ANALISIS FAKTOR MARKETING MIX TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN SUSU FORMULA BALITA PADA PASAR SWALAYAN DI KOTA YOGYAKARTA Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jurusan/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis Oleh : NOVITA PRASETYAWATI H 0306082 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010 i HALAMAN PENGESAHAN ANALISIS FAKTOR MARKETING MIX TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN SUSU FORMULA BALITA PADA PASAR SWALAYAN DI KOTA YOGYAKARTA yang dipersiapkan dan disusun oleh Oleh : Novita Prasetyawati H 0306082 telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal : Dan dinyatakan telah memenuhi syarat Susunan Dewan Penguji Ketua Anggota I Anggota II Ir. Heru Irianto, MM. NIP : 19630514 199202 1 001 Ir. Sugiharti Mulya H., MP. NIP : 19650626 199003 2 001 Dr. Ir. Sri Marwanti, MS. NIP : 19590709 198303 2 001 Surakarta, April 2010 Mengetahui, Universitas Sebelas Maret Fakultas Pertanian Dekan Prof. Dr. Ir. H. Suntoro, MS. NIP. 19551217 198203 1 003 ii KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat, karunia, hidayah serta kemudahan-Nya sehingga penulis dapat melaksanakan penelitian dan menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan lancar. Skripsi yang berjudul Analisis Faktor Marketing Mix Terhadap Keputusan Pembelian Susu Formula Balita pada Pasar Swalayan di Kota Yogyakarta ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Univesitas Sebelas Maret Surakarta. Pelaksanaan penelitian serta penyusunan skripsi ini dapat terlaksana dengan lancar berkat dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Ir. Suntoro, MS selaku Dekan Fakultas Pertanian UNS Surakarta. 2. Bapak Ir. Agustono, MSi selaku Ketua Jurusan/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis Fakultas Pertanian UNS Surakarta. 3. Ibu Ir. Sugiharti Mulya Handayani, MP. selaku Ketua Komisi Sarjana Jurusan/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis Fakultas Pertanian UNS Surakarta sekaligus Pembimbing Pendamping. 4. Bapak Ir. Heru Irianto, MM. Pembimbing Utama yang telah memberikan pengarahan, nasehat, dan petunjuk selama proses belajar dan penyusunan skripsi di Fakultas Petanian. 5. Ibu Dr. Ir. Sri Marwanti, MS. selaku Dosen Penguji Tamu yang telah memberikan pengarahan, nasehat, dan petunjuk selama proses belajar dan penyusunan skripsi di Fakultas Petanian. 6. Bapak Ir. Suprapto selaku Pembimbing Akademik. 7. Seluruh Dosen Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan yang bermanfaat bagi penulis. 8. Seluruh Karyawan Fakultas Pertanian UNS Surakarta yang telah memberikan bantuan. 9. Orang tua tersayang : Bapak Supriyono dan Ibu Sri Hartini. iii 10. Big Sister Palupi Ekasari. 11. Yoga Rike Meysiana. 12. Andryana Damayanti, Roma, Caca, Yuli, Luthfia, Yuani, Uswah, Arif, Yeni, Pandan, Indah, Enur, Dhea, Devi, Leni, Lukman, Riska 13. Segenap pihak di Supermarket Progo, Pamella 5 Swalayan, Sang Surya Swalayan, Mirota dan Gardena. 14. Bapak Niko 15. Teman-teman Agrobisnis 2006 yang telah banyak membantu, baik secara langsung maupun tidak langsung. 16. Semua pihak yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu, terimakasih atas semua bantuannya. Penulis menyadari bahwa penulisan Skripsi ini jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan karya ilmiah ini. Akhir kata semoga Skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya. Surakarta, April 2010 Penulis iv DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL i HALAMAN PENGESAHAN ii KATA PENGANTAR iii DAFTAR ISI v DAFTAR TABEL vii DAFTAR GAMBAR ix DAFTAR LAMPIRAN x RINGKASAN xi SUMMARY xii I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Perumusan Masalah C. Tujuan Penelitian D. Kegunaan Penelitian 1 3 4 4 II. LANDASAN TEORI A. Penelitian Terdahulu B. Tinjauan Pustaka 1. Susu Formula Balita 2. Pemasaran 3. Bauran Pemasaran (Marketing Mix) 4. Perilaku Konsumen 5. Keputusan Pembelian 6. Pasar Swalayan C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah D. Pembatasan Masalah E. Asumsi F. Hipotesis G. Definisi Operasional 6 7 7 9 10 11 13 14 15 19 19 19 20 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian B. Metode Penentuan Sampel 1. Metode Penentuan Daerah dan Lokasi Penelitian 2. Metode Pengambilan Sampel C. Jenis dan Sumber Data D. Teknik Pengumpulan Data E. Metode Analisis Data 22 22 22 24 25 26 27 IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN v A. Keadaan Geografis B. Keadaan Penduduk 1. Pertumbuhan Penduduk 2. Keadaan Penduduk Menurut Jenis Kelamin 3. Keadaan Penduduk Menurut Umur 4. Keadaan Penduduk Menurut Pendidikan 5. Keadaan Penduduk Menurut Lapangan Usaha C. Keadaan Perekonomian 31 33 32 33 34 37 38 39 V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden 1. Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin 2. Karakteristik Responden Menurut Kelompok Umur 3. Karakteristik Responden Menurut Tingkat Pendidikan 4. Karakteristik Responden Menurut Mata Pencaharian 5. Karakteristik Respoden Menurut Pendapatan Rumah Tangga 6. Karakteristik Responden Menurut Jumlah Anggota Keluarga B. Konsumsi Susu Formula Balita C. Analisis Faktor-faktor Marketing Mix D. Pembuktian Hipotesis D. Pembahasan 41 41 41 42 43 43 44 44 47 53 54 VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran 58 58 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN vi DAFTAR TABEL Nomor Tabel 1. 1. Judul Halaman Jumlah Balita di Kota Yogyakarta Tahun 2006-2008 ....................... 2 Tabel 3. 1. Jumlah Pasar Swalayan di Kota Yogyakarta Tahun 2006-2008 ....... 22 Tabel 3. 2. Sampel Supermarket di Kota Yogyakarta Berdasarkan Pembagian Wilayah ........................................................................... 24 Tabel 3. 3. Jumlah Responden pada Masing-masing Supermarket ..................... 25 Tabel 4. 1. Pertumbuhan Penduduk Kota Yogyakarta Tahun 1971-2005 ........... 32 Tabel 4. 2. Jumlah Penduduk Kota Yogyakarta Menurut Jenis Kelamin dan Kepadatan Penduduk di Kota Yogyakarta Tahun 2008 .................... 33 Tabel 4. 3. Penduduk Kota Yogyakarta Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2008 ......................................................................... 35 Tabel 4. 4. Jumlah Penduduk Umur 5 Tahun Keatas Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan dan Jenis Kelamin di Kota Yogyakarta Tahun 2008 .................................................................... 37 Tabel 4. 5. Banyaknya Penduduk Umur 15 Tahun Keatas yang Bekerja Menurut Jenis Kelamin dan Lapangan Usaha ................................... 38 Tabel 4. 6. Banyak Pasar Swalayan dan Pasar Tradisional di Kota Yogyakarta Tahun 2006-2008 ........................................................... 39 Tabel 5. 1. Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin ............................. 41 Tabel 5. 2. Karakteristik Responden Menurut Umur .......................................... 41 Tabel 5. 3. Karakteristik Responden Menurut Tingkat Pendidikan .................... 42 Tabel 5. 4. Karakteristik Responden Menurut Mata Pencaharian ....................... 43 Tabel 5. 5. Karakteristik Responden Menurut Pendapatan Rumah Tangga........ 43 Tabel 5. 6. Karakteristik Responden Menurut Jumlah Anggota Keluarga.......... 44 Tabel 5. 7. Sebaran Susu Formula Balita yang Sering Dibeli Responden .......... 45 Tabel 5. 8. Sebaran Volume Kemasan Susu Formula Balita yang Sering Dibeli Konsumen ............................................................................... 46 Tabel 5. 9. Sebaran Susu Formula Balita yang Dikonsumsi Balita..................... 46 Tabel 5. 10. KMO (Kaiser Meyer Olkin) Measures of Sampling Adequacy and Bartlett's Test .............................................................................. 48 Tabel 5. 11. Hasil Perhitungan Analisis Faktor .................................................... 49 Tabel 5. 12. Communalities ................................................................................... 50 Tabel 5. 13. Angka Eigenvalue dan Proporsi Varians dari Tiap Faktor................ 51 Tabel 5. 14. Nilai Factor Loading untuk Tiap-tiap Variabel ................................ 52 vii DAFTAR GAMBAR Nomor Judul Gambar 1. Model Perilaku Konsumen Menurut Kotler Halaman 16 Gambar 2. Kerangka Pemikiran Pendekatan Masalah 18 viii DAFTAR LAMPIRAN Nomor Lampiran 1. Identitas Responden Judul Lampiran 2. Data Penilaian Konsumen terhadap Variabel Marketing Mix Lampiran 3. Data Pendukung Terkait Penggunaan Produk Lampiran 4. Hasil Analisis Faktor Lampiran 5. Kuisioner Penelitian Lampiran 6. Surat Izin Penelitian Lampiran 7. Peta Kota Yogyakarta Lampiran 8. Foto Susu Formula Balita di Lima Supermarket x RINGKASAN Novita Prasetyawati. H0306082. 2010. Analisis Faktor Marketing Mix Terhadap Keputusan Pembelian Susu Formula Balita Pada Pasar Swalayan Di Kota Yogyakarta. Di bawah bimbingan Ir. Heru Irianto, MM. dan Ir. Sugiharti Mulya Handayani, MP. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji faktor-faktor yang dipertimbangkan konsumen dalam membeli susu formula balita pada pasar swalayan di Kota Yogyakarta dan mengkaji variabel yang dominan dipertimbangkan konsumen dalam membeli susu formula balita pada pasar swalayan di Kota Yogyakarta. Metode dasar dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara purposive. Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah judgement sampling, dimana peneliti berada di tempat penelitian untuk melakukan penyebaran kuesioner ataupun wawancara. Jumlah sampel yang diambil adalah 100 orang pembeli (97 orang perempuan dan 3 orang laki-laki) yang didasarkan pada ukuran sampel untuk analisis faktor sedikitnya adalah 4 atau 5 kali jumlah variabel yang diteliti. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder dengan teknik pengumpulan data secara observasi, wawancara, dan pencatatan. Metode analisis data dengan menggunakan analisis faktor. Analisis faktor adalah suatu analisis yang digunakan untuk mereduksi, meringkas dari banyak variabel menjadi beberapa faktor. Analisis faktor menggunakan data yang berasal dari pendapat responden terhadap 15 variabel susu formula balita yang diamati. Hasil analisis faktor menunjukkan bahwa ada 5 faktor yang menjadi pertimbangan konsumen dalam membeli susu formula balita pada pasar swalayan di Kota Yogyakarta (Progo, Pamella 5 Swalayan, Sang Surya Swalayan, Mirota dan Gardena). Kelima faktor tersebut berdasarkan prioritasnya adalah faktor iklan (20,79%), faktor pelayanan (11,42), faktor promosi (9,88%), faktor produk (9,34%), dan faktor harga (8,15%). Variabel-variabel yang dominan dipertimbangkan konsumen dalam membeli susu formula balita pada pasar swalayan di Kota Yogyakarta untuk faktor iklan adalah variabel gambar kemasan (factor loading 0,764), faktor tempat adalah variabel ketersediaan susu formula balita di pasar swalayan (factor loading 0,788), faktor promosi adalah variabel pemberian bonus isi (factor loading 0,725), faktor kandungan gizi adalah variabel kandungan gizi (factor loading 0,764), dan faktor produk adalah variabel harga susu formula balita (factor loading 0,713). xi SUMMARY Novita Prasetyawati. H0306082. 2010. Analyse of Marketing Mix Factors to Powder Milk Formula for Infants Consumers Purchasing Decision in Swalayan Market in Yogyakarta City. Under Ir. Heru Irianto, MM. and Ir. Sugiharti Mulya Handayani, MP. as advisors. Agriculture Faculty of Sebelas Maret University, Surakarta. The aims of this research are to study the factors that is considered by consumers in buying powder milk formula for infants in swalayan market in Yogyakarta City, and to study the dominant variables which considered by the powder milk formula for infants consumers swalayan market in Yogyakarta City. The basic method of this research is used descriptive method. Location research selected by purposive method. Consumer’s sample method that used in this research is judgement sampling, with distributing quisioner or interview. The researcher takes 100 (97 women and 3 men) samples of buyer, based on the size of sample for analysis factors at least four or five times of total research variable. Data resources of this research are primary and secondary data. The data collected with the interview, observation, and record keeping. Data analysis used is factors analyse method. Factor analysis is an analysis that used to reduce, shorten from many variables become some factors. Factors analyse used data from the statement of responden to concerning the 15 powder milk formula for infants variables. The result of factor analysis indicates that there are five factors that become the consumers consideration in purchasing of powder milk formula for infants in swalayan market in Yogyakarta City. Based on the priority, the factors are advertisement factor (20,79%), service factor (11,42), promotion factor (9,88%), product factor (9,34%), and price factor (8,15%). While the most considered variable by consumers in buying powder milk formula for infants in swalayan market at Yogyakarta City from each factors are package design variable for advertisement factor (factor loading 0,764), availability in swalayan market variable for place factor (factor loading 0,788), gift giving variable for promotion factor (factor loading 0,725), nutrition content variable for nutrition content factor (factor loading 0,764), and price variable for product factor (factor loading 0,713). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi. Bayi harus diberikan ASI eksklusif untuk 6 bulan pertama. Namun karena beberapa hal, kadang para ibu tidak dapat memberikan ASI. Tasya (2008) mengemukakan alasan-alasan ibu tidak dapat memberikan ASI, diantaranya adalah rendahnya pengetahuan para ibu mengenai manfaat ASI dan cara menyusui yang benar, kurangnya pelayanan konseling laktasi dan dukungan dari petugas kesehatan, persepsipersepsi sosial-budaya yang menentang pemberian ASI, pemasaran agresif oleh perusahaan-perusahaan formula, dan yang paling utama adalah kondisi yang kurang memadai bagi para ibu yang bekerja. Menurut BPS Kota Yogyakarta (2009: 37, 41) di Kota Yogyakarta pada tahun 2008 terdapat 140.871 jiwa penduduk perempuan usia produktif (15-45 tahun). Rentang usia ini merupakan masa perempuan hamil dan menyusui pada umumnya, padahal 64,7%-nya yaitu sebanyak 91.154 jiwa wanita di Kota Yogyakarta merupakan wanita pekerja dengan waktu untuk memberikan ASI bagi bayinya yang terbatas. Karena alasan-alasan tersebut, sebagian besar ibu memberi susu formula balita sebagai pengganti ASI bagi bayinya. Susu formula balita merupakan salah satu produk yang dihasilkan oleh industri-industri pengolahan susu. Industri pengolahan susu menggunakan susu murni yang merupakan produk pertanian subsektor peternakan sebagai bahan baku. Industri pengolahan susu formula balita mempunyai peran yang strategis dalam upaya penyediaan kecukupan gizi bagi balita di Indonesia. Berdasarkan Susenas Kota Yogyakarta tahun 2005, rata-rata pengeluaran per kapita untuk sub golongan makanan telur dan susu di Kota Yogyakarta adalah sebesar Rp 15.799,00, dengan rata-rata persentase pengeluaran per kapita tiap bulan untuk produk susu secara umum sebesar 3,6% dan untuk susu formula balita sebesar 2,6%. Berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002, cakupan pemberian susu formula meningkat 3 kali 1 lipat dalam kurun waktu antara 1997 sebesar 10,8% menjadi 32,4% pada tahun 2002. Tabel 1. 1. Jumlah Balita di Kota Yogyakarta Tahun 2004-2008 Tahun 2004 2005 2006 2007 2008 Laki-laki 13.679 13.603 13.795 14.044 14.074 Jumlah Balita (jiwa) Perempuan 14.365 14.554 14.519 14.781 14.821 Total 28.044 28.157 28.314 28.825 28.895 Sumber : Baban Pusat Statistik Kota Yogyakarta Berdasarkan Tabel 1. 1. di atas, jumlah balita di Kota Yogyakarta tahun 2004-2008 hanya mengalami sedikit peningkatan, padahal saat ini banyak sekali merek susu formula balita yang beredar di pasaran. Hal tersebut menyebabkan semakin ketatnya persaingan bisnis perusahaan-perusahaan susu formula balita. Faktor bauran pemasaran yang terdiri atas produk, harga, saluran distribusi, dan promosi merupakan faktor penting dalam keputusan pembelian konsumen. Produsen susu formula balita harus mampu mengendalikan dan mengkoordinir empat elemen bauran pemasaran ini agar dapat mengetahui respon pasar sasaran yang diinginkan oleh perusahaan dan mempengaruhi reaksi para pembeli atau konsumen. Menurut Machfoedz (2005: 20), untuk berhasil, perusahaan harus bekerja lebih baik daripada pesaingnya dalam menciptakan kepuasan konsumen sasaran, karena itu strategi pemasaran harus disesuaikan dengan kebutuhan konsumen dan strategi pesaing. Perusahaan secara konstan membandingkan nilai kepuasan konsumen yang disampaikan melalui produk, harga, saluran dan promosi dengan nilai dan kepuasan yang dipenuhi oleh pesaing. Susu formula balita banyak dijual di pasar swalayan. Sebagian konsumen susu formula balita membeli susu formula balita di pasar swalayan, dan sebagian yang lain membeli di apotik atau toko. Kota Yogyakarta yang terdiri dari 14 kecamatan merupakan salah satu kota besar yang ada di Indonesia yang memiliki cukup banyak pasar swalayan. Perilaku konsumen menjadi masukan bagi pemasar produk susu formula balita untuk mengembangkan strategi pemasaran, maka perusahaan harus mempunyai strategi pemasaran yang mampu mempengaruhi konsumen yang menjadi target market-nya, sehingga penentuan segmentasi pasar, pemilihan pasar sasaran, dan kemudian positioning sebagai pedoman dari strategi bauran pemasaran menjadi penting untuk diperhatikan dengan baik. Hal inilah yang mendorong peneliti mengadakan suatu penelitian dengan judul ‘Analisis Faktor Marketing Mix terhadap Keputusan Pembelian Susu Formula Balita pada Pasar Swalayan di Kota Yogyakarta’. B. Perumusan Masalah Dewasa ini susu formula balita telah menjadi konsumsi pokok bagi sebagian balita di Indonesia tidak terkecuali di Kota Yogyakarta. Pembeli susu formula balita saat ini lebih selektif dalam memilih produk susu formula balita, karena semakin banyaknya merek, kandungan gizi, rasa, dan atribut produk susu formula balita lain yang ada di pasaran. Untuk memenangkan persaingan bisnis, produsen atau pemasar susu formula balita dituntut harus mampu memberikan kepuasan kepada konsumennya. Salah satu cara untuk memenuhi kepuasan konsumen adalah dengan cara mengidentifikasi faktorfaktor marketing mix (bauran pemasaran) yang terdiri dari produk, harga, promosi dan distribusi yang dipertimbangkan oleh konsumen dalam mengambil keputusan pembelian susu formula balita khususnya pada pasar swalayan di Kota Yogyakarta. Perusahaan sebaiknya mengetahui variabel-variabel yang dipertimbangkan konsumen pasar swalayan dalam mengambil keputusan pembelian susu formula balita. Pengetahuan tentang hal ini sangat diperlukan oleh produsen atau pemasar sebagai sumber informasi untuk menyusun strategi pemasaran yang tepat sehingga dapat menarik dan memberikan kepuasan bagi pelanggannya khususnya bagi konsumen susu formula balita di pasar swalayan di Kota Yogyakarta. Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Apa saja faktor bauran pemasaran (marketing mix) yang dipertimbangkan konsumen dalam membeli susu formula balita pada pasar swalayan di Kota Yogyakarta? 2. Variabel apakah yang paling berperan (dominan) pada setiap faktor bauran pemasaran (marketing mix) yang dipertimbangkan konsumen dalam membeli susu formula balita pada pasar swalayan di Kota Yogyakarta? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui faktor-faktor bauran pemasaran (marketing mix) yang dipertimbangkan konsumen dalam membeli susu formula balita pada pasar swalayan di Kota Yogyakarta. 2. Mengetahui variabel yang paling berperan (dominan) pada setiap faktor bauran pemasaran (marketing mix) yang dipertimbangkan konsumen dalam membeli susu formula balita pada pasar swalayan di Kota Yogyakarta. D. Kegunaan Penelitian 1. Bagi peneliti, penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Bagi produsen dan pemasar, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memberikan wawasan dan pertimbangan mengenai faktor marketing mix yang berpengaruh terhadap perilaku konsumen dalam keputusan pembelian sehingga dapat dijadikan dasar untuk menyusun strategi pemasaran. 3. Bagi akademisi dan peminat masalah pemasaran, penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi, wawasan, pengetahuan, referensi serta pembanding dalam penyusunan penelitian serupa. 4. Bagi konsumen, penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan memberi informasi dalam memilih susu formula balita formula balita di pasar swalayan, khususnya di Kota Yogyakarta. II. LANDASAN TEORI Penelitian Terdahulu Pada hasil penelitian Irianto (1997: 62), dengan judul Analisis Faktorfaktor Marketing Mix yang Dipertimbangkan oleh Konsumen dalam Membuat Keputusan Pembelian Susu Bubuk Formula untuk Bayi di Kodya Surakarta, konsumen dalam membuat keputusan pembelian susu formula 67,2% mempertimbangkan faktor-faktor marketing mix yang diteliti, dan sisanya 32,8% memperhatikan faktor lain yang tidak tercakup dalam variabel penelitian. Dengan menggunakan alat analisis faktor, ternyata dari 20 variabel yang dipelajari, diekstrak menjadi 6 faktor inti yang didasarkan atas eigenvalue lebih besar sama dengan 1,000. Dari 6 faktor inti tersebut kemudian dikelompokkan variabel-variabel berdasarkan faktor loading 0,500 yang dapat diurutkan berdasarkan dari total varian masing-masing faktor sebagai berikut : faktor produk dengan share terhadap pertimbangan keputusan sebesar 32,5%, faktor kemasan 9,7%, faktor promosi 7,4%, faktor distribusi di supermarket dan toko 6,6%, faktor distribusi di apotik dan toko obat 5,7% dan faktor harga 5,2%. Berdasarkan penelitian Widjaya (2008: 55), Analisis Faktor Marketing Mix Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen Buah Jeruk pada Pasar Swalayan di Surakarta, faktor-faktor yang dipertimbangkan konsumen dalam membeli buah jeruk pada pasar swalayan di Surakarta adalah rasa, warna, kandungan gizi, kebersihan kulit, ukuran, kesegaran, aroma, ketebalan daging buah, harga, promosi, kenyamanan, pelayanan, penataan, dan ketersediaan di pasar swalayan. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi 4 faktor inti yaitu faktor produk (22,89%), faktor tempat (15,60%), faktor harga (9,44%), dan faktor promosi (7,16%). Variabelvariabel yang dominan dipertimbangkan konsumen dalam membeli buah jeruk di pasar swalayan di Surakarta untuk tiap-tiap faktor adalah variabel rasa, variabel kenyamanan, variabel harga, dan variabel promosi. 6 Pada hasil penelitian Damayanti (2009: 69) dengan judul Analisis Faktor Marketing Mix terhadap Keputusan Pembelian Minyak Goreng pada Pasar Swalayan di Kota Surakarta, faktor-faktor yang dipertimbangkan konsumen dalam membeli minyak goreng di pasar swalayan di Kota Surakarta dimulai dari faktor yang memberikan pengaruh paling besar adalah : faktor produk, faktor tampilan produk, faktor tempat, faktor harga, faktor promosi dan faktor kemasan. Variabel-variabel yang dominan dipertimbangkan konsumen dalam membeli minyak goreng di pasar swalayan di Kota Surakarta untuk tiap-tiap faktor adalah : variabel keamanan minyak goreng, variabel kejernihan minyak goreng, variabel ketersediaan minyak goreng di pasar swalayan, variabel harga, variabel iklan minyak goreng di media dan variabel jenis kemasan. Berdasarkan hasil dari keempat penelitian tersebut dapat disimpulkan semua faktor yang tercakup dalam bauran pemasaran dipertimbangkan oleh konsumen dalam mengambil keputusan pembeliannya. Terdapat hubungan positif antara variabel-variabel dalam bauran pemasaran dengan keputusan pembelian konsumen. Proses pengambilan keputusan konsumen tersebut melalui beberapa tahap dimana nantinya konsumen akan mengevaluasi merek secara rinci dan komprehensif. Perusahaan perlu menganalisis hal tersebut untuk dapat menetapkan strategi pemasaran yang paling tepat dan menguntungkan baginya. Tinjauan Pustaka 1. Susu Formula Balita Sebenarnya, semua susu formula untuk bayi yang beredar di pasaran memiliki kandungan gizi tertentu yang diupayakan mendekati komposisi ASI dengan kandungan sesuai standar yang ditetapkan WHO sebagai badan kesehatan dunia. Selain itu, kadar kandungan gizinya pun disesuaikan dengan kemampuan pencernaan bayi, tidak boleh lebih tinggi ataupun lebih rendah. Kebutuhan zat gizi bayi berbeda sesuai kelompok usia. Kandungan gizi susu formula untuk bayi di bawah 6 bulan lebih spesial karena secara alami usus bayi belum mampu mencerna nutrien susu dengan baik. Masih rentannya bayi dalam kelompok usia ini membuat susu yang dikonsumsinya pun dibagi lagi secara spesifik. Di antaranya susu untuk bayi yang lahir cukup umur, susu untuk bayi yang lahir kurang umur ataupun yang lahir cukup umur namun dengan berat badan lahir rendah (BBLR). Untuk bayi 6 bulan ke bawah yang lahir kurang bulan atau cukup bulan tapi dengan BBLR, komposisi nutriennya diformulasikan lebih rendah dari susu formula untuk bayi enam bulan ke bawah yang cukup umur. Pembedaan ini dimaksudkan untuk menyesuaikan kondisi bayi yang daya serapnya terhadap nutrien masih belum optimal, terutama ginjalnya (Nakita, 2006). Pemberian susu formula diindikasikan untuk bayi yang karena sesuatu hal tidak mendapat ASI atau sebagai tambahan bila ASI jumlahnya tidak mencukupi. Penggunaan susu formula balita ini sebaiknya dengan meminta nasihat petugas kesehatan yang berkompeten agar penggunaannya tepat. Secara umum, susu formula dapat dikelompokkan menjadi : 1. Susu formula awal, yaitu susu formula untuk bayi umur 0-6 bulan 2. Susu formula lanjutan yaitu untuk bayi berumur 6-12 bulan 3. Susu formula growing up untuk anak berusia di atas 1 tahun 4. Susu formula khusus, antara lain susu formula premature, susu rendah atau bebas laktosa, susu formula kedelai, susu formula hipoalergenik dan lain-lain (Nasar, et al., 2005: 12). Pemilihan susu formula balita bagi anak harus dilakukan secara cermat dan teliti. Prinsip pemilihan susu yang tepat dan baik untuk anak adalah susu yang sesuai dan bisa diterima sistem tubuh anak. Pertimbangan utama pemilihan susu bukan terletak pada susu apa yang disukai anak. Meskipun susu tersebut disukai anak, tetapi bila menimbulkan banyak gangguan fungsi dan sistem tubuh maka akan menimbulkan banyak masalah kesehatan bagi anak. Apapun merek susu formula balita sesuai usia anak selama tidak menimbulkan gangguan fungsi tubuh adalah susu yang terbaik untuk anak. Susu formula yang baik harus tidak menimbulkan gangguan saluran pencernaan seperti diare, muntah, atau kesulitan buang air besar serta gangguan lain seperti batuk, sesak nafas, gangguan kulit dan lainnya. Penerimaan tubuh setiap anak terhadap susu sangat berbeda Gangguan akibat ketidakcocokan susu formula balita bisa timbul karena reaksi cepat atau timbulnya gejala kurang dari 8 jam (Piogama, 2008). 2. Pemasaran Pemasaran adalah suatu proses sosial yang melibatkan kegiatankegiatan penting yang memungkinkan individu dan perusahaan mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui pertukaran dengan pihak lain dan untuk mengembangkan hubungan pertukaran. Kondisi yang diperlukan untuk pertukaran hanya dapat dipenuhi apabila kedua pihak atau beberapa spesialis pertukaran sukses melakukan beberapa pekerjaan. Ini mencakup pengidentifikasian calon mitra, pertukaran, pengembangan tawaran, pengkomunikasian informasi, pengiriman produk dan pengumpulan pembayaran (Boyd, et al., 2000: 4-5). Pemasaran adalah semua kegiatan yang bertujuan untuk memperlancar arus barang atau jasa dari produsen ke konsumen secara paling efisien dengan maksud untuk menciptakan permintaan efektif. Meskipun demikian setiap kegiatan tersebut harus dilakukan secara efisien sehingga secara ekonomis akan dapat dipertanggungjawabkan. Dengan demikian program peningkatan iklan yang dapat meningkatkan omzet penjualan bilamana kegiatan ini tidak menambah keuntungan atau tambahnya keuntungan tidak seimbang dengan jumlah biaya yang telah dikeluarkan karena iklan-iklan yang dijalankan tersebut kurang menemui sasaran, maka kegiatan ini merupakan kegiatan yang tidak efisien (Nitisemito, 1993: 13) Pemasaran adalah semua kegiatan manusia yang dilakukan dalam hubungannya dengan pasar. Pemasaran berarti bekerja dengan pasar guna mewujudkan pertukaran potensial untuk kepentingan memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia. Jika satu pihak lebih aktif dalam mengusahakan terjadinya pertukaran dibandingkan pihak lainnya, pihak pertama dinamakan pihak pemasar dan pihak kedua sebagai prospek (calon pembeli). Pemasar adalah seseorang yang mencari sumber daya dari orang lain dan bersedia menawarkan sesuatu yang bernilai sebagai imbalannya. Pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial dengan mana perorangan atau kelompok memperoleh yang mereka butuhkan dan yang mereka inginkan melalui pembuatan dan pertukaran produk dan nilai dengan pihak lain (Kotler, 1999: 12-13). 3. Bauran Pemasaran (Marketing mix) Perpaduan empat elemen pokok yang mencakup program pemasaran perusahaan disebut bauran pemasaran. Bauran pemasaran ialah rangkaian sarana pemasaran taktis terpadu yang dapat dikendalikan (produk, harga, tempat, dan promosi) untuk mengetahui respon pasar sasaran yang diinginkan oleh perusahaan. Desain, implementasi, dan evaluasi bauran pemasaran mencakup berbagai upaya pemasaran. Empat elemen bauran pemasaran adalah : a. Produk Mengelola bahan produk meliputi perencanaan dan pengembangan barang dan atau jasa dengan baik untuk dipasarkan oleh perusahaan. Strategi diperlukan untuk mengubah produk yang ada dengan menambahkannya dengan yang baru, dan melakukan upaya untuk penganekaragaman produk yang dihasilkan. Keputusan strategis juga diperlukan berkenaan dengan merek, kemasan, dan berbagai ciri produk. b. Harga Manajemen harus menetapkan harga pokok yang tepat untuk produk. Selanjutnya, manajemen juga harus menetapkan strategi yang berhubungan dengan diskon, harga transport, dan banyak lagi harga yang berhubungan dengan berbagai faktor. c. Distribusi Meskipun perantara pemasaran, terutama grosir dan pengecer, merupakan faktor lingkungan yang tidak mudah dikendalikan, eksekutif harus bersikap leluasa ketika bekerja dengan mereka. Tugas manajemen adalah menyeleksi dan mengelola saluran perdagangan agar produk dapat sampai kepada pasar yang sesuai pada waktu yang tepat, dan mengembangkan sistem distribusi untuk menangani dan mengirim produk secara fisik melalui saluran tersebut. d. Promosi Manajemen perlu menginformasikan dan menyampaikan persuasi kepada pasar tentang produk perushaan. Periklanan, personal selling, promosi penjualan, dan publikasi merupakan aktivitas promosi secara luas. (Machfoedz, 2005: 17-18) Marketing Mix (bauran pemasaran) merupakan kombinasi variabel atau kegiatan yang merupakan inti dari sistem pemasaran, variabel mana yang dapat dikendalikan oleh perusahaan untuk mempengaruhi reaksi para pembeli atau konsumen. Jadi marketing mix terdiri dari himpunan variabel yang dapat dikendalikan dan digunakan oleh perusahaan untuk mempengaruhi tanggapan konsumen dalam pasar sasarannya. Perusahaan tidak hanya sekedar memiliki kombinasi kegiatan yang terbaik saja, akan tetapi dapat mengkoordinir berbagai variabel marketing mix tersebut, untuk melaksanakan program pemasaran yang efektif. Variabel marketing mix (bauran pemasaran) tersebut yaitu produk, harga, distribusi, dan promosi (Assauri, 1992: 180-181). 4. Perilaku Konsumen Perilaku konsumen merupakan proses seorang pelanggan dalam membuat keputusan membeli, juga untuk menggunakan dan membuang barang-barang dan jasa yang dibeli, juga termasuk faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian dan penggunaan produk. Perilaku konsumen menggambarkan bagaimana konsumen membuat keputusankeputusan pembelian dan bagaimana menggunakan dan mengatur pembelian barang atau jasa (Lamb, et al., 2000: 188). Perilaku konsumen terdiri dari semua tindakan konsumen untuk memperoleh, menggunakan dan membuang barang atau jasa. Beberapa perilaku konsumen adalah: membeli sebuah produk atau jasa, memberikan informasi dari mulut ke mulut tentang sebuah produk atau jasa kepada orang lain, membuang sebuah produk, dan mengumpulkan informasi sebelum melakukan pembelian. Sebelum bertindak, seseorang seringkali mengembangkan keinginan berperilaku berdasarkan kemungkinan tindakan yang dilakukan. Keinginan berperilaku dapat didefinisikan sebagai keinginan untuk berperilaku menurut cara tertentu dalam rangka memiliki, membuang, dan menggunakan produk atau jasa (Mowen dan Michael, 2002: 322) Perilaku membeli oleh konsumen sangat dipengaruhi oleh faktorfaktor kebudayaan, sosial, pribadi dan psikologis. a. Faktor Kebudayaan Faktor-faktor kebudayaan berpengaruh luas dan mendalam perilaku konsumen. Kebudayaan adalah faktor penentu keinginan dan perilaku seseorang yang paling mendasar. b. Faktor Sosial Perilaku seseorang juga dipengaruhi faktor-faktor sosial seperti kelompok referensi keluarga, status dan peranan sosial. c. Faktor Pribadi Keputusan seorang pembeli dipengaruhi oleh ciri-ciri kepribadiannya, termasuk usia dan daur hidupnya, pekerjaan, kondisi ekonomi, gaya hidup, kepribadian dan konsep diri d. Faktor Psikologis Pilihan membeli seseorang dipengaruhi oleh empat faktor psikologis utama yaitu motivasi, persepsi, belajar, serta kepercayaan dan sikap. (Kotler, 1999: 231-245). 5. Keputusan Pembelian Proses pengambilan keputusan konsumen tidak bisa terjadi dengan sendirinya, sebaliknya masalah kebudayaan, sosial, individu, dan psikologis secara kuat mempengaruhi proses keputusan tersebut. Mereka memiliki pengaruh dari waktu konsumen menerima rangsangan melalui perilaku pasca pembelian. Faktor budaya yang termasuk di dalamnya adalah budaya dan nilai, sub-budaya dan kelas sosial, secara luas mempengaruhi pengambilan keputusan konsumen. Faktor sosial menunjukkan interaksi sosial antara konsumen dan mempengaruhi sekelompok orang. Faktor individu termasuk jenis kelamin, umur, keluarga dan daur hidup keluarga, pribadi, konsep hidup serta gaya hidup adalah unik pada setiap individu dan memerankan aturan utama pada produk dan jasa yang diinginkan konsumen. Faktor psikologis menentukan bagaimana menerima dan berinteraksi dengan lingkungannya dan pengaruh pada keputusan yang akan diambil oleh konsumen yang di dalamnya terdiri dari persepsi, motivasi, pembelajaran, keyakinan dan sikap (Lamb, et al., 2000: 201). Tahapan untuk mencapai keputusan membeli dilakukan oleh konsumen melalui beberapa tahapan yang meliputi mengenali kebutuhan, evaluasi alternatif, keputusan membeli, dan perilaku setelah pembelian. Proses pembelian bermula jauh sebelum seseorang membeli suatu produk dan berlangsung lama sesudahnya. Ini mendorong produsen atau pemasar untuk berfokus pada seluruh proses pembelian daripada sekedar pada proses pembelian (Machfoedz, 2005: 44) Keputusan seorang konsumen untuk mengubah, menangguhkan, atau membatalkan keputusan membeli banyak dipengaruhi oleh pandangan resiko seseorang. Banyak pembelian yang melibatkan resiko yang akan ditanggungnya. Para konsumen sama sekali tidak memperoleh kepastian akibat dari pembelian yang akan dilakukannya. Hal ini menyebabkan tingkat kecemasan tertentu pada pembeli. Besar kecilnya resiko yang ditanggapi seseorang adalah berbeda-beda sesuai dengan besar uang yang dibelanjakan, banyak ciri yang tidak pasti, dan tingkat kepercayaan diri konsumen. Seorang konsumen mengembangkan kebiasaan tertentu untuk mengurangi resiko, seperti membatalkan keputusan, menghimpun informasi dari teman-teman, dan memilih sebuah merek nasional dan ada jaminan. Pemasar harus memahami faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya perasaan negatif dalam diri konsumen dan menyediakan informasi dan pendukung lainnya yang akan mengurangi perasaan ini (Kotler, 1999: 267). 6. Pasar Swalayan Supermarket adalah toko besar dengan pelayanan swalayan yang menjual berbagai macam produk baik berupa makanan, minuman, maupun produk-produk lain. Metode eceran supermarket selain menjual secara eceran produk sebagai tersebut di atas, juga diterapkan pada penjualan bahan bangunan, produk perkantoran dan grosir. Untuk menarik lebih banyak konsumen, supermarket berupaya meningkatkan fasilitas dan pelayanan, seperti lokasi yang lebih strategis, desain ruangan yang lebih nyaman, waktu belanja yang lebih lama, jumlah kasir yang memadai, dan pengiriman barang (Machfoedz, 2005: 163). Supermarket adalah sebuah toko yang menjual segala kebutuhan sehari-hari. Barang barang yang dijual di supermarket biasanya adalah barang barang kebutuhan sehari-hari. Selain supermarket dikenal pula minimarket, dan hypermarket. Perbedaan istilah minimarket, supermarket dan hypermarket adalah di format, ukuran dan fasilitas yang diberikan. Contohnya : a. minimarket berukuran kecil (100 m2 sampai 999 m2) b. supermarket berukuran sedang (1.000 m2 sampai 4.999 m2) c. hypermarket berukuran besar (5.000 m2 ke atas) Sebuah minimarket sebenarnya adalah semacam ”toko kelontong” atau yang menjual segala macam barang dan makanan, namun tidak selengkap dan sebesar sebuah supermarket. Berbeda dengan toko kelontong, minimarket menerapkan sistem swalayan, dimana pembeli mengambil sendiri barang yang ia butuhkan dari rak-rak dagangan dan membayarnya di kasir. Sistem ini juga membantu agar pembeli tidak berhutang. Hypermarket adalah supermarket yang besar termasuk lahan parkirnya (Anonim, 2009). Kerangka Teori Pendekatan Masalah Globalisasi menyebabkan terjadinya persaingan yang ketat antara pemasar produk yang sama. Salah satu produk yang memiliki banyak pesaing adalah susu formula balita. Terdapat berbagai merek susu formula balita dengan segala keunggulannya yang dipasarkan di pasar swalayan di Kota Yogyakarta. Untuk memenangkan persaingan, perusahaan susu formula balita perlu menetapkan strategi pemasaran yang tepat. Salah satu cara untuk memahami kepuasan konsumen adalah dengan cara mengidentifikasikan variabel-variabel dalam faktor-faktor bauran pemasaran (marketing mix) yang dipertimbangkan oleh konsumen dalam pengambilan keputusan pembelian susu formula balita khususnya pada pasar swalayan di Kota Yogyakarta. Perpaduan empat elemen pokok yang mencakup program pemasaran perusahaan disebut bauran pemasaran (marketing mix). Bauran pemasaran ialah rangkaian sarana pemasaran taktis terpadu yang dapat dikendalikan (produk, harga, tempat, dan promosi) untuk mengetahui respon pasar sasaran yang diinginkan oleh perusahaan (Machfoedz, 2005: 17). Himpunan variabel dari faktor produk susu formula balita terdiri dari merek (brand), rasa, jenis kemasan, gambar kemasan, warna kemasan, kandungan gizi, dan volume kemasan. Faktor harga terdiri dari variabel harga produk susu formula balita tersebut. Himpunan variabel promosi terdiri dari variabel promosi pemberian bonus isi, promosi pemberian hadiah, iklan di media cetak dan iklan di televisi. Sedangkan himpunan variabel tempat atau distribusi terdiri dari variabel ketersediaan susu formula balita di pasar swalayan, penataan produk susu formula balita (display), dan kenyamanan di pasar swalayan. Dengan memilah pasar dalam kelompok-kelompok konsumen yang berbeda kebutuhan, sifat, atau perilaku yang memerlukan pemilahan produk atau bauran pemasaran perusahaan dapat melakukan segmentasi pasar yang untuk selanjutnya dapat menentukan target pasar yang dituju. Konsumen harus memperoleh informasi mengenai produk yang akan dibelinya sehingga kebutuhannya dapat tercukupi dengan harga yang terjangkau. Konsumen juga berusaha mencari alternatif pilihan produk yang lain yang lebih menguntungkan baginya. Perilaku konsumen pasca pembelian sangat penting bagi perusahaan. Perilaku konsumen dapat mempengaruhi ucapan-ucapan mereka kepada pihak lain tentang produk perusahaan. Bagi semua perusahaan, baik yang menjual produk maupun jasa, perilaku konsumen pasca pembelian, akan menentukan minat konsumen untuk membeli lagi produk perusahaan tersebut. Ada kemungkinan konsumen tidak akan membeli produk perusahaan lagi setelah merasakan ketidaksesuaian kualitas produk yang didapatkan dengan keinginan atau apa yang digambarkan sebelumnya. Kotler (1999: 230) mengemukakan model stimulus-respon perilaku konsumen, dimana dalam proses keputusan pembeliannya, konsumen memperhatikan rangsangan pemasaran, yaitu faktor produk, harga, tempat, dan promosi, yang dapat digambarkan sebagai berikut : Rangsangan dari Luar Pemasaran Lingkungan Produk Ekonomi Harga Teknologi Tempat Politik Promosi Budaya Kotak Hitam Konsumen Ciri-ciri Proses Keputusan pembeli Pembelian Pengenalan Masalah ↓ Pencarian Informasi Budaya ↓ Sosial Perorangan Evaluasi Psikologis ↓ Keputusan Membeli Pemilihan Produk Pemilihan Merek Pemilihan Penyalur Waktu Pembelian Jumlah Pembelian Keputusan ↓ Perilaku Purna beli Gambar 2. 1. Model Perilaku Pembeli Menurut Kotler Menurut Hair et al. dalam Bonifatius (2000: 15), untuk mengidentifikasikan struktur dari hubungan antar variabel dan menguji korelasi antar variabel dari faktor marketing mix tersebut dilakukan dengan menggunakan analisis faktor. Analisis faktor adalah nama generik dari metode statistik multivariat yang tujuannya adalah untuk mendefinisikan struktur mendasar pada matriks data. Analisis faktor yang digunakan memakai data yang berasal dari pendapat responden terhadap atribut-atribut susu formula balita. Dalam analisis faktor, variabel-variabel tidak diklasifikasikan sebagai variabel dependen atau independen. Sasaran dari analisis faktor adalah untuk memadatkan variabel-variabel penelitian (yang jumlahnya lebih banyak) ke dalam sejumlah faktor (yang jumlahnya lebih sedikit). Setiap faktor dianggap mewakili beberapa variabel yang dikombinasikan secara linier. Faktor umum merupakan bauran pemasaran (marketing mix) dan variabel-variabel yang diteliti adalah merek susu formula balita (X1), rasa susu formula balita (X2), jenis kemasan (X3), gambar kemasan (X4), warna kemasan (X5), kandungan gizi (X6), volume kemasan (X7), harga (X8), promosi pemberian bonus isi (X9), promosi pemberian hadiah (X10), iklan susu formula balita di televisi (X11), iklan susu formula balita di media cetak (X12), ketersediaan susu formula balita di pasar swalayan (X13), penataan (display) susu formula balita di pasar swalayan (X14), dan kenyamanan pasar swalayan (X15). Dalam metode analisis faktor, untuk menentukan sekelompok variabel layak sebagai faktor digunakan kriteria berdasarkan eigenvalue yaitu yang lebih besar dari satu. Sedangkan sumbangan masing-masing faktor terhadap pertimbangan keputusan pembelian dilihat dari nilai total varian masingmasing faktor. Untuk melihat peran masing-masing variabel dalam suatu faktor dilihat dari besarnya factor loading variabel yang bersangkutan (Hair et al. dalam Bonifatius, 2000: 17). Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dibuat skema kerangka pemikiran pendekatan masalah sebagai berikut : Perusahaan Lingkungan sosial, budaya, ekonomi, teknologi, dan politik Susu Formula Balita Faktor bauran pemasaran (susu formula balita) : 1. Produk (product) a. Merek (brand) susu formula balita b. Rasa susu formula balita c. Jenis kemasan d. Gambar kemasan e. Warna kemasan f. Kandungan Gizi g. Volume kemasan 2. Harga (price) susu formula balita 3. Promosi (promotion) a. Promosi Pemberian bonus isi b. Promosi pemberian hadiah c. Iklan di televisi d. Iklan di media cetak 4. Tempat (place) a. Ketersediaan di swalayan b. Penataan produk (display) c. Kenyamanan di swalayan Proses Pengambilan Keputusan Pembelian: Pengenalan Kebutuhan Pencarian Informasi Evaluasi Alternatif Keputusan Konsumen dalam Membeli Susu Formula Balita Perilaku Konsumen Karakteristik = Variabel yang tidak dianalisis Gambar 2. 2. Kerangka Pemikiran Pendekatan Masalah Pembatasan Masalah Dalam penelitian ini, yang dikaji adalah faktor marketing mix terhadap keputusan pembelian konsumen susu formula balita pada pasar swalayan di Kota Yogyakarta. Faktor-faktor yang dipertimbangkan konsumen dalam membeli susu formula balita tercakup dalam marketing mix yaitu produk, harga, promosi, dan tempat. Responden adalah konsumen akhir yaitu konsumen penduduk Kota Yogyakarta yang membeli susu formula balita untuk konsumsi sendiri atau rumah tangga dimana pembelian dilakukan pada pasar swalayan di Kota Yogyakarta. Jenis pasar swalayan yang diamati adalah supermarket. Asumsi Pembeli (konsumen) susu formula balita di pasar swalayan di Kota Yogyakarta merupakan pengambil keputusan dalam pembelian susu formula balita yang mewakili rumah tangga. Jumlah balita di tiap kecamatan di Kota Yogyakarta berbanding lurus dengan jumlah pembelian susu formula balita oleh konsumen di pasar swalayan masing-masing kecamatan. Konsumen susu formula balita di suatu wilayah, membeli susu formula balita di supermarket sampel di wilayah tersebut. Hipotesis Diduga faktor marketing mix (bauran pemasaran) susu formula balita yaitu faktor produk, harga, tempat, dan promosi dipertimbangkan oleh konsumen. Diduga variabel yang dominan adalah variabel merek dari faktor produk. Definisi Operasional 1. Marketing mix adalah kumpulan dari variabelvariabel pemasaran yang terdiri atas produk (product), harga (price), tempat (place) dan promosi (promotion) yang dapat dikendalikan pemasar untuk merespon yang diinginkan pasar. Dalam hal ini variabel yang diteliti adalah merek, rasa susu, jenis kemasan, gambar kemasan, warna kemasan, kandungan gizi, volume kemasan, harga, promosi pemberian bonus isi, promosi pemberian hadiah, iklan susu formula balita di televisi, iklan susu formula balita di media cetak, ketersediaan susu formula balita di pasar swalayan, penataan (display) susu formula balita di pasar swalayan, dan kenyamanan pasar swalayan. 2. Susu formula balita adalah susu formula yang dikonsumsi oleh anak berusia di bawah lima tahun. 3. Merek (brand) adalah tanda atau simbol yang memberikan identitas pada produk susu formula balita yang dapat berupa kata-kata, gambar atau kombinasinya. Merek susu formula balita yang berada di pasar swalayan di Kota Yogyakarta diantaranya : Nutrilon, Enfagrow, SGM, Vitalac, Dancow, Pediasure, Indomilk Biokids, Chil Mil, Curcuma, Bebelac, Anchor Boneeto, Procal, Sustagen, Similac, Prestine, Vitaplus dan lainnya. 4. Rasa susu formula balita adalah sensasi yang diterima alat pengecap setelah mengkonsumsi susu formula balita. Rasa susu formula balita yang dijual di pasar swalayan di Kota Yogyakarta diantaranya madu, original, strawberry, cokelat, kedelai, dan vanila. 5. Jenis kemasan adalah jenis pelindung dari susu formula balita. Jenis kemasan dari susu formula balita yang ada di pasar swalayan di Kota Yogyakarta yaitu kardus dan kaleng. 6. Gambar kemasan adalah serangkaian makna atau kesan konsumen terhadap gambar yang ada pada kemasan susu formula balita. 7. Warna kemasan adalah serangkaian makna atau kesan konsumen terhadap warna kemasan susu formula balita. 8. Kandungan gizi susu formula balita adalah lemak, karbohidrat, protein AA, DHA, lactoferin, prebiotik, FOS, GOS, lysin, linoleat, kolin, SA, EyQ, dan senyawa organik lain yang terkandung dalam susu formula balita. 9. Volume kemasan adalah serangkaian makna atau kesan konsumen terhadap besar kecilnya kemasan yang berdasarkan volume susu formula balita. Volume susu formula balita yang berada di pasar swalayan di Kota Yogyakarta umumnya terdiri dari ukuran 120 gram, 150 gram, 180 gram, 200 gram, 300 gram, 350 gram, 400 gram, 500 gram, 600 gram, 700 gram, 750 gram, 800 gram dan 900 gram. 10. Harga adalah nilai produk susu formula balita yang diukur dengan sejumlah uang dimana berdasarkan nilai tersebut seseorang/perusahaan bersedia melepaskan barang/jasa yang dimiliki kepada pihak lain. 11. Promosi adalah suatu upaya persuasi satu arah yang dibuat untuk mengarahkan seseorang atau organisasi kepada tindakan yang menciptakan pertukaran dalam pemasaran. Variabel promosi yang diamati pada penelitian ini meliputi promosi pemberian bonus isi, promosi pemberian hadiah, iklan susu formula balita di televisi, dan iklan susu formula balita di media cetak. 12. Ketersediaan di pasar swalayan adalah serangkaian makna atau kesan konsumen terhadap kemudahan untuk mendapatkan susu formula balita di pasar swalayan serta jumlah produk yang tersedia di pasar swalayan setiap saat apabila konsumen membutuhkan. 13. Penataan produk (display) adalah serangkaian makna atau kesan konsumen terhadap tata letak produk susu formula balita di pasar swalayan. 14. Kenyamanan di pasar swalayan adalah serangkaian makna atau kesan konsumen terhadap tingkat kenyamanan yang didapat oleh pembeli selama berada di pasar swalayan yang menjual susu formula balita. 15. Pasar swalayan adalah pasar modern yang pelayanannya dilakukan sendiri oleh konsumen/pembeli (self service). III. METODOLOGI PENELITIAN E. Metode Dasar Penelitian Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif yaitu metode yang melukiskan secara sistematis variabel demi variabel, satu demi satu secara aktual dan cermat (Daniel, 2002: 113). Penelitian deskriptif yang digunakan adalah metode survei. Metode survei yaitu penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok (Singarimbun dan Effendi, 1995: 3). F. Metode Penentuan Sampel 1. Metode Penentuan Daerah dan Lokasi Penelitian Daerah penelitian ditentukan secara purposive (sengaja) yaitu di Kota Yogyakarta dengan pertimbangan bahwa Kota Yogyakarta merupakan kota yang pariwisata, pendidikan dan pusat pertumbuhanya berkembang sehingga memberikan peluang besar bagi wanita untuk bekerja di luar rumah. Populasi dalam penelitian ini adalah konsumen yang membeli susu formula balita pada pasar swalayan di Kota Yogyakarta. Penelitian ini dilaksanakan di pasar swalayan di Kota Yogyakarta. Pasar swalayan dipilih sebagai lokasi penelitian karena pada umumnya susu formula balita banyak dijual di pasar swalayan, konsumen menyukai kepraktisan pasar swalayan karena pembeli dapat mengambil langsung produk susu formula balita yang diinginkan dan tempatnya nyaman. Di Kota Yogyakarta terdapat banyak pasar swalayan yang menyediakan berbagai jenis barang kebutuhan masyarakat. Banyaknya pasar swalayan di Kota Yogyakarta dapat dilihat pada Tabel 3. 1. 22 Tabel 3. 1. Jumlah Pasar Swalayan di Kota Yogyakarta Tahun 2006-2008 Tahun 2006 2007 2008 Pasar Swalayan 67 70 78 Sumber: Dinas Perindagkop dan UKM Kota Yogyakarta Berdasarkan data dari Dinas Perindagkop dan UKM, Kota Yogyakarta tahun 2006-2008 dapat dilihat bahwa jumlah pasar swalayan di Kota Yogyakarta terus bertambah. Dengan adanya pasar, akan memudahkan masyarakat dalam mendapatkan kebutuhannya sehari-hari dengan berbagai pilihan produk yang tersedia. Dari data Dinas Perindagkop dan UKM Kota Yogyakarta tahun 2008 diatas, terdapat 78 pasar swalayan yang terdiri dari supermarket dan minimarket, diantaranya Pamella Swalayan, Mirota, Gardena, Ramai, Hero, Giant, Super Indo, Maga Swalayan, WS Swalayan dan lain-lain. Menurut BPS Kota Yogyakarta, wilayah Kota Yogyakarta terdiri dari lima bagian kota, yaitu wilayah I, wilayah II, wilayah III, wilayah IV, dan wilayah V. Pada tiap wilayah ini dipilih 1 sampel kecamatan. Dalam penelitian ini, penentuan sampel kecamatan dilakukan secara purposive sampling. Menurut Singarimbun dan Effendi (1995), purposive sampling (sengaja) merupakan pengambilan sampel dengan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu sesuai dengan tujuan penelitian. Pertimbangan yang diambil dalam penelitian ini yaitu kecamatan dengan jumlah balita yang terbanyak di tiap wilayah. Jenis pasar swalayan yang dipilih adalah supermarket karena merek susu formula balita yang disediakan di supermarket lebih beragam dan ketersediaannya lebih banyak daripada di minimarket sehingga lebih banyak pembeli. Pada tiap sampel kecamatan dipilih 1 supermarket. Penentuan sampel supermarket dilakukan dengan simple random sampling dimana kesempatan semua supermarket di Kota Yogyakarta untuk dijadikan supermarket sampel adalah sama. Supermarket yang dipilih yaitu Progo, Pamella 5 Swalayan, Sang Surya Swalayan, Mirota dan Gardena. Tabel 3. 2. Sampel Supermarket di Kota Yogyakarta Berdasarkan Pembagian Wilayah Kota Yogyakarta Wilayah I 1. 2. 3. 4. 5. Kecamatan Kecamatan Jetis Kecamatan Gedongtengen Kecamatan Ngampilan Kecamatan Keraton Kecamatan Gondomanan Wilayah II 6. Kecamatan Tegalrejo Jumlah Balita 1.328 956 768 829 3.103 1.996 Wilayah III 7. Kecamatan Gondokusuman 4.139 8. Kecamatan Danurejan 9. Kecamatan Pakualaman Wilayah IV 10. Kecamatan Umbulharjo 2.136 541 4.497 11. Kecamatan Kotagedhe 12. Kecamatan Mergangsan Wilayah V 13. Kecamatan Wirobrajan 14. Kecamatan Mantrijeron 14 2.194 1995 2.336 2.077 Supermarket Roma Swalayan Maga Swalayan 1. Progo 2. Ramai 1. Mirota 2. Giant 1. Gardena 2. Super Indo 3. Elok Swalayan Hero Super Indo 1. Pamella 5 2. Daffa Swalayan 3. DNS Swalayan WS Swalayan 1. Karuma Swalayan 2. Mitra Swalayan 3. Pamela 1 4. Maga Swalayan Sang Surya Swalayan 1. Damai Indah Swalayan 2. Amanah Swalayan 28.895 Sumber : Analisis Data Primer Metode Pengambilan Sampel Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah judgement sampling, dimana peneliti berada di tempat penelitian untuk melakukan penyebaran kuesioner ataupun wawancara. Metode judgement sampling adalah suatu teknik pengambilan sampel dari suatu populasi yang diharapkan dapat memenuhi tujuan riset, sehingga keterwakilannya terhadap populasi dapat dipertanggungjawabkan (Churchill, 2005: 13). Ukuran sampel untuk analisis faktor adalah sedikitnya empat atau lima kali dari jumlah variabel yang diteliti (Maholtra dalam Setyani, 2006: 24). Variabel yang diamati dalam penelitian ini berjumlah 15 variabel dengan responden berjumlah 100, sehingga sudah sesuai dengan syarat jumlah sampel minimal yang dibutuhkan dalam analisis faktor Pembagian responden pada masing-masing pasar swalayan sampel diakukan berdasarkan jumlah balita tiap kecamatan tempat pasar swalayan sampel berada. Jumlah responden dari tiap kecamatan ditentukan secara proporsional, dengan rumus hitungan sebagai berikut : Sampel tiap supermarket = Jumlah balita di kecamatan sampel Jumlah balita total di 5 kecamatan sampel Pembagian responden pada masing-masing supermarket di tiap kecamatan dapat dilihat pada Tabel 3. 3. Tabel 3. 3. Jumlah Responden pada Masing-masing Kecamatan Supermarket Kecamatan Jumlah Balita Jumlah Progo Mirota Gardena Pamella 5 Swalayan Sang Surya Swalayan Jumlah Gondomanan Tegalrejo Gondokusuman Umbulharjo Wirobrajan 3.103 1.996 4.139 4.497 2.336 16.071 Responden 19 12 26 28 15 100 Sumber : Analisis Data Primer G. Jenis dan Sumber Data Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: 1. Data Primer Data primer merupakan data yang didapat dari sumber pertama atau sumber asli (langsung dari informan) (Rianse dan Abdi, 2008 : 212). Pada penelitian ini data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan menggunakan kuesioner. Sumber data primer dalam penelitian ini adalah konsumen susu formula balita di pasar swalayan di Kota Yogyakarta. Selain itu, data primer juga didapatkan melalui wawancara dengan pihak berwenang di pasar swalayan. 2. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang telah lebih dahulu dikumpulkan dan dilaporkan oleh orang atau instansi di luar peneliti sendiri, walaupun yang dikumpulkan itu sesungguhnya adalah data asli (Tika, 2006: 58). Data sekunder diperoleh dari instansi atau lembaga yang terkait dengan penelitian ini. Sumber dari data sekunder ini diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kota Yogyakarta, Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UKM Kota Yogyakarta, dan pasar swalayan terkait. Data tersebut adalah keadaan umum daerah penelitian, keadaan perekonomian, keadaan penduduk dan data-data lain yang berkaitan dengan penelitian ini. H. Teknik Pengumpulan Data Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan antara lain: 1. Observasi Teknik observasi adalah teknik pengumpulan data yang bersifat non verbal. Sekalipun dasar utama daripada metode observasi adalah penggunaan indera visual, tetapi dapat juga melibatkan indera-indera lain seperti pendengaran, rabaan, dan penciuman (Slamet, 2006: 85-86). 2. Wawancara Wawancara adalah tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih secara langsung. Maksudnya ialah proses memperoleh data untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab tatap muka antara pewawancara dengan responden (informan) (Susanto, 2006: 128). Kegiatan wawancara dilakukan kepada konsumen yang sedang membeli susu formula balita di pasar swalayan yang merupakan lokasi penelitian. 3. Pencatatan Metode pencatatan adalah dengan cara mencatat data yang sudah tersedia di sumber-sumber data (Rianse dan Abdi, 2008: 221). Metode ini dilakukan dengan cara mencatat hasil wawancara pada kuisioner dan mencatat data sekunder dari instansi atau lembaga yang mempunyai keterkaitan dengan penelitian (BPS Kota Yogyakarta dan Desperindagkop dan UKM Kota Yogyakarta. I. Metode Analisis Data 1. Pengukuran Variabel Pengukuran variabel dilakukan dengan menggunakan skala likert. Skala likert disebut juga summated rating scale. Skala ini digunakan karena memberi peluang kepada responden untuk mengekspresikan perasaan mereka dalam bentuk persetujuan terhadap suatu pertanyaan. Pertanyaan yang diberikan berjenjang mulai dari yang terendah sampai tertinggi. Jumlah pilihannya biasanya tiga, lima, tujuh, sembilan, yang jelas harus ganjil (Simamora, 2005: 23). Menurut Rianse dan Abdi (2008: 152-153), apabila menggunakan skala jenis ini, maka variabel yang diukur dijabarkan menjadi sub variabel, kemudian sub variabel dijabarkan menjadi indikator-indikator. Akhirnya indikator-indikator dapat dijadikan titik tolak untuk membuat instrumen berupa pertanyaan yang akan dijawab konsumen. Setiap jawaban dihubungkan dengan pertanyaan yang sifatnya positif dan negatif. Skor yang digunakan biasanya berada pada rentang 15. Untuk pertanyaan positif, jika reponden memilih jawaban “sangat setuju”, maka diberi skor 5, sedangkan untuk pertanyaan negatif jika responden memilih jawaban “sangat setuju”, maka diberi skor 1 2. Analisis Faktor Untuk menganalisis faktor-faktor yang dipertimbangkan konsumen dalam pengambilan keputusan membeli susu formula balita digunakan analisis faktor. Analisis faktor adalah salah satu metode statistik multivariat yang mencoba menerangkan hubungan antar sejumlah peubah yang saling independen antara satu dengan yang lain sehingga bisa dibuat satu atau lebih kumpulan peubah yang lebih sedikit dari jumlah peubah awal. Analisis faktor bertujuan untuk mereduksi dimensi data dengan cara menyatakan variabel asal sebagai kombinasi linear sejumlah faktor, sehingga sejumlah faktor tersebut mampu menjelaskan sebesar mungkin keragaman data yang dijelaskan oleh variabel asal. Analisis faktor juga digunakan untuk mengetahui faktor-faktor dominan dalam menjelaskan suatu masalah. Simamora (2005: 132) mengemukakan bahwa kombinasi linier dari variabel-variabel input dinyatakan dengan persamaan: Fj = b j1X s1 + b j2 X s2 + b jk X sk dimana: Fj : Skor faktor ke-j bj : Koefisien skor faktor ke-j Xsk : Variabel ke-k yang telah distandarisasi Variabel bauran pemasaran yang diamati adalah: X1 : Merek susu formula balita X2 : Rasa susu formula balita X3 : Jenis kemasan susu formula balita X4 : Gambar kemasan susu formula balita X5 : Warna kemasan susu formula balita X6 : Kandungan gizi susu formula balita X7 : Volume kemasan susu formula balita X8 : Harga susu formula balita X9 : X10 : Promosi pemberian hadiah X11 : Iklan susu formula balita di televisi X12 : Iklan susu formula balita di majalah X13 : Ketersediaan susu formula balita di pasar swalayan X14 : Penataan (display) susu formula balita di pasar swalayan X15 : Kenyamanan pasar swalayan Promosi pemberian bonus isi Menurut Simamora (2005: 122-135) Konsep statistik yang berhubungan dalam analisis faktor di antaranya : a. Barlett’s Test of Sphericy : adalah tes statistik untuk menguji apakah betul variabel-variabel yang dilibatkan berkorelasi. Hipotesis nol (Ho) adalah tidak ada korelasi antar variabel, sedangkan hipotesis altenatif (Ha) adalah terdapat korelasi antar variabel. Ha diterima apabila nilai signifikan lebih kecil dari 0,05. b. Correlation Matrix : adalah dasar dari matriks segitiga yang menunjukkan korelasi sederhana antara semua pasangan variabel yang sedang dianalisis. Nilai correlation matrix berkisar antara 0-1. Semakin tinggi nilai correlation matrix, maka tingkat kemungkinan salahnya semakin tinggi. c. Communality : menyatakan varians setiap variabel yang dapat dijelaskan oleh faktor. Communality biasanya digunakan untuk menentukan apakah sebuah indikator baik atau tidak. Semakin tinggi nilai communality maka indikator tersebut semakin reliabel. d. Eigenvalue : adalah nilai yang mewakili total varian yang dijelaskan oleh setiap faktor. Faktor yang nilai eigenvalue-nya 1 atau lebih dianggap valid, sedangkan kurang dari satu dianggap tidak valid. e. Factor Loading : adalah korelasi-korelasi sederhana antara variabelvariabel dan faktor-faktor. Factor loading dibawah 0,5 menunjukkan indikasi korelasi yang lemah sedangkan factor loading diatas 0,5 menunjukkan indikasi korelasi yang kuat. f. Rotated component matrix : melalui rotated component matrix dapat diketahui besarnya korelasi tiap-tiap variabel dengan faktor yang terbentuk. g. Kaiser-Meyer-Olkin (KMO) Measure Sampling of Adequacy : Nilai KMO berkisar antara 0 sampai 1. Apabila nilai indeks tinggi (0,5-1), analisis faktor layak dilakukan, jika KMO di bawah 0,5 analisis faktor tidak layak dilakukan. Tahapan-tahapan dalam analisis faktor yang dikemukakan oleh Hair et al. dalam Bonifatius (2000: 26) dapat diringkas sebagai berikut: a. Membuat matrik korelasi Pada tahap ini untuk memperoleh analisis faktor yang akurat, semua variabel harus berkorelasi. Uji statistik yang digunakan adalah Barlett Test of Sphericity/menggunakan Measure of Sampling Adequancy (MSA). b. Mencari/meringkas variabel menjadi faktor-faktor inti Prosedur ini dilaksanakan agar dapat meringkas informasi yang terkandung dalam variabel-variabel asli secara tepat. Faktor yang ditetapkan berdasarkan nilai eigenvalue, yaitu yang bernilai di atas 1. Eigenvalue menunjukkan varian yang dijelaskan oleh faktor. Dengan cara ini diketahui faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan pembelian. c. Melakukan rotasi untuk penyelesaian akhir Rotasi faktor diperlukan untuk menyederhanakan matrik faktor sehingga mudah untuk diinterpretasikan. Variabel dianggap paling penting jika mempunyai factor loading tertinggi, sedangkan variabel lain dapat dimasukkan dalam faktor jika kriteria signifikan. Dengan cara ini diketahui variabel yang terkandung di dalam faktor dan variabel yang paling dipertimbangkan dalam keputusan pembelian. d. Menguji tingkat signifikansi dari factor loading dan menamai faktor. Kriteria signifikansi yang diterapkan adalah signifikansi praktis dimana factor loading diatas 0,5 adalah signifikan secara praktis. Factor loading diatas 0,5 juga menunjukkan bahwa instrumen yang dugunakan untuk mengukur variabel adalah valid. Variabel dengan factor loading tertinggi dianggap lebih penting dan mempunyai kontribusi terbesar untuk menamai faktor. Penamaan faktor biasa dilakukan dengan melihat variabel-variabel yang diwakili oleh faktor. Untuk tiap faktor dicari factor loading paling tinggi dari satu variabel. IV. KONDISI DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Geografis Kota Yogyakarta berada di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara 110º24’19” - 110º28’53” Bujur Timur dan antara 07º49’26” 7º15’24” Lintang Selatan. Jarak terjauh dari utara ke selatan di wilayah Kota Yogyakarta kurang lebih 7,5 km dan jarak terjauh dari barat ke timur kurang lebih 5,6 km. Suhu udara rata-rata di Kota Yogyakarta adalah 26,11 ºC dengan kelembaban tertinggi terjadi pada bulan Maret sebesar 85% dan yang terendah pada bulan September sebesar 66%. Rata-rata curah hujan tertinggi selama tahun 2008 terjadi pada bulan Februari sebesar 210,8 mm dan terendah pada bulan Agustus sebesar 0 mm. Rata-rata hari hujan per bulan di Kota Yogyakarta adalah 6,92 hari. Tekanan udara rata-rata di Kota Yogyakarta adalah 1012,2 mb. Kota Yogyakarta terletak di daerah dataran lereng aliran Gunung Merapi yang memiliki kemiringan lahan yang relatif datar (0-2%). Batas wilayah Kota Yogyakarta adalah sebagai berikut : Sebelah Utara : Kabupaten Sleman Sebelah Timur : Kabupaten Bantul dan Kabupaten Sleman Sebelah Selatan : Kabupaten Bantul Sebelah Barat : Kabupaten Bantul dan Kabupaten Sleman Luas wilayah Kota Yogyakarta kurang lebih 32,50 km2 kurang lebih 1,02% dari luas wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kota Yogyakarta terbagi menjadi 14 kecamatan yaitu Kecamatan Mantrijeron, Kecamatan Kraton, Kecamatan Mergangsan, Kecamatan Umbulharjo, Kecamatan Kotagede, Kecamatan Gondokusuman, Kecamatan Danurejan, Kecamatan Pakualaman, Kecamatan Gondomanan, Kecamatan Ngampilan, Kecamatan Wirobrajan, Kecamatan Gedongtengen, Kecamatan Jetis, dan Kecamatan Tegalrejo serta terbagi menjadi 45 kelurahan, 617 RW dan 2.532 RT. 31 B. Keadaan Penduduk Keadaan penduduk di Kota Yogyakarta meliputi pertumbuhan penduduk, keadaan penduduk menurut umur dan jenis kelamin, keadaan penduduk menurut tingkat pendidikan, dan keadaan penduduk menurut lapangan usaha adalah sebagai berikut : 1. Pertumbuhan Penduduk Kepadatan dan pertumbuhan penduduk Kota Yogyakarta tahun 1971-2005 berdasarkan data hasil sensus penduduk dan SUPAS adalah sebagai berikut : Tabel 4. 1. Pertumbuhan Penduduk Kota Yogyakarta Tahun 1971-2005 No. Tahun Jumlah Penduduk 1. 2. 3. 4. 5. 6. 1971 1980 1990 1995* 2000 2005* 340.908 398.192 412.059 418.944 397.398 435.236 Kepadatan Penduduk (jiwa/km2) 10.489 12.252 12.679 12.891 12.228 13.392 Pertumbuhan Penduduk (%) 0,90 1,72 0,35 0,33 -0,37 1,87 Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Yogyakarta 2009 *) SUPAS Berdasarkan Tabel 4. 1. dapat diketahui bahwa pada tahun 1971, 1980, 1990 dan 1995, jumlah penduduk Kota Yogyakarta terus mengalami kenaikan dengan persentase pertumbuhan tertinggi pada tahun 1980, yaitu sebesar 1,72% dan yang terendah pada tahun 1995, yaitu sebesar 0,33%. Jumlah penduduk Kota Yogyakarta pada tahun 2000 mengalami penurunan menjadi 397.398 jiwa dengan persentase pertumbuhan penduduk yang negatif, yaitu -0,37%. Namun pada tahun 2005 jumlah penduduk mengalami kenaikan yang cukup tajam menjadi 435.236 jiwa dengan persentase pertumbuhan penduduk sebesar 1,87% dan kepadatan penduduk 13.392 jiwa/km2. Pertumbuhan penduduk dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti kelahiran, kematian, emigrasi dan imigrasi. Jumlah penduduk yang semakin banyak menyebabkan jumlah kebutuhan akan pemukiman/perumahan yang semakin meningkat. Semakin banyak jumlah penduduk, maka faktor-faktor yang digunakan untuk pemenuhan kebutuhan penduduk seperti makanan dan baju juga akan semakin banyak. 2. Keadaan Penduduk Menurut Jenis Kelamin Jumlah penduduk di Kota Yogyakarta menurut jenis kelamin pada masing-masing kecamatan adalah sebagai berikut : Tabel 4. 2. Jumlah Penduduk Kota Yogyakarta Menurut Jenis Kelamin dan Kepadatan Penduduk di Kota Yogyakarta Tahun 2008 No. Kecamatan Luas (km2) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. Mantrijeron Kraton Mergangsan Umbulharjo Kotagede Gondokusuman Danurejan Pakualaman Gondomanan Ngampilan Wirobrajan Gedongtengen Jetis Tegalrejo Jumlah 2,61 1,40 2,31 8,12 3,07 3,99 1,10 0,63 1,12 0,82 1,76 0,96 1,70 2,91 32,50 Jenis Kelamin Kepadatan Jumlah penduduk Laki-laki Perempuan (jiwa/km2) 18.398 19.044 37.442 14.346 10.612 11.908 22.520 16.086 17.352 18.569 35.921 15.550 39.191 40.129 79.320 9.768 16.097 16.207 32.304 10.522 27.062 28.648 55.710 13.962 10.999 11.683 22.682 20.620 5.754 6014 11.768 18.679 7.398 8.595 15.993 14.279 9.537 10.695 20.232 24.673 15.856 15.248 31.104 17.673 9.708 10.714 20.422 21.273 15.019 15.442 30.461 17.918 20.244 20.792 41.036 14.102 223.227 233.688 456.915 16.389,36 Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Yogyakarta 2009 Kepadatan penduduk yang tertinggi di Kota Yogyakarta adalah di Kecamatan Ngampilan, yaitu sebesar 20.620 jiwa/km2. Penduduk Kecamatan Ngampilan dibanding kecamatan yang lain sebenarnya relatif sedikit, namun karena luas Kecamatan Ngampilan sempit, sehingga kepadatan penduduknya tinggi. Sementara itu kepadatan penduduk terendah di Kota Yogyakarta adalah di Kecamatan Umbulharjo, yaitu sebesar 9.768 jiwa/km2. Penduduk Kecamatan Umbulharjo merupakan yang paling banyak dibanding kecamatan lain di Kota Yogyakarta, namun karena kecamatannya luas, maka kepadatan penduduknya kecil. Berdasarkan Tabel 4. 2. dapat diketahui bahwa di Kota Yogyakarta pada tahun 2008 jumlah penduduk jenis kelamin laki-laki lebih kecil dari jumlah penduduk perempuan. Hal tersebut berlaku di 14 kecamatan di Kota Yogyakarta. Dengan membandingkan jumlah penduduk pria dan wanita, maka dapat diketahui angka sex ratio (SR) : SR = = Jumlah penduduk laki - laki x 100 Jumlah penduduk perempuan 223.227 x 100 233.688 = 95,52 (dibulatkan 96) Dari perhitungan di atas dapat diketahui besarnya sex ratio adalah 95,52 (dibulatkan 96). Angka sex ratio sebesar 96 mengandung makna bahwa perbandingan antara jumlah penduduk laki-laki dan perempuan adalah 96 dan 100, artinya bahwa di Kota Yogyakarta setiap 100 orang perempuan terdapat 96 orang laki-laki. Apabila jumlah penduduk perempuan besar, maka kemungkinan bayi yang lahir juga akan semakin besar. Tambahan kelahiran bayi yang semakin banyak akan menyebabkan faktor-faktor yang digunakan untuk mencukupi kebutuhan bayi akan semakin banyak, salah satunya susu formula balita. 3. Keadaan Penduduk Menurut Kelompok Umur Menurut data Badan Pusat Statistik Yogyakarta tahun 2008, keadaan penduduk Kota Yogyakarta menurut kelompok umur dan jenis kelamin adalah sebagai berikut : Tabel 4. 3. Penduduk Kota Yogyakarta Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2008 No. Tahun 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 0-4 5-9 10-14 15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49 50-54 55-59 60-64 65-69 70-74 75+ Jumlah Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 14.074 14.821 14.098 14.959 13.463 14.509 23.362 25.171 39.749 42.278 22.542 22.994 18.581 18.938 16.400 16.814 14.218 14.676 11.199 11.639 7.985 8.389 7.180 7.306 6.657 6.744 5.390 5.594 4.220 4.439 4.109 4.417 223.227 233.688 Jumlah Total 28.895 29.057 27.972 48.533 82.027 45.536 37.519 33.214 28.894 22.838 16.374 14.486 13.401 10.984 8.659 8.526 456.915 Persentase (%) 6,32 6,36 6,12 10,62 17,95 9,97 8,21 7,27 6,32 4,99 3,58 3,17 2,93 2,40 1,90 1,87 100,00 Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Yogyakarta 2009 Berdasarkan Tabel 4. 3. mengenai penduduk Kota Yogyakarta menurut kelompok umur dan jenis kelamin tahun 2008, dapat diketahui bahwa jumlah penduduk terbanyak yaitu sebesar 82.027 pada kelompok umur 20-24 tahun, sedangkan jumlah penduduk terkecil yaitu sebesar 8.526 pada kelompok umur 75 tahun ke atas. ∑ usia non produktif = 28.895 + 29.057+ 27.972+ 13.401+ 10.984 + 8.659 + 8.526 = 127.494 ∑ usia produktif = 48.533 + 82.027 + 45.536 + 37.519 + 33.214 + 28.894 + 22.838 + 16.374 + 14.486 = 329.421 Σ non produktif ABT (Angka Beban Tanggungan) = x 100 % Σ produktif = 127.494 x 100 % = 38,70% (dibulatkan 39) 329.421 Angka beban tanggungan adalah perbandingan jumlah penduduk yang tidak produktif dengan jumlah penduduk yang produktif selama 1 tahun. Tabel 4. 4. menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk Kota Yogyakarta merupakan kelompok usia produktif yaitu sebesar 72,10% (329.421 jiwa) dari total penduduk Kota Yogyakarta keseluruhan. Jumlah kelompok usia non produktif (kelompok umur 0-4, 5-9, 10-14, 60-64, 6569, 70-74, dan 75 ke atas) yang lebih kecil dari kelompok usia produktif menunjukkan bahwa beban tanggungan yang ditanggung kelompok produktif terhadap kelompok usia non produktif lebih ringan. Angka Beban Tanggungan (ABT) sebesar 39%, artinya setiap 100 orang usia produktif menanggung 39 orang usia non produktif. Kota Yogyakarta pada tahun 2008 terdapat 140.871 jiwa penduduk perempuan usia produktif (15-45 tahun) dimana pada masa ini merupakan masa perempuan pada umumnya hamil dan kemudian harus menyusui, padahal 64,7%-nya yaitu sebanyak 91.154 jiwa perempuan di Kota Yogyakarta merupakan wanita pekerja dengan waktu untuk memberikan ASI bagi bayinya yang terbatas, sehingga sebagian besar para ibu memberikan susu formula balita sebagai pengganti ASI. Kelompok umur balita (< 5 tahun) di Kota Yogyakarta menempati urutan ke-7 jumlah penduduk terbanyak dari 16 kelompok umur (28.895 jiwa). Jumlah balita yang cukup banyak ini mengakibatkan semakin banyaknya faktor-faktor yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan balita, misalnya susu formula balita. Hal tersebut dapat menjadikan pertimbangan bagi perusahaan susu formula balita dalam menetapkan strategi pemasaran yang terdiri dari segmentasi pasar, targeting, dan positioning. Menurut Kotler (1999: 231-245), umur yang merupakan faktor pribadi mempengaruhi perilaku pembelian oleh konsumen. 4. Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Menurut data BPS Kota Yogyakarta tahun 2008, jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan di Kota Yogyakarta adalah sebagai berikut : Tabel 4. 4. No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Jumlah Penduduk Umur 5 Tahun Keatas Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan dan Jenis Kelamin di Kota Yogyakarta Tahun 2008 Tingkat Pendidikan Tidak/belum tamat SD SD SLTP SLTA SMK Diploma I/II Akademi/D III PT/D IV S2/S3 Jumlah Laki-laki Perempuan (jiwa) (jiwa) 20.581 25.170 31.080 29.407 74.793 20.037 1.569 6.693 22.672 2.321 209.153 39.265 37.711 57.978 22.478 3.917 12.650 18.012 1.686 218.867 Jumlah (jiwa) 45.670 70.195 66.985 133.200 42.503 5.436 19.218 40.790 4.023 428.020 Persentase (%) 10,67 16,40 15,65 31,12 9,93 1,27 4,49 9,53 0,94 100,00 Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Yogyakarta 2009 Berdasarkan Tabel 4. 4. dapat diketahui di Kota Yogyakarta, jumlah penduduk tamatan SLTA merupakan yang terbanyak dibanding tingkat pendidikan lain yaitu sebesar 133.200 jiwa atau 31,12% dari total penduduk Kota Yogyakarta usia 5 tahun ke atas. Penduduk tamatan SD menduduki posisi kedua, yaitu sebesar 70.195 jiwa, kemudian disusul tamatan SMP sebesar 66.985 jiwa. Jumlah penduduk yang tidak/belum tamat SD adalah sebesar 45.670 jiwa, jumlah tamatan SMK sebesar 42.503 jiwa dan tamatan Perguruan Tinggi sebesar 69.467 jiwa (16,20%). Secara umum dapat dikatakan bahwa penduduk Kota Yogyakarta memiliki pendidikan yang cukup tinggi, hal ini didukung dengan kualitas pendidikan di Kota Yogyakarta yang baik, biaya hidup yang murah, serta lingkungan yang cukup kondusif. Dengan pendidikan yang cukup tinggi maka pengetahuan seseorang menjadi lebih luas, begitu juga pengetahuan para konsumen susu formula balita di Kota Yogyakarta mengenai susu formula balita yang dikonsumsi oleh balitanya setiap hari. Konsumen harus selektif dalam memilih susu formula balita. 5. Keadaan Penduduk Menurut Lapangan Usaha Berdasarkan data dari BPS Kota Yogyakarta tahun 2007, jumlah penduduk di Kota Yogyakarta menurut lapangan usaha adalah sebagai berikut : Tabel 4. 5. Banyaknya Penduduk Usia 15 Tahun Keatas yang Bekerja Menurut Jenis Kelamin dan Lapangan Usaha No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Lapangan Usaha Laki-laki Perempuan Jumlah Persentase (jiwa) (jiwa) (jiwa) (%) 163 102 265 0,13 Pertanian Tanaman Pangan Perkebunan 21 Perikanan 53 Peternakan 95 Pertanian Lainnya 132 Industri Pengolahan 7.723 Perdagangan 28.279 Jasa 62.511 Angkutan 4.683 Lainnya 13.999 Jumlah 117.659 11 32 75 97 3.628 31.575 46.149 399 9.086 91.154 32 85 170 229 11.351 59.854 108.660 5.082 23.085 208.813 0,02 0,04 0,08 0,11 5,44 28,66 52,04 2,43 11,05 100,00 Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Yogyakarta 2009 Berdasarkan Tabel 4. 5. dapat diketahui bahwa jumlah penduduk yang bekerja pada lapangan usaha pertanian paling sedikit, karena lahan pertanian di Kota Yogyakarta sempit. Sebesar 97,28% lahan di Kota Yogyakarta dimanfaatkan sebagai lahan untuk kegiatan non pertanian, sementara lahan yang digunakan untuk kegiatan pertanian hanya 2,72%. Penduduk Kota Yogyakarta paling banyak bekerja di sektor jasa yaitu sebanyak 108.660 jiwa atau 52,04% dari total penduduk usia lebih dari 15 tahun yang bekerja (208.813 jiwa ). Penduduk yang bekerja di sektor pertanian (pertanian tanaman pangan, perkebunan, perikanan, peternakan, dan pertanian lainnya) jumlahnya sedikit, yaitu 781 jiwa atau hanya 0,37% dari total penduduk usia lebih dari 15 tahun yang bekerja. Hal tersebut dikarenakan sempitnya lahan di Kota Yogyakarta yang digunakan untuk kegiatan pertanian. Jenis pekerjaan mempengaruhi tingkat pendapatan yang diterima seseorang. Tingkat pendapatan yang diterima akan mempengaruhi pola konsumsi seseorang, semakin tinggi pendapatan maka proporsi pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan semakin meningkat. Menurut Kotler (1999: 231-245), pekerjaan yang merupakan faktor pribadi akan mempengaruhi perilaku pembelian oleh konsumen. C. Keadaan Perekonomian Kota Yogyakarta selain menjadi kota wisata dan kota pelajar, saat ini Kota Yogyakarta juga berkembang sebagai daerah perdagangan, industri dan jasa. Hal ini ditunjukkan dengan adanya sarana perekonomian yang mendukung. Salah satu sarana yang mendukung perekonomian di Kota Yogyakarta adalah pasar. Kota Yogyakarta mempunyai pasar yang mendukung perekonomian yang dibedakan menurut jenisnya sebagai berikut: Tabel 4. 6. Banyak Pasar Swalayan dan Pasar Tradisional di Kota Yogyakarta Tahun 2006-2008 Tahun 2006 2007 2008 Jenis Pasar Pasar Tradisional Pasar Swalayan 30 67 31 70 31 78 Sumber: Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UKM Kota Yogyakarta 2008 Berdasarkan Tabel 4. 6. dapat diketahui bahwa Kota Yogyakarta mempunyai 2 jenis pasar yaitu pasar swalayan dan pasar tradisional. Jumlah pasar swalayan di Kota Yogyakarta jumlahnya lebih banyak daripada pasar tradisional. Pertambahan jumlah pasar swalayan di Kota Yogyakarta dari tahun 2006-2008 juga lebih banyak daripada pasar tradisional. Data mengenai banyaknya pasar yang terdapat di Kota Yogyakarta dapat dapat membantu para produsen dalam menentukan daerah pemasaran dan strategi pemasaran yang baik di sekitar wilayah Kota Yogyakarta. Penduduk juga dapat dengan lebih mudah mendapatkan barang-barang yang dibutuhkan di pasar. Salah satu barang yang banyak dijual di pasar swalayan adalah susu formula balita. Pada penelitian ini, peneliti menentukan lima pasar swalayan yang menyediakan susu formula balita yang digunakan sebagai tempat penelitian dengan jenis pasar swalayan yang diamati adalah supermarket. Supermarket sampel dalam penelitian ini adalah Progo, Pamella 5 Swalayan, Sang Surya Swalayan, Mirota dan Gardena. V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden 1. Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin Sampel pada penelitian ini adalah 100 responden yang terdiri dari responden laki-laki dan responden perempuan dengan proporsi seperti pada Tabel 5. 1. Tabel 5. 1. Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Jumlah Responden 3 97 100 Persentase (%) 3 97 100 Sumber : Analisis Data Primer Berdasarkan Tabel 5. 1. dapat diketahui bahwa jumlah responden perempuan sebanyak 97 orang dan responden laki-laki sebanyak 3 orang. Jumlah responden perempuan lebih banyak daripada laki-laki. Hal ini berarti bahwa dari 100 responden, pengaturan konsumsi pangan rumah tangga cenderung dilakukan oleh perempuan. Menurut Engel et al., (1994: 201), keputusan pembelian kategori produk makanan lebih didominasi oleh perempuan. 2. Karakteristik Responden Menurut Kelompok Umur Kelompok umur dari konsumen sasaran sangat penting dalam pemasaran. Tabel 5. 2. memperlihatkan karakteristik responden dari konsumen susu formula balita di Kota Yogyakarta menurut kelompok umur. Tabel 5. 2. Karakteristik Responden Menurut Kelompok Umur Umur (Tahun) Responden Persentase (%) 21-25 18 18 26-30 27 27 31-35 22 22 36-40 23 23 41-45 8 8 46-50 2 2 Jumlah 100 100 Sumber : Analisis Data Primer Berdasarkan Tabel 5. 2. dapat diketahui bahwa umur responden yang paling banyak berkisar antara Responden sebanyak 45% umur 41 26 - 30 tahun (27%). merupakan penduduk usia dewasa, yaitu pada umur 20 - 30 tahun. Menurut Prasetijo dan John (2004: 195), penduduk pada usia ini cenderung membelanjakan uangnya untuk produkproduk yang berkualitas. Lebih jauh Kotler (1999: 231-245) mengemukakan bahwa umur yang termasuk dalam faktor pribadi akan mempengaruhi perilaku pembelian oleh konsumen. 3. Karakteristik Responden Menurut Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan yang dimiliki responden dapat menggambarkan pola berpikir responden dalam menilai produk susu formula balita. Konsumen yang memiliki pendidikan lebih tinggi akan lebih responsif terhadap informasi. Karakteristik responden menurut tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 5. 3. Tabel 5. 3. Karakteristik Responden Menurut Tingkat Pendidikan Tingkat Pendidikan SD SMP SMA/SMK D1-D3 S1 S2/S3 Jumlah Responden 1 8 44 20 26 1 100 Persentase (%) 1 8 44 20 26 1 100 Sumber : Analisis Data Primer Tabel 5. 3. menunjukkan bahwa sebagian besar responden berpendidikan SMA/SMK yaitu sebanyak 44 responden dan berpendidikan S1 sebanyak 26 responden. Penduduk yang hanya tamat SD dan SLTP hanya berjumlah 9 orang, berpendidikan D1-D3 (20 orang), dan berpendidikan S2 (1 orang). Pendidikan responden konsumen susu formula balita di pasar swalayan di Kota Yogyakarta cukup tinggi. Konsumen yang mempunyai pendidikan cukup tinggi, berarti konsumen tersebut mempunyai informasi dan pengetahuan yang cukup luas terhadap hal-hal di sekelilingnya, termasuk dalam hal pemilihan susu formula balita yang terbaik dan sesuai untuk balitanya, sehingga akan mempengaruhi konsumen dalam keputusan pembelian susu formula balita. Menurut Kotler (1999: 231-245), faktor psikologis (pendidikan/belajar) mempengaruhi pilihan membeli seseorang. 4. Karakteristik Responden Menurut Mata Pencaharian Karakteristik responden dengan beragam latar belakang mata pencaharian dapat dilihat pada Tabel 5. 4. Tabel 5. 4. Karakteristik Responden Menurut Mata Pencaharian Mata Pencaharian Ibu Rumah Tangga Swasta PNS Wiraswasta Jumlah Responden 41 21 16 22 100 Persentase (%) 41 21 16 22 100 Sumber : Analisis Data Primer Tabel 5. 4. menunjukkan bahwa lebih dari setengah responden adalah wanita pekerja (59%) dan 41% adalah ibu rumah tangga. Jenis pekerjaan seseorang akan mempengaruhi pendapatan yang mereka terima. Pendapatan tersebut kemudian akan dipertimbangkan pada proses keputusan pembelian dan pola konsumsinya yang selanjutnya akan mempengaruhi daya beli konsumen terhadap susu formula balita. Menurut Kotler (1999: 231-245), pekerjaan akan mempengaruhi perilaku pembelian oleh konsumen. 5. Karakteristik Responden Menurut Pendapatan Rumah Tangga Pendapatan seseorang akan berpengaruh terhadap proses keputusan pembelian. Karakteristik responden menurut pendapatan rumah tangga dapat dilihat pada Tabel 5. 5. Tabel 5. 5. Karakteristik Responden Menurut Pendapatan Rumah Tangga Pendapatan ( Rupiah) < 1.000.000 1.000.000 - 2.000.000 2.000.000 - 3.000.000 > 3.000.000 Jumlah Sumber : Analisis data Primer Responden 13 24 29 34 100 Persentase (%) 13 24 29 34 100 Tabel 5. 5. menunjukkan bahwa sebagian besar konsumen yaitu sebanyak 34 responden mempunyai pendapatan rumah tangga di atas Rp 3.000.000,00 kemudian disusul responden dengan pendapatan antara Rp 2.000.000,00 - Rp 3.000.000,00 sebanyak 29 responden dan responden dengan pendapatan antara Rp 1.000.000,00 - Rp 2.000.000,00 sebanyak 24 responden. Menurut BPS Kota Yogyakarta (2010), penduduk dengan golongan pendapatan Rp 2.000.000,00 ke atas dapat digolongkan sebagai penduduk golongan pendapatan menengah ke atas. Dari Tabel 5. 5. dapat diketahui bahwa konsumen susu formula balita cenderung pada golongan pendapatan menengah ke atas. Menurut Lamb et al. (2000: 201), keputusan pembelian konsumen dipengaruhi faktor kebudayaan, sosial, individu dan psikologis. Karakteristik pendapatan termasuk dalam faktor pribadi. 6. Karakteristik Responden Menurut Jumlah Anggota Keluarga Jumlah anggota keluarga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi proses keputusan pembelian, tidak terkecuali dalam proses keputusan pembelian susu formula balita. Anggota keluarga pembeli dapat memberikan pengaruh yang kuat terhadap perilaku pembelian konsumen. Karakteristik responden menurut jumlah anggota keluarga dapat dilihat pada Tabel 5. 6. Tabel 5. 6. Karakteristik Responden Menurut Jumlah Anggota Keluarga Jumlah Anggota Keluarga (orang) 3 4 5 >5 Jumlah Responden 31 44 22 3 100 Persentase (%) 31 44 22 3 100 Sumber : Analisis data Primer Tabel 5. 6. menunjukkan bahwa sebagian besar konsumen susu formula balita mempunyai jumlah anggota keluarga berjumlah 4 orang yaitu sebesar 44%. Jumlah anggota keluarga mempengaruhi jumlah pengeluaran rumah tangga. Semakin banyak jumlah anggota keluarga, maka akan semakin besar pula pengeluarannya. Lebih jauh, menurut Prasetijo dan John (2005: 150), semakin banyak anggota keluarga maka budayanya akan cenderung kolektif, sangat menentukan perilaku, pilihan produk, dan aktivitas pembelian. B. Konsumsi Susu Formula Balita Susu formula balita dikonsumsi oleh anak berusia di bawah lima tahun. Susu formula balita biasanya dikonsumsi sebagai makanan tambahan dan pelengkap maupun pengganti ASI. Menurut data hasil penelitian, terdapat 21 macam merek susu formula yang dikonsumsi oleh 100 responden di Kota Yogyakarta. Tabel 5. 7. Sebaran Merek Susu Formula Balita yang Sering Dibeli Responden Merek Susu Formula Balita 1. Dancow 2. SGM 3. Nutrilon 4. Pediasure 5. Curcuma 6. Bebelac 7. S - 26 8. NAN 9. Sustagen 10. Promil 11. Lactogen 12. Chil Mil 13. Indomilk 14. Bendera 123 15. Promise Gold 16. Enfalac 17. Vitaplus 18. Vitalac 19. Enfagrow 20. Anchor Boneeto 21. Procal Total Produsen Nestle Sari Husada Nutricia Abbot Soho Nutricia Wyeth Nestle Meadjohnson Wyeth Nestle Morinaga Indomilk Frische Vlag Wyeth Meadjohnson Sari Husada Sari Husada Meadjohnson Fonterra Wyeth Jumlah Responden (%) 19 17 9 3 2 8 1 2 4 1 3 5 4 8 2 3 2 1 2 2 2 100 Sumber : Analisis Data Primer Tabel 5. 7. menunjukkan bahwa terdapat 21 merek susu formula balita yang dibeli oleh 100 responden. Responden paling banyak membeli susu formula balita merek Dancow sebanyak 19 responden, kemudian disusul merek SGM sebanyak 17 responden, Nutrilon sebanyak 9 responden, Bendera sebanyak 8 responden dan Bebelac sebanyak 8 responden. Susu formula balita yang dibeli responden pada setiap merek disesuaikan dengan umur balita, misalnya susu formula merek Bebelac tahap 2 untuk balita berusia 6-12 bulan. Jenis kemasan susu formula balita yang ada di pasaran yaitu kemasan kardus (box) dan kemasan kaleng (tin). Responden yang memilih kemasan kardus adalah sebanyak 81 orang dan yang memilih kemasan kaleng adalah 19 orang. Sebagian besar responden memilih kemasan kardus karena alasan kemasan kardus harganya lebih ekonomis. Volume kemasan susu formula balita yang dijual di pasar swalayan di Kota Yogyakarta cukup beragam. Sebaran volume kemasan susu formula balita yang sering dibeli oleh konsumen dapat dilihat pada Tabel 5. 8. Tabel 5. 8. Sebaran Volume Kemasan Susu Formula Balita yang Sering Dibeli Konsumen Volume Kemasan (gram) 150 180 200 300 350 400 500 600 700 750 800 900 Total Jumlah Responden (%) 4 1 1 4 2 31 3 4 1 5 23 21 100 Sumber : Analisis Data Primer Responden yang paling banyak memilih volume kemasan susu formula balita ukuran 400 gram (31 responden), kemudian disusul 800 gram (23 responden), dan 900 gram (21 responden). Dari Tabel 5. 8. menunjukkan bahwa konsumen yang membeli susu formula balita dengan volume kecil cenderung sedikit. Hal ini dikarenakan harga per gram susu formula balita volume kecil apabila dibandingkan dengan volume besar dengan merek dan rasa yang sama lebih mahal. Sebagai contoh di supermarket Progo, susu Vitaplus rasa cokelat dengan volume 200 gram harganya Rp 26.320,00 (Rp 131,6/gram) dan volume 400 gram harganya Rp 50.075,00 (Rp 125,2/gram). Tabel 5. 9. Sebaran Susu Formula Balita yang Dikonsumsi Balita Usia Balita (tahun) <1 1-3 >3 Jumlah Balita 5 67 31 103 Rata-rata Konsumsi (gram/bulan) 1762,50* 1021,21 1870,97** Sumber : Analisis Data Primer * Hanya 4 dari 5 balita usia di bawah 1 tahun yang minum susu formula balita ** Satu balita usia lebih dari 3 tahun tidak minum susu formula balita Tabel 5. 9. menujukkan bahwa rata-rata konsumsi susu formula yang tertinggi adalah pada umur balita lebih dari 3 tahun yaitu sebesar 1870,97 gram per bulan. Kemudian bayi pada umur kurang dari 1 tahun rata-rata konsumsi per bulannya 1762,50 gram. Umur bayi kurang dari 1 tahun yang mengkonsumsi susu formula balita adalah 6 bulan, 11 bulan dan 2 balita umur 8 bulan. Tasya (2009) mengemukakan bahwa menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 450/MENKES/SK/VI/2004 tahun 2004, pemberian ASI sebaiknya diberikan paling tidak sampai usia 6 bulan pertama. Dari hasil wawancara dengan 100 responden diketahui bahwa 51 responden memperoleh informasi mengenai susu formula balita dari televisi dan media cetak (majalah, brosur, buku), sementara sisanya memperoleh informasi dari sumber lain misalnya keluarga, teman, dokter dan bidan. C. Analisis Faktor-faktor Marketing Mix Analisis faktor dapat mengidentifikasikan struktur dari hubungan antar variabel atau responden dengan menguji korelasi antar variabel ataupun antar responden (Simamora, 2005:106). Data yang digunakan dalam analisis faktor berasal dari pendapat responden mengenai atribut-atribut produk susu formula balita. Analisis faktor digunakan untuk melihat seberapa besar sumbangan (kontribusi) variabel-variabel yang terangkum dalam 4 faktor bauran pemasaran (marketing mix) yang dipertimbangkan dalam mengambil keputusan pembelian susu formula balita di pasar swalayan di Kota Yogyakarta. Menurut Assauri (1992: 180-181), marketing mix (bauran pemasaran) merupakan kombinasi variabel atau kegiatan yang merupakan inti dari sistem pemasaran, variabel mana yang dapat dikendalikan oleh perusahaan untuk mempengaruhi reaksi para pembeli atau konsumen. Berdasarkan hal tersebut maka perlu dianalisis faktor-faktor yang dipertimbangkan konsumen dalam membeli susu formula balita pada pasar swalayan di Kota Yogyakarta. Faktor bauran pemasaran yang diteliti adalah produk, harga, promosi dan tempat. Faktor produk yang diteliti adalah merek susu formula balita (X1), rasa susu formula balita (X2), jenis kemasan (X3), gambar kemasan (X4), warna kemasan (X5), kandungan gizi (X6), dan volume kemasan (X7). Faktor harga yang diteliti terdiri dari harga (X8). Faktor promosi yang diteliti terdiri dari variabel promosi pemberian bonus isi (X9), promosi pemberian hadiah (X10), iklan susu formula balita di televisi (X11) dan iklan susu formula balita di media cetak (X12). Faktor tempat yang diteliti terdiri dari variabel ketersediaan susu formula balita di pasar swalayan (X13), penataan (display) susu formula balita di pasar swalayan (X14) dan kenyamanan pasar swalayan (X15). Kelimabelas variabel tersebut dianalisis menggunakan analisis faktor dengan bantuan program komputer SPSS (Statistical Product and Service Solution) 17. Kesimpulan tentang layak tidaknya analisis faktor dilakukan baru sah secara statistik dengan menggunakan uji Kaiser-Meyer-Olkin (KMO) Measure of Sampling Adequacy dan Bartlett Test of Sphericity. Analisis faktor dapat dilakukan dengan persyaratan pokok yang harus dipenuhi yaitu nilai indeks KMO tinggi, yaitu berkisar antara 0,5 sampai 1. Besarnya nilai KMO dapat dilihat pada Tabel 5. 10. Tabel 5. 10. KMO (Kaiser Meyer Olkin) Measures of Sampling Adequacy and Bartlett's Test of Sphericity KMO and Bartlett's Test Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. Bartlett's Test of Sphericity Approx. Chi-Square Df Sig. Hasil Penelitian 0,630 288,939 105,000 0,000 Sumber : Analisis Data Primer Berdasarkan hasil analisis dengan SPSS 17, diperoleh angka KMO Measure of Sampling Adequacy sebesar 0,630 dengan signifikansi sebesar 0,000. Angka 0,630 berada di atas 0,5 dan signifikansi 0,00 lebih kecil dari 0,05, maka variabel dan data dapat terus dianalisis lebih lanjut. Menurut Simamora (2005: 123), apabila nilai KMO tinggi (berkisar antara 0,5 – 1), maka analisis faktor layak dilakukan. Ketentuan tersebut berdasarkan pada kriteria (1) jika probabilitas (sig) kurang dari 0,05, maka variabel dapat dianalisis lebih lanjut, (2) jika probabilitas (sig) lebih dari 0,05, maka variabel tidak dapat dianalisis lebih lanjut. Besarnya angka MSA ialah antara 0 - 1, jika digunakan dalam menentukan penggabungan variabel ketentuannya sebagai berikut : 1. Jika MSA = 1, maka variabel tersebut dapat diprediksi tanpa kesalahan. 2. Jika MSA ≥ 0,5, maka variabel tersebut masih dapat diprediksi dan dapat dianalisis lebih lanjut. 3. Jika MSA < 0,5, maka variabel tersebut tidak dapat diprediksi dan tidak dapat dianalisis lebih lanjut sehingga variabel tersebut harus dikeluarkan. Besarnya Measures of Sampling Adequacy (MSA) dapat dilihat pada tabel anti images correlation matrices pada SPSS. Besarnya MSA masing-masing variabel dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5. 11. Tabel 5. 11. Hasil Perhitungan Analisis Faktor No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. Variabel – variabel Merek susu formula balita Rasa susu formula balita Jenis kemasan susu formula balita Gambar kemasan susu formula balita Warna kemasan susu formula balita Kandungan gizi susu formula balita Volume kemasan susu formula balita Harga susu formula balita Promosi pemberian bonus isi Promosi pemberian hadiah MSA 0,406 0,626 0,614 0,626 0,645 0,665 0,501 0,551 0,466 0,513 0,784 0,653 0,559 0,745 0,771 Iklan susu formula balita di TV Iklan susu formula balita di media cetak Kenyamanan pasar swalayan Penataan (display) susu formula balita di pasar swalayan Kenyamanan pasar swalayan Sumber : Analisis Data Primer Berdasarkan Tabel 5. 11. di atas, maka variabel-variabel yang mempunyai MSA lebih dari 0,5 adalah variabel rasa, jenis kemasan, gambar kemasan, warna, kandungan gizi, volume kemasan, harga, promosi pemberian hadiah, iklan susu formula balita di TV, iklan susu formula balita di media cetak, kenyamanan pasar swalayan, penataan (display) susu formula balita di pasar swalayan, dan kenyamanan pasar swalayan. Variabel merek dan promosi bonus isi memiliki MSA kurang dari 0,5 sehingga tidak bisa dilakukan analisis lebih lanjut. Variabel promosi pemberian bonus isi memiliki MSA kurang dari 0,5 karena dari 21 macam merek susu formula balita, yang menawarkan promosi pemberian bonus isi hanya satu merek, yaitu merek Dancow dengan bonus isi 100 gram. Variabel merek memiliki MSA kurang dari 0,5 karena kesalahan peneliti yang mensejajarkan variabel merek dengan keempatbelas variabel lain. Keempatbelas variabel yang lain sebenarnya merupakan ikon merek, yang menurut Moser (2006: 124) dianggap mewakili nilai, pesan dan kepribadian suatu merek. Setelah menemukan variabel-variabel yang dapat dianalisis, maka dilanjutkan dengan communalities. Communalities untuk tiap variabel dapat dilihat pada Tabel 5. 12 berikut : Tabel 5. 12. Communalities Variabel Rasa susu formula balita Jenis kemasan susu formula balita Gambar kemasan susu formula balita Warna kemasan susu formula balita Kandungan gizi susu formula balita Volume kemasan susu formula balita Initial 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 Extraction 0,664 0,555 0,620 0,663 0,619 0,603 0,572 0,578 0,504 Harga susu formula balita 1,000 1,000 1,000 1,000 Promosi pemberian hadiah Iklan susu formula balita di TV 0,491 0,657 0,531 0,608 Iklan susu formula balita di media cetak Kenyamanan pasar swalayan Penataan (display) susu formula balita di pasar swalayan Kenyamanan pasar swalayan Sumber : Analisis Data Primer Menurut Simamora (2005: 125) communalities menyatakan varian setiap variabel yang dapat dijelaskan oleh faktor yang terbentuk. Dari nilai communalities dapat diketahui hubungan antara variabel dengan faktor-faktor yang nantinya terbentuk. Communalities untuk variabel rasa susu formula balita nilainya 0,664 yang artinya sekitar 66,4 % variabel dari varian rasa susu formula balita dapat dijelaskan oleh faktor yang akan terbentuk. Sedangkan untuk variabel jenis kemasan nilainya 0,555 artinya sekitar 55,5 % variabel dari varian jenis kemasan dapat dijelaskan oleh faktor yang akan terbentuk, begitu juga untuk variabel-variabel yang lain. Semakin kecil communalities sebuah variabel, berarti semakin lemah hubungannya dengan faktor yang terkait, dan semakin besar communalities sebuah variabel, maka semakin kuat hubungannya dengan faktor yang terbentuk. Setelah diketahui nilai communalities, selanjutnya dapat dilihat pada nilai eigenvalue. Kriteria suatu faktor dipertimbangkan oleh konsumen terhadap keputusan dalam membeli susu formula balita pada pasar swalayan di Kota Yogyakarta, dapat diketahui dengan melihat nilai eigenvalue dari suatu faktor. Eigenvalue untuk faktor yang dipertimbangkan konsumen terhadap keputusan pembelian susu formula balia harus lebih dari 1. Angka eigenvalue menunjukkan kepentingan relatif masing-masing faktor yang terbentuk dalam menghitung varian dari variabel-variabel penelitian yang dianalisis. Besarnya eigenvalue untuk masing-masing faktor yang terbentuk dapat dilihat pada Tabel 5. 13. Tabel 5. 13. Angka Eigenvalue dan Proporsi Varian dari Tiap Faktor Faktor 1 Eigenvalue 3,119 Proporsi Varian 20,79% 2 3 4 5 Total 1,713 1,481 1,402 1,222 10,003 11,42% 9,88% 9,34% 8,15% 59,58% Sumber : Analisis Data Primer Tabel 5. 13. menunjukkan bahwa dari hasil penelitian terdapat 5 faktor yang memiliki nilai eigenvalue lebih dari 1. Dengan demikian pada penelitian ini terbentuk lima faktor yang menjadi pertimbangan konsumen dalam membeli susu formula balita di pasar swalayan di Kota Yogyakarta. Faktor 1 mampu menjelaskan 20,79% varian ke-15 variabel penelitian, faktor 2 mampu menjelaskan 11,42% varian ke-15 variabel penelitian, faktor 3 mampu menjelaskan 9,88% varian ke-15 variabel penelitian, faktor 4 mampu menjelaskan 9,34%varian ke-15 variabel penelitian, dan faktor 5 mampu menjelaskan 8,15% varian ke-15 variabel penelitian. Jadi, total varian yang mampu dijelaskan keenam faktor tersebut adalah 59,58 %. Hal ini berarti bahwa penelitian ini mampu menjelaskan faktor yang menjadi pertimbangan konsumen dalam membeli susu formula balita di pasar swalayan di Kota Yogyakarta sebesar 59,58 %, sedangkan sisanya 40,42% merupakan faktor lain yang tidak tercakup dalam hasil analisis faktor. Faktor lain tersebut misalnya karakteristik konsumen itu sendiri, lingkungan sosial, budaya, ekonomi, politik dan faktor-faktor lain. Lima faktor yang dihasilkan tersebut merupakan kumpulan dari variabelvariabel yang merupakan unsur pembentuk faktor tersebut. Penamaan masingmasing faktor yang dipertimbangkan oleh konsumen susu formula balita di pasar swalayan di Kota Yogyakarta didasarkan pada variabel-variabel yang menyusun faktor tersebut. Setelah diketahui lima faktor yang sesuai untuk menyederhanakan ke-15 variabel penelitian yang diteliti, maka dari analisis data dengan menggunakan SPSS 17 diperoleh tabel rotated component matrix. Tabel ini menunjukkan distribusi ke-15 variabel pada lima faktor yang terbentuk. Angka-angka yang terdapat pada tabel rotated component matrix adalah factor loading yang menunjukkan besarnya korelasi antara suatu variabel dengan masing-masing faktor yang terbentuk. Factor loading memberikan informasi tentang variabel mana yang berkorelasi signifikan dengan faktor tertentu. Informasi ini selanjutnya dipakai untuk menginterpretasikan faktor secara subyektif. Proses penentuan faktor dilakukan dengan melakukan perbandingan besarnya korelasi setiap baris dengan melihat besar nilai korelasi pada setiap baris dengan melihat besar nilai korelasi yang lebih besar dari 0,5. Tabel 5. 14. menampilkan nilai factor loading tiap variabel yang sudah dirotasikan dengan metode varimax yang merupakan salah satu metode rotasi orthogonal. Tabel 5. 14. Nilai Factor Loading untuk Tiap-tiap Variabel Faktor Nama Faktor 1. Iklan 2. Tempat 3. 4. Promosi Kandungan Gizi Produk 5. % of Variabel yang Terlibat pada Factor variance Faktor Inti Loading 20,79 Gambar Kemasan 0,764 Warna Kemasan 0,692 Iklan di Media Cetak 0,670 Jenis Kemasan 0,548 Iklan di TV 0,512 11,42 Ketersediaan 0,788 Penataan Produk 0,606 Kenyamanan Pasar 0,528 Swalayan 9,88 Promosi Pemberian Hadiah 0,725 9,34 Kandungan gizi 0,764 8,15 Harga Rasa susu formula balita 0,713 0,519 Eigenvalue 3,119 1,713 1,481 1,402 1,222 Sumber : Analisis Data Primer Dari hasil analisis faktor terlihat bahwa 15 variabel yang diteliti dapat disederhanakan menjadi 12 variabel yang tercakup dalam 5 faktor marketing mix. Faktor dengan total varian tertinggi merupakan faktor yang paling dominan. Berdasarkan besarnya total varian, maka lima faktor yang dipertimbangkan konsumen dalam keputusan pembelian susu formula balita dari yang paling dominan adalah faktor iklan (total varian 20,79%), faktor tempat (total varian 11,42%), faktor promosi (total varian 9,88%), faktor kandungan gizi (total varian 9,34%), dan faktor produk (total varian 8,15%). Variabel volume kemasan dari faktor produk tidak dimasukkan ke dalam faktor yang dipertimbangkan oleh konsumen karena memiliki factor loading kurang dari 0,5 (0,408). D. Pembuktian Hipotesis 1. Hipotesis Pertama Hipotesis pertama menyebutkan bahwa faktor marketing mix (bauran pemasaran) susu formula balita yaitu faktor produk, harga, tempat (distribusi), dan promosi dipertimbangkan oleh konsumen. Sementara itu pada hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat 5 faktor yang dipertimbangkan konsumen dalam keputusan pembelian susu formula balita, yang terdiri dari faktor iklan (iklan di televisi, iklan di media cetak, gambar kemasan, warna kemasan, dan jenis kemasan), tempat (ketersediaan susu formula balita, penataan produk, kenyamanan pasar swalayan), promosi (pemberian hadiah), kandungan gizi dan produk (harga dan rasa susu formula balita). Berdasarkan hal tersebut maka berarti dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang pertama diterima. 2. Hipotesis Kedua Hipotesis kedua menyebutkan bahwa variabel yang dominan adalah variabel merek dari faktor produk. Hasil analisis faktor menunjukkan bahwa MSA untuk variabel merek kurang dari 0,5 (0,406), sehingga variabel merek tidak dapat dianalisis lebih lanjut. Dari hasil analisis faktor dapat diketahui bahwa variabel yang dominan adalah variabel gambar kemasan susu formula balita (factor loading sebesar 0,764) dari faktor iklan (eigenvalue sebesar 3,119), dengan demikian hipotesis yang kedua ditolak. E. Pembahasan 1. Faktor 1 (iklan) Iklan merupakan faktor pertama yang dipertimbangkan konsumen dalam membeli susu formula balita di pasar swalayan di Kota Yogyakarta. Faktor iklan memiliki persentase total varian yang paling besar (20,79%) yang artinya faktor ini merupakan faktor yang paling dipertimbangkan oleh konsumen dalam membeli susu formula balita. Variabel-variabel yang tercakup dalam faktor iklan adalah gambar kemasan, warna kemasan, iklan di media cetak, jenis kemasan, dan iklan di TV. Pada faktor iklan, kemasan (gambar dan warna) memegang peranan yang penting, dimana factor loading untuk variabel gambar kemasan sebesar 0,764 dan factor loading untuk variabel warna kemasan sebesar 0,692. Menurut Niappa (2007), kemasan memiliki fungsi fisik, fungsi informasi dan fungsi penjualan. Gambar kemasan, warna kemasan, dan jenis kemasan dinamai faktor iklan karena 3 variabel tersebut memiliki fungsi penjualan yang mampu membujuk konsumen agar tertarik dan membeli produk. Sebagai sebuah pembujuk, kemasan susu formula balita dituntut untuk tampil menarik secara visual di hadapan konsumen. Gambar kemasan susu formula balita memiliki factor loading yang tertinggi (0,764), yang artinya gambar kemasan merupakan variabel yang paling berperan dari faktor iklan yang dipertimbangkan konsumen dalam membeli susu formula balita. Pirous (2007) mengemukakan bahwa keberhasilan pemasaran suatu barang, tidak hanya ditentukan oleh mutu barang serta usaha promosi yang dilakukan, tetapi juga dalam upaya yang sama oleh mutu dan penampilan kemasan itu sendiri. Warna dan gambar kemasan adalah hal yang sangat penting dalam komunikasi dengan konsumen. Grafis kemasan yang diantaranya terdiri dari gambar dan warna harus dapat mengantarkan pesan yang ingin disampaikan oleh produsen barang lewat kemasan yang diciptakan, baik informasi mengenai isi maupun penjelasan mengenai cara pemakaian produk tersebut. Lebih jauh, Suyanto (2005: 44) mengemukakan bahwa kemasan harus menarik perhatian karena kemasan menggambarkan citra merek. Iklan susu formula balita di TV memiliki factor loading sebesar 0,512 dan iklan di media cetak memiliki faktor loading sebesar 0,670. Iklan memiliki peranan penting dalam proses pengambilan keputusan pembelian, yaitu pada pencarian informasi. Menurut Kotler dan Susanto (2008: 252) sumber informasi konsumen terdiri dari 4 kelompok, yaitu sumber komersial, publik, pribadi, dan pengalaman. Konsumen menerima informasi mengenai suatu produk paling banyak dari sumber komersial. Iklan termasuk dalam sumber komersial. Sebagaimana diungkapan di depan bahwa 51 responden dari 100 reponden memperoleh informasi mengenai susu formula balita dari televisi dan media cetak (majalah, brosur, buku). 2. Faktor 2 (tempat) Tempat merupakan faktor kedua yang dipertimbangkan konsumen dalam membeli susu formula balita di pasar swalayan di Kota Yogyakarta. Faktor tempat memiliki persentase total varian sebesar 11,42% yang artinya faktor ini merupakan faktor yang dipertimbangkan oleh konsumen dalam membeli susu formula balita. Faktor tempat terdiri dari variabel ketersediaan, penataan produk, dan kenyamanan pasar swalayan. Faktor tempat menjadi faktor yang dipertimbangkan oleh konsumen, karena terkait dengan kepuasan yang diperoleh konsumen pada saat pembelian produk susu formula balita di pasar swalayan. Variabel yang paling (dominan) dipertimbangkan oleh konsumen dari faktor pelayanan adalah ketersediaan susu formula balita di swalayan dengan facor loading sebesar 0,788. Variabel ini paling dipertimbangkan oleh konsumen karena konsumen tidak akan membeli susu formula balita di swalayan yang tidak menyediakan merek susu formula balita yang diinginkan. Dari kuisioner dapat diketahui bahwa 54 responden memilih membeli susu formula balita di pasar swalayan karena ketersediaannya terjamin. Variabel kedua yang dipertimbangkan konsumen dari faktor ini adalah penataan produk (factor loading sebesar 0,606). Penataan produk dipertimbangkan oleh konsumen terkait dengan kemudahan dalam mencari produk susu formula balita pada rak-rak yang ada. Variabel ketiga yang dipertimbangkan konsumen dari faktor ini adalah kenyamanan pasar swalayan (factor loading sebesar 0,528). Sebagian besar responden berpendapat bahwa pasar swalayan yang nyaman adalah pasar swalayan yang bersih dan aman. 3. Faktor 3 (promosi) Promosi merupakan faktor ketiga yang dipertimbangkan konsumen dalam membeli susu formula balita di pasar swalayan di Kota Yogyakarta. Faktor promosi memiliki persentase total varian sebesar 9,88%. Faktor promosi terdiri dari variabel promosi pemberian hadiah. Dari hasil pengamatan, dapat diketahui bahwa 11 merek dari 21 merek susu formula balita yang dibeli responden di pasar swalayan di Kota Yogyakarta memberikan promosi pemberian hadiah. Merek yang memberikan promosi pemberian hadiah yaitu merek Dancow, SGM, Nutrilon, Curcuma, Sustagen, Chil Mil, Indomilk Biokids, Bendera 123, Vitaplus, Vitalac, dan Anchor Boneeto. Sebanyak 19% responden berpendapat bahwa promosi pemberian hadiah pada susu formula balita sangat menarik, dan 41% berpendapat menarik. Perusahaan susu formula balita biasanya memberikan hadiah yang menarik bagi balita, misalnya Vitaplus memberikan hadiah tempat makan dengan warna menarik dan gambar yang lucu, Bendera 123 memberikan hadiah story book, Nutrilon memberikan hadiah tas bergambar kartun yang disukai anak-anak, dan Vitalac memberikan hadiah tempat minum anak. 4. Faktor 4 (kandungan gizi) Kandungan gizi merupakan faktor keempat yang dipertimbangkan konsumen dalam membeli susu formula balita di pasar swalayan di Kota Yogyakarta. Faktor kandungan gizi memiliki persentase total varian sebesar 9,34%. Kandungan gizi dipertimbangkan oleh konsumen karena gizi sangat berguna bagi tumbuh kembang balita dan kebutuhan zat gizi balita berbeda sesuai kelompok umur. Sebanyak 51% responden berpendapat bahwa kandungan gizi susu formula balita yang biasa dikonsumsi balitanya sudah lengkap. Menurut Kurniasih dan Solahuddin (2008), semua susu formula untuk bayi yang beredar di pasaran memiliki kandungan gizi tertentu yang sudah diupayakan mendekati komposisi ASI dengan kandungan sesuai standar yang ditetapkan WHO sebagai badan kesehatan dunia. 5. Faktor 5 (produk) Produk merupakan faktor kelima yang dipertimbangkan konsumen dalam membeli susu formula balita di pasar swalayan di Kota Yogyakarta. Faktor produk memiliki persentase total varian terkecil dibanding 4 faktor yang lain yaitu sebesar 8,15%. Faktor produk terdiri dari variabel harga dan rasa susu formula balita. Variabel pertama yang dipertimbangkan konsumen dari faktor produk adalah harga susu formula balita (factor loading sebesar 0,713). Sebanyak 69% responden berpendapat bahwa harga susu formula balita yang mereka beli adalah wajar. Faktor harga dipertimbangkan oleh konsumen karena konsumen menyesuaikan antara pengeluaran dengan pendapatan yang dimiliki, termasuk dalam pengeluaran untuk membeli susu formula balita. Variabel kedua yang dipertimbangkan konsumen dari faktor produk adalah rasa susu formula balita (factor loading sebesar 0,512). Dari hasil wawancara terdapat 6 rasa susu formula balita yang sering dibeli responden, yaitu rasa cokelat, vanila, madu, strawbery, dan original, dimana 28 responden memilih rasa cokelat, 22 responden memilih rasa madu, 22 responden memilih rasa original, 4 responden memilih rasa strawbery dan 24 responden memilih rasa vanila. VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Hasil analisis faktor marketing mix yang dipertimbangkan konsumen dalam membeli susu formula balita pada pasar swalayan di Kota Yogyakarta menunjukkan persentase total varian sebanyak 59,58%. Hal ini berarti bahwa konsumen dalam membuat keputusan pembelian susu formula balita 59,58% mempertimbangkan faktor-faktor marketing mix yang diteliti, dan sisanya sebanyak 48,42% mempertimbangkan faktor lain yang tidak tercakup dalam variabel penelitian. Faktor-faktor marketing mix yang dipertimbangkan konsumen dalam membeli susu formula balita di pasar swalayan di Kota Yogyakarta dimulai dari faktor yang memberikan pengaruh paling besar adalah: faktor iklan (eigenvalue sebesar 3,119), faktor tempat (eigenvalue sebesar 1,713), faktor promosi (eigenvalue sebesar 1,481), faktor kandungan gizi (eigenvalue sebesar 1,402), dan faktor produk (eigenvalue sebesar 1,222). 2. Variabel-variabel yang dominan dipertimbangkan konsumen dalam membeli susu formula balita pada pasar swalayan di Kota Yogyakarta untuk faktor iklan adalah variabel gambar kemasan (factor loading sebesar 0,764), faktor tempat adalah variabel ketersediaan susu formula balita di pasar swalayan (factor loading sebesar 0,788), faktor promosi adalah variabel pemberian bonus isi (factor loading sebesar 0,725), faktor kandungan gizi adalah variabel kandungan gizi (factor loading sebesar 0,764), dan faktor produk adalah variabel harga susu formula balita (factor loading sebesar 0,713). B. Saran Saran yang dapat diajukan berdasarkan hasil penelitian dan analisis data menggunakan analisis faktor adalah sebagai berikut : 1. Untuk faktor iklan dimana gambar kemasan sangat dominan dipertimbangkan oleh konsumen dalam proses pembelian susu formula balita pada pasar swalayan di Kota Yogyakarta, maka perusahaan susu formula balita 59 hendaknya meningkatkan keistimewaan kenampakan (visibility) kemasan, dengan tidak melanggar ketentuan iklan susu formula balita dari BPOM (Badan Pengawasan Obat dan Makanan). 2. Untuk faktor tempat, perusahaan hendaknya meningkatkan pelayanan melalui penyediaan stok produk susu formula balita yang banyak meskipun hanya di pasar swalayan yang kecil. 3. Untuk faktor promosi dengan variabel dominan promosi pemberian hadiah, maka suatu perusahaan sebaiknya memberikan hadiah berupa barang yang lebih menarik bagi balita, misalnya mainan dan memberikan promosi potongan harga. 4. Untuk faktor kandungan gizi yang terdiri dari variabel kandungan gizi, maka hendaknya perusahaan meningkatkan atau paling tidak mempertahankan kualitas dan keanekaragaman gizi yang terkandung dalam susu formula balita, dengan memperhatikan tingkat kebutuhan gizi dan umur sasaran. 5. Hasil analisis faktor marketing mix terhadap keputusan pembelian susu formula balita pada pasar swalayan di Kota Yogyakarta menunjukkan persentase total sebanyak 59,58%, yang berarti bahwa konsumen dalam membuat keputusan pembelian susu formula balita 59,58% mempertimbangkan faktor-faktor marketing mix yang diteliti, sedangkan sisanya sebesar 40,42% mempertimbangkan faktor lain yang tidak tercakup dalam faktor marketing mix. Hasil tersebut memungkinkan diadakan penelitian lanjut oleh peneliti lain dengan meneliti faktor lain di luar faktor marketing mix. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2009. Supermarket. http://id.wikipedia.org. Diakses pada tanggal 21 Oktober 2009 Assauri, S. 1992. Manajemen Pemasaran: Dasar, Konsep, dan Strategi. Rajawali Pers. Jakarta Bonifatius, E. 2000. Faktor-faktor yang Dipertimbangkan Konsumen dalam Keputusan Pembelian Buah Jeruk di Kotamadya Semarang. Skripsi S1. Fakultas Pertanian UNS. Surakarta Boyd, H. W., Orville C. Walker, dan Jean Claude Larreche. 2000. Manajemen Pemasaran : Suatu Pendekatan Strategis dengan Orientasi Global. (Diterjemahkan oleh Imam Nurmawan). Erlangga. Jakarta BPS. 2005. SUSENAS Modul Konsumsi Kota Yogyakarta Tahun 2005. BPS Kota Yogyakarta. Yogyakarta ____. 2005. Kota Yogyakarta dalam Angka Tahun 2004. BPS Kota Yogyakarta. Yogyakarta ____. 2006. Kota Yogyakarta dalam Angka Tahun 2005. BPS Kota Yogyakarta. Yogyakarta ____. 2007. Kota Yogyakarta dalam Angka Tahun 2006. BPS Kota Yogyakarta. Yogyakarta ____. 2008. Kota Yogyakarta dalam Angka Tahun 2007. BPS Kota Yogyakarta. Yogyakarta ____. 2009. Kota Yogyakarta dalam Angka Tahun 2008. BPS Kota Yogyakarta. Yogyakarta ____. 2009. Kecamatan Danurejan dalam Angka Tahun 2008. BPS Kota Yogyakarta. Yogyakarta ____. 2009. Kecamatan Gedongtengen dalam Angka Tahun 2008. BPS Kota Yogyakarta. Yogyakarta ____. 2009. Kecamatan Gondokusuman dalam Angka Tahun 2008. BPS Kota Yogyakarta. Yogyakarta ____. 2009. Kecamatan Gondomanan dalam Angka Tahun 2008. BPS Kota Yogyakarta. Yogyakarta ____. 2009. Kecamatan Jetis dalam Angka Tahun 2008. BPS Kota Yogyakarta. Yogyakarta ____. 2009. Kecamatan Kotagede dalam Angka Tahun 2008. BPS Kota Yogyakarta. Yogyakarta ____. 2009. Kecamatan Kraton dalam Angka Tahun 2008. BPS Kota Yogyakarta. Yogyakarta ____. 2009. Kecamatan Mantrijeron dalam Angka Tahun 2008. BPS Kota Yogyakarta. Yogyakarta ____. 2009. Kecamatan Mergangsan dalam Angka Tahun 2008. BPS Kota Yogyakarta. Yogyakarta ____. 2009. Kecamatan Ngampilan dalam Angka Tahun 2008. BPS Kota Yogyakarta. Yogyakarta ____. 2009. Kecamatan Pakualaman dalam Angka Tahun 2008. BPS Kota Yogyakarta. Yogyakarta ____. 2009. Kecamatan Tegalrejo dalam Angka Tahun 2008. BPS Kota Yogyakarta. Yogyakarta ____. 2009. Kecamatan Umbulharjo dalam Angka Tahun 2008. BPS Kota Yogyakarta. Yogyakarta ____. 2009. Kecamatan Wirobrajan dalam Angka Tahun 2008. BPS Kota Yogyakarta. Yogyakarta Churchill, G. 2005. Dasar-Dasar Riset Pemasaran Edisi 4 Jilid 2. (Diterjemahkan oleh: Dwi Kartini Yahya). Erlangga. Jakarta Damayanti, A. 2009. Analisis Faktor Marketing Mix Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen Minyak Goreng pada Pasar Swalayan di Surakarta. Skripsi S1. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta Daniel, M. 2002. Pengantar Ekonomi Pertanian. Bumi Aksara. Jakarta Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UKM. 2008. Jumlah Pasar Swalayan dan Pasar Tradisional di Kota Yogyakarta. Disperindagkop dan UKM Kota Yogyakarta. Yogyakarta Engel, J. F., Roger D. Blackwell dan Paul W. Miniard. 1994. Perilaku Konsumen Jilid 1. (Diterjemahkan oleh : Budiyanto). Binarupa Aksara. Jakarta. Irianto, H. Analisis Faktor-faktor Marketing Mix yang Dipertimbangkan oleh Konsumen dalam Membuat Keputusan Pembelian Susu Bubuk Formula untuk Bayi di Kodya Surakarta. Tesis S2. Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya. Malang Kotler, P. 1999. Manajemen Pemasaran: Analisis, Perencanaan, Implementasi dan Pengendalian Edisi Keenam Jilid 1. (Diterjemahkan oleh: Jaka Wasana). Erlangga. Jakarta Kotler, P. dan A. B. Susanto. 2008. Manajemen Pemasaran di Indonesia: Analisis Perencanaan, Pengendalian dan Implementasi. Salemba Empat. Jakarta Kurniasih D. dan Gazali Solahuddin. 2008. Susu Formula untuk Bayi. http://www.tabloid-nakita.com. Diakses pada tanggal 12 Februari 2010 Lamb, W. C., Joseph F. Hair dan Carl M. 2000. Pemasaran Buku 1. (Diterjemahkan oleh: David Octarevia). Salemba Empat Patria. Jakarta Machfoedz, M. 2005. Pengantar Pemasaran Modern. UPP AMP YKPN. Yogyakarta Moser, M. 2006. United We Brand : Menciptakan Merek Kohesif yang Dilihat, Didengar, dan Diingat. (Diterjemahkan oleh: Sri Isnani Husnayati). Esensi Mowen, John C. dan Michael Minor. 2002. Perilaku Konsumen Jilid I. (Diterjemahkan oleh : Lina Salim). Erlangga. Jakarta Nakita. 2006. Susu Formula untuk Bayi. http://www.tabloid_nakita.com. Diakses pada tanggal 13 Desember 2009 Nasar, S. S., Aryono Hendarto dan Hindah J. Muaris. 2005. Makanan Bayi dan Ibu Menyusui. PT. Gramedia Pustaka. Jakarta Niappa, A. 2007. Mengapa Kemasan Perlu Didesain? http://niappa.wordpress.com. Diakses pada tanggal 21 Februari 2010 Nitisemito, A. S. 1993. Marketing. Ghalia Indonesia. Jakarta Piogama. 2008. Susu Formula Balita Bagi Si Kecil yang Laris Terkenal atau yang Mahal. http://piogama.ugm.ac.id. Diakses pada tanggal 22 Maret 2010 Pirous. 2007. Desain Grafis pada Kemasan. http://desaingrafisindonesia.wordpress.com. Diakses pada tanggal 20 Februari 2010. Prasetijo, R. dan John J. O. I. Ihalauw. 2005. Perilaku Konsumen. Penerbit Andi. Yogyakarta Rianse, U. dan Abdi. 2008. Metodologi Penelitian Sosial dan Ekonomi. Alfabeta. Bandung Setyani, Lita T. 2006. Analisis Perilaku Konsumen dalam Membeli Jeruk Medan di Pasar Modern di Surakarta (Kasus di Hypermart Solo Grand Mall). Skripsi S1 Fakultas Pertanian UNS. Surakarta Simamora, B. 2005. Analisis Multivariat Pemasaran. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Singarimbun, M. dan Effendi, S. 1995. Metode Penelitian Survai. LP3ES. Jakarta Slamet, Y. 2006. Metode Penelitian Sosial. Sebelas Maret University Press. Surakarta Stanton, W. J. 1993. Prinsip Pemasaran Jilid 2. (Diterjemahkan oleh : Sadu Sundaru). Erlangga. Jakarta Susanto. 2006. Metode Penelitian Sosial. LPP UNS dan UNS Press. Surakarta Suyanto, M. 2005. Strategi Perencanaan Iklan Televisi Perusahaan Top Dunia. Andi Offset. Yogyakarta Tasya, A. 2008. Indonesia dan ASI. http://aimi-asi.org. Diakses pada tanggal 21 November 2009 Tika, M. P. 2006. Metodologi Riset Bisnis. Bumi Aksara. Jakarta Widjaya, E. 2008. Analisis Faktor Marketing Mix Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen Buah Jeruk pada Pasar Swalayan di Surakarta. Skripsi S1. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta.