marketing mix. Hasil tersebut memungkinkan diadakan
penelitian lanjut oleh peneliti lain dengan meneliti faktor lain di luar faktor
marketing mix.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. Supermarket. http://id.wikipedia.org. Diakses pada tanggal 21
Oktober 2009
Assauri, S. 1992. Manajemen Pemasaran: Dasar, Konsep, dan Strategi. Rajawali
Pers. Jakarta
Bonifatius, E. 2000. Faktor-faktor yang Dipertimbangkan Konsumen dalam
Keputusan Pembelian Buah Jeruk di Kotamadya Semarang. Skripsi S1.
Fakultas Pertanian UNS. Surakarta
Boyd, H. W., Orville C. Walker, dan Jean Claude Larreche. 2000. Manajemen
Pemasaran : Suatu Pendekatan Strategis dengan Orientasi Global.
(Diterjemahkan oleh Imam Nurmawan). Erlangga. Jakarta
BPS. 2005. SUSENAS Modul Konsumsi Kota Yogyakarta Tahun 2005. BPS Kota
Yogyakarta. Yogyakarta
____. 2005. Kota Yogyakarta dalam Angka Tahun 2004. BPS Kota Yogyakarta.
Yogyakarta
____. 2006. Kota Yogyakarta dalam Angka Tahun 2005. BPS Kota Yogyakarta.
Yogyakarta
____. 2007. Kota Yogyakarta dalam Angka Tahun 2006. BPS Kota Yogyakarta.
Yogyakarta
____. 2008. Kota Yogyakarta dalam Angka Tahun 2007. BPS Kota Yogyakarta.
Yogyakarta
____. 2009. Kota Yogyakarta dalam Angka Tahun 2008. BPS Kota Yogyakarta.
Yogyakarta
____. 2009. Kecamatan Danurejan dalam Angka Tahun 2008. BPS Kota
Yogyakarta. Yogyakarta
____. 2009. Kecamatan Gedongtengen dalam Angka Tahun 2008. BPS Kota
Yogyakarta. Yogyakarta
____. 2009. Kecamatan Gondokusuman dalam Angka Tahun 2008. BPS Kota
Yogyakarta. Yogyakarta
____. 2009. Kecamatan Gondomanan dalam Angka Tahun 2008. BPS Kota
Yogyakarta. Yogyakarta
____. 2009. Kecamatan Jetis dalam Angka Tahun 2008. BPS Kota Yogyakarta.
Yogyakarta
____. 2009. Kecamatan Kotagede dalam Angka Tahun 2008. BPS Kota
Yogyakarta. Yogyakarta
____. 2009. Kecamatan Kraton dalam Angka Tahun 2008. BPS Kota Yogyakarta.
Yogyakarta
____. 2009. Kecamatan Mantrijeron dalam Angka Tahun 2008. BPS Kota
Yogyakarta. Yogyakarta
____. 2009. Kecamatan Mergangsan dalam Angka Tahun 2008. BPS Kota
Yogyakarta. Yogyakarta
____. 2009. Kecamatan Ngampilan dalam Angka Tahun 2008. BPS Kota
Yogyakarta. Yogyakarta
____. 2009. Kecamatan Pakualaman dalam Angka Tahun 2008. BPS Kota
Yogyakarta. Yogyakarta
____. 2009. Kecamatan Tegalrejo dalam Angka Tahun 2008. BPS Kota
Yogyakarta. Yogyakarta
____. 2009. Kecamatan Umbulharjo dalam Angka Tahun 2008. BPS Kota
Yogyakarta. Yogyakarta
____. 2009. Kecamatan Wirobrajan dalam Angka Tahun 2008. BPS Kota
Yogyakarta. Yogyakarta
Churchill, G. 2005. Dasar-Dasar Riset Pemasaran Edisi 4 Jilid 2. (Diterjemahkan
oleh: Dwi Kartini Yahya). Erlangga. Jakarta
Damayanti, A. 2009. Analisis Faktor Marketing Mix Terhadap Keputusan
Pembelian Konsumen Minyak Goreng pada Pasar Swalayan di
Surakarta. Skripsi S1. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret.
Surakarta
Daniel, M. 2002. Pengantar Ekonomi Pertanian. Bumi Aksara. Jakarta
Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UKM. 2008. Jumlah Pasar
Swalayan dan Pasar Tradisional di Kota Yogyakarta. Disperindagkop
dan UKM Kota Yogyakarta. Yogyakarta
Engel, J. F., Roger D. Blackwell dan Paul W. Miniard. 1994. Perilaku Konsumen
Jilid 1. (Diterjemahkan oleh : Budiyanto). Binarupa Aksara. Jakarta.
Irianto, H. Analisis Faktor-faktor Marketing Mix yang Dipertimbangkan oleh
Konsumen dalam Membuat Keputusan Pembelian Susu Bubuk Formula
untuk Bayi di Kodya Surakarta. Tesis S2. Fakultas Ekonomi Universitas
Brawijaya. Malang
Kotler, P. 1999. Manajemen Pemasaran: Analisis, Perencanaan, Implementasi
dan Pengendalian Edisi Keenam Jilid 1. (Diterjemahkan oleh: Jaka
Wasana). Erlangga. Jakarta
Kotler, P. dan A. B. Susanto. 2008. Manajemen Pemasaran di Indonesia: Analisis
Perencanaan, Pengendalian dan Implementasi. Salemba Empat. Jakarta
Kurniasih D. dan Gazali Solahuddin. 2008. Susu Formula untuk Bayi.
http://www.tabloid-nakita.com. Diakses pada tanggal 12 Februari 2010
Lamb, W. C., Joseph F. Hair dan Carl M. 2000. Pemasaran Buku 1.
(Diterjemahkan oleh: David Octarevia). Salemba Empat Patria. Jakarta
Machfoedz, M. 2005. Pengantar Pemasaran Modern. UPP AMP YKPN.
Yogyakarta
Moser, M. 2006. United We Brand : Menciptakan Merek Kohesif yang Dilihat,
Didengar, dan Diingat. (Diterjemahkan oleh: Sri Isnani Husnayati).
Esensi
Mowen, John C. dan Michael Minor. 2002. Perilaku Konsumen Jilid I.
(Diterjemahkan oleh : Lina Salim). Erlangga. Jakarta
Nakita. 2006. Susu Formula untuk Bayi. http://www.tabloid_nakita.com. Diakses
pada tanggal 13 Desember 2009
Nasar, S. S., Aryono Hendarto dan Hindah J. Muaris. 2005. Makanan Bayi dan
Ibu Menyusui. PT. Gramedia Pustaka. Jakarta
Niappa,
A.
2007.
Mengapa
Kemasan
Perlu
Didesain?
http://niappa.wordpress.com. Diakses pada tanggal 21 Februari 2010
Nitisemito, A. S. 1993. Marketing. Ghalia Indonesia. Jakarta
Piogama. 2008. Susu Formula Balita Bagi Si Kecil yang Laris Terkenal atau yang
Mahal. http://piogama.ugm.ac.id. Diakses pada tanggal 22 Maret 2010
Pirous.
2007.
Desain
Grafis
pada
Kemasan.
http://desaingrafisindonesia.wordpress.com. Diakses pada tanggal 20
Februari 2010.
Prasetijo, R. dan John J. O. I. Ihalauw. 2005. Perilaku Konsumen. Penerbit Andi.
Yogyakarta
Rianse, U. dan Abdi. 2008. Metodologi Penelitian Sosial dan Ekonomi. Alfabeta.
Bandung
Setyani, Lita T. 2006. Analisis Perilaku Konsumen dalam Membeli Jeruk Medan
di Pasar Modern di Surakarta (Kasus di Hypermart Solo Grand Mall).
Skripsi S1 Fakultas Pertanian UNS. Surakarta
Simamora, B. 2005. Analisis Multivariat Pemasaran. PT. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta
Singarimbun, M. dan Effendi, S. 1995. Metode Penelitian Survai. LP3ES. Jakarta
Slamet, Y. 2006. Metode Penelitian Sosial. Sebelas Maret University Press.
Surakarta
Stanton, W. J. 1993. Prinsip Pemasaran Jilid 2. (Diterjemahkan oleh : Sadu
Sundaru). Erlangga. Jakarta
Susanto. 2006. Metode Penelitian Sosial. LPP UNS dan UNS Press. Surakarta
Suyanto, M. 2005. Strategi Perencanaan Iklan Televisi Perusahaan Top Dunia.
Andi Offset. Yogyakarta
Tasya, A. 2008. Indonesia dan ASI. http://aimi-asi.org. Diakses pada tanggal 21
November 2009
Tika, M. P. 2006. Metodologi Riset Bisnis. Bumi Aksara. Jakarta
Widjaya, E. 2008. Analisis Faktor Marketing Mix Terhadap Keputusan
Pembelian Konsumen Buah Jeruk pada Pasar Swalayan di Surakarta.
Skripsi S1. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Download